Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Etika manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka.
Ricky W. Griffin dalam bukunya yang berjudul Business mengklasifikasikan etika
manajerial ke dalam tiga kategori:
1. Perilaku terhadap karyawan
Kategori ini meliputi aspek perekrutan, pemecatan, kondisi upah dan kerja, serta privasi
dan respek. Pedoman etis dan hukum mengemukakan bahwa keputusan perekrutan dan
pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan untuk melakukan pekerjaan.
Perilaku yang secara umum dianggap tidak etis dalam kategori ini misalnya mengurangi
upah pekerja karena tahu pekerja itu tidak bisa mengeluh lantaran takut kehilangan
pekerjaannya.
Strategi Defensif
Strategi defensif dalam tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan terkait
dengan penggunaan pendekatan legal atau jalur hukum untuk menghindarkan diri atau
menolak tanggung jawab sosial .
Strategi Akomodatif
Strategi Akomidatif merupakan tanggung jawab sosial yang dijalankan perusahaan
dikarenakan adanya tuntutan dari masyarakat dan lingkungan sekitar akan hal tersebut
Strategi Proaktif
Perusahaan memandang bahwa tanggung jawab sosial adalah bagian dari tanggung jawab
untuk memuaskan stakeholders. Jika stakeholders terpuaskan, maka citra positif terhadap
perusahaan akan terbangun.
Manfaat
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Manfaat bagi Perusahaan
Citra Positif Perusahaan di mata masyarakat dan pemerintah
Nilai Personal terdiri dari nilai terminal dan nilai instrumental. Nilai terminal pada
dasarnya merupakan pandangan dan cara berfikir seseorang yang terwujud melalui
perilakunya, yang didorong oleh motif dirinya dalam meraih sesuatu. Nilai instrumental
adalah pandangan dan cara berfikir seseorang yang berlaku untuk segala keadaan dan
diterima oleh semua pihak sebagai sesuatu yang memang harus diperhatikan dan
dijalankan.
Responden dari 220 manajer beranggapan bahwa nilai-nilai instrumental yang perlu
dimiliki adalah (1) penghargaan terhadap pribadi (2) keamanan dan kesejahteraan
keluarga pekerja (3) kebebasan dan kemerdekaan (4) dorongan untuk meraih sesuatu dan
(5) kebahagiaan
Konflik Nilai
Konflik intrapersonal pada dasarnya terjadi umumnya di dalam individu dan antar
individu.
Konflik individu-organisasi pada dasarnya merupakan konflik yang terjadi pada saat nilai
yang dianut oleh individu berbenturan dengan nilai yang harus ditanamkan oleh
perusahaan
Konflik antar Budaya pada dasarnya merupakan konflik antar individu maupun antara
individu dengan organisasi yang disebabkan oleh adanya perbedaan budaya diantara
individu yang bersangkutan atau juga organisasi yang bersangkutan
Berbagai isu seputar etika manajemen
Penggunaan obat-obatan terlarang
Pencurian oleh Para Pekerja atau Korupsi
Konflik Kepentingan
Pengawasan Kualitas atau Quality Control
Penyalahgunaan informasi yang bersifat rahasia
Penyelewengan dalam pencatatan keuangan
Penyalahgunaan penggunaan asset perusahaan
Pemecatan tenaga kerja
Polusi Lingkungan
Cara bersaing dari Perusahaan yang dianggap tidak etis
Penggunaan pekerja atau tenaga kerja di bawah umur
Pemberian hadiah kepada pihak-pihak tertentu yang terkait dengan pemegang kebijakan.
dan lain sebagainya
Model Penilaian Etika (Griffin,2002)
Upaya perwujudan
dan peningkatan etika manajemen
Pelatihan etika
Advokasi etika
Kode Etik
Keterlibatan Publik dalam Etika Manajemen Perusahaan
Fungsi Perencanaan dan Pengambilan Keputusan
Pengertian Perencanaan
Perencanaan atau Planning adalah sebuah proses yang dimulai dari penetapan tujuan
organisasi, menentukan strategi untuk pencapaian tujuan organisasi tersebut secara
menyeluruh, serta merumuskan sistem perencanaan yang menyeluruh untuk
mengintegrasikan dan mengkordinasikan seluruh pekerjaan organisasi hingga tercapainya
tujuan organisasi (Robbins dan Coulter ,2002)
Perencanaan dapat dilihat dari 3 hal, yaitu proses, fungsi manajemen, dan pengambilan
keputusan. (Ernie&Kurniawan,2005)
Dari sisi proses, fungsi perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk memilih
tujuan dan menentukan bagaimana tujuan tersebut akan dicapai.
Dari sisi fungsi manajemen, perencanaan adalah fungsi dimana pimpinan menggunakan
pengaruh atas wewenangnya untuk menentukan atau merubah tujuan dan kegiatan
organisasi.
Dari sisi pengambilan keputusan, perencanaan merupakan pengambilan keputusan untuk
jangka waktu yang panjang atau yang akan datang mengenai apa yang akan dilakukan,
bagaimana melakukannya, bilamana dan siapa yang akan melakukannya, dimana
keputusan yang diambil belum tentu sesuai hingga implementasi perencaan tersebut
dibuktikan di kemudian hari.
Berdasarkan Kejelasan
Tujuan yang dinyatakan (stated goals) dan rujuan yang aktual atau nyata (real goals)
Berdasarkan Kejelasan
Rencana Spesifik (Specific Plans) Rencana Direktif (Directive Plans)
Pendekatan Tradisional
dalam Penetapan Tujuan
Pendekatan MBO
Kekuatan dan Kelemahan MBO
Beberapa Alat Bantu perencanaan
Bagan Arus (Flow Chart)
Bagan Gantt (Gantt Chart)
Jaringan PERT (PERT Network)
dll
anajer adalah seseorang yang bekerja melalui orang lain dengan mengoordinasikan
kegiatan-kegiatan mereka guna mencapai sasaran organisasi. Tingkatan manajer Piramida
jumlah karyawan pada organisasi dengan struktur tradisional, berdasarkan tingkatannya.
Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan menjadi manajer
puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama (biasanya digambarkan
dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih besar di bagian bawah daripada
di puncak). Berikut ini adalah tingkatan manajer mulai dari bawah ke atas: • Manejemen
lini pertama (first-line management), dikenal pula dengan istilah manajemen operasional,
merupakan manajemen tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi
karyawan non-manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut
penyelia (supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen,
atau mandor (foreman). • Manajemen tingkat menengah (middle management),
mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan manajemen
puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang termasuk
manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer pabrik, atau
manajer divisi. • Manajemen puncak (top management), dikenal pula dengan istilah
executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan strategi perusahaan secara umum
dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top manajemen adalah CEO (Chief
Executive Officer), CIO (Chief Information Officer), dan CFO (Chief Financial Officer).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan
menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi yang lebih
fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim karyawan yang selalu
berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai dengan dengan permintaan
pekerjaan. Peran manajer Henry Mintzberg, seorang ahli riset ilmu manajemen,
mengemukakan bahwa ada sepuluh peran yang dimainkan oleh manajer di tempat
kerjanya. Ia kemudian mengelompokan kesepuluh peran itu ke dalam tiga kelompok,
yaitu: 1. Peran antarpribadi Merupakan peran yang melibatkan orang dan kewajiban lain,
yang bersifat seremonial dan simbolis. Peran ini meliputi peran sebagai figur untuk anak
buah, pemimpin, dan penghubung. 2. Peran informasional Meliputi peran manajer
sebagai pemantau dan penyebar informasi, serta peran sebagai juru bicara. 3. Peran
pengambilan keputusan Yang termasuk dalam kelompok ini adalah peran sebagai seorang
wirausahawan, pemecah masalah, pembagi sumber daya, dan perunding. Mintzberg
kemudian menyimpulkan bahwa secara garis besar, aktivitas yang dilakukan oleh
manajer adalah berinteraksi dengan orang lain. Keterampilan manajer Gambar ini
menunjukan keterampilan yang dibutuhkan manajer pada setiap tingkatannya. Robert L.
Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal
tiga keterampilan dasar. Ketiga keterampilan tersebut adalah: 1. Keterampilan konseptual
(conceptional skill) Manajer tingkat atas (top manager) harus memiliki keterampilan
untuk membuat konsep, ide, dan gagasan demi kemajuan organisasi. Gagasan atau ide
serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan
untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu
rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau
planning. Oleh karena itu, keterampilan konsepsional juga meruipakan keterampilan
untuk membuat rencana kerja. 2. Keterampilan berhubungan dengan orang lain
(humanity skill) Selain kemampuan konsepsional, manajer juga perlu dilengkapi dengan
keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang
disebut juga keterampilan kemanusiaan. Komunikasi yang persuasif harus selalu
diciptakan oleh manajer terhadap bawahan yang dipimpinnya. Dengan komunikasi yang
persuasif, bersahabat, dan kebapakan akan membuat karyawan merasa dihargai dan
kemudian mereka akan bersikap terbuka kepada atasan. Keterampilan berkomunikasi
diperlukan, baik pada tingkatan manajemen atas, menengah, maupun bawah. 3.
Keterampilan teknis (technical skill) Keterampilan ini pada umumnya merupakan bekal
bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah. Keterampilan teknis ini merupakan
kemampuan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu, misalnya menggunakan
program komputer, memperbaiki mesin, membuat kursi, akuntansi dan lain-lain. Selain
tiga keterampilan dasar di atas, Ricky W. Griffin menambahkan dua keterampilan dasar
yang perlu dimiliki manajer, yaitu: Keterampilan manajemen waktu Merupakan
keterampilan yang merujuk pada kemampuan seorang manajer untuk menggunakan
waktu yang dimilikinya secara bijaksana. Griffin mengajukan contoh kasus Lew
Frankfort dari Coach. Pada tahun 2004, sebagai manajer, Frankfort digaji $2.000.000 per
tahun. Jika diasumsikan bahwa ia bekerja selama 50 jam per minggu dengan waktu cuti 2
minggu, maka gaji Frankfort setiap jamnya adalah $800 per jam—sekitar $13 per menit.
Dari sana dapat kita lihat bahwa setiap menit yang terbuang akan sangat merugikan
perusahaan. Kebanyakan manajer, tentu saja, memiliki gaji yang jauh lebih kecil dari
Frankfort. Namun demikian, waktu yang mereka miliki tetap merupakan aset berharga,
dan menyianyiakannya berarti membuang-buang uang dan mengurangi produktivitas
perusahaan. 1. Keterampilan membuat keputusan Merupakan kemampuan untuk
mendefinisikan masalah dan menentukan cara terbaik dalam memecahkannya.
Kemampuan membuat keputusan adalah yang paling utama bagi seorang manajer,
terutama bagi kelompok manajer atas (top manager). Griffin mengajukan tiga langkah
dalam pembuatan keputusan. Pertama, seorang manajer harus mendefinisikan masalah
dan mencari berbagai alternatif yang dapat diambil untuk menyelesaikannya. Kedua,
manajer harus mengevaluasi setiap alternatif yang ada dan memilih sebuah alternatif
yang dianggap paling baik. Dan terakhir, manajer harus mengimplementasikan alternatif
yang telah ia pilih serta mengawasi dan mengevaluasinya agar tetap berada di jalur yang
benar. Etika manajerial Artikel utama untuk bagian ini adalah: Etika manajerial Etika
manajerial adalah standar prilaku yang memandu manajer dalam pekerjaan mereka. Ada
tiga kategori klasifikasi menurut Ricky W. Griffin: • Perilaku terhadap karyawan •
Perilaku terhadap organisasi • Perilaku terhadap agen ekonomi lainnya Etika Para
Manajer Pengertian Etika Kepemimpinan yang baik dalam bisnis adalah kepemimpinan
yang beretika. Etika yaitu ilmu normative penuntun manusia, yang mengandung sistem
nilai dan prinsip moral yang memberi perintah pandangan, Sedangkan Menurut Griffin
Etika adalah keyakinan dan nilai akan sesuatu yang baik dan buruk, benar dan salah.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengertian etika Manajerial adalah standar kelayakan
pengelolaan organisasiyang memenuhi kriteria etika yang akan dijelaskan kemudian.
Menurut data dari Gathering Analysis Pengumpulan Data (Griffin, 2002) mengenai
tindakan atau kegiatan yang dilakukan, apakah tindakan atau kegiatan yang dilakukan
memenuhi 4 kriteria dalam etika yakni: 1. Manfaat : Apakah tindakan yang diambil oleh
para manajer memberikan kepuasan atau manfaat bagi semua pihak. 2. Pemenuhan Hak :
Apakah tindakan yang dilakukan menjamin terpenuhinya dan terpeliharanya hak-hak dari
semua pihak? 3. Keadilan : Apakah tindakan yang diambil adil bagi semua pihak 4.
Pemeliharaan : Apakah tindakan yang dilakukan konsisten dengan tanggung jawab
pemeliharaan dalam berbagai hal? 2Pandangan tentang Etika Ada empat sudut pandang
mengenai etika bisnis, yakni: a. Pandangan Utilitarian keputusan-keputusan yang dibuat
hanya berdasarkan hasil-hasilnya atau akibat-akibatnya. Di satu pihak, utilitarianisme
mendorong efesiensi dan produktivitas dan sesuai dengan sasaran memaksimalkan laba.
Namun di lain pihak, pandangan ini menyebabkan hak-hak sejumlahorang yang
berkepentingan menjadi terabaikan. b. Pandangan Hak-Hak tentang Etika Pandangan ini
perduli terhadap penghormatan dan perlindungan hak-hak dan kebebasan individu,
termasuk hak berbicara, hak terhadap kerahasiaan. Segi positif pandangan ini adalah
bahwa sudut pandang ini melindungi kerahasiaan dan kebebasan individu-individu. Segi
negatifnya adalah hambatan terhadap produktivitas dan efisiensiyang tinggi karena dapat
menciptakan iklimkerja yang lebih memperhatikan perlindungan hak-hak individu
daripada menyelesaikan pekerjaan. c. Pandangan Teori Keadilan tentang Etika
Pandangan ini menuntut para manajer untuk menerapkan peraturan-peraturan secara adil
dan tidak memihak. Segi positif pandangan iniadalah kepentingan-kepentingan pihak
yang berkepentingan menjadi terlindungi. Segi negatifnya adalah karena haknya sudah
terpenuhi, maka para karyawan cenderung akan menjadi enggan untuk berinovasi. d.
Pandangan Teori Kontrak Sosial Terpadu Pandangan ini mengusulkan agar keputusan-
keputusan yang diambil sebaiknya dibuat berdasarkan faktor-faktor empiris (apa yang
ada) dan faktor-faktor yang normatif (apa yang seharusnya). Pandangan etika ini
menyarankan para manajer harus melihat norma-norma yang ada di industri-industri dan
perusahaan-perusahaan untuk menentukan apa yang merupakan tindakan-tindakan atau
keputusan-keputusan yang benar atau salah. Prinsip – prinsip dan Unsur etika bisnis
Prinsip umum etika bisnis Secara umum, prinsip- prinsip yang berlaku dalam kegiatan
bisnis yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai
manusia. Demikian pula prinsip-prinsip itu sangat erat terkait dengan system nilai yang
dianut oleh masing-masing masyarakat. Begitu Pula, prinsip-prinsip etika bisnis yang
berlaku di Indonesia akan sangat dipengaruhi oleh system nilai masyarakat kita. Prinsip –
prinsip tersebut adalah: a. Prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dankemampuan
manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri
tentang apa yang dianggapnyabaik untuk dilakukan. Orang bisnis yang otonom adalah
orang yang sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis.
b. Prinsip kejujuran. Bisnis tidak dapat bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan
pada prinsip kejujuran. Dan sesungguhnya para manajer sadar dan mengaku bahwa
memang kejujuran dalam berbisnis adalah kunci keberhasilannya, termasuk untuk
bertahan dalam jangka panjang, dalam suasana bisnis penuh persaingan yang ketat. c.
Prinsip Keadilan. Prinsip keadilan menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuaidengan criteria yang rasional objektif dan dapat
dipertanggung jawabkan. Demikian pula, prinsip keadilan menuntut agar setiap orang
dalam kegiatan bisnis, entah dalam relasi eksternal perusahaan maupun relasi internal
perusahaan perlu diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing. Keadilan menuntut
agar tidak boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. d. Prinsip Saling
menguntungkan. Prinsip ini menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan semua pihak. e. Prinsip integritas moral. Prinsip ini dihayati sebagai
tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan agar dia perlu menjalankan
bisnis dengan tetap menjaga nama baiknya atau nama baik perusahaan. Dalam bisnis,
kebanyakan pertanyaan etika termasuk dalam salah satu atau beberapa dari empat
kategori, yaitu : 1. Sosial ( Masyarakat ), masalah Apartheid di Afrika adalah salah satu
pertanyaan tingkat sosial. Apakah benar secara etika mempunyai system sosial yang
sekelompok orang. 2. Pihak yang berkepentingan, jenis pertanyaan etika ini menyangkut
pihak yang berkepentingan seperti pemasok, pelanggan, pemegang saham dan lain-lain.
Disini mengajukan pertanyaan mengenai cara sebuah perusahaan seharusnya menangani
kelompok eksternal yang terpengaruh oleh keputusanya, disamping bagaimana pihak
yang berkepentingan seharusnya berhubungan dengan perusahaan. 3. Kebijakan Internal,
pertanyaan disini mengenai sifat hubungan perusahaan dengan para karyawannya.
Kontrak perjanjian kerja yang seperti apa yang adil, apa yang menjadi kewajiban bersama
dari manajer dan pekerjaan, apa hak yang dimiliki karyawan dan sebagainya. 4.
Inidvidual ( Pribadi ), disini kita mengajukan pertanyaan mengenai bagaimana orang
seharusnya saling memperlakukan di dalam sebuah organisasi. Apakah kita harus saling
bersikap jujur apapun konsekuensinya, apa kewajiban yang kita punyai baik sebagai
manusia maupun sebagai pekerja.
strategi CSR
CSR atau kepanjangan dari Corporate Social Responsibility sering dianggap perusahan
sebagai aktivitas yang kurang penting dan cenderung menjadi ajang aktivitas untuk
"buang-buang duit" karena tidak menghasilkan profit sama sekali dan kontribusi bagi
perusahaan. dan dapat dilihat bagaimana perkembangan CSR saat ini, akibatnya kegiatan
ini sangatlah kurang berkembang. kegiatan masih sebatas pada pemberian donasi atau
sumbangan, tanpa efek yang berlanjut yang nantinya juga akan berdampak kepada
lingkungan ekonomi dan sosial dalam jangka panjang, sebaliknya CSR jika diolah
sedemikian rupa dapat dijadikan strategi bagi perusahaan.
CSR seharusnya dianggap bukan sebagai aktivitas untuk buang-buang duit. CSR harus
menjadi bagian dari perusahaan dalam memenuhi tujuannya untuk meningkatkan profit.
konsep strategi CSR dapat dilihat seperti konsep di bawah ini :
Strategi CSR adalah pendekatan yang mensinergikan CSR dengan strategi perusahaan
secara keseluruhan. sinergi ini diperoleh ketika perusahaan memberi kontribusi pada
lingkungan sosialnya sesuai dengan core competency-nya atau kata lainnya adalah CSR
harus juga memberikan keuntungan bagi perusahaan.
michael porter mencatat bahwa strategi CSR memiliki potensi untuk berkontribusi pada
lima penggerak produktivitas, yaitu investasi, inovasi, skill, organisasi dan kompetisi
(DTI Economics Paper No. 3).
apa arti bulatan-bulatan diatas. itu menggambarkan bagaimana efek CSR bila dilakukan
perusahaan secara sungguh dan terencana bukan sebagai kegiatan dadakan. Strategi CSR
dapat mempengaruhi lingkungan hidup, ekonomi, dan social, atau lebih komplitnya dapat
dilihat pada bagan di bawah ini
dalam lingkungan hidup misalnya perusahaan dapat menerapkan produk yang ramah
lingkungan atau menerapkan pengolahan limbah yang ramah lingkungan atau bisa juga
perusahaan memilih penggunaan energi yang ramah lingkungan untuk mengurangi efek
dari global warming yang sekarang efeknya sudah mendunia, atau perusahaan peduli
terhadap lingkungan misalnya peduli terhadap terumbu karang atau coral reef yang
sekarang mulai banyak yang rusak perusahaan misalnya juga dapat berperan aktif di
dalam konservasinya
di dalam bidang sosial misalnya perusahaan dapat memberikan kontribusi terhadap para
kaum miskin lewat pelatihan-pelatihan dan memberikan akses pendidikan kepada mereka
sehingga mereka tidak akan merasa termajinalkan oleh industrialisasi atau perusahaan
juga dapat menciptakan sumber daya yang terjangkau bagi masyarakat lemah. di dalam
hal ini bisa juga penerapan CSR secara internal yaitu keterpedulian terhadap karyawan
perusahaan.
di dalam lingkungan ekonomi atau pasar misalnya perusahaan tetap menjaga hubungan
yang baik dengan supplier ataupun distributor tidak malahan mengakali mereka dan
mengabuse mereka, tetapi berikanlah penghargaan kepada mereka atas kontribusi mereka
terhadap perkembangan perusahaan.
Intinya CSR adalah strategi yang melibatkan keseluruhan dari stakeholder perusahaan
tidak bisa berjalan sendiri dan terpisah karena ini adalah suatu sistem.
keuntungan dari penerapan strategi CSR ini di dalam perusahaan adalah terciptanya
reputasi perusahaan yang baik yang akan memberikan value added bagi perusahaan
dalam jangka waktu yang lama, karena ini adalah masalah membangun image perusahaan
yang peduli dengan keseluruhan stakeholdernya dan akan mempengaruhi customer dalam
membeli produk-produk dari perusahaan tersebut.
Definisi CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan atau konsep
yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai
bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan
itu berada. COntoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari
melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana
untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang
bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang
berada di sekitar perusahaan tersebut berada. Corporate Social Responsibility
(CSR) merupakan fenomena strategi perusahaan yang mengakomodasi kebutuhan
dan kepentingan stakeholder-nya. CSR timbul sejak era dimana kesadaran akan
sustainability perusahaan jangka panjang adalah lebih penting daripada sekedar
profitability.
Seberapa jauhkah CSR berdampak positif bagi masyarakat ?
CSR akan lebih berdampak positif bagi masyarakat; ini akan sangat tergantung dari
orientasi dan kapasitas lembaga dan organisasi lain, terutama pemerintah. Studi Bank
Dunia (Howard Fox, 2002) menunjukkan, peran pemerintah yang terkait dengan CSR
meliputi pengembangan kebijakan yang menyehatkan pasar, keikutsertaan sumber
daya, dukungan politik bagi pelaku CSR, menciptakan insentif dan peningkatan
kemampuan organisasi. Untuk Indonesia, bisa dibayangkan, pelaksanaan CSR
membutuhkan dukungan pemerintah daerah, kepastian hukum, dan jaminan
ketertiban sosial. Pemerintah dapat mengambil peran penting tanpa harus melakukan
regulasi di tengah situasi hukum dan politik saat ini. Di tengah persoalan kemiskinan
dan keterbelakangan yang dialami Indonesia, pemerintah harus berperan sebagai
koordinator penanganan krisis melalui CSR (Corporate Social Responsibilty).
Pemerintah bisa menetapkan bidang-bidang penanganan yang menjadi fokus, dengan
masukan pihak yang kompeten. Setelah itu, pemerintah memfasilitasi, mendukung,
dan memberi penghargaan pada kalangan bisnis yang mau terlibat dalam upaya besar
ini. Pemerintah juga dapat mengawasi proses interaksi antara pelaku bisnis dan
kelompok-kelompok lain agar terjadi proses interaksi yang lebih adil dan
menghindarkan proses manipulasi atau pengancaman satu pihak terhadap yang lain.
Sumber: kesimpulan dari beberapa artikel tentang CSR
Development
Business ethics is a form of the art of applied ethics that examines ethical principles and
moral or ethical problems that can arise in a business environment. In the increasingly
conscience-focused marketplaces of the 21st century, the demand for more ethical
business processes and actions (known as ethicism) is increasing. Simultaneously,
pressure is applied on industry to improve business ethics through new public initiatives
and laws (e.g. higher UK road tax for higher-emission vehicles). Business ethics can be
both a normative and a descriptive discipline. As a corporate practice and a career
specialization, the field is primarily normative. In academia, descriptive approaches are
also taken. The range and quantity of business ethical issues reflects the degree to which
business is perceived to be at odds with non-economic social values. Historically, interest
in business ethics accelerated dramatically during the 1980s and 1990s, both within major
corporations and within academia. For example, today most major corporate websites lay
emphasis on commitment to promoting non-economic social values under a variety of
headings (e.g. ethics codes, social responsibility charters). In some cases, corporations
have re-branded their core values in the light of business ethical considerations (e.g. BP's
"beyond petroleum" environmental tilt). The term CSR itself came in to common use in
the early 1970s although it was seldom abbreviated. The term stakeholder, meaning those
impacted by an organization's activities, was used to describe corporate owners beyond
shareholders from around 1989.