Вы находитесь на странице: 1из 25

 

Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang


berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang mengelilingi paru.
Cairan dalam jumlah yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan dengan membatasi
peregangan paru selama inhalasi.

Pleural effusion occurs when too much fluid collects in the pleural space (the space between
the two layers of the pleura). It is commonly known as “water on the lungs.” It is
characterized by shortness of breath, chest pain, gastric discomfort (dyspepsia), and cough.

Terdapat empat tipe cairan yang dapat ditemukan pada efusi pleura, yaitu :

1. Cairan serus (hidrothorax)


2. Darah (hemothotaks)
3. Chyle (chylothoraks)
4. Nanah (pyothoraks atau empyema)

Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada.


Penyebab lainnya adalah:

 pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam


rongga pleura
 kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian
mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
 gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara
sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melalui sebuah jarum atau selang.

Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru


menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:

 Infeksi pada cedera di dada


 Pembedahan dada
 Pecahnya kerongkongan
 Abses di perut
 Pneumonia
 

Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada
saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena
adanya tumor.

Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena efusi
pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.

Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik, dengan bantuan stetoskop akan terdengar adanya penurunan suara


pernafasan. Apabila cairan yang terakumulasi lebih dari 500 ml, biasanya akan menunjukkan
gejala klinis seperti penurunan pergerakan dada yang terkena efusi pada saat inspirasi, pada
pemeriksaan perkusi didapatkan dullness/pekak, auskultasi didapatkan suara pernapasan
menurun, dan vocal fremitus yang menurun.

Untuk membantu memperkuat diagnosis, dilakukan pemeriksaan berikut:

Rontgen dada

Rontgen dada biasanya merupakan langkah pertama yang dilakukan untuk mendiagnosis
efusi pleura, yang hasilnya menunjukkan adanya cairan.

CT scan dada

CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa menunjukkan adanya
pneumonia, abses paru atau tumor

USG dada

USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang jumlahnya sedikit,
sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.

Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan terhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melalui sebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada
dibawah pengaruh pembiusan lokal).
 

Biopsi
Jika dengan torakosentesis tidak dapat ditentukan penyebabnya, maka dilakukan biopsi,
dimana contoh lapisan pleura sebelah luar diambil untuk dianalisa.
Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan menyeluruh, penyebab
dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan.

Analisa cairan pleura

Efusi pleura didiagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dan di konfirmasi
dengan foto thoraks. Dengan foto thoraks posisi lateral decubitus dapat diketahui adanya
cairan dalam rongga pleura sebanyak paling sedikit 50 ml, sedangkan dengan posisi AP atau
PA paling tidak cairan dalam rongga pleura sebanyak 300 ml. Pada foto thoraks posisi AP
atau PA ditemukan adanya sudut costophreicus yang tidak tajam.

Bronkoskopi
Bronkoskopi kadang dilakukan untuk membantu menemukan sumber cairan yang terkumpul.

Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan pleura
diambil dengan jarum, tindakan ini disebut thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan efusi
dilakukan pemeriksaan seperti:

1. Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase, pH, dan
glucose

2. Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan terjadi


infeksi bakteri

3. Pemeriksaan hitung sel

4. Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan

Langkah selanjutnya dalam evaluasi cairan pleura adalah untuk membedakan apakan cairan
tersebut merupakan cairan transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif disebabkan oleh
faktor sistemik yang mengubah keseimbangan antara pembentukan dan penyerapan cairan
pleura. Misalnya pada keadaan gagal jantung kiri, emboli paru, sirosis hepatis. Sedangkan
efusi pleura eksudatif disebabkan oleh faktor local yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura. Efusi pleura eksudatif biasanya ditemukan pada Tuberkulosis paru,
pneumonia bakteri, infeksi virus, dan keganasan

Etiologi
Penyebab paling sering efusi pleura transudatif di USA adalah oleh karena penyakit gagal
jantung kiri, emboli paru, dan sirosis hepatis, sedangkan penyebab efusi pleura eksudatif
disebabkan oleh pneumonia bakteri, keganasan (ca paru, ca mammae, dan lymphoma
merupakan 75 % penyebab efusi pleura oleh karena kanker), infeksi virus.

Tuberkulosis paru merupakan penyebab paling sering dari efusi pleura di Negara berkembang
termasuk Indonesia. Selain TBC, keadaan lain juga menyebabkan efusi pleura seperti pada
penyakit autoimun systemic lupus erythematosus (SLE), perdarahan (sering akibat trauma).
Efusi pleura jarang pada keadaan rupture esophagus, penyakit pancreas, abses intraabdomen,
rheumatoid arthritis, sindroma Meig (asites, dan efusi pleura karena adanya tumor ovarium).

Gejala

Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan
semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita
tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

- batuk

- cegukan

- pernafasan yang cepat

- nyeri perut.

Penatalaksanaan

The best way to clear up a pleural effusion is to direct treatment at what is causing it, rather
than treating the effusion itself. If heart failure is reversed or a lung infection is cured by
antibiotics, the effusion will usually resolve. However, if the cause is not known, even after
extensive tests, or no effective treatment is at hand, the fluid can be drained away by placing
a large-bore needle or catheter into the pleural space, just as in diagnostic thoracentesis. If
necessary, this can be repeated as often as is needed to control the amount of fluid in the
pleural space. If large effusions continue to recur, a drug or material that irritates the pleural
membranes can be injected to deliberately inflame them and cause them to adhere close
together–a process called sclerosis. This will prevent further effusion by eliminating the
pleural space. In the most severe cases, open surgery with removal of a rib may be necessary
to drain all the fluid and close the pleural space.
Penatalaksanaan tergantung pada penyakit yang mendasari terjadinya efusi pleura. Aspirasi
cairan menggunakan jarum dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan pleura, apabila
jumlah cairan banyak dapat dilakukan pemasangan drainase interkostalis atau pemasangan
WSD. Efusi pleura yang berulang mungkin memerlukan tambahan medikamentosan atau
dapat dilakukan tidakan operatif yaitu pleurodesis, dimana kedua permukaan pleura
ditempelkan sehingga tidak ada lagi ruangan yang akan terisi oleh cairan.

Keperawatan

1. Nyeri akut/kronis
2. Insomnia
3. Pertukaran gas tidak efektif
4. Kelelahan
5. Intoleransi aktivitas
6. Resiko ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
7. Koping individu tidak efektif

The core responsibilities of nurses:

 To prevent  nocturia, give drug in the morning


 Monitor fluid intake and output, weight, blood pressure, and electrolyte levels.
 Watch for signs and symptoms of hypokalemia, such as muscle weakness and cramps.
 Drug may be used with potassium sparing diuretic to prevent potassium loss.
 Consult to doctor and dietitian about a high-potassium diet. Foods rich in potassium
include citrus fruits, tomatoes, bananas, dates, and apricots.
 Monitor glucose level, especially in diabetic patients.
 Monitor elderly patients, who are especially susceptible to excessive diuresis.
 In patients with hypertension, therapeutic response may be delayed several weeks.

The nurse role in the care of the patient with a pleural effusion includes:

 Implementing the medical regimen.


 The nurse prepares and positions the patient for thoracentesis and offers support
throughout the procedure.
 Pain management is a priority, and the nurse assists the patient to assume positions
that are the least painful.
 Frequent turning and ambulation are important to facilitate drainage the nurse
administers analgesics as prescribed and as needed.  
 If chest tube drainage and a water-seal system is used, the nurse is responsible for
monitoring the system’s function and recording the amount of drainage at prescribed
intervals.
 If a patient is to be managed as an outpatient with a pleural catheter for drainage, the
nurse is responsible for educating the patient and family regarding management and
care of the catheter and drainage system.

face-to-face. Atau mungkin ada dokter yang bisa membantu??? (Sp. Onk?)

Efusi Pleura
by 3rr0rists on 19. Jan, 2009. 12.36 +00:00
Under : Medical | Tags: Medical

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan
di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-
200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura
mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan


penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit
sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.

ANATOMI PLEURA

Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara
histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal,
berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut
pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan
mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks.
Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura.
Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura
viseralis dan parietalis, diantaranya :

·    Pleura visceralis :

-     Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

-     Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit

-     Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit

-     Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik

-     Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh
darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
-     Menempel kuat pada jaringan paru

-     Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. pleura

·    Pleura parietalis

-     Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)

-     Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria
interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan
perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai
dengan dermatom dada

-     Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya

-     Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada
pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi
keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada
orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali.
Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau
reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.

Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi
dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik dan vaskular.
Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan
tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik
dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan
penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel
mesothelial.

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

1.   Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura


melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal
jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2.   Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi
bronkus atau penebalan pleura visceralis
3.   Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke
dalam rongga pleura

4.   Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi cairan dari
kapiler pleura ke arah rongga pleura

5.   Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk
sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.

ETIOLOGI

A.  Berdasarkan Jenis Cairan

Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk menemukan
penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang
pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat.
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan
penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan
cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif
melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi
pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi
pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam serum.

PARAMETER TRANSUDAT EKSUDAT


Warna Jernih Jernih, keruh,
berdarah
BJ < 1,016
< 1,016
Jumlah set Sedikit
Banyak (> 500
Jenis set PMN < 50% sel/mm2)

Rivalta Negatif PMN < 50%

Glukosa 60 mg/dl (= GD Negatif


plasma)
Protein 60 mg/dl (bervariasi)
Rasio protein T- < 2,5 g/dl < 2,5 g/dl
E/plasma
< 0,5 < 0,5
LDH
< 200 IU/dl < 200 IU/dl
Rasio LDH T-E/plasma
< 0,6 < 0,6

Efusi pleura berupa:

a.   Eksudat, disebabkan oleh :

1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi
biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit
kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat
dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.

2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal
dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan
bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas,
Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan
dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus
yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.

3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi timbul
karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus subpleural
yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi
pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan
nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral
pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala
febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae, kelenjar
linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar.
Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :

Ø  Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler.

Ø  Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau
mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik sirkulasi.
Ø  Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural, sehingga
menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam
cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi.
Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).

6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau
bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa
penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi
parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada
empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya
tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:

Ø  Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Ø  Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Ø  Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

Ø  Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir bebas
dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b.   Transudat, disebabkan oleh :

1.   Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis
konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan
tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada
pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas
reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang)
sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi
pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering
terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis,
diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila
penderita amat sesak.

2.   Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan
osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan
adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik
adalah dengan memberikan infus albumin.

3.   Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada pada
diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk
menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan
efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan
terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan
skelorasis.

4.   Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor ovarium
jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik,
fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya
metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya
terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan
penyakit kronis.

5.   Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral.
Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma.
Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

c.   Darah

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks selalu
lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku
beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil
oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal
dari trauma dinding dada.

B.  Berdasarkan Kuman Penyebab

1.   Mycobacterium Tuberculosis

a.    Bakteriologi

Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam
dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara kering
maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat
bangkit kembali dan aktif kembali.

Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula
memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini
adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian
lain, sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.

b.   Patogenesis

·    Tuberkulosis Primer

Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nudei dalam
udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-
bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh oang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-
paru. Kuman dapat masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.

Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag.
Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman yang bersarang tadi akan membentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer akan
timbul peradangan saluran getah bening menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran
kelenjar getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis
regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :

1)    Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat

2)    Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hillus atau
kompleks (sarang) Ghon

3)    Berkomplikasi dan menyebar secara:


-     Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya

-     Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya. Dapat juga
kuman tertelan bersama tertelan besama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus

-     Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya

-     Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya

Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.

·    Tuberkulosis Post-Primer

Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai
infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-Primer). Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai
dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior
atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru. Sarang
dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi
tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar
dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.

Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang dapat menjadi :

1)    Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

2)    Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan menimbulkan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh delam
bentuk perkapuran.

3)    Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya
dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila
jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-
lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi
kavitas sklerotik.

Kavitas dapat :

-     Melus kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini selanjutnya mengikuti
perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.

-     Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat
mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
-     Bersih dan menyembuh, disebut open heated cavity. Dapat juga menyembuh dengan
membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus,
menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.

Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari
jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat. Hal ini didukung dengan ditemukannya limfossit T,
Interleukin-2 dan Interleukin reseptor pada cairan pleura.

Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari kelenjar-
kelenjar getah bening servikal,  rnediastinal, dan dari abses di vertebrae.

Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema, yaitu buila terjadi infeksi
sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau berupa chylothoraxs yaitu bila terdapat
penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC
biasanya unilateral pada hemithoraxs kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan cairan
berwarna kuning jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan berupa darah,
serosanguineous atau merah muda diagnosis TBC harus diragukan.

c.    Gejala-gejala Tuberculosis

·    Batuk berdahak 3 minggu atau lebih

·    Sering disertai darah, sesak nafas, nyeri dada.

·    Gejala umum: badan lemah, nafsu makan turun, berat badan turun, malaise, berkeringat malam,
demam hilang timbul tidak terlalu tinggi.

·    Bisa muncul gejala TBC ekstra paru: pembesaran kelenjar, gibus, osteomielitis, meningitis.

d.   Diagnosis Tuberculosis pada orang dewasa

Dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil
pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada
atau pemeriksaan dahak SPS diulang.

·      Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosa sebagai penderita TBC BTA
positif.

·      Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya
Kontrimoksazol atau Amoksisillin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis
tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS.

·      Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.

·      Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung
diagnosis TBC.

·      Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA negatif, Rontgen
positif.

·      Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.

e.    Pemeriksaan Fisik

·    Tanda-tanda infiltrat : redup, bronkial

·    Dahak di saluran napas : ronki basah, ronki kering

·    Penyempitan : wheezing, penarikan, pendorongan, kaviitas, atelektase

·    Efusi, pnemotoraks dan schwarte

·    Tanda-tanda kelainan ekstra paru seperti scrofuloderma, gibus, osteomiditis, meningitis dan lain-
lain.

f.    Komplikasi TBC

·      Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat menglakibatkan kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.

·      Kolaps dini lobus akibat retraksi broakial

·      Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada


proses pemulihan atau reahtif) pada paru.

·      Pneumothorax (adanya udara didalam ronaga pleura) spontan kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru.

·      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.

·      Insufislensi Kardiopulmoner (Cardiopulmonary Insuficiency).


·      Efusi pleura

g.    Tujuan Pengobatan

·    Menyembuhkan penderita

·    Mencegah kematian

·    Mencegah kekambuhan

·    Menurunkan tingkat penularan

h.   Prinsip Pengobatan

·    Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua
kuman dapat dibunuh.

·    Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut
kosong. Apablia panduan obat ayang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu
pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten.

·    Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung untuk menjamin kepatuhan penderita


menelan obat. (DOTS = Directly Observed Treatment Short Course) oleh seorang Pengawas Menelan
Obat (PMO).

i.     Cara Pengobatan TBC

Pengobatan diberikai dalam 2 tahap, yaitu :

·      Intensif

Obat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan secara tepat biasanya penderita yang menular
menjadi tidak menular dalam jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita dengan BTA (+) menjadi (-)
pada akhir pengobatan tahap intensif

·      Lanjutan

Jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih lama.

 
j.     Jenis dan Dosis OAT

·      Isoniazid/INH (H)

Bakterisid. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif.

Dosis harian = 5 mg/kgBB

Dosis intermitten 3 kali seminggu 10 mg/kgBB

·      Rimfampisin (R)

Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis harian
maupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 10 mg/kgBB

·      Pirazinamid (Z)

Bakterisida, membunuh kuman di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian = 25 mg/kgBB, dosis
intermitten 3 kali seminngu 35 mg/kgBB

·      Etambutol (E)

Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB

Dosis intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB

·      Streptomisin (S)

Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 15 mg/kgBB. Penderita
berumur sampai 60 tahun, dosisnya 0,75 mg/kgBB. Penderita berumur > 60 tahun dosisnya 0,5
mg/kgBB.

k.   Panduan OAT di Indonesia

Kategori I :  2R7H7E7Z7/4H3R3

Tahap Intensif : 2 bulan: Isomazid                    1 x 300 mg setiap hari

                                         Rifampsin           1 x 450 mg setiap hari

                                                       Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari

                                                       Ethambutol            3 x 250 mg setiap hari

Tahap lanjutan : 4 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu


       Rifampisin            1 x 450 mg.3 x seminggu

Diberikan untuk :

·      Penderita baru TBC paru BTA (+)

·      Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat

·      Penderita TBC ekstra paru berat

Kategori II : 2R7117E7Z7S7/IR7H7E7Z7/5R3H3E3

Tahap intensif : 2 bulan: Isoniazid                     1 x 300 mg setiap hari

      Rifampisin             1 x 450 mg setiap hari

      Pirazinamid             3 x 500 mg setiap hari

      Ethambutol             3 x 250 mg setiap hari

      Streptomisin Inj.             0,75 gr setiap hari

    1 bulan  Isonlazid                        1 x 300 mg setiap hari

                  Rifampisin                        1 x 450 mg setiap hari

                                                      Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari

                                                      Ethambutol            3 x 250 mg setiap hari

Tahap lanjutan: 5 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu

      Rifampisin                        1 x 450 mg 3 x seminggu

      Ethambutol             3 x 250 mg 3 x seminggu

Diberikan untuk :

·      Penderita kambuh

·      Penderita gagal

·      Penderita dengan pengobatan setelah lalai

 
Kategori III: 2R7H7Z7/4R3H3

Tahap intensif: 2 bulan:  Isoniazid                     1 x 300 mg setiap hari

      Rifampisin                        1 x 450 mg setiap hari

      Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari

Tahap lanjutan: 4 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu

      Rifampisin             1 x 450 mg 3 x seminggu

Diberikan untuk :

·      BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan

·      Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis exudativa unilateral, TBC kulit,
TBC tulang (kecuali tulang belakang). sendi dan kelenjar adrenal.

Obat Sisipan (HRZE)

Bila pada akhirnya tahap intensif pengobatan penderita baru BTA dengan kategori I atau BTA
pengobatan ulang dengan kategori II, hasil dahak masih BTA (+), berikan obat sisipan (RHEX) setiap
hari selama 1 bulan.

2.   Non Myobacterium Tubercualaosis

Bisa dikarenakan :

a.    Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza

b.   Clostridium perringens, Bacteroides fragilis

c.    Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus

d.   Virus dan Mycoplasma pneumoni

e.    Parasit, Amoeba

f.    Hydatul disease

g.    SLE

h.   Penyakit rheumatoid
i.     Asbestosis

j.     Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene sodium, nitrofuratoin

k.   Neoplasma

l.     Dekompensasi jantung

m.  Trauma

n.   Idiopatik

Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara berulang-ulang
(pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-kadang masih belum bisa
didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil
pemeriksaan dengan operasi pun kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena
pleuritis yang non spesifik.

Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis sel. Penyebab efusi pleura
ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena adanya infeksi, reaksi hipersensitivitas,
kontaminasi dengan asbestos, dll.

Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang sedang
barkembang), efusi pleura idiopatik ini  kebanyakan dianggap sebagai pleuritis tuberkulosa,
sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap sebagai pleuritis karena penyakit kolagen
atau neoplasma.

GEJALA EFUSI PLEURA

Dan anamnesa didapatkan :

1.   Sesak nafas

2.   Rasa berat pada dada

3.   Berat badan menurun pada neoplasma

4.   Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis

5.   Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema

6.   Ascites pada sirosis hepatis

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)


1.   Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal

2.   Vokal fremitus menurun

3.   Perkusi dull sampal flat

4.   Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang

5.   Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :

Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas
dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi
dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat
terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :

1.   Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal
terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.

2.   Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri
menjalar ke daerah leher dan bahu.

PENGOBATAN EFUSI PLEURA

1.   Pengobatan Kausal

·    Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi  dapat diserap kembali
untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.

·    Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas bakteri
didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang lebih penting adalah
mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga pleura dengan efektif.

2.   Thoraxosentesis, indikasinya :

·    Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan

·    Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal

·    Bila terjadi reakumulasi cairan

·    Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.

3.   Water Sealed Drainage


Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi maligna.

Indikasi WSD pada empyema :

·    Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi

·    Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu

·    Terjadinva piopneumothoraxs

4.   Pleurodesis

Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan menggunakan zat kimia
(tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk) atau tindakan pembedahan.
Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan selalu terakumulasi kembali.

PENCEGAHAN

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat menimbulkan efusi
pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosa kausal belum dapat
ditegakkan.

A. Definisi
Efusi pleural adalah penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer
jarang terjadi namun biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan
jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus
(Baughman C Diane, 2000)
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).

B. Etiologi
1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium)
dan sindroma vena kava superior.
2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor
dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
 Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik
 Penurunan tekanan osmotic koloid darah
 Peningkatan tekanan negative intrapleural
 Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

H. Komplikasi
1. Pneumonia
2. Fibrosis paru
3. Pneumotorak
4. Emfisema
5. ArelektasisI.

F. Diagnosa Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium (analisis cairan efusi yang di thorakosentesis)
2. Pemeriksaan radiology
Foto toraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang
melengkung jika jumlah ciran efusi lebih dari 300 ml, pergeseran mediastinum kadang
ditemukan.
3. CT scan dada akan terlihat adnaya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya.
4. Ultra sono grafi pada pleura dapat menentukan adnaya cairan rongga pleura.
5. Bronkoskopi pada kasus-kasus neoplasma, korpus aleunum dan abses paru.
6. Thorakoskopi (tiber optic pleura) pada kasus dengan neoplasma tuberculosis pleura.
7. Biopsi pleura.

C. Tanda dan Gejala


Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis
(pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak
riak.
 Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan
pleural yang signifikan.
Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis
Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong
mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
 Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

C. Klasifikasi efusi pleura berdasarkan cairan yang terbentuk (Suzanue C


Smeltezer dan Brenda G. Bare, 2002).
1. Transudat
Merupakan filtrat plasma yang mengalir menembus dinding kapiler yang utuh, terjadi jika
faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan dan reabsorbsi cairan pleura terganggu yaitu
karena ketidakseimbangan tekanan hidrostaltik atau ankotik. Transudasi menandakan kondisi
seperti asites, perikarditis. Penyakit gagal jantung kongestik atau gagal ginjal sehingga terjadi
penumpukan cairan.
2. Eksudat
Ekstravasasi cairan ke dalam jaringan atau kavitas. Sebagai akibat inflamasi oleh produk
bakteri atau humor yang mengenai pleura contohnya TBC, trauma dada, infeksi virus. Efusi
pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif. TBC, pneumonia, infeksi
paru, sindroma nefrotik, karsinoma bronkogenik, serosis hepatis, embolisme paru, infeksi
parasitik.

D. Patofisiologi
Perubahan pergerakan cairan ke dalam dan keluar rongga pleura disebabkan adanya
ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotic dalam permukaan kapiler
dan pleura.
Perbedaan antara eksudat dan transudat didasarkan pada isi proteinnya trasudat (hidrotoraks)
diproduksi ketika cairan yang bebas protein mengalir dalam rongga pleura menjadi
terganggu. Cairan tampak jerniah atau kuning pucat. Berat jenis 1,015 atau kurang dengan
kandungan protein normal kurang dari 3 gr/dl, hitung jenis sel darah. Peningkatan tekanan
kapiler pada gagal jantung dan pengurangan tekanan onkotik plasma dalam ginjal atau
penyakit hepar telah diketahui menyebabkan cairan transudat.

Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b.d penurunan ekspansi paru (akumulasi udara/cairan),
gangguan musculoskeletal, nyeri/ansietas, proses inflamasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan,
penggunaan otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis, GDA taknormal.
Tujuan : pola nafas efektif
Kriteria hasil :
- Menunjukkan pola napas normal/efektif dng GDA normal
- Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi :
 Identifikasi etiologi atau factor pencetus
 Evaluasi fungsi pernapasan (napas cepat, sianosis, perubahan tanda vital)
 Auskultasi bunyi napas
 Catat pengembangan dada dan posisi trakea, kaji fremitus.
 Pertahankan posisi nyaman biasanya peninggian kepala tempat tidur
 Bila selang dada dipasang :
a. periksa pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi gelembung udara botol penampung
c. Klem selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d. Awasi pasang surutnya air penampung
e. Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
 Berikan oksigen melalui kanul/masker
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis (trauma jaringan) dan factor-faktor fisik
(pemasangan selang dada)
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri berkurang atau dapat dikontrol
- Pasien tampak tenang
Intervensi :
 Kaji terhadap adanya nyeri, skala dan intensitas nyeri
 Ajarkan pada klien tentang manajemen nyeri dengan distraksi dan relaksasi
 Amankan selang dada untuk membatasi gerakan dan menghindari iritasi
 Kaji keefektifan tindakan penurunan rasa nyeri
 Berikan analgetik sesuai indikasi
3. Resiko tinggi trauma/henti napas b.d proses cidera, system drainase dada, kurang
pendidikan keamanan/pencegahan
Tujuan : tidak terjadi trauma atau henti napas
Kriteria hasil :
- Mengenal kebutuhan/mencari bantuan untuk mencegah komplikasi
- Memperbaiki/menghindari lingkungan dan bahaya fisik
Intervensi :
 Kaji dengan pasien tujuan/fungsi unit drainase, catat gambaran keamanan
 Amankan unit drainase pada tempat tidur dengan area lalu lintas rendah
 Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi kulit, ganti ulang kasa penutup steril
sesuai kebutuhan
 Anjurkan pasien menghindari berbaring/menarik selang
 Observasi tanda distress pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
Tujuan : Mengetahui tentang kondisinya dan aturan pengobatan
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman tentang masalahnya
- Mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup untuk mencegah
terulangnya masalah
Intervensi :
 Kaji pemahaman klien tentang masalahnya
 Identifikasi kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang
 Kaji ulang praktik kesehatan yang baik, nutrisi, istirahat, latihan
 Berikan informasi tentang apa yang ditanyakan klien
 Berikan reinforcement atas usaha yang telah dilakukan klien .

DAFTAR PUSTAKA
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999.
Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC. 1997.
Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius. FKUI.1982.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta. EGC.
1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and Suddarth's, Ed8.
Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC, 1997.
Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis, dan evaluasi.
Ed5. Jakarta EGC. 1998.

Вам также может понравиться