Вы находитесь на странице: 1из 11

DEMOKRASI DI DALAM MASYARAKAT ADAT TIMOR

I. PENDAHULUAN

Demokrasi di Indonesia akan berjalan dengan baik apabila


dilaksanakan pada level daerah yang mana pola hidup berdemokrasi
telah dikenal lama oleh bangsa kita, terpatri didalam budaya yang sangat
beragam di Indonesia, pola-pola pengaturan dan pembagian kekuasaan,
pola pemerintahan pada jaman kerajaan yang lebih bersifat patrimonial
telah menganut sistem yang dinamakan dengan demokrasi. Jadi
demokrasi yang sekarang dikumandangkan sebenarnya telah dialami
oleh bangsa Indonesia sejak dahulu kala, namun dalam bentuk dan
sebutan yang berbeda dengan bangsa-bangsa dibelahan bumi yang lain,
zaman kita itu adalah suatu proses globalisasi yang didorong oleh dua
faktor yang sesungguhnya saling bertentangan. Faktor pertama bersifat
material dalam bentuk perkembangan ekonomi yang pada gilirannya
didorong oleh ilmu pengetahuan alam, dan faktor kedua bersifat spiritual
yang dalam falsafah Plato dinamakan “Thymos”, yaitu keinginan untuk
diakui, dihargai, persamaan hak. Tujuan sejarah, atau akhir sejarah,
adalah masyarakat kapitalis dengan sistem politik demokrasi liberal 1.

Berbicara tentang demokratisasi di Indonesia kita tidak bisa


lepas dari sumbangan budaya lokal, karena persoalan demokratisasi
tentu tidak terlepas dari persoalan budaya. Jika benar bahwa demokrasi
merupakan akumulasi dari sistem nilai yang ada di budaya-budaya lokal
yang ada di nusantara ini mempunyai singgungan dengan nilai-nilai
demokrasi2. Pengelompokan-pengelompokan masyarakat yang menjadi
dasar dari civil society adalah merupakan sarana yang digunakan untuk
mencapai tujuan bersama, Indonesia memiliki budaya yang sangat
beragam, mulai dari Sabang sampai Merauke, dari Sangir sampai Rote

1 Francis Fukuyama, The End of History and The Last Man, Qalam, 2004

2 LKPSM, Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara, LKPSM, 1996

1
dan juga memiliki berbagai ragam suku, bahasa dan agama yang
berbeda pula. Didalam perspektif budaya demokrasi yang dilaksanakan
oleh masing-masing daerah di Indonesia sangat beragam. Secara khusus
saya akan mencoba menulis sedikit tentang demokrasi dalam pola hidup
dan cara pandang masyarakat adat Timor.

II. STRUKTUR PEMERINTAHAN ADAT DAN FUNGSI-


FUNGSINYA

Didalam masyarakat adat Timor juga terdapat struktur


pemerintahan serta fungsi dan tugas dari masing-masing jabatan yang
diberikan, antara lain :

A. Usif

Usif adalah merupakan sebutan lokal yang berarti Raja dan


juga sekaligus merupakan pemimpin dari klan-klan yang hidup
didalam wilayah yang dipimpinnya. Usif berfungsi sebagai
pemimpin dan juga seorang Usif harus mempunyai sense of
belonging terhadap masyarakat yang dipimpinnya, dia harus betul-
betul peduli terhadap keadaan masyarakatnya.

Hal yang menarik dalam pola rekruitmen seseorang untuk


menjadi Usif adalah dia harus betul-betul mempunyai kekuatan supra
natural yang dapat mendatangkan hujan dimana kekuatan ini tidak
dimiliki oleh semua orang yang merupakan keturunan langsung dari
Usif sebelumnya, jadi maksudnya untuk menjadi Usif tidak harus
anak laki-laki pertama dari Usif sebelumnya serta mempunyai kuasa
atas sumber daya alam yang ada di wilayahnya, apabila Usif ini
mangkir dalam artian bertindak semena-mena atau otoriter dan tidak
perduli terhadap rakyatnya maka Usif dimaksud akan segera
dikucilkan dan digantikan dengan orang lain yang memenuhi syarat,
kejadian seperti ini pernah terjadi pada tahun + 1800-1900 an.

2
B. Lul Tunis

Lul Tunis atau sekretaris bertugas menjadi sekretaris dari Usif


dalam hal urusan administrasi seperti kesepakatan-kesepakatan yang
dilakukan oleh Usif dengan kerajaan-kerajaan lainnya serta hal-hal
lain yang bersifat administrasi namun hampir semua kegiatan-
kegiatan administrasi yang dilaksanakan oleh Lul Tunis ini tidak
semuanya dicatat atau ditulis jadi dilakukan secara lisan hingga
sampai dengan sekarang sedikit sekali bukti-bukti otentik yang ada
tentang kegiatan-kegiatan administrasi yang pernah dilakukan oleh
Lul Tunis.

Pola rekruitmen seorang Lul Tunis diambil dari masyarakat


biasa yang ditunjuk oleh Usif apabila orang yang telah dipilih
tersebut mau menjadi Lul Tunis maka dia harus bersedia ikut
kemanapunpun usif pergi dan tinggal didalam lingkungan Sonaf
(Istana) bersama-sama dengan Usif.

C. Amaf

Dewan adat atau dengan bahasa lokal disebut Amaf direkrut


dari keturunan pertama dari seluruh klan yang ada didalam wilayah
kekuasaan, biasanya mereka yang menjadi Amaf tidak pernah
mengakui bahwa dirinya Amaf kecuali pada saat pelaksanaan
pertemuan-pertemuan adat di Sonaf baru mereka akan mengakuinya
tetapi apabila tingkah laku dan sikap dari Amaf- Amaf tersebut tidak
memihak kepada Usif maupun masyarakat maka mereka akan
dikucilkan.

Fungsi lain dari Amaf adalah menyelesaikan semua masalah


yang terjadi didalam masyarakat bahkan mereka mempunyai hak
untuk memilih Usif yang baru apabila menurut mereka dan
masyarakat Usif sudah sangat lalim. Mekanisme penyelesaian
masalah yang dilakukan oleh mereka sangat demokratis dan

3
keputusan yang dihasilkan dari pertemuan mereka pasti akan
disetujui oleh Usif karena mereka merupakan representasi dari
seluruh klan yang ada dalam wilayah kerajaan.

Dalam melaksanakan pertemuan adat para Amaf akan duduk


bersama-sama untuk berbicara dan kalau perlu mereka akan saling
berdebat apabila menurut sebagian dari mereka keputusan yang akan
diambil nanti tidak memihak pada kerajaan atau kepada rakyat dan
pertemuan ini bisa dilaksanakan selama berhari-hari sampai mereka
menemukan jalan keluar yang terbaik, pada saat pertemuan
dimaksud Usif tidak selamanya harus hadir tetapi dia pasti akan
menyetujui apa yang sudah merupakan keputusan bersama para
Amaf.

D. Ana Le’U

Yang dimaksud dengan Ana Le’U adalah pimpinan ritual yang


mungkin mempunyai tugas paling banyak dalam struktur
pemerintahan masyarakat adat Timor dari pada jabatan-jabatan
lainnya. Tugas yang diemban oleh Ana Le’U adalah sebagai
pemimpin acara ritual yang dilaksanakan oleh masyarakat adat
seperti upacara ritual sebelum dimulainya Sen Maka (musim tanam)
dan Toun (musim panen), maupun upacara ritual sebelum memasuki
masa Manas (musim panas) dan Naul (musim hujan). Ana Le’U ini
juga bertugas sebagai tabib untuk menyembuhkan orang-orang yang
terluka pada saat perang maupun anggota masyarakat yang sakit.

Ritual yang dilakukan oleh Ana Le’U sebelum dimulainya


musim tanam sangat menentukan karena dia yang berhak untuk
menetukan lokasi hutan mana yang bisa untuk dijadikan sebagai
ladang pada musim tanam kali ini, apabila dia menyatakan bahwa
msuim tanam kali ini tidak ada hutan yang bisa dijadikan sebagai
ladang maka masyarakat harus mematuhinya. Tetapi kejadian seperti

4
ini jarang sekali terjadi kalaupun terjadi bukan merupakan hal yang
perlu ditakutkan karena masyarakat masih mempunyai Mamar atau
kebun kolektif yang juga merupakan salah satu sumber untuk
mendapatkan makanan.

Ana Le’U ini juga bisa mengetahui bahwa pada tahun ini
musim hujan akan sedikit atau tidak ada musim hujan sama sekali
melalui ritual-ritual adat yang dilakukannya, biasanya bila hujan
tidak turun maka masyarakat tidak bercocok tanam maka Usif yang
berperan untuk menurunkan hujan dengan kekuatan supra natural
yang dimilikinya agar masyarakat dapat bercocok tanam.

E. Bunuk

Bunuk bertugas untuk melarang masyarakat agar tidak


mengambil kayu secara sembarang, ada larangan dari Bunuk
terhadap hutan-hutan tertentu yang tidak boleh dimasuki ataupun
mengambil kayu bakar di hutan tersebut, maksud dari larangan ini
adalah sebenarnya untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

Apa yang telah dilarang oleh tidak boleh dilanggar oleh


masyarakat karena kalau masyarakat melanggar maka akan
dikenakan denda ataupun akan terkena kutukan atau tulah yang
bahkan dapat mengakibatkan kematian.

F. Mafefa

Mafefa bertugas untuk mengumumkan perintah dari Usif


kepada seluruh rakyat, jadi fungsi Mafefa lebih seperti humas pada
masa sekarang.

G. Akenat

Akenat atau dalam bahasa Indonesia berarti tukang pegang


senjata atau tukang perang, fungsi Akenat sebagai Panglima Perang

5
dan juga menjaga keamanan dan ketertiban didalam maupun diluar
wilayah kekuasaan.

H. Temukung/Fetor

Temukung/Fetor bertugas melaksanakan tugas-tugas dari Usif


didalam wilayah kekuasaan mereka yang disebut Ketemukungan atau
Kefetoran. Wilayah Ketemukungan atau Kefetoran adalah wilayah
yang dibagi atas dasar geneologis dan orang-orang yang menjadi
Temukung/Fetor berasal dari klan-klan yang dipilih berdasarkan keturunan
bangsawan yang menguasai wilayah-wilayah dibawah Ketemukungan

atau Kefetoran sebagai kantong-kantong geneologis3. Pemilihan


terhadap Temukung/Fetor tidak otomatis harus pada anak laki-laki
pertama tetapi anak laki-laki lain juga mempunyai kesempatan yang
sama untuk mengikuti pemilihan.

I. Afek Lasi

Afek Lasi atau Dewan Hakim berfungsi untuk menyelesaikan


masalah-masalah atau konflik-konflik yang sedang terjadi yang mana
tidak dapat diselesaikan oleh Amaf seperti pencurian, dan lain-lain.
Hal yang menarik dari cara kerja Afek Lasi ini adalah apabila mereka
sedang menyelesaikan masalah maka mereka akan menggunakan alat
bantu yang berupa timbangan (timbangan yang terbuat dari tembaga
dan berbentuk sama persis dengan lambang pengadilan), timbangan
tersebut akan diletakan diantara kelompok yang bermasalah, menurut
cerita yang saya dengar bahwa apabila timbangan tersebut lebih berat
kepada salah satu kelompok maka kelompok tersebut yang bersalah.

III. DEMOKRASI ALA ADAT TIMOR

Orang Timor atau dengan bahasa lokal disebut Atoin Meto lebih
banyak menggantungkan hidup mereka pada sektor pertanian yang dilakukan
dengan membabat hutan untuk membuat ladang dan sawah tadah hujan serta

3 Yayasan Sanlima, Karakteristik Pemerintahan Lokal di Provinsi NTT, Yayasan Sanlima dan The Ford Foundation, 2003

6
kebun atau mamar yang dimiliki lebih banyak ditanami kelapa, pisang, pinang
dan sirih serta tanaman buah-buahan lainnya.

Dengan curah hujan yang sedikit dan iklim yang kering orang Timor
tidak hanya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian tetapi juga pada
sektor peternakan dimana cara mereka memlihara ternak yakni dilepas di
padang gembalaan, masing-masing klan mempunyai tanda-tanda khusus untuk
ternak mereka masing-masing sehingga walaupun di padang gembalaan nanti
ternak mereka akan bercampur dengan milik orang lain akan tetap dikenali
oleh mereka maupun orang lain.

Dalam hal pembagian tanah untuk menjadi areal pertanian dilakukan


oleh Usif yang diberikan kepada seluruh rakyatnya sehingga hal ini
meminimalisir konflik agraria yang akan terjadi, jadi didalam masyarakat adat
orang Timor hampir tidak ada masalah mengenai tanah karena telah dibagi
secara adil. Apabila pada kemudian hari terjadi masalah perebutan atau
okupasi tanah dari salah satu klan terhadap klan lainnya maka masalah ini
akan diselesaikan secara adil dan demokrasi oleh Amaf melalui proses
musyawarah, jika masalah tersebut tidak dapat diselesaikan oleh Amaf maka
masalah tersebut akan dilanjutkan pada Afek Lasi untuk diselesaikan secara
hukum adat dan yang terbukti bersalah harus membayar denda yang berupa
barang, biasanya mereka menggunakan hewan sebagai denda yang harus
dibayarkan dan jumlah denda yang harus dibayar sangat banyak dan cukup
memberatkan, mungkin hal ini juga yang mengakibatkan sampai dengan
sekarang jarang sekali terdengar adanya konflik keagrarian diantara orang
Timor.

Pembagian tanah yang dilakukan oleh Usif adalah merupakan salah


satu bentuk elemen-elemen demokrasi yang ada didalam masyarakat adat
Timor. Setiap warga berhak atas tanah yang dibagikan sebagai basis penopang
ekonomi mereka namun hak-hak individu ini dibatasi oleh aturan-aturan
komunal yang mendasar, seperti larangan membabat hutan yang dikeluarkan
oleh Bunuk dengan maksud untuk menjaga keseimbangan alam serta
konservasi lingkungan.

7
Perlakuan orang Timor terhadap pendatang bisa dibilang sangat adil
karena orang Timor sangat menghargai tamu, apabila ada orang dari suku lain
yang datang ke wilayah mereka dan membutuhkan tempat untuk tinggal
ataupun berusaha, orang tersebut hanya perlu bertemu Amaf dengan membawa
oko mama (tempat menyimpan sirih, pinang dan kapur yang terbuat dari
anyaman daun lontar) setelah itu Amaf dengan hak yang dimilikinya akan
menunjukan lokasi untuk orang tersebut.

Kelompok minoritas mendapat tempat yang sama dengan kelompok


mayoritas, kalau didalam budaya Sabu adanya ana do bui kepue sebagai suatu
mekanisme kultural untuk memberikan hak-hak yang sama halnya dengan
mereka-mereka yang sah dan juga tidak dijumpainya penghakiman sosial4,
maka dalam masyarakat adat Timor juga demikian, anak-anak yang masuk
didalam kelompok ini mempunyai hubungan hukum dengan turunan dari
ibunya serta mendapatkan hak warisan dari keluarga ibu sama dengan hak
anak lainnya. Kaum perempuan mempunyai status sosial yang sama dengan
kaum laki-laki, didalam masyarakat adat Timor kaum perempuan bertugas
untuk mengurus pekerjaan-pekerjaan rumah sedangkan kaum laki-laki yang
bertugas untuk mencari nafkah kecuali dalam hal pembagian warisan.

Konflik antar klan didalam masyarakat adat Timor sangat jarang


terjadi kalaupun ada hanya sedikit karena orang Timor termasuk orang yang
patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan oleh Usif mereka. Mekanisme
pengelolaan konflik yang dilakukan oleh orang Timor yakni Amaf duduk
secara bersama-sama membicarakan penyelesaian masalah yang sedang terjadi
secara demokratis dengan jalan musyawarah.

Hubungan antara Usif, Fetor dan Temukung tidak hanya memiliki


hubungan patronklien yang kuat tetapi juga mempunyai hubungan kerja dan
ikatan yang kuat, seperti yang telah saya jelaskan terdahulu bahwa Fetor atau
Temukung adalah orang-orang yang mempunyai kuasa atas sumber daya yang
ada didalam kantong-kantong geneologis mereka dan memiliki jumlah
anggota yang banyak dari klan mereka, maka dari itu para Fetor atau
Temukung diberikan kekuasaan oleh Usif untuk memimpin dan mengatur
4 Cornelis Lay,Demokrasi dalam Budaya Nusantara : Kasus Sabu dalam buku Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara, LKPSM, 1996

8
kantong-kantong geneologis mereka tetapi dia harus tetap tunduk dan
melaksanakan perintah dari Usif.

Maksud dari pemberian kekuasaan kepada Fetor atau Temukung dari


Usif sebenarnya menurut saya adalah hanya untuk meminimalisir konflik yang
mungkin saja akan terjadi karena dengan makin bertambahnya jumlah anggota
dari klan-klan yang ada di wilayah kekuasaan Usif, maka kebutuhan akan
tanah sebagai basis penopang ekonomi akan semakin meningkat untuk itu
diberikan kekuasaan kepada Fetor atau Temukung dengan maksud agar dapat
menjaga hubungan timbal balik yang fungsional dalam penciptaan harmoni
sosial dari tiap klan yang ada, hal ini yang mengakibatkan makin sangat
pentingnya peran Fetor atau Temukung didalam kehidupan sosial masyarakat
lokal, menurut Migdal (1994); mereka telah menjadi orang kuat di daerah
yang memainkan peranan sentral dalam mensubstitusi kealpaan Social
Capacity negara dalam penegakan hukum secara efektif, penyediaan sarana
bagi pencapaian tujuan bersama dan pengaturan tertib sosial dalam
masyarakat.

IV. PENUTUP

Penggalian kembali nilai-nilai lokal dalam rangka mencari wujud


dari elemen-elemen demokrasi merupakan hal yang sangat menarik, namun
dengan keterbatasan data otentik mengenai sejarah budaya dari masa yang
lalu, hal ini mengakibatkan hampir terjadinya penyimpangan sejarah. Apa
yang telah saya uraikan diatas adalah merupakan sedikit dari apa yang saya
ketahui mengenai budaya Timor yang mungkin telah ditulis oleh banyak orang
dengan menggunakan istilah yang berbeda, walaupun menggunakan istilah
yang berbeda pada dasarnya mempunyai arti, makna dan fungsi yang sama,
yang terpenting sekarang adalah bagaimana nilai-nilai lokal dengan
keunikannya tersebut dapat difungsikan kembali dan negara memberikan
ruang bagi eksistensinya ditengah-tengah kehidupan masyarakat di daerah.

Saya sangat setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa yang


diperlukan kini adalah usaha untuk mengintegrasikannya kedalam aturan main

9
negara pada tingkat lokal dan sekligus pemberian ruang yang lebih besar untuk
hukum adat dan institusi penegaknya dapat kembali memerankan fungsi ini
lebih efektif, terakhir yang tak kalah pentingnya dari perspektif demokrasi
adalah para elit lokal yang telah memainkan fungsi intermediary antara
grassroots politics dengan politik yang lebih besar secara cukup efektif untuk
jangka waktu yang sangat lama. Mereka telah menjadi saluran suara bagi
kepentingan masyarakat lokal terlepas dari fakta bahwa legitimasi dominasi
mereka bersifat (meminjam isitilah Weber; Gerth dan Mills, 1958) tradisional
yang bercorak patriakalisme, yang terbangun di atas kesatuan-kesatuan rumah
tangga secara turun temurun5.

DAFTAR PUSTAKA
5 Cornelis Lay,Demokrasi Lokal dalam Masyarakat Terbelah : Amarasi dibawah Bayang-bayang Aristokrasi, UGM

10
Fukuyama, Francis, The End of History and The last Man, 2004, Qalam.

Lay, Cornelis, Demokrasi Lokal dalam Masyarakat Terbelah : Amarasi di


bawah Bayang-bayang Aristokrasi, UGM, Yogyakarta.

LKPSM, Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara, 1996, LKPSM,


Yogyakarta.

Yayasan Sanlima, Karakteristik Pemerintahan Lokal di Propinsi Nusa


Tenggara Timur, 2003, Yayasan Sanlima dan The Ford Foundation.

11

Вам также может понравиться