Вы находитесь на странице: 1из 77

KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN Avicennia

marina YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA


BERBAGAI TINGKAT SALINITAS
DI TELUK TAPIAN NAULI

TESIS

Oleh

WIJIYONO
077030026/BIO

K O L A
E
H
S
PA

C
A S A R JA
N
S

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN Avicennia
marina YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA
BERBAGAI TINGKAT SALINITAS
DI TELUK TAPIAN NAULI

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Magister Sains (M.Si) dalam Program Studi Biologi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

WIJIYONO
077030026/BIO

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Judul Tesis : KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN
AVICENNIA MARINA YANG MENGALAMI
DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT
SALINITAS DI TELUK TAPIAN NAULI
Nama Mahasiswa : Wijiyono
Nomor Pokok : 077030026
Program Studi : Biologi

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Yunasfi, MS) (Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc)


Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

Tanggal lulus: 24 Agustus 2009


Telah diuji pada
Tanggal 24 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS


Ketua : Dr. Ir. Yunasfi, MS
Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc
2. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc
3. Dr. Budi Utomo, SP. MP
ABSTRAK

WIJIYONO. Keanekaragaman Bakteri pada Serasah Daun Avicennia marina


yang Mengalami Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Teluk Tapian Nauli
Dibimbing oleh YUNASFI dan DWI SURYANTO.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat salinitas
terhadap keanekaragaman bakteri dan kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah
daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi. Penelitian dilakukan di hutan
mangrove Aek Horsik, Badiri, Tapanuli Tengah Sumatera Utara. Serasah
dikumpulkan menggunakan kantong serasah yang terbuat dari jaring nilon dengan
mesh 2 mm. Serasah daun dikumpulkan selama 2 minggu. Kantong serasah diisi
dengan 50 gram daun kering dan diletakkan di lantai hutan mangrove pada 4 lokasi
yang memiliki tingkat salinitas yang berbeda, setiap tingkat salinitas ditempatkan 24
kantong serasah. Pengamatan dilakukan tiap 15 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 16 spesies bakteri yang berhasil
diisolasi dari serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi yaitu
Bacillus (5 spesies), Pseudomonas (2 spesies), Aeromonas (1 spesies), Listeria
(1 spesies), Kurthia (1 spesies), Escherechia (1 spesies), Planococcus (1 spesies),
Micrococcus (2 spesies), Mycobacterium (1 spesies) dan Flavobacterium (1 spesies).
Jumlah bakteri yang paling banyak ditemukan pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt yaitu
1.28 x 109 cfu/ml, sementara jumlah bakteri paling sedikit ditemukan pada tingkat
salinitas >30 ppt yaitu 0.55 x 109 cfu/ml. Bakteri yang mendominasi selama proses
dekomposisi adalah Bacillus subtilis. Indeks keanekaragam jenis bakteri pada serasah
daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt
adalah 2.20, 10 - 20 ppt adalah 2.38, 20 - 30 ppt adalah 2.03, >30 ppt adalah 1.78.
Frekuensi kolonisasi spesies bakteri antara 12.5% sampai 100%. Tingkat salinitas
berpengaruh terhadap kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun yang
mengalami proses dekomposisi. Kandungan unsur hara C tertinggi terdapat pada
serasah daun yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt,
sedangkan kandungan unsur hara C terendah terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt.
Kandungan unsur hara N tertinggi pada serasah daun A. marina yang mengalami
proses dekomposisi terdapat pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt, sedangkan kandungan
unsur hara N terendah terdapat pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt. Kandungan unsur
hara P tertinggi terdapat pada tingkat salinitas >30 ppt sedangkan kandungan unsur
hara P terendah terdapat pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt. Kandungan unsur hara N
dan P mengalami peningkatan selama proses dekomposisi.

Kata Kunci: Avicennia marina, Bakteri, Dekomposisi, Keanekaragaman, Mangrove,


Salinitas.
ABSTRACT

WIJIYONO. Bacteria Diversity of Avicennia marina Leaf Litter During


Decomposition in the Various Salinity Level In the Bay of Tapian Nauli Under
Academic Supervisor of YUNASFI and DWI SURYANTO.
The aims of this study were investigated the effect of salinity level on the
diversity of bacteria and remaining in the C, N and P during the process of
composition of the A. marina leaf litter. The research has been conducted at the
mangrove forest of Aek Horsik, Badiri, Central Tapanuli, North Sumatera. The leaf
litter were collected using litter traps made of nylon mesh 2 mm pore. The traps were
position under the A. marina trees in the mangrove forest. The leaf was collected for
two weeks period. Litter bag was filled with 50 g leaf litter and put on the forest’s
floor in four different salinity level, each salinity level with 24 litter bag. The litter
bag was observed each 15 days of decomposition.
The results of our investigation indicated that totally 16 species of bacteria
were isolated from A. marina leaf litter undergoing the decomposition, including
Bacillus (5 spesies), Pseudomonas (2 spesies), Aeromonas (1 species), Listeria
(1 species), Kurthia (1 species), Escherechia (1 species), Planococcus (1 species),
Micrococcus (2 species), Mycobacterium (1 species) dan Flavobacterium (1 species).
The highest amounts of bacteria at 10 - 12 ppt were 1,28 x 109 cfu/, whereas the
lowest of bacteria at >30 ppt were 0,35 x 109 cfu/ml. Bacillus subtilis was dominant
species during decomposition period. The species diversity indices in the leaf litter
decomposition at 0 - 10 ppt were 2.20, at 10 - 20 ppt were 2.38, at 20 - 30 were 2.03
and >30 ppt were 1.78. The frequency of the bacteria species colonization during the
decomposition process ranged from 12.5 to 100%. The salinity level were influenced
to C, N and P remaining in the leaf litter a long decomposition period. Sampel were
analyzed for change in total C, N and P during decomposition period. The highest
content of C was found in the leaf litter decomposed at 0 - 10 ppt, while the lowest
content of C was found in the leaf litter decomposed at >30 ppt. The highest content
of N was found in the leaf litter at 10 - 20 ppt, whereas the lowest content of N was
found in the leaf litter decomposed at 20 - 30 ppt. The highest content of P was found
in the leaf litter decomposed at > 30 ppt, whereas the lowest content of P was found
in the leaf litter at 20 - 30 ppt. The N, P content increased during decomposition
period.

Keywords: Avicennia marina, Bacteria, Decomposition, Diversity, Leaf Litter,


Mangrove, Salinity.
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan
dan penyusunan tesis yang berjudul; “Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun
Avicennia marina yang Mengalami Dekompsisi pada Berbagai Tingkat Salinitas
di Teluk Tapian Nauli”. Dengan selesainya penelitian dan penyusunan tesis ini,
penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Yunasfi, MS, dan Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, atas segala bimbingan
dan arahannya dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. Erman munir, M.Sc, dan Dr. Budi Utomo, SP. MP, sebagai Dosen
Penguji yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam
penyusunan tesis ini.
3. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah yang telah memberikan Beasiswa pendidikan selama mengikuti
perkulihan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Tuani Lumban Tobing, M.Si., selaku Bupati Tapanuli Tengah dan aparat
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah memberikan rekomendasi
dan mengusahakan bantuan dana transport.
5. Kepala Dinas Pendidikan Tapanuli Tengah yang telah memberikan rekomendasi
perizinan.
6. Drs. Sumartono dan guru-guru SMA Negeri 1 Matauli Pandan yang telah
memberikan dorongan, motivasi dan rekomendasi perizinan untuk studi.
7. Kepala Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian Bogor yang telah membantu dalam menganalisis serasah
selama penelitian.
8. Ayahanda dan Ibunda Samidjo Kartodimedjo yang telah tulus memberikan
dorongan, nasehat, doa kepada penulis.
9. Isteri tercinta Mei Astoeti dan Ananda tersayang Giovan Riski Fadholi yang
telah memberikan dorongan, kasih sayang dan kesabarannya selama mengikuti
pendidikan.
10. Akhirnya kepada semua yang terlibat yang namanya tidak tersebutkan, penulis
haturkan hormat dan semoga apa yang didapat dalam studi ini dapat bermanfaat.
Penulis berharap semoga pihak yang telah memberikan bantuan kepada
penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, 24 Agustus 2009


Penulis

Wijiyono
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Prambanan Kabupaten Klaten Jawa Tengah 10 Januari


1969 dari pasangan Bapak Samidjo Kartodimedja dan Ibu Waginem. Penulis
merupakan anak keempat dari lima bersaudara.
Pada tahun 1982 menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Prambanan IV.
Pada tahun 1986 menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Prambanan Klaten.
Pada tahun 1989 menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Kalasan Sleman
Yogyakarta. Pada tahun 1995 menyelesaikan pendidikan di IKIP Negeri Yogyakarta,
Jurusan Pendidikan Biologi dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi. Pada
tahun 1995 mengajar di SMA Muhammadiyah 15 Prambanan Klaten. Pada tahun
1996 mengajar di Pesantren La Tanza Lebak Banten selama 6 bulan. Selanjutnya
1996 penulis mengajar di SMA Negeri 1 Matauli Pandan Tapanuli Tengah sampai
sekarang.
Pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Program Studi Biologi. Sebagai
satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains, penulis
menyusun tesis dengan judul”, Keanekaragaman Bakteri pada Serasah Daun A.
marina yang Mengalami Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas di Teluk
Tapian Nauli”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Yunasfi, MS., dan Prof. Dr. Dwi
Suryanto, M.Sc.
DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...................................................................................................... i
ABSTRACT...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................. 5
1.3. Kerangka Pemikiran............................................................. 6
1.4. Tujuan Penelitian................................................................. 7
1.5. Hipotesis Penelitian............................................................. 7
1.6. Manfaat Penelitian............................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................. 8


2.1. Pengertian dan Peran Ekosistem Mangrove........................ 8
2.2. Peran Bakteri dalam Ekosistem Mangrove.......................... 11
2.3. Proses Dekomposisi Serasah Mangrove.............................. 15
2.4. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun
Mangrove............................................................................. 17
2.5. Salinitas................................................................................ 18

BAB III METODE PENELITIAN............................................................ 20


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................. 20
3.2. Bahan dan Alat..................................................................... 20
3.3. Rancangan Percobaan.......................................................... 21
3.4. Variabel yang akan Diamati................................................. 22
3.5. Pengumpulan Serasah Daun A. marina............................... 22
3.6. Penempatan Serasah Daun A. marina di Lokasi
Penelitian.............................................................................. 22
3.7. Isolasi Bakteri Serasah Daun A. marina ............................. 27
3.8. Identifikasi Bakteri............................................................... 28
3.9. Keanekaragaman Jenis Bakteri............................................ 29
3.10. Kandungan Unsur Hara C, N dan P .................................... 30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................... 32
4.1. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun
A. marina yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi .... 32

4.2. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun


A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi pada
Berbagai Tingkat Salinitas .................................................. 33

4.3. Perbandingan Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri


pada Berbagai tingkat Salinitas............................................ 45

4.4. Frekuensi Kolonisasi Tiap Jenis Bakteri ............................. 46

4.5. Kandungan Unsur C, N dan P Serasah Daun


A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi
pada Berbagai Tingkat Salinitas........................................... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN..................................................... 56


5.1. Kesimpulan........................................................................... 56
5.2. Saran..................................................................................... 57

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. . 58


DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 cfu/ml yang Terdapat


pada Serasah Daun A. marina yang Belum Mengalami Proses
Dekomposisi.................................................................................... 33

2. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 cfu/ml Tiap Jenis Bakteri


Tiap 15 Hari dan Frekuensi Kolonisasi pada Serasah Daun
A. marina yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi Selama
15 Sampai 120 Hari di Lingkungan dengan Salinitas 0 - 10 ppt..... 34

3. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 cfu/ml Tiap Jenis Bakteri


Tiap 15 Hari dan Frekuensi Kolonisasi pada Serasah Daun
A. marina yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi Selama
15 Sampai 120 Hari di Lingkungan dengan Salinitas 10 - 20 ppt... 38

4. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 cfu/ml Tiap Jenis


Bakteri Tiap 15 Hari dan Frekuensi Kolonisasi pada Serasah
Daun A. marina yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi
Selama 15 Sampai 120 Hari di Lingkungan dengan Salinitas
20 - 30 ppt........................................................................................ 39

5. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 cfu/ml Tiap Jenis


Bakteri Tiap 15 Hari pada Serasah Daun A. marina yang Telah
Mengalami Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 120 Hari
di Lingkungan dengan Salinitas >30 ppt........................................ 40

6. Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri yang Terdapat pada


Serasah Daun A. marina yang Belum Mengalami Proses
Dekomposisi dan yang Mengalami Proses Dekomposisi…............ 45

7. Kandungan Rata-rata Unsur Hara C, N dan P yang Terdapat


pada Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses
Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas................................ 48
DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ………………………………… 6

2. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah yang Terbuat dari Kain


Kasa Nilon………………………………………………………. 23

3. Lokasi Plot untuk Penempatan Kantong Serasah……………….. 24

4. Peta Lokasi Penelitian................................................................... 25

5. Plot Penempatan Kantong Serasah di Lapangan........................... 26

6. Cara Pengenceran Serasah Daun A. marina untuk Isolasi


Bakteri pada Media Biakan dalam Cawan Petri........................... 27

7. Bentuk-bentuk Koloni Bakteri yang Terdapat pada Serasah


Daun A. marina yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi:
A. Bacillus cereus, B. Micrococcus luteus, C. B. Subtilis,
D.B. Mycoides............................................................................... 32

8. Bentuk-bentuk Koloni Bakteri pada Serasah Daun A. marina


yang Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat
Salinitas:A. Flavobacterium aquatile B. Mycobacterium
flavescens C. Micrococcus varians D. Bacillus laterosporus,
E. Kurthia gibsonni, F. B. licheniformis, G. Listeria
denitrificans, H. Pseudomonas aeruginosa, I. Pseudomonas
fluorescens, J. Escherichia coli, K. Aeromonas hydrophila,
L. Plannococcus citreus............................................................... 36

9. Perbandingan antara Jumlah Jenis Bakteri pada Berbagai


Tingkat Salinitas........................................................................... 43

10. Perbandingan antara Jumlah Populasi Jenis Bakteri pada


Berbagai Tingkat Salinitas............................................................ 44

11. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Rata-rata yang Terdapat


pada Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses
Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas............................. 50
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Jumlah Koloni x 107 (cfu/ml) Berbagai Jenis Bakteri Tiap


Ulangan pada Serasah Daun A. marina yang Belum Mengalami
Proses Dekomposisi (Kontrol)...................................................... 66

2. Ciri-ciri Morfologi dan Fisiologi Bakteri yang Terdapat pada


Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi
dalam Lingkungan Berbagai Tingkat Salinitas............................. 67

3. Jumlah Koloni x 107 (cfu/ml) Berbagai Jenis Bakteri Tiap


Ulangan pada Serasah Daun A. marina yang Telah Mengalami
Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 120 Hari di Lingkungan
dengan Salinitas 0 - 10 ppt............................................................. 72

4. Hasil Uji Fisiologi Berbagai Jenis Bakteri yang Terdapat pada


Serasah Daun A. marina yang Belum dan Sudah Mengalami
Proses Dekomposisi di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat
Salinitas......................................................................................... 73

5. Jumlah Koloni x 107 (cfu/ml) Berbagai Jenis Bakteri Tiap


Ulangan pada Serasah Daun A. marina yang Telah Mengalami
Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 120 Hari
di Lingkungan dengan Salinitas 10 - 20 ppt................................. 74

6. Jumlah Koloni x 107 (cfu/ml) Berbagai Jenis Bakteri Tiap


Ulangan pada Serasah Daun A. marina yang Telah Mengalami
Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 120 Hari
di Lingkungan dengan Salinitas 20 - 30 ppt................................. 75

7. Jumlah Koloni x 107 (cfu/ml) Berbagai Jenis Bakteri Tiap


Ulangan pada Serasah Daun A. marina yang Telah Mengalami
Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 120
Hari di Lingkungan dengan Salinitas >30 ppt.............................. 76

8. Kandungan Unsur Hara C (%) Serasah Daun A. marina yang


Mengalami Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 105 Hari
di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas....................... 77
9. Nilai Absolut Unsur Hara C (g) Serasah Daun A. marina
yang Mengalami Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 105
Hari di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas……….. 78

10. Kandungan Unsur Hara N (%) pada Serasah Daun A. marina


yang Mengalami Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 105
Hari di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas.............. 79

11. Kandungan Unsur Hara P (%) pada Serasah Daun A. marina


yang Mengalami Proses Dekomposisi Selama 15 Sampai 105
Hari di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat Salinitas.............. 80

12. Analisis Ragam............................................................................. 81

13. Matriks Hubungan Pengaruh Berbagai Tingkat Salinitas


terhadap Jumlah Koloni Rata-rata (cfu/ml) Berbagai Jenis
Bakteri pada Serasah Daun A. marina yang Belum dan Telah
Mengalami Proses Dekomposisi Selama 120 Hari....................... 82

14. Rangkuman Ciri-ciri Morfologi dan Fisiologi pada Berbagai


Jenis Bakteri pada Media NA yang Terdapat pada Serasah
Daun A. marina yang Belum dan Telah Mengalami
Dekomposisi di Lingkungan dengan Berbagai Tingkat
Salinitas........................................................................................ 83

15. Isolat Bakteri Serasah Daun A. marina yang Belum dan Sudah
Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat
Salinitas........................................................................................ 84

16. Petak-petak Penempatan Kantong Berisi Serasah Daun


A. marina dengan Tingkat Salinitas 0 - 10 ppt (A), 10 - 20 ppt
(B), 20 - 30 ppt (C) dan > 30 ppt (D)........................................... 88

17. Prosedur Uji Fisiologi Bakteri ..................................................... 89


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan berfungsi ganda dalam

lingkungan hidup karena adanya pengaruh lautan dan daratan. Pada ekosistem

mangrove terjadi interaksi yang kompleks antara faktor kimia, fisik dan biologi, oleh

karena itu, hutan mangrove disebut sebagai interface ecosystem, karena

menghubungkan daratan dengan daerah pesisir (Arief, 2003). Hutan mangrove

merupakan tempat berkembangnya komunitas bakteri. Bakteri mengisi sejumlah

relung dan merupakan komponen dasar fungsi lingkungan (Yunasfi, 2006). Sebagai

suatu ekosistem mangrove memiliki komponen biotik dan abiotik. Daun-daun

mangrove berperan sebagai produsen, sedangkan kelompok hewan sebagai konsumen

dan bakteri sebagai dekomposer (Collier, et al., 1973).

Ekosistem mangrove memiliki fenomena yang khas, yakni terdapatnya

serasah daun yang dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri dan fungi.

Bahan organik hasil dekomposisi merupakan zat penting bagi kelangsungan

produktivitas perairan, terutama dalam rantai makanan (Mac Nae, 1978). Mangrove

merupakan satu dari ekosistem produktif di dunia terutama dalam bentuk

produktivitas primer berupa produksi serasah (Kjerve, 1986; Myint, 1986).

Produktivitas yang tinggi terkait langsung dengan rantai makanan yang berasal dari

detritus atau serasah. Serasah yang terdiri atas daun, buah, cabang dan kulit pohon
mangrove merupakan sumber detritus organik (Amarangsinghe dan

Balasubramanian, 1992).

Odum (1996) menyatakan bahwa serasah mangrove di estuaria merupakan

bahan dasar penghasil unsur hara yang penting bagi kelangsungan jaring-jaring

makanan dan juga merupakan sumber makanan bagi ikan dan kelompok invertebrata.

Serasah ketika jatuh dari pohon miskin akan nutrisi, dan dapat menjadi sumber nutrisi

setelah mengalami proses dekomposisi yang melibatkan berbagai macam

mikroorganisme. Secara umum diketahui bahwa hutan mangrove memiliki

produktivitas yang tinggi dan banyak mendukung ekosistem di luarnya. Dua hal

penting yang saling berkaitan adalah siklus unsur hara di dalam hutan dan

produktivitas hutan. Siklus unsur hara mancakup impor dan ekspor bahan-bahan

organik yang masih ada atau keluar dari ekosistem yang dipacu oleh kondisi fisik

dan biologi (Indiarto et al., 1990). Sumbangan terpenting hutan mangrove terhadap

ekosistem pesisir berasal dari serasah daun yang gugur dan berjatuhan ke dalam air.

Serasah daun mangrove merupakan sumber bahan organik yang penting dalam rantai

makanan di kawasan pesisir yang dapat mencapai 7 sampai 8 ton/ha (Nontji, 1993).

Keberadaan bakteri di ekosistem mangrove memiliki arti yang sangat penting

dalam menguraikan serasah daun-daun mangrove menjadi bahan organik yang

digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove.

Bakteri dan fungi merupakan mikroorganisme yang melakukan dekomposisi. Hasil

dari dekomposisi merupakan makanan bagi organisme pemakan detritus yang


kebanyakan terdiri atas hewan-hewan invertebrata. Organisme pemakan detritus yang

selanjutnya akan dimakan oleh ikan dan Crustacea lainnya (Sikong, 1978).

Bakteri memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove. Keberadaan

dan keanekaragaman bakteri dalam ekosistem mangrove dipengaruhi oleh faktor

salinitas, pH, fisik, iklim, vegetasi, nutrisi dan lokasi (Hrenovic et al., 2003).

Diketahui beberapa bakteri fotosintesis memainkan peranan dalam ekosistem

mangrove melalui proses fotosintesis, fiksasi nitrogen, metanogenesis, produksi

enzim dan penghasil antibiotik (Lyla dan Ajmal, 2006). Bakteri merupakan penentu

dalam siklus nitrogen pada lingkungan mangrove. Cyanobacteria laut adalah

komponen mikrobiota penting yang berperan dalam penyusunan sumber nitrogen

pada ekosistem mangrove (Kathiresan dan Bingham, 2001). Penelitian yang

dilakukan oleh Wiebe et al, (1975) di Eniwetok Atoll, menemukan bahwa bentuk N

sangat bervariasi pada air yang mengalir. Sumber N yang berasal dari fiksasi N

di payau berasal dari bakteri Calothnia crustacea. Fiksasi N juga ditemukan pada

bakteri anaerobik Thalassia dan makro alga serta coral rubble (Patriquin, 1972;

Goering dan Parker, 1972). Selain itu bakteri-bakteri terumbu (reef bacteria) penting

untuk melakukan fiksasi N (Sorokin, 1978).

Aktivitas bakteri pada bahan organik adalah memineralisasi dan juga

memisahkan karbon organik menjadi bentuk biomassa bakteri (Boulton dan Boon,

1991). Aktivitas bakteri dalam siklus unsur hara pada sedimen adalah suatu hal yang

tidak bisa dipisahkan. Aktivitas bakteri tersebut tergantung pada ketersediaan karbon-

karbon yang dioksidasi (Pollard dan Kogure, 1993). Daur bahan organik di laut sama
dengan daur organik di lingkungan air tawar dan di darat. Karbon bersama-sama

dengan unsur lainnya seperti fosfor (P) dan nitrogen (N) melalui proses fotosintesis

menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan. Keduanya

menghasilkan zat organik, jika mati dan membusuk dihasilkan bahan mentah untuk

memulai daur bahan organik (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Unsur hara N tidak

mempunyai hubungan tetap dengan unsur hara P, tetapi bersama-sama dengan C, N

dan P, merupakan unsur-unsur utama dalam produksi zat organik. Walaupun hara C

terdapat dalam jumlah yang banyak, tetapi kedua unsur hara N dan P menjadi faktor

pembatas dalam daur bahan organik di laut (Darjamuni, 2003).

Di Indonesia banyak terdapat jenis mangrove, A. marina yang merupakan

jenis mangrove yang toleran terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan

dengan jenis mangrove yang lain (Yunasfi, 2006). Hutan mangrove di Desa Aek

Horsik Teluk Tapian Nauli merupakan kawasan yang banyak didominasi jenis

vegetasi A. marina. Ekosistem ini merupakan kawasan yang masih alami dan belum

banyak dilakukan penelitian.

Bakteri pengurai serasah daun mangrove sebagai agen utama dalam

dekomposisi (Sunarto, 2003) keberadaannya belum begitu banyak diteliti.

Pemahaman yang baik dari keberadaan bakteri pengurai merupakan suatu hal yang

bersifat eksplorasi untuk menemukan fungsi dan manfaatnya, sehingga dapat

dijadikan informasi yang penting dalam pengelolaan perairan pantai yang terdapat

di sekitar kawasan hutan mangrove.


1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Penelitian tentang keanekaragaman bakteri serasah daun dibatasi pada A.

marina didasarkan pertimbangan bahwa serasah daun A. marina merupakan serasah

yang paling banyak ditemukan di Aek Horsik bila dibanding dengan komponen

serasah lainnya. Menurut Yunasfi (2006) jenis A. marina merupakan jenis pionir

vegetasi yang menentukan kualitas mangrove pada tahap awal pertumbuhan. Serasah

yang digunakan dalam penelitian adalah daun A. marina yang jatuh pada permukaan

tanah dan tidak terikat lagi pada tumbuhan hidup.

Keberadaan bakteri dalam ekosistem mangrove sangat penting. Populasi

bakteri dapat menjadi ukuran yang menentukan dalam mengetahui proses

dekomposisi pada suatu ekosistem (Tarumingkeng, 1994). Keberadaan bakteri

serasah daun mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama salinitas

(Langenheders, 2005). Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis

keanekaragaman bakteri berkurang dengan peningkatan kadar garam.

Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Apakah keanekaragaman bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami

proses dekomposisi dipengaruhi oleh tingkat salinitas?

2. Apakah kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi dipengaruhi oleh tingkat salinitas?


1.3. Kerangka Pemikiran

Keanekaragaman bakteri di hutan mangrove memiliki peran penting dalam

proses dekomposisi. Keberadaan bakteri di hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor

tempat atau lokasi, iklim, vegetasi, pH dan salinitas. Hasil dekomposisi merupakan

bahan organik dan unsur hara yang penting bagi kehidupan organisme dan

produktivitas perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan. Secara skematis

kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Keanekaragaman
Bakteri
Kondisi
Lingkungan Iklim

- Salinitas - Intensitas Cahaya


- pH - Kelembaban
- Nutrisi - Letak Topografi
- Oksigen - Vegetasi
- Suhu - Musim
Dekomposisi
Serasah

Ketersediaan Ketersediaan
Bahan Organik Unsur Hara

Produktivitas Biologis
Perairan Ekosistem Mangrove

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian


1.4. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui keanekaragaman bakteri pada serasah daun A. marina

yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

2. Untuk mengetahui kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun A.

marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

1.5. Hipotesis Penelitian

1. Serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat

salinitas >30 ppt memiliki keanekaragaman bakteri paling rendah bila

dibandingkan dengan tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 10 - 20 ppt dan 20 - 30 ppt.

2. Serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat

salinitas >30 ppt memiliki kandungan unsur hara C, N dan P paling rendah

bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 10 - 20 ppt dan 20 - 30

ppt.

1.6. Manfaat Penelitian

1. Dapat digunakan dalam mempercepat terjadinya proses dekomposisi serasah

daun mangrove dengan pemberian bakteri yang sudah diketahui sesuai untuk

kawasan mangrove dengan tingkat salinitas yang ada.

2. Dapat digunakan sebagai informasi untuk mempelajari siklus unsur hara pada

ekosistem mangrove.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian dan Peran Ekosistem Mangrove

Kata mangrove merupakan kombinasi bahasa Portugis mangue dan bahasa

Inggris grove yang berarti tumbuhan belukar atau hutan kecil (Arief, 2003). Menurut

Mac Nae (1978), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon atau semak-

semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah

sampai di atas rata-rata permukaan laut. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove

merupakan sekelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai

tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki bentuk lahan pantai dengan tipe

tanah anaerob. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang hidup di muara sungai,

daerah pasang surut, dan tepi laut (Baehaqie dan Indrawan, 1993).

Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai ciri khusus

karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh

salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air laut.

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang

didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Haroen, 2002).

Ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber unsur hara untuk kelanjutan

proses ekologis dan biologis, dan merupakan penangkap sedimen yang diperlukan

untuk kelanjutan proses suksesi, pengendali erosi pantai, tempat pemijahan dan
pembesaran berbagai jenis ikan dan udang. Ekosistem mangrove juga merupakan

sumber produksi pangan, obat-obatan dan bahan baku industri (Yunasfi, 2006).

Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta

dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki

keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total lebih kurang 89 jenis,

yang terdiri atas 35 jenis pohon, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis

parasitik (Nontji, 1993). Beberapa jenis mangrove yang umum dijumpai di Indonesia

adalah Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Bruguiera, Xylocarpus (Haroen, 2002).

Hutan mangrove dan perairan di sekitarnya merupakan suatu ekosistem yang

spesifik. Hal ini disebabkan oleh proses kehidupan organisme yang saling berkaitan

baik yang terdapat di darat maupun di laut. Selain itu hutan mangrove sangat

berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, karena hutan mangrove berperan

sebagai penghasil bahan organik yang berguna untuk menunjang kelestarian

organisme (Djamali, 1994).

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dengan berbagai macam

fungsi, yaitu: fisik, biologi dan ekonomi. Adapun fungsi hutan mangrove menurut

Arief (2003); Naamin dan Hardjamulia (1991) dapat dibedakan ke dalam tiga

kelompok, yaitu fungsi fisik, fungsi biologi dan fungsi ekonomi sebagai berikut:

1. Fungsi fisik:

a. Menjaga garis pantai agar tetap stabil.

b. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta

menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat.


c. Menahan sedimen secara periodik sampai terbentuk lahan baru.

d. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat,

atau sebagai filter air asin menjadi tawar.

e. Mencegah terjadinya erosi pantai, serta sebagai perangkap zat pencemar dan

limbah.

2. Fungsi biologi.

a. Sebagai penghasil bahan pelapukan yang merupakan sumber makanan

penting bagi invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (detritus), yang

kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.

b. Sebagai kawasan pemijah bagi udang, ikan, kepiting, dan kerang yang

setelah dewasa akan kembali ke lepas pantai.

c. Sebagai kawasan untuk berlindung, bersarang, serta berkembang biak bagi

burung dan satwa lain.

d. Sebagai sumber plasma nutfah dan sumber genetik.

3. Fungsi ekonomi

a. Penghasil kayu.

b. Penghasil bahan baku industri.

c. Penghasil bibit ikan, udang, kerang, kepiting, telur burung.

Komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem mangrove ditentukan oleh

beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasang surut dan salinitas

(Bengen, 2001). Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam wilayah tropis yang

memiliki manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas terhadap aspek sosial,
ekonomi, dan ekologi. Besarnya peran ekosistem mangrove terhadap kehidupan dapat

diamati dari keanekaragaman jenis organisme, baik yang hidup di perairan, di atas

lahan, maupun ditajuk-tajuk tumbuhan mangrove serta ketergantungan manusia

secara langsung terhadap ekosistem ini (Naamin dan Hardjamulia, 1991). Hutan

mangrove juga merupakan kombinasi dari tanah, air, tumbuhan, binatang, dan

manusia yang menghasilkan barang dan jasa (Hamilton dan Snedaker, 1984).

Bagian tanaman mangrove, termasuk batang, akar dan daun yang berjatuhan

memberikan habitat bagi spesies akuatik yang berasosiasi dengan ekosistem

mangrove. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat untuk memelihara larva, tempat

bertelur dan sumber pakan bagi berbagai spesies akuatik, khususnya udang dan ikan

bandeng (Sikong, 1978).

2.2. Peran Bakteri dalam Ekosistem Mangrove

Bakteri berperan penting dalam proses dekomposisi bahan organik. Aktivitas

bakteri mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui proses mineralisasi

karbon dan asimilasi nitrogen (Blum et al., 1988). Mikroorganisme membutuhkan

molekul-molekul organik dari organisme lain sebagai nutrisi agar mampu bertahan

hidup dan berkembang biak. Adanya aktivitas bakteri menyebabkan produktivitas

ekosistem mangrove tinggi (Lyla dan Ajmal, 2006).

Bakteri hidup dan berkembang biak pada organisme mati dengan

menguraikan senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat,

lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul
tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang

mengandung senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, serta sulfur atau

unsur anorganik seperti K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu, Mn dan Ni. Keseluruhan unsur

ini dibutuhkan oleh bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Martinko dan Madigan,

2005).

Bakteri merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam

penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Hampir semua bakteri laut bersifat

Gram negatif dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan bakteri non laut. Bakteri

Gram positif hanya sekitar 10% dari total populasi bakteri laut dan proporsi terbesar

terdiri atas Bakteri Gram negatif berbentuk batang, yang umumnya aktivitas gerakan

dilakukan dengan bantuan flagel. Bakteri bentuk kokus umumnya lebih sedikit

dibanding bentuk batang. Keberadaan bakteri laut Gram positif terbanyak ditemukan

pada sedimen (Kathiresan dan Bingham, 2001).

Kebanyakan bakteri laut terikat, bergabung sesamanya untuk membentuk

permukaan yang kuat karena adanya bahan berlendir yang terbentuk pada permukaan

sel, sehingga sel-sel saling terikat. Dengan cara ini bakteri dapat membentuk lapisan

permukaan yang mengakibatkan bakteri dapat hidup pada alga, rumput laut dan

tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger, 1987). Bakteri dapat hidup pada

lingkungan salin dan membutuhkan Na+ untuk pertumbuhan dan untuk menjaga

tekanan osmotik dan integritas sel (Lyla dan Ajmal, 2006).

Shome et al, (1995) mengisolasi 38 bakteri mangrove dari sedimen

di Andaman Selatan. Isolat terbanyak terdiri atas bakteri yang memiliki sifat
morfologi dan biokimia sebagai berikut: Gram positif (76,3%), motil (87%),

fermentatif (6,9 – 82,1%), pigmen (31%) dan antibiotik (100%). Isolat yang paling

banyak ditemukan adalah Bacillus spp (50%).

Dalam proses dekomposisi di perairan mangrove, peran aktif bakteri mutlak

diperlukan. Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif

dari enzim proteolitik, selulolitik dan kitinoklastik. Bakteri kelompok proteolitik

berperan dalam proses dekomposisi protein adalah Pseudomonas, sedangkan

kelompok bakteri yang berperan dalam proses dekomposisi selulosa adalah bakteri

Cytophaga, Sporacytophaga, kelompok bakteri yang mendekomposisi kitin meliputi

Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio (Lyla dan Ajmal, 2006).

Bakteri memainkan peran penting dalam penguraian mangrove, juga diketahui

bahwa sedimen mangrove merupakan bahan penting dalam proses aliran karbon pada

hutan mangrove. Pada bagian atas sedimen mangrove dengan ketebalan 2 cm

ditemukan 3,6 x 1011 sel bakteri/gram bobot kering sedimen (Hogarth, 1999). Jumlah

bakteri rata-rata pada serasah daun Avicennia spp yang ditemukan di perairan Dumai

1,12 x 108 cfu/gram (Feliatra, 2001). Menurut Adel (2001) jumlah bakteri aminolitik

yang ditemukan pada serasah mangrove sebanyak 1,46 x 106 cfu/gram. Komunitas

bakteri mangrove di ekosistem mangrove India, menunjukkan bahwa jumlah bakteri

yang hidup bebas berkisar antara 8,1 x 106 sampai 10,9 x 106 dan yang berpigmen

berkisar antara 0.18 x 106 sampai 1,95 x 106 cfu/gram. Penelitian yang dilakukan oleh

D’Costa et al, (2004) pada komunitas mangrove di India ditemukan 10 genus bakteri

yaitu Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Beijerinckia, Erwinia, Microbacterium,


Rhodococcus, Serratia, Staphylococcus dan Xanthomonas. Menurut Kolm et al,

(2002) Escherichia coli ditemukan di perairan estuaria teluk Paranagua dan Antonina

Brazil pada tingkat salinitas 1 ppt sampai 33 ppt sedangkan menurut Terrones et al,

(2005) Escherichia coli ditemukan di estuaria Yalku Mexico pada tingkat salinitas 15

ppt sampai 35 ppt. Kerapatan populasi bakteri yang terdapat pada serasah daun yang

mengalami dekomposisi pada umur enam hari dapat mencapai 6 x 108 sel/cm2 dengan

kecepatan produksi 8 x 106 sel/cm2/jam (Benner et al, 1988).

Bakteri adalah komponen biotik yang berperan penting dalam proses

dekomposisi (Mason, 1977). Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan

organik mati oleh bakteri yang mampu mendekomposisi jaringan mati melalui

mekanisme enzimatik. Bakteri mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-

molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah

mati. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain

Betta-glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), lakase

dan reduktase. Enzim reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu

enzim versatile peroksidase (Saraswati dan Sumarno, 2008). Proses dekomposisi

bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama ketersediaan oksigen

terlarut khususnya bakteri aerobik. Dekomposisi oleh bakteri anaerob akan

menghasilkan bahan-bahan yang dapat merugikan kehidupan organisme perairan

(Saunder, 1980).
2.3. Proses Dekomposisi Serasah Mangrove

Menurut Satchell (1974) dekomposisi adalah kegiatan atau proses penguraian

dan pemisahan bahan-bahan organik menjadi bagian yang hancur. Dekomposisi

merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah mati

mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya

menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (Nybakken, 1993). Dekomposisi adalah

proses penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agens

biologi maupun fisika. Dekomposisi dipandang sebagai reduksi komponen-komponen

organik dengan berat molekul yang lebih besar menjadi komponen dengan berat

molekul yang lebih kecil melalui mekanisme enzimatik (Saunder, 1980). Sejalan

dengan itu Smith (1980) menyatakan bahwa proses dekomposisi adalah gabungan

dari proses fragmentasi, perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim yang dilakukan

oleh dekomposer yang merubah bahan organik menjadi senyawa anorganik.

Proses dekomposisi dimulai dari proses penghancuran atau pemecahan

struktur fisik yang dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger) terhadap

tumbuhan dan menyisakan sebagai bahan organik mati menjadi serasah, debris atau

detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Secara biologi bakteri yang melakukan

proses secara enzimatik terhadap partikel-partikel organik. Bakteri mengeluarkan

enzim protease, selulase, ligninase yang digunakan untuk menghancurkan molekul-

molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah

mati. Beberapa senyawa yang dihasilkan digunakan oleh dekomposer.


Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua pengertian yaitu (1) lapisan

bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan (2) bahan-bahan

tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan (Yunasfi, 2006). Serasah

merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat

menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan, terutama

dalam peristiwa rantai makanan (Arief, 2003). Menurut Mason (1977) terdapat 3

tahap proses dekomposisi serasah, yaitu:

1. Proses pelindihan (leaching), yaitu mekanisme hilangnya bahan-bahan yang

terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air.

2. Penghawaan (wathering), merupakan mekanisme pelapukan oleh faktor-faktor

fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan molekul air.

3. Aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh makhluk

hidup yang melakukan dekomposisi.

Odum (1996) menyatakan bahwa pada ekosistem mangrove 51% dari

produksi total daun mangrove merah di Florida dikonsumsi oleh Grazer darat,

sisanya masuk ke dalam perairan sebagai detritus. Mann (1986) mengemukakan

bahwa daun mangrove tersusun dari 61% berat kering sebagai protein, yang baru

jatuh mengandung 3,1%, sedangkan yang mengalami proses dekomposisi mengalami

peningkatan menjadi 22%.


2.4. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Serasah Daun Mangrove

Daun mangrove sebagai sumber bahan organik yang sangat penting dalam

penyediaan unsur hara melalui proses dekomposisi oleh peran aktif organisme.

Beberapa jenis daun mangrove sangat sulit mengalami dekomposisi karena adanya

kandungan unsur kimia di dalam daun. Hasil analisis laboratorium menunjukkan

bahwa daun A. marina mengandung unsur hara karbon 47,93, nitrogen 0,35, fosfor

0,083, kalium 0,81 dan magnesium 0,49 (Arief, 2003).

Kandungan unsur hara karbon pada serasah daun mangrove menurun seiring

dengan penurunan ukuran partikel-partikel serasah, sedangkan kandungan nitrogen

dan fosfor meningkat (Greenway, 1994). Menurut Ito dan Nakagiri (1997) tanah

hutan mangrove di daerah tropis dan subtropis bersifat semi aerobik, rendahnya

kandungan unsur hara, memiliki konsentrasi logam berat yang tinggi dan salinitasnya

lebih tinggi dibanding dengan tanah teresterial. Serasah daun yang banyak kandungan

nitrogen dan fosfor mengalami pelapukan dengan cepat tanpa penambahan unsur

hara, terutama pada keadaan aerobik.

Jumlah nitrogen di atmosfir 79%, dan bahkan lebih banyak lagi N sebagai

sedimen organik yang berada di dalam tanah. Baik nitrogen dalam bentuk gas (N2)

di udara maupun terikat dalam sedimen tanah, keduanya tidak tersedia bagi tanaman.

Hanya bentuk yang teroksidasi (NO3-) atau bentuk yang tereduksi (NH4+) yang

tersedia. Ikatan dengan hidrogen, yang mereduksi N, dapat terbentuk karena petir,

oleh organisme penambat nitrogen. Amonia dioksidasi menjadi nitrat atau bakteri

nitrifikasi. Kandungan N tumbuhan rata-rata 2-4% dan mungkin juga sebesar 6-11%.
Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa nitrogen seperti purin

dan protein serta nukleoprotein (Gardner et al, 1991).

Faktor yang mempengaruhi aktivitas bakteri dalam penguraian bahan organik

tumbuhan adalah jenis tumbuhan dan iklim. Faktor tumbuhan biasanya berbentuk

sifat fisik dan kimia daun yang tercermin dalam perbandingan antara unsur karbon

dan unsur nitrogen yang dinyatakan sebagai nisbah C/N (Thaiutsa dan Granger,

1979). Meningkatnya keanekaragaman bakteri mempengaruhi laju proses

dekomposisi dan pola pelepasan unsur hara. Selama proses dekomposisi, kehilangan

masa ditentukan oleh kandungan nitrogen dan rasio C/N pada substrat (Handayani et

al, 1999). Rasio C/N yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan substrat

terdekomposisi. Menurut Bross et al, (1995) rasio lignin/N merupakan indikator yang

baik untuk mendeteksi laju kehilangan masa. Selain itu, lignin juga turut berpengaruh

terhadap proses degradasi secara enzimatis pada karbohidrat dan protein (Mellilo et

al, 1982).

2.5. Salinitas

Aksornkoae (1993) menyatakan bahwa salinitas merupakan lingkungan yang

sangat menentukan perkembangan organisme. Salinitas merupakan kandungan garam

dalam air laut yang dinyatakan dalam satuan ppt atau gram garam dalam satu

kilogram air laut. Menurut Chester (1989) kandungan air laut terbanyak adalah NaCl

dengan ion Cl- terlarut rata-rata sebanyak 55% dari jumlah garam. Komposisi ion-ion

garam dalam air laut yang salinitasnya 35 ppt adalah Cl- (19,354) ppt), SO42- (2,71)
ppt), Br- (0,067 ppt), F- (0,001 ppt), B- (0,005 ppt), Na+ (10,770) ppt), Mg 2+
(1,290)

ppt, Ca2+ (0,412), K+ (0,399 ppt) dan Sr2+ (0,08 ppt). Beberapa garam sangat efektif

mempengaruhi suhu pertumbuhan bakteri yaitu NaCl > LiCl >MgCl2 >KCl2 >RbCl

(Ljunger, 1962). Aktivitas enzim maksimum bakteri Halobacterium cutirubrum

setelah penambahan 2M NaCl (Lanyi, 1969).


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kawasan hutan mangrove Teluk Tapian Nauli Desa

Aek Horsik, Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah (luas 604,2 Ha, secara geografis

terletak pada 1o27’ - 1o40’LU dan 98o45’ - 98o55’ BT), di Laboratorium

Mikrobiologi Fakultas MIPA dan di Balai Penelitian Tanah - Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian Bogor. Waktu penelitian

dilaksanakan Nopember 2008 sampai Februari 2009.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan: serasah daun Avicennia marina, media agar Triple

Sugar Iron Agar (TSIA), Gelatin untuk uji hidrolisis gelatin, Sulfat Indol Motility

(SIM), Simmons Citrate Agar (SCA), Nutrient Agar (NA), Trypticase Soy Agar

(TSA), bahan uji pewarnaan gram (crystal violet, lugol iodine, safranin, etil alkohol

95%, aquades, hidrogen peroksida (H2O2), bahan uji oksidasi dengan bactident

oksidase.

Alat-alat yang digunakan: inkubator, otoklaf, labu Erlenmeyer, pemanas,

aluminium foil, lampu bunzen, cawan Petri, neraca Ohauss dengan ketelitian 0,1

gram, gelas ukur, tabung reaksi, kapas, pipet serologi (0,1, 1,0 dan 10 ml),

miskroskop binokuler, objek glass, glass speader, hockey stick, jarum ose, koloni
caunter, hand refractometer, mortal steril, rol meter, termos, tali plastik, kantong

serasah (litter bag).

3.3. Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAK (Nazir, 1983),

dengan waktu pengambilan serasah 9 kali sebagai perlakuan sebagai berikut:

A. Hari ke- 0 (kontrol) F. Hari ke- 75

B. Hari ke- 15 G. Hari ke- 90

C. Hari ke- 30 H. Hari ke- 105

D. Hari ke- 45 I. Hari ke- 120

E. Hari ke- 60

Masing-masing perlakuan dengan 3 ulangan, sebagai kelompok tingkat salinitas

sebagai berikut:

A. Kontrol

B. Tingkat salinitas 0 - 10 ppt

C. Tingkat salinitas 10 - 20 ppt

D. Tingkat salinitas 20 - 30 ppt

E. Tingkat salinitas > 30 ppt


3.4. Variabel yang akan Diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bakteri: jumlah koloni tiap-tiap jenis bakteri, jumlah jenis bakteri,

jumlah populasi jenis bakteri dan frekuensi kolonisasi berbagai jenis bakteri.

2. Variabel serasah: kandungan unsur hara C, N, dan P setelah mengalami proses

dekomposisi selama 105 hari.

3.5. Pengumpulan Serasah Daun A. marina

Serasah daun dikumpulkan dengan menggunakan penampung serasah yang

terbuat dari jaring kasa nilon dengan ukuran 2 meter x 2 meter sebanyak 10 kain

nilon, yang diletakkan dengan cara digantung dengan ketinggian 1 meter dari

permukaan air, hal ini dimaksudkan untuk menghindari saat air pasang. Serasah daun

A. marina yang dikumpulkan 4800 gram (50 g serasah x 8 perlakuan x 3 ulangan x 4

kelompok) dan kontrol 150 gram (50 g serasah x 3 ulangan).

3.6. Penempatan Serasah Daun A. marina di Lokasi Penelitian

Serasah daun 50 gram dimasukkan ke dalam kantong serasah ukuran 40 x 30

cm yang terbuat dari nilon (Gambar 2). Jumlah kantong serasah yang diperlukan

sebanyak 96 buah (8 pengambilan x 3 ulangan x 4 kelompok). Kemudian kantong

berisi serasah ditempatkan pada lokasi penelitian dengan berbagai tingkat salinitas

yang telah diukur dengan hand refractometer.


Jahitan

lubang untuk
memasukkan serasah
ukuran 5 cm

Kantong Serasah

Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah yang Terbuat dari Kain Kasa
Nilon

Pada lokasi dengan tingkat salinitas yang telah ditentukan, dibuat empat plot

(Gambar 3). Peta lokasi untuk penelitian disajikan pada Gambar 4. Kantong yang

telah berisi serasah daun ditempatkan secara acak pada setiap plot yang berukuran

500 x 170 cm (Gambar 5). Agar tidak dihanyutkan oleh pasang air laut keempat

ujung kantong serasah ini diikatkan pada kayu pancang yang terbuat dari bambu

dengan panjang 80 cm dan diameter 4 cm. Keempat kayu yang sudah diikatkan

dengan kantong serasah, selanjutnya ditancapkan di tanah sampai kedalaman 40 cm.

Sebanyak 3 kantong berisi serasah diambil dari tiap tingkat salinitas sekali 15 hari

dan pengambilan dilakukan sampai hari ke 120 hari.


U Hutan Mangrove

B T > 30 ppt 20 – 30 ppt 10 – 20 ppt 0 – 10 ppt


Jl. Padang
sidimpuan
S

150 m 400 m 1000 m 1600 m

Gambar 3. Lokasi Plot untuk Penempatan Kantong Serasah


Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
170 cm

40
f b g cm

30 cm

d e a Kantong serasah

20 cm
c h k

j i l
500 cm

m t v

x w r

s n u

o q p

Gambar 5. Plot Penempatan Kantong Serasah di Lapangan


3.7. Isolasi Bakteri Serasah Daun A. marina

Isolasi bakteri dari serasah daun A. marina dilakukan dengan menumbuk

secara perlahan 10 gram serasah daun dalam mortal. Serasah daun A. marina yang

telah dihancurkan dimasukkan ke dalam labu Erlemenyer 250 ml, selanjutnya dibuat

suspensi dengan cara menambahkan air yang berasal dari lingkungan serasah yang

mengalami dekomposisi yang telah disterilkan, sampai mencapai volume 100 ml.

Setelah pengenceran serasah daun A. marina ini mencapai tingkat 10-7 sampel

sebanyak 0,1 ml diambil untuk dibiakkan pada media agar nutrisi dalam cawan Petri.

Untuk tiap pengenceran pekerjaan diulang 3 kali (Hadioetomo, 1993; Cappuccino dan

Sherman, 1996).

10 g
Serasah daun
10-1

10-2 10-3 10-4 10-5

1 ml
1 ml
1 ml 1 ml 1 ml

100
ml 10 ml
9 ml

0,1 ml
0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml

Gambar 6. Cara Pengenceran Serasah Daun A. marina untuk Isolasi Bakteri


pada Media Biakan dalam Cawan Petri

Suspensi bakteri sebanyak 0,1 ml diambil dengan pipet serologi dan

ditempatkan pada media biakan. Selanjutnya dengan hockey stick suspensi bakteri
disebar merata pada media. Suspensi bakteri diinkubasikan selama 48 - 72 jam.

Koloni bakteri yang berkembang, selanjutnya dimurnikan dengan membuat sub-

biakan ke media NA dan TSA miring dalam tabung reaksi, kemudian diinkubasikan

selama 48 jam. Sub-biakan digunakan sebagai bahan untuk identifikasi bakteri

Pengamatan koloni dilakukan 1 sampai 12 hari setelah masa inkubasi. Penghitungan

koloni bakteri dilakukan terhadap cawan yang mempunyai 30 sampai 300 koloni

bakteri. Jumlah koloni per ml dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang

terhitung dengan faktor pengenceran (Hadioetomo, 1993; Cappucino dan Sherman,

1996). Penentuan populasi bakteri dari serasah daun A. marina yang telah mengalami

proses dekomposisi sampai 120 hari dari berbagai perlakuan, dilakukan dengan

pengenceran seperti pada pengenceran daun yang belum mengalami dekomposisi.

3.8. Identifikasi Bakteri

Biakan murni ditumbuhkan pada media TSA dalam 2 cawan Petri untuk tiap

isolat, selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan untuk

mengetahui ciri-ciri morfologi koloni bakteri yang meliputi sifat-sifat umum koloni

yaitu bentuk koloni, permukaan, tepi koloni, elevasi, warna koloni (Hadioetomo,

1993; Cappuccino dan Sherman, 1996).

Sifat fisiologi isolat bakteri yang diuji meliputi sifat-sifat sebagai berikut:

reaksi Gram dengan pewarnaan atau dilakukan dengan uji kalium hidroksida (KOH

3%). Isolat bakteri bersifat Gram (-) jika berwarna merah atau terbentuk benang

lendir bakteri (kira-kira 5 - 20 mm panjangnya). Gram positif (+) jika berwarna ungu
atau tidak terbentuk benang lendir, kemampuan isolat memproduksi katalase,

kemampuan isolat melakukan hidrolisis gelatin, kemampuan isolat menghidrolisis

pati, kemampuan isolat dalam penggunaan gula, kemampuan isolat dalam

penggunaan sitrat, kemampuan isolat dalam melakukan oksidasi, kemampuan

motilitas isolat (Hadioetomo, 1993; Cappuccino dan Sherman, 1996). Data hasil

pengamatan diidentifikasi menggunakan Bergey’s Manual of Determinative

Bacteriology (Holt et al, 1994).

3.9. Keanekaragaman Jenis Bakteri

Analisis keanekaragaman jenis bakteri dilakukan dengan menggunakan

Shannon dan Wiener Diversity Indeks (1949) dalam Ludwig dan Reynold (1988).

s
H' = - ∑ (pi) Ln (pi)
i=1
s
H' = - ∑ │( ni /N ) Ln ( ni / N ) │
i=1

Keterangan:

H' = Indeks Keranekaragaman Jenis

pi = ni/N

ni = Nilai penting jenis ke i

N = Jumlah nilai penting semua jenis

s = Jumlah total spesies


Nilai indeks keanekaragaman tergolong tinggi jika nilainya 3, sedang jika nilai 2, dan

kecil jika nilainya 1 (Kusmana dalam Yunasfi, 2006).

3.10. Kandungan Unsur Hara C, N dan P

Untuk mengetahui kandungan unsur karbon dilakukan dengan metode

penetapan kandungan bahan organik berdasarkan kehilangan bobot karena

pemanasan. Penetapan kadar karbon dilakukan dengan rumus:

Kadar C dalam daun = 1.724 (0.458b – 0.4 )

BKM (g)
X 100%
Dengan pengertian:

b = BKM – BKP

BKM = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan 105oC

BKP = Bobot kering serasah daun setelah pemanasan 375oC

Penentuan kadar nitrogen total dilakukan dengan menggunakan metode

Kjelldahl. Nitrogen (organik dan an organik) didestruksi dengan H2SO4 pekat. Dalam

destruksi nitrogen diubah menjadi garam amonium sulfat, kemudian didestilasi

dengan penambahan 50% NaOH untuk melepas NH4+ yang ditangkap dengan HCl

yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah

muda. Penetapan kadar nitrogen dilakukan dengan rumus:

Kadar N dalam daun = a x 0,02 x 14 X 100%


b
Dengan pengertian:

a : Selisih volume.

b : Bobot kering dalam 0,1 gram tepung daun

0.02 : Normalitas HCl (sebelum distandarisasi terlebih dahulu untuk mengetahui nilai
normalitas yang tepat.

14 : Bobot atom Nitrogen

Untuk penentuan fosfor dilakukan dengan cara memasukkan 5 gram contoh

serasah daun kering udara, berukuran lebih kecil dari dua milimeter ke dalam botol

kocok. Selanjutnya ditambahkan 12,5 ml 25% HCl, dengan menggunakan mesin

pengocok dikocok selama 30 menit. Suspensi disaring dengan dengan kertas saring

berlipat dan filtrat ditampung dalam labu ukur 100 ml, kemudian dihimpitkan hingga

tanda tera. Sebanyak 5 ml filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml dan

dihimpitkan hingga tanda tera. Alikuot sudah mengalami pengenceran diambil

dengan pipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan PB dan

PC ditambahkan secara berturut-turut, dikocok dan dibiarkan selama 15 menit. Fosfor

ditetapkan dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm. Selanjutnya

dibuat larutan blanko dan larutan baku untuk fosfor.

Kadar fosfor dihitung dengan rumus:

P(ppm) = P dalam larutan (ppm) x 10 x 50 x 100 x 100 x KA


5 5 5 100
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun A. marina yang
Belum Mengalami Proses Dekomposisi

Jenis-jenis bakteri yang berhasil diisolasi dari serasah daun A. marina yang

belum mengalami proses dekomposisi adalah Bacillus cereus, Micrococcus luteus,

Bacillus subtilis dan Bacillus mycoides (Gambar 7), ciri morfologi dan fisiologi

Lampiran 2. Jumlah koloni bakteri tiap pengamatan disajikan pada Lampiran 1.

Jumlah koloni bakteri rata-rata yang terdapat pada serasah daun A. marina yang

belum mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas disajikan pada

Tabel 1.

A B

C D

Gambar 7. Bentuk-bentuk Koloni Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun A.


marina yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi: A. Bacillus
cereus, B. Micrococcus luteus, C. B. subtilis, D. B. Mycoides
Tabel 1. Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata x 107 cfu/ml yang Terdapat pada
Serasah Daun A. marina yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi
____________________________________________________________________
No Jenis Bakteri Jumlah Koloni Bakteri Rata-rata
x 107 cfu/ml

1 Bacillus cereus 14
2. Micrococcus luteus 11
3. Bacillus mycoides 10
4. Bacillus subtilis 18
____________________________________________________________________
Jumlah koloni rata-rata 53
____________________________________________________________________

4.2. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun A. marina yang
Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas

Jumlah koloni bakteri rata-rata pada serasah daun A. marina yang mengalami

proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt (Tabel 2). Jumlah koloni bakteri

tiap ulangan dan tiap pengamatan (Lampiran 3). Pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt

berhasil diisolasi 13 jenis bakteri yaitu; B. subtilis, B. cereus, B. mycoides,

Micrococcus luteus (Gambar 7), Listeria denitrificans, Kurthia gibsonni, Escherichia

coli, Aeromonas hydrophila, Planococcus citreus, B. licheniformis, Mycobacterium

flavescens, Pseudomonas aeruginosa dan Pseudomonas fluorescens (Gambar 8), ciri-

ciri morfologi dan fisiologi bakteri tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji

fisiologi disajikan pada Lampiran 4. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak

ditemukan B. subtilis adalah 23.74 x 107 cfu/ml yang berhasil diisolasi pada serasah

yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75, 90 dan 105 hari.

Jumlah koloni bakteri yang paling sedikit Mycobacterium flavescens 0.29 x 107

cfu/ml yang diisolasi pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 60 hari.
Jumlah koloni bakteri rata-rata pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt disajikan

pada Tabel 3. Jumlah koloni bakteri tiap pengamatan disajikan pada Lampiran 5.

Pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt diketahui bahwa jenis bakteri yang dapat diisolasi

16 jenis yaitu; B. subtilis, B. cereus, B. mycoides, Micrococcus luteus (Gambar 7)

Flavobacterium aquatile, B. laterosporus, Listeria denitrificans, Kurthia gibsonni,

Escherichia coli, Micrococcus varians, Aeromonas hydrophila, Planococcus citreus,

Mycobacterium flavescens, Pseudomonas aureginosa, Micrococcus luteus,

Pseudomonas fluorescens (Gambar 8), ciri-ciri morfologi dan fisiologi pada

Lampiran 2. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak adalah B. subtilis 22.54 x 107

cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang mengalami

proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60 dan 90 hari. Jumlah koloni bakteri yang

paling sedikit B. laterosporus 0.08 x 107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada

serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi selama 105 hari.
A B C

D E F

G H I

J K L

Gambar 8. Bentuk-bentuk Koloni Bakteri pada Serasah Daun A. marina yang


Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas:A.
Flavobacterium aquatile B. Mycobacterium flavescens C. Micrococcus
varians D. Bacillus laterosporus, E. Kurthia gibsonni, F. B.
licheniformis, G. Listeria denitrificans, H. Pseudomonas aeruginosa,
I. Pseudomonas fluorescens, J. Escherichia coli, K. Aeromonas
hydrophila, L. Plannococcus citreus

Pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dapat diisolasi 12 jenis bakteri yaitu; Listeria

denitrificans, B. mycoides, Micrococcus varians, Flavobacterium aquatile, B.

licheniformis, B. mycoides, Micrococcus luteus, B. laterosporus, B. subtilis, Kurthia

gibsonni, B. cereus, Escherichia coli dan Aeromonas hydrophila. Bakteri yang paling

banyak adalah B. subtilis 28.66 x 107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada
serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120

hari. Jumlah koloni bakteri yang paling sedikit adalah Listeria denitrificans 0.66 x

107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi selama 15 hari.

Jumlah koloni bakteri rata-rata pada tingkat salinitas >30 ppt disajikan pada

Tabel 5. Jumlah koloni rata-rata jenis bakteri tiap pengamatan disajikan pada

Lampiran 7. Pada tingkat salinitas >30 ppt di diketahui bakteri yang dapat diisolasi 9

jenis yaitu: Listeria denitrificans, B. subtilis, B. cereus, Esherichia coli, Micrococcus

varians, Aeromonas hydrophila, Micobacterium flavescens, B. mycoides dan

Pseudomonas aeruginosa. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak B. subtilis 20.62

x 107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60 dan 75 hari. Jumlah koloni

bakteri yang paling sedikit Mycobacterium flavescens 0.33 x 107 cfu/ml. Jenis bakteri

ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi

selama 60 hari.
Berdasarkan jumlah koloni bakteri rata-rata didapatkan B. subtilis yang

merupakan jenis paling banyak ditemukan dengan jumlah koloni rata-rata antara 2.87

x 108 sampai 6.87 x 108 cfu/ml, jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit

didapatkan pada Listeria denitrificans antara 0.07 x 108 sampai 0.78 x 108 cfu/ml.

Jenis-jenis bakteri yang mendominasi dalam proses dekomposisi pada serasah daun

A. marina terdiri atas tiga jenis bakteri yaitu B. subtilis berkisar antara 2.87 x 108

sampai 6.87x 108 cfu/ml, Aeromonas hydrophila berkisar antara 0.26 x 108 sampai

1.16 x 108 cfu/ml dan B. cereus berkisar antara 0.83 x 108 sampai 1.88 x 108 cfu/ml.

Jumlah koloni tiga jenis bakteri ini jauh lebih tinggi bila dibanding dengan jumlah

koloni bakteri yang ditemukan Mona et al, (2000) berkisar antara 1.4 x 104 sampai

1.4 x 107 cfu/gram berat kering sedimen, Zdnowski dan Figueiras (1999) berkisar

antara 8.5 x 104 sampai 2.5 x 108 cfu/ml, tetapi lebih rendah bila dibandingkan

dengan penelitian Fuks et al, (1991) dengan jumlah koloni bakteri berkisar antara 0.1

x 109 sampai 2.3 x 109 sel/ml.

Jumlah koloni bakteri rata-rata pada serasah daun A. marina yang mengalami

proses dekomposisi pada tingkat salintas 10 - 20 ppt merupakan jumlah tertinggi

dibanding dengan kontrol dan 0 - 10 ppt, 20 - 30 ppt dan >30 ppt. Banyaknya jumlah

bakteri pada salinitas tingkat 10 - 20 ppt menunjukkan bahwa tiap mikroorganisme

memiliki toleransi terhadap salinitas. Pada serasah daun A. marina yang ditempatkan

pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt merupakan lingkungan yang mendukung bakteri

untuk tumbuh dan berkembang menghadapi fluktuasi pasang surut air laut. Bakteri

pada tingkat salinitas ini mampu beradaptasi dengan cara memberikan efek tekanan
osmotik dalam sel yang cenderung mendekati kandungan garam lingkungan. Menurut

Stanley dan Morita (1968) adanya tekanan osmotik sel berhubungan dengan salinitas

yang selanjutnya mempengaruhi terhadap suhu pertumbuhan bakteri. Beberapa garam

seperti NaCl dan LiCl sangat efektif meningkatkan pertumbuhan bakteri. Bakteri

yang hidup pada perairan estuaria Na+ digunakan untuk menjaga integritas dinding

sel dan proses fisiologis, Pseudomonas menggunakan untuk oksidasi glukoronat,

Vibrio menggunakan untuk transport asam amino. Selain itu Na+ digunakan untuk

menjaga kestabilan protein dalam sel terhadap suhu yang tinggi sehingga bakteri

mampu meningkatkan proses metabolisme (Ljunger, 1962). MgCl2 dan CaCl2

merupakan senyawa yang digunakan untuk menjaga stabilitas protoplas, ribosom dan

mengaktifkan enzim-enzim respirasi dalam proses fosforilasi oksidasi (Lanyi, 1969).

Bakteri mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan asam

karboksilat, asam sitrat, yang berasal dari jaringan daun yang mengalami otolisis

yang selanjutnya dihasilkan asam-asam volatil seperti asam format, asam asetat, asam

propionat dan asam butirat.

Pada tingkat salinitas lebih dari >30 ppt didapatkan jumlah koloni bakteri

paling sedikit bila dibandingkan dengan salinitas 0 - 10 ppt, 10 - 20 ppt dan 20 - 30

ppt. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat salintas >30 ppt dianggap ekstrim

sehingga bakteri tidak mampu tumbuh secara optimal. Menurut Solic dan Krstulovic

(1992), Hrenovic et al, (2003) bertambahnya salinitas akan memberikan efek negatif

terhadap kelimpahan dan keanekaragaman bakteri. Tingginya tingkat salinitas

merupakan faktor pembatas yang mengontrol jumlah koloni bakteri yang


menyebabkan rendahnya tingkat aktivitas bakteri akibat terjadinya shock osmotic atau

toksik (Mallin et al., 2000; Langenheders, 2005).

Jumlah jenis bakteri yang terdapat pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120 hari pada berbagai tingkat

salinitas disajikan pada Gambar 9.

16
16
Jumlah jenis bakteri

14 13 12
12
10 9
8
6 4
4
2
0
Kontrol 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt >30 ppt
Tingkat salinitas

Gambar 9. Perbandingan antara Jumlah Jenis Bakteri pada Berbagai Tingkat


Salinitas

Jumlah jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses

dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas jauh lebih besar bila dibandingkan

dengan serasah daun yang tidak mengalami proses dekomposisi yang ditemukan 4

jenis bakteri. Jika dilihat dari jumlah populasi bakteri pada serasah daun yang

mengalami proses dekomposisi menunjukkan kenaikan bila dibandingkan dengan

kontrol. Serasah daun A. marina yang ditempatkan pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt,

20 - 30 ppt dan >30 ppt menunjukkan jumlah populasi bakteri lebih rendah bila

dibandingkan dengan 10 - 20 ppt. Dapat dijelaskan bahwa perbedaan tingkat salinitas

mempengaruhi distribusi dan keanekaragaman jenis bakteri. Penelitian Painchaud et


al, (1995) menyatakan kelimpahan dan aktivitas bakteri menurun tajam pada salinitas

yang tinggi.

Berdasarkan data jumlah populasi bakteri pada serasah daun A. marina yang

belum mengalami proses dekomposisi dan yang mengalami proses dekomposisi

selama 15 sampai 120 hari seperti disajikan pada Gambar 10.

140 128.08
Populasi bakteri x 10
7

120 109.16
84.91
100
cfu/ml

80
53 55.34
60
40
20
0
Kontrol 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt >30 ppt
Tingkat salinitas

Gambar 10. Perbandingan antara Jumlah Populasi Jenis Bakteri pada Berbagai
Tingkat Salinitas

Populasi bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses

dekomposisi jauh lebih besar dibanding kontrol dengan jumlah koloni bakteri rata-

rata 0.53 x 109 cfu/ml. Jumlah populasi bakteri pada serasah daun yang mengalami

proses dekomposisi pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt sebesar 1.28 x 109 cfu/ml

merupakan populasi bakteri yang terbanyak. Jumlah populasi bakteri pada tingkat

salinitas 0 - 10 ppt sebesar 1.09 x 109 cfu/ml, 20 - 30 ppt sebesar 0.85 x 109 cfu/ml

dan > 30 ppt sebesar 0.55 x 109 cfu/ml.

Kelimpahan bakteri dari waktu ke waktu selama proses dekomposisi

mengalami peningkatan, kemudian mengalami penurunan. Jumlah jenis bakteri


selama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas mengalami fluktuasi hingga

hari ke- 120. Jenis bakteri yang hadir dan mendominasi pada hari ke- 15 sampai hari

ke- 105 adalah B. Subtili, B. Cereus, Pseudomonas aureginosa, Kurthia gibsonni,

Aeromonas hydrophyla.

4.3. Perbandingan Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri pada Berbagai


Tingkat Salinitas

Indeks Shannon dan Wiener untuk keanekaragaman jenis bakteri pada serasah

daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas

seperti disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah


Daun A. marina yang Belum Mengalami Proses Dekomposisi dan yang
Mengalami Proses Dekomposisi

Salinitas Indeks Keanekaragaman


Kontrol 1.36
0-10 ppt 2.20
10-20 ppt 2.38
20-30 ppt 2.03
>30 ppt 1.78

Indeks keanekaragaman jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt, yaitu 2.38

merupakan Indeks Keanekaragaman tertinggi bila dibanding dengan kontrol, 0 - 10

ppt, 20 - 30 ppt dan >30 ppt. Indeks Keanekaragaman ini masih tergolong sedang.

Berdasarkan Kusmana dalam Yunasfi (2006) Indeks Keanekaragaman rendah jika

nilainya 1, sedang jika nilainya 2 dan tinggi jika nilainya lebih dari 3.
4.4. Frekuensi Kolonisasi Tiap Jenis Bakteri

Frekuensi kolonisasi tiap-tiap jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi selama 15 - 20 hari pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt

disajikan pada Tabel 2. Frekuensi kolonisasi yang tertinggi didapatkan pada B.

subtilis 87,5%, yang muncul 7 kali dalam pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang

paling sedikit adalah Mycobacterium flavescens 12.5%, yang muncul 1 kali selama

pengamatan. Frekuensi kolonisasi tiap-tiap jenis bakteri pada serasah daun A. marina

yang mengalami proses dekomposisi selama 15 - 20 hari pada tingkat salinitas 10 - 20

ppt disajikan pada Tabel 3. Frekuensi kolonisasi bakteri yang paling banyak pada

serasah daun A. marina ditempati oleh B. subtilis 62,5%, artinya jenis bakteri muncul

6 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang sedikit didapatkan pada 6 jenis

bakteri yaitu B. mycoides, Listeria denitrificans, Micrococcus luteus, Flavobacterium

multivorum, Mycobacterium flavescens dan B. laterosporus sebesar 12.5%, yang

muncul 1 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi bakteri pada serasah daun

yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt disajikan pada

Tabel 4. Frekuensi kolonisasi bakteri yang paling banyak ditempati oleh B. subtilis

100%, yang muncul 8 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang paling

sedikit didapatkan pada Listeria denitrificans 12.5%, yang muncul 1 kali selama

pengamatan.

Frekuensi kolonisasi bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami

proses dekomposisi pada tingkat salinitas >30 ppt seperti yang disajikan pada Tabel

5. Frekuensi kolonisasi bakteri yang paling banyak adalah B. subtilis 62.5%, yang
muncul 4 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang paling sedikit adalah

Mycobacterium flavescens 12.5%, yang muncul 1 kali selama pengamatan.

Terjadi pola perubahan suksesi mikroorganisme selama proses dekomposisi

pada serasah daun A. marina yang ditunjukkan adanya pergantian jenis bakteri tiap

kali pengamatan. Kemunculan jenis bakteri ini bersifat dinamis yaitu saling

bergantian dari waktu ke waktu. Jumlah koloni dan keanekaragaman bakteri pada

serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat

salinitas cenderung tinggi pada minggu-minggu awal terutama dalam kisaran 30

sampai 75 hari setelah masa dekomposisi. Banyaknya kelimpahan bakteri pada

minggu awal tersebut menyebabkan oleh karena tingginya laju dekomposisi.

Tingginya laju dekomposisi disebabkan oleh kehadiran bakteri dan fungi (Polunin,

1986).

4.5. Kandungan Unsur C, N dan P Serasah Daun A. marina yang Mengalami


Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas

Pengaruh tingkat salinitas terhadap kandungan unsur hara C, N dan P yang

terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi disajikan

pada Tabel 7. Data tiap ulangan kandungan unsur hara C (Lampiran 8), hasil analisis

ragam (Lampiran 12a), kandungan unsur hara N (Lampiran 10), hasil analisis ragam

(Lampiran 12b) dan kandungan unsur hara P (Lampiran 11), analisis ragam

(Lampiran 12c).
Tabel 7. Kandungan Rata-rata Unsur Hara C, N dan P yang Terdapat pada
Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi pada
Berbagai Tingkat Salinitas

Kandungan rata-rata unsur hara (%)


No. Tingkat salinitas
C N P

1. Kontrol 40.22a 0.82a 0.05a


2. 0-10 ppt 44.53a 1.16b 0.07b
3. 10-20 ppt 43.05a 1.09c 0.07b
4. 20-30 ppt 40.29a 0.98de 0.05ac
5. >30 ppt 31b 1.04e 0.09d

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak beda nyata.

Dapat dijelaskan bahwa kandungan unsur hara C tertinggi 44.53% yaitu pada

tingkat salinitas 0 - 10 ppt dengan jumlah populasi bakteri 109.16 x 107 cfu/ml.

Kandungan unsur hara C terendah rata-rata 31% terdapat pada serasah daun A.

marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas > 30 ppt dengan

jumlah populasi 55.34 x 107 cfu/ml. Secara umum dapat dikatakan bahwa kandungan

unsur hara C mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya tingkat salinitas.

Kandungan unsur hara N tertinggi selama proses dekomposisi terdapat pada

tingkat salinitas 0 - 10 ppt sebesar 1.16% dengan jumlah populasi bakteri 109.16 x

107 cfu/ml. Kandungan unsur hara N rata-rata terendah terdapat pada tingkat salinitas

20 - 30 ppt sebesar 0.98% dengan jumlah populasi bakteri 84.91 x 107 cfu/ml, akan

tetapi hasil ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol (0.82%).

Kandungan unsur hara P rata-rata tertinggi 0.09% terdapat pada tingkat salinitas > 30

ppt dengan jumlah populasi bakteri 55.34 x 107 cfu/ml.


Kandungan unsur hara P terendah 0.05% terdapat pada tingkat salinitas 20 -

30 ppt dengan jumlah populasi bakteri 84.91 x 107 cfu/ml. Pada salinitas 0 - 10 ppt

dan 10 - 20 ppt kandungan unsur hara P relatif sama yaitu 0.07%. Berdasarkan hasil

analisis ragam menunjukkan pengaruh yang nyata tingkat salinitas terhadap

kandungan unsur hara C, N dan P serasah daun A. marina yang mengalami proses

dekomposisi.

Kandungan unsur hara C, N dan P rata-rata serasah daun setelah mengalami

berbagai lama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas disajikan pada

Gambar 11.
Kandungan unsur hara C 60
50
40
(%)

30
20
10
0
kontrol 15 30 45 60 75 90 105
Lama dekomposisi (hari)

0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt


Kadandungan unsur hara N

1.5
(%)

0.5

0
kontrol 15 30 45 60 75 90 105
Lama dekomposisi (hari)
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt
Kadandungan unsur hara P

0.14
0.12
0.1
0.08
(%)

0.06
0.04
0.02
0
kontrol 15 30 45 60 75 90 105

Lama dekomposisi (hari)


0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt

Gambar 11. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Rata-rata yang Terdapat pada
Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi
pada Berbagai Tingkat Salinitas
Dapat dijelaskan bahwa kandungan unsur hara C serasah daun A. marina pada

tingkat salinitas 0 - 10 ppt mengalami kenaikan pada hari ke- 45 dan 75, tetapi

mengalami penurunan relatif cepat pada hari ke- 90 dan 105. Pada salinitas 10 - 20

ppt kandungan unsur hara C mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 75 dan 105.

Pada salinitas 20 - 30 ppt ada kecenderungan penurunan kandungan unsur hara C

pada hari ke- 90 dan 105. Pada tingkat salinitas > 30 ppt kandungan unsur hara C

cenderung turun seiring dengan bertambah lama masa dekomposisi. Secara umum

dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata kandungan unsur hara C pada serasah daun A.

marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan

>30 ppt cenderung menunjukkan penurunan dengan semakin tinggi tingkat salinitas,

sedangkan pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt dan 10 - 20 ppt menunjukkan adanya

peningkatan.

Tingginya kandungan unsur hara karbon pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt

diduga adanya kelimpahan jumlah bakteri dan fungi pada serasah daun A. marina

pada yang mengalami proses dekomposisi (Gulis dan Suberkropp, 2003) atau diduga

disebabkan oleh aktivitas bakteri dan fungi yang tidak menggunakan sumber karbon

dari serasah daun A. marina untuk diubah dalam bentuk biomassa. Keberadaan

bakteri dan fungi dalam perairan mangrove mampu mengubah senyawa karbon dalam

serasah daun menjadi nutrisi secara enzimatik (Pascoal dan Cassio, 2004). Pada

tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan >30 ppt kandungan unsur hara C serasah daun A.

marina yang mengalami penurunan. Hal ini diduga karena koloni bakteri yang

jumlahnya jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 0 - 10 ppt dan
10 - 20 ppt, tetapi dilihat laju dekomposisi dari kedua salinitas jauh lebih tinggi yaitu

sebesar 0.29/tahun dan 0.28/tahun. Tingginya laju dekomposisi ini diduga disebabkan

oleh faktor fisik, seperti arus sungai dan ombak, sebab lokasinya dekat pantai. Selain

itu pada kedua tingkat salinitas ini ditemukan banyak molusca yang diduga

membantu dalam proses dekomposisi. Serasah daun A. marina yang mengalami

proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan >30 ppt merupakan

lingkungan bagi bakteri yang dianggap ekstrim sehingga menyebabkan aktivitas

enzimatik bakteri menurun.

Kandungan unsur hara N rata-rata tertinggi terdapat pada tingkat salinitas 0 -

10 ppt sedangkan kandungan rata-rata N terendah terdapat pada 20 - 30 ppt. Pada

tingkat salinitas ini menunjukkan adanya peningkatan kandungan unsur hara N secara

cepat pada hari ke 75 sampai 105 hari. Penurunan kandungan unsur hara N terlihat

pada hari ke- 30 terjadi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 10 - 20 ppt dan 20 - 30 ppt

tetapi pada tingkat salinitas >30 ppt mengalami kenaikan. Kandungan unsur hara N

pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt mengalami penurunan dengan cepat setelah 60

sampai 75 hari selanjutnya mengalami peningkatan sampai hari ke- 105. Pada tingkat

salinitas >30 ppt terjadi peningkatan kandungan unsur hara N setelah 75 hari sampai

90 hari selanjutnya mengalami penurunan sampai hari ke-105. Secara keseluruhan

dapat dikatakan bahwa terjadinya kenaikan kandungan unsur hara N seiring dengan

bertambah lamanya proses dekomposisi.

Tingginya kandungan unsur hara N diduga disebabkan oleh adanya peran dari

aktivitas bakteri. Menurut Steinke et al, (1983) tingginya kandungan unsur hara N
disebabkan oleh kemampuan bakteri nitrogen pada serasah daun mangrove untuk

melakukan fiksasi nitrogen. Menurut James dan Olivares (1997) bakteri mampu

melakukan fiksasi N2 bebas adalah Pseudomonas spp, Bacillus spp, Azotobacter,

Enterobacter, Azospirillum, dan Herbaspirilium. Menurut Melillo et al, (1982)

kenaikan kandungan unsur hara N selama masa dekomposisi pada tingkat salinitas

disebabkan tidak mudahnya senyawa nitrogen larut.

Kandungan unsur hara N terendah terdapat pada salinitas 20 - 30 ppt.

Rendahnya kandungan unsur hara N pada tingkat salinitas ini mungkin disebabkan

oleh adanya pelepasan unsur N dari serasah daun A. marina yang mengalami proses

dekomposisi ke ekosistem mangrove lebih besar dibanding dengan unsur hara N yang

dilepas dari serasah daun, akibatnya kandungan unsur hara N pada serasah daun sisa

sedikit. Menurut Bunn (1989) penurunan total kandungan unsur hara N pada serasah

daun mangrove disebabkan oleh proses leaching. Menurut Crawford dan Rosenberg

(1984) laju dekomposisi tergantung pada proses pencucian dari senyawa yang

terdapat dalam subtrat, aktivitas bakteri, fungi, dan penghancuran serasah oleh makro

invertebrata.

Kandungan unsur hara P yang terdapat pada serasah daun A. marina yang

mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas menunjukkan

penurunan, kecuali pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan >30 ppt. Kandungan unsur

hara P rata-rata pada hari ke- 15, 30 dan 45 cenderung stabil pada tingkat salinitas 0 -

10 ppt, 10 - 20 ppt dan 20 - 30 ppt sedangkan pada tingkat salinitas >30 ppt

mengalami kenaikan dengan cepat. Pada salinitas 0 - 10 ppt terjadi kenaikan


kandungan unsur hara P pada hari ke- 60 dan 90 kemudian mengalami penurunan

pada hari ke- 105. Pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt terjadi kenaikan kandungan unsur

hara P mulai hari ke- 60 sampai 105. Pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt dan 10 - 20 ppt

kandungan unsur hara P mengalami penurunan setelah hari ke- 90. Pada tingkat

salinitas 20 - 30 ppt menunjukkan bahwa pada hari ke- 60 dan ke- 90 kandungan

unsur hara P menurun dengan cepat, tetapi setelah hari ke- 90 mengalami

peningkatan. Pada tingkat salinitas > 30 ppt terjadi kenaikan kandungan unsur hara P

tertinggi pada hari ke- 15, 90 dan 105. Kenaikan kandungan unsur hara P yang cepat

terjadi pada salinitas >30 ppt dengan lama masa dekomposisi 75 sampai 105 hari.

Terjadinya kenaikan kandungan unsur hara P diduga disebabkan oleh adanya

laju dekomposisi yang tinggi menyebabkan pelepasan unsur hara P lebih besar dari

pada pelepasan P ke lingkungan. Penurunan kandungan unsur hara P pada serasah

daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30

ppt diperkirakan adanya unsur hara P yang dilepaskan ke lingkungan mangrove lebih

besar dari pada pelepasan dari serasah daun yang mengalami proses dekomposisi.

Penurunan kandungan unsur hara P pada serasah daun mangrove disebabkan

penggunaan fosfor oleh bakteri yang digunakan untuk pertumbuhan. Di dalam proses

dekomposisi serasah daun mangrove di perairan, kehadiran bakteri dan fungi juga

menyebabkan proses pencucian berlangsung cepat (Chale, 1993). Berbagai spesies

dari genus bakteri seperti Bacillus, Flavobacterium, Pseudomonas, Micrococcus

berperan penting dalam mekanisme pelarutan P. Bakteri pelarut P mampu

menghasilkan enzim fosfatase, fitase dan asam-asam organik hasil metabolisme


seperti asetat, propionat, glikolat, fumarat, oksalat, suksinat dan tartat, sitrat, laktat

dan ketoglutarat (Saraswati dan Sumarno, 2008).

Steinke et al, (1983) menyatakan bahwa hilangnya kandungan unsur hara P

pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi disebabkan karena

proses pencucian. Peningkatan kandungan unsur hara P pada serasah daun A. marina

yang mengalami proses dekomposisi diduga disebabkan adanya peningkatan sedimen

fosfor dari senyawa yang terbawa oleh arus pasang surut air sungai yang tertahan

pada serasah daun. Menurut Chauvet (1987) peningkatan kandungan unsur hara P

pada serasah daun mangrove di estuaria diduga disebabkan juga adanya peningkatan

sedimen sungai.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat

salinitas 10 - 20 ppt merupakan lingkungan yang optimal bakteri sehingga

mengakibatkan keanekaragaman bakteri dengan jenis dan jumlah populasi

paling banyak bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 20 - 30 ppt

dan > 30 ppt.

b. Indeks keanekaragaman jenis bakteri tertinggi sebesar 2.38 terdapat pada

tingkat salinitas 10 - 20 ppt.

c. Serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat

salinitas >30 ppt memiliki kandungan unsur hara C paling rendah yaitu 31%.

d. Serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi tingkat salinitas 0

- 10 ppt pada memiliki kandungan unsur hara N paling tinggi yaitu 1.16%.

e. Serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat

salinitas 20 - 30 ppt memiliki kandungan unsur hara P paling rendah yaitu

0.05%.
5.2. Saran

a. Perlu penelitian lebih lanjut menggunakan isolat yang diperoleh di Teluk Tapian

Nauli, Aek Horsik Tapanuli Tengah untuk mengetahui fungsi dan manfaat bakteri

mangrove.

b. Perlu penelitian lanjutan khususnya untuk mengetahui diversitas bakteri

dekomposer dari berbagai kondisi lingkungan mangrove di kawasan Pantai Barat

Sumatera.
DAFTAR PUSTAKA

Adel, M. 2001. Bacterial Decomposition of Avicennia marina Leaf Litter. Journal of


Biological Science. 8: 717 – 719.

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN, Bangkok,


Thailand.

Amarashinge, M. D. dan Balasubramanian. 1992. Net Primary Productivity of Two


Mangrove Forest Stand on the Northwestern Coast of Srilanka. Hlm. 41 - 47
in Developments in Hydrobiology: The Ecology of Mangrove and Related
Ecosystem. Kluwets Academic Publisher. Netherland.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Baehaqie, A., dan Indrawan. 1993. Hutan Mangrove, Lahan Basah yang Kaya Raya.
dalam Warta Konservasi Lahan Basah. 2(1): 5 - 7.

Bengen, D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.

Benner, R., R. E. Hodson dan D. Kirchman. 1988. Bacterial Abudance and


Production on Mangrove Leaves During Initial Stages of Leaching and
Biodegradation. Archiv. Hydrobiology. 31: 19 - 26.

Blum . L. K, Mills. A. L., Zieman. J. C., Zieman.R. T. 1988. Abudance of Bacteria


and Fungi in Seagrass and Mangrove Detritus. Marine Ecology Progress
Series: 42: 73 - 78.

Boulton, A. J. dan P. I. Boon. 1991. A Review of Methodology Used to Measure Leaf


Litter Decomposition on Lotic Environment: Time to Turn Over an Old Leaf.
Aust. J. Mar. Freshwater Res. 42: 1 - 43.

Bross, E., M. A. Gold dan P. N. Nguyen. 1995. Quality and Decomposition of Black
Locust (Ronina pseudoacacia) and Alfalfa (Medicago sativa) Mulch for
Temperate Alley Cropping Systems. Agroforestry System. 29: 255 - 264.

Bunn, S. E. 1989. Proccessing of Leaf Litter in Northern Jarrah Forest Stream.


Western Australia. Hydrobiologia. 162: 201 - 210.
Cappuccino, J. G dan N. Sherman.1996. Microbiology A Laboratory Manual.
Rockland Community College Suffern. New York.

Chale, F. M. M.1993. Degradation of Mangrove Leaf Litter Under Aerobic


Conditions. Hydrobiologia. 257: 177 - 183.

Chauvet, E. 1987. Changes in the Chemical Composition of Alder, Poplar and


Willow Leaves During Decomposition in a River. Hydrobiologia. 148: 35 - 44.

Chester, R. 1989. Marine Geochemistry. Unwin Hilman. London

Collier, B. D., G. W. Cox., A. W. Johnson dan Miller. 1973. Dynamic Ecology.


Prentice-Hall Inc. New Jersey. 563 hlm.

Crawford, P. J. dan D. M. Rosenberg. 1984. Breakdown of Conifer Needle Debris in


a New Northern Reservoir. Southern Indian Lake. Manitoba. Can. J. Fish.
Aquat. Sei. 41: 649 - 658.

Darjamuni, 2003. Siklus Nitrogen di Laut. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya


Pesisir dan Lautan Institut. Pertanian Bogor. 25 April 2003. Hlm. 1 - 13.

D’Costa, P. M., Sushanta Kalekar dan Saroj Bhosle. 2004. Diversity of Free-living
and Adhered Bacteria from Mangrove Swamps. Indian Journal of
Microbiology. 44: 247 - 250.

Djamali, A. 1994. Komunitas Ikan di Perairan Sekitar Mangrove (Studi Kasus


di Muara Sungai Berau, Kalimantan Timur, Cilacap, Jawa Tengah dan Teluk
Bintuni, Irian Jaya). Hlm. 160 - 167.

Feliatra. 2001. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Heterotrof yang Terdapat pada Daun
Mangrove (Avicennia spp. dan Sonneratia spp.) dari Kawasan Stasiun
Kelautan Dumai. Jurnal Natur Indonesia. 2: 104 - 112.

Fuks, D. Devescovi, M., Precali, R., Krstulovic, N., Solie, M. 1997. Bacterial
Abundance and Activity in the Highly Stratified Estuary of the Krka. Mar.
Chen. 32: 333 - 346.

Gardner, F. P., Pearce, R. B., dan Mitchell, R. L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan. UI Press. Jakarta.

Goering, J. J., dan P. L .Parker. 1972. Nitrogen Fixation by Epiphytes on Sea


Grasses. Limnol Oceanograph. 17: 320 - 323.
Greenway, M. 1994. Litter Accesion and Acumulation in a Melaleuca Quinquenervia
(Cav) S. T. Blake Wetland in South-Eastern Queensland Aust. J.Mar.
Freshwater Res. 45: 1509 - 1519.

Gulis, V. dan K. Suberkropp. 2003. Leaf Litter Decomposition and Microbial Activity
in Nutrient Enriched and Unaltered Reaches of a Headwater Stream.
Freshwater Biol. 48: 123 - 134.

Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar dalam Praktek Teknik dan Prosedur


Dasar Laboratorium. PT. Gramedia. Jakarta.

Hamilton, L. S., dan Snedaker. 1984. Handbook for Mangrove Area Management.
Gland. Paris. Honolulu.

Handayani, I. P., P. Prawito dan P. Lestari. 1999. Daya Suplai Nitrogen dan
Fraksionasi Pool Carbon-Nitrogen Labil pada Lahan Kritis. Laporan
Kemajuan Riset Unggulan Terpadu VII Tahun I. Lipi - L Penelitian UNIB.

Haroen, Z. A. 2002. Konsiderasi Kumunitas dalam Perlindungan dan Rehabilitasi


Mangrove. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Institut Pertanian Bogor. 3 April 2002. Hlm. 1 - 10.

Hogarth, P. J. 1999. The Biology of Mangrove. Oxford University Press. New York.

Holt, J. G., N. R., Kreig., P. H. A. Sneath., J. T. Staley., S. T. Williams. 1994.


Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology. Ninth Edition. William dan
Wilkins.

Hrenovic, J., Damir, V., dan Bozidar, S. 2003. Influence of Nutrients and Salinity on
Heterotrophic and Coliform Bacteria in the Shallow, Karstic Zrmanja Estuary
(Eastern Adriatic Sea). Cevre Dergisi. 46: 29 - 37.

Hunter, M., T. Stephenson, P. W. W. Kirk, R. Perry dan J. N. Lester. 1986. Effect of


Salinity Gradients and Heterotrophic Microbial Activity on Biodegradation of
Nitrilotriacetic Acid in Laboratory Simulations of the Estuarine Environment.
Applied and Environmental Microbiology. 51: 919 - 925.

Hutchings, P., dan Saenger, P. 1987. Ecology of Mangrove. Aust, Eco. Series.
University of Queensland Press. St Lucia, Quensland.

Indiarto Y. Suharjono dan Mulyadi. 1990. Pola Variasi Produksi Serasah Mangrove
Pulau Dua, Jawa Barat. Hlm. 169 - 175. dalam S. Soemadiharjo,
Hardjowigeno, N. N. Naamin. O. S. R ongkososno dan Sudomo. (Peny.)
Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Bandar Lampung.

Ito, T., dan A. Nakagiri. 1997. Mycoflora of the Rhizospheres of Mangrove Trees.
IFO Res. Commun. 18: 40 - 44.

James, E. dan F. L. Olivares. 1997. Infection and Colonization of Sugarcane and


Other Graminaceous Plants by Endophytic Diazotrphicus. Plant Science. 17:
77-119.

Kathiresan, K., dan B. L. Bingham. 2001. Biology of Mangrove and Mangrove


Ecosystems. Centre of advanced Study in Marine Biology, Annamalai
University. Huxley College of Environmental Studies, Western Washington
University. Annamalai, India.

Kjerve, B. 1986. The Role of Water Currents in Fluxes of Carbon and Nutriens
Through Mangrove Ecosystem. Workshop on Mangrove Ecosystem Dynamic.
UNDP/UNESCO. Hlm. 171 - 180.

Kolm, H. E., M. F. Schcoememberger., M. R. Piemonte., P. A. Souza., G. S.


Sculli.,M. B. Mucciatto., R. Mazzuco. 2002. Spatial Variation of Bacteria in
Surface Waters of Paranagua and Antonina Bays. Curitiba mar. 45: 1 - 14.

Langenheders, S. 2005. Links Bacteria Structure and Fuction of Heterotrophic


Aquatic Bacteria Communities. Disertasi. Uppala University. Sweden.

Lanyi, J. K. 1969. Studies of the Electron Transport Chain of Extremely Halophilic


Bacteria. J. Biol. Chem. 244: 4168 - 4178.

Ludwig, J. A. dan J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology. A Primer Methods and


Computing. John Wiley and Sons Inc. New Nork. 337 Hlm.

Ljunger, C. 1962. Introductory Investigations on Ions and Thermal Resistance.


Physiol. Plantarum. 15: 148 - 160

Lyla, P. S., dan Ajmal. K. S. 2006. Marine Microbial Diversity and Ecology:
Importance and Future Perspectives. Current Science. 90: 1325 - 1335.

Mac Nae, W. 1978. A General Account of Fauna and Flora of Mangrove Swamps
and Forest in the Indowest- Pacific Region. Mar. Biol. 6: 73 - 270.
Mallin, M. A., Williams, K. E., Esham, E.C., Lowe, R. P. 2000. Effect of Human
Development on Bacteriological Water Qualitative in Coastal Watershed.
Ecol Appl. 10: 1047 - 1056.

Mann, K.H. 1986. Ecology of Coastal Water a System Approach Studies in Ecology.
Blackwell Scienfific Publication. Oxford. 8: 18 - 52.

Martinko, J. M., Madigan, M. T. 2005. Brock Biology of Microorganisms, 11 th ed.,


Englewood Cliffs, N. J: Prentice Hall.

Mason, C. F. 1977. Decomposition. The Institute of Biology’s Studies in Biology,


No. 74. Edward Arnold, London.

Mellilo, J. M, J. D. Ader dan J. F. Muratore. 1982. Nitrogen and Lignin Control of


Hardwood Leaf Litter Decomposition Dynamics. Ecology. 63: 621 - 626.

Melillo, J. M., R. J. Naiman, J. P. Aber, dan A. E. Linkins. 1984. Factor Controlling


Mass Lose and N Dynamics of Plant Litter Decaying in Northern Stream.
Bull. Mar. science. 35: 341 - 356.

Mona, G. K., Jammo, K. M. dan Awad, H. E. 2006. Distribution of Heterotrophic


Aerobic Marine Bacteria in Sediment in Eastern Harbour of Alexandria.
Annals of Microbiology. 4: 295 - 304.

Moriber. G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacon Inc: Boston. 549 Hlm.

Myint, A. 1986. Preliminary Studi of Nitrogen fixation in Malaya Mangrove.


Workshop on Mangrove Ecosystem Dynamics UNDP/UNESCO. Hlm. 181 -
195.

Naamin, N., dan A. Hardjamulia. 1991. Potensi Pemanfaatan dan Pengelolaan


Sumberdaya Perikanan Indonesia. Prosiding Puslitbang. Jakarta.

Nazir, Moh. 1983. Metode Penelitian. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.

Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta. 368 Hlm.

Nybakken, J. W. 1993. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Diterjemahkan oleh


Eidman, Koesoebiono, D. G. Bengen, M. Hutomo dan S. Sukarjo. Gramedia.
Jakarta. 459 Hlm.

Odum. E. P. 1996. Dasar-dasar Ekologi. Edisi ketiga. Terjemahan Tjahjono


Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta: 697 Hlm.
Painchaud, J., J. C. Therriault, dan L. Lengendre. 1995. Assessment of Salinity
Related Mortality of Freshwater Bacteria in the Saint Lawrence Estuary.
Applied and Environmental Microbiology. 61: 205 - 208.

Pascoal, C., dan F. Cassio. 2004. Contribution of Fungi and Bacteria to Leaf Litter
Decomposition in Polluted River. Applied and Environmental Microbiology.
70: 5266 - 5273.

Patriquin, D. G. 1972. The Origin of Nitrogen and Phosphorus for Growth of the
Marine Angiosperm Thalassia testudicarum. Mar Biol.15: 35 - 46.

Pollard, P. C. dan K. Kogure. 1993. Bacterial Decomposition of Detritus in a


Tropical Seagrass (Syringodium isoetifolium) Ecosystem, Measured with
Methil-3H) Thymidinne. Aust. J. Mar. Freshwater Research. 44: 155 - 172.

Polunin, N. V. C. 1986. Decomposition Processes in Mangrove Ecosystem.


Workshop on Mangrove Ecosystem Dynamic. UNDP/UNESCO. Hlm. 95 -
104.

Pugh, G. J. F. 1974. Terestrial Fungi. Hlm. 303 – 336 dalam Biology of Plant Litter
Decomposition. Vol ke 2. C.H. Dickinson dan G. J. F. Pugh (Peny). Academic
Press. London, New York.

Romimohtarto, K., dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang
Biologi Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.

Saenger. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystem. IUCN Commission on


Ecology Papers. No. 3. 1983

Saraswati, R. dan Sumarno. 2008. Pemanfaatan Mikroba Penyubur Tanah sebagai


Komponen Teknologi Pertanian. Iptek Tanaman Pangan. Hlm 41 - 58.

Satchell, J. E. 1974. Litter-Interface of Animate/Inanimate Matter. Dalam Biology of


Plant Litter Decomposition. Vol ke 1. C. H. Dickinson dan G. J. F. Pugh
(peny.). Academic Press. London, New York.

Saunder. G. W. 1980. Organic Matter and Decomposer. In the Functionning of Fresh


water Ecosystem eds. By E. D. Le Cren and R. H. Lowc-Mc. Connel.
Cambridge University Press. 588 Hlm.

Shome, R. Shome, B. R., Mandal, A. B., dan Bandopadhyaya, A. K.1995. Bacterial


Flora in Mangrove of Andaman. Indian Journal of Marine Science. 24: 97 -
98.
Sikong, M. 1978. Peranan Hutan Mangrove Sebagai Tempat Asuhan Berbagai Jenis
Ikan dan Crustacea dalam Prosiding Seminar Ekosistem Mangrove. Jakarta
27 Februari – 1 Maret 1978. Hlm 106 - 108.

Smith, R. L. 1980. Ecology and Field Biology. Harper and Row Publishers New
York.

Snedaker, S. C. 1978. Mangrove: Their Value and Perpetuation. Nature and resource
14: 6-13.

Solic, M. Krstulovic, N. 1992. Separate and Combined Effects of Solar Radiation,


Temperatur, Salinity, and pH on the Survival of Faecal coliform in Sea water.
Mar. Pillut Bull. 24: 411 - 416.

Sorokin, Y. L. 1978. Microbial Production in the Coral Reef Community. Arch


Hydrobiol. 83: 281 - 323.

Stanley, S.O., dan R.Y. Morita, 1968. Salinity Effect on the Maximal Growth
Temperature of Some Bacteria Isolated from Marine Environments. Journal
of Bacteriology. 95: 169 - 173.

Steinke, T. D., G. Naidoo dan L. M. Charles. 1983. Degradation of Mangrove Leaf


Litter and Stein Tissues in Situ in Megeni Estuary. South Africa. In Teas, H. J.
(ed): Task For Vegetation Science. 8: 141 - 149.

Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem Laut:
Seminar Filsafat Sains Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Institut Pertanian Bogor. 16 November 2003. Hlm. 5 - 14.

Tarumingkeng, R. C. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka


Sinar Harapan. Jakarta. 284 Hlm.

Terrones, H. L., P. S. Navarro, M. Soto., A. L. Cossec., E. M. Rios., E. D. Bravo.


2005. Water Quality Evaluation of the Akumal Aquatic Ecosystem. Quitana
Roo. Mexico.

Thaiutsa, B., dan O. Granger. 1979. Climate and Decomposition Rate of Tropical
Forest Litter. UNASYLVA. 31: 28 - 35.

Wiebe, W. J., R. E. Johannes dan K. L. Webb. 1975. Nitrogen Fixation in Coral


Water Production. Science. 188: 25 7 - 259.
Yunasfi, 2006. Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina oleh Bakteri dan Fungi
pada Berbagai Tingkat Salinitas. Disertasi. Bogor: Program Studi Ilmu
Pengetahuan Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Zdnowski, M. K., Figuiras, E. G. 1997. Relation Between The Abudance of Bacteria


and Other Biota and The Hygrographic Variability in The Ria De Vigo.
Spain. Mar. Ecol Prog. 174: 157-267.

Вам также может понравиться