Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TESIS
Oleh
WIJIYONO
077030026/BIO
K O L A
E
H
S
PA
C
A S A R JA
N
S
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN Avicennia
marina YANG MENGALAMI DEKOMPOSISI PADA
BERBAGAI TINGKAT SALINITAS
DI TELUK TAPIAN NAULI
TESIS
Oleh
WIJIYONO
077030026/BIO
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
Judul Tesis : KEANEKARAGAMAN BAKTERI SERASAH DAUN
AVICENNIA MARINA YANG MENGALAMI
DEKOMPOSISI PADA BERBAGAI TINGKAT
SALINITAS DI TELUK TAPIAN NAULI
Nama Mahasiswa : Wijiyono
Nomor Pokok : 077030026
Program Studi : Biologi
Menyetujui
Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan
dan penyusunan tesis yang berjudul; “Keanekaragaman Bakteri Serasah Daun
Avicennia marina yang Mengalami Dekompsisi pada Berbagai Tingkat Salinitas
di Teluk Tapian Nauli”. Dengan selesainya penelitian dan penyusunan tesis ini,
penulis menghaturkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Yunasfi, MS, dan Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc, atas segala bimbingan
dan arahannya dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. Erman munir, M.Sc, dan Dr. Budi Utomo, SP. MP, sebagai Dosen
Penguji yang telah banyak memberikan saran-saran kepada penulis dalam
penyusunan tesis ini.
3. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah yang telah memberikan Beasiswa pendidikan selama mengikuti
perkulihan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Drs. Tuani Lumban Tobing, M.Si., selaku Bupati Tapanuli Tengah dan aparat
Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah yang telah memberikan rekomendasi
dan mengusahakan bantuan dana transport.
5. Kepala Dinas Pendidikan Tapanuli Tengah yang telah memberikan rekomendasi
perizinan.
6. Drs. Sumartono dan guru-guru SMA Negeri 1 Matauli Pandan yang telah
memberikan dorongan, motivasi dan rekomendasi perizinan untuk studi.
7. Kepala Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Departemen Pertanian Bogor yang telah membantu dalam menganalisis serasah
selama penelitian.
8. Ayahanda dan Ibunda Samidjo Kartodimedjo yang telah tulus memberikan
dorongan, nasehat, doa kepada penulis.
9. Isteri tercinta Mei Astoeti dan Ananda tersayang Giovan Riski Fadholi yang
telah memberikan dorongan, kasih sayang dan kesabarannya selama mengikuti
pendidikan.
10. Akhirnya kepada semua yang terlibat yang namanya tidak tersebutkan, penulis
haturkan hormat dan semoga apa yang didapat dalam studi ini dapat bermanfaat.
Penulis berharap semoga pihak yang telah memberikan bantuan kepada
penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Akhirnya penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Wijiyono
RIWAYAT HIDUP
Halaman
ABSTRAK...................................................................................................... i
ABSTRACT...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... v
DAFTAR ISI................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL........................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang .................................................................... 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................. 5
1.3. Kerangka Pemikiran............................................................. 6
1.4. Tujuan Penelitian................................................................. 7
1.5. Hipotesis Penelitian............................................................. 7
1.6. Manfaat Penelitian............................................................... 7
15. Isolat Bakteri Serasah Daun A. marina yang Belum dan Sudah
Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat
Salinitas........................................................................................ 84
PENDAHULUAN
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan berfungsi ganda dalam
lingkungan hidup karena adanya pengaruh lautan dan daratan. Pada ekosistem
mangrove terjadi interaksi yang kompleks antara faktor kimia, fisik dan biologi, oleh
relung dan merupakan komponen dasar fungsi lingkungan (Yunasfi, 2006). Sebagai
serasah daun yang dapat mengalami dekomposisi dengan bantuan bakteri dan fungi.
produktivitas perairan, terutama dalam rantai makanan (Mac Nae, 1978). Mangrove
Produktivitas yang tinggi terkait langsung dengan rantai makanan yang berasal dari
detritus atau serasah. Serasah yang terdiri atas daun, buah, cabang dan kulit pohon
mangrove merupakan sumber detritus organik (Amarangsinghe dan
Balasubramanian, 1992).
bahan dasar penghasil unsur hara yang penting bagi kelangsungan jaring-jaring
makanan dan juga merupakan sumber makanan bagi ikan dan kelompok invertebrata.
Serasah ketika jatuh dari pohon miskin akan nutrisi, dan dapat menjadi sumber nutrisi
produktivitas yang tinggi dan banyak mendukung ekosistem di luarnya. Dua hal
penting yang saling berkaitan adalah siklus unsur hara di dalam hutan dan
produktivitas hutan. Siklus unsur hara mancakup impor dan ekspor bahan-bahan
organik yang masih ada atau keluar dari ekosistem yang dipacu oleh kondisi fisik
dan biologi (Indiarto et al., 1990). Sumbangan terpenting hutan mangrove terhadap
ekosistem pesisir berasal dari serasah daun yang gugur dan berjatuhan ke dalam air.
Serasah daun mangrove merupakan sumber bahan organik yang penting dalam rantai
makanan di kawasan pesisir yang dapat mencapai 7 sampai 8 ton/ha (Nontji, 1993).
digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove.
selanjutnya akan dimakan oleh ikan dan Crustacea lainnya (Sikong, 1978).
salinitas, pH, fisik, iklim, vegetasi, nutrisi dan lokasi (Hrenovic et al., 2003).
enzim dan penghasil antibiotik (Lyla dan Ajmal, 2006). Bakteri merupakan penentu
dilakukan oleh Wiebe et al, (1975) di Eniwetok Atoll, menemukan bahwa bentuk N
sangat bervariasi pada air yang mengalir. Sumber N yang berasal dari fiksasi N
di payau berasal dari bakteri Calothnia crustacea. Fiksasi N juga ditemukan pada
bakteri anaerobik Thalassia dan makro alga serta coral rubble (Patriquin, 1972;
Goering dan Parker, 1972). Selain itu bakteri-bakteri terumbu (reef bacteria) penting
memisahkan karbon organik menjadi bentuk biomassa bakteri (Boulton dan Boon,
1991). Aktivitas bakteri dalam siklus unsur hara pada sedimen adalah suatu hal yang
tidak bisa dipisahkan. Aktivitas bakteri tersebut tergantung pada ketersediaan karbon-
karbon yang dioksidasi (Pollard dan Kogure, 1993). Daur bahan organik di laut sama
dengan daur organik di lingkungan air tawar dan di darat. Karbon bersama-sama
dengan unsur lainnya seperti fosfor (P) dan nitrogen (N) melalui proses fotosintesis
menghasilkan zat organik, jika mati dan membusuk dihasilkan bahan mentah untuk
memulai daur bahan organik (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Unsur hara N tidak
dan P, merupakan unsur-unsur utama dalam produksi zat organik. Walaupun hara C
terdapat dalam jumlah yang banyak, tetapi kedua unsur hara N dan P menjadi faktor
jenis mangrove yang toleran terhadap kisaran salinitas yang luas dibandingkan
dengan jenis mangrove yang lain (Yunasfi, 2006). Hutan mangrove di Desa Aek
Horsik Teluk Tapian Nauli merupakan kawasan yang banyak didominasi jenis
vegetasi A. marina. Ekosistem ini merupakan kawasan yang masih alami dan belum
Pemahaman yang baik dari keberadaan bakteri pengurai merupakan suatu hal yang
dijadikan informasi yang penting dalam pengelolaan perairan pantai yang terdapat
yang paling banyak ditemukan di Aek Horsik bila dibanding dengan komponen
serasah lainnya. Menurut Yunasfi (2006) jenis A. marina merupakan jenis pionir
vegetasi yang menentukan kualitas mangrove pada tahap awal pertumbuhan. Serasah
yang digunakan dalam penelitian adalah daun A. marina yang jatuh pada permukaan
serasah daun mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama salinitas
(Langenheders, 2005). Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis
2. Apakah kandungan unsur hara C, N dan P pada serasah daun A. marina yang
tempat atau lokasi, iklim, vegetasi, pH dan salinitas. Hasil dekomposisi merupakan
bahan organik dan unsur hara yang penting bagi kehidupan organisme dan
Keanekaragaman
Bakteri
Kondisi
Lingkungan Iklim
Ketersediaan Ketersediaan
Bahan Organik Unsur Hara
Produktivitas Biologis
Perairan Ekosistem Mangrove
salinitas >30 ppt memiliki kandungan unsur hara C, N dan P paling rendah
ppt.
daun mangrove dengan pemberian bakteri yang sudah diketahui sesuai untuk
2. Dapat digunakan sebagai informasi untuk mempelajari siklus unsur hara pada
ekosistem mangrove.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Inggris grove yang berarti tumbuhan belukar atau hutan kecil (Arief, 2003). Menurut
Mac Nae (1978), kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon atau semak-
semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah
sampai di atas rata-rata permukaan laut. Menurut Snedaker (1978), hutan mangrove
tropika dan subtropika yang terlindung dan memiliki bentuk lahan pantai dengan tipe
tanah anaerob. Hutan mangrove merupakan vegetasi yang hidup di muara sungai,
daerah pasang surut, dan tepi laut (Baehaqie dan Indrawan, 1993).
karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh
salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air laut.
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis, yang
didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
proses ekologis dan biologis, dan merupakan penangkap sedimen yang diperlukan
untuk kelanjutan proses suksesi, pengendali erosi pantai, tempat pemijahan dan
pembesaran berbagai jenis ikan dan udang. Ekosistem mangrove juga merupakan
sumber produksi pangan, obat-obatan dan bahan baku industri (Yunasfi, 2006).
Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta
keanekaragaman hayati tertinggi di dunia dengan jumlah total lebih kurang 89 jenis,
yang terdiri atas 35 jenis pohon, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis
parasitik (Nontji, 1993). Beberapa jenis mangrove yang umum dijumpai di Indonesia
spesifik. Hal ini disebabkan oleh proses kehidupan organisme yang saling berkaitan
baik yang terdapat di darat maupun di laut. Selain itu hutan mangrove sangat
fungsi, yaitu: fisik, biologi dan ekonomi. Adapun fungsi hutan mangrove menurut
Arief (2003); Naamin dan Hardjamulia (1991) dapat dibedakan ke dalam tiga
kelompok, yaitu fungsi fisik, fungsi biologi dan fungsi ekonomi sebagai berikut:
1. Fungsi fisik:
b. Melindungi pantai dan tebing sungai dari proses erosi atau abrasi, serta
d. Sebagai kawasan penyangga proses intrusi atau rembesan air laut ke darat,
e. Mencegah terjadinya erosi pantai, serta sebagai perangkap zat pencemar dan
limbah.
2. Fungsi biologi.
kemudian berperan sebagai sumber makanan bagi hewan yang lebih besar.
b. Sebagai kawasan pemijah bagi udang, ikan, kepiting, dan kerang yang
3. Fungsi ekonomi
a. Penghasil kayu.
beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasang surut dan salinitas
(Bengen, 2001). Hutan mangrove merupakan sumberdaya alam wilayah tropis yang
memiliki manfaat ganda dengan pengaruh yang sangat luas terhadap aspek sosial,
ekonomi, dan ekologi. Besarnya peran ekosistem mangrove terhadap kehidupan dapat
diamati dari keanekaragaman jenis organisme, baik yang hidup di perairan, di atas
secara langsung terhadap ekosistem ini (Naamin dan Hardjamulia, 1991). Hutan
mangrove juga merupakan kombinasi dari tanah, air, tumbuhan, binatang, dan
manusia yang menghasilkan barang dan jasa (Hamilton dan Snedaker, 1984).
Bagian tanaman mangrove, termasuk batang, akar dan daun yang berjatuhan
mangrove. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat untuk memelihara larva, tempat
bertelur dan sumber pakan bagi berbagai spesies akuatik, khususnya udang dan ikan
molekul-molekul organik dari organisme lain sebagai nutrisi agar mampu bertahan
lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul
tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang
mengandung senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, oksigen, fosfor, serta sulfur atau
unsur anorganik seperti K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu, Mn dan Ni. Keseluruhan unsur
ini dibutuhkan oleh bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Martinko dan Madigan,
2005).
penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Hampir semua bakteri laut bersifat
Gram negatif dan ukurannya lebih kecil dibanding dengan bakteri non laut. Bakteri
Gram positif hanya sekitar 10% dari total populasi bakteri laut dan proporsi terbesar
terdiri atas Bakteri Gram negatif berbentuk batang, yang umumnya aktivitas gerakan
dilakukan dengan bantuan flagel. Bakteri bentuk kokus umumnya lebih sedikit
dibanding bentuk batang. Keberadaan bakteri laut Gram positif terbanyak ditemukan
permukaan yang kuat karena adanya bahan berlendir yang terbentuk pada permukaan
sel, sehingga sel-sel saling terikat. Dengan cara ini bakteri dapat membentuk lapisan
permukaan yang mengakibatkan bakteri dapat hidup pada alga, rumput laut dan
tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger, 1987). Bakteri dapat hidup pada
lingkungan salin dan membutuhkan Na+ untuk pertumbuhan dan untuk menjaga
di Andaman Selatan. Isolat terbanyak terdiri atas bakteri yang memiliki sifat
morfologi dan biokimia sebagai berikut: Gram positif (76,3%), motil (87%),
fermentatif (6,9 – 82,1%), pigmen (31%) dan antibiotik (100%). Isolat yang paling
diperlukan. Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif
kelompok bakteri yang berperan dalam proses dekomposisi selulosa adalah bakteri
bahwa sedimen mangrove merupakan bahan penting dalam proses aliran karbon pada
ditemukan 3,6 x 1011 sel bakteri/gram bobot kering sedimen (Hogarth, 1999). Jumlah
bakteri rata-rata pada serasah daun Avicennia spp yang ditemukan di perairan Dumai
1,12 x 108 cfu/gram (Feliatra, 2001). Menurut Adel (2001) jumlah bakteri aminolitik
yang ditemukan pada serasah mangrove sebanyak 1,46 x 106 cfu/gram. Komunitas
yang hidup bebas berkisar antara 8,1 x 106 sampai 10,9 x 106 dan yang berpigmen
berkisar antara 0.18 x 106 sampai 1,95 x 106 cfu/gram. Penelitian yang dilakukan oleh
D’Costa et al, (2004) pada komunitas mangrove di India ditemukan 10 genus bakteri
(2002) Escherichia coli ditemukan di perairan estuaria teluk Paranagua dan Antonina
Brazil pada tingkat salinitas 1 ppt sampai 33 ppt sedangkan menurut Terrones et al,
(2005) Escherichia coli ditemukan di estuaria Yalku Mexico pada tingkat salinitas 15
ppt sampai 35 ppt. Kerapatan populasi bakteri yang terdapat pada serasah daun yang
mengalami dekomposisi pada umur enam hari dapat mencapai 6 x 108 sel/cm2 dengan
organik mati oleh bakteri yang mampu mendekomposisi jaringan mati melalui
molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah
mati. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain
dan reduktase. Enzim reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu
(Saunder, 1980).
2.3. Proses Dekomposisi Serasah Mangrove
merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah mati
proses penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agens
organik dengan berat molekul yang lebih besar menjadi komponen dengan berat
molekul yang lebih kecil melalui mekanisme enzimatik (Saunder, 1980). Sejalan
dengan itu Smith (1980) menyatakan bahwa proses dekomposisi adalah gabungan
dari proses fragmentasi, perubahan struktur fisik dan kegiatan enzim yang dilakukan
struktur fisik yang dilakukan oleh hewan pemakan bangkai (scavenger) terhadap
tumbuhan dan menyisakan sebagai bahan organik mati menjadi serasah, debris atau
detritus dengan ukuran yang lebih kecil. Secara biologi bakteri yang melakukan
molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah
bahan tumbuhan mati yang terdapat pada permukaan tanah dan (2) bahan-bahan
tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada tumbuhan (Yunasfi, 2006). Serasah
merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap proses dekomposisi dapat
menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan produktivitas perairan, terutama
dalam peristiwa rantai makanan (Arief, 2003). Menurut Mason (1977) terdapat 3
terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau aliran air.
produksi total daun mangrove merah di Florida dikonsumsi oleh Grazer darat,
bahwa daun mangrove tersusun dari 61% berat kering sebagai protein, yang baru
Daun mangrove sebagai sumber bahan organik yang sangat penting dalam
penyediaan unsur hara melalui proses dekomposisi oleh peran aktif organisme.
Beberapa jenis daun mangrove sangat sulit mengalami dekomposisi karena adanya
bahwa daun A. marina mengandung unsur hara karbon 47,93, nitrogen 0,35, fosfor
Kandungan unsur hara karbon pada serasah daun mangrove menurun seiring
dan fosfor meningkat (Greenway, 1994). Menurut Ito dan Nakagiri (1997) tanah
hutan mangrove di daerah tropis dan subtropis bersifat semi aerobik, rendahnya
kandungan unsur hara, memiliki konsentrasi logam berat yang tinggi dan salinitasnya
lebih tinggi dibanding dengan tanah teresterial. Serasah daun yang banyak kandungan
nitrogen dan fosfor mengalami pelapukan dengan cepat tanpa penambahan unsur
Jumlah nitrogen di atmosfir 79%, dan bahkan lebih banyak lagi N sebagai
sedimen organik yang berada di dalam tanah. Baik nitrogen dalam bentuk gas (N2)
di udara maupun terikat dalam sedimen tanah, keduanya tidak tersedia bagi tanaman.
Hanya bentuk yang teroksidasi (NO3-) atau bentuk yang tereduksi (NH4+) yang
tersedia. Ikatan dengan hidrogen, yang mereduksi N, dapat terbentuk karena petir,
oleh organisme penambat nitrogen. Amonia dioksidasi menjadi nitrat atau bakteri
nitrifikasi. Kandungan N tumbuhan rata-rata 2-4% dan mungkin juga sebesar 6-11%.
Nitrogen merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa nitrogen seperti purin
tumbuhan adalah jenis tumbuhan dan iklim. Faktor tumbuhan biasanya berbentuk
sifat fisik dan kimia daun yang tercermin dalam perbandingan antara unsur karbon
dan unsur nitrogen yang dinyatakan sebagai nisbah C/N (Thaiutsa dan Granger,
dekomposisi dan pola pelepasan unsur hara. Selama proses dekomposisi, kehilangan
masa ditentukan oleh kandungan nitrogen dan rasio C/N pada substrat (Handayani et
al, 1999). Rasio C/N yang tinggi menunjukkan tingkat kesulitan substrat
terdekomposisi. Menurut Bross et al, (1995) rasio lignin/N merupakan indikator yang
baik untuk mendeteksi laju kehilangan masa. Selain itu, lignin juga turut berpengaruh
terhadap proses degradasi secara enzimatis pada karbohidrat dan protein (Mellilo et
al, 1982).
2.5. Salinitas
dalam air laut yang dinyatakan dalam satuan ppt atau gram garam dalam satu
kilogram air laut. Menurut Chester (1989) kandungan air laut terbanyak adalah NaCl
dengan ion Cl- terlarut rata-rata sebanyak 55% dari jumlah garam. Komposisi ion-ion
garam dalam air laut yang salinitasnya 35 ppt adalah Cl- (19,354) ppt), SO42- (2,71)
ppt), Br- (0,067 ppt), F- (0,001 ppt), B- (0,005 ppt), Na+ (10,770) ppt), Mg 2+
(1,290)
ppt, Ca2+ (0,412), K+ (0,399 ppt) dan Sr2+ (0,08 ppt). Beberapa garam sangat efektif
mempengaruhi suhu pertumbuhan bakteri yaitu NaCl > LiCl >MgCl2 >KCl2 >RbCl
METODE PENELITIAN
Aek Horsik, Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah (luas 604,2 Ha, secara geografis
Mikrobiologi Fakultas MIPA dan di Balai Penelitian Tanah - Badan Penelitian dan
Bahan yang digunakan: serasah daun Avicennia marina, media agar Triple
Sugar Iron Agar (TSIA), Gelatin untuk uji hidrolisis gelatin, Sulfat Indol Motility
(SIM), Simmons Citrate Agar (SCA), Nutrient Agar (NA), Trypticase Soy Agar
(TSA), bahan uji pewarnaan gram (crystal violet, lugol iodine, safranin, etil alkohol
95%, aquades, hidrogen peroksida (H2O2), bahan uji oksidasi dengan bactident
oksidase.
aluminium foil, lampu bunzen, cawan Petri, neraca Ohauss dengan ketelitian 0,1
gram, gelas ukur, tabung reaksi, kapas, pipet serologi (0,1, 1,0 dan 10 ml),
miskroskop binokuler, objek glass, glass speader, hockey stick, jarum ose, koloni
caunter, hand refractometer, mortal steril, rol meter, termos, tali plastik, kantong
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah RAK (Nazir, 1983),
E. Hari ke- 60
sebagai berikut:
A. Kontrol
1. Variabel bakteri: jumlah koloni tiap-tiap jenis bakteri, jumlah jenis bakteri,
jumlah populasi jenis bakteri dan frekuensi kolonisasi berbagai jenis bakteri.
terbuat dari jaring kasa nilon dengan ukuran 2 meter x 2 meter sebanyak 10 kain
nilon, yang diletakkan dengan cara digantung dengan ketinggian 1 meter dari
permukaan air, hal ini dimaksudkan untuk menghindari saat air pasang. Serasah daun
cm yang terbuat dari nilon (Gambar 2). Jumlah kantong serasah yang diperlukan
berisi serasah ditempatkan pada lokasi penelitian dengan berbagai tingkat salinitas
lubang untuk
memasukkan serasah
ukuran 5 cm
Kantong Serasah
Gambar 2. Bentuk dan Ukuran Kantong Serasah yang Terbuat dari Kain Kasa
Nilon
Pada lokasi dengan tingkat salinitas yang telah ditentukan, dibuat empat plot
(Gambar 3). Peta lokasi untuk penelitian disajikan pada Gambar 4. Kantong yang
telah berisi serasah daun ditempatkan secara acak pada setiap plot yang berukuran
500 x 170 cm (Gambar 5). Agar tidak dihanyutkan oleh pasang air laut keempat
ujung kantong serasah ini diikatkan pada kayu pancang yang terbuat dari bambu
dengan panjang 80 cm dan diameter 4 cm. Keempat kayu yang sudah diikatkan
Sebanyak 3 kantong berisi serasah diambil dari tiap tingkat salinitas sekali 15 hari
40
f b g cm
30 cm
d e a Kantong serasah
20 cm
c h k
j i l
500 cm
m t v
x w r
s n u
o q p
secara perlahan 10 gram serasah daun dalam mortal. Serasah daun A. marina yang
telah dihancurkan dimasukkan ke dalam labu Erlemenyer 250 ml, selanjutnya dibuat
suspensi dengan cara menambahkan air yang berasal dari lingkungan serasah yang
mengalami dekomposisi yang telah disterilkan, sampai mencapai volume 100 ml.
Setelah pengenceran serasah daun A. marina ini mencapai tingkat 10-7 sampel
sebanyak 0,1 ml diambil untuk dibiakkan pada media agar nutrisi dalam cawan Petri.
Untuk tiap pengenceran pekerjaan diulang 3 kali (Hadioetomo, 1993; Cappuccino dan
Sherman, 1996).
10 g
Serasah daun
10-1
1 ml
1 ml
1 ml 1 ml 1 ml
100
ml 10 ml
9 ml
0,1 ml
0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml 0,1 ml
ditempatkan pada media biakan. Selanjutnya dengan hockey stick suspensi bakteri
disebar merata pada media. Suspensi bakteri diinkubasikan selama 48 - 72 jam.
biakan ke media NA dan TSA miring dalam tabung reaksi, kemudian diinkubasikan
koloni bakteri dilakukan terhadap cawan yang mempunyai 30 sampai 300 koloni
bakteri. Jumlah koloni per ml dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang
1996). Penentuan populasi bakteri dari serasah daun A. marina yang telah mengalami
proses dekomposisi sampai 120 hari dari berbagai perlakuan, dilakukan dengan
Biakan murni ditumbuhkan pada media TSA dalam 2 cawan Petri untuk tiap
isolat, selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam. Pengamatan untuk
mengetahui ciri-ciri morfologi koloni bakteri yang meliputi sifat-sifat umum koloni
yaitu bentuk koloni, permukaan, tepi koloni, elevasi, warna koloni (Hadioetomo,
Sifat fisiologi isolat bakteri yang diuji meliputi sifat-sifat sebagai berikut:
reaksi Gram dengan pewarnaan atau dilakukan dengan uji kalium hidroksida (KOH
3%). Isolat bakteri bersifat Gram (-) jika berwarna merah atau terbentuk benang
lendir bakteri (kira-kira 5 - 20 mm panjangnya). Gram positif (+) jika berwarna ungu
atau tidak terbentuk benang lendir, kemampuan isolat memproduksi katalase,
motilitas isolat (Hadioetomo, 1993; Cappuccino dan Sherman, 1996). Data hasil
Shannon dan Wiener Diversity Indeks (1949) dalam Ludwig dan Reynold (1988).
s
H' = - ∑ (pi) Ln (pi)
i=1
s
H' = - ∑ │( ni /N ) Ln ( ni / N ) │
i=1
Keterangan:
pi = ni/N
BKM (g)
X 100%
Dengan pengertian:
b = BKM – BKP
Kjelldahl. Nitrogen (organik dan an organik) didestruksi dengan H2SO4 pekat. Dalam
dengan penambahan 50% NaOH untuk melepas NH4+ yang ditangkap dengan HCl
yang telah dibakukan sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi merah
a : Selisih volume.
0.02 : Normalitas HCl (sebelum distandarisasi terlebih dahulu untuk mengetahui nilai
normalitas yang tepat.
serasah daun kering udara, berukuran lebih kecil dari dua milimeter ke dalam botol
pengocok dikocok selama 30 menit. Suspensi disaring dengan dengan kertas saring
berlipat dan filtrat ditampung dalam labu ukur 100 ml, kemudian dihimpitkan hingga
dengan pipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Larutan PB dan
4.1. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun A. marina yang
Belum Mengalami Proses Dekomposisi
Jenis-jenis bakteri yang berhasil diisolasi dari serasah daun A. marina yang
Bacillus subtilis dan Bacillus mycoides (Gambar 7), ciri morfologi dan fisiologi
Jumlah koloni bakteri rata-rata yang terdapat pada serasah daun A. marina yang
belum mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas disajikan pada
Tabel 1.
A B
C D
1 Bacillus cereus 14
2. Micrococcus luteus 11
3. Bacillus mycoides 10
4. Bacillus subtilis 18
____________________________________________________________________
Jumlah koloni rata-rata 53
____________________________________________________________________
4.2. Jenis-jenis Bakteri yang Terdapat pada Serasah Daun A. marina yang
Mengalami Proses Dekomposisi pada Berbagai Tingkat Salinitas
Jumlah koloni bakteri rata-rata pada serasah daun A. marina yang mengalami
proses dekomposisi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt (Tabel 2). Jumlah koloni bakteri
tiap ulangan dan tiap pengamatan (Lampiran 3). Pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt
ciri morfologi dan fisiologi bakteri tersebut dapat dilihat pada Lampiran 2. Hasil uji
fisiologi disajikan pada Lampiran 4. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak
ditemukan B. subtilis adalah 23.74 x 107 cfu/ml yang berhasil diisolasi pada serasah
yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75, 90 dan 105 hari.
Jumlah koloni bakteri yang paling sedikit Mycobacterium flavescens 0.29 x 107
cfu/ml yang diisolasi pada serasah yang mengalami dekomposisi selama 60 hari.
Jumlah koloni bakteri rata-rata pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt disajikan
pada Tabel 3. Jumlah koloni bakteri tiap pengamatan disajikan pada Lampiran 5.
Pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt diketahui bahwa jenis bakteri yang dapat diisolasi
Lampiran 2. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak adalah B. subtilis 22.54 x 107
cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang mengalami
proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60 dan 90 hari. Jumlah koloni bakteri yang
paling sedikit B. laterosporus 0.08 x 107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada
serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi selama 105 hari.
A B C
D E F
G H I
J K L
Pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dapat diisolasi 12 jenis bakteri yaitu; Listeria
gibsonni, B. cereus, Escherichia coli dan Aeromonas hydrophila. Bakteri yang paling
banyak adalah B. subtilis 28.66 x 107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada
serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120
hari. Jumlah koloni bakteri yang paling sedikit adalah Listeria denitrificans 0.66 x
107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang
Jumlah koloni bakteri rata-rata pada tingkat salinitas >30 ppt disajikan pada
Tabel 5. Jumlah koloni rata-rata jenis bakteri tiap pengamatan disajikan pada
Lampiran 7. Pada tingkat salinitas >30 ppt di diketahui bakteri yang dapat diisolasi 9
Pseudomonas aeruginosa. Jumlah koloni bakteri yang paling banyak B. subtilis 20.62
x 107 cfu/ml. Jenis bakteri ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang
mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60 dan 75 hari. Jumlah koloni
bakteri yang paling sedikit Mycobacterium flavescens 0.33 x 107 cfu/ml. Jenis bakteri
ini dapat diisolasi pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi
selama 60 hari.
Berdasarkan jumlah koloni bakteri rata-rata didapatkan B. subtilis yang
merupakan jenis paling banyak ditemukan dengan jumlah koloni rata-rata antara 2.87
x 108 sampai 6.87 x 108 cfu/ml, jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit
didapatkan pada Listeria denitrificans antara 0.07 x 108 sampai 0.78 x 108 cfu/ml.
Jenis-jenis bakteri yang mendominasi dalam proses dekomposisi pada serasah daun
A. marina terdiri atas tiga jenis bakteri yaitu B. subtilis berkisar antara 2.87 x 108
sampai 6.87x 108 cfu/ml, Aeromonas hydrophila berkisar antara 0.26 x 108 sampai
1.16 x 108 cfu/ml dan B. cereus berkisar antara 0.83 x 108 sampai 1.88 x 108 cfu/ml.
Jumlah koloni tiga jenis bakteri ini jauh lebih tinggi bila dibanding dengan jumlah
koloni bakteri yang ditemukan Mona et al, (2000) berkisar antara 1.4 x 104 sampai
1.4 x 107 cfu/gram berat kering sedimen, Zdnowski dan Figueiras (1999) berkisar
antara 8.5 x 104 sampai 2.5 x 108 cfu/ml, tetapi lebih rendah bila dibandingkan
dengan penelitian Fuks et al, (1991) dengan jumlah koloni bakteri berkisar antara 0.1
Jumlah koloni bakteri rata-rata pada serasah daun A. marina yang mengalami
dibanding dengan kontrol dan 0 - 10 ppt, 20 - 30 ppt dan >30 ppt. Banyaknya jumlah
memiliki toleransi terhadap salinitas. Pada serasah daun A. marina yang ditempatkan
untuk tumbuh dan berkembang menghadapi fluktuasi pasang surut air laut. Bakteri
pada tingkat salinitas ini mampu beradaptasi dengan cara memberikan efek tekanan
osmotik dalam sel yang cenderung mendekati kandungan garam lingkungan. Menurut
Stanley dan Morita (1968) adanya tekanan osmotik sel berhubungan dengan salinitas
seperti NaCl dan LiCl sangat efektif meningkatkan pertumbuhan bakteri. Bakteri
yang hidup pada perairan estuaria Na+ digunakan untuk menjaga integritas dinding
Vibrio menggunakan untuk transport asam amino. Selain itu Na+ digunakan untuk
menjaga kestabilan protein dalam sel terhadap suhu yang tinggi sehingga bakteri
merupakan senyawa yang digunakan untuk menjaga stabilitas protoplas, ribosom dan
karboksilat, asam sitrat, yang berasal dari jaringan daun yang mengalami otolisis
yang selanjutnya dihasilkan asam-asam volatil seperti asam format, asam asetat, asam
Pada tingkat salinitas lebih dari >30 ppt didapatkan jumlah koloni bakteri
ppt. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat salintas >30 ppt dianggap ekstrim
sehingga bakteri tidak mampu tumbuh secara optimal. Menurut Solic dan Krstulovic
(1992), Hrenovic et al, (2003) bertambahnya salinitas akan memberikan efek negatif
Jumlah jenis bakteri yang terdapat pada serasah daun A. marina yang
mengalami proses dekomposisi selama 15 sampai 120 hari pada berbagai tingkat
16
16
Jumlah jenis bakteri
14 13 12
12
10 9
8
6 4
4
2
0
Kontrol 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt >30 ppt
Tingkat salinitas
Jumlah jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses
dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas jauh lebih besar bila dibandingkan
dengan serasah daun yang tidak mengalami proses dekomposisi yang ditemukan 4
jenis bakteri. Jika dilihat dari jumlah populasi bakteri pada serasah daun yang
kontrol. Serasah daun A. marina yang ditempatkan pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt,
20 - 30 ppt dan >30 ppt menunjukkan jumlah populasi bakteri lebih rendah bila
yang tinggi.
Berdasarkan data jumlah populasi bakteri pada serasah daun A. marina yang
140 128.08
Populasi bakteri x 10
7
120 109.16
84.91
100
cfu/ml
80
53 55.34
60
40
20
0
Kontrol 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt >30 ppt
Tingkat salinitas
Gambar 10. Perbandingan antara Jumlah Populasi Jenis Bakteri pada Berbagai
Tingkat Salinitas
dekomposisi jauh lebih besar dibanding kontrol dengan jumlah koloni bakteri rata-
rata 0.53 x 109 cfu/ml. Jumlah populasi bakteri pada serasah daun yang mengalami
proses dekomposisi pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt sebesar 1.28 x 109 cfu/ml
merupakan populasi bakteri yang terbanyak. Jumlah populasi bakteri pada tingkat
salinitas 0 - 10 ppt sebesar 1.09 x 109 cfu/ml, 20 - 30 ppt sebesar 0.85 x 109 cfu/ml
hari ke- 120. Jenis bakteri yang hadir dan mendominasi pada hari ke- 15 sampai hari
Aeromonas hydrophyla.
Indeks Shannon dan Wiener untuk keanekaragaman jenis bakteri pada serasah
daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas
ppt, 20 - 30 ppt dan >30 ppt. Indeks Keanekaragaman ini masih tergolong sedang.
nilainya 1, sedang jika nilainya 2 dan tinggi jika nilainya lebih dari 3.
4.4. Frekuensi Kolonisasi Tiap Jenis Bakteri
Frekuensi kolonisasi tiap-tiap jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang
subtilis 87,5%, yang muncul 7 kali dalam pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang
paling sedikit adalah Mycobacterium flavescens 12.5%, yang muncul 1 kali selama
pengamatan. Frekuensi kolonisasi tiap-tiap jenis bakteri pada serasah daun A. marina
ppt disajikan pada Tabel 3. Frekuensi kolonisasi bakteri yang paling banyak pada
serasah daun A. marina ditempati oleh B. subtilis 62,5%, artinya jenis bakteri muncul
6 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang sedikit didapatkan pada 6 jenis
muncul 1 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi bakteri pada serasah daun
yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt disajikan pada
Tabel 4. Frekuensi kolonisasi bakteri yang paling banyak ditempati oleh B. subtilis
100%, yang muncul 8 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang paling
sedikit didapatkan pada Listeria denitrificans 12.5%, yang muncul 1 kali selama
pengamatan.
proses dekomposisi pada tingkat salinitas >30 ppt seperti yang disajikan pada Tabel
5. Frekuensi kolonisasi bakteri yang paling banyak adalah B. subtilis 62.5%, yang
muncul 4 kali selama pengamatan. Frekuensi kolonisasi yang paling sedikit adalah
pada serasah daun A. marina yang ditunjukkan adanya pergantian jenis bakteri tiap
kali pengamatan. Kemunculan jenis bakteri ini bersifat dinamis yaitu saling
bergantian dari waktu ke waktu. Jumlah koloni dan keanekaragaman bakteri pada
serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat
Tingginya laju dekomposisi disebabkan oleh kehadiran bakteri dan fungi (Polunin,
1986).
terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi disajikan
pada Tabel 7. Data tiap ulangan kandungan unsur hara C (Lampiran 8), hasil analisis
ragam (Lampiran 12a), kandungan unsur hara N (Lampiran 10), hasil analisis ragam
(Lampiran 12b) dan kandungan unsur hara P (Lampiran 11), analisis ragam
(Lampiran 12c).
Tabel 7. Kandungan Rata-rata Unsur Hara C, N dan P yang Terdapat pada
Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi pada
Berbagai Tingkat Salinitas
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan tidak beda nyata.
Dapat dijelaskan bahwa kandungan unsur hara C tertinggi 44.53% yaitu pada
tingkat salinitas 0 - 10 ppt dengan jumlah populasi bakteri 109.16 x 107 cfu/ml.
Kandungan unsur hara C terendah rata-rata 31% terdapat pada serasah daun A.
marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas > 30 ppt dengan
jumlah populasi 55.34 x 107 cfu/ml. Secara umum dapat dikatakan bahwa kandungan
tingkat salinitas 0 - 10 ppt sebesar 1.16% dengan jumlah populasi bakteri 109.16 x
107 cfu/ml. Kandungan unsur hara N rata-rata terendah terdapat pada tingkat salinitas
20 - 30 ppt sebesar 0.98% dengan jumlah populasi bakteri 84.91 x 107 cfu/ml, akan
tetapi hasil ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol (0.82%).
Kandungan unsur hara P rata-rata tertinggi 0.09% terdapat pada tingkat salinitas > 30
30 ppt dengan jumlah populasi bakteri 84.91 x 107 cfu/ml. Pada salinitas 0 - 10 ppt
dan 10 - 20 ppt kandungan unsur hara P relatif sama yaitu 0.07%. Berdasarkan hasil
kandungan unsur hara C, N dan P serasah daun A. marina yang mengalami proses
dekomposisi.
berbagai lama masa dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas disajikan pada
Gambar 11.
Kandungan unsur hara C 60
50
40
(%)
30
20
10
0
kontrol 15 30 45 60 75 90 105
Lama dekomposisi (hari)
1.5
(%)
0.5
0
kontrol 15 30 45 60 75 90 105
Lama dekomposisi (hari)
0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt > 30 ppt
Kadandungan unsur hara P
0.14
0.12
0.1
0.08
(%)
0.06
0.04
0.02
0
kontrol 15 30 45 60 75 90 105
Gambar 11. Kandungan Unsur Hara C, N dan P Rata-rata yang Terdapat pada
Serasah Daun A. marina yang Mengalami Proses Dekomposisi
pada Berbagai Tingkat Salinitas
Dapat dijelaskan bahwa kandungan unsur hara C serasah daun A. marina pada
tingkat salinitas 0 - 10 ppt mengalami kenaikan pada hari ke- 45 dan 75, tetapi
mengalami penurunan relatif cepat pada hari ke- 90 dan 105. Pada salinitas 10 - 20
ppt kandungan unsur hara C mengalami kenaikan tertinggi pada hari ke- 75 dan 105.
pada hari ke- 90 dan 105. Pada tingkat salinitas > 30 ppt kandungan unsur hara C
cenderung turun seiring dengan bertambah lama masa dekomposisi. Secara umum
dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata kandungan unsur hara C pada serasah daun A.
marina yang mengalami proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan
>30 ppt cenderung menunjukkan penurunan dengan semakin tinggi tingkat salinitas,
peningkatan.
diduga adanya kelimpahan jumlah bakteri dan fungi pada serasah daun A. marina
pada yang mengalami proses dekomposisi (Gulis dan Suberkropp, 2003) atau diduga
disebabkan oleh aktivitas bakteri dan fungi yang tidak menggunakan sumber karbon
dari serasah daun A. marina untuk diubah dalam bentuk biomassa. Keberadaan
bakteri dan fungi dalam perairan mangrove mampu mengubah senyawa karbon dalam
serasah daun menjadi nutrisi secara enzimatik (Pascoal dan Cassio, 2004). Pada
tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan >30 ppt kandungan unsur hara C serasah daun A.
marina yang mengalami penurunan. Hal ini diduga karena koloni bakteri yang
jumlahnya jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 0 - 10 ppt dan
10 - 20 ppt, tetapi dilihat laju dekomposisi dari kedua salinitas jauh lebih tinggi yaitu
sebesar 0.29/tahun dan 0.28/tahun. Tingginya laju dekomposisi ini diduga disebabkan
oleh faktor fisik, seperti arus sungai dan ombak, sebab lokasinya dekat pantai. Selain
itu pada kedua tingkat salinitas ini ditemukan banyak molusca yang diduga
proses dekomposisi pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan >30 ppt merupakan
tingkat salinitas ini menunjukkan adanya peningkatan kandungan unsur hara N secara
cepat pada hari ke 75 sampai 105 hari. Penurunan kandungan unsur hara N terlihat
pada hari ke- 30 terjadi pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt, 10 - 20 ppt dan 20 - 30 ppt
tetapi pada tingkat salinitas >30 ppt mengalami kenaikan. Kandungan unsur hara N
sampai 75 hari selanjutnya mengalami peningkatan sampai hari ke- 105. Pada tingkat
salinitas >30 ppt terjadi peningkatan kandungan unsur hara N setelah 75 hari sampai
dapat dikatakan bahwa terjadinya kenaikan kandungan unsur hara N seiring dengan
Tingginya kandungan unsur hara N diduga disebabkan oleh adanya peran dari
aktivitas bakteri. Menurut Steinke et al, (1983) tingginya kandungan unsur hara N
disebabkan oleh kemampuan bakteri nitrogen pada serasah daun mangrove untuk
melakukan fiksasi nitrogen. Menurut James dan Olivares (1997) bakteri mampu
kenaikan kandungan unsur hara N selama masa dekomposisi pada tingkat salinitas
Rendahnya kandungan unsur hara N pada tingkat salinitas ini mungkin disebabkan
oleh adanya pelepasan unsur N dari serasah daun A. marina yang mengalami proses
dekomposisi ke ekosistem mangrove lebih besar dibanding dengan unsur hara N yang
dilepas dari serasah daun, akibatnya kandungan unsur hara N pada serasah daun sisa
sedikit. Menurut Bunn (1989) penurunan total kandungan unsur hara N pada serasah
daun mangrove disebabkan oleh proses leaching. Menurut Crawford dan Rosenberg
(1984) laju dekomposisi tergantung pada proses pencucian dari senyawa yang
terdapat dalam subtrat, aktivitas bakteri, fungi, dan penghancuran serasah oleh makro
invertebrata.
Kandungan unsur hara P yang terdapat pada serasah daun A. marina yang
penurunan, kecuali pada tingkat salinitas 20 - 30 ppt dan >30 ppt. Kandungan unsur
hara P rata-rata pada hari ke- 15, 30 dan 45 cenderung stabil pada tingkat salinitas 0 -
10 ppt, 10 - 20 ppt dan 20 - 30 ppt sedangkan pada tingkat salinitas >30 ppt
pada hari ke- 105. Pada tingkat salinitas 10 - 20 ppt terjadi kenaikan kandungan unsur
hara P mulai hari ke- 60 sampai 105. Pada tingkat salinitas 0 - 10 ppt dan 10 - 20 ppt
kandungan unsur hara P mengalami penurunan setelah hari ke- 90. Pada tingkat
salinitas 20 - 30 ppt menunjukkan bahwa pada hari ke- 60 dan ke- 90 kandungan
unsur hara P menurun dengan cepat, tetapi setelah hari ke- 90 mengalami
peningkatan. Pada tingkat salinitas > 30 ppt terjadi kenaikan kandungan unsur hara P
tertinggi pada hari ke- 15, 90 dan 105. Kenaikan kandungan unsur hara P yang cepat
terjadi pada salinitas >30 ppt dengan lama masa dekomposisi 75 sampai 105 hari.
laju dekomposisi yang tinggi menyebabkan pelepasan unsur hara P lebih besar dari
ppt diperkirakan adanya unsur hara P yang dilepaskan ke lingkungan mangrove lebih
besar dari pada pelepasan dari serasah daun yang mengalami proses dekomposisi.
penggunaan fosfor oleh bakteri yang digunakan untuk pertumbuhan. Di dalam proses
dekomposisi serasah daun mangrove di perairan, kehadiran bakteri dan fungi juga
pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi disebabkan karena
proses pencucian. Peningkatan kandungan unsur hara P pada serasah daun A. marina
fosfor dari senyawa yang terbawa oleh arus pasang surut air sungai yang tertahan
pada serasah daun. Menurut Chauvet (1987) peningkatan kandungan unsur hara P
pada serasah daun mangrove di estuaria diduga disebabkan juga adanya peningkatan
sedimen sungai.
BAB V
5.1. Kesimpulan
salinitas >30 ppt memiliki kandungan unsur hara C paling rendah yaitu 31%.
- 10 ppt pada memiliki kandungan unsur hara N paling tinggi yaitu 1.16%.
0.05%.
5.2. Saran
a. Perlu penelitian lebih lanjut menggunakan isolat yang diperoleh di Teluk Tapian
Nauli, Aek Horsik Tapanuli Tengah untuk mengetahui fungsi dan manfaat bakteri
mangrove.
Sumatera.
DAFTAR PUSTAKA
Baehaqie, A., dan Indrawan. 1993. Hutan Mangrove, Lahan Basah yang Kaya Raya.
dalam Warta Konservasi Lahan Basah. 2(1): 5 - 7.
Bengen, D. G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.
Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.
Bross, E., M. A. Gold dan P. N. Nguyen. 1995. Quality and Decomposition of Black
Locust (Ronina pseudoacacia) and Alfalfa (Medicago sativa) Mulch for
Temperate Alley Cropping Systems. Agroforestry System. 29: 255 - 264.
D’Costa, P. M., Sushanta Kalekar dan Saroj Bhosle. 2004. Diversity of Free-living
and Adhered Bacteria from Mangrove Swamps. Indian Journal of
Microbiology. 44: 247 - 250.
Feliatra. 2001. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Heterotrof yang Terdapat pada Daun
Mangrove (Avicennia spp. dan Sonneratia spp.) dari Kawasan Stasiun
Kelautan Dumai. Jurnal Natur Indonesia. 2: 104 - 112.
Fuks, D. Devescovi, M., Precali, R., Krstulovic, N., Solie, M. 1997. Bacterial
Abundance and Activity in the Highly Stratified Estuary of the Krka. Mar.
Chen. 32: 333 - 346.
Gardner, F. P., Pearce, R. B., dan Mitchell, R. L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Terjemahan. UI Press. Jakarta.
Gulis, V. dan K. Suberkropp. 2003. Leaf Litter Decomposition and Microbial Activity
in Nutrient Enriched and Unaltered Reaches of a Headwater Stream.
Freshwater Biol. 48: 123 - 134.
Hamilton, L. S., dan Snedaker. 1984. Handbook for Mangrove Area Management.
Gland. Paris. Honolulu.
Handayani, I. P., P. Prawito dan P. Lestari. 1999. Daya Suplai Nitrogen dan
Fraksionasi Pool Carbon-Nitrogen Labil pada Lahan Kritis. Laporan
Kemajuan Riset Unggulan Terpadu VII Tahun I. Lipi - L Penelitian UNIB.
Hogarth, P. J. 1999. The Biology of Mangrove. Oxford University Press. New York.
Hrenovic, J., Damir, V., dan Bozidar, S. 2003. Influence of Nutrients and Salinity on
Heterotrophic and Coliform Bacteria in the Shallow, Karstic Zrmanja Estuary
(Eastern Adriatic Sea). Cevre Dergisi. 46: 29 - 37.
Hutchings, P., dan Saenger, P. 1987. Ecology of Mangrove. Aust, Eco. Series.
University of Queensland Press. St Lucia, Quensland.
Indiarto Y. Suharjono dan Mulyadi. 1990. Pola Variasi Produksi Serasah Mangrove
Pulau Dua, Jawa Barat. Hlm. 169 - 175. dalam S. Soemadiharjo,
Hardjowigeno, N. N. Naamin. O. S. R ongkososno dan Sudomo. (Peny.)
Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove. Bandar Lampung.
Ito, T., dan A. Nakagiri. 1997. Mycoflora of the Rhizospheres of Mangrove Trees.
IFO Res. Commun. 18: 40 - 44.
Kjerve, B. 1986. The Role of Water Currents in Fluxes of Carbon and Nutriens
Through Mangrove Ecosystem. Workshop on Mangrove Ecosystem Dynamic.
UNDP/UNESCO. Hlm. 171 - 180.
Lyla, P. S., dan Ajmal. K. S. 2006. Marine Microbial Diversity and Ecology:
Importance and Future Perspectives. Current Science. 90: 1325 - 1335.
Mac Nae, W. 1978. A General Account of Fauna and Flora of Mangrove Swamps
and Forest in the Indowest- Pacific Region. Mar. Biol. 6: 73 - 270.
Mallin, M. A., Williams, K. E., Esham, E.C., Lowe, R. P. 2000. Effect of Human
Development on Bacteriological Water Qualitative in Coastal Watershed.
Ecol Appl. 10: 1047 - 1056.
Mann, K.H. 1986. Ecology of Coastal Water a System Approach Studies in Ecology.
Blackwell Scienfific Publication. Oxford. 8: 18 - 52.
Moriber. G. 1974. Environmental Science. Allyn and Bacon Inc: Boston. 549 Hlm.
Pascoal, C., dan F. Cassio. 2004. Contribution of Fungi and Bacteria to Leaf Litter
Decomposition in Polluted River. Applied and Environmental Microbiology.
70: 5266 - 5273.
Patriquin, D. G. 1972. The Origin of Nitrogen and Phosphorus for Growth of the
Marine Angiosperm Thalassia testudicarum. Mar Biol.15: 35 - 46.
Pugh, G. J. F. 1974. Terestrial Fungi. Hlm. 303 – 336 dalam Biology of Plant Litter
Decomposition. Vol ke 2. C.H. Dickinson dan G. J. F. Pugh (Peny). Academic
Press. London, New York.
Romimohtarto, K., dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang
Biologi Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta.
Smith, R. L. 1980. Ecology and Field Biology. Harper and Row Publishers New
York.
Snedaker, S. C. 1978. Mangrove: Their Value and Perpetuation. Nature and resource
14: 6-13.
Stanley, S.O., dan R.Y. Morita, 1968. Salinity Effect on the Maximal Growth
Temperature of Some Bacteria Isolated from Marine Environments. Journal
of Bacteriology. 95: 169 - 173.
Sunarto. 2003. Peranan Dekomposisi dalam Proses Produksi pada Ekosistem Laut:
Seminar Filsafat Sains Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Institut Pertanian Bogor. 16 November 2003. Hlm. 5 - 14.
Thaiutsa, B., dan O. Granger. 1979. Climate and Decomposition Rate of Tropical
Forest Litter. UNASYLVA. 31: 28 - 35.