Вы находитесь на странице: 1из 13

MAKALAH

Paradigma Baru Perguruan Tinggi Berkualitas

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perguruan tinggi merupakan lembaga pendidikan yang sangat


menentukan dalam upaya pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang
bermutu guna memenuhi kebutuhan SDM bagi pembangunan. Mutu
perguruan tinggi yang merata dan sesuai dengan kebutuhan wilayah menjadi
hal yang penting dalam pembangunan daerah, terutama di era otonomi
daerah. Oleh karena itu, pemerataan PT termasuk fakultas dan program
studinya antar provinsi di Indonesia merupakan strategi yang mesti diambil
oleh pemerintah.

Dewasa ini lulusan dari PT pada umumnya belum semuanya memiliki


kemampuan sesuai dengan bidang keilmuannya (Ditjen Dikti, 2003).
Gambaran mutu dan relevansi lulusan PT di dunia kerja ini merupakan
cerminan dari kualitas PT di Indonesia yang menghasilkannya. Hasil survei
majalah Asiaweek tahun 2000 hanya menempatkan PT di Indonesia pada
posisi bawah; dan bahkan dari 100 universitas terbaik di Asia Pasifik yang
dikompilasi tahun 2003, ternyata tidak satu pun yang masuk dari Indonesia.
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas PT di Indonesia lebih rendah daripada
PT di negara lain.
Melihat kenyataan bahwa kualitas perguruan tinggi lebih rendah dari
perguruan tinggi negara lain, Dirjen Pendidikan Tinggi melakukan rencana
strategis yang tertuang dalam Higher Education Long Term Strategy/HELTS
yang dicanangkan pada tahun 2003.HELTS merupakan titik tolak paradigma
baru perguruan tinggi di Indonesia agar mampu bersaing dengan universitas
luar negeri.
Perguruan tinggi di Indonesia dihadapkan pada kenyataan global.
Bahwa perguruan tinggi harus mampu bersaing dengan perguruan tinggi
luar. Baik dari segi sarana dan prasarana, manajemen tata kelola sumber
daya manusia, kepemimpinan maupun kebijakan –kebijakan yang mampu
mengarahkan kepada pencapaian universitas kelas dunia.

B. Perumusan Masalah
Dari judul diatas, maka dalam makalah ini kami membatasi perumusan
masalah tentang bagaimana paradigma baru perguruan tinggi berkualitas antara
lain: kualitas dosen, kuantitas dan kualitas dosen tetap, kuantitas dan kualitas
proses pembelajaran, kualitas perpustakaan, kualitas penyajian materi kuliah,
proses penilaian prestasi belajar, peran alumni, sarana dan prasarana pendidikan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Paradigma dalam disiplin intelektual adalah cara pandang seseorang


terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhinya dalam berpikir
(kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif). Paradigma juga dapat
berarti seperangkat asumsi, konsep, nilai, dan praktek yang di terapkan dalam
memandang realitas dalam sebuah komunitas yang sama, khususnya, dalam
disiplin intelektual.
Kata paradigma sendiri berasal dari abad pertengahan di Inggris yang
merupakan kata serapan dari bahasa Latin ditahun 1483 yaitu paradigma yang
berarti suatu model atau pola; bahasa Yunani paradeigma (para+deiknunai) yang
berarti untuk "membandingkan", "bersebelahan" (para) dan memperlihatkan
(deik).
Alasan perlunya perguruan tinggi berkualitas selain untuk bersaing dengan
perguruan tinggi luar juga mendukung program kerangka pengembangan
pendidikan tinggi jangka (KPPT-JP) yang telah ditetapkan pemerintah sejak
tahun1975.
Ketika trend universitas berkelas dunia muncul, keinginan untuk menjadi
bagian terbaik dalam dunia pendidikan dipacu oleh program pemerintah yang

3
berupaya mendorong minimal 25 Perguruan Tinggi masuk dalam deretan
Universitas Bertaraf Internasional. Kemudian kita mulai mengenal beberapa
metode pemeringkatan yang saat ini masih sering dijadikan acuan yakni
Academic Ranking of World Universities (ARWU) dari Shanghai Jia Tong
University, Times Higher Education Supplement (THES) QS World Univeristies
Rankings (THES=QS), Webometrics Ranking of World Universities (WRWU),
dan Performance Ranking of Scientific Papers for World Universities (SPWU)
dari National Taiwán University.

A. Kualitas dosen
Kualitas dosen dosen di Indonesia dinilai masih jauh di bawah standar.
Bahkan,kualitasnya disejajarkan dengan guru SD. Penilaian itu disampaikan pakar
pendidikan dan guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Prof Dr HAR Tilaar.
Menurut dia, dalam Undang- Undang (UU) 14/2005 tentang Guru dan Dosen
disebutkan bahwa para pendidik jenjang pendidikan dasar dan menengah harus
memiliki pendidikan minimal sarjana (S-1).
Sementara untuk pendidik dijenjang pendidikan akademis S-1 sekurang-
kurangnya bergelar magister (S-2). ”Begitu pun bagi program pascasarjana,
pengajarnya harus bergelar doktor (S-3) dan profesor,”
Namun, yang terjadi di Indonesia justru pengajar di perguruan tinggi hanya
memiliki gelar sarjana saja. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pemerintah
dan pengelola perguruan tinggi telah melanggar UU. Pendapat ini didukung survei
Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) pada Desember 2007–
Februari 2008.
Dalam surveinya, APTISI menemukan bahwa 67% dosen hanya lulusan
sarjana dengan kompetensi mengajar terbatas. Ketua APTISI Suharyadi
mengatakan, kualitas dosen memang jauh di bawah standar.
Pemerintah harus bertanggung jawab dan konsisten dalam menjalankan
UU Guru dan Dosen. Diketahui sebelumnya, Departemen Pendidikan Nasional

4
(Depdiknas) menyatakan lebih dari separuh dosen yang ada di Indonesia hanya
memiliki pendidikan setingkat S-1.Padahal, standar untuk menjadi pengajar di
perguruan tinggi harus memiliki pendidikan setingkat S-2.
Direktur Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti)
Depdiknas Muchlas Samani mengaku, 60.000 dari 120.000 atau 50,65% dosen
tidak memenuhi syarat pendidikan minimal pengajar universitas.
Sementara itu,Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Prof Dr
Soedijarto meminta pemerintah menetapkan regulasi dan ketentuan tegas agar
perguruan tinggi dapat mensyaratkan pendidikan S-2 bagi pengajarnya.

Dari 270.000 dosen perguruan tinggi negeri dan swasta terdapat 50%
tenaga dosen yang belum S2 atau masih S1, dan 23.000 dosen bergelora S3 atau
10% dari jumlah keseluruhan dosen. (Indo pos 11/08/2010)
Keberadaan UU No. 14 Tahun 2005 dan PP No. 19 Tahun 2005 yang
mengatur tentang tenaga pendidik sebenarnya dapat dijadikan sebagai acuan
standard qualifikasi kualitas dosen di Indonesia. Namun, berjalannya aturan ini
harus diimbangi dengan kesiapan Perguruan Tinggi. Dengan diakuinya seorang
tenaga pendidik, baik secara tertulis maupun secara kualitas, maka dapat menjadi
bargaining position bagi Indonesia di bidang pendidikan.

B. Kuantitas dan Kualitas Dosen Tetap


Dikeluarkannya UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bisa
memberi jawaban bahwa selama ini jaminan akan kualitas atau profesionalisme
dalam dunia pendidikan di negara ini memang masih diragukan. UU No. 14 tahun
2005 akan menjadi dasar bagi penilaian profesi dosen baik di Perguruan Tinggi
Negeri maupun Swasta. UU ini mengatur mengenai kompetensi seorang dosen,
kualifikasi akademik sampai dengan sertifikasi sebagai pendidik.
Sebut saja beberapa pasal yang sangat ketat mengatur standard minimum
kualifikasi dosen sebagai tenaga pendidik untuk dapat mengajar atau layak disebut
tenaga pendidik, misalnya pasal 46 ayat 1 sampai 3, yang berbunyi:

5
“(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 diperoleh
melalui pendidikan tinggi program pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan
bidang keahlian.
(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan program magister untuk program diploma atau program sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa dapat diangkat
menjadi dosen.”
Aturan mengenai tenaga pendidik juga tertuang dalam PP No 19 Tahun
2005 tentang standard nasional pendidikan, misalnya pasal 31 yang berbunyi:
(1) Pendidik pada pendidikan tinggi memiliki kualifikasi pendidikan minimum:
a. lulusan diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1) untuk program diploma;
b. lulusan program magister (S2) untuk program sarjana (S1); dan
c. lulusan program doktor (S3) untuk program magister (S2) dan program doktor
(S3).
PP No. 19 Tahun 2005, bahwa kompetensi yang harus dimiliki mencakup
kedalam 4 ranah kompetensi yaitu :
1. Kompetensi Pedagogik ;
Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola
pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik,
perancanangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang
dimilikinya.
2. Kompetensi Kepribadian
Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian
yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta
didik, dan berahlak mulia.
3. Kompetensi Profesional
Yang dimaksud dengan kompetensi professional adalah kemampuan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya

6
membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam
Standar Nasional Pendidikan.
4. Kompetensi Sosial
Yang dimaksud dengan kompetensi social adalah kemampuan pendidik sebagai
bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik,
dan masyarakat sekitar.
Mengacu pada Dikti bahwa rasio dosen dengan mahasiswa untuk bidang
eksakta adalah 1 : 25 dan bidang IPS 1 : 30. Melihat jumlah perbandingan riil
antara jumlah dosen sekitar 270.000 dibagi dengan jumlah PTN sebanyak 82 buah
dan ditambah PTS sekitar 2.561 maka kuantitas dosen sangat tidak memenuhi
acuan dikti. Karena rasio dosen adalah lebih dari 1 : 25 atau 1 : 30.
Sehingga dapat kami simpulkan bahwa kuantitas dan kualitas dosen tetap
di Indonesia masih jauh dari berkualitas, dan tidak sesuai dengan aturan dikti.

C. Kualitas dan Kuantitas proses Pembelajaran


Proses pembelajaran merupakan hal yang penting dalam perkuliahan
karena apabila seorang dosen mampu mentransfer ilmu pengetahuan atau materi
dengan baik maka mahasiswa akan dapat menyerap pengetahuan atau materi
dengan baik pula. Dengan kata lain bila kualitas dosen tidak baik dalam
menyampaikan materi maka mahasiswa akan tidak banyak menyerap materi yang
diberikan.
Berikut adalah komponen prose pembelajaran yang dapat diterapkan:
a. Cukupnya fasilitas fisik
b. Cukupnya SDM
c. Arah dan tujuan yang jelas telah dipahami oleh seluruh partisipan
d. Relevansi mata kuliah dan isinya dengan arah dan tujuan
e. Partisipasi mahasiswa secara aktif pada seluruh level
f. Relevansi isi program dan award yang diberikan
g. Objektifitas dalam penilaian
h. Konsistensi antara teknik penilaian dengan tujuan kuliah

7
i. Memanfaatkan umpan balik berdasarkan penilaian
j. Membekali mahasiswa dengan pengetahuan dan keterampilan yang
memadai. Mizikaci (2006)

D. Kualitas Perpustakaan
Perpustakaan adalah jantung setiap program pendidikan dan pengajaran.
Nilai suatu lembaga pendidikan, perguruan tinggi ataupun lembaga riset dan ilmu
pengetahuan itu dapat diukur kualitasnya antara lain pada kelengkapan dan
kesempurnaan jasa yang dapat diberikan oleh perpustakaannya. Kualitas jasa
perpustakaan terhadap para penggunanya merupakan suatu hal yang sangat
penting yang pada akhirnya akan mampu memberikan kepuasan kepada
penggunanya sehingga diharapkan fungsi dan tujuan perpustakaan tersebut dapat
tercapai. Metoda yang digunakan untuk mengukur kualitas perpustakaan adalah
LibQual. Pada metode LibQual, nilai kepuasan pelanggan terhadap kualitas
layanan perpustakaan dapat diukur berdasarkan dimensi Library as Place,
Information Control, Affect of Service. Dengan metoda indeks PGCV kita dapat
mengetahui variabel-variabel yang harus diperhatikan untuk ditingkatkan
berdasarkan nilai potensial kepuasan konsumen. Dengan metode Pugh hasil
analisa dari indeks PGCV akan dijadikan sebagai alternatif- alternatif perbaikan
layanan sehingga akan dihasilkan alternatif perbaikan layanan terbaik yang akan
diimplementasikan pada perpustakaan tersebut.
Alat untuk mengukur kepuasan pemakai
Banyak pakar menentukan karakter kualitas organisasi perpustakaan.
Misalnya konsep Servqual yang dipelopori oleh Parasuraman yang membagi
menjadi lima karakteristik kualitas. Empat universitas terkemuka di Australia
yang bergabung di University 21 juga memiliki karakteristik kualitas yang agak
berbeda, demikian pula yang dikembangkan oleh ARL yang memodifikasi apa
yang telah dilakukan oleh Parasuraman menjadi Library Quality (LibQUAL)
Secara ringkas karakteristik kualitas dan para pelopornya dapat dilihat pada
gambar di bawah:
Karakteristik Kualitas Perpustakaan

8
Parasuraman University 21 libQUAL
Tangible (Bukti Fasilitas/Kelengkapan Perpustakaan sebagai
Langsung) tempat
Reliability (Keandalan) Kualitas Layanan Keandalan
Responsiveness Kualitas Layanan Pengaruh Layanan
(daya tanggap)
Assurance (Jaminan) Komunikasi Akses Informasi
Emphaty (Empati) Manusia Kelengkapan Koleksi
Sumber: Surtiawan (2006)
Benchmark adalah jati diri perpustakaan. Untuk mengungkapakan jati diri
tersebut, perpustakaan perlu melakukan evaluasi dengan cara mengukur hasil
pencapaian (kinerja) yang telah dilakukan. Dengan mengetahui kinerja yang
diperoleh maka perpustakaan akan mampu merencanakan pengembangan
perpustakaan dengan lebih baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan pemakai
yang semakin hari semakin berkembang.

E. Kualitas Penyajian Materi Kuliah


Seorang dosen yang piawai dalam memberikan materi kuliah tidak
terlepas dari empat hal pokok, sebagai berikut:
a. menerapkan pembelajaran aktif yang melibatkan siswa;
b. menguasai materi dan mampu mengomunikasikannya;
c. menerapkan penilaian sebagai sistem umpan balik tentang
pembelajaran siswa; dan
d. terfokus pada kemajuan pembelajaran siswa. Venkatraman (2007)

F. Proses Penilaian Proses belajar


Proses penilaian belajar ada beberapa cara yang dapat dilakukan seperti:
a. Quiz
b. B. ulangan akhir semester
c. C. Ujian praktek
d. D. Record Study
e. E. Laporan Study Lapangan

9
f. F. Portofolio

G. Peran Alumni, Sarana dan Prasarana


Alumnus atau alumni adalah mantan mahasiswa dan paling sering lulusan
lembaga pendidikan (sekolah, perguruan tinggi, universitas). Para alumni istilah
digunakan bersama dengan baik perempuan perguruan tinggi atau sekelompok
siswa perempuan. Para alumni Istilah digunakan bersama dengan perguruan tinggi
baik laki-laki, sekelompok siswa laki-laki, atau kelompok campuran siswa.

Peran alumni:
a. Pertama, menjadi motivator dan fasilitator bagi para alumni untuk
mengabdi kepada bangsa, negara, dan agama dalam berbagai aspek
kehidupan dan dalam pemerintahan, lembaga-lembaga negara, ataupun
di jalur profesional dan swasta.
b. Kedua, membantu dalam pengembangan universitas, termasuk
memfasilitasi dalam membangun jaringan (networking) serta
membantu peningkatan fasilitas atau sarana. Ketiga, berpartisipasi
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c. Menyumbangkan pokok-pokok pikiran tentang pembangunan
ekonomi, penegakan hukum, solusi atas kemiskinan yang mendera
bangsa, serta turut mewarnai percaturan pemikiran tentang masa depan
Indonesia.

Peran sarana dan prasarana:


Prasarana dan sarana diibaratkan sebagi motor penggerak yang

dapat berjalan dengan kecepatan sesuai dengan keinginan oleh

penggeraknya. Begitu pula dengan pendidikan, sarana dan prasarana

sangat penting karena dibutuhkan. Sarana dan prasarana pendidikan dapat

berguna untuk menunjang penyelenggaraan proses belajar mengajar, baik

10
secara langsung maupun tidak langsung dalam suatu lembaga dalam

rangka mencapai tujuan pendidikan.

Prasarana dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya

yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus

menerus seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

yang cukup canggih. Manajemen prasarana dan sarana sangat diperlukan

dalam menunjang tujuan pendidikan yang sekaligus menunjang

pembangunan nasional, oleh karena itu diperlukan pengetahuan dan

pemahaman konseptual yang jelas agar dalam implementasinya tidak salah

arah.

Pemahaman tentang pengelolaan prasarana dan sarana akan

membantu memperluas wawasan tentang bagaimana ia dapat berperan

dalam merencanakan, menggunakan, dan mengevaluasi prasarana dan

sarana yang ada sehingga prasarana dan sarana tersebut dapat

dimanfaatkan secara optimal untuk mencapai tujuan pendidikan.

11
BAB III
KESIMPULAN

Tercapainya keinginan pemerintah pada perguruan tinggi untuk dapat


bersaing dengan negara lain dan menuju universitas kelas dunia harus sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh beberapa lembaga survey, seperti Academic
Ranking of World Universities (ARWU) dari Shanghai Jia Tong University,
Times Higher Education Supplement (THES) QS World Univeristies Rankings
(THES=QS), Webometrics Ranking of World Universities (WRWU), dan
Performance Ranking of Scientific Papers for World Universities (SPWU) dari
National Taiwán University.
Dengan memenuhi kriteria yang ditetapkan lembaga –lembaga di atas
maka perguruan tinggi di Indonesia dapat mewujudkan cita cita untuk menuju
universitas kelas dunia. Maka persoalan mendasar seperti kualitas dosen, rasio
dosen, proses pembelajaran, kualitas perpustakaan, penyajian materi kuliah,
penilaian hasil belajar dan peranan alumni harus dibenahi dan disesuaikan dengan
kriteria – kriteria standar baku yang dapat dicontoh pada universitas luar.

Daftar pustaka

Indrajit, Richardus Eko dan Richardus Djokopranoto.2010. Manajemen


Perguruan Tinggi Modern. Yogyakarta: Penerbit Andi

12
http://www.suarapembaruan.com/News/2008/09/08/index.html
http://www.bataviase.co.id

13

Вам также может понравиться