Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah


Skripsi ini akan membahas tentang perkembangan MNC dan embargo
ekonomi di Myanmar, serta dampak MNC dan embargo ekonomi tersebut
terhadap kondisi Myanmar. Permasalahan ini menurut penulis menarik untuk
dikaji karena ada 2 alasan. Pertama, alasan bahwa fenomena yang terjadi pada
umumnya adalah jika sebuah negara memiliki sifat yang terbuka, maka MNC
akan semakin mudah masuk, sebaliknya jika negara tersebut memiliki sifat yang
tertutup, maka MNC akan sulit masuk dan berkembang. Contoh negara yang
memiliki sifat terbuka adalah A.S dan kebanyakan negara barat dengan sistem
ekonomi individu yang kapitalis, sedangkan contoh negara yang memiliki sifat
tertutup adalah kebanyakan negara-negara sosialis komunis ataupun negara-
negara yang dipimpin oleh pemerintahan otoriter seperti negara-negara eropa
timur dan beberapa negara di Asia (terkecuali China). Namun, kasus di Myanmar
merupakan sebuah anomali dan sangat menarik untuk dikaji, karena meskipun
negara dan sistem pemerintahannya tertutup dan otoriter, bahkan telah mendapat
sanksi berupa embargo ekonomi, MNC masih dapat terus masuk dan berkembang
di sana.
Kedua, permasalahan ini menarik untuk dikaji secara akademis, dan dapat
memberikan sumbangan dalam ilmu hubungan internasional, hal tersebut
dikarenakan dalam tulisan ini penulis akan berupaya menjelaskan permasalahan
yang ada dengan sudut pandang bahwa sebenarnya MNC dapat tetap berkembang
meskipun sebuah negara memiliki sifat struktur domestik yang tertutup bahkan
cenderung state-controlled. Selain itu, di sini penulis juga akan menjelaskan
bahwa aktor-aktor MNC adalah aktor yang bersifat independen dari negaranya,
dan mereka tidak terikat dalam hukum-hukum yang ada dalam negara asalnya
maupun perjanjian-perjanjian internasional, sehingga mereka bebas melakukan
kegiatannya di negara lain, meskipun negara tersebut mendapatkan sanksi
ekonomi dari negara asal aktor transnasional tersebut.
Namun yang perlu diperhatikan disini adalah masuknya MNC di Myanmar
tersebut tidak diikuti dengan peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan
rakyatnya. Statistik ekonomi Myanmar tidak mudah didapatkan. Sejak tahun
1997, para jenderal junta militer bahkan tidak mempublikasikan anggaran dasar
negara yang formal, dan angka-angka yang mereka berikan tidak dapat dipercaya.
Pada periode yang sama, angka-angka mengenai kesehatan, pendidikan, dan data-
data sosial lain sangatlah langka. Tetapi, berdasarkan beberapa perkiraan, rezim
ini diperkirakan menggunakan 40% dari anggaran belanja mereka untuk
pertahanan dan persenjataan, tetapi hanya membelanjakan kurang dari 1% GDP
untuk kesehatan dan pendidikan.1
Kasus Myanmnar adalah sebuah kasus yang unik, dimana negara yang
tertutup, ditambah lagi Myanmar mendapatkan sanksi berupa embargo ekonomi,
MNC masih dapat terus berkembang, padahal di kebanyakan negara, logikanya
adalah jika negara itu tertutup terhadap globalisasi dan kerjasama internasional,
maka, MNC akan lebih sulit untuk masuk dan berkembang. Atas dasar itulah
kemudian muncul ketertarikan penulis secara akademis untuk menulis skripsi ini,
yang mana dalam kajian hubungan internasional terdapat landasan teori yang
dapat menjelaskan hal tersebut, yaitu teori konsep struktur domestik serta konsep
tambahan yang menjelaskan bahwa MNC adalah sebuah aktor independen yang
bergerak lepas dari institusi negaranya.
Atas dasar latar belakang tersebut, maka saya tertarik untuk mengambil
tulisan dengan judul “Myanmar : MNC dan Embargo Ekonomi”

Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup pembahasan diperlukan dalam setiap penulisan. Ruang
lingkup pembahasan digunakan untuk membatasi topik penulisan karya ilmiah,
dengan tujuan untuk menghindari pembahasan yang menyimpang dari tema.
Sehingga diharapkan pembahasan lebih terarah dan jelas. Pembatasan-pembatasan
yang penulis gunakan adalah sebagi berikut:
1 Tragedi Myanmar, diakses dari http://www.marxist.com/tragedi-myanmar.htm pada tanggal 17
Januari 2010.
3

1.2.1 Batasan Materi


Tulisan ini difokuskan pada penjelasan mengenai MNC dan embargo
ekonomi serta perkembangannya di Myanmar. Disini pembahasan akan
dititikberatkan pada penjelasan tentang perusahaan-perusahaan asing dominan
yang beroperasi di Myanmar serta perkembangannya hingga embargo ekonomi
dengan hubungannya atas kondisi Myanmar saat ini.

1.2.2 Batasan Waktu


Pembahasan dalam tulisan ini mengambil rentang waktu pasca terjadinya
demonstrasi besar-besaran di Myanmar yang diikuti oleh penahanan aktivis HAM,
Aung San Suu Kyi beserta anggota-anggota partai NLD oleh Dewan bentukan
militer yaitu State Peace and Development Council (SPDC) pada tahun 1990
hingga perkembangan terkini saat ini yaitu tahun 2010. Alasan penulis mengambil
batasan waktu mulai tahun 1990 adalah dikarenakan pada tahun ini Junta militer
Myanmar, atau yang biasa disebut State Peace and Development Council (SPDC)
melarang Suu Kyi dan partainya, National League for Democracy (NLD) untuk
beroperasi semenjak partai itu memenangi pemilu secara mutlak pada tahun 1990
yang ternyata secara sepihak Junta militer menganulir hasil pemilu tersebut yang
diikuti dengan tindakan junta militer menahan banyak pimpinan NLD dan
memasukkan Suu Kyi dalam tahanan rumah yang menyebabkan dijatuhkannya
sanksi ekonomi terhadap Myanmar. Sementara pembahasan hingga
perkaembangan terkini yaitu tahun 2010 dikarenakan sampai saat ini Myanmar
masih mendapatkan sanksi ekonomi, serta sampai saat ini junta militer Myanmar
masih berkuasa, yang menandakan sistem berjalannya Negara dan MNC di
Myanmar masih tetap berjalan sebagaimana biasanya. Fakta-fakta dan data
terbaru atas permasalahan ini masih akan menjadi bahan penting penulis dalam
menyusun karya ilmiah ini.

Rumusan Masalah
Menurut Sugiyono :
“Masalah dapat diartikan sebagai penyimpangan antara yang seharusnya
dengan apa yang benar-benar terjadi”2

Setelah masalah diketahui, dipilih, dan diidentifikasi, maka langkah


selanjutnya adalah mengadakan perumusan masalah.
Permasalahan penelitian ini adalah :
“Mengapa MNC masih dapat berkembang di Myanmar meskipun
sistem pemerintahannya tertutup bahkan di tengah sanksi ekonomi?”

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian


Setiap kegiatan penelitian, apapun yang diteliti dan siapapun yang meneliti
pasti mempunyai tujuan tertentu. Tujuan penelitian dicantumkan dengan maksud
agar peneliti maupun pihak lain yang membaca laporan penelitian dapat
mengetahui dengan pasti apa tujuan penelitian yang dilakukan.
Arikunto (1996:90) mengemukakan sebagai berikut :
“tujuan penelitian merupakan kalimat yang menunjukan sesuatau yang
ingin diperoleh setelah penelitian selesai. Dilihat dari isinya, sesuatu yang
ingin diperoleh, merupakan tujuan penelitian. Tujuan tersebut merupakan
jawaban dari masalah penelitian”.

Berdasarkan pendapat Arikunto, maka tujuan penelitian ini adalah untuk


mengetahui mengapa MNC masih dapat berkembang di saat embargo ekonomi
terhadap Myanmar, dan seperti apa sistem politik domestik Myanmar dalam
kaitannya dengan masuknya MNC tersebut dengan korelasinya terhadap kondisi
di Myanmar. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi titik awal untuk
penelitian selanjutnya yang lebih bersifat prediktif, terkait analisis mengenai
MNC dan embargo ekonomi di Myanmar.

1.4.2 Manfaat penelitian


Secara akademik, manfaat yang diharapkan adalah dapat menganalisa

2 Sugiyono (2002:35)
5

bagaimana perkembangan MNC di Myanmar di tengah sanksi ekonomi,


dan mengapa dengan masuknya MNC tersebut tidak ada peningkatan
kesejahteraan terhadap rakyat Myanmar.
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi
pengembangan wawasan dan pengetahuan peneliti dalam mempraktekkan
teori yang penulis dapatkan selama berada di bangku kuliah.

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat guna penelitian selanjutnya,


khususnya yang berkaitan dengan ilmu Hubungan Internasional.

1.5 Landasan Teori


Dalam menganalisa masuknya MNC ke suatu negara, yang dalam hal ini
adalah Myanmar, penulis menggunakan konsep domestic structure serta konsep
transnasionalisme yang menjelaskan bahwa MNC adalah sebuah aktor independen
yang bergerak lepas dari institusi negaranya. Keseluruhan konsep ini secara
gamblang memberikan penjelasan atas berbagai faktor yang dapat memudahkan
ataupun menyulitkan MNC masuk ke suatu negara serta perkembangannya di
kemudian hari.
Keseluruhan konsep tersebut berjalan dan bergerak di dalam struktur
sebuah pemerintahan. Penulis menganggap keseluruhan konsep tersebut relevan
dengan kajian tentang keberadaan MNC di suatu negara serta telah menghasilkan
riset-riset empiris yang sangat bermanfaat, oleh karena itu konsep-konsep tersebut
selanjutnya akan memperkaya wacana mengenai teori dalam hubungan
transnasional.3
Secara singkat dapat diungkapkan bahwa dampak dari berbagai aktor
transnasional dan para koalisi dalam kebijakan sebuah negara adalah bervariasi
tergantung dari :
Adanya perbedaan dalam struktur domestik (domestic structures), yaitu
penyusunan secara normatif maupun organisasional yang melibatkan
Negara, struktur masyarakat, lalu kemudian menyatukannya secara
3 Bringing Transnasional Relation Back In, Thomas Risse-Kappen, Hal 6
politis ; dan

Tingkat independensi dari aktor-aktor transnasional tersebut, yaitu


seberapa jauh aktor-aktor transnasional dapat bergerak secara otonom
tanpa terikat dengan sistem konstitusi negara asal maupun norma dan
perjanjian internasional.

Konsep struktur domestik lebih menjelaskan sejauh mana kemampuan


aktor-aktor transnasional menciptakan channel terhadap sistem politik di sebuah
negara dan berbagai macam kebutuhan yang diperlukan untuk menciptakan
koalisi yang saling menguntungkan (antara aktor transnasional dan pemerintah)
atau selanjutnya disebut winning coalition untuk merubah kebijakan yang ada.
Pada satu sisi, jika sebuah negara lebih mendominasi sistem domestiknya, maka
jauh lebih sulit bagi aktor transnasionalisme untuk menembus sistem sosial dan
politik dari negara target. Namun jika aktor transnasional berhasil melewati
rintangan tersebut, maka dampak daripada aturan-aturan yang mereka bawa akan
dapat bertahan dan sangat berpengaruh dalam pengambilan kebijakan di negara
target, dengan catatan, hal tersebut juga perlu didukung dengan coalition-building
dengan kelompok yang lebih kecil dari aktor-aktor pemerintahan yang muncul
sebagai “rekanan” di kemudian hari.
Di sisi lain, jika semakin terfragmentasi sebuah negara dan sistem
sosialnya semakin terorganisasi, maka akan semakin mudah akses bagi aktor
transnasional untuk beroperasi disana. Namun perlu diingat, syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk membentuk sebuah koalisi yang sukses tidak sama dalam
masing-masing sistem negara.4
Pendekatan struktur domestik mengijinkan pembedaan terhadap beberapa
tingkatan dari kekuatan dan otonomi sebuah negara terhadap masyarakatnya, dan
pendekatan ini bergerak dibalik pengertian umum tentang pendekatan “kaum
statis” versus “kaum pluralis” terhadap negara. Pendekatan ini awal mulanya
diterapkan dalam bidang pembandingan kebijakan ekonomi luar negeri, yang
kemudian memperbarui riset-riset empiris mengenai beberapa isu di area tertentu

4 Ibid
7

untuk menjelaskan beberapa variasi atas respon negara terhadap berbagai tekanan-
tekanan internasional, berbagai macam kendala, dan berbagai macam kesempatan.
Pendekatan ini sangat cocok diterapkan untuk membahas tentang beberapa variasi
dari dampak-dampak para aktor transnasional yang beroperasi dalam kebijakan
sebuah negara.5
Gagasan mengenai konsep struktur domestik merujuk pada institusi-
institusi politik dari sebuah negara hingga struktur sosial, dan kepada hubungan
akan kebijakan-kebijakan yang menyatukan keduanya. Konsep struktur domestik
meliputi organisasi dari aparat-aparat politik dan institusi-institusi yang bergerak
dalam bidang sosial, termasuk didalamnya adalah rutinitas mereka, peraturan-
peraturan akan pengambilan keputusan, serta berbagai prosedur tentang hukum
dan adat, yang sama halnya dengan nilai serta norma yang terdapat dalam budaya
politiknya.6
Konsep ini telah sebenarnya telah disinggung pada beberapa definisi yang
ada sebelumnya, sebagai contoh adalah konsep dari Katzenstein yang membahas
tentang “Between Power and Plenty”. Konsep-konsep tersebut terkonsentrasi pada
fitur-fitur organisasional dari sebuah negara dan masyarakat, khususnya pada
tingkatan sentralisasi mereka. Hal ini membimbing kita pada perdebatan
mengenai pembedaan akan negara kuat dan lemah. Karena kekuatan sebuah
negara seringkali diukur dari kapasitas negara tersebut untuk “mengekstrak”
berbagai sumber daya dari masyarakatnya untuk mencapai berbagai tujuannya di
dunia internasional.7
Ada tiga tingkatan konsep struktur domestik yang dapat dibedakan.
Pertama adalah struktur daripada institusi politik, yang menyatakan bahwa
sebuah negara dapat dianalisa dalam konteks bentuk institusi politiknya yang
tersentralisasi ataupun terpecah-pecah (terfragmentasi). Pada level ini, konsep
politik domestik digunakan untuk menjawab beberapa studi kasus yang ada,
seperti untuk mengukur tingkat konsentrasi dari kekuatan eksekutif yang
terkonsentrasi pada sekelompok kecil decision makers, lalu untuk menjawab

5 Bringing Transnasional Relation Back In, Thomas Risse-Kappen, Hal 19


6 Ibid, Hal 20
7 Ibid
pertanyaan tentang bagaimana fitur-fitur internasional yang mengatur tentang
hubungan antara eksekutif dan legislatif membatasi kemampuan pemerintahan
sebuah negara untuk mengontrol proses parlementer mereka (dalam hal ini adalah
demokrasi parlementer melawan sistem presidensial).8
Kedua adalah struktur kebutuhan dan permintaan masyarakat yang dapat
dijelaskan dengan menganggap adanya polarisasi internal masyarakat dalam hal
perbedaan kelas di masyarakat. Pada level ini, konsep politik domestik digunakan
untuk menjawab beberapa studi kasus yang ada, seperti untuk menjawab
pertanyaan apakah perilaku politik dan kepercayaan akan kehidupan sosial dan
politik memiliki korelasi dengan agama, ideologi, atau perbedaan kelas, dan
sejauh mana hal-hal tersebut terpisahkan antara satu dengan yang lain. Pada kelas
ini juga mencakup perbandingan antara “masyarakat yang kuat” yang mana
dicirikan dengan sedikitnya perpecahan dalam bidang ideologi dan pembagian
kelas dalam masyarakat, berbanding dengan “masyarakat yang terpolitisasi” yang
mana dicirikan dengan mudahnya masyarakat untuk dimobilisasi untuk alasan-
alasan politis, dan memiliki organisasi sosial yang sentralistik dalam beberapa hal,
seperti bidang bisnis, buruh, ataupun keagamaan.9
Ketiga adalah institusi-institusi dari jaringan pembentuk kebijakan, atau
policy networks yang menghubungkan antara negara dan masyarakat, beserta
norma-norma yang mengatur dan memastikan pelaksanaan proses pembangunan
koalisi dalam pemerintahan. Pada level ini, konsep politik domestik digunakan
untuk menjawab beberapa studi kasus yang ada, seperti untuk menjawab
pertanyaan sejauh mana organisasi masyarakat seperti partai politik dapat
mewakili kehendak masyarakat dan menyampaikannya kepada proses politik.10
Ketiga komponen dari konsep politik domestik tersebut membentuk tiga
ruang lingkup pembahasan tersendiri, yaitu :
Ruang lingkup struktur sebuah Negara (Negara yang tersentralisasi versus
Negara yang terfragmentasi)

8 Bringing Transnasional Relation Back In, Thomas Risse-Kappen, Hal 21-22


9 Ibid, Hal 22
10 Ibid
9

Ruang lingkup struktur sosial (struktur sosial lemah versus struktur sosial
kuat)

Ruang lingkup jaringan kebijakan (Negara terkonsensual versus Negara


yang terpolarisasi)

Salah satu dari pandangan-pandangan ruang lingkup tersebut juga dapat


digunakan untuk membahas mengenai struktur domestik pada masing-masing tipe
negara secara spesifik. Untuk mengurangi kompleksitas diantara ketiganya, maka
masing-masing dari komponen domestik struktur tersebut dapat diperdebatkan,
dengan hasil dimana akan menghasilkan enam tipe berbeda dari munculnya
struktur domestik di masing-masing negara. Beberapa tipe-tipe yang dianggap
ideal tersebut selanjutnya akan dihubungkan dengan beberapa usulan-usulan
spesifik terhadap kebijakan yang akan ditempuh oleh aktor-aktor dan koalisi
transnasional.11
Keenam tipe tersebut adalah :12
Pertama, negara-negara dengan tipe struktur domestik yang secara penuh
dikontrol oleh negara (state-controlled), yang mana tipe ini melingkupi institusi
politik yang sangat terpusat dengan kuatnya pemerintahan, khususnya badan
eksekutif dan memiliki organisasi-organisasi sosial sebagai penengah yang lemah.
Namun, meskipun muncul organisasi-organisasi penengah yang cukup kuat dalam
bidang jaringan pembuat kebijakan atau bahkan dalam bidang kultur politik yang
berorientasi konsensual, masyarakatnya terlalu lemah untuk menyeimbangkan
perannya dibandingkan dengan peran dan kontrol negara. Banyak dari negara-
negara dunia ketiga yang menganut sistem komunis dengan sistem perencanaan
ekonomi yang terpusat serta berbagai pemerintahan otoritariannya telah
menemukan kecocokan akan deskripsi dari tipe ini. Beberapa contoh negara-
negara yang sesuai dengan tipe ini adalah awal mula Uni Soviet, Jerman Timur,
dan Rumania pada masa pemerintahan komunis.
Kedua, adalah negara-negara dengan tipe struktur domestik yang
didominasi oleh negara (state-dominated) yang mana tipe ini dapat dibedakan dari
11 Bringing Transnasional Relation Back In, Thomas Risse-Kappen, Hal 22-23
12 Ibid
tipe sebelumnya, yaitu struktur domestik yang secara penuh dikontrol oleh Negara
(state-controlled). Hal tersebut dikarenakan terdapat perbedaan kondisi jaringan
dan sistem pembuat kebijakan (policy networks) dari tipe ini. Pada tipe ini
terdapat organisasi-organisasi penengah yang cukup besar dan kuat untuk
menghubungkan kebutuhan masyarakat kepada sistem politik yang ada, atau
bahkan membawanya hingga kepada sebuah konsensus yang mempengaruhi
norma-norma pengambilan keputusan. Pemikiran ini muncul karena kultur politik
dalam sebuah negara seringkali menjadikan negara sebagai pelaksana dari
kebutuhan akan masyarakatnya. Dalam kata lain, kultur politik ataupun
organisasi-organisasi menengah berguna untuk menyeimbangkan kekuatan dari
negara. Hal tersebutlah yang membedakan tipe ini dengan tipe state-controlled
yang mana masyarakat dan organisasinya terlalu lemah untuk menyeimbangkan
perannya dibandingkan dengan Negara. Contoh negara-negara yang sesuai dengan
tipe ini adalah Singapura, Korea Selatan, dan Zimbabwe.
Ketiga adalah negara-negara dengan tipe struktur domestik yang menemui
“jalan buntu” (stalemate). Tipe ini dicirikan dengan perbandingan sistem negara
yang kuat menghadapi sistem organisasi sosial yang kuat pula dalam kondisi
negara yang terpolarisasi, baik dalam bidang adat maupun kultur politiknya yang
seringkali memunculkan perdebatan akan posisi tawar-menawar antar keduanya.
Konflik sosial dan politik tampaknya akan sulit diselesaikan dalam negara-negara
dengan tipe seperti ini, terlebih lagi, pemboikotan kebijakan pemerintah sangat
sering terjadi dalam tipe ini. Negara-negara yang menjadi contoh dalam kasus ini
adalah India, dan Hungaria (sebelum tahun 1989).
Keempat adalah negara-negara dengan tipe struktur domestik yang dalam
pelaksanaannya mengutamakan kerjasama antara pemerintah dengan
masyarakatnya, atau yang biasa disebut corporatist. Negara-negara dengan tipe ini
memiliki organisasi penengah yang kuat seperti partai politik berorientasi
konsensual yang secara beriringan dan berkelanjutan melakukan “pengawalan”
serta bargaining terhadap pemerintah dan selalu melakukan kompromi-
kompromi. Contoh negara-negara yang menggunakan tipe ini adalah pada
kebanyakan negara-negara kecil di Eropa, termasuk juga di dalamnya adalah
11

Jepang.
Kelima adalah negara-negara dengan tipe struktur domestik yang
didominasi oleh masyarakatnya (society-dominated). Tipe ini ada pada Negara
yang memiliki tekanan publik yang kuat, namun memiliki institusi politik yang
tidak terpusat dan terpecah-pecah. Negara yang tergolong kategori ini adalah
Amerika Serikat, dan dalam beberapa kasus, Hong Kong juga termasuk
didalamnya. Tidak tertinggal Filipina juga termasuk di dalam tipe ini, dimana
negara yang sangat terfragmentasi (kepulauan yang terpisah-pisah) menghadapi
tekanan publik yang sangat tinggi dalam kultur politik yang sangat terpolarisasi.
Keenam adalah struktur domestik yang rapuh (fragile). Pada tipe ini
struktur domestik merupakan kombinasi dari institusi negara yang terfragmentasi,
tingkat mobilisasi sosial yang rendah, ditambah lagi organisasi sosial yang rendah.
Negara-negara yang tergolong dalam tipe ini adalah kebanyakan negara-negara di
Afrika. Hal yang sama juga terjadi pada Rusia pasca runtuhnya Uni Soviet.
Pembahasan dan asumsi yang akan dibahas selanjutnya akan lebih masuk
akal dan menjadi pembahasan tersendiri. Hal tersebut dikarenakan semakin
tersentralisasi sistem politik sebuah negara, maka semakin sedikit akses yang
dapat digunakan aktor transnasional untuk menembus sistem dan institusi dari
“negara target”. Dalam kata lain, akses semakin sulit ketika menghadapi negara
dengan sistem struktur domestik yang sepenuhnya dikontrol negara (state-
controlled), padahal, ada harapan akan jauh lebih mudah mendapatkan akses
ketika menghadapi negara dengan institusi politik yang “lemah”. Hal ini
dikarenakan pada negara yang struktur domestiknya dikontrol oleh negara,
pemerintah memiliki wewenang yang sangat kuat dan luas untuk memperketat
akses transnasional. Contoh kasusnya adalah ketika organisasi perdamaian dari
barat menghadapi kesulitan untuk masuk ke wilayah Eropa Timur untuk menjalin
hubungan dengan pihak-pihak pergerakan anti-komunis disana.13
Namun, jika semakin terfragmentasi sebuah negara, maka kemampuan
pemerintahan nasional untuk mencegah masuknya aktivitas transnasional juga
semakin lemah. Dalam kasus tipe struktur domestik yang didominasi negara

13 Bringing Transnasional Relation Back In, Thomas Risse-Kappen, Hal 25


(state-dominated), aktor transnasional dan koalisi tidak mendapatkan masalah
yang berarti dalam menembus sistem sosial dan politik di negara target, hal
tersebut dikarenakan karena para aktor transnasional tersebut memiliki jalur yang
sangat banyak berupa organisasi-organisasi sosial dan masyarakat untuk
mempengaruhi kebujakan yang ada. Bahkan dalam beberapa kasus di negara-
negara dunia ketiga, isu akan pemblokiran visa tidak akan berpengaruh pada
kegiatan transnasional disana.14
Perlu digarisbawahi, kemudahan aktor transnasionalisme mendapatkan
akses terhadap suatu negara tidak menjamin bahwa aktor tersebut dapat memberi
pengaruh terhadap kebijakan yang sudah ada. Alasannya adalah, bahwa tingkat
kesuksesan dari aktor transnasional untuk mempengaruhi perubahan kebijakan di
suatu negara adalah tergantung bagaimana mereka membentuk winning coalition
dengan negara target sebagai tolak ukur dari fungsi struktur domestik. Disaat
munculnya hambatan pertama yaitu mendapatkan akses yang hanya didapat
dengan cara yang sulit dan terbatas yaitu dengan cara membentuk koalisi
transnasional, maka hambatan berikutnya yang siap menunggu adalah
membangun winning coalition itu sendiri, yang bergantung pada kemempuan
mereka untuk mempengaruhi struktur domestik “Negara target”.15
Berikut ini adalah tabel yang secara singkat menjelaskan seberapa jauh
MNC dapat mempengaruhi arah kebijakan politik domestik di sebuah negara
dengan tipe-tipe negara yang berbeda :

Tabel 1.1 : Pengaruh MNC terhadap arah kebijakan pemerintah pada beberapa
tipe negara

TIPE STRUKTUR AKSES TERHADAP PENGARUH MNC


DOMESTIK INSTITUSI TERHADAP ARAH

14 Ibid
15 Bringing Transnasional Relation Back In, Thomas Risse-Kappen, Hal 26
13

DOMESTIK KEBIJAKAN
PEMERINTAH

State Controlled Paling sulit MNC sangat berpengaruh


dan sulit untuk diganggu
gugat

State-Dominated Cenderung Lebih Sulit Idem

Stalemate Cukup Sulit Tidak berdampak apa-apa

Corporatist Cukup Mudah Dapat berlangsung secara


bertahap dan berlangsung
dalam jangka waktu lama
dengan syarat
membentuk koalisi
dengan organisasi sosial
maupun politik yang kuat

Society-Dominated Mudah Sulit untuk membentuk


koalisi dengan organisasi
sosial yang kuat

Fragile Sangat Mudah Tidak berdampak apa-apa

Sumber : Bringing Transnasional Relation Back In, Thomas Risse-Kappen, Hal 28

Selanjutnya, untuk mengukur besar atau kecilnya dampak hubungan


transnasional terhadap kondisi perpolitikan antar negara adalah tergantung kepada
seberapa besar kehadiran organisasi-organisasi transnasional yang bergerak
sebagai aktor yang “otonom”, atau terkadang “semi-otonom” dalam perpolitikan
dunia yang diungkapkan oleh Joseph s. NYE, JR, and Robert D. Keohane dalam
bukunya yang berjudul Transnational Relations and World Politics.
Sebagai gambaran, pada tahun 1965 saja, 85 perusahaan internasional
memiliki penghasilan lebih besar dari GNP 57 anggota PBB. Dalam bidang
moneter, aset yang dimiliki oleh 20 bank saja, paling tidak aset jangka pendek,
dapat sangat mempengaruhi kondisi moneter nasional sebuah negara, bahkan pada
negara-negara besar sekalipun. Dari contoh-contoh tersebut dapat dilihat bahwa
organisasi transnasional yang bertindak secara otonom sangatlah berpotensi besar
untuk melawan dan mempengaruhi kekuatan negara, bahkan seringkali secara luas
bertentangan dengan peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah negaranya,
maupun peraturan-peraturan yang dibuat oleh organisasi internasional.16
Meskipun begitu, konflik antara pemerintah (negara target) dengan
organisasi transnasional yang otonom masih dapat terjadi, dan seringkali dapat
mempengaruhi perubahan kebijakan di negara asal perusahaan-perusahaan
transnasional yang merupakan hasil dari perbedaan kebijakan yang ada di negara
target dengan organisasi transnasional, bahkan terkadang negara asal organisasi
transnasional turut terlibat langsung dalam penyelesaian masalah tersebut. Di saat
pemerintahan negara asal ikut terlibat langsung, kehadiran organisasi
transnasional selanjutnya diharapkan dapat mengusahakan agar perbedaan-
perbedaan yang ada tidak mengganggu hubungan kedua negara.17
Di saat muncul berbagai kerjasama-kerjasama dan organisasi internasional
dalam hal perdagangan secara gencar, maka tantangan pemerintah-pemerintah
tersebut selanjutnya adalah “menempatkan beban yang lebih terhadap kebijakan
yang ada” dan memaksa pemerintah untuk menerima “masuk dan munculnya
integrasi ekonomi internasional pada kebijakan ekonomi nasionalnya”. Maka,
sensitivitas dari pemerintah untuk mengubah kebijakan yang ada semakin
meningkat, dibandingkan ambisi pemerintah itu sendiri. Hal tersebut membuat
meningkatnya berbagai aspirasi untuk mengontrol aktivitas transnasional dan juga
meningkatnya interdependensi antar individu.18
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka tidak berlebihan jika kita mengatakan
pemerintah telah “kehilangan kontrol” terhadap isu-isu transnasional yang
berhubungan selanjutnya. Pemerintah secara umum dikatakan tidak dapat
mengontrol lingkungan mereka sendiri dalam periode waktu lama disaat
lingkungan tersebut mengalami perubahan yang begitu cepat akibat hasil dari

16 Transnational Relations and World Politics, Joseph s. NYE, JR, and Robert D. Keohane, An
Introduction, hal xxi
17 Ibid
18 Transnational Relations and World Politics, Joseph s. NYE, JR, and Robert D. Keohane, An
Introduction, hal xxii-xxiii
15

perkembangan sosial yang begitu pesat ataupun perkembangan teknologi.


Negara-negara kecil dan menengah, bahkan negara besar dengan sistem
perimbangan kekuatanpun telah mengatur diri mereka sedemikian rupa untuk
menerapkan kontrol terhadap lingkungan dan masyarakat yang relatif kecil dan
minimal; karena mereka cenderung untuk mengikuti perkembangan pola
masyarakat yang ada daripada memaksakan kehendak mereka yang mungkin
dipengaruhi oleh faktor sejarah.19
Jika pemerintah semakin ambisius untuk mengontrol negaranya, maka
dampak dari kehadiran hubungan transnasional hanya akan menciptakan “control
gap” antara aspirasi untuk mengontrol aktivitas transnasional dan kemampuan
mereka untuk melakukannya. Hal ini dikarenakan hubungan trasnasional bersifat
sangat fleksibel dan “licin”, dimana mereka dengan mudah dapat
mendistribusikan kontrol dan investasi dari satu negara ke negara lain dengan
tetap memberikan keuntungan bagi negara pusat jaringan transnasional
berbanding dengan kerugian yang diderita negara periphery mereka.20

1.6 Argumen Utama


Dari elaborasi latar belakang permasalahan dan kerangka pemikiran yang
telah diuraikan di atas, dapat diajukan jawaban sementara yang lebih sederhana
dan runut dalam tulisan ini adalah :
“MNC di Myanmar masih dapat terus berkembang dan beroperasi di tengah
embargo ekonomi terhadap Myanmar dikarenakan para MNC yang
beroperasi di Myanmar telah berhasil membentuk winning coalition dengan
aktor domestik Myanmar, terlebih sistem struktur domestik Myanmar yang
bersifat state-controlled menyebabkan MNC yang telah beroperasi di
Myanmar semakin berkembang dan sulit untuk diganggu gugat, serta sifat
MNC sebagai aktor independen yang bertindak lepas dari konstitusi
negaranya menyebabkan MNC dapat terus beroperasi meskipun mendapat
larangan dari institusi negaranya dan dunia internasional”

19 Transnational Relations and World Politics, Joseph s. NYE, JR, and Robert D. Keohane, An
Introduction, hal xxiii
20 Ibid
1.7 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan prosedur atau langkah-langkah sistematis
dalam memecahkan suatu masalah sesuai dengan ketentuan yang ada. Dengan
menggunakan metode penelitian diharapkan peneliti dapat memperoleh data yang
dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang ada. Oleh karena itu metode
penelitian mempunyai peranan penting dalam tercapainya penelitian.
Menurut Sudjarwo (dalam Rusidi, 2001:22) yang dimaksud metode adalah
suatu prosedur atau cara untuk mengetahui sesuatu dengan langkah sistematis.
Sedangkan Sugiono (2005:1) menyebutkan ”Metode penelitian merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu”. Maka
dalam hal ini penulis menggunakan metode penelitian, sebagai berikut :
1. Tipe penelitian
2. Objek penelitian
3. Sumber dan jenis data
4. Teknik pengumpulam data
5. Metode analisis data.

1.7.1 Tipe Penelitian


Tipe penelitian ini adalah eksplanatif, yang hubungan kausal antara
variabel-variabel penelitiannya dianalisis dan dijelaskan melalui pengujian
hipotesis. Variabel yang dijelaskan adalah MNC di Myanmar dan embargo
ekonomi terhadap Myanmar dengan hubungannya terhadap kondisi Myanmar.

1.7.2 Objek penelitian


Pembahasan penelitian ini mencakup pada perkembangan MNC dan
embargo ekonomi terhadap Myanmar dengan membahas kondisi Myanmar
dengan beroperasinya MNC tersebut. Tidak tertutup kemungkinan digunakannya
data dan fakta sebelum tahun 1990 sebagai unit eksplanasi yang memperkuat
analisis. Titik awal penelitian ini dimulai saat pemerintahan Myanmar yang
dikendalikan oleh junta militer, dimana dewan bentukan militer yaitu State Peace
17

and Development Council (SPDC) sejak tahun 1990 melarang Aung San Suu Kyi
dan partainya (NLD) untuk beroperasi, serta banyaknya aksi pelanggaran HAM
yang menyebabkan Myanmar dijatuhi sanksi ekonomi.

1.7.3 Sumber Dan Jenis Data


Pengertian Sumber data adalah berkaitan dengan sumber-sumber penyedia
informasi yang mendukung dan menjadi pusat perhatian penelitian. Menurut
lofland yang dikutip oleh Maleong (2002-112), Sumber data utama dalam
penelitian kualitatif adalah kata-kata, tindakan, dan sebagainya adalah data
tambahan seperti dokumen, dan lain-lain. Dalam penyusunan penelitian ini
menggunakan literatur buku maupun artikel-artikel dalam internet.

1.7.4 Teknik Pengumpulan Data


Strategi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
pustaka, dengan teknik pengumpulan data dari berbagai sumber data sekunder,
seperti buku teks, terbitan berkala, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen,
makalah, dan bahan-bahan lainnya. Tidak tertutup kemungkinan untuk
menggunakan berbagai buku, terbitan, jurnal, majalah, surat kabar, dokumen,
makalah, dan bahan-bahan lain yang berbentuk elektronik (yang biasa didapat
melalui instrumen internet).

1.7.5 Metode Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
kualitatif. Analisis kualitatif dilakukan terhadap data yang berupa informasi atau
uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk
mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya sehingga
memperoleh gambaran baru atau menguatkan suatu gambaran yang telah ada dan
sebaliknya.
Sedangkan untuk metode berpikir, penulis menggunakan cara berpikir
deduktif. Dengan menggunakan metode deduktif berarti analisa dimulai dari
pengetahuan yang sifatnya umum. Bertitiktolak pada pengetahuan yang umum itu,
kemudian kita menilai suatu kebijakan yang sifatnya lebih khusus. Dalam artian,
kita menganalisa peristiwa-peristiwa ataupun fenomena-fenomena yang bersifat
lebih spesifik.

1.8 Pendekatan
Pendekatan dalam karya tulis ilmiah diperlukan untuk memahami sudut
pandang dari permasalahan yang ada. Pendekatan menurut The Liang Gie adalah:

“Keseluruhan sikap penyelidikan, sudut pandangan, ukuran, pangkal duga


dan kerangka dasar pemikiran daripada sesuatu ilmu yang dipakai untuk
mendekati sesuatu sasaran memasuki suatu bidang ilmu dan memahami
pengetahuan yang teratur dan bulat mengenai sasaran yang ditelaah ilmu
tersebut.”

Pendekatan yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini adalah


pendekatan realis, karena salah satu kontribusi yang diberikan realisme adalah
perhatiannya terhadap permasalahan relative gains dan absolute gains. Menurut
Joseph Grieco dan Stephen Krasner menyatakan bahwa sistem yang anarkis
memaksa negara untuk memperhatikan secara bersamaan: 1) absolute gains dari
kerjasama dan; 2) aturan main dalam distribusi keuntungan di antara partisipan. 21
Logikanya adalah, jika sebuah negara mendapatkan keuntungan lebih besar dari
yang lain maka ia secara gradual akan semakin kuat. Sementara negara yang lain
akan semakin rentan (vulnerable). Secara garis besar pendekatan realisme
menekankan pada aspek kepentingan yang begitu kental dalam melakukan
interaksi internasional. Dapat dikatakan, setiap perilaku negara di fora
internasional senantiasa dituntun oleh konsep kepentingan, karena dalam dunia
yang anarkhi dan self help, negara akan cenderung memperjuangkan
kepentingannya sendiri.

1.9 Sistematika Penulisan


Pada bab 1 akan dijelaskan mengenai latar belakang mengenai MNC yang
dapat terus berkembang di Myanmar di tengah embargo ekonomi dengan batasan
21 Teori-teori Dalam Hubungan Internasional, diakses dari
http://suicunesoul.blogspot.com/2008/12/teori-teori-dalam-hubungan.html pada 02 Januari 2010.
19

waktu mulai tahun 1990 hingga tahun 2010. Pada bab ini juga akan muncul
permasalahan yang selanjutnya akan dikaji dengan landasan teori yang ada
sehingga mendapatkan hipotesis, atau jawaban sementara. Selanjutnya bab ini
akan menerangkan tujuan dan manfaat dari penelitian, metode penelitian, tipe
penelitian, objek penelitian, sumber dan jenis data, teknik pengumpulan data,
metode analisis data, hingga pada pendekatan teoritis.
Pada bab 2 secara khusus akan menjelaskan tentang gambaran umum dari
MNC serta perkembangannya di Myanmar. Dalam pembahasan mengenai MNC
itu sendiri, pembahasan akan mencakup tentang sejarah dan gambaran umum
MNC. Selanjutnya, pembahasan akan diarahkan pada perkembangan MNC di
Myanmar dengan melakukan ulasan terhadap MNC dari beberapa Negara yang
dianggap sangat berpengaruh terhadap kondisi di Myanmar, diantaranya adalah
China, AS, Perancis, Thailand, dan beberapa Negara Asia lain. Selain penjelasan-
penjelasan tersebut, selanjutnya akan dibahas mengenai pengaruh hadirnya MNC
terhadap kondisi dalam negeri Myanmar.
Pada bab 3 secara khusus akan menjelaskan tentang gambaran umum
Myanmar serta kondisinya dibawah pemerintahan Junta Militer, setelah itu,
pembahasan akan beralih kepada penjabaran tentang sanksi ekonomi, yang
didalamnya termasuk fungsi sanksi ekonomi dalam perspektif sejarah, dan untuk
menjawab beberapa pertanyaan atas mengapa negara-negara menggunakan cara
sanksi ekonomi dan bagaimana mereka menggunakan serta mengaplikasikannya
untuk menyempurnakan politik luar negeri dan tujuan nasionalnya. Bab ini juga
membahas tentang aplikasi sanksi ekonomi di Myanmar dengan berbagai faktor
sejarah serta penyebabnya.
Pada bab 4 akan dijelaskan mengenai pemecahan masalah melalui analisis
data dengan menggunakan metode, teknik, dan landasan teori yang telah dipilih.
Yaitu akan dijelaskan faktor-faktor yang menyebabkan MNC dapat terus
berkembang di Myanmar di tengah embargo ekonomi dengan menggunakan
analisis teori struktur domestik serta konsep transnasionalisme mengenai sifat
aktor transnasionalisme yang otonom dan bergerak bebas, dan lepas dari
konstitusi negaranya berkaitan dengan pembahasan mengenai ketergantungan
junta militer Myanmar akan dana dari MNC bagi kelangsungan hegemoninya.
Selanjutnya analisis membahas tentang dampak sanksi ekonomi terhadap
perkembangan MNC di Myanmar.
Pada bab 5 akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari skripsi ini. Pada bab
ini juga akan disertakan saran dari penulis yang penulis anggap relevan dan
merupakan jalan keluar yang penulis anggap terbaik dari permasalahan MNC dan
embargo ekonomi di Myanmar.

Вам также может понравиться