Вы находитесь на странице: 1из 6

Etika terhadap Suami-Istri

Abu Bakr Jabir al-Jazairi


Wednesday, 07 February 2007

Orang Muslim meyakini adanya etika timbal balik antara suami dan istri, dan
etika tersebut adalah hak atas pasangannya yang lain berdasarkan dalil-dalil
berikut,

Firman Allah Ta ‘ala, "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang
dengan kewajibannya menurut cara yang baik, akan tetapi para suami
mempunyai satu tingkatan kelebihan dari isterinya. Dan Allah Maha perkasa
lagi Maha bijaksana." (Al-Baqarah: 228).

Ayat yang mulia di atas menegaskan, bahwa setiap suami-istri mempunyai


hak atas pasangannya, dan suami (laki-laki) diberi tambahan derajat atas
wanita (istri) karena alasan-alasan khusus.

Sabda Rasulullah saw. di Haji Wada', "Ketahuilah, bahwa kalian mempunyai


hak-hak atas wanita-wanita (istri-istri) kalian, dan sesungguhnya wanita-
wanita (istri-istri) kalian mempunyai hak-hak atas kalian." (Diriwayatkan para
pemilik Sunan dan At-Tirmidzi men-shahih-kan hadits ini).

Hak-hak ini, sebagian sama di antara suami-istri dan sebagiannya tidak


sama. Hak-hak yang sama di antara suarni-istri adalah sebagian berikut:

1. Amanah
Masing-masing suami-istri harus bersikap amanah terhadap pasangannya,
dan tidak mengkhianatinya sedikit atau banyak, karena suami istri adalah
laksana dua mitra di mana pada keduanya harus ada sifat amanah, saling
menasihati, jujur, dan ikhlas dalam semua urusan pribadi keduanya, dan
urusan umum keduanya.

2. Cinta kasih
Artinya, masing-masing suami-istri harus memberikan cinta kasih yang tulus
kepada pasangannya sepanjang hidupnya karena firman Allah Ta‘ala,

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk


kalian istri-istri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang."
(Ar-Ruum: 21).

Dan karena sabda Rasulullah saw., "Barangsiapa tidak menyayangi ia tidak


akan disayangi." (HR Ath-Thabrani dengan sanad yang baik).

3. Saling percaya
Artinya masing-masing suami-istri harus mempercayai pasangannya, dan
tidak boleh meragukan kejujurannya, nasihatnya, dan keikhlasannya, karena
firman Allah Ta‘ala, "Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara."
(Al Hujurat: 10).

Dan karena sabda Rasulullah saw., "Salah seorang dan kalian tidak beriman
hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri."
(HR Bukhari, Muslim, dan lain-lain).

Ikatan suami-istri itu memperkuat, dan mengokohkan ikatan (ukhuwwah)


iman.

Dengan cara seperti itu, masing-masing suami-istri merasa, bahwa dirinya


adalah pribadi pasangannya. Oleh karena itu, bagaimana ia tidak
mempercayai dirinya sendiri, dan tidak menasihatinya? Atau bagaimana
seseorang itu kok menipu dirinya sendiri, dan memperdayainya?

4. Etika umum
Seperti lemah lembut dalam pergaulan sehari-hari, wajah yang berseri-seri,
ucapan yang baik, penghargaan, dan penghormatan.

Itulah pergaulan baik yang diperintahkan Allah Ta‘ala dalam firman-Nya, "Dan
bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik." (An-Nisa': 19).

Itulah perlakuan baik yang diperintahkan Rasulullah saw. dalam sabdanya,


"Perlakukan wanita dengan baik." (HR Muslim).

Inilah sebagian hak-hak bersama antar suami-istri, dan masing-masing dan


keduanya harus memberikan hak-hak tersebut kepada pasangannya untuk
merealisir perjanjian kuat yang diisyaratkan firman Allah Ta‘ala, "Bagaimana
kalian akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kalian telah bergaul
(bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istri)
telah mengambil dari kalian penjanjian yang kuat." (An-Nisa': 21).

Dan karena taat kepada Allah Ta‘ala yang berfirman, "Dan janganlah kalian
melupakan keutamaan di antara kalian, Sesungguhnya Allah Maha Melihat
segala apa yang kalian kerjakan." (A1-Baqarah: 237).
Adapun hak-hak khusus, dan etika-etika yang harus dikerjakan masing-
masing suami-istri terhadap pasangannya adalah sebagai berikut:

Hak-hak Istri atas Suami


Terhadap istrinya, seorang suami harus menjalankan etika-etika berikut ini:

1. Memperlakukannya dengan baik karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Dan bergaullah dengan mereka dengan cara yang baik."
(An-Nisa': 19).

Ia memberi istrinya makan jika ia makan, memberinya pakaian jika ia


berpakaian, dan mendidiknya jika ia khawatir istrinya membangkang seperti
diperintahkan Allah Ta‘ala kepadanya dengan menasihatinya tanpa mencaci-
maki atau menjelek-jelekkannya. Jika istri tidak taat kepadanya, ia pisah
ranjang dengannya. Jika istri tetap tidak taat, ia berhak memukul dengan
pukulan yang tidak melukainya, tidak mengucurkan darah, tidak
meninggalkan luka, dan membuat salah satu organ tubuhnya tidak dapat
menjalankan tugasnya, karena firman Allah Ta‘ala,

"Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya (pembangkangannya),


maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka,
dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka
janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka." (An-Nisa':
34).

Sabda Rasulullah saw. kepada orang yang bertanya kepada beliau tentang
hak istri atas dirinya, "Hendaknya engkau memberinya makan jika engkau
makan, engkau memberinya pakaian jika engkau berpakaian, tidak memukul
wajahnya, tidak menjelek-jelekkannya, dan tidak mendiamkannya kecuali di
dalam rumah." (HR Abu Daud dengan sanad yang baik).

Sabda Rasulullah saw., "Ketahuilah bahwa hak-hak wanita-wanita atas kalian


ialah hendaknya kalian berbuat baik kepada mereka dengan memberi
mereka makan dan pakaian."

Sabda Rasulullah saw., "Laki-laki Mukmin tidak boleh membenci wanita


Mukminah. Jika ia membenci sesuatu pada pisiknya, ia menyenangi lainnya."
(HR Muslim dan Ahmad).

2. Mengajarkan persoalan-persoalan yang urgen dalam agama


kepada istri jika belum mengetahuinya, atau mengizinkannya
menghadiri forum-forum ilmiah untuk belajar di dalamnya. Sebab,
kebutuhan untuk memperbaiki kualitas agama, dan menyucikan jiwanya itu
tidak lebih sedikit dan kebutuhannya terhadap makanan, dan minuman yang
wajib diberikan kepadanya. Itu semua berdasarkan dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Hai orang-orang yang beriman, peliharalah diri kalian
dan keluarga kalian dari api neraka." (At-Tahrim: 6).

Wanita termasuk bagian dan keluarga laki-laki, dan penjagaan dirinya dan api
neraka ialah dengan iman, dan amal shalih. Amal shalih harus berdasarkan
ilmu, dan pengetahuan sehingga ia bisa mengerjakannya seperti yang
diperintahkan syariat.

Sabda Rasulullah saw., "Ketahuilah, hendaklah kalian memperlakukan


wanita-wanita dengan baik, karena mereka adalah ibarat tawanan-tawanan
pada kalian." (Muttafaq Alaih).

Di antara perlakuan yang baik terhadap istri ialah mengajarkan sesuatu yang
bisa memperbaiki kualitas agamanya, menjamin bisa istiqamah (konsisten)
dan urusannya menjadi baik.

3. Mewajibkan istri melaksanakan ajaran-ajaran Islam beserta etika-


etikanya, melarangnya buka aurat dan berhubungan bebas
(ikhtilath) dengan laki-laki yang bukan muhrimnya, memberikan
perlindungan yang memadai kepadanya dengan tidak
mengizinkannya merusak akhlak atau agamanya, dan tidak
membuka kesempatan baginya untuk menjadi wanita fasik terhadap
perintah Allah Ta‘ala dan Rasul-Nya, atau berbuat dosa, sebab ia
adalah penanggung jawab tentang istrinya dan diperintahkan menjaganya,
dan mengayominya, berdasarkan firman Allah Ta‘ala, "Kaum laki-laki itu
adalah pemimpin bagi kaum wanita." (An-Nisa' 34).

Dan berdasarkan sabda Rasulullah saw., "Seorang suami adalah pemimpin di


rumahnya, dan ia akan diminta pertanggungan jawab tentang
kepemimpinannya." (Muttafaq Alaih).

4. Berlaku adil terhadap istrinya dan terhadap istri-istrinya yang


lain, jika ia mempunyai istri lebih dan satu. Ia berbuat adil terhadap
mereka dalam makanan, minuman, pakaian, rumah, dan tidur di ranjang. Ia
tidak boleh bersikap curang dalam hal-hal tersebut, atau bertindak zhalim,
karena ini diharamkan Allah Ta‘ala dalam firman-Nya, "Kemudian jika kalian
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka kawinilah) seorang saja, atau
budak-budak wanita yang kalian miliki." (An-Nisa': 3).

Rasulullah saw. mewasiatkan perlakuan yang baik terhadap istri-istri dalam


sabdanya, "Orang terbaik dan kalian ialah orang yang paling baik terhadap
keluarganya, dan aku orang terbaik dan kalian terhadap keluarganya." (HR
Ath-Thabrani dengan sanad yang baik).

5. Tidak membuka rahasia istrinya dan tidak membeberkan aibnya,


sebab ia orang yang diberi kepercayaan terhadapnya, dituntut
menjaga, dan melindunginya.

Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya manusia yang paling jelek


kedudukannya di sisi Allah ialah suami yang menggauli istrinya, dan istrinya
bergaul dengannya, kemudian ia membeberkan rahasia hubungan suami-istri
tersebut." (Diriwayatkan Muslim).

Hak-hak Suami atas Istri


Terhadap suaminya, seorang istri harus menjalankan etika-etika berikut ini:

1. Taat kepadanya selama tidak dalam kemaksiatan kepada Allah Th


‘ala, karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Kemudian jika mereka mentaati kalian, maka janganlah
kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka." (An-Nisa': 34).

Sabda Rasulullah saw., "Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat


tidur, kemudian istrinya tidak datang kepadanya, dan suaminya pun marah
kepadanya pada malam itu, maka istrinya dilaknat para malaikat hingga pagi
harinya." (Muttafaq Alaih).

"Seandainya aku suruh seseorang untuk sujud kepada orang lain, maka aku
suruh seorang istri sujud kepada suaminya." (HR Abu Daud dan Al-Hakim. At-
Tirmidzi meng-shahih-kan hadits mi).

2. Menjaga kehormatan suaminya, kemuliaanya, hartanya, anak-


anaknya, dan urusan rumah tangga lainnya, karena dalil-dalil
berikut:

Firman Allah Ta'ala, "Maka wanita-wanita yang shalihah ialah wanita-wanita


yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh
karena Allah telah memelihara (mereka)." (An-Nisa': 34).

Sabda Rasulullah saw., "Seoranq istri adalah pemimpin di rumah suaminya,


dan anaknya." (Muttafaq Alaih).

Sabda Rasulullah saw., "Maka hak kalian atas istri-istri kalian ialah hendaknya
orang-orang yang kalian benci tidak boleh menginjak ranjang-ranjang kalian,
dan mereka tidak boleh memberi izin masuk ke rumah kepada orang orang
yang tidak kalian sukai." (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

3. Tetap berada di rumah suami, dalam arti, tidak keluar kecuali


atas izin dan keridhaannya, menahan pandangan dan merendahkan
suaranya, menjaga tangannya dari kejahatan, dan menjaga
mulutnya dari perkataan kotor yang bisa melukai kedua orang tua
suaminya, atau sanak keluarganya, karena dalil-dalil berikut:

Firman Allah Ta‘ala, "Dan hendaklah kalian tetap di rumah kalian dan
janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah
yang dahulu." (Al-Ahzab: 33).

"Maka janganlah kalian tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah


orang yang ada penyakit dalam hatinya." (Al-Ahzab: 32).

"Allah tidak menyukai ucapan buruk." (An-Nisa': 148).

"Katakanlah kepada wanita-wanita beriman, ‘Hendaklah mereka menahan


pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah
mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya'." (An-Nuur: 31).

Sabda Rasulullah saw., "Wanita (istri) terbaik ialah jika engkau melihat
kepadanya, ia menyenangkanmu. Jika engkau menyuruhnya, ia taat
kepadamu. Jika engkau pergi darinya, ia menjagamu dengan menjaga dirinya
dan menjaga hartamu." (HR Muslim dan Ahmad).

Sabda Rasulullah saw., "Kalian jangan melarang wanita-wanita hamba-hamba


Allah untuk pergi ke masjid-masjid Allah. Jika istri salah seorang dari kalian
meminta izin kepada kalian untuk pergi ke masjid, engkau jangan
melarangnya." (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud, dan At Tirmidzi).

Sabda Rasulullah saw., "Izinkan wanita-wanita pergi ke masjid pada malam


hari."

Sumber: Diadaptasi dari Abu Bakr Jabir al-Jazairi, Minhaajul Muslim, atau Ensiklopedi
Muslim: Minhajul Muslim, terj. Fadhli Bahri (Darul Falah, 2002), hlm. 138-145.
Terakhir kali diperbaharui ( Monday, 26 November 2007 )

Вам также может понравиться