Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Oman Sukmana1
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji model pengelolaan lingkungan binaan desa
wisata adat dan wisata bunga pada Kawasan Daerah Ekowisata Kota Batu, Malang.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, dengan teknik analisa data yang digunakan
adalah deskriptif-kualitatif. Teknik pengumpulan data utama yang dilakukan adalah
wawancara mendalam (indeepth interview), observasi, dan penggunaan skala. Lokasi
penelitian dilakukan pada lingkungan desa Sidomulyo. Kota Batu, sebagai kawasan Desa
wisata bunga. Subjek penelitian ditentukan secara purvosive, yaitu: (1) para pemimpin &
tokoh masyarakat setempat; (2) warga masyarakat; dan (3) wisatawan. Sedangkan
informan penelitian meliputi: (1) Kepala Dinas Pariwisata kota Batu; (2) pemerhati
lingkungan wisata, baik dari unsur masyarakat maupun perguruan tinggi; dan (3) LSM
peduli lingkungan.
Berdasarkan deskripsi data hasil penelitian, maka selanjutnya dapat disimpulkan hal-
hal sebagai berikut: (1) Sebesar 86,67% masyarakat Desa Sidomulyo memiliki sikap
setuju dan mendukung terhadap pengembangan kawasan Desa Sidomulyo sebagai
kawasan desa wisaata bunga; (2). Bentuk partisipasi masyarakat dalam pengembangan
dan pengelolaan kawasan lingkungan Desa Sidomulyo sebagai kawasan desa wisata
bunga, meliputi: a) Partisipasi dalam pemanfaatan lahan pertanian, halaman rumah dan
areal lainnya sebagai lahan pertanian tanaman bunga hias; b) Penataan sepanjang jalan
desa Sidomulyo sebagai areal pemasaran bunga; c) Pembangunan sarana dan prasarana,
seperti akses jalan dan pasar bunga; dan d) Pengembangan kawasan/areal wisata bunga,
tempat penginapan, dan fasilitas wisata bunga lainnya; (3) Konsep tentang desa wisata
bunga diarahkan bahwa Desa Sidomulyo dan Desa Punten, diharapkan menjadi sentra
produksi bunga, pasar bunga dan kawasan/lokasi wisata bunga; (4) Pengembangan
kawasan desa wisata bunga, diarahkan pada daya tarik wisata yang meliputi: (a) Stand
bunga di koridor jalan raya Sidomulyo; (b) Budidaya bunga di kawasan permukiman
penduduk; dan (c) Budidaya bunga potong di Sidomulyo dan Gunungsari; (5) Model
konsep pengelolaan lingkungan binaan desa wisata bunga pada kawasan daerah Ekowisata
Kota Batu, khususnya di desa Sidomulyo, menerapkan prinsip partisipasi-kemitraan antara
pemerintah dan masyarakat.; dan (6) Konsep hubungan antara masyarakat Desa
Sidomulyo dengan lingkungannya, termasuk ke dalam konsep hubungan dimana individu
dapat menggunakan lingkungannya; dan konsep hubungan dimana individu dapat
berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya. apabila dilihat dari hubungan simbiosis,
maka bentuknya termasuk bentuk hubungan simbiosis mutualisme.
1. PENDAHULUAN
1
Oman Sukmana, Drs., M.Si. adalah Staff Pengajar pada Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial, FISIP –
Universitas Muhammadiyah Malang.
1
1.1. Latar Belakang
Pembentukkan dan pengelolaan kawasan binaan desa wisata bunga di daerah wisata
Kota Batu, adalah merupakan contoh model konsep yang baik dalam pengelolaan
lingkungan yang dilakukan secara komprehensif dan terintegratif, serta dalam membangun
hubungan yang harmonis antara manusia dan lingkungannya. Pengelolaan lingkungan
hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi
kebijaksanaan dalam hal penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan,
pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup.
Kota Batu, adalah merupakan kawasan daerah tujuan wisata utama di Jawa Timur,
terutama jenis ekowisata. Dalam pengembangan daerah wisata kota Batu, pemerintah
membentuk lingkungan binaan, yaitu desa Sidomulyo yang dikelola sebagai desa wisata
bunga. Lingkungan desa wisata tersebut dikelola secara baik dan terencana sehingga
memiliki karakteristik yang unik sebagai suatu lingkungan binaan, yang memberikan nilai
manfaat bagi masyarakat setempat.
Pengelolaan lingkungan binaan desa wisata adat dan wisata bunga pada Kawasan
Daerah Ekowisata Kota Batu, Malang, adalah merupakan suatu model konsep pengelolaan
lingkungan yang baik, yang dapat memberikan dampak positif timbal-balik bagi
masyarakat dan lingkungan setempat. Pertanyaan dasar yang muncul adalah bagaimana
konsep dan proses pengelolaan lingkungan binaan tersebut dilakukan? Bagaimana manfaat
positifnya baik bagi masyarakat maupun lingkungan?, dan sebagainya.
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji tentang mengapa dan bagaimana model dan
konsep pengelolaan lingkungan binaan desa wisata bunga pada Kawasan Daerah
Ekowisata Kota Batu, Malang. Dari hasil penelitian ini akan diperoleh informasi dasar
tentang konsep pengelolaan lingkungan yang baik, yang dapat dikembangkan di kawasan
daerah lainnya.
2
(2) Bagaimana partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan
lingkungan desa wisata bunga?
(3) Bagaimana konsep disain dan rekayasa lingkungan (pembentukan lingkungan) desa
wisata bunga?
(4) Bagaimanakan konsep kebijakan pemerintah dalam pengembangan kawasan
lingkungan binaan desa wisata bunga pada Kawasan Daerah Ekowisata Kota Batu,
Malang?
(5) Bagaimanakah rumusan model konsep pengelolaan lingkungan binaan desa wisata
bunga pada Kawasan Daerah Ekowisata Kota Batu, Malang?
(6) Bagaimana model konsep hubungan antara manusia dan lingkungan pada lingkungan
binaan desa wisata bunga?
3
Manusia, seperti halnya semua makhluk hidup, berinteraksi dengan lingkungan
hidupnya. Manusia mempengaruhi lingkungan hidupnya, dan sebaliknya manusia
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya (Sukmana, 2003). Menurut Soemarwoto (1997),
manusia tidak dapat berdiri sendiri di luar lingkungan hidupnya. Oleh karena itu
membicarakan manusia harus pula membicarakan lingkungan hidupnya. Manusia tanpa
lingkungan hidup adalah abstraksi belaka.
Berdasarkan pada pandangan Woodworth (dalam Gerungan, 1987; Sardjoe, 1994),
maka hubungan antara individu dan lingkungan dapat dikategorikan ke dalam 4 jenis,
yaitu:
(1) individu dapat bertentangan dengan lingkungannya; (2) individu dapat menggunakan
lingkungannya; (3) individu dapat berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya; dan
(4) individu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Menurut Walgito (1994), hubungan antara individu dengan lingkungannya, terutama
lingkungan sosial tidak hanya berlangsung searah dalam arti bahwa hanya lingkungan saja
yang mempunyai pengaruh terhadap individu, tetapi antara individu dengan lingkungan
terdapat hubungan yang saling timbal balik, yaitu lingkungan berpengaruh pada individu,
dan sebaliknya individu juga mempunyai pengaruh pada lingkungan. Selanjutnya Walgito
menjelaskan bahwa pola hubungan atau sikap individu terhadap lingkungannya dapat
dikategorikan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
(1) Individu menolak lingkungannya
Yaitu bila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungannya. Dalam keadaan
demikian, individu dapat memberikan bentuk (perubahan) pada lingkungan sesuai
dengan apa yang diharapkan oleh individu yang bersangkutan.
(2) Individu menerima lingkungann
Yaitu apabila keadaan lingkungan sesuai atau cocok dengan keadaan individu.
Dengan demikian individu akan menerima keadaan lingkungan tersebut.
(3) Individu bersikap netral atau status quo
Yaitu apabila individu tidak sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi individu tidak
mengambil langkah-langkah untuk merubah lingkungan. Dalam keadaan demikian,
maka individu bersifat pasif terhadap lingkungan.
4
Selanjutnya, Soekanto (1986) menyatakan bahwa model-model hubungan organisme
dalam suatu lingkungan hidup, baik disadari maupun tidak, dapat digolongkan menjadi:
(1) Hubungan simbiosis, yakni hubungan timbal-balik antara organisme-organisme hidup
yang berbeda spesiesnya. Bentuk-bentuk hubungan simbiosis adalah: (a) Parasistisme,
dimana satu fihak beruntung sedangkan fihak lain dirugikan; (b) Komensalisme,
dimana satu fihak mendapat keuntungan sedangkan figak lain tidak dirugikan; dan (c)
Mutualisme, di mana terjadi hubungan saling menguntungkan.
(2) Hubungan sosial yang merupakan hubungan timbal-balik antara organisme-organisme
hidup yang sama spesiesnya. Bentuk-bentuknya adalah antara lain: (a) Kompetesi;
dan (b) Kooperasi.
Dalam melihat bagaimana hubungan antara manusia dan lingkungan, nampaknya perlu
dikembangkan suatu konsep rekayasa lingkungan yang basisnya adalah kesadaran
manusia akan lingkungan dam pembentukan perilaku (modifikasi perilaku) manusia yang
ramah lingkungan.
5
Lingkungan fisik adalah lingkungan yang berupa alam, dimana lingkungan alam yang
berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda pula kepada individu manusia.
Lingkungan fisik dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik alami dan buatan. Sedangkan
lingkungan sosial adalah lingkungan masyarakat dalam suatu komunitas tertentu dimana
diantara individu dalam masyarakat tersebut terjadi interaksi. Lingkungan sosial akan
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku manusia.
Menurut Walgito (1994), lingkungan sosial dapat dibedakan menjadi: (a) lingkungan
sosial primer, dan (b) lingkungan sosial sekunder. Lingkungan sosial primer, yaitu
lingkungan sosial dimana terdapat hubungan yang erat antara individu satu dengan yang
lain, individu satu saling kenal dengan individu lain. Pengaruh lingkungan sosial primer
ini akan lebih mendalam bila dibandingkan dengan pengaruh lingkungan sosial sekunder.
Sedangkan lingkungan sosial sekunder, yaitu lingkungan sosial di mana hubungan
individu satu dengan yang lain agak longgar, individu satu kurang mengenal dengan
individu yang lain. Namun demikian pengaruh lingkungan sosial, baik lingkungan sosial
primer maupun lingkungan sosial sekunder sangat besar terhadap keadaan individu
sebagai anggota masyarakat.
Sejalan dengan konsep diatas, Soekanto (1986) menyatakan apabila seseorang
membicarakan lingkungan hidup, maka biasanya yang dipikirkan adalah hal-hal atau apa-
apa yang berada di sekitar manusia, baik sebagai individu maupun dalam pergaulan hidup.
Lingkungan hidup tersebut biasanya dibedakan dalam kategori-kategori, sebagai berikut:
(1) lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeliling manusia;
(2) lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme
yang hidup, di samping manusi itu sendiri; dan
(3) lingkungan sosial, yang terdiri dari orang-orang secara individual maupun kelompok
yang berada di sekitar manusia.
Berkaitan dengan konsepsi tentang lingkungan sosial, Purba (2002) menyatakan
bahwa manusia memerlukan lingkungan sosial yang serasi demi kelangsungan hidupnya.
Lingkungan sosial yang serasi itu bukan hanya dibutuhkan oleh seorang saja, tetapi juga
oleh seluruh orang di dalam kelompoknya. Untuk mewujudkan lingkungan sosial yang
serasi itu diperlukan lagi kerjasama kolektif di antara sesama anggota. Kerjasama itu
dimaksudkan untuk membuat dan melaksanakan aturan-aturan yang disepakati bersama
6
oleh warga sebagai mekanisme pengendalian perilaku sosial. Aturan-aturan itu, seringkali
terwujud dalam bentuk pranata atau norma-norma sosial yang harus dipatuhi oleh setiap
anggota kelompok (norma hukum).
Selanjutnya Purba (2002) merumuskan tentang konsep pengelolaan lingkungan sosial
sebagai suatu upaya atau serangkaian tindakan untuk perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian atau pengawasan, dan evaluasi yang bersifat komunikatif dengan
mempertimbangkan:
(a) ketahanan sosial (daya dukung dan daya tampung sosial setempat),
(b) keadaan ekosistemnya,
(c) tata ruang,
(d) kualitas sosial setempat (kualitas objektif dan subjektif),
(e) sumberdaya sosial (potensi) dan keterbatasan (pantangan) yang bersifat
kemasyarakatan (yang tampak dalam wujud pranata, pengetahuan lingkungan dan
etika lingkungannya),
(f) kesesuaian dengan azas, tujuan dan sasaran pengelolaan lingkungan hidup.
Menurut Soetaryono (dalam Purba, 2002), secara skematis komponen-komponen
interaktif lingkungan hidup dapat digambarkan ke dalam tiga aspek, yaitu:
(a) aspek alam (natural aspect),
(b) aspek sosial (social aspect), dan
(c) aspek binaan (man-made/build aspect).
Walaupun ada tiga aspek, namun dalam prakteknya masing-masing kategori tidak
dapat begitu saja dikaji secara parsial, karena ketiganya merupakan satu kesatuan integral
yang disebut ekosistem.
Sedangkan Sarwono (1995), menyebutkan ada dua jenis lingkungan dalam hubungan
antara manusi dengan kondisi fisik lingkungannya. Jenis pertama adalah lingkungan yang
sudah akrab dengan manusia yang bersangkutan. Bagi manusia, lingkungan yang akrab
memberi peluang yang lebih besar untuk tercapainya keadaan homeostatis
(keseimbangan). Dengan demikian lingkungan seperti ini cenderung dipertahankan. Jenis
kedua adalah lingkungan yang masih asing, dimana manusia terpaksa melakukan proses
penyesuaian diri. Menurut Gerungan (1996), bentuk penyesuaian diri bisa bersifat
alloplastis dimana individu mengubah dirinya agar sesuan dengan lingkungan, dan
7
penyesuaian diri yang bersifat autaplastis dimana individu mengubah lingkungan agar
sesuai dengan keadaan (keinginan) dirinya.
Berkenaan dengan sasaran pengelolaan lingkungan hidup, dalam undang-undang
nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup, dijelaskan bahwa sasaran
pengelolaan lingkungan hidup adalah meliputi:
(1) Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dan
lingkungan hidup.
(2) Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insan lingkungan hidup yang memiliki
sikap dan tindak melindungi dan membina lingkungan hidup.
(3) Terjaminnya kepentingan generasi kini dan generasi masa depan.
(4) Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
(5) Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana.
(6) Terlindunginya Negara Kesatuan Republik Indonesia terhadap dampak usaha
dan/atau kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
3. METODOLOGI PENELITIAN
a. Disain Penelitian:
Penelitian ini adalah merupakan penelitian deskriptif. Metode penelitian utama yang
digunakan adalah kualitatif, akan tetapi untuk melengkapi analisis data kualitatif, maka
akan ditampilkan dan diperkuat pula dengan data-data yang bersifat kuantitatif. Analisa
kualitatif yang digunakan adalah deskriptif-induktif, sedangkan data kuantitatif yang
digunakan adalah prosentase dalam bentuk tabulasi.
b. Penentuan Lokasi :
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive atau dipilih secara sengaja. Karakteristik
wilayah penelitian yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu suatu komunitas
lingkungan binaan. Lokasi penelitian ditentukan di desa Sidomulyo sebagai lingkungan
binaan desa wisata bunga, pada kawasan daerah ekowisata kota Batu, Malang. Kota Batu
8
sebagai kawasan ekowisata dan agrowisata banyak dikunjungi berbagai pihak untuk
melakukan studi banding.
e. Jadwal Penelitian:
Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan selama 5 bulan, terhitung mulai bulan Juli
sampai bulan Nopember 2006.
9
1. Sikap masyarakat tentang pengembangan dan pengelolaan kawasan lingkungan
desa wisata bunga:
Data hasil wawancara mendalam (indepth interview) dengan bapak Riono, mantan
ketua Paguyuban Pedagang Tanaman Hias Sidomulyo (PPHTS) yang sekarang menjadi
sesepuh PPHTS, menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya setuju dengan kebijakan
pemerintah kota Batu yang menjadikan desa Sidomulyo sebagai desa wisata bunga,
namun ada sebagian masyarakat yang masih khawatir kawasan desa wisata bungan ini
nantinya akan dikelola oleh pemilik modal sedangkan masyarakat terabaikan.
10
c) Pembangunan sarana dan prasarana, seperti akses jalan dan pasar bunga.
d) Pengembangan kawasan/areal wisata bunga, tempat penginapan, dan fasilitas wisata
bunga lainnya.
Bentuk partisipasi masyarakat desa Sidomulyo dalam pengembangan dan pengelolaan
kawasan lingkungan desa Sidomulyo sebagai kawasan desa wisata bunga yang khusus
dilakukan oleh para pedagang bunga adalah dibentuknya kelompok yaitu: ”Paguyuban
Pedagang Tanaman Hias Sidomulyo” (PPHTS), yang anggotanya meliputi hampir 100
orang yang berprofesi sebagai pedagang tanaman hias (bunga) di desa Sidomulyo.
Sedangkan tujuan dan program yang dilaksanakan oleh ”Paguyuban Pedagang Tanaman
Hias Sidomulyo” (PPHTS), antara lain adalah:
(1) menjaga keindahan lingkungan desa Sidomulyo sebagai desa wisata bunga, dengan
penataan lingkungan kawasan bunga hias.
(2) melakukan upaya untuk menarik wisatawan, misalnya melalui kerjasama dengan
pemerintah secara rutin diadakan pameran bunga hias.
(3) Melaksanakan program/kegiatan penyuluhan pertanian tanaman hias, dalam rangka
meningkatkan pengetahuan pengelolaan tanaman hias.
(4) Melakukan penataan dan pengaturan tempat jualan bunga sehingga tetap tertata
dengan rapih, indah, asri, dan menarik wisatawan.
11
2) Pada tahun 2006, diorientasikan pada penataan kawasan sepanjang jalan
Sidomulyo sebagai kawasan wisata dan pasar bunga.
3) Pada tahap berikutnya, penataan areal kawasan wisata dan pasar bungan
akan diperluas ke wilayah pemukiman penduduk.
4) Secara rutin akan diadakan program-program pendukung yang dapat
menarik wisatawan untuk datang ke kawasan desa wisata bunga, misalnya diadakan
festival mobil hias, pameran dan lomba bunga, dan sebagainya.
5) Secara terprogram dan bertahap akan dikembangkan ke arah penyediaan
sarana pendukung wisata bunga, seperti penyediaan tempat penginapan di lokasi
rumah warga, perkebunan wisata bunga dimana wisatawan bisa memetik bunga,
tempat pengembang-biakan tanaman hias, dan sebagainya.
6) Model pengelolaan lingkungan desa wisata bunga diarahkan pada
partisipasi (pelibatan) aktif seluruh warga masyarakat desa Sidomulyo dengan
memanfaatkan lahan pertanian untuk pengembangan tanaman hias (bunga)
semaksimal mungkin. Untuk mendukung hal ini, maka dibentuk peguyuban-
paguyuban masyarakat setempat, dengan arahan dan pembinaan dari pemerintah.
Kota Batu memiliki panorama yang indah, sejuk dengan suhu udara minimal 14,90C
dan suhu maksimal 240C, serta mempunyai spesifikasi khusus yaitu dikelilingi gunung
Panderman, gunung Banyak, gunung Welirang, gunung Bokong, dengan potensi objek
dan daya tarik yang beraneka ragam., antara lain:
1) Taman rekreasi, meliputi: taman rekreasi alun-alun seribu satu bungan Kota Batu, Jawa
Timur Park, taman rekreasi Selecta, taman rekrasi Songgoriti, dan taman rekreasi Tirta
Nirwana.
2) Objek wisata alam, meliputi: pemandian air panas Cangar, pemandian air panas
Songgoriti, air terjun Coban Rais, air terjuan Coban Talun, bumi perkemahan Cangar,
bumi perkemahan Brantas.
3) Objek wisata sejarah, meliputi: candi Supo Songgoriti, patung Ganesha Torongrejo,
makam ritual Belanda Kuno, goa Jepang Cangar, dan goa Jepang Tlekung.
12
4) Objek wisata budaya, meliputi: patung apel kota Batu, home indurti kerajinan batik
kota Batu, home industri kerajinan Gerabah, home industri kerajinan Gong, home
industri kerajinan Onyx, pusat industri jamu Toga Materia Medika, dan pusat home
industri jamu Ragil-Asih.
5) Objek wisata minat khusus, meliputi: lasing olah raga paralayang gunung Banyak,
plaza kota Batu, dan arborium sumber Brantas.
6) Objek wisata Agro/Wisata Desa, meliputi: kusuma agro wisata, wisata desa bunga
Sidomulyo dan gunungsari, dan wisata agro apel Punten.
Menurut konsep Dinas Pariwisata, pengembangan kawasan kota Batu untuk
pengembangan wisata, dibagi menjadi 3 wilayah pengembangan, yaitu:
1) Wilayah utara, yang dikembangkan untuk pusat wisata agribisnis, dengan wilayah
pusatnya di Bumiaji.
2) Wilayah Tengah, yang dikembangkan untuk pusat pelayanan wisata, seperti hotel,
penginapan, restoran, dsb., dengan wilayah pusatnya di Ngaglek dan Sisir.
3) Wilayah Selatan, yang dikembangkan untuk pusat wisata home industri, dengan
wilayah pusatnya di Junrejo.
Khusus yang berkaitan dengan pengembangan desa wisata bunga, sebagaimana telah
dijelaskan diatas bahwa desa Sidomulyo, Kecamatan Batu, memiliki potensi pertanian
yang cukup besar terutama pertanian tanaman bunga. Karena itu pemerintah kota Batu,
menetapkan kawasan desa Sidomulyo sebagai kawasan desa wisata bunga. Selain itu juga
di desa Sidomulyo terdapat pasar bunga ”Sekar Mulya” sebagai sentra pasar bunga di
Batu, yang telah diresmikan oleh Dirjen Binapendagri Depnakertrans. Dalam tahap awal,
pemerintah kota Batu sudah menyiapkan dana sebesar Rp 200 juta dari dana bantuan
Depnakertrans untuk melaksanakan proyek padat karya pasar bunga di Sidomulyo.
Selanjutnya guna mempercepat terwujudnya desa Sidomulyo sebagai kawasan wisata
bunga, pemerintah kota Batu akan menyiapkan anggaran sebesar Rp 2 Milyar dari dana
APBD kota Batu.
Pengembangan kawasan desa wisata bunga, diarahkan pada daya tarik wisata yang
meliputi:
1) Stand bunga di koridor jalan raya Sidomulyo;
2) Budidaya bunga di kawasan permukiman penduduk;
13
3) Budidaya bunga potong di Sidomulyo dan Gunungsari.
5. Rumusan model konsep pengelolaan lingkungan binaan desa wisata bunga pada
Kawasan Daerah Ekowisata Kota Batu:
Pada prinsipnya, model konsep pengelolaan lingkungan binaan desa wisata bunga
pada kawasan daerah Ekowisata Kota Batu, khususnya di desa Sidomulyo, menerapkan
prinsip partisipasi-kemitraan antara pemerintah dan masyarakat. Dimana pemerintah
menetapkan suatu kebijakan pengembangan lingkungan, sementara masyarakat terlibat
secara aktif-partisipatif dalam proses pengelolaan lingkungan.
Dari hasil analisa terhadap data penelitian, maka secara diagramatis model konsep
pengelolaan lingkungan binaan desa wisata bunga pada kawasan daerah Ekowisata Kota
Batu, khususnya di desa Sidomulyo, digambarkan sebagai berikut:
Bagan 1:
Model Konsep Pengelolaan
Lingkungan desa Wisata Bunga
14
Untuk menjelaskan tentang model konsep hubungan antara manusia dan lingkungan
dalam proses pengelolaan lingkungan desa wisata bunga, maka peneliti mendasarkan
dasar analisis pada konsep hubungan manusia dan lingkungan darai beberapa konsep.
Pertama, berdasarkan pada pandangan Woodworth (dalam Gerungan, 1987; Sardjoe,
1994).Maka berdasarkan hasil data penelitian, analisis tentang model konsep hubungan
antara manusia dan lingkungan dalam proses pengelolaan lingkungan desa wisata bunga di
desa Sidomulyo, yakni hubungan antara masyarakat desa Sidomulyo dengan
lingkungannya, termasuk ke dalam konsep hubungan dimana individu dapat
menggunakan lingkungannya; dan konsep hubungan dimana individu dapat berpartisipasi
(ikut serta) dengan lingkungannya. Hal ini ditandai dengan, misalnya masyarakat
mendapatkan manfaat dari kondisi alam dan lingkungan desa Sidomulyo yang sangat
potensial untuk memberikan ruang bagi pengembangan kawasan desa wisata bunga, selain
itu masyarakat juga menyadari tentang pentingnya pengelolaan dan pemanfaatan
lingkungan dengan menjaga keindahan dan keasrian lingkungan, serta mengelola
lingkungan seperti lahan pertanian dan kawasan untuk dikembangkan sebagai sentra
produksi, pemasaran dan wisata bunga.
Kedua, mendasarkan pada konsep yang dikemukakan oleh Walgito (1994), maka
analisa terhadap hubungan antara masyarakat desa Sidomulyo dengan lingkungannya,
dalam pengembangkan lingkungan sebagai kawasan desa wisata bunga, apabila
mendasarkan pada konsep Walgito mengenai pola hubungan atau sikap individu terhadap
lingkungannya, maka pola hubungannya dapat dikategorikan ke dalam pola hubungan
dimana individu menerima lingkungan. Hal ini mengingat bahwa lingkungan desa
Sidomulyo, dengan karakteristik lingkungan alam dan lingkungan sosialnya memberikan
daya dukung bagi kehidupan masyarakat sekitarnya. Potensi lingkungan sangat positif
bagi pengembangan kehidupan masyarakat.
Ketiga, mendasarkan pada pandangan Soekanto (1986). Dilihat dari konsep Soekanto
ini, maka model hubungan antara masyarakat desa Sidomulyo dengan lingkungannya
apabila dilihat dari hubungan simbiosis, maka bentuknya termasuk bentuk hubungan
simbiosis mutalisme. Hal ini ditandai dengan adanya proses yang saling menguntungkan
antara masyarakat desa Sidomulyo dengan lingkungannya, dimana masyarakat dapat
memperoleh keuntungan dari pemanfaatan lingkungan yang dikembangkan mejadi
15
kawasan wisata bunga, sedangkan lingkungan juga dijaga kelestariannya dan dikelola
dengan baik, sehingga kualitas lingkungan tetap terjaga dengan baik. Sedangkan apabila
diliha dari bentuk hubungan sosial, maka bentuknya adalah hubungan sosial kooperasi
(kerjasama), dimana masyarakat secara sadar melakukan upaya secara bersama-sama
untuk mengelola dan memanfaatkan lingkungan seoptimal mungkin bagi kehidupan
masyarakat. Dibentuknya kelompok-kelompok sosial seperti Paguyuban Pedagang
Tanaman Hias Sidomulyo (PPHTS) adalah salah satu bentuk dari adanya hubungan sosial
kooperasi (kerjasama) dalam mengelola lingkungan.
16
kawasan permukiman penduduk; dan (c) Budidaya bunga potong di Sidomulyo dan
Gunungsari.
5. Model konsep pengelolaan lingkungan binaan desa wisata bunga pada kawasan daerah
Ekowisata Kota Batu, khususnya di desa Sidomulyo, menerapkan prinsip partisipasi-
kemitraan antara pemerintah dan masyarakat. Dimana pemerintah menetapkan suatu
kebijakan pengembangan lingkungan, sementara masyarakat terlibat secara aktif-
partisipatif dalam proses pengelolaan lingkungan.
6. Konsep hubungan antara manusia dan lingkungan dalam proses pengelolaan
lingkungan desa wisata bunga di desa Sidomulyo, yakni hubungan antara masyarakat
desa Sidomulyo dengan lingkungannya, termasuk ke dalam konsep hubungan dimana
individu dapat menggunakan lingkungannya; dan konsep hubungan dimana individu
dapat berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya. model hubungan antara
masyarakat desa Sidomulyo dengan lingkungannya apabila dilihat dari hubungan
simbiosis, maka bentuknya termasuk bentuk hubungan simbiosis mutalisme.
5.2 Saran
1. Kebijakan pengembangan kawasan lingkungan desa Sidomulyo sebagai kawasan
lingkungan desa wisata bunga, telah memberikan manfaat timbal balik bagi manusi
dan lingkungan. Oleh karena itu program sangat baik dan perlu terus dikebangkan.
2. Pemerintah kota Batu perlu terus melakukan upaya sosialisasi tentang kebijakan
pengembangan kawasan lingkungan desa Sidomulyo sebagai kawasan lingkungan
desa wisata bunga kepada masyarakat, sehingga partisipasi masyarakat dalam
mendukung program ini semakin baik.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penting untuk dilakukan penelitian tentang konsep penataan
dan pengelolaan lingkungan pada kawasan Kota Batu sebagai Daerah Tujuan Wisata
(DTW) utama di Jawa Timur.
*****
DAFTAR PUSTAKA
17
Habib, A., & Sukmana, Oman. 2002. Model Interaksi Sosial dalam Lingkungan Bauran
Etnis Arab-Jawa: Studi di Kampung Embong Arab, Kota Malang). Malang:
Lemlit UMM.
Irwanto. 1998. Focus Group Discussion :Suatu Pengantar Praktis. Jakarta : Pusat kajian
pembangunan masyarakat - Unika Atmajaya.
Purba, Jonny. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Sanapiah Faisal. 2001. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Singarimbun, Masri, & Sofian Effendi (ed.). 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta :
LP3ES.
Sukmana, Oman. 2005. Pengaruh Kepadatan Sosial dan Persepsi tentang Lingkungan
Sosial daerah Kumuh Perkotaan terhadap Perilaku Agresif Remaja. Jurnal
Psikodinamik, Volume 7, No. 1 Januari 2005, ISSN 1411-3929. Malang:
Fakultas Psikologi UMM.
*****
LAMPIRAN:
18
BIODATA PENELITI
Identitas Pribadi:
Nama Oman Sukmana, Drs., M.Si.
Nip. 132.001.833.
Tempat/Tgl. Lahir Sumedang/ 09 Pebruari 1966
Pangkat/Gol. Pembina/ IV-a
Jabatan Lektor Kepala
Jenis Kelamin Laki-Laki
Bidang Keahlian - Ilmu Kesejahteraan Sosial
- Psikologi Sosial
Pengalaman Riset :
No. Judul Riset Tahun
1. Pengaruh Modeling dan Reinforcement dari Kyai terhadap 1998
Tingkah Laku Prososial Santri (Penelitian DPP UMM)
19
Asuhan Muhammadiyah (Studi pada Panti Asuhan
Muhammadiyah di Lingkungan Daerah Muhammadiyah Kota
Malang) (Penelitian Bidang Ilmu/DPP UMM)
Publikasi :
No. Karya Ilmiah
1. Dasar-Dasar Psikologi Lingkungan (Buku, 1998).
2. Etika Profesi Pekerjaan Sosial (Buku, 1999).
3. Psikologi Sosial (Diktat Kuliah, 2001).
4. Perilaku Beragama dalam Perspektif Psikologi Modern (Jurnal Ilmiah
Bestari, 1997).
5. Pengangguran dan Kesejahteraan Sosial (Jurnal Ilmiah Bestari No. 25 Thn
XI, Januari-April, 1998)
6. Reformasi dan Agenda Politik Indonesia (Jurnal Ilmiah Bestari No. 25 Thn
XI, September-Desember 1998).
7 Tingkah Laku Manusia dan Lingkungan Sosial (Buku Ajar, tahun 2002).
8.. Kekeradan Masa dalam Persfektif Psikologi Kriminal (Jurnal Legality, Jurnal
Ilmiah Hukum, Volume 10 nomor 2, September 2002-Januari 2003.
9. Pengaruh Kepadatan Sosial dan Persepsi tentang Lingkungan Sosial daerah
kumuh Perkotaan terhadap Perilaku Agresif Remaja (Jurnal Psikodinamik,
Volume 7, No. 1, Januari 2005).
10. Sosiologi dan Politik Ekonomi (2006, UMM Press).
20
11. Model Interaksi Sosial dalam Masyarakat Lingkungan Bauran Etnis Arab-
Jawa (Jurnal PUBLICA: Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 2,
nomro 1, Januari 2005.
12. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Miskin Pedesaan Melalui Pengembangan
Institusi dan Modal Sosial Lokal (Jurnsl HUMANITY: Jurnal Penelitian
Sosial, Volume 1, Nomor 1, September 2005).
13. Metode Pekerjaan Sosial (Penulisan Bahan Ajar Periode IX, Maret 2006:
SK. Rektor Nomor: E.2.b/25/BAA-UMM/I/2006).
*****
21