Вы находитесь на странице: 1из 8

Berdoa Setelah Shalat

BERDOA SETELAH SHALAT, BID’AH ATAU SUNAH?

Oleh: Farid Nu’man Hasan


Mukadimah
Para ulama berselisih pendapat tentang berdoa setelah shalat wajib. Ada yang mengatakan
sebagai amalan yang disyariatkan, bahkan termasuk waktu yang bagus untuk berdoa. Seperti kalangan
pengikut Syafi’iyah. Apalagi berdoa setelah shalat Shubuh dan Ashar, sebagai pengganti dari shalat sunah
ba’diyah, sebagaimana yang difahami oleh pengikut Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan Imam-imam
lainnya. Namun, ada juga yang mengatakan bahwa berdoa setelah shalat tidaklah disyariatkan, bagi
kelompok ini saat tepat berdoa adalah ketika shalatnya bukan setelahnya, karena saat shalat itulah kita
sedang ber’komunikasi’ dengan Allah Ta’ala. Bagi mereka yang disyariatkan setelah shalat adalah
membaca dzikir-dzikir ma’tsur, bukan berdoa. Inilah pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu
Qayyim Al Jauziyah, Imam Asy Syathibi, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, dan lainnya.
Tentu kita tidak berpangku tangan atas khilafiyah para imam ini. Kecintaan kita terhadap mereka,
tidaklah menutup kita untuk mencoba untuk mengetahui mana di antara perbedaan ini yang lebih kuat
pendapatnya; berdasarkan dalil yang kuat periwayatannya (qath’iyut tsubut) dan jelas petunjuknya
(qath’iyud dilalah).
Berdoa Setelah Shalat Adalah Masyru’ (Disyariatkan)
Inilah pandangan yang nampaknya –wallahu a’lam- lebih kuat. Selama beberapa tahun kami
sempat meninggalkan pendapat ini. Namun, ketika coba kami lakukan bahts (kajian), dengan rendah hati
kami kembali kepada pendapat kami yang terdahulu. Sebab, dalil-dalil yang ada nampak lebih kuat, ada
pun alasan dahulu, kami hanya ikuti pendapat yang menyatakan itu tidak disyariatkan, karena berpegang
fatwa-fatwa ulama yang menyatakan demikian. Saat ini, dengan jujur kami temukan bahwa sebenarnya
tidak demikian. Apa yang kami pahami ini, merupakan kesadaran ilmiah, bahwa dalam urusan peribadatan
kita harus lebih mengikuti dalil-dalil yang ada, ada pun fatwa atau pendapat para ulama adalah untuk
memperkuat saja.
Dalil-dalil Doa setelah Shalat
Pertama. Hadits tentang keutamaan berdoa setelah shalat wajib. Dari Abu Umamah Radhiallahu
‘Anhu, beliau berkata:

«‫ وأدبار الصلوات المكتوبة‬،‫ »جوف الليل‬:‫ي الّدعاء أسمُع؟ قال صّلى ال عليه وسّلم‬
ّ ‫أ‬
“Doa manakah yang paling didengar? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Doa
pada sepertiga malam terakhir, dan setelah shalat wajib.” (HR. At Tirmidzi, No. 3499. Syaikh Al Albani
menghasankan hadts ini, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, No. 3499)
Hadits ini jelas menyebut bahwa berdoa setelah shalat wajib itu ada, bahkan termasuk waktu
yang paling utama. Makna adbarul shalawat maktubah adalah setelah shalat wajib yakni setelah salam.
Memang ada ulama yang menyatakan -seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan dikuatkan Syaikh Ibnu
‘Utsaimin- bahwa makna adbar ash shalawat bukanlah setelah usai shalat tetapi masih di akhir shalat
(sebelum salam) . Mereka mengqiyaskan, bahwa hewan itu memiliki dubur (jamaknya adalah adbar), dan
duburnya hewan masih pada tubuh hewan tersebut, bukan di luar tubuhnya. Selain itu beliau juga berdalil
dengan ayat: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), berdzikirlah kepada Allah ... (QS. An
Nisa (4): 103). Bahkan Syaikh Ibnu tsaimin mengatakan berdoa setelah shalat wajb atau sunah adalah tidak
ada dasarnya! (Lihat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 3/62. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Pendapat seperti ini juga disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Al Huda An Nabawi
sebagaimana dikutip oleh Al Hafizh Ibnu Hajar, menurut Ibnul Qayyim doa setelah shalat tak ada
contohnya, baik hadits shahih atau hasan, baik ketika menjadi imam, makmum, atau sendiri, bahkan
katanya hal itu juga tidak dilakukan oleh para khulafa’ ar Rasyidin, hingga ia berkata:

‫وعامة الدعية المتعلقة بالصلة إنما فعلها فيها وأمر بها فيها‬
“Umumnya doa-doa yang terkait dengan shalat, sesungguhnya itu dilakukan
hanyalah di dalam shalat, dan diperintahkan membacanya di dalam shalat.”
Menurutnya, yang benar setelah shalat adalah dzikir saja, bukan doa. Tetapi, Al
Hafizh Ibnu Hajar telah menyanggahnya dengan berbagai hadits shahih tentang contoh
doa ba’da shalat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Fathl
Bari, 11/133)
Bukan hanya mereka, Imam Al Hafizh Abul Abbas Al Anshari Al Qurthubi juga mengatakan,
duburush shalah (dengan huruf dal didhammahkan) adalah akhir shalat. (Imam Abul Abbas Al Anshari
Al Qurthubi, Al Mufhim Lima Asykala min Talkhish Kitabi Muslim, 5/150. Maktabah Misykah) Perlu
diketahui, qiyas yang dilakukan Imam Ibnu Taimiyah telah dibantah oleh Imam Al Kasymiri , dia
menyebut qiyas tersebut ghairu shahih (tidak benar), tidak pantas mengqiyaskan duburush shalah yang
memiliki keindahan dan keutamaan, dengan dubur hewan yang tidak memiliki keindahan. (Imam
Muhammad Anwarsyah bin Mu’zhamsyah Al Kasymiri, Al ‘urf Asy Syadzi, 1/459. Muasasah Dhuha
Lin Nasyr wat Tauzi’) Di sisi lain, apa yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin bahwa berdoa setelah
shalat sunah adalah tidak ada dasarnya, merupakan pendapat yang berlebihan, sebab telah tsabit riwayat
tentang doa setelah shalat sunah istisqa. Ada pun yang dikatakannya, bahwa doa setelah shalat wajib juga
tidak ada dasarnya, maka berbeda sekali antara Syaikh Ibnu Utsaimin dengan Imam Al Bukhari dan Al
Hafizh Ibnu Hajar –sebagaimana nanti akan kami jelaskan.
Memang, bisa saja makna dubur ash shalah adalah akhir shalat, tetapi juga bisa bermakna
setelah shalat sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi dalam
‘Aunul Ma’bud-nya. Tetapi, jika dikatakan hanya bermakna di akhir shalat, dan saat itulah waktu yang
pas untuk berdoa, karena saat itu manusia sedang bermunajat dengan Allah Ta’ala, sehingga doa setelah
shalat adalah dinila keliru, maka ini pemikiran yang perlu ditinjau kembali. Sebab, pemikiran ini akan
membawa kesan seakan Allah Ta’ala tidak mau mendengar doa hambaNya diluar waktu shalat tersebut.
Pada kenyataannya banyak sekali doa-doa yang nabi panjatkan di luar waktu shalat.

Seandainya benar makna duburus shalah ini adalah ‘hanya’ akhir shalat saja, maka lebih tepat
hadits itu adalah tentang afdhaliyah (keutamaan) waktu berdoa, yakni diakhir shalat dibanding
setelahnya. Sebab memang zhahir hadits ini jelas-jelas berbicara tentang waktu yang paling utama untuk
berdoa. Selain itu, jika difahami bahwa hadits ini melarang doa setelah shalat –padahal ini pemahaman
yang amat jauh- maka membawa konsekuensi larangan juga berlaku bagi berdoa diluar waktu sepertiga
malam, dan ini pendapat yang ganjil, sebab tidak ada ulama yang berpendapat demikian. Kita lihat, hadits
ini menyebutkan dua waktu utama yang diathafkan (dikaitkan): yakni berdoa ketika sepertiga malam
terakhir dan duburush shalah. Maka, jika mau konsekuen, jangan hanya melarang berdoa setelah shalat
tetapi larang juga berdoa selain sepertiga malam terakhir, jelas ini pendapat yang mengandung
kemusykilan.
Ini semua, jika BENAR bahwa makna duburush shalah adalah AKHIR SHALAT. Tetapi, yang
lebih kuat, makna kalimat tersebut adalah juga termasuk setelah shalat, hal ini ditegaskan oleh hadits
berikut:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam bersabda:
‫لًثثا‬
َ ‫لث َث‬َّ ‫ن َوَكّبثَر ا‬ َ ‫لِثيث‬ َ ‫لًثثا َوَث‬
َ ‫لث َث‬
َّ ‫حِمثَد ا‬َ ‫ن َو‬َ ‫لِثيث‬َ ‫لًثثا َوَث‬
َ ‫لٍة َث‬
َ‫ص‬َ ‫ل ِفي ُدُبِر ُكّل‬ َّ ‫ح ا‬ َ ‫سّب‬
َ ْ‫َمن‬
ُ ‫ك َلُه َل ثُه اْلُمْل ث‬
‫ك‬ َ ‫شِري‬ َ ‫حَدُه َل‬ ْ ‫ل َو‬
ُّ ‫ن َوَقاَل َتَماَم اْلِماَئِة َل ِإَلَه ِإّل ا‬
َ ‫سُعو‬
ْ ‫سَعٌة َوِت‬
ْ ‫ك ِت‬
َ ‫ن َفْتِل‬
َ ‫لِثي‬
َ ‫َوَث‬
‫حِر‬ْ ‫ت ِمْثَل َزَبِد اْلَب‬ ْ ‫ن َكاَن‬ْ ‫طاَياُه َوِإ‬
َ‫خ‬َ ‫ت‬ ْ ‫غِفَر‬ ُ ‫يٍء َقِديٌر‬ْ ‫ش‬َ ‫عَلى ُكّل‬َ ‫حْمُد َوُهَو‬ َ ‫َولَُه اْل‬

“Barang siapa yang bertasbih (membaca Subhanallah) pada setiap selesai shalat
33 kali, tahmid (membaca Alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (membaca Allahu Akbar)
33 kali, dan semuanya berjumlah 99.” Nabi bersabda: “Disempurnakan menjadi 100
dengan membaca Laa Ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariikalah Lahul Mulku wa
lahul Hamdu wa Huwa ‘Ala Kulli Syai’in Qadir, maka akan diampuni dosa-dosanya
walau pun banyak seperti buih di lautan.” (HR. Muslim, No. 597. Imam Abu Daud,
No. 1504. Imam Ahmad, No. 8478)
Lihat hadits ini, Rasulullah memerintahkan membaca tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing
33 kali pada setiap duburush shalah. Tentunya duburush shalah adalah setelah shalat (setelah salam),
sebab doa-doa ini masyhur dari zaman ke zaman di seluruh dunia Islam, dibacanya setelah shalat selesai,
bukan diakhir shalat sebelum salam. Imam At Tirmidzi pun memasukkan hadits ini dalam BAB MAA
JA’A FI TASBIH FI ADBAR ASH SHALAH (Riwayat Tentang Bertasbih Setelah Shalat). Tak ada satu
pun ulama yang mengatakan membaca dzikir ini adalah di akhir shalat sebelum salam.
Hadits lain yang menunjukkan bahwa makna dubur ash shalah adalah setelah selesai shalat,
adalah beberapa hadits berikut:
‘Uqbah bin ‘Amir Radhiallahu ‘Anhu berkata:

.‫لٍة‬
َ ‫ت ُدُبَر كّل ص‬
ِ ‫ن َأْقَرَأ ِبالُمَعّوذا‬
ْ ‫سوُل ال صلى ال عليه وسلم َأ‬
ُ ‫َأَمَرِني َر‬
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkanku agar aku membaca Al Mu’wadzat
(surat perlindungan: An Nas dan Al Falaq) pada setiap dubur ash shalah.” (HR. Abu Daud No. 1523.
Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, No. 1523)
Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
‫من قرأ آية الكرسي في دبر كل صلة مكتوبة لم يمنعه من دخول الجنة ال ان يموت‬
“Barangsiapa yang membaca ayat Kursi pada setiap selesai shalat wajib, maka
tidak akan ada yang mencegahnya untuk masuk surga, kecuali kematian.”(HR. An
Nasa’i, As Sunan Al Kubra, Juz. 6, Hal. 30. Imam Ath Thabarani, Al Mu’jam Al
Kabir, Juz. 7, Hal. 122, No. 7408. Syaikh Al Albani mengatakan Shahih, lihat
Shahihul Jami’ no. 6464)
Membaca An Nas, Al Falaq, dan Ayat Kursi, adalah sudah diketahui bersama yakni sebagai
dzikir yang dibaca setelah shalat wajib. Maka, jelaslah makna dubur ash shalah adalah setelah selesai
shalat, atau bisa akhir shalat sebagaimana kata Imam Abu Thayyib.
Ada pun ayat: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), berdzikirlah kepada Allah ..
. (QS. An Nisa (4): 103). Juga tidak menunjukkan larangan mengerjakan doa setelah shalat, atau aktifitas
lainnya. Sebab dalam ayat lain, tentang, shalat Jumat Allah Ta’ala berfirman: Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi .. (QS. Al Jumu’ah (62): 10).
Perintah bertebaran di muka bumi, tidaklah menafikan aktifitas lain selain itu.
Kedua. Hadits tentang anjuran berdoa: Allahumma ajirni minannar ...
Dari Muslim bin Al Harits Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
َ‫ت َذِل ثك‬
َ ‫ك ِإَذا ُقْل ث‬
َ ‫ت َفِإّن‬
ٍ ‫سْبَع َمّرا‬ َ ‫ن الّناِر‬ ْ ‫جْرِني ِم‬ِ ‫ب َفُقْل الّلُهّم َأ‬
ِ ‫لِة اْلَمْغِر‬
َ‫ص‬َ ‫ن‬ ْ ‫ت ِم‬ َ ‫صَرْف‬
َ ‫ِإَذا اْن‬
َ ‫ن ِمتّ ِفي َيْوِم‬
‫ك‬ ْ ‫ك ِإ‬َ ‫ك َفِإّن‬
َ ‫ح َفُقْل َكَذِل‬
َ ‫صْب‬
ّ ‫ت ال‬َ ‫صّلْي‬
َ ‫جَواٌر ِمْنَها َوِإَذا‬ ِ ‫ك‬ َ ‫ب َل‬
َ ‫ك ُكِت‬
َ ‫ت ِفي َلْيَلِت‬ّ ‫ُثّم ِم‬
‫جَواٌر ِمْنَها‬ ِ ‫ك‬َ ‫ُكِتبَ َل‬
“Jika engkau telah selesai shalat maghrib, bacalah: “Allahumma Ajirni Minan
naar,” (Ya Allah jauhkanlah aku dari api neraka) sebanyak tujuh kali. Jika engkau
membacanya lalu mati pada malam hari maka dicatat bagimu perlindungan dari api
nereka. Jika engkau membaca setelah shalat shubuh, jika engkau mati pada hari itu maka
dicatat bagimu perlindungan dari api neraka.” (HR. Abu Daud, No. 5079. Imam
Ahmad, No. 17362. Ibnu Hibban, No. 2056, beliau menshahihkannya. Dalam Kitab
Raudhatul Muhadditsin, disebutkan bahwa hadits ini hasan, Juz. 11, Hal. 358, No.
5358. Sementara Syaikh Al Albani mendhaifkannya dalam As Silsilah Adh
Dhaifah No. 1624. Darul Ma’arif)
Hadits ini sangat jelas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukan
hanya mengajarkan dzikir, tetapi juga permohonan setelah selesai shalat wajib. Redaksi
hadits ini, dengan menggunakan fi’il amr (kata kerja perintah) jelas-jelas berisi tentang
permintaan, yakni permohonan agar terhindar dari api neraka.
Ketiga. Doa “Allahumma a’inni ‘ala Dzikrika ...dst”
Dari Mu’adz bin Jabal Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
‫لٍة‬
َ ‫صثث‬
َ ‫ن ِفي ُدُبِر ُكّل‬
ّ‫ع‬َ ‫ك َيا ُمَعاُذ َل َتَد‬
َ ‫صي‬ ِ ‫ك َفَقاَل ُأو‬
َ ‫حّب‬
ِ ‫ل ِإّني َُل‬
ِّ ‫ك َوا‬ َ ‫حّب‬
ِ ‫ل ِإّني َُل‬
ِّ ‫َيا ُمَعاُذ َوا‬
َ ‫عَباَدِت‬
‫ك‬ ِ ‫ن‬
ِ‫س‬ْ ‫ح‬ ُ ‫ك َو‬
َ ‫شْكِر‬
ُ ‫ك َو‬ َ ‫عَلى ِذْكِر‬ َ ‫عّني‬ ِ ‫َتُقوُل الّلُهّم َأ‬

“Wahai Mu’adz, Demi Allah saya benar-benar mencintaimu, Demi Allah saya
benar-benar mencintaimu.” Lalu dia bersabda: “Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz,
jangan sampai kau tinggalkan pada setiap selesai shalat, ucapkanlah: “Allahumma
A’inni ‘ala Dzikrika wa Syukrika wa Husni ‘Ibadatika.” (Ya Allah, tolonglah aku
dalam mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan kebaikan ibadah kepadaMu). (HR. Abu
Daud, No. 1522. Imam Ahmad, No. 21103. Imam Ath Thabarani, Al Mu’jam Al
Kabir, No. 16532. Ibnu Hibban, No. 2054. Imam Ibnu Khuzaimah, Juz. 3, Hal. 223,
No. 728. Imam Al Hakim, Al Mustdarak, No. 960. Katanya: Shahih sesuai syarat
Bukhari-Muslim. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Misykah Al Mashabih, No.
949)
Jelas sekali dalam hadits ini, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Aiaihi wa Sallam
mengajarkan kalimat doa kepada Muadz.
Sebenarnya masih banyak hadits-hadits lain yang mebuktikan bahwa doa
setelah shalat adalah masyru’, namun tiga contoh ini nampaknya sudah mewakili.
Wallahu A’lam
Pandangan Para Ulama Ahlus Sunnah
Imam Al Bukhari, dalam kitab Shahih-nya, jauh sebelum Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan
bahwa TIDAK ADA BERDOA SETELAH SHALAT, telah menulis BAB AD DU’A
BA’DA ASH SHALAH (Bab Tentang Doa Setelah Shalat). Entah, kenapa keterangan
ini dikatakan tidak ada?
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:
‫ وفي هذه الترجمة رد على مثثن زعثثم أن‬،‫ "باب الدعاء بعد الصلة" أي المكتوبة‬:‫قوله‬
‫الدعاء بعد الصلة ل يشرع‬
“Ucapannya (Al Bukhari), “Bab Tentang Doa Setelah Shalat” yaitu shalat wajib.
Pada bab ini, merupakan bantahan atas siapa saja yang menyangka bahwa berdoa setelah
shalat tidak disyariatkan.” (Bantahan lengkap beliau terhadap Imam Ibnul Qayyim,
lihat di Fathul Bari, 11/133-135. Darul Fikr)
Imam Ja’far Ash Shadiq Radhiallahu ‘Anhu berkata:
.‫الدعاء بعد المكتوبة أفضل من الدعاء بعد النافلة كفضل المكتوبة على النافلة‬

“Berdoa setelah shalat wajib lebih utama dibanding berdoa setelah shalat nafilah, sebagaimana
kelebihan shalat wajib atas shalat nafilah.” (Fathul Bari, 11/134. Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197. Darus
Salafiyah. Lihat juga Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 10/94. Maktabah Ar Rusyd)
Sementara Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah juga mengatakan:

‫ل ريب في ثبوت الدعاء بعد النصراف من الصلة المكتوبة عن رسثثول الث صثثلى الث‬
‫ وقد ذكره الحافظ بن القيثثم أيض ثًا فثثي زاد المعثثاد حيثثث قثثال فثثي‬،‫ل‬
ً ‫عليه وسلم قوًل وفع‬
:‫ ما كان رسول ال صلى ال عليه وسلم يقول بعد انصرافه من الصلة مثثا لفظثثه‬:‫فصل‬
‫وقد ذكر أبو حاتم في صحيحه أن النبي صلى ال عليه وسلم كثثان يقثثول عنثثد إنصثثرافه‬
‫ واصثثلح لثثي دنيثثاي الثثتي‬، ‫من صلته اللهم أصلح لي ديني الذي جعلتثثه عصثثمة أمثثري‬
...‫جعلت فيها معاشي‬

“Tidak ragu lagi, kepastian adanya berdoa setelah selesai shalat wajib dari Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam baik secara ucapan atau perbuatan. Al Hafizh Ibnul Qayyim telah menyebutkan juga
dalam Zaadul Ma’ad ketika dia berkata dalam pasal: Apa-apa Saja yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam Ucapkan Setelah selesai shalat. Demikian bunyinya: Abu Hatim telah menyebutkan dalam
Shahih-nya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata setelah selesai shalatnya: “Ya Allah,
perbaikilah bagiku agamaku yang telah menjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku
duniaku yang aku hidup di dalamnya ...” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
Berkata Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi Rahimahullah :
‫ أي عقبها وخلفها أو في آخرها‬: "‫"في دبر كل صلة‬
“Pada dubur kulli ash shalah, yaitu setelahnya dan belakangnya, atau pada
akhirnya.” (‘Aunul Ma’bud, 4/269. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Imam Badruddin Al ‘Aini juga juga mengatakan:
‫واستحباب المواظبة على الدعاء المذكور عقيب كل صلٍة‬
“Dan disunahkan menekuni doa dengan doa tersebut pada setiap selesai
shalat.” (Imam Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 5/433. Maktabah Ar Rusyd)

Para ulama Kuwait, yang tergabung dalam Tim penyusun kitab Al Mausu’ah
Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah mengatakan:

‫عَيِة اْلَمْأُثوَرِة‬
ِ ‫عاُء ِباَْلْد‬
َ ‫ل َوالّد‬
ِّ ‫لِة ِذْكُر ا‬
َ‫ص‬ّ ‫ب ال‬
َ ‫عِق‬
َ ‫ن‬
َ ‫لَماِم َواْلَمْأُموِمي‬
ِْ ‫ب ِل‬
ّ ‫ح‬
َ ‫سَت‬
ْ ‫ُي‬

“Disukai bagi imam dan makmum setelah selesai shalat untuk berdzikir kepada
Allah dan berdoa dengan doa-doa ma’tsur.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah,
6/214. Wizaratul Awqaf wasy Syu’un Al Islamiyah)
Demikianlah dalil-dalil yang sangat jelas tentang doa setelah shalat, makna
duburus shalah, dan pandangan para ulama tentang hal ini.
Tambahan: Doa Imam di aminkan makmum?
Ini adalah polemik tak berkesudahan. Saya walau cenderung berdoa sendiri-
sendiri, tetap menghargai pihak-pihak yang berdoa dipimpin oleh imam dan diaminkan
makmum. Di sini saya tidak akan membahasnya secara detil, hanya sekedar membuka
mata kita bahwa khilafiyah ijtihadiyah itu benar-benar ada, agar kita lebih dewasa
menghadapi perbedaan ini. Sesuai dengan maksudnya, ini hanya tambahan.
Berkata Imam Abdurrahman Al Mubarkafuri:
‫اعلم أن علماء أهل الحديث قد اختلفوا فثثي هثثذا الزمثثان فثثي أن المثثام إذا انصثثرف مثثن‬
‫الصلة المكتوبة هل يجوز لثه أن يثدعو رافعثًا يثديه ويثؤمن مثن خلفثه مثن المثأمومين‬
‫ قثثالوا إن‬، ‫ وقال بعضهم بعدم طنًا منهم أنثثه بدعثثة‬، ‫رافعي أيديهم فقال بعضهم بالجواز‬
‫ذلك لم يثبت عن رسول ال صلى ال عليه وسلم بسند صحيح بل هو أمثثر محثثدث وكثثل‬
....‫محدث بدعة وأما القائلون بالجواز فاستدلوا بخمسة أحاديث‬
“Ketahuilah, bahwa para ulama ahli hadits telah berbeda pendapat tenang
seorang imam yang sudah selesai shalat wajib, bolehkah dia berdoa dengan mengangkat
tangan dan diaminkan oleh makmum di belakangnya yang juga mengangkat tangan?
Sebagian mereka mengatakan boleh, sebagian lain mengingkarinya dan menyatakan
bid’ah. Mereka mengatakan sesungguhnya hal itu tidak ada yang pasti dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad shahih. Bahkan itu adalah perkara baru, dan
setiap yang baru adalah bid’ah. Ada pun kalangan yang membolehkan berdalil dengan
lima hadits ..” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/198)
Lalu, Syaikh Al Mubarkafuri menyebutkan lima hadits itu secara rinci: (Saya
akan sebutkan secara ringkas sebagai berikut)
1. Hadits terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa setelah selesai shalat Nabi
menghadap kiblat dan mengangkat tangan lalu mendoakan kebebasan bagi Al
Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, dan Salamah bin Hisyam, serta kaum
muslimin yang lemah, karena tidak mampu dan tidak ada petunjuk keluar dari
mara bahaya orang kafir. Ibnu Jarir juga meriwayatkan hal serupa, dan
disebutkan bahwa itu setelah shalat zhuhur. Hadits ini memiliki syahid (penguat)
dalam kitab shahih. Namun, Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan, dalam sanad
hadits ini terdapat Ali bin Zaid bin Jud’an seorang rawi yang diperbincangkan.
2. Muhammad bin Yahya Al Aslami mengatakan: aku melihat Abdullah bin Az
Zubeir, dia sedang memerhatkan seseorang yang berdoa mengangkat tangan
sebelum shalat usai. Setelah itu beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam tidak pernah mengangkat tangannya dalam berdoa, kecuali setelah
selesai shalat.” Al Haitsami mengatakan rijal hadits ini tsiqat (kredibel).
3. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wa Lailah, dari
Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang hamba
menengadahkan tangannya setelah shalat lalu berdoa, “Ya Allah Tuhanku,
Tuhannya Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Jibril, Mikail, ...dst.” Syaikh Al Mubarkafuri
mengatakan dalam sanadnya terdapat Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Qursyi,
seorang rawi yang didhaifkan para Imam seperti Ahmad, An Nasa’i, dan Ibnu
Hibban,
4. Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushannaf, dari Al Aswad Al ‘Amiri,
dari ayahnya, katanya: Aku pernah shalat subuh bersama Rasulullah, setelah
selesai shalat beliau mengangkat tangannya dan berdoa.” Hadits ini tidak
disebutkan sanadnya, Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan tidak diketahui shahih
tidaknya hadits ini.
5. Hadits Imam At Tirmidzi, dari Al Fadhl bin Abbas, bahwa Rasulullah
mengatakan: “shalat it dua rakaat dua rakaat, dalam dua rakaat ada satu
tasyahhud, lakukanlah secara khusyu’, tadharru’, kemudian bedoa mengangkat
edua tangan, meninggikan keduanya menuju Rabbmu, menghadap kiblat dengan
wajah dan badanmu, barangsiapa yang tidak demikian maka dia begini dan
begini.” Dalam riwayat lain: “Tidak sempurna.”

Selain dengan lima hadits ini, kelompok ini juga berdalil dengan keumuman
hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Mereka mengatakan
bahwa berdoa setelah shalat wajib dianjurkan dengan mengangkat tangan, dan
telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau berdoa
setelah shalatnya, dan mengangkat kedua tangan merupakan adab berdoa. Dan
telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau
mengangkat kedua tangan pada kebanyakan doanya, dan tidak ada larangan
yang yang pasti tentang mengangkat kedua tangan ketika berdoa setelah shalat
wajib. Oleh karena itu kelompk ini membolehkannya.
Selain alasan-alasan ini, Syaikh Al Mubarkafuri juga melandaskannya dengan
dalik-dalil lainnya. Setelah panjang lebar beliau menjelaskan, beliau
berkesimpulan sebagai berikut:
‫ القول الراجح عندي أن رفع اليدين في الدعاء بعد الصلة جائز لو فعله أحد ل‬:‫قلت‬
.‫بأس عليه إن شاء ال تعالى وال تعالى أعلم‬
“Aku berkata: “Pendapat yang rajih (kuat) menurutku adalah bahwa
mengangkat kedua tangan setelah shalat wajib adalah boleh, seandainya dilakukan oleh
seseorang saja, maka itu tidak mengapa. Insya Allah. Wallahu A’lam.” (Idem, 2/202)

Jadi, Syaikh Al Mubarkafuri hanya mengatakan kebolehan bagi satu orang


yang berdoa setelah shalat wajib dengan mengangkat kedua tangannya, beliau tidak
mengatakan sunah apalagi wajib. Tidak pula mengatakan berjamaah, tetapi seseorang
saja. Bahkan, di halaman yang sama, beliau mengkritik kalangan hanafiyah modern yang
mewajibkan secara tekun mengangkat kedua tangan ketika berdoa setelah usai shalat
wajib. Demikian.

Wallahu A'lam

Вам также может понравиться