Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Pendahuluan
Di dalam al-Qur’an kata ilm (‘ilma, ‘ilmi, ilmu, ilman, ilmihi, ilmuha, ilmuhum)
diulang sebanyak 99 kali.1 Bentuk-bentuk tersebut didalam terjemah al-Qur’an Departemen
Agama RI, cetakan Madinah al-Munawwaroh (1990) diartikan dengan pengetahuan, ilmu,
ilmu pengetahuan, kepintaran dan keyakinan. Sedang kata ilmu itu sendiri berasal dari
bahasa Arab ‘alima yang berarti mengetahui, mengerti. Maknanya, seseorang dianggap
mengerti karena sudah mengetahui obyek atau fakta lewat pendegaran, penglihatan dan
hatinya. Jadi ‘ilmu secara teknis operasional memiliki pengertian kesadaran tentang
realitas. Hal ini bisa kita temukan dalam al-Qur’an bahwa “mereka yang memiki kesadaran
tentang realitas (tidak mengikuti sesuatu yang ia tidak memiliki pengetahuan tentangnya)
melalui pikiran, penglihatan dan hati akan berfikir rasional dalam menggapai kebenaran.2
Untuk lebih memahami urgensi filsafat ilmu dan kaitannya dengan wahyu maka
dalam makalah ini penulis mengangkat filsafat ilmu dalam tinjauan al-Quran.
Sebelum tembok Berlin runtuh maka peta dunia berdasarkan idiologi politik Blok
Barat dan Blok Timur. Dan sejak runtuhnya tembok Berlin pada tahun 1989 maka dunia
masuk periode tanpa batas, kemudian masuklah era Science & Technologi. Pada era ini
dunia dipetakan menurut Science & Technologi yang kemudian terbagi menjadi tiga bagian
: yaitu 15 % negara Innovator, 50 % negara Adoptor, dan 35 % negara Excluded. 15%
negara Innovator yaitu USA, Inggris, Jepang, Taiwan China, Perancis dan Jerman. Mereka
inilah yang menguasai sumber energi untuk mengubah dunia. Meskipun demikian pada
negara Innovator tetap ada wilayah yang Adaptor bahkan excluded, dan sebaliknya pada
1
Ali Audah, Konkordasi Qur’an 1997, Litera Antar Nusa, Mizan, Bogor Bandung , hal : 178-179
2
“dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati , semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. QS :
al-Isra : 36
1
negara Excluded atau Adaptor bisa muncul teknologi canggih seperti yang dialami India
yang menekankan kunci kebangkitan melalui Universitas.
Filsafat Ilmu adalah instrumen kecil yang dibutuhkan untuk memahami bahwa
manusia adalah makhluk yang “berbuat”3 dan Tuhan adalah pemberi potensi, baik Potensi
positive maupun potensi negative.4 Selanjutnya potensi tersebut perlu dikembangkan. Guna
mengembangkan potensi ini manusia terlebih dahulu dituntut untuk mengembangkan
pengetahuan yang akhirnya akan mendorong manusia untuk berbuat dan menjadi makhluk
yang khas.5 Ada dua faktor pada diri manusia yang memicu berkembangnya pengetahuan
yaitu : bahasa yang dimiliki manusia sebagai sarana komunikasi informasi dan kemampuan
berfikir menurut alur kerangka berfikir tertentu atau dikenal dengan penalaran. Jadi,
penalaran merupakan kegiatan berfikir yang memiliki karakteristik tertentu dalam
menemukan kebenaran.6
Pengembangan potensi pada diri manusia memberikan kontribusi yang sangat besar
untuk menentukan hasil dan Filsafat Ilmu menjadi salah satu instrumen untuk membantu
dalam memahami peradaban mencapai hasil yang diinginkan.
Defenisi Ilmu
2
sejauh jangkauan logika serta dapat diamati panca indra manusia.7 (Amsal Bakhtiar, 2005 :
88). Di dalam al-Mantiq al-Aristo al-Qodim fi Dho’u al-Fikri al-Islami diebutkan bahwa
definisi ilmu adalah “pemahaman, persepsi secara mutlak, baik logis maupun tidak yang
terekam dalam akal pikiran”.8
Istilah ilmu atau science merupakan suatu perkataan yang mengandung makna
ganda yaitu : pertama, merupakan sebuah istilah umum untuk menyebut segenap
pengetahuan ilmiah dipandang dari satu kebulatan (science ingenaral). Kedua, menunjuk
pada masing-masing bidang pengetahuan ilmiah yang mempelajari sesuatu pokok soal
tertentu, yang merupakan ilmu khusus seperti antropologi, biologi, dll.9. Dengan
memahami defenisi di atas tampaklah perbedaan ilmu dengan pengetahuan. International
Discionery of Education mendefinisikan pengetahuan sebagai ‘kumpulan fakta-fakta, nilai-
nilai keterangan dan sebagainya yang diperoleh manusia melalui penelaahan, ilham atau
pengalaman. Sedang ilmu bukanlah fakta-fakta. Lebih tepatnya ilmu senantiasa
berdasarkan fakta.10
Sebagai mahluk yang “berbuat” memang Tuhan menentukan hidup manusia namun
kehidupan manusia berada pada dirinya sendiri, Tuhan memberikan kesempatan kepada
manusia untuk menentukan arah dan langkah kehidupannya sendiri. Inilah yang
membedakan antara manusia dengan makhluk lain, bahwa manusia memiliki daya upaya
untuk menentukan arah kehidupannya11 sehingga manusia mampu membuat sejarah,
peradaban dan budaya, sedangkan makhluk lain hidup dan kehidupannya ada di tangan
Tuhan. dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang
benar dan disusun dengan system dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku
universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya, dan ilmu memiliki ciri-ciri pokok :
bukan satu, melainkan banyak (plural), bersifat tebuka (dapat dikritik), dan berkaitan dalam
memecahkan masalah.12
7
Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal : 88
8
Tholaat Ghonam, al-Mantiq al-Aristo al Qodim, tt, Al-Azhar Press, Kairo, Hal : 9
9
Zulhemi, Op. Cit hal : 19.
10
Ibid
11
“… sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan suatu kaum sehingga mereka merobah yang ada
pada diri mereka sendiri QS : ar-Ra’du, ayat :11
12
M. Husni Maricar, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Ppresentasi makalah Filsafat Ilmu PPS 3
3
Bagan ilmu tersebut berbentuk :
Aktifitas
Ilmu
Metode Pengetahuan
Sumber Ilmu
4
sumber-sumber tersembunyi didalam alam dan mencapai kesejahteraan material
lewat penemuan-penemuan ilmiahnya.16 Al-Qur’an sebagai kitab ”tertutup”
merupakan kondifikasi wahyu yang menurut teori-teori keilmuan yang tak terhingga
penafsirannya sampai hari akhir, sedang alam semesta adalah kitab ”terbuka” yang
tak terhingga pula untuk dieksprimenkan sampai hari akhir. Al-Qur’an sebagai kitab
”tertutup” dan alam semesta sebagai kitab ”terbuka” saling memperkokoh eksistensi
masing-masing. Al-Qur’an memuat informasi-informasi tentang material dan
struktural alam semesta, sedang rahasia-rahasia alam semesta bisa kita cari
informaisnya lewat al-Qur’an dan alam semesta itu sendiri, karena al-Quran
merupakan wahyu Allah dan alam semesta merupakan ciptaan-Nya. Dengan
demikian realitas kebenaran bisa ditemukan dalam al-Qur’an dan alam semesta
karena keduanya berasal dari satu sumber yaitu Allah swt yang Maha Pencipta. 17
Untuk menjelaskan al-Qur’an yang merupakan ”kitab terbuka” dan universal namun
masih global maka dibutuhkan as-Sunnah yang merincinya. Karena as-Sunnah juga
merupakan sumber hukum yang universal, juga merupakan sumber bagi dakwah
dan bimbingan bagi seorang muslim, disamping itu juga as-Sunnah menjadi sumber
ilmu pengetahuan relegius (keagamaan/mitos), humaniora (kemanusiaan) dan sosial
yang dibutuhkan umat manusia untuk meluruskan jalan mereka, membetulkan
kesalahan mereka ataupun melengkapi pengetahuan eksprimental mereka.18
Tujuan Ilmu
Tujuan dari ilmu adalah alat untuk mengkonstruksi kehidupan. Ilmu adalah sebuah
sarana untuk “menjadi”. Menurut Brawnoski, tujuan akhir dari ilmu adalah untuk
menemukan kebenaran di dunia ini. Dalam proses pencarian kebenaran sebuah ilmiah
16
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut al-Qur’an 1990, penerj. Agus Efendi, Mizan, Bandung.
Hal. 54
17
Yusra Marasabessy, Op.Cit
18
Yusuf al-Qordhawy, as-Sunah Sumber Iptek dan Peradaban, penerj. Setiawan Budi Utomo,
Pustaka al-Kautsar, Jakarta : hal . 101
5
pendapat-pendapat/dugaan-dugaan akan senantiasa didebat, diuji, dites, dibuktikan dan
direvisi untuk akhirnya diterima atau ditolak. Kegiatan ini menyebabkan para peneliti dari
berbagai laboratorium, perguruan tinggi berbagai negara selalu berbincang mengenai
kebenaran ilmu sehingga menggiring para cendekiawan baik secara individual maupun
kolektif selalu bertukar fikiran. Ilmu tampil menggambarkan dan memberi makna terhadap
dunia faktual.19 dan dengan ilmu juga akan membawa manusia kepada kemajuan dalam
pengetahuannya.20 Sekalipun kebenaran ilmu tidaklah mencapai kebenaran mutlak, akan
tetapi dalam keterbatasannya, ilmu membantu kehidupan dan kepentingan manusia pada
bidangnya masing-masing. Pengalaman manusia tidaklah sempurna dan pengetahuannya
tumbuh dan berkembang sepanjang pertumbuhan pengalaman itu sendiri. Pertumbuhan
merupakan salah satu hukum fundamental dalam hidup ini.21
19
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat 1995, Bumi Aksaara Jakarta, cet. 3 hal 11
20
Ibid
21
Ibid. Hal 25, diungkapkan oleh Harold dan dikutip oleh Burhanuddin.
22
”hai jama’ah jin dan manusia, jika kamu sanggup melintasi penjuru langit dan bumi maka
lintasilah, kamu tidak akan mampu melintasnya kecuali memiliki kekuatan (ilmu). QS : ar-Rahman : 33
23
“dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya,
sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati , semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. QS :
al-Isra : 36
24
”yang demikian itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah nikmat yang
telah dianugerahkannya kepada satu kaum sehingga kaum tersebut mengubahnya seniri....”. QS : al-Anfal 53,
6
f. Menemukan hal-hal / kekuatan baru.
g. Memudahkan kehidupan
h. Ilmu tampil :
1. Mereduksi makna, karena dalam merumuskan biasanya hal yang kita tahu saja.
2. Kontradiksi, menimbulkan perbedaan pendapat.
3. Hanya mampu mencapai kebenaran sementara.
i. Ilmu memiliki :
1) Plicit knowledge, yaitu ilmu secara normatif, rumus explisit.
2) Tacit knowledge, yaitu ilmu yang kebenarannya tersembunyi.
Ilmu memberikan jawaban terhadap setiap masalah yang timbul, sedang falsafah
menganalisa kebenaran jawaban yang dikemukakan oleh ilmu tersebut, dan agama berperan
sebagai penuntun jalan mencapai puncak tertinggi dalam hidup.
Sifat/karakter Ilmu
7
bertentangan)
Eksplisit, disepakati secara universal bukan hanya
di kalangan kecil)
Ilmiah, benar (pembuktian dengan metode
ilmiah)26
Kesadaran tentang realitas yang ditangkap oleh indra dan hati, kemudian diproses
oleh akal untuk menentukan sikap ”benar atau salah” terhadap satu obyek merupakan
proses rasionalitas dalam ilmu. proses rasionalitas itu kemudian mampu mengantar manusia
untuk memahami untuk memahami metarsional sehingga muncul suatu kesadaran baru
tentang realitas metafisika, yakni apa yang terjadi dibalik obyek rasional yang bersifat fisik
itu. Kesadaran semacam ini disebut sebagai transendensi, yang diabadikan oleh Allah swt
dalam al-Qur’an :
”(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan
berbaring dn mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) :
Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia.maka perihalah kami dari
siksa api neraka.27
Berbeda dengan kalangan yang hanya punya pandangan sisi material yang
menyadari keutuhan alam semesta dengna paradigma materialistik sebagai suatu proses
kebetulan yang memeang sudah ada pada alam itu sendiri. Kehidupan dan kematian
dipahami sebagai siklus alami dalam mata rantai perputaran alam semesta. Dengan
paradigma tersebut memunculkan kesadaran tentang realitas alam sebagai obyek yang
harus dieksploitasi dalam rangka mencapai tujuan-tujuan hedonistis yang tidak benar. Alam
di laboratorium untuk eksprimen atheistik mereka, dimana kesadaran spritualitas tidak
tampak bahkan senganja tidak dihadirkan dalam wacana pengembangan ilmu. orientai
26
sifat ilmu dalam bagan tersebut seiring dengan firman Allah : “dan janganlah kamu mengikuti apa
yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati ,
semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya. QS : al-Isra : 36
27
QS : Ali Imron : 191
8
mereka yang seperti itu bukan menambah kesyukuran dan ketakwaan melainkan fenomena
alam tersebut yang diciptakan (oleh yang maha pencipta) justru menambah kekufuran.28
Secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu
sosial, namun karena permasalahan-permasalahan teknis yang khas maka filsafat ilmu
kemudian menjadi dua bagian yaitu filsafat ilmu-ilmu Alam ( the natural science) dan
filsafat ilmu sosial (the social sciences)29 Pada perkembangan selanjutnya maka muncullah
sciences and technologi. Science sebagai ilmu fisika tampil untuk mengkonstruksi dan
technologi sebagai aplikasi.
Menurut Thomas Hugnes, sejak awal abad 21 tehnologi sudah berkembang menjadi
mandiri dan merambah pada setiap disiplin ilmu.
Untuk lebih jelasnya perkembangan filsafat dan ilmu dapat di gambarkan sebagai
berikut :
Aristoteles
Metafisika
9
Zaman Romawi Kuno Logika
Cicero
Pengetahuan tentang
Hidup
Abad Tengah
Logika Tradisional
Abad Tengah
pengetahuan yang Zaman Renaissance
tertinggi Galileo
Pelayan Teologi Bacon
Metode
Eksperimental
Zaman Modern Zaman Modern Zaman Modern
Abad XVII Zaman Modern Abad XVII
Abad XVII
Descartes
Newton
Abad XVIII Descartes Leibniz
Newton
Abad XIX
Filsafat Mental dan Boole
Moral Filsafat Alam De Morgan
Frege
Abad XVIII
Fisika
abad XX
Abad XX Abad XX Logika modern
Filsafat Analitik Abad XX Berbagai Cabang
Berbagai Ilmu Baru Matematika
FILSAFAT ILMU
10
Filsafat adalah pemikiran sedangkan ilmu adalah ”kebenaran” jadi Filsafat Ilmu
adalah pemikiran tentang kebenaran. Apakah benar itu benar? Kalau itu benar maka akan
timbul sebuah pertanyaan ”berapa kadar kebenarannya”? Lalu apakah ukuran
kebenarannya? Dan dimana otoritas kebenarannya ? serta apakah kebenarannya itu abadi?.
Ilmu pengetahuan adalah hasil usaha pemahaman manusia terhadap berbagai
fenomena alam, manusia dan juga agama disusun dalam satu sistem dengna menggunakan
daya fikiran yang dibantu oleh panca indranya. Sedangkal filsafat adalah hasil daya upaya
manusia dengan akal budinya untuk memahami secara radikal dan integral hakikat semua
yang ada, yaitu hakikat Tuhan, hakikat alam, hakikat manusia. Filsafat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan.30
Tujuan Filsafat dan ilmu adalah sama-sama mencari kebenaran. Hanya saja filsafat
tidak berhenti pada satu garis kebenaran, akan tetapi senantiasa mencari kebenaran-
kebenaran selanjutnya, sedangkan ilmu terkadang merasa cukup dengan sebuah kebenaran.
Bila ilmu di suntik dengan filsafat maka ilmu akan senantiasa bergerak maju untuk mencari
kebenaran yang lain lagi.
Filsafat dan ilmu bahu membahu mengusung kebenaran, namun kebenaran yang
dihasilkan oleh keduanya tetap saja bersifat relatif sebagai proses yang senantiasa
berproses dan menjadi yang tidak pernah selesai, yang dalam hukum Dialektika (Thesis,
Antithesis, Sinthesis) dan seterusnya.31
Kebenaran mutlak hanya ada pada wahyu Tuhan,32 walaupun demikian manusia
tetap dianjurkan untuk megikuti kebenaran relatif33 yaitu hasil tafsiran manusia tehadap
ayat-ayat Tuhan.34
30
H. Muhammad Ansoruddin Sidik, Pengembangan Wawasan Iptek Pondok Pesantren, Jakarta :
Bumi Aksara, 2001 cet. 2 hal. 49
31
Yusra Marasabessy, Op.Cit
32
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994, hal . 16
33
QS; Az-Aumar : 17-18. maksud ungkapan relative adalah kita ambil suatu kebenaran itu, karena
kita hanya dapat hidup dengan benar apabila mengikuti kebenaran yang mutlak dan kita dapat hidup dengan
wajar apabila kita mengikuti kebenaran yang relatif yang merupakan eksistensi ilmu pengetahuan dan filsafat.
34
Mastuhu, Op.Cit
11
Hal ini semua menandakan bahwa manusia, pemikiran dan ciptaannya bersifat
relatif. Sedang kebenaran itu sendiri identik dengan pencipta kebenaran. Karenanya yang
Maha benar hanyalah Allah swt.35
Walaupun antara filsafat dan ilmu bahu membahu dalam mengusung kebenaran
tetap saja antara keduanya memiliki perbedaan. Perbedaan yang ada antara filsafat dan ilmu
tidaklah menjadikan pertentangan antara keduanya justru menjadikan keduanya saling
melengkapi dan mengisi.
Kalau dihubungkan antara ilmu dan filsafat pendidikan akan kita dapatkan
hubungna yang sangat erat dan menguatkan keyakinan bahwa materi pelajaran dapat
memberi individu kesempatan yang banyak untuk mengungkap realitas alam serta
mengembangkan orientasi, kecendrungan dan pola-pola tingkah laku yang akan
35
“katakanlah : sesunggunya tuhanku mewahyukan kebenaran. Dia Maha mengetahui semua yang
gaib”. QS; Saba’: 48
36
H. Muhammad Ansoruddin Sidik, Op. Cit, hal 74
12
membantunya dalam memahami alam serta menjadikan manusia yang lebih responsif dan
sadar dalam berinteraksi dengan kondisi sosial sekitarnya.37
Metodologi Ilmu
37
Hery Noer Aly., H. Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Friska Agung Insani : Jakarta, 2000),
Cet 1. hal 44
13
Pengajuan Hipotesis, memberikan
penjelasan sementara mengenai
hubungan sebab akibat yang mengikat
factor-faktor yang membentuk
kerangka masalah tersebut
Tidak
Benar ?
Ya
Teori, hipotesis yang terbukti
kebenarannya merupakan
pengetahauan baru dan dapat diterima
sebagai bagian dari ilmu38
Penutup
Kontribusi Islam yang paling mendasar terhadap ilmu pengetahuan adalah prinsip-
prinsip ajaran Islam yang memberikan ruang dan kebebasan kepada manusia untuk
berekspresi sesuai bekal akal (amanah) yang diberikan Allah.39 Demikian juga proses
berfikir adalah ibadah40 yang sangat berharga, disamping ibadah ritual yang dibebankan
kepada setiap umat Islam yang telah mukallaf (memenuhi kriteria untuk dibebani perintah).
38
Op. Cit, QS : al-Isra : 36
39
“sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung,
mereka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatina, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh’. QS : al-Ahzab : 72
40
“katakanlah : sesungguhnya solatku, ibadatku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan
semesta alam”.QS : al-An’am 162
14
Dari rangkuman diatas kita temukan judtifikasi yang mapan dari Islam terhadap ilmu
pengetahuan.
Filsafat Ilmu adalah sebuah disiplin kehidupan alam menyikapi ilmu pengetahuan
yang semakin berkembang. Melihat urgensi Filsafat ilmu ini maka sudah semestinya materi
Filsafat Ilmu menjadi materi tetap di perguruan-perguruan tinggi, karena dengan
memahami filsafat ilmu bisa menjadi modal dasar untuk mengaktualisasikan pemikiran
dalam menghadapi persoalan-persoalan keilmuan dan kehidupan dari tatanan teoritis
sampai pada tatanan aflikatif.
DAFTAR PUSTAKA
15
Aly, Hery Noer, H. Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Friska Agung Insani :
Jakarta, cet. 1, 2000.
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu 2005, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Ghonaan, Tholaat, al-Mantiq al-Aristo al Qodim fi Dhou’I al-Fikri al-Islamy, Al-
Azhar Press, Kairo, Tt
Ghulsyani, Mahdi, Filsafat Sains menurut al-Qur’an, penerj. Agus Efendi, Mizan,
Bandung. 1990.
Maasabessy, Yusra, Filsafat Ilmu dalam Persfektif al-Qur’an, tt. Jurnal Ilmiah
Maricar, M. Husni, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Presentasi makalah Filsafat Ilmu
PPS 3
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, Jakarta : INIS, 1994,
Al-Qordhowy, Yusuf, as-Sunah Sumber Iptek dan Peradaban, penerj. Setiawan
Budi Utomo, Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1998
Salam, Burhanuddin, Pengantar Filsafat, Bumi Aksaara Jakarta, cet. 3, 1995
Sidik, H. Muhammad Ansoruddin, Pengembangan Wawasan Iptek Pondok
Pesantren, Jakarta : Bumi Aksara, cet. 2, 2001.
Sumantri, Jujun Suri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, cet 5, 1998.
Zulhemi, Filsafat Ilmu, IAIN Raden Fatah Press, Palembang, 2004
16