Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Definisi Syari’at
Syari’at dari segi bahasa berarti madzhab dan jalan yang lurus. Kata syir’atul
ma’’ yang berarti sumber air yang hendak diminum. Kata Syara’a bermakna nahaja
(meniti), menerangkan, dan menjelaskan berbagai jalan titian. Kata syara’a juga
berarti sanna (menetapkan).1 Menurut Istilah, syari’at yaitu agama dengan berbagai
dikatakan sebagai syari’at-Nya karena ia menunjukkan pada arah yang lurus serta
menyerupai mata air, karena ia memberi kehidupan bagi jiwa dan akal, sebagaimana
Syari’at, din dan millah memiliki arti yang sama pula, yaitu hukum-hukum
karena menjadi sarana untuk patuh dan beribadah kepada Allah; dan disebut millah
Islam berarti tunduk dan berserah diri kepada Allah. Kemudian kata ini
digunakan secara khusus untuk menyebut agama yang diturunkan Allah kepada
manusia melalui perantaraan Nabi Muhammad SAW. Dengan makna inilah kata
1
Al-muktamar min shihah al-Lughah, hlm. 365, dan tafsir al-Qurthubi, jilid 16, hlm. 10
2
Tafsir al-Qurthubi, jilid 16, hlm 163, Syarh al-Manar fil-Ushul, hlm. 12., dan tarikh at-Tasyri’ al-Islami,
Muhammad Salam madkur, hlm. 11.
3
Tafsir al-Manar, Muhammad Rasyid Ridha, jilid 2, hlm. 257 dan Syarh al-Manar, hlm. 12.
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama
bagimu.” (Al-Ma’idah, 5 : 3)
“Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan
diterima (agama itu) dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang
berdasarkan Al-Quran atau Sunnah Nabi yang berupa perkataan, perbuatan, atau
pengakuan.4 Jadi, Syariat Islam menurut istilah tidak lain adalah hukum-hukum yang
ada di dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi, yang merupakan wahyu dari Allah SWT
Agama Islam yang datang dari Allah SWT tentu memiliki karakteristik
tersendiri yang membedakannya dengan ajaran yang lain. Karakteristik inilah yang
menjadikan Islam sebagai ajaran hidup yang tertinggi di sisi Allah di atas semua
ajaran hidup buatan manusia yang ada di muka bumi. Hal ini ditegaskan Rasulullah
SAW, bahwa Islam tinggi dan tidak ada lagi yang lebih tinggi dari padanya. Disini
Rasulullah SAW hanya menggunakan kata “tinggi”, bukan “paling tinggi”, karena jika
dikatakan paling tinggi, maka sebelumnya akan ada kemungkinan yang “lebih
tinggi”, sedangkan Allah SWT hanya mengakui satu ajaran / agama yaitu Islam.
4
Tafsir al-Qurthubi, jilid 16, hlm. 163 dan al-Fiqh al-Islami, Dr. Muhammad Musa, hlm. 7.
Hadist Rasulullah SAW semakin mempertegas bahwa ajaran Islam adalah satu-
satunya ajaran yang mutlak diakui dan tinggi dihadapan Allah SWT. Untuk
membuktikan hal itu, maka karakteristik Islam pun perlu diutarakan atau
Al-Jam’u baina At-tathour wa Ast-Sabat . Namun disini kami hanya ingin mencoba
menyeluruh).
Ayat diatas membuktikan bahwa ajaran Islam turun ke dunia bukan hanya untuk
bangsa Arab saja, walau memang Islam turun di atas teritorial jazirah Arab. Namun
Islam pun turun untuk bangsa Ajam (non-arab) dan seluruh bangsa-bangsa di dunia
karena esensi dari turunnya Islam ke bumi ini adalah rahmatan lil ‘alamin.
Syari’at ini juga bersifat abadi dan tidak mengalami perubahan atau
penghapusan, karena yang menghapus harus sama kuat dengan yang dihapus, atau
lebih kuat darinya. Syari’at yang merupakan ketentuan dari Allah SWT tidak dapat
dihapus / diubah kecuali dengan ketentuan syari’at lain yang datang dari Allah pula.
Dan di sisi lain, syari’at Islam adalah penutup seluruh syari’at dan Muhammad
shallalahu ‘alaihi wasallam adalah penutup para nabi. Sebagaimana firman Allah
berikut,
kamu, tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutu Nabi-Nabi.” (al-Ahzab : 40)
Maka dari itu tidak logis sekiranya ada sesuatu yang menghapus atau merubahnya,
karena syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw adalah syari’at terakhir yang
tidak bisa dirubah dan bahkan memang tidak memiliki unsur-unsur yang dapat
diubah atau celah untuk melakukan perubahan karena begitu lengkapnya / syumul-
nya.
dan diganti, semua itu mengharuskan agar berbagai kaidah dan hukumnya dapat
merealisasikan kemaslahatan bagi setiap manusia di setiap tempat dan waktu, dapat
oleh kemajuan yang dapat dicapai masyarakat. Semua itu tersedia di dalam syari’at
Islam karena Allah ‘azza wa jalla Maha Tahu, dan Dia menjadikan syari’at mencakup
setiap masa & tempat. Inilah yang terbukti oleh realitas syari’at, sumber-sumbernya,
Islam berasal dari Allah yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu, yang
lahir dan yang batin, yang di langit dan yang di bumi, serta seluruh sisi yang
menyangkut kehidupan manusia. Islam yang datangnya dari sisi Allah meliputi itu
semua.
Kita tahu pula bahwa syari’at Islam adalah sebuah sistem yang mencakup
Kesyumuliyahan Islam tidak hanya dari segi ajarannya yang rasional dan mudah
diamalkan tapi juga keharusan menegakkan ajaran Islam dengan metodologi yang
Islami. Karena itu di dalam Islam kita dapati konsep tentang dakwah jihad dan
dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
pun mengatakan:
“ Islam adalah risalah yang terbentang luas, sehingga meliputi seluruh abad
Keuniversalan Islam menjadikan Islam sebagai pedoman hidup bagi manusia yang
tidak dibatasi oleh waktu, ruang dan tempat. Islam tetap up to date sepanjang
zaman. Demikianlah adanya, tidak ada sesuatupun yang terlewatkan dari syari’at.
kelompok:
Allah dan Hari Akhir. Ini adalah hukum-hukum I’tiqadiyah. Bidang kajiannya disebut
bersikap jujur, adil, menyampaikan amanat dan menepati janji, larangan berdusta,
khianat dan menyebarkan fitnah. Ini adalah hukuh akhlaqiyah. Bidang kajiannya
dalam hubungannya dengan orang lain. Ini adalah hukum-hukum ‘amaliyah. Hukum
ini juga disebut fiqih, dan bidang bahasanya ada dalam Ilmu Fiqh.
5
//harokah.blogspot.com/2005/12/dienul-islam.html
Hukum-hukum ‘amaliyah ditinjau dari hal-hal yang terkait dengannya dibagi menjadi
dua. Pertama adalah ibadah seperti shalat dan puasa. Yakni hukum-hukum yang
mu’amalah, yang dimaksudkan untuk mengatur hubungan antar individu. Hukum ini
nafkah, nasab dan sejenisnya. Hukum inilah yang saat ini disebut undang-
mu’amalah atau hukum sipil (madani). Dan diantara hukum-hukum ini ada
procedure).
antar sesama meraka, atau bersama rakyat dari negara Islam. Hukum ini
masuk kedalam apa yang kita sebut dengan private International law.
6
Lihat: Ushul al-Qanun, Dr. Sanhuri, hlm. 258
5. Hukum-hukum yang berkaitan dengan sistem hubungan negara Islam
dengan negara-negara lain dalam kondisi damai atau perang. Hukum ini
termasuk dalam yang kita sebut hari ini sebagai public International law.
hubungan mereka dengan negara. Hukum ini termasuk dalam apa yang kita
dan ketentuan hukum untuk tiap-tiap tinadakan kriminal). Hukum ini pada
para pelaku kejahatan. Inilah hukum yang saat ini disebut dengan undang-
undang penyidikan.
Keluasan cakupan yang dibawa syari’at Islam ini tidak ditemukan padanannya dalam
berbagai hukum positif, karena di dalam hukum positif tidak diatur masalah-masalah
seperti akidah, akhlak dan ibadah yang merupakan persyaratan penting untuk
Dan dalam wilayah mu’amalah yang juga diatur oleh hukum positif, kita
Diantara manifestasi perhatian ini adalah penetapan hukum riba’, judi dan zina
dibuat oleh negara Islam dalam hubungannya dengan negara-negara lain berkenaan
seandainya warga negara Islam dibunuh dinegara lain, maka negara Islam tidak
boleh balik membunuh warga negara-negara tersebut yang hidup dengan tentram.
orang asing itu masuk dengan cara damai, dan negara islam wajib memenuhi
janjinya, sehingga orang tersebut tetap merasa aman dan tidak tersentuh perlakuan
tidak baik. Menyerahkan orang asing kepada negara lain tanpa persetujuannya
perhatian syari’at terhadap akhlak juga terlihat ketika orang asing yang masuk ke
negara Islam secara damai dikenakan pajak atas harga niaganya dengan ketentuan
yang sepadan dengan yang diambil negaranya dari seorang muslim ketika masuk
negara tersebut dengan membawa harta niaganya. Tetapi, apabila negara tersebut
mengambil seluruh harta seorang muslim yang masuk ke negara tersebut, maka
negara Islam tidak boleh melakukan hal yang sama terhadap warga negara
tersebut. Fuqaha berargumen bahwa merampas harta orang asing adalah sebuah
kedzaliman dan tidak boleh dibalas dengan kedzaliman yang sama. Kita tidak boleh
mengikuti moral mereka. Bila orang kita yang memasuki negara mereka dengan
7
As-Sair al-Kabir, Imam Muhammad bin Hasan asy-Syaibani, dan di syarah oleh Imam as-Sarkhsasi, jilid 2, hlm.
300
damai itu dibunuh, maka kita tidak boleh membunuh orang asing yang masuk ke
Dan begitu pun aspek keagamaan. Hal ini juga mendapat perhatian dalam
halal dan haram terhadap suatu perbuatan berdasarkan hakikat batinnya serta niat
dan tujuan pelakunya. Kadang kala suatu tindakan dianggap benar dari sisi luarnya
karena ia telah memenuhi seluruh syarat keabsahannya, namun perbuatan itu dinilai
haram karena hakikat batin serta niat dan tujuan pelakunya bertentangan dengan
perintah syari’at. Seperti orang yang menikah dengan tujuan menghalalkan (tahlil)
wanita yang telah dicerai tiga kali. Juga seperti orang yang mengakui adanya
piutang atas ortang lain dengan cara aniaya dan hal itu dinyatakan dihadapan
tergantung pada hakikat perbuatan, dan status halal perbuatan itu secara dzahir dan
batin. Namun, karena perkara batin itu tersembunyi dan manusia tidakmampu
berdasarkan hal-hal yang pasti nyata, maka syari’at mempertimbangkan sisi dzahir
batin, juga menjadi acuan keterkaitan hak dan ditetapkannya berbagai konsekwensi.
Tetapi, setelah itu, suatu perkara dinilai halal atau haramberdasarkan hakikat batin,
karena hukum yang bersifat lahir tidak mengubah halal menjadi haram, atau
kepadaku namun bisa jadi sebagian dari kamu mengalahkan sebagia yang
lain dengan hujjahnya, lalau aku memenagkan perkara untuknya sesuai yang
api neraka”. 9
Oleh karena itu, jika sisi batin dan hakikatnya dapat terungkap secara utuh,
maka sisi batin itu yang dianggap, bukan sisi lahirnya. Baik pengungkapan ini
mempergunakan indikasi keadaan atau dengan sebuah syari’at dalam akad. Maka,
jual-beli bertempo yang menjadi salah satu saran riba, adalah seperti orang yang
menjual sebuah barang kepada orang lain dengan harga seribu dengan cara tempo,
lalu membeli lagi darinya seketika dengan harga sembilan ratus tunai. Jual beli ini
dianggap batil oleh mayoritas ulama fiqih kerana hakikat mu’amalah tersebut adalah
riba dengan mengambil bentuk jual beli. Indikasi yang ada menunjukkan hakikat
tersebut, sehingga tidak perlu berdasarkan berbagai indikasi keadaan yang ada,
dianggap sebagai nikah yang rusak menurut banyak ulama fiqih, dan dianggap rusak
mu’amalah serta penilaian halal atau haram terhadap suatu perbuatan berdasarkan
hakikatnya dan aspek batinnya, menjadikan seorang muslim tidak berani melakukan
suatu perbuatan kecuali juka perbuatan itu dinilai halal, meskipun keputusan hukum
9
Kitab al-Umm, Imam Syafi’i, jilid 6, hlm. 202.
10
Al-Mughni, Ibnu Quddamah, jilid 4, hlm. 53, 54, 174, Bidayah al-Mujtahid, Ibnu Rusyd, jilid 1, hlm. 117-119,
Iqamah ad-Dalil ‘ala Ibthal ath-Tahlil, Imam Ibnu Taimiyah, hlm. 4-6, 34, 39, dan I’lam al-Muwaqqi’in. Julid 3,
hlm. 84 dan sesudahya.
membolehkannya berdasarkan aspek lahir. Begitu pula pertimbangan ini menjadikan
seorang muslim tidak berpegang dan tidak menuntut sesuatu yang bukan haknya,
semua ini yang telah diatur dalam syari’at memberikan ketenangan dalam
tersebut. Dalam hal ini, ada jaminan lebih besar bagi pengaturan hubungan antar
individu dengan baik dan tidak tersia-siakan hak orang yang berhak.
syari’at Islam itu berlaku umum dan sangat menyeluruh sampai memasuki berbagai
sendi kehidupan dari celah yang terkecil sampai yang terbesar. Dan bernilai relevan
untuk diterapkan di setiap tempat dan zaman. Hal ini sekali lagi dikarenakan Syari’at
berasal dari Allah SWT Yang Maha Sempurna, bukan dari Nabi Muhammad SAW
seperti yang dianggap oleh orang-orang sekuler dengan menyebut Al-Islam sebagai
mengatakan bahwa nama ajaran/agama itu berasal dari pembawanya. Namun tidak
untuk al-Islam yang sumber ajarannya disyari’atkan oleh Allah SWT, sehingga
ajarannyapun begitu sempurna karena diciptakan oleh Dia Yang Maha Sempurna.
1. Zaidan, Prof. Dr. Abdul Karim. 1969. Pengantar Studi Syari’ah. Jakarta:
Robbani Press.
2. //harokah.blogspot.com/2005/12/dienul-islam.html
3. www.al-ikhwan.net