Вы находитесь на странице: 1из 38

BAB II

LANDASAN TEORITIS

A. Pengertian Manajemen dan Manajerial

Istilah “manajemen” dapat dipandang sebagai serangkaian proses

pengelolaan seperti diungkapkan oleh Terry (1977:4) bahwa: “Management is

distinct process cinsisting of planning, organizing, actuatingand controlling,

performed to determine and accomplish stated objektives by the use of

humanbeing and other resources”. (Manajemen adalah suatu proses tertentu yang

terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan, yang

dilakukan untuk menentukan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan

menggunakan manusia dan sumber daya lainnya).

Menurut Atmosudirdjo, (1962:179) pengertian manajemen dapat

dipandang sebagai:

1. Orang-orang

Semua orang yang mempunyai fungsi atau kegiatan pokok sebagai

pemimpin-pemimpin kerja.

2. Proses

Adanya kegiatan-kegiatan yang berarah ke bawah, jadi berupa kerja-

kerja untuk mencapai tujuan tertentu.

3. Sistem kekuasaan

Sistem kekuasaan atau kewenangan supaya orang-orang mejalankan

pekerjaannya.

1717
18

Sarwoto, (1977:134) bahwa: “Manajemen adalah satu proses kegiatan

yang dengan memanfaatkan unsur-unsur ‘man’, ‘money‘, ‘material‘ dan ‘method‘

(4 M) secara efisien mencapai sesuatu tujuan tertentu”. Pengertian ini

menunjukkan bahwa manajemen dapat pula dipandang sebagai sistem kekuasaan

dalam arti bahwa dalam manajemen terdapatnya pembagian tugas dan wewenang,

terjadi proses pengaturan kerja. Seperti yang dikemukakan oleh Moekijat (1991:6)

bahwa “ … manajer tidak melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan yang bersifat

operasional, melainkan mengatur tindakan-tindakan pelaksanaan oleh sekelompok

orang yang disebut bawahan”.

Berdasarkan beberapa pengertian manajemen tersebut, maka dalam

hubungannya dengan manajemen pendidikan, dapat disimpulkan bahwa,

manajemen mengandung tiga aspek, yaitu substansi, proses, dan ‘setting’ atau

konteks dimana proses manajemen itu berlangsung.

Aspek substansi manajemen berkenaan dengan perangkat tugas pokok

sistem manajemen dalam penyelenggaraan pendidikan yang komprehensif.

Pandangan filsafat menganggap bahwa pendidikan merupakan upaya menjadikan

manusia sebagai manusia yang sesuai dengan fitrahnya. Upaya tersebut, bukan

hanya sekedar dipandang dalam arti pengajaran (proses belajar-mengajar), akan

tetapi suatu proses dimana manusia dapat belajar sesuai dengan kebutuhan,

keinginan dan harapannya. Dengan demikian, manajemen pendidikan merupakan

upaya bagaimana menciptakan situasi masyarakat dan bangsa dapat belajar.

Aspek proces, berkenaan dengan perangkat operasional sistem

manajemen pendidikan yang menyangkut proses-proses operasional organisasi

18
19

dan kepemimpinan. Bila dikaitkan dengan substansi pendidikan maka alasan-

alasan mengapa pendidikan memerlukan proses organisasi dan kepemimpinan;

Pertama, wawasan tentang kependidikan dan komponen-komponen yang tidak

terdapat dalam substansi sistem manapun kecuali dalam sistem pendidikan.

Kedua, administrasi pendidikan memfokuskan perhatian pada proses

mengembangkan potensi peserta didik secara optimal, dan berperan sebagai

wahana penyediaan kemudahan (fasilitasi) bagi kepentingan proses tersebut.

Ketiga, sistem pendidikan memiliki komponen bukan manusia yang khas berupa

kurikulum (materi/bahan, metodelogi/teknologi pendidikan, media dan sumber

belajar media serta alat/sarana pendidikan. Keempat, sistem pendidikan memiliki

komponen manusia berupa pendidik dan tenaga kependidikan lainnya. Pengadaan,

penempatan, pembinaan dan pengembangan (supervisi) tenga pendidik senantiasa

bermuara pada keperluan pengembangan potensi peserta didik secara optimal.

Kelima, hubungan manajerial antara pengelola dan personel atau orang yang

dikelola berada dalam posisi yang sederajat. Keenam, efisiensi-efektivitas dan

produktivitas pengelolaan kegiatannya memperhatikan harkat dan martabat

manusia.

Kekhasan sistem tersebut, merupakan proses yang sangat berbeda dari

proses manajemen lainnya. Dalam beberapa dari hal mungkin memiliki kesamaan

dengan manajemen yang lain, bahkan mengadopsi dan atau mengadaptasi teori

dan prinsip dari ilmu-ilmu lain, misalnya dari dunia bisnis, sosiologi dan

psikologi, tetapi secara hakiki tetap berbeda dari sistem manajemen dan ilmu-ilmu

lain tersebut.

19
20

Aspek setting, dalam wacana General System Theory berkenaan dengan

perangakat pendukung sistem administrasi pendidikan, kontek lingkungan yang

multi budaya (multicultural). Hal tersebut menunjukkan bahwa perkembangan

dan kompleksitas praktek pendidikan, menimbulkan pula kerumitan-kerumitan

dalam proses pembelajaran. Keanekaragaman setiap komponen dari sistem

pendidikan memerlukan adanya wahana yang memungkinkan hasil pendidikan

diperoleh dengan efektif, efisien, dan produktif, serta sesuai dengan yang

dibutuhkan, diinginkan dan diharapkan oleh semua pihak.

Merujuk filosofi pendidikan yang berazaskan demokratisasi dan

pemberdayaan masyarakat, mau tidak mau, suka atau tidak suka, penyelenggaraan

pendidikan pada semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan haruslah lebih banyak

diprakarsai, dilaksanakan, dikendalikan dan dievaluasi oleh masyarakat sesuai

kebutuhan, keinginan dan harapan-harapan masyarakat itu sendiri. Dengan kata

lain dapat dikatakan bahwa pada tatanan organisasi sistem pendidikan nasional,

manajemen pendidikan pada jaman otonomi daerah, haruslah lebih banyak

merujuk pada konsepsi Community Based Management (CBM). Sedangkan pada

tatanan organisasi satuan pendidikan persekolahan haruslah merujuk pada

konsepsi yang sejenis dengan apa yang disebut School Based Management (SBM).

Dalam hubungannya dengan istilah “manajerial“, manajemen dipandang

sebagai kemampuan orang-orang, yakni semua orang yang mempunyai fungsi

atau kegiatan pokoknya melaksanakan tugas-tugas manajemen. Manajer memiliki

tugas untuk melaksanakan semua kegiatan yang dibebankan organisasi padanya.

Sebagaimana dalam Webster’s New World Dictionary dijelaskan bahwa :

20
21

“manager-a person who manages the affairs of a business, institution, team, etc”

(manajer adalah seseorang yang memimpin semua hal dari suatu perusahaan,

badan atau lembaga, tim, dan sebagainya).

Apabila manajemen dapat dipandang sebagai serangkaian proses

pengelolaan, yang menggunakan fungsi-fungsi manajemen, maka manajerial

dapat pula dipandang sebagai kemampuan orang dalam melakukan proses-proses

manajemen yang mengacu pada efisiensi dan efektivitas proses kegiatan.

B. Visi dan Misi dalam Manajemen Pendidikan

Penerapan manajemen bagi suatu organisasi khususnya pada organisasi

kependidikan sangat ditentukan oleh struktur hirarki organisasi yang berlaku.

Pada kasus organisasi kependidikan di Indonesia mempunyai struktur hirarki

yang panjang dan bertingkat (stratum) dari tingkat pusat, propinsi,

kabupaten/kotamadya, kecamatan, sampai ke tingkat kelembagaan (PKBM).

Dan terminologi manajemen bila dipandang dari hirarki sistem dikenal pula

sebutan manajemen puncak (top management), manajemen tingkat menengah

(midle management), dan manajemen tingkat bawah (lower management).

Terminologi mana yang sepadan bila kedua struktur tersebut dipadukan, akan

tergantung pada bagimana organisasi tersebut dipandang; apakah sebagai total

sistem, sub-sistem, komponen, dimensi atau variabel dari sistem lainnya.

Jika organisasi tingkat pusat dianggap total sistem, posisi tugas pokok

manajemen, menurut Yoyon Bahtiar Irianto (1997:12) berkaitan dengan

terminologi manajemen strategik; Organisasi pada tingkat propinsi sebagai sub-

sistemnya akan berkenaan dengan terminologi manajemen koordinatif; Dan

21
22

organisasi pada tingkat kabupaten/kota akan berkenaan dengan terminologi

manajemen taktis; Serta pada organisasi tingkat kecamatan dan kelembagaan akan

berkenaan dengan terminologi manajemen operasional.

Misi manajemen lebih ditekankan untuk menghasilkan sejumlah

alternatif tindakan, sebagai pedoman untuk perencanaan, pengorganisasian,

pengendalian, monitoring, mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas bertujuan

jangka panjang; Merupakan dasar pengujian kembali dan perbaikan tujuan,

kesinambungan antara rencana dengan kebijakan, menyeluruh, serta

menggunakan metoda dan teknik: PPBS, analisa sistem, network scheduling,

MIS, model-model simulasi, analisis lingkungan dan pengukuran kebutuhan,

cost-benefit dan efectiveness analysis, management dan sistem control, serta

operasi riset.

Berdasarkan pengertian di atas, secara operasional manajemen

pendidikan dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang rasional

terhadap masalah-masalah pendidikan, dan aktivitas itu itu dilakukan secara

bertahap melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,

pengendalian dan evaluasi, serta ahirnya dilaksanakan dengan penuh kebijakan.

Ditinjau dari bentuk keorganisasian manajemen sistem pendidikan

sebagaimana dipaparkan di muka, maka ruang lingkup substansi manajemen

pendidikan dapat dibagi pula ke dalam tingkat-tingkat seperti: tingkat makro,

meso dan tingkat mikro. Dengan istilah yang lebih populer, manajemen makro

adalah pada tingkat pusat (nasional), manajemen meso adalah pada tingkat

propinsi, sedangkan manajemen mikro adalah manajemen pada tingkat

22
23

kabupaten atau kelembagaan. Demarkasi dari pembagian tersebut sebenarnya

lebih bersifat konstektual daripada bersifat konseptual dan teknikal (Soenarya,

1988:1-2).

1. Konsep Visi dan Misi dalam Konteks Manajemen Stratejik

Fakry Gaffar (1997:2) mengartikan visi sebagai “daya pandang yang jauh,

mendalam dan luas yang merupakan daya fikir abstrak yang memiliki kekuatan

amat dahsyat dan dapat menerobos segala batas-batas fisik, waktu, dan tempat”..

Karena itu, dalam pandangannya, visi adalah kunci energi manusia, kunci atribut

pemimpin dan pembuat kebijaksanaan. Visi dipandang sebagai suatu inovasi

dalam proses Manajemen Strategik, karena baru pada akhir-akhir ini disadari dan

ditemukan bahwa visi itu amat dominan peranannnya dalam proses pembuatan

keputusan termasuk dalam setiap pembuatan kebijakansaaan dan penyusunan

strategi.

Dari sudut pandang Manajemen Strategik, visi, kebijaksanaan dan strategi

diletakan dalam suatu kontinuun yang utuh. Oleh karena itu, keseluruhan analisis

tidak terlepas dari pola fikir ini. Dalam konstruk berfikir ini maka kebijaksanaan

dapat diberi arti sebagai seperangkat keputusan yang mendasar dan konprehensif

yang dapat dijadikan pedoman dalam tindakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Sedangkan strategi adalah infrastruktur yang menjabarkan

kebijaksanaan dalam proses perilaku untuk mewujudkan dan merealisasikan visi

menjadi suatu kenyataan. Visi, kebijaksanaan dan strategi merupakan suatu

kesatuan utuh yang diperlukan dalam mengembangkan organisasi pendidikan.

23
24

Organisasi pendidikan di Indonesia mengemban tujuan dan misi yang jelas

dalam konteks pembangunan bangsa secara keseluruhan. Tujuan ini merupakan

arah yang harus dijadikan kiprah oleh setiap manajemen pendidikan. Sedangkan

misi adalah suatu tanggung jawab dan tugas yang diemban oleh organisasi

pendidikan untuk diwujudkan, misalnya membina manusia Indonesia profesional

yang beriman dan bertaqwa. Misi dan tujuan walaupun secara teoretik berbeda

namun pada hakekatnya merupakan satu kesatuan. Tujuan dan misi ini diikat dan

dilandasi oleh suatu norma, suatu keyakinan yang dijadikan pegangan dan

dijadikan landasan perjuangan yang disebut nilai atau values. Nilai atau values ini

membentuk landasan yang kokoh bagi tujuan dan misi organisasi pendidikan.

Values, tujuan dan misi, muncul kepermukaan dari visi. Dengan kata lain values,

tujuan dan misi pada hakekatnya adalah unsur-unsur yang berkaitan erat yang

mempunyai fungsi yang tidak sama namun merupakan satu kesatuan yang utuh

yang muncul keluar dari visi.

2. Proses Pembentukan Visi Kelembagaan Pendidikan

Visi terbentuk dan tumbuh berkembang sebagai hasil daya fikir dan hasil

dinamika proses psikologi seseorang atau sekelompok orang. Orang ini mungkin

manager, pemimpin, baik formal maupun informal atau perorangan yang memiliki

kemampuan untuk melahirkan, membentuk dan mengembangkan visi.

terbentuknya visi dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti: pengalaman hidup,

pendidikan, pengalaman profesional, interaksi dan komunikasi internasional,

berbagai pertemuan keilmuan dan berbagai kegiatan intelektual lain yang

membentuk mindset atau pola fikir tertentu. Mindset ini meletakan seluruh

24
25

fenomena dalam posisi objektif yang mencakup keseluruhan perspektif dengan

rinci, komprehensif, global yang dapat mempengaruhi kepentingan orang banyak

dalam jangka panjang.

Mindset ini terbentuk oleh visi, dan amatlah penting dimiliki oleh setiap

pemimpin. Karena pengaruh visi yang berjangka panjang ini, maka visi

seyogyanya merupakan tugas utama pemimpin untuk melahirkan, memelihara,

mengembangkan, mengkomunikasikan dan mempertahankannya. Josep V.

Quigley dalam Fakry Gaffar (l997:13) berpendapat bahwa visi harus selalu

disegarkan, sehingga tetap sesuai dan sepadan dengan perubahan-perubahan yang

terjadi di lingkungannya. Karena itu pula visi dalam konteks ini merupakan

atribut utama seorang pemimpin. Karena itu maka tanggung jawab dan tugas

pemimpin adalah melahirkan, memelihara, mengkomunikasikan, menerapkan, dan

menyegarkan. visi agar tetap memiliki kemampuan untuk memberikan respon

yang tepat dan cepat terhadap berbagai permasalahan dan tuntutan yang dihadapi

organisasi.

Merujuk pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa visi itu ternyata

berproses, dapat direkayasa dan ditumbuh-kembangkan. Karena itu, Joseph V.

Quigley dalam Fakry Gaffar (l997:13), berpendapat bahwa terbentuknya visi itu

seharusnya melalui proses partisipasi dan musyawarah antar anggota kelompok

team inti atau core leadership team members dalam leadership Conference

planing Process (LCPP). Tahapan proses ini mencakup tiga fase kegiatan yaitu:

pembentukan dan perumusan visi oleh anggota team inti kepemimpinan,

kemudian merumuskan strategi secara konsesnsus, dan terakhir membulatkan

25
26

sikap dan tekad sebagai total commitment untuk mewujudkan visi ini menjadi

suatu kenyataan.

3. Visi dan Manajemen Strategik

Perkenankanlah sekarang saya mengkaji lebih jauh tentang Manajemen

Strategik yang akhir-akhir ini banyak menarik perhatian, dan memberikan analisis

tentang keterkaitannya dengan visi. Samuel C. Cetro dan J. Paul Peter (1991:34),

memberikan defenisi Strategic Management sebagai berikut: “Strategic

Management is a continous, iterative process aimed at keeping the organization

appropriately matched to its environment”. Dalam defenisi ini unsur

berkelanjutan, berulang kembali secara sikuensial dalam satu siklus, dan unsur

kesepadanan dengan kebutuhan dan aspirasi yang berkembang di masyarakat,

merupakan ciri utama dari konsep Strategic Management itu.

Defenisi di atas diperjelas lebih jauh melalui konsep proses Strategic

Management yang terdiri dari: 1) Menganalisis lingkungan, 2) Menentukan arah

organisasi, 3) Merumuskan strategi , 4) Melaksanakan strategi, 5) Melakukan

pengendalian

Proses Strategic Management ini sikuensial secara logis dan sistematis.

Mengkaji lingkungan, difokuskan kepada pemahaman terhadap kebutuhan dan

aspirasi serta perubahan-perubahan yang berkembang dimasyarakat sebagai

rujukan utama dalam menciptakan kesepadanan organisasi terhadap kebutuhan

masyarakat. Sedangkan dalam merumuskan direction organisasi, yang menjadi

fokus utamanya adalah menyusun misi dan objektif yang merupakan arah dan

26
27

kiprah organisasi. Atas dasar kebutuhan yang berkembang di masyarakat, dan

dengan misi dan objectif yang jelas, maka strategi organisasi dengan langkah-

langkah implementasinya dapat dengan sistematis dibangun sebagai alternatif

yang tepat untuk mewujudkan misi dan objektif itu. Kendali organisasi adalah

langkah akhir dan diperlukan untuk menjamin bahwa strategi dan

implementasinya itu berada pada jalur yang tepat, dan untuk menjamin bahwa

kekeliruan, penyimpangan dan kelemahan dapat dihindari. Ini mengandung

implikasi bahwa proses manajemen berjalan dengan efisien dan efektif.

Definisi dan uraian tentang proses Strategic Management di atas,

tampaknya sederhana namun mengandung makna yang cukup mendasar dan

strategis, karena itu dunia bisnis dan industri berpendapat bahwa Strategic

Management bagi mereka, dapat diandalkan karena memiliki fleksibilitas dan

daya respon yang tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat.

Strategic Management dipandang sebagai suatu terobosan dari suatu proses

evolusi managemen yang cukup panjang.

Dalam konsep Strategic Management di atas dimanakah peras dan posisi

misi itu? jawabannya adalah: visi berada dalam defenisi Strategic Management itu

sendiri. Tanpa visi, seorang manager akan sulit memahami apa yang terjadi di

lingkungannnya dengan tajam dan tepat. Tanpa misi, visi, tujuan dan values yang

diperlukan dalam mengembangkan arah atau kiprah organisasi tidak mungkin

dirumuskan dengan tepat dan komprehensif. Strategi dengan implementasinya,

sulit diterapkan tanpa merujuk kepada visi yang ada di dalam “organizational

direction, mission, and objectives”.

27
28

C. Proses Manajemen Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM)

1. PKBM Sebagi Lembaga Penyelenggara Satuan Pendidikan Luar Sekolah

Pembangunan pendidikan dilaksanakan dalam rangka meningkatkan

kualitas manusia Indonesia yang berlangsung dalam proses budaya, sehingga

dapat meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia. Manusia Indonesia

yang berkualitas itu harus diselaraskan dengan upaya mewujudkan pembentukan

identitas bangsa. Dengan demikian manusia Indonesia yang berkualitas adalah

manusia yang mempunyai kapabilitas dan kemandirian dalam kehidupan berbagsa

dan bernegara.

Di samping itu, pelaksanaan pendidikan tidak sederhana. Keragaman letak

geografis bangsa dengan aneka ragam budaya, adat istiadat, dan bahasa, menuntut

adanya isi dan pola pelaksanaan pendidikan yang tidak seragam. Keragaman

keperluan orang Indonesia yang berlatar-belakang lingkungan alam dan pekerjaan

yang berbeda menuntut pula adanya isi dan pola layanan yang berbeda.

Karakteristik pendidikan serupa itu, menunjukkan bahwa pengelolaan

pendidikan memerlukan dukungan sumber daya yang memiliki kompetensi

manajerial kependidikan. Orang yang melakukan tugas mengelola pendidikan

perlu dibekali dengan ilmu manajemen pendidikan. Ilmu manajemen pendidikan

merupakan kajian terhadap pendayagunaan berbagai potensi dalam upaya

pengembangan potensi sumber daya manusia untuk tumbuh secara optimal

melalui proses belajar, dengan memanfaatkan kurikulum, dan mempergunakan

metodologi dan media pendidikan yang selalu berkembang dan dikembangkan.

28
29

Kekhasan tersebut, merupakan proses yang sangat berbeda dari proses

pengelolaan kegiatan lainnya. Dalam beberapa hal mungkin memiliki kesamaan

dengan pengelolaan lembaga yang lain, bahkan mengadopsi dan atau

mengadaptasi teori dan prinsip dari ilmu-ilmu lain, misalnya dari sosiologi dan

psikologi, tetapi secara hakiki tetap berbeda dari sistem pengelolaan yang lain

tersebut.

Dalam UU.No.2 Tahun 1989 dan PP No.38 Tahun 1992 jo UU.No.20

Tahun 2003, ditemukan istilah-istilah pengelolaan pendidikan, pengelola

pendidikan, penyelenggaraan pendidikan, pengawasan, dan peniliaian pendidikan.

Pada dasarnya istilah-istilah tersebut adalah merupakan penjabaran dan

pengimplementasian konsep-konsep administrasi pendidikan dalam

penatalaksanaan semua komponen sistem pendidikan ke arah tercapainya tujuan

pendidikan nasional.

Berpijak pada ketentuan perundangan dapat dibedakan adanya dua macam

pengelolaan pendidikan, yaitu: (1) Pengelolaan sistem pendidikan nasional.

Pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab Menteri

Pendidikan Nasional. Karena Diknas mempunyai susunan organisasi sampai ke

tingkat bawah, maka keseluruhan jajaran Diknas tersebut termasuk pengelola

pendidikan sesuai dengan posisinya dalam organisasi Diknas. Dalam hal ini

pengelolaan pendidikan sebagai suatu sistem dalam skala nasional. Dalam skala

kecil terdapat satuan-satuan pendidikan sebagai sub sistem dalam pengelolaan

pendidikan yang disebut;. (2) Pengelolaan satuan pendidikan. Satuan Pendidikan

adalah satuan pelaksana kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di jalur

29
30

pendidikan sekolah atau di jalur pendidikan luar sekolah. Yang termasuk satuan

pendidikan ini adalah Sekolah, Perguruan Tinggi, Lembaga Pendidikan

Keterampilan/kursus, Kelompok Belajar, dan sebagainya.

Berkenaan dengan pengelolaan satuan pendidikan pada jalur luar sekolah,

khususnya pada Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dalam sistem

pendidikan nasional tersurat dalam Undang-undang Sistem pendidikan Nasional

dan Peraturan Pemerintah (PP) No.73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar

Sekolah. Dalam Bab IV UU.No.2 Tahun 1989 yang menyatakan mengenai

satuan jalur dan jenis pendidikan; Pasal 9 ayat 1 menyiratkan bahwa satuan

pendidikan menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di

sekolah atau di luar sekolah. Satuan pendidikan luar sekolah meliputi keluarga,

kelompok belajar, kursus, dan satuan pendidikan sejenis.

Dalam PP.No.73, Bab III, pasal 3 ayat 1, bahwa “jenis pendidikan luar

sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan keagamaan, pendidikan

jabatan, pendidikan kedinasan dan pendidikan kejuruan”. Pasal ini

mengisyaratkan bahwa sebagai PLS, PKBM merupakan salah satu bentuk

kelembagaan yang dapat menyelenggarakan satuan-satuan pendidikan luar

sekolah.

2. Tugas Pokok dan Fungsi PKBM

Penyelenggaraan pendidikan berbasis masyarakat dalam bentuk PKBM

merupakan arah baru dalam sistem pendidikan luar sekolah yang memiliki visi

untuk memberdayakan masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidupnya.

“PKBM adalah suatu wadah dari berbagai kegiatan pembelajaran masyarakat

30
31

yang diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan di

bidang sosial, ekonomi dan budaya”. (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar,

2001:1). PKBM dibentuk oleh masyarakat, merupakan milik masyarakat, dan

dikelola oleh masyarakat yang pembentukannya dilakukan dengan

memperhatikan sumber-sumber potensi yang terdapat pada daerah yang

bersangkutan terutama jumlah kelompok sasaran dan jenis usaha/keterampilan

yang secara ekonomi, sosial dan budaya dapat dikembangkan untuk meningkatkan

kesejahteraan warga belajar khususnya dan warga masyarakat sekitarnya. Secara

umum pembentukan PKBM bertujuan untuk memperluas kesempatan masyarakat

khususnya yang tidak mampu untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan,

dan sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri dan bekerja

mencari nafkah.

Sejalan dengan visi pembentukan PKBM tersebut maka tugas pokok

PKBM adalah memberikan kemudahan bagi masyarakat khususnya masyarakat

kurang mampu untuk mengembangkan diri melalui penyelenggaraan pendidikan

luar sekolah dalam suatu wadah terpusat yang berasal dari, oleh dan untuk

masyarakat dan diharapkan dapat tumbuh dan berkembang atas prakarsa

masyarakat sendiri, sehingga akan lebih berorientasi pada kebutuhan belajar

masyarakat setempat yang pada akhirnya mampu menjadikan PKBM sebagai

suatu wadah pembelajaran berkelanjutan.

Sebagai tempat pembelajaran dan tempat sumber informasi bagi

masyarakat yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat PKBM memiliki banyak

31
32

fungsi, dalam hal ini Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat (2002:5) menentukan

lima fungsi PKBM, yaitu:

a. Sebagai tempat kegiatan belajar bagi warga masyarakat.


b. Sebagai tempat pusaran berbagai potensi yang ada dan berkembang di
masyarakat.
c. Sebagai sumber informasi yang handal bagi warga masyarakat yang
membutuhkan keterampilan fungsional.
d. Sebagai yang tukar-menukar berbagai pengetahuan dan keterampilan
fungsional di antara warga masyarakat.
e. Sebagai tempat berkumpulnya warga masyarakat yang ingin
meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya.

Sementara Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2001:4) menentukan

bahwa PKBM memiliki dua fungsi yaitu fungsi utama dan fungsi pendukung.

Adapun fungsi utama PKBM menurut Balai Pengembangan Kegiatan Belajar

(2001:4) adalah “Sebagai wadah berbagai kegiatan belajar masyarakat untuk

meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk

mengembangkan diri dan masyarakat”. Sedangkan Fungsi Pendukungnya adalah:

a. Sebagai pusat informasi bagi masyarakat sekitar, lembaga pemerintah dan

lembaga swadaya masyarakat.

b. Pusat jaringan informasi dan kerjasama bagi lembaga yang ada di masyarakat

(lokal) dan lembaga di luar masyarakat.

c. Sebagai tempat koordinasi, konsultasi, komunikasi dan bermusyawarah para

pembina teknis, tokoh masyarakat dan para pemuka agama untuk

merencanakan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

d. Sebagai tempat kegiatan penyebarluasan program dan teknologi tepat guna.

3. Proses Manajemen PKBM

32
33

Berlakunya UU.No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah serta

UU.No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

menuntut penanganan berbagai masalah, yang selama ini menjadi wewenang

pemerintah pusat, termasuk masalah pendidikan yang selama ini ditangani secara

sentralistik diserahkan kepada pemerintah kabupaten dan kota.

Adanya perubahan tersebut menuntut perubahan di dalam manajemen

pendidikan secara keseluruhan. Sehingga pemerintah kabupaten atau kota

mempunyai wewenang penuh untuk mengelola pendidikan secara mandiri dengan

memberdayakan semua potensi yang ada di daerah. Dengan adanya perubahan

manajemen pendidikan ini diharapkan akan lebih meningkatkan kualitas

pendidikan sebagaimana yang diharapkan.

PKBM merupakan unit organisasi tersendiri dengan tata kerja dan personil

yang terlibat di dalamnya. Sebagai suatu organisasi pendidikan mengemban tugas

dan tanggung jawab berat karena bertugas mencetak sumber daya manusia handal

yang memiliki keterampilan, kemampuan intelektual serta moralitas yang tinggi.

Untuk itu, PKBM harus ditata dalam suatu sistem yang rapi melalui apa yang

disebut manajemen PKBM.

Manajemen pendidikan tidak bisa disamakan dengan manajemen

perusahaan/bisnis karena pendidikan merupakan organisasi kompleks dengan visi

dan misi yang berbeda. dari perusahaan, sehingga proses pengaturannya pun akan

berbeda pula.

Walaupun demikian, dalam pelaksanaannya manajemen pendidikan lebih

banyak diilhami dari teori administrasi dan manajemen pada umumnya.

33
34

Sebagaimana diungkapkan Fakry Gaffar (1987: 9) "Guna mewujudkan makna

manajemen pendidikan secara operasional perlu dipahami fungsi-fungsi pokok

manajemen tersebut, yaitu perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan". Ketiga

fungsi tersebut hanya merupakan bagian dari fungsi manajemen karena masih

banyak fungsi lain yang dikemukakan para ahli serta dapat diterapkan dalam

berbagai bidang termasuk bidang pendidikan. Tetapi dari sekian banyak fungsi

manajemen yang dikemukakan para ahli, ketiga fungsi tersebut merupakan fungsi

yang paling mudah dipahami.

Perencanaan merupakan kegiatan penting yang harus dilakukan dalam

proses manajemen karena tanpa perencanaan tujuan suatu kegiatan akan sulit

tercapai serta memungkinkan munculnya berbagai hambatan yang sulit

ditanggulangi. Perencanaan merupakan proses terstruktur sebagaimana

dikemukakan Fakry Gaffar (1987:54) bahwa "Kegiatan-kegiatan perencanaan

dan pelaksanaan perencanaan memerlukan tahapan-tahapan sesuai dengan

karakteristik perencanaan yang sedang dikembangkan".

Selain proses perencanaan dan pelaksanaan, pengawasan juga penting

untuk dilakukan sebagai monitoring terhadap pelaksanaan rencana dan

memudahkan penemuan terhadap penyimpangan yang terjadi sehingga

mengurangi resiko kegagalan. Proses manajemen perlu diterapkan dalam semua

aspek kehidupan termasuk pendidikan. Keberhasilan pendidikan akan sangat

menentukan keberhasilan, pembangunan karena tujuan pendidikan adalah

mencetak sumber daya manusia berkualitas sebagai pelaksana pembangunan.

Dalam hal ini, Fakry Gaffar (1987:3-8) mengemukakan: "Manajemen pendidikan

34
35

di Indonesia merupakan titik sentral dalam mewujudkan tujuan pembangunan

sumber daya manusia.

Berdasarkan hasil pengamatan para ahli, menunjukkan bahwa manajemen

pendidikan kita masih belum menampakkan kemampuan profesional sebagaimana

diharapkan. Kemelut sering terjadi karena ketidakmatangan manajemen. Kemelut

dalam bidang kurikulum, dalam bidang pengadaan prasarana dan sarana

pendidikan, dalam bidang pengangkatan dan dalam bidang kualitas, sebenarnya

kontribusi dari manajemen yang belum kuat. Aspek yang menonjol kelemahannya

adalah sistem dan faktor manusianya.

Sistem pendidikan kita masih terlalu dipengaruhi oleh politik. Karena itu

sangat terasa bahwa sistem pendidikan kita tidak responsif terhadap berbagai

perkembangan sosial teknologi yang begitu cepat melanda masyarakat.

Kurangnya sikap profesional, lemahnya sikap hidup yang rasional dan kemauan

untuk berkarya, serta lemahnya disiplin ilmu dalam bekerja menyebabkan

produktivitas kerja rendah dan akibatnya produksi sistem juga rendah. Persoalan

kualitas sebenarnya persoalan lemahnya manajemen karena orientasi manajemen

masih belum pada pembelajaran anak didik. Berbagai hal di atas secara perlahan-

lahan berkembang menjadi sikap hidup personil dalam manajemen dan bilamana

itu tumbuh menjadi budaya manajemen dalam pendidikan Indonesia, pendidikan

Indonesia yang berkualitas sulit diwujudkan.

Mutu pendidikan yang merupakan bagian dari manajemen pendidikan,

akhir-akhir ini muncul menjadi masalah nasional yang dipandang sangat

merisaukan. Mutu atau kualitas pendidikan adalah sentral karena pendidikan yang

35
36

diharapkan adalah pendidikan yang mampu menghasilkan sumber daya manusia

berkualitas. Manusia berkualitas tidak mungkin dihasilkan oleh pendidikan yang

tidak bermutu. Karena itu pembangunan pendidikan harus diartikan sebagai

pembangunan kualitas pendidikan. Ukuran kualitas pendidikan didasarkan atas

standar hasil yang ditentukan bersama dan telah menjadi konsensus bersama

sesuai dengan level, jenjang dan jenis pendidikan. Kualitas dalam konteks ini

merupakan hasil proses yang panjang dan sangat kompleks, karena faktor-faktor

yang terlibat di dalamnya juga sangat kompleks. Faktor-faktor itu antara lain:

guru, kurikulum, fasilitas pengajaran, manajemen, murid, sumber belajar,

teknologi dan evaluasi. Pendidikan yang berkualitas memang harus ditunjang oleh

faktor-faktor berkualitas pula.

Secara konseptual proses manajemen pendidikan mencakup perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan pembelajaran, pengendalian dan pengevaluasian.

Selanjutnya, unsure-unsur proses tersebut akan diuraikan berikut ini.

a. Perencanaan

Perencanaan sebagai bagian penting dalam proses manajemen merupakan

suatu tahap yang harus dilewati sebelum melangkah ke tahap berikutnya, karena

melalui proses ini dapat ditentukan tujuan yang hendak dicapai melalui proses

tersebut disesuaikan dengan kebutuhan serta fakta-fakta di lapangan.

Sebagaimana diungkapkan Maman Ukas (1993:180) bahwa perencanaan dapat

didefinisikan sebagai “suatu proses penggunaan fakta-fakta yang berhubungan

dengan dugaan masa yang akan datang yang akan diikuti dengan tindakan

perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu”.

36
37

Sehubungan dengan hal tersebut maka pendirian PKBM sebagai suatu

wadah pemberdayaan masyarakat memerlukan suatu perencanaan yang matang

dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan tertentu serta penggunaan strategi

yang tepat dalam mewujudkannya. Melalui perencanaan yang baik PKBM

diharapkan dapat menjadi suatu wadah pemberdayaan masyarakat yang benar-

benar handal sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat

sebagaimana yang diharapkan dan pada akhirnya mampu meningkatkan kualitas

sumber daya manuasia secara menyeluruh. Adapun langkah-langkah yang dapat

ditempuh dalam suatu proses perencanaan PKBM berdasarkan Balai

Pengembangan Kegiatan Belajar (2001:8) adalah sebagai berikut: (1) Melakukan

pendataan umum masalah/kebutuhan dan sumber daya pendukungnya; (2)

Menyusun prioritas kebutuhan program masing-masing bidang; (3) Menyusun

program kegiatan layanan; dan (4) Menyusun program kerja tahunan PKBM.

b. Pengorganisasian

Pengorganisasian sebagai salah satu fungsi manajemen bertujuan

menciptakan hubungan yang baik antar tiap bagian sehingga mampu melahirkan

koordinasi yang baik antara atasan dengan bawahan dalam suatu organisasi.

Sehubungan dengan hal tersebut Maman Ukas (1993:210) mengemukakan bahwa

“ada tiga langkah yang dapat dilaksanakan: 1) Merancangkan struktur organisasi,

2) Mendefinisikan wewenang, pendelegasian wewenang dan tanggung jawab, dan

3) Menetapkan hubungan kerja”.

Sejalan dengan tujuan pengorganisasian di atas, berdasarkan Balai

Pengembangan kegiatan pembelajaran menjelaskan bahwa tujuan pengoranisasian

37
38

dalam PKBM adalah: (1) Pendayagunaan sumber daya untuk pelaksanaan

program/kegiatan; (2) Pelaksanaan program/kegiatan; (3) Tenaga kependidikan

pada penyelenggaraan PKBM dan pelaksanaan program kegiatan.

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam proses pengorganisasian PKBM

sebagaimana diuraikan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2001:12) adalah

sebagai: (1) Menyiapkan dan menggerakkan sumber daya yang teridentifikasi; (2)

Mengkaji dan menata sumber daya yang akan dimanfaatkan sesuai dengan

kebutuhan/tuntutan program/kegiatan; dan (3) Menata pelaksanaan

program/kegiatan serta menata tenaga kependidikan

c. Pelaksanaan Pembelajaran

Pada prinsipnya pelaksanaan pembelajaran di PKBM tidak jauh berbeda

dengan pelaksanaan pembelajaran pada sistem persekolahan, namun di dalam

PKBM kegiatan pembelajaran lebih berorientasi pada kebutuhan masyarakat

setempat disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta tuntutan

pasar, di samping itu warga belajar yang ada di dalam PKBM tidak dibatasi oleh

usia sebagaimana dalam pendidikan persekolahan. Adapun kegiatan dalam

pelaksanaan PKBM berdasarkan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2001:15-

19) adalah: (1) Memotivasi warga belajar, (2) Mengadakan dan atau

mengembangkan bahan belajar pokok bagi warga belajar dan bahan pengajaran

pokok bagi tutor/ nara sumber; (3) Melaksanakan proses belajar mengajar; dan (4)

Menilai proses dan hasil kegiatan mengajar secara berkala.

d. Pengendalian dan Pengevaluasian

38
39

Proses pelaksanaan kegiatan dalam berbagai bidang perlu dikendalikan

serta dievaluasi secara berkesinambungan guna memperoleh hasil yang maksimal.

Demikian halnya pelaksanaan PKBM sebagai suatu wadah pengembangan sumber

daya manusia, karenanya Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (2001:18-23)

menetapkan langkah-langkah: (1) Melaksanakan pemantauan dan pengendalian

pelaksanaan program/kegiatan; (2) Mengukur tingkat pencapaian tujuan

penyusunan; (3) Menyusun rekomendasi hasil pengukuran dan bahan masukan

penyusunan rencana kerja tahunan; dan (4) Menyusun laporan tahunan

penyelenggaraan PKBM.

D. Fungsi dan Kemampuan Manajerial Pengelola PKBM

Lembaga pendidikan PKBM, memiliki peranan yang amat penting bagi

pembinaan generasi muda untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan

bangsa yang sedang berkembang. Hal ini membawa implikasi bahwa proses

pendidikan di lingkungan PKBM harus mampu menumbuhkembangkan

pengetahuan, kemampuan, sikap dan nilai-nilai setiap individu peserta didik.

Dalam hal ini penulis memandang bahwa PKBM merupakan sub sistem dari

sistem masyarakat di mana PKBM tersebut berada. Ia harus mampu memberikan

sumbangan bagi perkembangan masyarakat.

Upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional pada jalur pendidikan non-

formal, khususnya PKBM, akan banyak bergantung kepada berbagai faktor, baik

dari dalam sistem kelembagaan itu sendiri maupun faktor-faktor dari luar sistem

PKBM. Salah satu faktor kunci (the key factor) yang berasal dari "internal

system" PKBM adalah para pengelola. Hal ini disebabkan oleh fungsi dan

39
40

peranan pengelola sebagai manajer organisasi adalah "the key person" yang

menentukan kelancaran dan keberhasilan segala kegiatan PKBM yang

dipimpinnya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional maupun tujuan

kelembagaan.

Secara formal, pengelola PKBM adalah seorang "decision maker" bagi

segala kegiatan yang harus dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam

kegiatan PKBM. Demikian pula kegiatan-kegiatan yang menyangkut pelaksanaan

kurikulum, sangat tergantung kepada putusan-putusan yang ditetapkan oleh

pengelola PKBM sebagai pimpinan dan penanggung jawab kegiatan PKBM.

Dengan demikian, upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional maupun

tujuan kelembagaan PKBM akan banyak dipengaruhi oleh keterampilan-

keterampilan (skills) dan wawasan (vision) yang dimiliki oleh pengelola PKBM

dalam melaksanakan tugas, peranan dan fungsinya sebagai pimpinan PKBM.

Apabila pengelola PKBM memiliki kemampuan-kemampuan profesional yang

dibutuhkan dalam pelaksanaan tugasnya sebagai pimpinan dan penanggung jawab

kegiatan PKBM, maka hal ini memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan yang

diharapkan secara efektif. Setiap peran ataupun tugas yang harus dilaksanakan

pengelola PKBM sebagai pimpinan PKBM menuntut sejumlah keterampilan

(skills) khusus yang memungkinkan pengelola PKBM dapat melaksanakan tugas

atau peranannya secara efektif.

Pengelolaan PKBM secara efektif dan produktif membutuhkan dukungan

sumber daya yang memadai. Sumber daya yang dimaksud meliputi kurikulum dan

pengajaran, tenaga kependidikan, fasilitas keuangan, dan hubungan dengan

40
41

masyarakat. Dalam pengelolaan sumber daya tersebut secara efektif dan efisien

diperlukan penangung jawab secara profesional, yaitu pengelola PKBM.

Pengelola PKBM sebagai penanggungjawab seluruh kegiatan PKBM

berperan sebagai administrator dan supervisor. Sebagai administrator ia

bertanggung jawab dalam penataan sumber daya untuk mencapai tujuan

pendidikan secara efektif dan efisien. Sebagai supervisor ia bertanggung jawab

dalam pengembangan mutu pengajaran di PKBM, melalui pemberian bantuan

terhadap pengembangan kemampuan profesional tutor. Lippham (1974:10)

menggolongkan tugas pengelola PKBM ke dalam lima macam yaitu: (1) program

pengajaran; (2) membina staf; (3) membina dan mengelola warga belajar; (4)

mengelola sumber/keuangan; dan (5) mengelola hubungan PKBM dengan ma-

syarakat. Dalam kaitannya dengan kelima pengelompokkan tugas pengelola

PKBM, hendaknya mampu memelihara dan membina tutor dalam melaksanakan

pencapaian tujuan program/pengajaran, bekerja sama dalam menilai efektivitas

PBM dan mengifisiensikan pemanfaatan sumber-sumber untuk memaksimalkan

upaya pendidikan itu.

Kajian terhadap tugas, dan peranan pengelola PKBM membawa implikasi

bahwa pengelola PKBM harus memiliki sejumlah kemampuan. Jones dalam

Yoyon B. Irianto (1999:114) menggolongkan kemampuan yang harus dimiliki

pengelola PKBM dalam dua katagori, yaitu: (1) kompetensi personal dan (2)

kompetensi profesional. Kompetensi personal meliputi kualitas personal dan

kualitas kepribadian. Sedangkan kompetensi profesional meliputi aspek

pendidikan dan aspek manajemen PKBM.

41
42

Secara konseptual, Leithwood dan Montgomery (1986:46-68) mengemu-

kakan lima fungsi pengelola PKBM dalam satu jabatan yang saling berkaitan dan

saling menunjang. Fungsi-fungsi pokok tugas pengelola PKBM adalah sebagai

pimpinan proses belajar-mengajar (instructional leader), sebagai manajer

organisasi PKBM (school manager), sebagai pimpinan pendidikan (educational

leadership), sebagai supervisor pendidikan (educational supervisor), dan sebagai

pembaharu pendidikan (educational innovator). Setiap tugas pokok yang harus

dilaksanakan pengelola PKBM pada dasarnya memiliki jenis kegiatan yang

berbeda, sehingga efektivitas pelaksanaan fungsi-fungsi tersebutya memerlukan

kemampuan yang berbeda pula.

Fungsi pengelola PKBM yang paling pokok adalah sebagai manajer

organisasi PKBM. Sebagai suatu lembaga pendidikan, PKBM merupakan unit

organisasi formal yang memiliki struktur organisasi tersendiri, dengan tata kerja

dan personil khusus yang terlibat di dalamnya. Pengelola PKBM adalah manajer

yang bertanggung jawab dalam pengaturan dan pengelolaan segala aktivitas

PKBM, sehingga tujuan organisasi PKBM dapat tercapai secara efektif.

Tugas-tugas pokok pengelola PKBM sebagai manajer PKBM menurut

Leithwood dan Montgomery (1986:46) berkenaan dengan: (1) Menjabarkan

peraturan dan ketentuan yang ditetapkan instansi yang lebih tinggi untuk

dilaksanakan oleh personil PKBM; (2) Merencanakan dan menetapkan target dan

kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam periode tertentu; (3) Mengatur

dan menetapkan personil yang terlibat dalam kegiatan PKBM; (4) Menetapkan

tugas dan rincian pekerjaan bagi setiap personil yang terlibat; (5) Mendelegasikan

42
43

sebagian tugas dan wewenangnya kepada personil yang terlibat; (6) Mengawasi

pelaksanaan tugas-tugas personil bawahannya; (7) Menyusun laporan kegiatan

dan menyampaikan laporan kepada instansi atasannya secara periodik; (8)

Memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas

manajerial sehari-hari.

Berdasarkan fungsi tersebut, Leithwood & Montgomery (1986:46-48)

merinci seperangkat keterampilan (skills) pengelola PKBM yang relevan dengan

jenis tugas yang dihadapi.

1. Pengembangan Akademik/Pengajaran

Tugas-tugas pokok yang berkaitan dengan kedudukan pengelola PKBM

sebagai pemimpin pengajaran lebih ditekankan kepada aspek-aspek: (1)

Pengembangan perencanaan PBM yang efektif sesuai dengan kondisi warga

belajar dan tutor; (2) Pengembangan strategi belajar mengajar yang efektif; (3)

Pengembangan pengelolaan kelas yang efektif untuk menunjang pelaksanaan

proses belajar mengajar; (4) Pengembangan sistem evaluasi hasil belajar dan

evaluasi pelaksanaan kurikulum di PKBM; (5) Pengembangan kegiatan-kegiatan

penunjang kurikulum; dan (6) Peningkatan mutu akademik PKBM.

2. Pelaksanaan Administrasi PKBM

PKBM, dalam pandangan teori organisasi merupakan suatu sistem

kerjasama antara tutor (tenaga akademik), pegawai (tenaga administratif), peserta

didik, masyarakat (orang tua peserta didik), di bawah pimpinan pengelola

PKBM. Pandangan ini mengandung implikasi bahwa mengelola organisasi

43
44

PKBM akan berkaitan dengan sejumlah bidang garapan yang harus dikelola, dan

prosedur pengelolaannya. Dalam terminologi manajemen, bidang garapan ini

disebut pendekatan substansial, dan prosedur pengelolaannya disebut pendekatan

proses.

Menurut pendekatan substansial, bidang garapan administrasi PKBM

menyangkut tugas-tugas dalam pengelolaan program kurikulum PKBM, peserta

didik, personil, sarana dan prasarana, keuangan, hubungan PKBM dengan

masyarakat, dan administrasi pelayanan yang bersifat khusus seperti pelayanan

perpustakaan, bimbingan karier peserta didik, kesehatan PKBM, dan kegiatan

lainnya yang bersifat penunjang. Sedangkan pendekatan proses, menyangkut

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian, dan pengevaluasian

setiap bidang garapan administrasi PKBM.

Merujuk pada kedua pendekatan tersebut, maka tugas-tugas pokok

pengelola PKBM dalam melaksanakan fungsi administrator PKBM paling tidak

berkenaan dengan: (1) Menjabarkan peraturan/ketentuan yang ditetapkan

instansi yang lebih tinggi untuk dilaksanakan oleh personil PKBM; (2)

Merencanakan dan menetapkan target kegiatan yang akan dilaksanakan dalam

periode tertentu; (3) Mengatur dan menetapkan personil yang terlibat dalam

kegiatan PKBM; (4) Menetapkan tugas dan rincian pekerjaan bagi setiap

personil yang terlibat; (5) Mendelegasikan sebagian tugas dan wewenangnya

kepada personil yang terlibat; (6) Mengawasi pelaksanaan tugas-tugas

bawahannya; (7) Menyusun laporan kegiatan dan menyampaikan laporan kepada

44
45

instansi atasannya secara periodik; (8) Memecahkan masalah yang dihadapi dalam

pelaksanaan tugas sehari-hari.

3. Pelaksanaan Kepemimpinan Pendidikan

Secara rinci, tugas-tugas pokok Pengelola PKBM sebagai pimpinan formal

PKBM dapat dikemukakan: (1) Menciptakan suasana kerja yang menyenangkan

semua pihak yang terlibat dalam kegiatan PKBM; (2) Menyadarkan dan

mempengaruhi staf untuk bekerja demi kepentingan organisasi PKBM; (3)

Mengambil keputusan tepat dalam setiap masalah yang dihadapi; (4)

Mengantisipasi dan memecahkan masalah secara dini dalam setiap masalah yang

dihadapi organisasi maupun staf; (5) Mengembangkan suasana kerja yang

menumbuhkan kreativitas bawahan/staf dalam pekerjaannya; (6)

Mengkomunikasikan kebijakan atasan sesuai dengan tingkat kemampuan

berfikir bawahan/staf; (7) Memberi kesempatan kepada staf untuk melakukan

tugas-tugas kepemimpinan yang sesuai dengan kebutuhan PKBM.

4. Pelaksanaan Supervisi Pengajaran

Staratt (1983:197) merumuskan bahwa tugas-tugas pokok pengelola PKBM

sebagai supervisor pendidikan adalah: (1) Melaksanakan penelitian sederhana

untuk perbaikan situasi dan kondisi proses belajar mengajar; (2) Mengadakan

observasi kelas secara obyektif untuk peningkatan efektivitas proses belajar

mengajar; (3) Melaksanakan pertemuan individual secara profesional dengan

tutor untuk meningkatkan profesi tutor; (4) Menyediakan waktu dan pelayanan

45
46

bagi tutor secara profesional dalam pemecahan masalah PBM; (5) Menyediakan

dukungan dan suasana kondusif bagi tutor dalam perbaikan dan peningkatan

mutu PBM; (6) Mengembangkan staf yang berencana dan terarah; (7)

Melaksanakan kerja sama dengan tutor untuk mengevaluasi hasil belajar secara

komprehensif; (8) Menciptakan "team work" yang dinamis dan profesional; (9)

Menilia hasil belajar warga belajar secara komprehensif.

5. Pelaksanaan Inovasi Pendidikan

Secara konseptual, Fullan (1982) mengemukakan bahwa tugas pokok

inovasi pengelola PKBM adalah: (1) Menumbuhkan suasana organisasi yang

kondusif bagi pengembangan kreativitas staf dalam pekerjaannya; (2) Memacu

dan memotivasi staf dan dirinya sendiri untuk mengembangkan kreativitas yang

dianggap perlu; (3) Menciptakan situasi organisasi yang kondusif bagi tutor/staf

untuk mencoba sesuatu yang baru dan dianggap efektif; (4) Memotivasi tutor/staf

dan dirinya sendiri untuk berani mengambil resiko; (5) Menciptakan suasana

terbuka dan komunikasi "open minded" dengan semua pihak yang terlibat dengan

pendidikan; (6) Melaksanakan kerjasama dengan pihak-pihak yang terkait dalam

upaya pembaharuan pendidikan; (7) Menciptakan kerja kelompok yang dinamis

dan profesional.

E. Profil Pengelola PKBM Masa Depan

Pengelola PKBM mempunyai tanggung jawab penuh untuk memimpin

kegiatan penyelenggaraan pendidikan. Ia dituntut untuk mampu bukan hanya

menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi yang memungkinkan

46
47

kelancaran proses belajar-mengajar, tetapi juga memanfaatkan kondisi dan

sumber daya yang ada untuk mengadakan pembinaan profesional terhadap para

staf PKBM agar dapat meningkatkan kompetensi mereka ke arah terciptanya

situasi belajar-mengajar yang lebih baik.

Pengembangan kemampuan pengelola PKBM cukup penting untuk dija-

dikan kajian mengingat kontribusi yang diberikannya untuk kemajuan dan

keberhasilan pendidikan di PKBM. Kajian terhadap kemampuan pengelola

PKBM dan pengembangan kemampuan dalam mengelola PKBM didukung pula

oleh beberapa temuan di lapangan antara lain: Pertama, Pengangkatan menjadi

pengelola PKBM dari seorang tutor yang memiliki kemampuan dalam

penyelenggaraan PBM yang lebih baik; Kedua, Pengangkatan menjadi pengelola

PKBM mengutamakan pengalaman kerja sebagai tutor; Ketiga, Pengembangan

kemampuan pengelola PKBM masih kurang intensif terutama dalam kemampuan

teknik manajerial PKBM.

Bila dikaitkan dengan upaya reformasi pendidikan, membutuhkan

pengembangan pengelola PKBM dalam mengadopsi dan mengadaptasi

pembaharuan pendidikan di PKBM. Untuk kepentingan reformasi jabatan

pengelola PKBM dasar pada masa yang akan datang, perlu adanya identifikasi

yang valid tentang pembinaan yang dilakukan terhadap pengelola PKBM dasar

dalam melaksanakan tugasnya yang sejalan dengan peran dan fungsi PKBM dasar

dalam kerangka pembangunan nasional dan pembangunan sumber daya manusia

secara keseluruhan.

47
48

PKBM yang reformis tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi harus

direncanakan. Proses inovatif yang telah dibahas tadi, untuk pengelola PKBM

dapat dijadikan dasar untuk menjadikan PKBM yang reformis dalam mengadakan

pembaharuan dalam rangka peningkatan produktivitas PKBM. Reformasi suatu

PKBM akan tergantung kepada kreativitas para pengelola PKBM, baik dalam

satuan pendidikan di PKBM atau pada tingkat organisasi di atas PKBM. Di

samping itu perlu terciptanya suasana yang kondusif untuk kreativitas.

Adanya sikap positif terhadap reformasi merupakan dasar dalam

merencanakan PKBM yang kreatif. Oleh karena itu adanya kesatuan sikap

terhadap inovasi dari semua personil yang terlibat dalam pengelolaan PKBM

sangat penting untuk menciptakan ide-ide untuk munculnya PKBM gaya baru.

Pengelola PKBM yang reformis perlu memiliki sikap yang mendorong

tumbuhnya kreativitas di PKBM. Sikap yang tepat menurut Ackoff (Yoyon

Bahtiar Irianto, 1998:44) ialah interactivisme, yang mempunyai karakteristik: (1)

tidak menyenangi keadaan yang tetap yang sedang berjalan sekarang; (2) tidak

senang kembali ke masa lalu; (3) berorientasi ke masa depan; (4) menetapkan

keinginan yang perlu untuk masa yang akan datang; (5) tidak puas dengan hasil

sekarang; (6) mengharapkan masa depan akan lebih baik, dan percaya bahwa

perbaikan dapat diusahakan; (7) merencanakan usaha-usaha yang akan

dilaksanakan untuk memeperbaiki keadaan; (8) dengan mengadakan uji coba

dengan penuh tanggung jawab; (9) beranggapan bahwa setiap komponen dalam

organisasi dapat dimodifikasi atau diadakan perubahan; (10) terlibat langsung

dalam proses pelaksanaan perubahan; (11) berani mengambil resiko.

48
49

Dalam mendorong sikap kreativitas staf, pengelola PKBM dapat melakukan

berbagai teknik, antara lain:

a. Latihan-latihan

Latihan-latihan merupakan salah satu bentuk dalam mengembangkan

kreativitas individu (Vernon, 1982:184). Latihan dapat diadakan di PKBM atau di

lembaga lain di luar PKBM. Isi latihan agar bervariasi untuk mendapatkan

pengalaman yang berarti sebagai bahan untuk penampilan kerja yang kreatif;

b. Saresehan (Brainstorming)

Saresehan dapat pula disebut sumbang saran. Setiap personil PKBM dalam

kehidupannya banyak mengalami berbagai peristiwa, pengalaman dan

permasalahan. Bertitik-tolak dari berbagai macam pengalaman, pengelola PKBM

dapat melaksanakan saresehan di PKBM untuk menghidupkan berbagai idea.

Perlu diperhatikan dalam saresehan perlu digunakan langkah-langkah : (a) Tahap

penjelasan persoalan yang dihadapi PKBM; (b) Merumuskan persoalan agar jelas

bagi semuanya; (c) Mengundang idea-idea pemecahan; (d) Mengembangkan idea-

idea yang dianggap baru; dan (e) Menilai bersama idea yang mungkin

dilaksanakan.

c. Pemecahan Masalah

Pengelola PKBM menugaskan kepada stafnya untuk mencatat permasalahan

yang ia hadapi dari masalah yang mereka alami. Selanjutnya setiap personil

diminta melakukan langkah-langkah: (a) Menyusun daftar prioritas masalah yang

perlu dipecahkan dengan alasan-alasannya; (b) Memilih satu masalah yang

dianggap penting; (c) Mencoba menyusun alternatif pemecahan dengan

49
50

mempertimbangkan baik-buruknya; (d) Memilih satu alternatif yang dianggap

baik dan dapat dilaksanakan di PKBMnya; (e) Mengadakan pertemuan PKBM

untuk mendiskusikan hasil karya personil PKBM.

Dari hasil pengembangan kreativitas individu-individu di PKBM agar

menunjang pelaksanaan reformasi di PKBM, khususnya pada PKBM-PKBM

yang digabungkan, maka diperlukan para pengelola PKBM yang memiliki kiat-

kiat dalam organizing development, antara lain:

a. Pengorganisasian tindakan kreatif

Pengorganisasian tindakan kreatif, merupakan salah satu teknik dalam

memfasilitasi kreativitas personil yang dituangkan dalam satu disain perencanaan

kelembagaan PKBM. Perencanaan yang cukup imajinatif dari para pengelola

PKBM, dan dibantu oleh struktur administratif yang memberi kemudahan dalam

proses kreatif. Idea-idea diharapkan muncul dari sejumlah tutor, wakil pengelola

PKBM, pengelola PKBM, dan pejabat lain yang dapat memberikan sumbangan

berarti bagi pelaksanaan program-program PKBM;

b. Departementalisasi

Dalam penyusunan rencana pengorganisasian tindakan kreatif, sebaiknya

pengelola PKBM ditunjang pula oleh kemampuan dalam proses

departementalisasi. Kemampuan ini merupakan salah satu keterampilan teknis

dalam pengelompokan unit-unit program kegiatan berdasarkan karakteristik

kegiatan yang dipandang sejenis. Misalnya kelompok bidang studi, kelompok

pengabdian atau hubungan PKBM dengan masyarakat, dan kelompok lain yang

dipandang perlu. Kemudian, setiap kelompok atau unit kegiatan tersebut diberi

50
51

tugas, misalnya: (1) Kelompok mengklasifikasikan permasalahan dan setiap

anggota agar menyiapkan diri untuk berfikir kreatif; (2) Setiap anggota harus

memberikan kontribusi ide-ide; (3) Kelompok membahas idea-idea itu sehingga

ada pertukaran ide dan saling mereaksi pikiran satu sama lain dalam suasana yang

saling menghargai; (4) Ide-ide sebagai hasil proses kreatif dari setiap kelompok

dikoordinasikan. Ide-ide yang telah disampaikan dievaluasi dalam kelompok

koordinatif sebagai bahan untuk team perencana; (5) Team perencana terdiri atas

koordinator beserta staf, para ahli yang sesuai dengan bidangnya dan dimana

perlu dilengkapi oleh konsultan di bidang pendidikan; (6) Para pimpinan

pengelola PKBM harus dapat mengambil inisiatif untuk mengadakan kreativitas.

Pimpinan mengikutsertakan stafnya dalam proses kreativitas dan staf harus

merasakan bahwa ia merupakan bagian integral dan merupakan bagian yang

penting untuk duduk dalam team perencanaan pengembangan PKBM.

F. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan

Untuk memperkaya wawasan dalam penelitian ini perlu mengetengahkan

beberapa hasil penelitian sebelumnya yang ada kaitannya, baik secara teoritik

maupun secara empirik. Berikut ini beberapa hasil penelitian yang dianggap

relevan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini;

Hasil penelitian tentang pembinaan kemampuan pengelola PKBM yang

dilakukan oleh Yoyon B. Irianto (2002) di Kabupaten Bandung, Cianjur,

Purwakarta, Garut, dan Sumedang, berkesimpulan bahwa kualitas pelaksanaan

51
52

pembinaan pengelola PKBM yang dilaksanakan Penilik PLS masih jauh dari yang

diharapkan karena profil Penilik sendiri belum dapat menjadi motivator dan

fasilitator yang baik. Penggunaan bermacam-macam variasi model pembinaan

pengelola PKBM belum dapat dilaksanakan karena kesiapan para pengelola

PKBM dalam mengikuti proses pembinaan pun sangat bervariasi. Akibatnya, para

Penilik PKBM dalam melaksanakan program pembinaan kepada PKBM-PKBM

kembali ke pola lama dengan menggunakan metode rutinitas.

Gambaran hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pembinaan

pengelola PKBM kurang didasarkan pada pendekatan teoritik yang diwujudkan

dalam bentuk program yang terencana, terorganisir dan terkendali. Hal ini

sekaligus menunjukkan indikasi bahwa kemampuan Penilik PKBM pun dalam

memilih dan mengimplementasi model pembinaan pengelola PKBM masih

rendah.

Hasil penelitian yang berkenaan dengan prestasi kerja (kinerja) diungkap

antara lain oleh Sedarmayanti (1995), yang menyatakan kaitan dengan kriteria

keberhasilan kinerja bahwa masing-masing pribadi alumni pelatihan berupaya

mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan di tempat kerja. Dengan kata lain

kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan banyak tergantung

dari upaya/kemauan individu itu sendiri.

Dadang Sofjan (1995: 164), menyimpulkan kemampuan mengaplikasikan

pengetahuan dan keterampilan dari hasil pelatihan yang mereka dapatkan,

menunjukkan tingkat perbedaan dalam pelaksanaan tugas mereka sebagai tutor di

instansinya masing-masing. Hal ini menunjukkan pula bahwa, sekalipun program

52
53

pelatihan dikemas dalam bentuk program yang direncanakan, diorganisir, dan

dikendalikan dengan seksama pun belum tentu berhasil dengan efektif, karena

salah satu faktor yang turut pula menentukan adalah sikap dan kreativitas dalam

mengikuti pelatihan.

Achmad Hufadz dkk. (1996), menyimpulkan bahwa kemampuan pelaksa-

naan tugas pokok pengelola PKBM, adalah produktivitas kerjanya yang sangat

berhubungan erat dengan hasil pelatihan yang telah diikutinya. Koefisien korelasi

sebesar 0,83 atau dengan kata lain 69,67% hasil pelatihan memberikan kontribusi

yang berarti terhadap peningkatan kemampuan pengelola PKBM dalam

melaksanakan tugas pokoknya setelah kembali ke lapangan. Akan tetapi,

penelitian Achmad Hufadz dkk. tidak sampai pada kesimpulan kemampuan-

kemampuan apa saja yang paling dominan mempengaruhi kinerja para pengelola

PKBM.

Hasil-hasil penelitian sebagaimana dipaparkan di atas, mengungkapkan

bahwa masing-masing individu berupaya mengaplikasikan pengetahuan, sikap

dan keterampilan di tempat kerjanya, walaupun banyak bergantung dari upaya

atau kemauan individu itu sendiri. Individu yang mempunyai kebutuhan akan

prestasi yang tinggi, mempunyai motivasi yang kuat terhadap pekerjaan yang

menantang (challanging) dan bersaing (competitive). Hasil pelatihan mampu

memberikan kontribusi lebih kurang 90% terhadap pelaksanaan tugas pokoknya

di tempat kerja masing-masing. Oleh sebab itu identifikasi kemampuan-

kemampuan teknis yang lebih spesifik perlu diungkap sehingga mempunyai

dampak positif bagi pelaksanaan tugasnya.

53
54

Hasil-hasil penelitian tersebut memang dapat dimengerti. Seperti dalam

Teori Mc.Clelland yang menemukan kebutuhan yang kuat pada individu akan

keinginan untuk mencapai prestasi. Individu dengan kebutuhan akan prestasi yang

tinggi, mempunyai motivasi yang kuat terhadap pekerjaan yang menantang

(challenging) dan bersaing (competitive). Jadi mereka tidak tertarik pada

pekerjaan rutin yang tidak bersaing, sedangkan individu dengan kebutuhan akan

prestasi yang rendah cenderung untuk tidak berhasil baik pada keadaan yang

menantang dan bersaing. Di samping itu harus pula diperhitungkan faktor latar

belakang dan kelas sosial dimana ia berada sebagai faktor yang menentukan

tingkat kebutuhan prestasi tersebut.

54

Вам также может понравиться