Вы находитесь на странице: 1из 8

ASFIKSIA NEONATORUM

A. Definisi
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas scr spontan dan
teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi
tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin
timbul. (Wiknjosastro, 1999)

B. Etiologi
Asfiksia terjadi karena adanya gangguan pertukaran gas serta transpor O2 dari ibu ke janin
sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2. Gangguan
ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama
kehamilan, atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
Penggolongan penyebab kegagalan pernafasan pada bayi terdiri dari :
1. Faktor Ibu
- Hipoksia ibu, hal ini akan menimbulkan hipoksia janin. Hipoksia ibu dapat
terjadikarena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam.
- Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan
menyebabkan berkurangnya pengairan O2 ke plasenta dan ke janin. Hal ini sering
ditemukan pada kasus-kasus :
 Gangguan kontraksi uterus, misalnya : hipertensi, hipotoni / tetani uterus akibat
penyakit atau obat.
 Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.
 Hipertensi pada penyakit eklamsia.
2. Faktor Janin
a. Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat.
b. Depresi pernafasan karena obat-obat anastesia / analgetika yang diberikan kepada ibu.
c. Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya : perdarahan intracranial.

1
d. Kelainan kongenital, misalnya : hernia diafragmatika, atresia saluran pernafasan,
hipoplasia paru, dan lain-lain. (Wiknjosastro, 1999).

C. Perubahan Patofiologis dan Gambaran Klinis


Pernafasan spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan atau
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu
periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada penderita asfiksia berat, usaha
bernafas tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat
ini terjadi bradikardi dan penurunan TD.

Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan keseimbangan asam-basa
pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama hanya terjadi asidosis respioratorik. Bila berlanjut
dalam tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme an aerobic yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang. Pada tingkat
selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang disebabkan oleh beberapa keadaan
diantaranya :

1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.

2. Terjadinya asidosis metabolik yang akan menimbulkan kelemahan otot jantung.

3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan mengakibatkan tetap tingginya
resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan ke sistem sirkulasi
tubuh lain akan mengalami gangguan. (Rustam, 1998).

D. Diagnosis
Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia / hipoksia janin.
Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya
tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu :
1. Denyut jantung janin

2
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila
frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala
mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya mekonium
dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri
persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat sayatan kecil
pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya.
Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2
hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin disertai asfiksia.
(Wiknjosastro, 1999)

Diagnosis Asfiksia dapat pula diketahui dengan menilai Apgar Score pada menit ke I

- Hasil Apgar Score : 0 – 3 : Asfiksia Berat


- Hasil Apgar Score : 4 – 6 : Asfiksia Sedang
- Hasil Apgar Score : 7 – 10: Normal.

Diagnosa banding :Tidak ada


E. Penanganan pada Asfiksia
Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi BBL. Sebelum resusitasi
dikerjakan perlu diperhatikan bahwa :
1. Faktor waktu sangat penting.
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia / hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksia / hipoksia pascanatal harus
dicegah dan diatasi.
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang faktor
penyebab terjadinya depresi pernafasan pada BBl.
4. Penilaian BBL perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat dipilih dan
ditentukan secara adekuat. (Prawiroharjo, 2002)

3
Penatalaksanaan untuk Asfiksia : Posisi bayi trendelenburg dengan kepala miring.
Bila sudah bernapas spontan letakkan dengan posisi horizontal.

 Untuk bayi dengan nilai Apgar Score I 7 – 10 :


 Bersihkan jalan napas dengan kateter dari lubang hidung, sambil melihat adanya
atresia choane, kemudian bersihkan jalan napas dengan kateter melalui mulut sampai
nasopharynx. Kecuali pada bayi asfiksia yang air ketubannya mengandung
meconeum.
 Bayi dibersihkan ( boleh dimandikan ) kemudian dikeringkan, termasuk rambut
kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya sekitar 2 – 4 jam.
 Untuk bayi dengan nilai Apgar Score I 4 – 6 :
 Sama dengan langkah pertama di atas tetapi bayi jangan dimandikan, cukup
dikeringkan termasuk rambut kepala.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,
maksimum 15 – 30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong ( lebih baik yang dihangatkan )
 Untuk bayi dengan nilai Apgar Score I 4 – 6 dengan detak jantung > 100
 Lakukan bag and mask ventilation dan pijat jantung.
 Untuk bayi dengan nilai Apgar Score I 0 – 3 :
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermia dengan segala akibatnya.
 Jangan diberi rangsangan taktil.
 Jangan diberi obat perangsang napas.
 Segera lakukan resusitasi.

Resusitasi bayi dengan nilai Apgar Score 0 – 3 :

- Jangan diberi rangsangan taktil


- Lakukan segera intubasi dan lakukan ventilasi
- Mouth to tube atau pulmonator to tube
- Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth respiration atau mask and pulmonator
respiration, kemudian bawa ke ICU.

4
Ventilasi Biokemial :

- Lakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan Natrium bicarbonat. Bila
fasilitas blood gas tidak ada, berikan Natrium bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis
2 – 4 mEq/ kg BB, maksimum 8 mEq/ kg BB/ 24 jam.
- Ventilasi tetap dilakukan.
- Pada detik jantung
APGAR SCORE DAN SIGTUNA SCORE

Sesaat setelah bayi lahir, penolong persalinan biasanya langsung melakukan penilaian terhadap
bayi tersebut. Perangkat yang digunakan untuk menilai dinamakan Skor APGAR.

Kata APGAR diambil dari nama belakang penemunya, yaitu Dr. Virginia Apgar. Virgnia Apgar
adalah seorang ahli anak sekaligus ahli anestesi. Skor ini dipublikasikannya pada tahun 1952.

Pada tahun 1962, seorang ahli anak bernama Dr. Joseph Butterfield membuat akronim dari kata
APGAR yaitu Appearance (warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (respon refleks),
Activity (tonus otot), and Respiration (pernapasan). (Wikipedia,2007)

Skor Apgar biasanya dinilai pada menit pertama kelahiran dan biasanya diulang pada menit
kelima. Dalam situasi tertentu, Skor Apgar juga dinilai pada menit ke 10, 15 dan 20.
(MedicineNet,2007)

Hal yang dinilai pada Skor Apgar adalah :

Appearance (warna kulit)

0 — Seluruh tubuh bayi berwarna kebiru-biruan atau pucat

1 — Warna kulit tubuh normal, tetapi tangan dan kaki berwarna kebiruan

2 — Warna kulit seluruh tubuh normal

Pulse (denyut jantung)

0 — Denyut jantung tidak ada

1 — Denyut jantung kurang dari 100 kali per menit

5
2 — Denyut jantung lebih atau diatas 100 kali per menti

Grimace (respon refleks)

0 — Tidak ada respon terhadap stimulasi

1 — Wajah meringis saat distimulasi

2 — Meringis, menarik, batuk, atau bersin saat stimulasi

Activity (tonus otot)

0 — Lemah, tidak ada gerakan

1 — Lengan dan kaki dalam posisi fleksi dengan sedikit gerakan

2 — Bergerak aktif dan spontan

Respiration (pernapasan)

0 — Tidak bernapas

1 — Menangis lemah, terdengar seperti merintih, pernapasan lambat dan tidak teratur

2 — Menangis kuat, pernapasan baik dan teratur

Kelima hal diatas dinilai kemudian dijumlahkan.  Jika jumlah skor berkisar di 7 – 10 pada menit
pertama, bayi dianggap normal. Jika jumlah skor berkisar 4 – 6 pada menit pertama, bayi
memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas
dengan suction, atau pemberian oksigen untuk membantunya bernapas. Biasanya jika tindakan
ini berhasil, keadaan bayi akan membaik (KidsHealth,2004) dan Skor Apgar pada menit kelima
akan naik. Jika nilai skor Apgar antara 0 – 3, diperlukan tindakan medis yang lebih intensif lagi.

Apgar score dinilai pada menit ke-1 dan menit ke-5 guna melihat apakah ada perbaikan setelah
dilakukan resusitasi dan pertolongan pertama pada bayi. Apgar score pada bayi sehat diharapkan
9/10.

Perlu diketahui, Skor Apgar hanyalah sebuah tes yang didisain untuk menilai keadaan bayi
secara menyeluruh, sehingga dapat ditentukan secara cepat apakah seorang bayi memerlukan

6
tindakan medis segera. Skor Apgar bukanlah patokan untuk memperkirakan kesehatan dan
kecerdasan bayi dimasa yang akan datang (KidsHealth,2004)

Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score).
Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi
baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan
nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan
kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial.

Tabel : Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA

Yang Dinilai 2 1 0 Nilai

Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada

Denyut jantung > 100/menit <> Tidak ada

Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA

Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia
ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati
baru “fresh still birth” nilai 0.

Skor Sigtuna cukup akurat untuk mendiagnosis asfiksia neonatorum sedang, tetapi tidak untuk
mendiagnosis asfiksia neonatorum berat.

7
Sumber

http://www.wartamedika.com/2007/11/skor-apgar-menilai-bayi-dengan-cepat.html

http://74.125.153.132/search?q=cache:_E7tHMmi61oJ:cantik.klikdokter.com/tanyajawab.php
%3Fid%3D4981+apgar+score&cd=14&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a

http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/prosedur-penatalaksanaan-asfiksia.html.

http://one.indoskripsi.com/

http://www.thesisfull.com/

http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://www.childbirth.org

Вам также может понравиться