Вы находитесь на странице: 1из 89

http://file.upi.edu/Direktori/A%20-%20FIP/JUR.%20PEND.

%20LUAR
%20BIASA/195602141980032%20-%20TJUTJU%20SOENDARI/Power
%20Point%20Perkuliahan/Materi%20asesmen/PERSEPSI%20%28asesmen
%29.ppt%20%5BCompatibility%20Mode%5D.pdf

Apakah anda sedang dibohongi? Dikhianati? Anda bisa mengakhiri itu semua
dengan hanya mempelajari informasi penting berikut mengenai pola mata.

Sebuah penelitian membuktikan bahwa setiap arah pandangan mata anda ketika
anda berbicara, atau sedang mendengar orang bicara dikendalikan oleh pikiran
alam bawah sadar anda. Anda bisa menggunakan informasi berikut untuk
mengetahui apakah seseorang itu berbohong.

Banyak orang membuat kesalahan umum dari menuduh seseorang berbohong


hanya semata berdasarkan mereka tidak melakukan kontak mata. Bisa jadi benar,
tapi kebanyakan tidak.

“Jika seseorang tidak melakukan kontak mata ketika mereka bicara pada anda,
mereka sedang berbohong.” Itulah mitos yang selama ini berkembang, dan harus
dihilangkan. Sebenarnya, ada beberapa alasan mengapa seseorang tidak
melakukan kontak mata. Misalnya, ketidakmampuan bersosialisasi, atau mereka
gugup.

Berikut ini adalah arti dari pola pandangan mata:

1. Ke kanan – Ketika mata seseorang bergeser ke kanan, mereka sedang membuat


pemikiran yang auditoris. (Kiri anda)

2. Atas lalu ke kiri – Mengingat gambaran secara visual. (Kanan anda)

3. Atas lalu ke kanan – Membangun gambaran secara visual. (Kiri anda)


4. Ke kiri – ingatan auditoris.

5. Bawah lalu ke kanan – Menciptakan perasaan atau kesan pada indera.

6. Bawah lalu ke kiri – seseorang akan terlihat seperti ini ketika mereka “berbicara
pada diri mereka sendiri.”

Anda bisa menggunakan informasi ini untuk mengetahui bahwa seseorang sedang
berbohong karena biasanya jika seseorang mengalihkan pandangan ke kanan,
mereka sedang membuat kebohongan, dan jika memandang ke kiri, mereka
sedang mengingat sesuatu.

Cobalah pola pandangan mata ini pada diri anda, dengan menguji pertanyaan pada
teman atau keluarga! Yang harus anda lakukan hanyalah membuat beberapa
pertanyaan.

Misalnya, jika anda ingin menguji pola pandangan “atas lalu ke kanan” anda bisa
membuat pertanyaan seperti: “Bisakah kamu membayangkan sapi berkepala
babi?” Dengan dorongan ini mereka secara visual akan membayangkan gambaran
dalam kepala mereka.

 Pelajari Pola Pandangan Mata


Apakah anda sedang dibohongi? Dikhianati? Anda bisa mengakhiri itu semua
dengan hanya mempelajari informasi penting berikut mengenai pola mata. Sebuah
penelitian membuktikan bahwa setiap arah pandangan mata anda ketika anda
berbicara, atau sedang mendengar orang bicara dikendalikan oleh pikiran alam
bawah sadar anda. Anda bisa menggunakan informasi berikut untuk mengetahui
apakah seseorang itu berbohong.
Banyak orang membuat kesalahan umum dari menuduh seseorang berbohong
hanya semata berdasarkan mereka tidak melakukan kontak mata. Bisa jadi benar,
tapi kebanyakan tidak. "Jika seseorang tidak melakukan kontak mata ketika
mereka bicara pada anda, mereka sedang berbohong." Itulah mitos yang selama
ini berkembang, dan harus dihilangkan. Sebenarnya, ada beberapa alasan
mengapa seseorang tidak melakukan kontak mata. Misalnya, ketidakmampuan
bersosialisasi, atau mereka gugup.

Berikut ini adalah arti dari pola pandangan mata:

Ke kanan - Ketika mata seseorang bergeser ke kanan, mereka sedang membuat


pemikiran yang auditoris. (Kiri anda)

Atas lalu ke kiri - Mengingat gambaran secara visual. (Kanan anda)

Atas lalu ke kanan - Membangun gambaran secara visual. (Kiri anda)

Ke kiri - ingatan auditoris.

Bawah lalu ke kanan - Menciptakan perasaan atau kesan pada indera.

Bawah lalu ke kiri - seseorang akan terlihat seperti ini ketika mereka "berbicara
pada diri mereka sendiri."

Anda bisa menggunakan informasi ini untuk mengetahui bahwa seseorang sedang
berbohong karena biasanya jika seseorang mengalihkan pandangan ke kanan,
mereka sedang membuat kebohongan, dan jika memandang ke kiri, mereka
sedang mengingat sesuatu.
Cobalah pola pandangan mata ini pada diri anda, dengan menguji pertanyaan pada
teman atau keluarga! Yang harus anda lakukan hanyalah membuat beberapa
pertanyaan. Misalnya, jika anda ingin menguji pola pandangan "atas lalu ke
kanan" anda bisa membuat pertanyaan seperti: "Bisakah kamu membayangkan
sapi berkepala babi?" Dengan dorongan ini mereka secara visual akan
membayangkan gambaran dalam kepala mereka.
Reply With Quote

24-07-09 07:50 PM

Disleksia visual

dalam kelompok ini masih dibagi dalam dua golongan yaitu : mengalami
kesulitan untuk diskriminasi huruf ( kesulitan membaca akibat kesalahan
decoding ), kesulitan mengingat urutan visual, misal diminta menulis ibu tetapi
menulis iub atau ubi.

Disleksia auditoris : disini juga dikelompokkan ke dalam empat golongan yaitu :


kesulitan dalam diskriminasi auditoris, yaitu anak mengalami kesulitan dalam
analisis fonetik, misalnya : anak tidak dapat membedakan kata, misalnya antara :
katak, kakak, kapak dsb. Kesulitan analisis auditoris ( anak tidak dapat
menguraikan kata ibu menjadi i – b – u ). Kesulitan sintesis auditoris ( anak tidak
dapat menggabungkan huruf p – a – p – a menjadi papa, artinya merea dapat
membaca perhuruf tetapi tidak dapat menggabungkan ). Kesulitan re-auditoris
bunyi atau kata, misal ini a; ini e; ini b dsb ketika anak ddiminta menirukan /
mengulang mereka tidak mampu melakukannya. Kesulitan urutan auditoris, misal
diminta mengulang ini ibu budi tetapi responnya menjadi budi ibu ini. gejala
gejala tersebut muncul ketika berusia 7 tahun meskipun ada juga yang terdeteksi
saat 6 tahun

http://kuliahpsikologi.dekrizky.com/disleksia-visual

HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


(Tugas Kelompok)

Mata Kuliah : Pendidikan Inklusi


Dosen Pembimbing : Drs. Siswantoro, M.Pd.

Oleh kelompok 1:

1. Heru Setyawan NPM. 0713053031


2. Heru Yuono NPM. 0713053032
3. Jurus Setiawan NPM. 0713053033
4. Janie Irma S NPM. 0713053034

Semester VI B

PROGRAM STUDI SI PGSD UPP METRO


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya
saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus
dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada
juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian
dan bantuan dari orang lain.
Santrock (2008,219) menyebut anak-anak yang tidak biasa dengan istilah
“exceptional students” adalah anak-anak yang memiliki gangguan atau
ketidakmampuan dan anak-anak yang tergolong berbakat.
Perkembangan sejarah pendidikan bagi anak penyandang cacat, yang secara resmi
disebut pendidikan luar biasa (PLB), selama beberapa dekade yang lalu telah
mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi dalam hal
kesadaran dan sikap masyarakat terhadap anak penyandang cacat dan
pendidikannya, metodologi dan perubahan konsep yang digunakan.
Sejarah menunjukkan pula bahwa selama berabad-abad di semua negara di dunia,
individu yang berbeda dari kebanyakan individu lainya selalu ditolak
kehadirannya oleh masayrakat. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa
anggota kelompok yang terlalu lemah (penyandang cacat) tidak mungkin dapat
berkontribusi terhadap kelompoknya. Mereka yang berbeda karena menyandang
kecacatan, disingkirkan, tidak memperoleh sentuhan kasih sayang dan kontak
sosial yang bermakna. Keberadaan penyandang cacat tidak diakui oleh
masyarakatnya.
Ketidaktahuan orang tua dan masyarakat pada masa lalu, mengenai hakekat dan
penyebab kecacatan dapat menimbulkan rasa takut, sehingga berkembang macam-
macam kepercayaan dan tahayul, misalnya seorang ibu yang melahirkan anak
penyandang cacat merupakan hukuman baginya atas dosa-dosa nenek
moyangnya. Oleh sebab itu di masa lampau anak-anak penyandang cacat sering
disembunyikan oleh orang tuanya, sebab memiliki anak penyandang cacat
merupakan aib keluarga.
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan baru
mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yamg sama untuk
hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-
anak penyandang cacat. Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat
menjadi penting karena dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang
lebih maju dari suatu bangsa, meskipun anak penyandang cacat membutuhkan
bantuan ekstra (Miriam, 2001). Pandangan masyarakat dan orang tua yang
menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan investasi agar
kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya, menjadi tidak dominan.
Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai
berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang
secara khusus mendidik dan merawat anak-anak penyandang cacat. Mereka yang
menyandang kecacatan, dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang
kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan
metode yang khsusus pula sesuai dengan karakteristiknya. Oleh sebab itu,
pendidikan anak penyandang cacat harus dipisahkan (di sekolah khusus) dari
pendidikan anak lainnya.
Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan konsep Special Education,
yang
melahirkan sistem pendidikan segregasi.
Di Indonesia, sistem pendidikan segregasi sudah berlangsung selama satu abad
lebih, sejak dimulainya pendidikan anak tunanetra pada tahun 1901 di Bandung.
Konsep special education dan sistem pendidikan segregasi lebih melihat anak dari
segi kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan layanan
pendidikan. Oleh karena itu terjadi dikotomi antaran pendidikan khusus (PLB)
dengan pendidikan reguler. Pendidikian khusus dan pendidikan regular dianggap
dua hal yang sama sekali berbeda.
Dilihat dari sudut pandang, paedagogis, psikologis dan filosofis, sistem
pendidikan segregasi,(yang lahir dari konsep special education) mengandung
beberapa kelemahan dan tidak menguntungkan baik bagi individu penyandang
cacat itu sendiri maupun bagi masyarakat pada umumnya. Secara paedagogis,
sistem pendidikan segregasi mengabaikan eksistensi anak sebagai individu yang
unik dan holistik, sementara itu kecacatan anak lebih ditonjolkan. Secara
psikologis, sistem segregasi, kurang memperhatikan kebutuhan dan perbedaan
individual. Ada kesan menyeragamkan layanan pendidikan anak berdasarkan
kecacatan yang disandangnya. Secara filosofis sistem pendidikan segregasi
menciptakan dikotomi masyarakat eklusif normal dan tidak normal. Padahal
sesunguhnya secara filosofis, penyandang cacat merupakan bagian dari
masyarakat yang alami (David Smith, 1995).
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang cacat terus
berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran yang
berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari
sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik, perbedaan individu dan
kebutuhan anak menjadi pusat perhatian. Dengan demikian layanan pendidikan
tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi didasarkan pada
hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak. Oleh karena itu layanan
pendidikan anak penyandang cacat tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa
dilayani di sekolah regular terdekat dimana anak itu berada. Cara berpikir seperti
ini dilandasi oleh konsep Special needs education, yang antara lain
melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan inklusif (UNESCO, 1994).
Dalam konsep special needs education, sangat dihindari penggunaan label
kecacatan, akan tetapi lebih menonjolkan anak sebagai individu yang memiliki
kebutuhan yang berbeda-beda. Sejalan dengan perubahan cara berpikir seperti
digambarkan di atas, maka Anak Luar Biasa (Exceptional Children) tidak lagi
dipandang dari kategori kecacatannya akan tetapi harus dilihat dari hambatan
belajar yang dialami dan kebutuhan-kebutuhan akan layanan pendidikannya. Oleh
karena itu anak luar biasa menjadi bagian dari Anak Berkebutuhan Khusus
(Children with Special Needs). Dengan kata lain Anak berkebutuhab khusus
bukan pengganti istilah anak luar biasa. Layana pendidikan bagi semua anak
berkebutuhan khusus, termasuk anak luar biasa adalah Pendidikan Kebutuhan
Khusus (Special Needs Education).

B. Tujuan Pembahasan
Dengan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memiliki gambaran,
pengetahuan, dan wawasan yang cukup tentang jenis-jenis dan karakterisitk anak
yang tidak biasa ini sehingga pada gilirannya memiliki sikap dan perilaku yang
positif dan mampu memberikan perlakuan secara tepat untuk membantu
mengembangkan potensi yang dimiliki.

BAB II
HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. Pengrtian Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus

Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan
merupakan terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara
luas di dunia nternasional. Ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan
diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang dan anak
luar biasa. Ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu
difabel, sebenarnya merupakan pendekatan dari difference ability. Penggunaan
istilah anak berkebutuhan khusus membawa kosekuensi cara pandang yang
berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah diergunakan dan mungkin
masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi
(fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada
kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan prestesinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan
layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak
berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan
hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu
mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar
dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu:
(a) anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, akibat dari
kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), seperti anak yang tidak bisa melihat
(atunanetra), tidak bisa mendengar (tunarungu), anak yang mengalami cerebral
palsy dst. Dan (b) anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer.

B. Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus


Untuk memahami anak berkebutuhan khusus berarti kita harus melihat adanya
berbagai perbedaan bila dibandingkan dengan keadaan normal, mulai dari
keadaan fisik sampai mental,dari anak cacat sampai anak berbakat intelektual.
Perbedaan untuk memahami anak berkebutuhan khusus dikenal ada dua hal yaitu
perbedaan interindividual dan perbedaan intraindividual.
1. Perbedaan Interindividual
Berarti membandingkan perbedaan individu dengan orang lain dalam berbagai hal
diantaranya perbedaan keadaan mental (kapasitas kemampuan intelektual),
kemampuan panca indera (sensory), kemampuan gerak motorik, kemampuan
komunikasi, kemampuan perilaku, dan keadaan fisik. Perkembangan akhir-akhir
ini adanya perbedaan dalam pencapaian prestasi belajar siswa dalam berbagai
mata pelajaran. Jika memang prestasi anak berada jauh dari bawah standar
kelulusan, maka dimungkinkan anak inimasuk kelompok anak berkebutuhan
khusus. Selain perbedaan dalam prestasi akademik juga perbedaan antara
kemampuan akademik ini biasanya digunakan tes kecerdasan yang dapat
mengukur ptensi yang dapat mengukur potensi kemampuan intelektual yang
dinyatakan dengan satuan IQ.
a. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan panca indera
1) Anak dengan gangguan penglihatan
Dengan menggunakan ukuran ketajaman penglihatan, seseorang disebut buta
apabila ia memiliki tingkat efisiensi penglihatan 20,0 % atau lebih kecil. Yang
tingkat efisiensinya lebih besar dari 20,0 % belum diktegorikan sebagai buta.
Tunanetra mengandung arti ketunaan penglihatan mulai dari yang ringan sampai
yang buta total. Menurut ukuran Snellen ketajaman penglihatan seseorang
dihubungkan dengan tingkat efisiensi yang tersisa, dilukiskan sebagai berikut :

No Tingkat Ketajaman Tingkat efisiensi


1.
2.
3
4
5.. 20/20 f
20/35 f
20/70 f
20/100 f
20/200 f Efisiensi = 100 %
Efisiensi = 87,5 %
Efisiensi = 64,5 %
Efisiensi = 48,9 %
Efisiensi = 20,0 %

Untuk mengenal apakah anak mengalami gangguan penglihatan, dapat dilihat dari
ciri-ciri fisik, perilaku maupun keluhan.
• Ciri fisik, seperti : mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata
merah, mata infeksi,gerakan mata takberaturan (goyang), mata selalu beair;
• Ciri perilaku, seperti : membaca terlalu dekat, membaca banyak yang
terlewati,cepat lelah ketika membaca/menulis, sering menggerakan kepala ketika
membaca, mengeryitkan kepala ketika melihat papan tulis, seing mengusap mata,
mendongakkan kepala, berjalan sering menabrak benda di depannya, salah
menyalin dalamjarak dekat, dsb.
• Ciri keluhan, seperti : merasa sakit kepala, sulit melihat dengan jelas dari jarak
jauh, penglihatan terasa kabur ketika membaca/menulis, benda terlihat seperti dua
buah, mata sering terasa gatal.
Dampak gangguan penglihatan bermacam-macam. Jika gangguan cukup ringan,
mungkin dengan alat Bantu khusus (seperti kaca mata, loop, atau memperbesar
huruf, penempatan tempat duduk) dapat sedikit membantu mengatasi masalah
belajar anak. Tetapi, untuk gangguan yang sangat serius (sudah samapai tarap
buta tentu mereka tidak dapat mengikuti pendidikan biasa tanpa bantuan layanan
khusus. Mereka tidak lagi menggunakan huruf biasa di dalam belajar. Mereka
sudah harus menggunakan huruf Braille.
Guru perlu mengenal mereka agar sejak dini anak yang mengalami gangguan
penglihatan dapat terlayani secara optimal, baik secara medis, sosial, psikologis,
maupun pendidikan, sehingga tidak menimbulkan kesulitan belajar pada diri anak
dikemudian hari. Dalam hal ini guru perlu kerjasama yang baik dengan orang tua
atau ahli lain yang relevan, seperti doketer mata.
2) Anak dengan gangguan pendenganran
Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebutuhan khusus oleh kerusakan
fungsi dari sebagian atau seluruh alat atau organ-organ pendengaran, dapat
diketahui dengan menggunakan alat ukur tertentu (audiometer). Organisasi
Standar Dunia menetapkan bahwa gangguan pendengaran dapat dikelompokan
sebagai berikut :
Sangat ringan = 27-40 db,
Ringan = 41-55 db,
Sedang = 56-70 db,
Berat = 71-90 db,
Berat sekali = 91 db ke atas.
Dengan menggungakan ciri fisik dan prilaku anak, seorang anak dideteksi apakah
mengalami gangguan pendengaran gangguan atau tidak. Ciri-ciri tersebut, antara
lain : sering keluar cairan dari liang telinga, bentuk daun telinga tidak normal,
sering mengeluh atau gatal di lubang telinga, kalau berbicara selalu melihat
gerakan bibir lawan bicara, sering tidak bereaksi jika diajak bicara kurang keras
selalu minta diulang dalam pembicaraan, dan sebagainya.
3) Anak dengan kelainan autistik
Perlunya penanganan khusus bagi anak autis termasuk perkembangan baru dalam
bidang pendidikan luar biasa. Mereka umumnya dikatagorikan sebagai anak
dengan gangguan tunagrahita dan karenanya penanganannya sering dijadikan satu
dengan anak tunagrahita. Namun dalam perkembangan ternyata penyandang autis
tidak selalu mengalami anagrahita. Oleh karena itu dipandang perlu untuk
dijadikan katagori tersendiri sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar.
Ciri-ciri umum anak dengan kelainan autistik antara lain adalah :
• Sering berkata tanpa arti.
• Sering menirukan perkataan orang lain secara spontan.
• Tanpa mengerti apa yang dibaca.
• Gerakan/aktivitas kaku, menonton dan berulang.
• Sering memutar, membanting dan membariskan benda.
• Lebih tertarik pada benda mati daripada orang.
• Mempunyai gerakan serba cepat (hiperaktif)
• Sering berprilaku stereotipik (diulang-ulang), aneh tanpa tujuan.
• Minat terhadap objek tertentu secara luar biasa dan tidak lazim misal detik jam,
kipas angin.
• Kadangkala agresif (menyerang, merusak).
• Sulit konsentrasi pada aktivitas/objek tertentu.
• Sering sulit tidur, ngompol atau ngebrok.
• Tidak senang/mudah marah pada perubahan (letak barang di kamar, urutan
kegiatan).
• Sering berubah emosi mendadak tanpa sebab (dari sedih kegembira, atau
sebaliknya).
• Sering terjadi ledakan tawa atau tangis tanpa sebab.

b. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan fisik dan kemampuan gerak


motorik
Ada dua kategori cacat tubuh, yaitu cacat anggota tubuh karena penyakit polio
dan cacat tubuh karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidak mampuan
gerak ( cerebral palsy ).
Pada dasarnya cerebral palsy merupakan gangguan koordinasi otot. Ototnya
sendiri sebenarnya normal, tetapi otak mengalami gangguan dalam mengirimkan
sinyal-sinyal yang penting untuk memerintah otot-otot untuk memendek atau
memanjang atau harus meregang ( Puseschel ,1988 ) Anak-anak semacam ini
masih dapat belajar dengan menggunakan semua inderanya. Tingkat
intelektualnya umumnya normal bahkan ada yang sedikit diatas kesulitan jika
harus melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan koordinasi motorik dan/atau
keterampilan fisik, seperti olahraga, bermain, menulis, malakukan mobilitas, dan
sebagainya.
Ciri-ciri gangguan gerakan karena kerusakan otak ( cerebral palsy ) antara lain
sebagai berikut :
• otot keras dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota
tubuh dengan baik, gerakannya sering tersentak-sentak.
• Sukar mengontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitas, wajah seram dan
kadang dengan mengulurkan lidah;
• Kekakuan dalam gerakan yang memerlukan keseimbangan, orientasi ruang,
posisi tubuh mudah jatuh;
• Kakakuan yang ekstrem pada anggota tubuh dan sendi-sendi dan sukar bergerak
untuk waktu yang lama.
Anak yang mengalami gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat, umumnya
dimasukkan ke sekolah luar biasa ( SLB ). Yang mengalami gangguan ringan
mungkin banyak juga ditemukan di sekolah-sekolah umum. Jika mereka tidak
mendapatkan bantuan pelayanan khusus dapat menyebab anak kebutuhan khusus
terjadinya kesulitan belajar yang serius.
Gejala-gejala gangguan gerakan ringan pada anak seperti berikut: ini mungkin
perlu di cermati dan diberi perhatian yang lebih serius
• Salah satu/kedua tangan atau kaki cacat,
• Salah satu/kedua tangan atau kaki tidak berfungsi,
• Sikap/keseimbangan tubuh saat duduk/berdiri, berjalan tidak normal,
• Koordinasi gerakan kaki, tangan, mata tidak normal,
• Banyak gerakan yang tidak terkontrol, menunjukkan tidak terkontrol,
menunjukkan ketidaknormalan.

c. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan kemampuan komunikasi


Di Indonesia anak dengan gangguan komunikasi termasuk di dalamnya anak
dengan gangguan wicara. Menurut Hallahan dan Kauffman ( 1991 ) gangguan
komunikasi terdiri atas gangguan wicara dan gangguan bahasa. Gangguan wicara
adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi dan/ atau
kelancaran wicara. Jadi gangguan wicara terdiri dari tiga macam yaitu gangguan
suara, gangguan artikulasi, dan gangguan kelancaran bicara.
Gangguan bahasa adalah gangguan dari pemahaman dan/atau penggunaan bahasa
ujaran, bahasa tulis, dan/atau sistem simbol. Kerusakan tersebut mungkin meliputi
: bentuk bahasa ( fonologi, morfologi, dan sintaksis ), bahasa atau semantik, dan
fungsi bahasa atau fragmatik.
Anak yang mengalami gangguan komunikasi biasanya menunjukkan gejala tidak
lancar berbicara, pembicaraanya sulit ditangkap,suaranya tidak normal, gagap,
dan sebagainya. Penyebabnya dapat bersifat organik dan dapat pula psikologik.

d. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan kemampuan emosi dan perilaku


Tidak ada definisi yang baku mengenai gangguan emosi dan perilaku, tetapi cirri-
ciri umum menggambarkan adanya 4 dimensi ( Hallahan dan Kauffman, 1991 )
sebagai berikut.
• Anak yang mengalami gangguan perilaku, memiliki ciri-ciri antara lain suka
berkelahi, memukul, menyerang, bersifat pemarah, tidak penurut/melawan
peraturan, suka merusak baik baik milik diri sendiri maupun orang lain, kasar,
tidak sopan, tidak mau kerja sama, penentang, kurang perhatian pada orang lain,
suka mengganggu, suka ribut, mudah marah, suka mendominasi orang lain, suka
mengancam atau menggertak, iri hati, cemburu, suka bertengkar, tidak
bertanggung jawab, ceroboh, mencuri, mengacau, menolak kesalahan dan
menyalahkan orang lain, murung, cemberut, mementinkan diri sendiri.
• Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri, memiliki ciri-ciri antara lain
tegang, rasa takut bersalah, cemas, pemalu, menyendiri, mengasingkan diri, tidak
punya teman, perasaan tertekan, sedih, sensitive, mudah merasa disakiti hatinya,
merasa rendah diri, merasa tidak berharga, mudah frustasi, kurang keyakinan,
pendiam.
• Anak yang agresif sosia ciri-cirinya antara lain adalah memiliki perkumpulan
yang tidak baik, berani mencuri, loyal terhadap teman yang suka melanggar
hukum, suka begadang sampai larut malam, melarikan diri dari sekolah,
melarikan dari rumah.
• Individu yang tidak pernah dewasa ciri-cirinya antara lain adalah perhatiannya
terbatas, kurang konsentrasi, melamun, kaku, canggung, pasif, kurang inisiatif,
mudah digerakkan, lamban, ceroboh, mudah bosan, kurang tabah, kurang rapi.
Dengan melihat gejala-gejala tersebut, guru dapat melakukan identifikasi dan
kemudian memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
mereka sehingga tidak menjadi berkesulitan belajar.
e. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan prestasi belajar
Anak berkesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi empat jenis : (1). Anak
yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi hasil belajarnya
rendah karena factor eksternal. Disebut sebagai anak yang mengalami hambatan
belajar, (2) anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi
mengalami kesulitan dalam bidang akademik tertentu (mislanya membaca,
menulis, berhitung) tidak seluruh mata pelajaran, diduga karena factor neurologis,
disebut sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik atau spesific
learning disability, (3) anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit
di bawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar atua slow learner, dan (4)
anak yang prestasi belajarnya rendah disertai adanya hambatan-hambatan
kmunikasi dan social, sedangkan IQ nya jauh di bawah rata-rata disebut sebagai
retardasi mental atau tunagrahita.
Pengelompokan ini penting karena pada umumnya secara pendidikan kadang-
kadang mereka memiliki gejala yang sama, ialah sama-sama mengalami kesulitan
belajar atau problema dalam belajar. Jika kita dapat menganalisis dan mencari
sumber penyebab seta dapat mengelompokkan secara tepat, maka kita dapat
memberikan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.
Mengenai anak berkesulitan belajar spesifik (spesific learning disability), juga
dapat dibagi menjadi dua jenis, ialah kesulitan belajar praakademik dan kesulitan
belajar akademik.

1) Kesulitan Belajar Praakademik


Kesulitan belajar praakademik sering disebut juga sebagai kesulitan belajar
developmental. Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar developmental:
• Gangguan Motorik dan persepsi
Gangguan motorik disebut dispraksia, mencakup gangguan pada motorik kasar,
penghayatan tubuh, dan motorik halus. Gangguan persepsi mencakup persepsi
penglihatan atau persepsi visual. Persepsi pendengaran atau persepsi auditorik,
presepsi heptik (raba dan gerak atau taktil dan kinestik), dan intelegensi system
persepsual. Jenis gangguan ini perlu penanganan secara sistematis karena
pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif yang pada gilirannya juga dapat
berpengaruh terhadap prestasi belajar akademik. Dispraksia atau sering disebut
clumsy adalah keadaan sebagai akibat adanya gangguan dalam intelegensi
auditor-motor. Anak tida mampu melaksanakan gerakan bagian dari tubuh dengan
benar walaupun tidak ada kelumpuhan anggota tubuh, manifestasinya dapat
berupa disfasia verbal (bicara) da non verbal (menulis, bahasa isyarat dan
panomim).
Ada beberapa jenis dispraksia, yaitu :
a) Dispraksia ideomotoris ditandai kurangnya kemampuan dalam melakukan
gerakan praktis sederhana, seperti menggunting, menggosok gigi atau
menggunakan sendok makan. Gerakannya terkesan canggung dan kurang luwes.
Dispraksia ini sering merupakan kendala bagi perkembagan bicara.
b) Dispraksia ideosional : anak dapat melakukan gerakan kompleks tetapi tidak
mampu menyelesaikan secara keseluruhan terutama dalam kondisi lingkungan
yang tidak tenang. Kesulitannya erletak pada urutan gerakan, anak sering bingung
mengawali suatu aktivitas, misalna mengikuti irama musik.
c) Dispraksia konstruksinal : anak mengalami kesulitan dalam melakukan
gerakan-gerakan kompleks yag berkaitan dengan bentuk, seperti menyusun balok
dan menggambar. Kondisi ini dapat mempengaruhi gangguan menulis (disgrafia).
Hal ini disebabkan dengna kebutuhan khususan karena kegagalan dalam konsep
visio konstruktif.
d) Dispraksia oral : sering ditemukan pada anak yang mengalami disfasia
perkembangan (gangguan perkembangan bahasa). Anak mempunyai ganggaun
dalam bicara karena adanya gangguan dalam konsep gerakan motorik di dalam
mulut. Berbicara dipandang sebagai bentuk gerakan halus dan terampil dalam
rongga mulut sehinggga anak kurang mampu kalau diminta menirukan gerak,
misalnya menjulurka atau menggerakan lidah, mengembangkan pipi,
mencucurkan bibir dan sebagianya.
• Kesulitan belajar kognitif
Pengertian kognitif mencakup berbagai aspek structural intelek yang diprgunakan
untuk mengetahui sesuatu. Dengan demikian kognitif merupakan fungsi mental
yang mencakup persepsi, pikiran, simbolisasi, penalaran dan pemcahan masalah,
perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak dalama
penggunaan bahasa dan penyelesaian soal-soal matematika. Mengingat besarnya
peran fungsi kognitif dalam penyelesaian ditangani sejak anak masih berda pada
usia prasekolah.
• Gangguan perkembangan bahasa
Disfasia adalah ketidakmampuan atau keterbatasan kemmpuan anak untuk
menggunakan simbol linguistik dalam rangka berkomunikasi sear vrbal.
Gangguan pada anak yang terjadi pada fase perkembangan ktika anak belajar
bebicara disebut sebagai disfasia perkembangan (develompment dysphasia).
Bicara adalah bahasa verbal yang memiliki komponen artikulasi, suara dan
kelanaran, ekspresi bahasa bicara (ujaran) mencakup enam komponen, yaitu :
fonem, morfem, sintaksis, semantic, prosodi (itosasi) dan pragmatik. Kesulitan
belajar bicara seyogyanya telah diketahui dan diperbaiki sejak anak berada pada
usia prasekolah karena berpengaruh terhadap prestasi akademik sekolah.
Defisia ada dua jenis : yaitu defisia reseptif dan defisia eksprsif. Pada defisia
reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam penerimaan bahasa. Anak
dapat mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak mengerti apa yang
diengar karena menglami gangguan dalam memproses stimulus yang masuk. Pada
defisia eksprsi anak tidak mengalami didapat gangguan pemahaman bahasa, tetapi
ia sulit mengekspresikan kata secara verbal. Anak dengan gangguan
perkembangan bahasa akan berdampak pada kemampuan membaca dan menulis.
• Kesulitan dalam penyesuaian perilaku social
Pada anak yang periakunya tidak diterima oleh lingkungan sosialnya, baik oleh
seama anak, guru, maupun orang tua. Ia ditolak oleh lingkungan sosialnya karena
sering mengganggu, tidak sopan, tidak tahu aturan atau berbagai perilaku neatif
lainnya. Jika kesulitan penyesuaian perilaku social ini tidak secepatnya ditaangani
maka tidak hanya menimbulkan kerugian bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi
lingkungan.
2) Kesulitan Belajar Akademik
Meskipun sekolah mengajarkan berbagai mata pelajaran atau bidang studi,
klaisfikasi kesulitan beljar akademik tidak dikaitkan dengan semua mata pelajaran
atau bidang studi tersbut. Berbagai literature yang mengkaji kesulitan belajar
hanya menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut :
• Kesulitan belajar membaca (Disleksia)
Kesulitan belajar sering disebut Disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat
dinamakan aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk
menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga unutk meningkatkan
keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berprestasi dalam kehidupan
masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, membaca
permulaan atau membaca lisan dan membaca pemhaman. Mengingat pentingnya
kemampuan membaca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya
ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan
disleksia visual.
Gejala-gejala disleksia auditoris seabgai berikut :
a. Kesulitan dalam diskriminasi auditoris dan prsepsi sehingga mengalami
kesulitan dalam analisis fonetik. Contoh : anak tidak dapat membedakan kata
“Kakak, katak, kapak”.
b. Kesulitan analisis dan sintesis auditoris. Contoh : “ibu” tidak dapat diuraikan
menjadi “I-bu” atau problem sintesa “p-I-ta” menjadi “pita”. Gangguan ini dapat
menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja.
c. Kesulitan re-auditoris bunyi atau kata. Jika diberi hurup tidak dapat mengingat
bunyi hurup atau kata tersebut, atau kalau melihat kata tidak dapat
mengungkapkannya walaupun mengerti arti kata tersebut;
d. Membaca dalam hati lebih baik dari membaca lisan;
e. Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris;
f. Anak enderung melakukan aktiutas visual.
Gejala-gejala desleksia visual sebagai berikut :
a. Tendensi terbalik: misalnya b dibaca d, p menjadi g, u menjadi n, m menjadi w
dan sebagainya;
b. Kesulitan diskriminasi, mengacaukan hurup atau kata yang mirip;
c. Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Bila diberi huruf cetak untuk
menyusun kata mengalami kesulitan mislanya kata ibu menjadi ubi atau iub;
d. Memori visual terganggu;
e. Kecepatan persepsi lambat;
f. kesulitan analisis dan sintesis visual;
g. hasil tes membaca buruk;
h. biasanya ebih baik dalam kemampuanaktivias auditorik.
• Kesulitan belajar menulis (disgrafia)
Kesulitan belajar menulis disebut juga disgrafia. Kesulitan belajar menuli yang
berat disebut agrafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu (a). menulis
permulaan. (b). mengeja atau dikte dan (c). menulis ekspresif. Kegunaan
kemampuan menulis bagi seorang anak adalah untuk menyalin, mencatat, dan
mengerjakan sebagaian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar
menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan
kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah.
• Kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung
yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus
dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebtu adalah (a) knsep, (b) komputasi dan
(c) pemecahan masalah. Seperti halnya bahsa berhitung yang merupakan bagian
dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya
kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani
sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mepelajari lain di
sekolah.
2. Perbedaan Intraindividual
Adalah suatu perbandingan antara potensi yang ada di dalam diri indivdu itu
sendiri, perbedaan ini dapat muncul dari berbagai aspek meliputi intelektual, fisik,
psikologis, dan sosial.
Selain masalah perbedaan ada beberapa terminologi yang dapat digunakan untuk
memahami anak berkebutuhan khusus. Istilah tersebut yaitu:
- impairment
Merupakan suatu keadaan atau kondisi diman individu mengalami kehilangan
atau abnormalitas psikologis, fisiologis, atau fungsi struktur anatomis secara
umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami amputasi satu
kakinya. Maka dia mengalami kecacatan kaki.
- Disability
Suatu keadaan dimana individu mengalami kekurang kemampuan yang
dimungkikan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ
tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya maka dia akan merasakan
kekurangan fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
- Handicaped
Keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan
dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi
kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya
dia memerlukan kursi roda.
Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik
perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan dan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan
potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran yang khusus.
Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang
temporer, memiliki hambatan belajar dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal yaitu:
(1) faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara
faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak. Oleh karena itu layanan pendidikan
didasarkan atas hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak. Dengan
kata lain pendidikan lebih berpusat kepada anak (child center), bukan berpusat
pada kurikulum dan kecacatan. Untuk memahami kebutuhan dan hambatan
belajar setiap anak, dilakukan melalui sebuah proses yang disebut assessment.
Dalam konteks pendidikan kebutuhan khusus, assessment menjadi kompetensi
dasar seorang guru.
Pendidikan kebutuhan khusus adalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, dan sangat fokus
pada hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual (Miriam, 2001).
Pendidikan kebutuhan khusus memandang anak sebagai individu yang khas dan
utuh, keragaman dan perbedaan individu sangat dihormati. Dilihat dari caranya
memandang eksistensi seorang anak, pendidikan kebutuhan khusus (special needs
education) berbeda dengan jelas dari pendidikan khusus (special education).
Dalam pendidikan khusus (special education), yang menjadi fokus perhatian
tertuju kepada kecacatan anak (disability). Sedangkan pendidikan kebutuhan
khusus (special needs education) fokus kepada hambatan belajar dan kebutuhan
anak. Ruang lingkup garapan disiplin ilmu pendidikan kebutuhan khusus meliputi
tiga hal yaitu: Pertama, mencegah timbulnya hambatan belajar dan hamabatan
perkembangan pada setiap anak. Kedua mengkompensasikan hambatan yang
dimiliki anak dan Ketiga, menangani hambatan (intervensi).
C. Pervalensi ( pemerataan)
Prakiraaan jumlah anak berkebutuhan khusus sangat dibutuhkan dalam
mengambil kebijakan. Dalam mengemukakan jumlah anak berkebutuhan khusus
terjadi perbedaan antarlembaga, hal ini dimungkinkan adanya perbedaan definisi
dan kebutuhan yang disesuaikan dengan bidang lebaga masing-masing. Jumlah
anak berkebutuhan khusus di negara maju seperti USA ada 11,50% dari populasi,
sedang di negara berkembang seperti Indonesia dimungkinkan lebih banyak.
Sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia belum ada data yang
akurat, hal ini terkait dengan adanya sikap masyarakat yang masih menganggap
anak berkebutuhan khusus sebagai aib keluarga, sehingga setiap ada senss
penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun sekali selalu tidak muncul adanya anak
berkebutuhan khusus. Menurut data BPS hasil sensus 2003 di Indonesia terdapat
1,48% penyandang cacat, hal ini sangat jauh bila dibandingkan dengan negara
maju seperti USA sehingga keakuratan data tersebut masih diragukan. Jumlah
anak berkebutuhan khusus yang telah bersekolah di Indonesia ada 81.434 anak
(Dir. PSLB,2006:39).

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Upi Press
Http://Www.Scribd.Com/Doc/17387933/ Mengenal-Anak-Berkebutuhan-Khusus
http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman-konsep-pendidikan-
kebutuhan.html
Suparno, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas
Lampung.

http://pendidikaninklusi.blogspot.com/2010_02_01_archive.html

A. Latar Belakang
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan baru
mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yamg sama untuk
hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-
anak penyandang cacat. Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat
menjadi penting karena dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang
lebih maju dari suatu bangsa, meskipun anak penyandang cacat membutuhkan
bantuan ekstra (Miriam, 2001). Pandangan masyarakat dan orang tua yang
menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan investasi agar
kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya, menjadi tidak dominan.

Sebagai bekal bagi calon seorang pendidik, sudah semestinya harus mengetahui
berbagai jenis karakteristik anak berkebutuhan khusus untuk bisa memberikan
pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut. Karena tidak
menutup kemungkinan pada saat terjun ke SD nanti kita (mahasiswa) akan
menemukan anak-anak yang memerlukan penanganan khusus. Dalam bab ini akan
dibahas tentang anak-anak berkelainan fisik diantaranya yaitu tunanetra,
tunarungu, dan tunadaksa dengan berbagai karakteristiknya. Karakteristik di sini
akan lebih luas cakupannya karena harus dilihat dari berbagai segi, fisik,
akademik, kepribadian, maupun sosial-emosionalnya.

B. Tujuan Pembahasan

Dengan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memahami dan


menjelaskan karakteristik anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan
fisik, yaitu anak tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.

BAB II
KARAKTERISTIK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
A. ANAK-ANAK BERKELAINAN FISIK

Anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik diantaranya


yaitu:
• Anak tunanetra
• Anak tunarungu
• Anak tunadaksa

a. Karakteristik Anak Tunanetra

Anak tunanetra adalah anak-anak yang mengalami kelainan atau gangguan fungsi
penglihatan, yang dinyatakan dengan tingkat ketajaman penglihatan atau visus
sentralis di atas 20/200 dan secara pedagogis membutuhkan layananpendidikan
khusus dalam belajarnya di sekolah. Beberapa karakteristik anak-anak tunanetra
adalah:

2. Segi Fisik
secara fisik anak-anak tunanetra nampak sekali adanya kelainan pada organ
penglihatan/mata, yang secara nyata dapat dibedakan dengan anak-anak normal
pada umumnya hal ini terlihat dalam aktivitas mobilitas dan respon motorik yang
merupakan umpan balik dari stimuli visual.

3. Segi Motorik
Hilangnya indera penglihatan sebenarnya tidak berpengaruh secara langsung
terhadap keadaan motorik anak tunanetra, tetapi dengan hilangnya pengalaman
visual menyebabkan tunanetra kurang mampu melakukan orientasi lingkungan.
Sehingga tidak seperti anak-anak normal, anak tunanetra harus belajar bagaimana
berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu lingkungan dengan berbagai
keterampilan orientasi dan mobilitas.

4. Perilaku
anak tunanetra sering menunjukkan perilaku stereotip, sehingga menunjukkan
perilaku yang tidak semestinya. Manifestasi perilaku itu dapat berupa sering
menekan matanya, membuat suara dengan jarinya, menggoyang-goyangkan
kepala dan badannya, atau berputar-putar. Ada beberapa teori yang mengungkap
mengapa tunanetra terkadang mengembangkan perilaku stereotipnya. Hal itu
terjadi mungkin sebagai akibat dari tidak adanya rangsangan sensoris, terbatasnya
aktivitas dan gerak di dalam lingkungan, serta keterbatasan sosial. Untuk
mengurangi atau menghilangkan perilaku tersebut dengan membantu mereka
memperbanyak aktivitas, atau dengan mempergunakan strategi perilaku tertentu,
seperti memberikan pujian atau alternatif pengajaran, perilaku yang lebih positif,
dan sebagainya.

5. Akademik
Secara umum kemampuan akademik, anak-anak tunanetra sama seperti anak-anak
normal pada umumnya. Keadaan ketunanetraan berpengaruh pada perkembangan
keterampilan akademis, khususnya dalam bidang membaca dan menulis.

6. Pribadi dan Sosial


Sebagai akibat dari ketunanetraannya yang berpengaruh terhadap keterampilan
sosial, anak tunanetra perlu mendapatkan latihan langsung dalam bidang
pengembangan persahabatan, menjaga kontak mata atau orientasi wajah,
penampilan postur tubuh yang baik, menggunakan gerakan tubuh dan ekspresi
wajah, mempergunakan intonasi suara atau wicara dalam mengekspresikan
perassan, menyampaikan pesan yang tepat pada waktu melakukan komunikasi.
Tunanetra mempunyai keterbatasan dalam melakukan gerakan dan keadaan
tersebut mengakibatkan tunanetra lebih terlihat memiliki sikap:
• Curiga yang berlebiha kepada orang lain
• Mudah tersinggung
• Ketergantungan pada orang lain.

b. Karakteristik Anak Tunarungu


Tunarungu adalah istilah yang menunjuk pada kondisi ketidakfungsian organ
pendengaran atau telinga seorang anak. Kondisi ini menyebabkan mereka
memiliki karakteristik yang khas, berbeda dari anak-anak normal pada umumnya.
Beberapa karakteristik anak tunarungu diantaranya dalah:

1. Segi Fisik
• cara berjalannya kaku dan agak membungkuk. Akibat terjadinya permasalahan
pada organ keseimbangan pada telinga.
• Pernapasannya pendek, dan tidak teratur. Anak-anak tunarungu tidak pernah
mendengarkan suara-suara dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana bersuara atau
mengucapkan kata-kata dengan intonasi yang baik, sehinga mereka juga tidak
terbiasa mengatur pernapasannya dengan baik, khususnya dalam berbicara.
• Cara melihatnya agak beringas. Penglihatan merupakan salah satu indra yang
paling dominan bagi anak-anak penyandang tunarungu. Sehingga cara
melihatnyapun selalu menunjukkan keingintahuah yang besar dan terlihat
beringas.

2. Segi Bahasa
• Miskin kosa kata
• Sulit mengartikan kata-kata yang mengandung ungkapan, atau idiomatic.
• Tatabahasanya kurang teratur.

3. Intelektual
• kemampuan intelektualnya normal. Pada dasarnya anak-anak tunarungu tidak
mengalami permasalahan dalam segi intelektual. Namun akibat keterbatasan
dalam berkomunikasi dalam berbahasa, perkembangan intelektual menjadi
lamban.
• Perkembangan akademiknya lamban akibat keterbatasan bahasa.

4. Sosial-Emosional
• sering merasa curiga dan syak wasangka. Sikap seperti ini terjadi akibat adanya
kelainan fungsi pendengarannya. Mereka tidak dapat memahami apa yang
dibicarakan orang lain, sehingga anak-anak tunarungu menjadi mudah merasa
curiga.
• Sering bersikap agresif.

c. Karakteristik Anak Tunadaksa

Anak tunadaksa adalah anak-anak yang mengalami kelainan fisik, atau cacat
tubuh yang mencakup kelainan anggota tubuh maupun yang mengalami kelainan
anggota gerak dan kelumpuhan yang disebabkan karena kelainan yang ada di
syaraf pusat atau otak. Disebut dengan Cerebral Palsy (CP) dengan karakteristik
sebagai berikut.

1. Gangguan Motorik
gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan yang tidak
dapat dikendalikan, gerakan ritmis dan gangguan keseimbangan.

2. Gerakan Sensorik
pusat sensoris pada manusia otak, mengingat anak cerebral palsy adalah anak
yang mangalami kelainan di otak, maka sering anak cerebral palsy disertai dengan
gangguan sensorik, beberapa gangguan sensorik antara lain penglihatan,
pendengaran, perabaan, penciuman dan perasa.gangguan pada cerebral palsy
terjadi karena ketidakseimbangan otot-otot mata sebagai akaibat kerusakan otak.

3. Gangguan Tingkat Kecerdasan


kecerdasan anak cerebral palsy bervariasi, tingkat kecerdasan anak cerebral palsy
mulai dari tingkat yang paling rendah sampai gifted. Sekitar 45% mengalami
keterbelakangan mental, dan 35% lagi mempunyai tingkat kecerdasan normal dan
diatas rata-rata. Sedangkan sisanya cenderung di bawah rata-rata (Hardman, 1990)
4. Kemampuan Berbicara
Anak cerebral palsy mengalami gangguan wicara yang disebabkan oleh kelainan
motorik otot-otot wicara terutama pada organ artikulasi seperti lidah, bibir, dan
rahang bawah, dan adapula yang terjadi karena kurang dan tidak terjadi proses
interaksi dengan lingkungan.

5. Emosi dan Penyesuaian Sosial


Sikap atau penerimaan masyarakat terhadap anak cerebral palsy dapat
memunculkan keadaan anak yang merasa rendah diri atau kepercayaan dirinya
kurang. Mudah tersinggung, dan suka menyendiri, serta kurang dapat
menyesuaikan diri dan bergaul dengan lingkungan. Sedangkan anak yang
mengalami kelumpuhan yang dikarenakan kerusakan pada otot motorik yang
sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan muscle dystrophy lain
mengakibatkan gangguan motorik terutama gerak lokomosi, gerakan di tempat,
dan mobilisasi.
Diposkan oleh HERU YUONO di 00.31 0 komentar

Minggu, 21 Februari 2010


HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
(Tugas Kelompok)

Mata Kuliah : Pendidikan Inklusi


Dosen Pembimbing : Drs. Siswantoro, M.Pd.

Oleh kelompok 1:

1. Heru Setyawan NPM. 0713053031


2. Heru Yuono NPM. 0713053032
3. Jurus Setiawan NPM. 0713053033
4. Janie Irma S NPM. 0713053034

Semester VI B

PROGRAM STUDI SI PGSD UPP METRO


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2010

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya
saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus
dari orang lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada
juga yang problem belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian
dan bantuan dari orang lain.
Santrock (2008,219) menyebut anak-anak yang tidak biasa dengan istilah
“exceptional students” adalah anak-anak yang memiliki gangguan atau
ketidakmampuan dan anak-anak yang tergolong berbakat.
Perkembangan sejarah pendidikan bagi anak penyandang cacat, yang secara resmi
disebut pendidikan luar biasa (PLB), selama beberapa dekade yang lalu telah
mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi dalam hal
kesadaran dan sikap masyarakat terhadap anak penyandang cacat dan
pendidikannya, metodologi dan perubahan konsep yang digunakan.
Sejarah menunjukkan pula bahwa selama berabad-abad di semua negara di dunia,
individu yang berbeda dari kebanyakan individu lainya selalu ditolak
kehadirannya oleh masayrakat. Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa
anggota kelompok yang terlalu lemah (penyandang cacat) tidak mungkin dapat
berkontribusi terhadap kelompoknya. Mereka yang berbeda karena menyandang
kecacatan, disingkirkan, tidak memperoleh sentuhan kasih sayang dan kontak
sosial yang bermakna. Keberadaan penyandang cacat tidak diakui oleh
masyarakatnya.
Ketidaktahuan orang tua dan masyarakat pada masa lalu, mengenai hakekat dan
penyebab kecacatan dapat menimbulkan rasa takut, sehingga berkembang macam-
macam kepercayaan dan tahayul, misalnya seorang ibu yang melahirkan anak
penyandang cacat merupakan hukuman baginya atas dosa-dosa nenek
moyangnya. Oleh sebab itu di masa lampau anak-anak penyandang cacat sering
disembunyikan oleh orang tuanya, sebab memiliki anak penyandang cacat
merupakan aib keluarga.
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan baru
mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yamg sama untuk
hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-
anak penyandang cacat. Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat
menjadi penting karena dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang
lebih maju dari suatu bangsa, meskipun anak penyandang cacat membutuhkan
bantuan ekstra (Miriam, 2001). Pandangan masyarakat dan orang tua yang
menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan investasi agar
kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya, menjadi tidak dominan.
Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai
berdiri sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang
secara khusus mendidik dan merawat anak-anak penyandang cacat. Mereka yang
menyandang kecacatan, dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang
kebanyakan, sehingga dalam pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan
metode yang khsusus pula sesuai dengan karakteristiknya. Oleh sebab itu,
pendidikan anak penyandang cacat harus dipisahkan (di sekolah khusus) dari
pendidikan anak lainnya.
Konsep pendidikan seperti inilah yang disebut dengan konsep Special Education,
yang
melahirkan sistem pendidikan segregasi.
Di Indonesia, sistem pendidikan segregasi sudah berlangsung selama satu abad
lebih, sejak dimulainya pendidikan anak tunanetra pada tahun 1901 di Bandung.
Konsep special education dan sistem pendidikan segregasi lebih melihat anak dari
segi kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan layanan
pendidikan. Oleh karena itu terjadi dikotomi antaran pendidikan khusus (PLB)
dengan pendidikan reguler. Pendidikian khusus dan pendidikan regular dianggap
dua hal yang sama sekali berbeda.
Dilihat dari sudut pandang, paedagogis, psikologis dan filosofis, sistem
pendidikan segregasi,(yang lahir dari konsep special education) mengandung
beberapa kelemahan dan tidak menguntungkan baik bagi individu penyandang
cacat itu sendiri maupun bagi masyarakat pada umumnya. Secara paedagogis,
sistem pendidikan segregasi mengabaikan eksistensi anak sebagai individu yang
unik dan holistik, sementara itu kecacatan anak lebih ditonjolkan. Secara
psikologis, sistem segregasi, kurang memperhatikan kebutuhan dan perbedaan
individual. Ada kesan menyeragamkan layanan pendidikan anak berdasarkan
kecacatan yang disandangnya. Secara filosofis sistem pendidikan segregasi
menciptakan dikotomi masyarakat eklusif normal dan tidak normal. Padahal
sesunguhnya secara filosofis, penyandang cacat merupakan bagian dari
masyarakat yang alami (David Smith, 1995).
Konsep dan pemahaman terhadap pendidikan anak penyandang cacat terus
berkembang, sejalan dengan dinamika kehidupan masyarakat. Pemikiran yang
berkembang saat ini, melihat persoalan pendidikan anak penyandang cacat dari
sudut pandang yang lebih bersifat humanis, holistik, perbedaan individu dan
kebutuhan anak menjadi pusat perhatian. Dengan demikian layanan pendidikan
tidak lagi didasarkan atas label kecacatan anak, akan tetapi didasarkan pada
hambatan belajar dan kebutuhan setiap individu anak. Oleh karena itu layanan
pendidikan anak penyandang cacat tidak harus di sekolah khusus, tetapi bisa
dilayani di sekolah regular terdekat dimana anak itu berada. Cara berpikir seperti
ini dilandasi oleh konsep Special needs education, yang antara lain
melatarbelakangi munculnya gagasan pendidikan inklusif (UNESCO, 1994).
Dalam konsep special needs education, sangat dihindari penggunaan label
kecacatan, akan tetapi lebih menonjolkan anak sebagai individu yang memiliki
kebutuhan yang berbeda-beda. Sejalan dengan perubahan cara berpikir seperti
digambarkan di atas, maka Anak Luar Biasa (Exceptional Children) tidak lagi
dipandang dari kategori kecacatannya akan tetapi harus dilihat dari hambatan
belajar yang dialami dan kebutuhan-kebutuhan akan layanan pendidikannya. Oleh
karena itu anak luar biasa menjadi bagian dari Anak Berkebutuhan Khusus
(Children with Special Needs). Dengan kata lain Anak berkebutuhab khusus
bukan pengganti istilah anak luar biasa. Layana pendidikan bagi semua anak
berkebutuhan khusus, termasuk anak luar biasa adalah Pendidikan Kebutuhan
Khusus (Special Needs Education).
B. Tujuan Pembahasan

Dengan mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat memiliki gambaran,


pengetahuan, dan wawasan yang cukup tentang jenis-jenis dan karakterisitk anak
yang tidak biasa ini sehingga pada gilirannya memiliki sikap dan perilaku yang
positif dan mampu memberikan perlakuan secara tepat untuk membantu
mengembangkan potensi yang dimiliki.

BAB II
HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. Pengrtian Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus

Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan
merupakan terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara
luas di dunia nternasional. Ada beberapa istilah lain yang pernah digunakan
diantaranya anak cacat, anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang dan anak
luar biasa. Ada satu istilah yang berkembang secara luas telah digunakan yaitu
difabel, sebenarnya merupakan pendekatan dari difference ability. Penggunaan
istilah anak berkebutuhan khusus membawa kosekuensi cara pandang yang
berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah diergunakan dan mungkin
masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik beratkan pada kondisi
(fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus lebih pada
kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan prestesinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan
layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak
berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan
hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu
mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar
dan hambatan perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu:
(a) anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, akibat dari
kecacatan tertentu (anak penyandang cacat), seperti anak yang tidak bisa melihat
(atunanetra), tidak bisa mendengar (tunarungu), anak yang mengalami cerebral
palsy dst. Dan (b) anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer.

B. Konsep Dasar Anak Berkebutuhan Khusus


Untuk memahami anak berkebutuhan khusus berarti kita harus melihat adanya
berbagai perbedaan bila dibandingkan dengan keadaan normal, mulai dari
keadaan fisik sampai mental,dari anak cacat sampai anak berbakat intelektual.
Perbedaan untuk memahami anak berkebutuhan khusus dikenal ada dua hal yaitu
perbedaan interindividual dan perbedaan intraindividual.
1. Perbedaan Interindividual
Berarti membandingkan perbedaan individu dengan orang lain dalam berbagai hal
diantaranya perbedaan keadaan mental (kapasitas kemampuan intelektual),
kemampuan panca indera (sensory), kemampuan gerak motorik, kemampuan
komunikasi, kemampuan perilaku, dan keadaan fisik. Perkembangan akhir-akhir
ini adanya perbedaan dalam pencapaian prestasi belajar siswa dalam berbagai
mata pelajaran. Jika memang prestasi anak berada jauh dari bawah standar
kelulusan, maka dimungkinkan anak inimasuk kelompok anak berkebutuhan
khusus. Selain perbedaan dalam prestasi akademik juga perbedaan antara
kemampuan akademik ini biasanya digunakan tes kecerdasan yang dapat
mengukur ptensi yang dapat mengukur potensi kemampuan intelektual yang
dinyatakan dengan satuan IQ.
a. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan panca indera
1) Anak dengan gangguan penglihatan
Dengan menggunakan ukuran ketajaman penglihatan, seseorang disebut buta
apabila ia memiliki tingkat efisiensi penglihatan 20,0 % atau lebih kecil. Yang
tingkat efisiensinya lebih besar dari 20,0 % belum diktegorikan sebagai buta.
Tunanetra mengandung arti ketunaan penglihatan mulai dari yang ringan sampai
yang buta total. Menurut ukuran Snellen ketajaman penglihatan seseorang
dihubungkan dengan tingkat efisiensi yang tersisa, dilukiskan sebagai berikut :

No Tingkat Ketajaman Tingkat efisiensi


1.
2.
3
4
5.. 20/20 f
20/35 f
20/70 f
20/100 f
20/200 f Efisiensi = 100 %
Efisiensi = 87,5 %
Efisiensi = 64,5 %
Efisiensi = 48,9 %
Efisiensi = 20,0 %

Untuk mengenal apakah anak mengalami gangguan penglihatan, dapat dilihat dari
ciri-ciri fisik, perilaku maupun keluhan.
• Ciri fisik, seperti : mata juling, sering berkedip, menyipitkan mata, kelopak mata
merah, mata infeksi,gerakan mata takberaturan (goyang), mata selalu beair;
• Ciri perilaku, seperti : membaca terlalu dekat, membaca banyak yang
terlewati,cepat lelah ketika membaca/menulis, sering menggerakan kepala ketika
membaca, mengeryitkan kepala ketika melihat papan tulis, seing mengusap mata,
mendongakkan kepala, berjalan sering menabrak benda di depannya, salah
menyalin dalamjarak dekat, dsb.
• Ciri keluhan, seperti : merasa sakit kepala, sulit melihat dengan jelas dari jarak
jauh, penglihatan terasa kabur ketika membaca/menulis, benda terlihat seperti dua
buah, mata sering terasa gatal.
Dampak gangguan penglihatan bermacam-macam. Jika gangguan cukup ringan,
mungkin dengan alat Bantu khusus (seperti kaca mata, loop, atau memperbesar
huruf, penempatan tempat duduk) dapat sedikit membantu mengatasi masalah
belajar anak. Tetapi, untuk gangguan yang sangat serius (sudah samapai tarap
buta tentu mereka tidak dapat mengikuti pendidikan biasa tanpa bantuan layanan
khusus. Mereka tidak lagi menggunakan huruf biasa di dalam belajar. Mereka
sudah harus menggunakan huruf Braille.
Guru perlu mengenal mereka agar sejak dini anak yang mengalami gangguan
penglihatan dapat terlayani secara optimal, baik secara medis, sosial, psikologis,
maupun pendidikan, sehingga tidak menimbulkan kesulitan belajar pada diri anak
dikemudian hari. Dalam hal ini guru perlu kerjasama yang baik dengan orang tua
atau ahli lain yang relevan, seperti doketer mata.
2) Anak dengan gangguan pendenganran
Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kebutuhan khusus oleh kerusakan
fungsi dari sebagian atau seluruh alat atau organ-organ pendengaran, dapat
diketahui dengan menggunakan alat ukur tertentu (audiometer). Organisasi
Standar Dunia menetapkan bahwa gangguan pendengaran dapat dikelompokan
sebagai berikut :
Sangat ringan = 27-40 db,
Ringan = 41-55 db,
Sedang = 56-70 db,
Berat = 71-90 db,
Berat sekali = 91 db ke atas.
Dengan menggungakan ciri fisik dan prilaku anak, seorang anak dideteksi apakah
mengalami gangguan pendengaran gangguan atau tidak. Ciri-ciri tersebut, antara
lain : sering keluar cairan dari liang telinga, bentuk daun telinga tidak normal,
sering mengeluh atau gatal di lubang telinga, kalau berbicara selalu melihat
gerakan bibir lawan bicara, sering tidak bereaksi jika diajak bicara kurang keras
selalu minta diulang dalam pembicaraan, dan sebagainya.
3) Anak dengan kelainan autistik
Perlunya penanganan khusus bagi anak autis termasuk perkembangan baru dalam
bidang pendidikan luar biasa. Mereka umumnya dikatagorikan sebagai anak
dengan gangguan tunagrahita dan karenanya penanganannya sering dijadikan satu
dengan anak tunagrahita. Namun dalam perkembangan ternyata penyandang autis
tidak selalu mengalami anagrahita. Oleh karena itu dipandang perlu untuk
dijadikan katagori tersendiri sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar.
Ciri-ciri umum anak dengan kelainan autistik antara lain adalah :
• Sering berkata tanpa arti.
• Sering menirukan perkataan orang lain secara spontan.
• Tanpa mengerti apa yang dibaca.
• Gerakan/aktivitas kaku, menonton dan berulang.
• Sering memutar, membanting dan membariskan benda.
• Lebih tertarik pada benda mati daripada orang.
• Mempunyai gerakan serba cepat (hiperaktif)
• Sering berprilaku stereotipik (diulang-ulang), aneh tanpa tujuan.
• Minat terhadap objek tertentu secara luar biasa dan tidak lazim misal detik jam,
kipas angin.
• Kadangkala agresif (menyerang, merusak).
• Sulit konsentrasi pada aktivitas/objek tertentu.
• Sering sulit tidur, ngompol atau ngebrok.
• Tidak senang/mudah marah pada perubahan (letak barang di kamar, urutan
kegiatan).
• Sering berubah emosi mendadak tanpa sebab (dari sedih kegembira, atau
sebaliknya).
• Sering terjadi ledakan tawa atau tangis tanpa sebab.

b. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan fisik dan kemampuan gerak


motorik
Ada dua kategori cacat tubuh, yaitu cacat anggota tubuh karena penyakit polio
dan cacat tubuh karena kerusakan otak sehingga mengakibatkan ketidak mampuan
gerak ( cerebral palsy ).
Pada dasarnya cerebral palsy merupakan gangguan koordinasi otot. Ototnya
sendiri sebenarnya normal, tetapi otak mengalami gangguan dalam mengirimkan
sinyal-sinyal yang penting untuk memerintah otot-otot untuk memendek atau
memanjang atau harus meregang ( Puseschel ,1988 ) Anak-anak semacam ini
masih dapat belajar dengan menggunakan semua inderanya. Tingkat
intelektualnya umumnya normal bahkan ada yang sedikit diatas kesulitan jika
harus melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan koordinasi motorik dan/atau
keterampilan fisik, seperti olahraga, bermain, menulis, malakukan mobilitas, dan
sebagainya.
Ciri-ciri gangguan gerakan karena kerusakan otak ( cerebral palsy ) antara lain
sebagai berikut :
• otot keras dan kadang-kadang kaku serta tidak dapat menggerakkan anggota
tubuh dengan baik, gerakannya sering tersentak-sentak.
• Sukar mengontrol kaki dan tangan dalam melakukan aktivitas, wajah seram dan
kadang dengan mengulurkan lidah;
• Kekakuan dalam gerakan yang memerlukan keseimbangan, orientasi ruang,
posisi tubuh mudah jatuh;
• Kakakuan yang ekstrem pada anggota tubuh dan sendi-sendi dan sukar bergerak
untuk waktu yang lama.
Anak yang mengalami gangguan gerakan pada taraf sedang dan berat, umumnya
dimasukkan ke sekolah luar biasa ( SLB ). Yang mengalami gangguan ringan
mungkin banyak juga ditemukan di sekolah-sekolah umum. Jika mereka tidak
mendapatkan bantuan pelayanan khusus dapat menyebab anak kebutuhan khusus
terjadinya kesulitan belajar yang serius.
Gejala-gejala gangguan gerakan ringan pada anak seperti berikut: ini mungkin
perlu di cermati dan diberi perhatian yang lebih serius
• Salah satu/kedua tangan atau kaki cacat,
• Salah satu/kedua tangan atau kaki tidak berfungsi,
• Sikap/keseimbangan tubuh saat duduk/berdiri, berjalan tidak normal,
• Koordinasi gerakan kaki, tangan, mata tidak normal,
• Banyak gerakan yang tidak terkontrol, menunjukkan tidak terkontrol,
menunjukkan ketidaknormalan.

c. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan kemampuan komunikasi


Di Indonesia anak dengan gangguan komunikasi termasuk di dalamnya anak
dengan gangguan wicara. Menurut Hallahan dan Kauffman ( 1991 ) gangguan
komunikasi terdiri atas gangguan wicara dan gangguan bahasa. Gangguan wicara
adalah suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi dan/ atau
kelancaran wicara. Jadi gangguan wicara terdiri dari tiga macam yaitu gangguan
suara, gangguan artikulasi, dan gangguan kelancaran bicara.
Gangguan bahasa adalah gangguan dari pemahaman dan/atau penggunaan bahasa
ujaran, bahasa tulis, dan/atau sistem simbol. Kerusakan tersebut mungkin meliputi
: bentuk bahasa ( fonologi, morfologi, dan sintaksis ), bahasa atau semantik, dan
fungsi bahasa atau fragmatik.
Anak yang mengalami gangguan komunikasi biasanya menunjukkan gejala tidak
lancar berbicara, pembicaraanya sulit ditangkap,suaranya tidak normal, gagap,
dan sebagainya. Penyebabnya dapat bersifat organik dan dapat pula psikologik.

d. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan kemampuan emosi dan perilaku


Tidak ada definisi yang baku mengenai gangguan emosi dan perilaku, tetapi cirri-
ciri umum menggambarkan adanya 4 dimensi ( Hallahan dan Kauffman, 1991 )
sebagai berikut.
• Anak yang mengalami gangguan perilaku, memiliki ciri-ciri antara lain suka
berkelahi, memukul, menyerang, bersifat pemarah, tidak penurut/melawan
peraturan, suka merusak baik baik milik diri sendiri maupun orang lain, kasar,
tidak sopan, tidak mau kerja sama, penentang, kurang perhatian pada orang lain,
suka mengganggu, suka ribut, mudah marah, suka mendominasi orang lain, suka
mengancam atau menggertak, iri hati, cemburu, suka bertengkar, tidak
bertanggung jawab, ceroboh, mencuri, mengacau, menolak kesalahan dan
menyalahkan orang lain, murung, cemberut, mementinkan diri sendiri.
• Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri, memiliki ciri-ciri antara lain
tegang, rasa takut bersalah, cemas, pemalu, menyendiri, mengasingkan diri, tidak
punya teman, perasaan tertekan, sedih, sensitive, mudah merasa disakiti hatinya,
merasa rendah diri, merasa tidak berharga, mudah frustasi, kurang keyakinan,
pendiam.
• Anak yang agresif sosia ciri-cirinya antara lain adalah memiliki perkumpulan
yang tidak baik, berani mencuri, loyal terhadap teman yang suka melanggar
hukum, suka begadang sampai larut malam, melarikan diri dari sekolah,
melarikan dari rumah.
• Individu yang tidak pernah dewasa ciri-cirinya antara lain adalah perhatiannya
terbatas, kurang konsentrasi, melamun, kaku, canggung, pasif, kurang inisiatif,
mudah digerakkan, lamban, ceroboh, mudah bosan, kurang tabah, kurang rapi.
Dengan melihat gejala-gejala tersebut, guru dapat melakukan identifikasi dan
kemudian memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
mereka sehingga tidak menjadi berkesulitan belajar.
e. Perbedaan interindividual berdasarkan keadaan prestasi belajar
Anak berkesulitan belajar dapat dikelompokan menjadi empat jenis : (1). Anak
yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi hasil belajarnya
rendah karena factor eksternal. Disebut sebagai anak yang mengalami hambatan
belajar, (2) anak yang sebenarnya IQ nya rata-rata atau di atas rata-rata tetapi
mengalami kesulitan dalam bidang akademik tertentu (mislanya membaca,
menulis, berhitung) tidak seluruh mata pelajaran, diduga karena factor neurologis,
disebut sebagai anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik atau spesific
learning disability, (3) anak yang prestasi belajarnya rendah tetapi IQ nya sedikit
di bawah rata-rata disebut anak yang lamban belajar atua slow learner, dan (4)
anak yang prestasi belajarnya rendah disertai adanya hambatan-hambatan
kmunikasi dan social, sedangkan IQ nya jauh di bawah rata-rata disebut sebagai
retardasi mental atau tunagrahita.
Pengelompokan ini penting karena pada umumnya secara pendidikan kadang-
kadang mereka memiliki gejala yang sama, ialah sama-sama mengalami kesulitan
belajar atau problema dalam belajar. Jika kita dapat menganalisis dan mencari
sumber penyebab seta dapat mengelompokkan secara tepat, maka kita dapat
memberikan perlakuan yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.
Mengenai anak berkesulitan belajar spesifik (spesific learning disability), juga
dapat dibagi menjadi dua jenis, ialah kesulitan belajar praakademik dan kesulitan
belajar akademik.

1) Kesulitan Belajar Praakademik


Kesulitan belajar praakademik sering disebut juga sebagai kesulitan belajar
developmental. Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar developmental:
• Gangguan Motorik dan persepsi
Gangguan motorik disebut dispraksia, mencakup gangguan pada motorik kasar,
penghayatan tubuh, dan motorik halus. Gangguan persepsi mencakup persepsi
penglihatan atau persepsi visual. Persepsi pendengaran atau persepsi auditorik,
presepsi heptik (raba dan gerak atau taktil dan kinestik), dan intelegensi system
persepsual. Jenis gangguan ini perlu penanganan secara sistematis karena
pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif yang pada gilirannya juga dapat
berpengaruh terhadap prestasi belajar akademik. Dispraksia atau sering disebut
clumsy adalah keadaan sebagai akibat adanya gangguan dalam intelegensi
auditor-motor. Anak tida mampu melaksanakan gerakan bagian dari tubuh dengan
benar walaupun tidak ada kelumpuhan anggota tubuh, manifestasinya dapat
berupa disfasia verbal (bicara) da non verbal (menulis, bahasa isyarat dan
panomim).
Ada beberapa jenis dispraksia, yaitu :
a) Dispraksia ideomotoris ditandai kurangnya kemampuan dalam melakukan
gerakan praktis sederhana, seperti menggunting, menggosok gigi atau
menggunakan sendok makan. Gerakannya terkesan canggung dan kurang luwes.
Dispraksia ini sering merupakan kendala bagi perkembagan bicara.
b) Dispraksia ideosional : anak dapat melakukan gerakan kompleks tetapi tidak
mampu menyelesaikan secara keseluruhan terutama dalam kondisi lingkungan
yang tidak tenang. Kesulitannya erletak pada urutan gerakan, anak sering bingung
mengawali suatu aktivitas, misalna mengikuti irama musik.
c) Dispraksia konstruksinal : anak mengalami kesulitan dalam melakukan
gerakan-gerakan kompleks yag berkaitan dengan bentuk, seperti menyusun balok
dan menggambar. Kondisi ini dapat mempengaruhi gangguan menulis (disgrafia).
Hal ini disebabkan dengna kebutuhan khususan karena kegagalan dalam konsep
visio konstruktif.
d) Dispraksia oral : sering ditemukan pada anak yang mengalami disfasia
perkembangan (gangguan perkembangan bahasa). Anak mempunyai ganggaun
dalam bicara karena adanya gangguan dalam konsep gerakan motorik di dalam
mulut. Berbicara dipandang sebagai bentuk gerakan halus dan terampil dalam
rongga mulut sehinggga anak kurang mampu kalau diminta menirukan gerak,
misalnya menjulurka atau menggerakan lidah, mengembangkan pipi,
mencucurkan bibir dan sebagianya.
• Kesulitan belajar kognitif
Pengertian kognitif mencakup berbagai aspek structural intelek yang diprgunakan
untuk mengetahui sesuatu. Dengan demikian kognitif merupakan fungsi mental
yang mencakup persepsi, pikiran, simbolisasi, penalaran dan pemcahan masalah,
perwujudan fungsi kognitif dapat dilihat dari kemampuan anak dalama
penggunaan bahasa dan penyelesaian soal-soal matematika. Mengingat besarnya
peran fungsi kognitif dalam penyelesaian ditangani sejak anak masih berda pada
usia prasekolah.
• Gangguan perkembangan bahasa
Disfasia adalah ketidakmampuan atau keterbatasan kemmpuan anak untuk
menggunakan simbol linguistik dalam rangka berkomunikasi sear vrbal.
Gangguan pada anak yang terjadi pada fase perkembangan ktika anak belajar
bebicara disebut sebagai disfasia perkembangan (develompment dysphasia).
Bicara adalah bahasa verbal yang memiliki komponen artikulasi, suara dan
kelanaran, ekspresi bahasa bicara (ujaran) mencakup enam komponen, yaitu :
fonem, morfem, sintaksis, semantic, prosodi (itosasi) dan pragmatik. Kesulitan
belajar bicara seyogyanya telah diketahui dan diperbaiki sejak anak berada pada
usia prasekolah karena berpengaruh terhadap prestasi akademik sekolah.
Defisia ada dua jenis : yaitu defisia reseptif dan defisia eksprsif. Pada defisia
reseptif anak mengalami gangguan pemahaman dalam penerimaan bahasa. Anak
dapat mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi tidak mengerti apa yang
diengar karena menglami gangguan dalam memproses stimulus yang masuk. Pada
defisia eksprsi anak tidak mengalami didapat gangguan pemahaman bahasa, tetapi
ia sulit mengekspresikan kata secara verbal. Anak dengan gangguan
perkembangan bahasa akan berdampak pada kemampuan membaca dan menulis.
• Kesulitan dalam penyesuaian perilaku social
Pada anak yang periakunya tidak diterima oleh lingkungan sosialnya, baik oleh
seama anak, guru, maupun orang tua. Ia ditolak oleh lingkungan sosialnya karena
sering mengganggu, tidak sopan, tidak tahu aturan atau berbagai perilaku neatif
lainnya. Jika kesulitan penyesuaian perilaku social ini tidak secepatnya ditaangani
maka tidak hanya menimbulkan kerugian bagi anak itu sendiri, tetapi juga bagi
lingkungan.
2) Kesulitan Belajar Akademik
Meskipun sekolah mengajarkan berbagai mata pelajaran atau bidang studi,
klaisfikasi kesulitan beljar akademik tidak dikaitkan dengan semua mata pelajaran
atau bidang studi tersbut. Berbagai literature yang mengkaji kesulitan belajar
hanya menyebutkan tiga jenis kesulitan belajar akademik sebagai berikut :
• Kesulitan belajar membaca (Disleksia)
Kesulitan belajar sering disebut Disleksia. Kesulitan belajar membaca yang berat
dinamakan aleksia. Kemampuan membaca tidak hanya merupakan dasar untuk
menguasai berbagai bidang akademik, tetapi juga unutk meningkatkan
keterampilan kerja dan memungkinkan orang untuk berprestasi dalam kehidupan
masyarakat secara bersama. Ada dua jenis pelajaran membaca, membaca
permulaan atau membaca lisan dan membaca pemhaman. Mengingat pentingnya
kemampuan membaca bagi kehidupan, kesulitan belajar membaca hendaknya
ditangani sedini mungkin. Ada dua tipe disleksia, yaitu disleksia auditoris dan
disleksia visual.
Gejala-gejala disleksia auditoris seabgai berikut :
a. Kesulitan dalam diskriminasi auditoris dan prsepsi sehingga mengalami
kesulitan dalam analisis fonetik. Contoh : anak tidak dapat membedakan kata
“Kakak, katak, kapak”.
b. Kesulitan analisis dan sintesis auditoris. Contoh : “ibu” tidak dapat diuraikan
menjadi “I-bu” atau problem sintesa “p-I-ta” menjadi “pita”. Gangguan ini dapat
menyebabkan kesulitan membaca dan mengeja.
c. Kesulitan re-auditoris bunyi atau kata. Jika diberi hurup tidak dapat mengingat
bunyi hurup atau kata tersebut, atau kalau melihat kata tidak dapat
mengungkapkannya walaupun mengerti arti kata tersebut;
d. Membaca dalam hati lebih baik dari membaca lisan;
e. Kadang-kadang disertai gangguan urutan auditoris;
f. Anak enderung melakukan aktiutas visual.
Gejala-gejala desleksia visual sebagai berikut :
a. Tendensi terbalik: misalnya b dibaca d, p menjadi g, u menjadi n, m menjadi w
dan sebagainya;
b. Kesulitan diskriminasi, mengacaukan hurup atau kata yang mirip;
c. Kesulitan mengikuti dan mengingat urutan visual. Bila diberi huruf cetak untuk
menyusun kata mengalami kesulitan mislanya kata ibu menjadi ubi atau iub;
d. Memori visual terganggu;
e. Kecepatan persepsi lambat;
f. kesulitan analisis dan sintesis visual;
g. hasil tes membaca buruk;
h. biasanya ebih baik dalam kemampuanaktivias auditorik.
• Kesulitan belajar menulis (disgrafia)
Kesulitan belajar menulis disebut juga disgrafia. Kesulitan belajar menuli yang
berat disebut agrafia. Ada tiga jenis pelajaran menulis, yaitu (a). menulis
permulaan. (b). mengeja atau dikte dan (c). menulis ekspresif. Kegunaan
kemampuan menulis bagi seorang anak adalah untuk menyalin, mencatat, dan
mengerjakan sebagaian besar tugas sekolah. Oleh karena itu, kesulitan belajar
menulis hendaknya dideteksi dan ditangani sejak dini agar tidak menimbulkan
kesulitan bagi anak dalam mempelajari berbagai mata pelajaran yang diajarkan di
sekolah.
• Kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)
Kesulitan belajar berhitung disebut juga diskalkulia. Kesulitan belajar berhitung
yang berat disebut akalkulia. Ada tiga elemen pelajaran berhitung yang harus
dikuasai oleh anak. Ketiga elemen tersebtu adalah (a) knsep, (b) komputasi dan
(c) pemecahan masalah. Seperti halnya bahsa berhitung yang merupakan bagian
dari matematika adalah sarana berpikir keilmuan. Oleh karena itu, seperti halnya
kesulitan belajar bahasa, kesulitan berhitung hendaknya dideteksi dan ditangani
sejak dini agar tidak menimbulkan kesulitan bagi anak dalam mepelajari lain di
sekolah.
2. Perbedaan Intraindividual
Adalah suatu perbandingan antara potensi yang ada di dalam diri indivdu itu
sendiri, perbedaan ini dapat muncul dari berbagai aspek meliputi intelektual, fisik,
psikologis, dan sosial.
Selain masalah perbedaan ada beberapa terminologi yang dapat digunakan untuk
memahami anak berkebutuhan khusus. Istilah tersebut yaitu:
- impairment
Merupakan suatu keadaan atau kondisi diman individu mengalami kehilangan
atau abnormalitas psikologis, fisiologis, atau fungsi struktur anatomis secara
umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami amputasi satu
kakinya. Maka dia mengalami kecacatan kaki.
- Disability
Suatu keadaan dimana individu mengalami kekurang kemampuan yang
dimungkikan karena adanya keadaan impairment seperti kecacatan pada organ
tubuh. Contoh pada orang yang cacat kakinya maka dia akan merasakan
kekurangan fungsi kaki untuk melakukan mobilitas.
- Handicaped
Keadaan dimana individu mengalami ketidakmampuan dalam bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena adanya kelainan
dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang mengalami amputasi
kaki sehingga untuk aktivitas mobilitas atau berinteraksi dengan lingkungannya
dia memerlukan kursi roda.

Dari berbagai pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak


berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan-perbedaan baik
perbedaan interindividual maupun intraindividual yang signifikan dan mengalami
kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan
potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran yang khusus.
Setiap anak berkebutuhan khusus, baik yang bersifat permanen maupun yang
temporer, memiliki hambatan belajar dan kebutuhan yang berbeda-beda.
Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh tiga hal yaitu:
(1) faktor lingkungan (2) faktor dalam diri anak sendiri, dan (3) kombinasi antara
faktor lingkungan dan faktor dalam diri anak. Oleh karena itu layanan pendidikan
didasarkan atas hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak. Dengan
kata lain pendidikan lebih berpusat kepada anak (child center), bukan berpusat
pada kurikulum dan kecacatan. Untuk memahami kebutuhan dan hambatan
belajar setiap anak, dilakukan melalui sebuah proses yang disebut assessment.
Dalam konteks pendidikan kebutuhan khusus, assessment menjadi kompetensi
dasar seorang guru.
Pendidikan kebutuhan khusus adalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus baik yang bersifat permanen maupun yang temporer, dan sangat fokus
pada hambatan belajar dan kebutuhan anak secara individual (Miriam, 2001).
Pendidikan kebutuhan khusus memandang anak sebagai individu yang khas dan
utuh, keragaman dan perbedaan individu sangat dihormati. Dilihat dari caranya
memandang eksistensi seorang anak, pendidikan kebutuhan khusus (special needs
education) berbeda dengan jelas dari pendidikan khusus (special education).
Dalam pendidikan khusus (special education), yang menjadi fokus perhatian
tertuju kepada kecacatan anak (disability). Sedangkan pendidikan kebutuhan
khusus (special needs education) fokus kepada hambatan belajar dan kebutuhan
anak. Ruang lingkup garapan disiplin ilmu pendidikan kebutuhan khusus meliputi
tiga hal yaitu: Pertama, mencegah timbulnya hambatan belajar dan hamabatan
perkembangan pada setiap anak. Kedua mengkompensasikan hambatan yang
dimiliki anak dan Ketiga, menangani hambatan (intervensi).

C. Pervalensi ( pemerataan)
Prakiraaan jumlah anak berkebutuhan khusus sangat dibutuhkan dalam
mengambil kebijakan. Dalam mengemukakan jumlah anak berkebutuhan khusus
terjadi perbedaan antarlembaga, hal ini dimungkinkan adanya perbedaan definisi
dan kebutuhan yang disesuaikan dengan bidang lebaga masing-masing. Jumlah
anak berkebutuhan khusus di negara maju seperti USA ada 11,50% dari populasi,
sedang di negara berkembang seperti Indonesia dimungkinkan lebih banyak.
Sedangkan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia belum ada data yang
akurat, hal ini terkait dengan adanya sikap masyarakat yang masih menganggap
anak berkebutuhan khusus sebagai aib keluarga, sehingga setiap ada senss
penduduk yang dilakukan setiap 10 tahun sekali selalu tidak muncul adanya anak
berkebutuhan khusus. Menurut data BPS hasil sensus 2003 di Indonesia terdapat
1,48% penyandang cacat, hal ini sangat jauh bila dibandingkan dengan negara
maju seperti USA sehingga keakuratan data tersebut masih diragukan. Jumlah
anak berkebutuhan khusus yang telah bersekolah di Indonesia ada 81.434 anak
(Dir. PSLB,2006:39).

DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Upi Press
Http://Www.Scribd.Com/Doc/17387933/ Mengenal-Anak-Berkebutuhan-Khusus
http://z-alimin.blogspot.com/2008/03/pemahaman-konsep-pendidikan-
kebutuhan.html
Suparno, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Universitas
Lampung.
alus

Strategi pengembangan motorik halus dapat dilakukan dengan beberapa cara,


bentuk dan aktivitasnya berupa :

1. Melempar, dilakukan dengan bola berbagai ukuran dan arah lemparan dari
gurua ke anak, atau sasaran tertentu.
2. Menangkap dengan cara menangkap bola kain, bola plastik yang kurang
memantul.
3. Bermain Bola, setelah anak terampil baru menggunakan bola dengan
berbagai ukuran.
4. Bermain Ban Dalam, digunakan untuk latihan menggelinding dan
menangkap.
5. Aktivitas Koordinasi mata dan Tangan, Menghubungkan dua titik yang
berjauhan, mengarsir gambar, mewarnai dsb.
6. Menjiplak (Tracing I)
7. Menggunting, dengan beberapa teknik yaitu menggunting lurus ditepi
kertas, menggunting lurus ditengah kertas. Memotong bentuk- bentuk
geometri seperti bujur sangkar, empat persegi panjang, segi tiga, dsb.
8. Menempel
9. Melipat

PERKEMBANGAN PERSEPSI

Pesepsi adalah batasan yang digunakan pada proses memahami dan


menginterpretasikan informasi sensori, atau kemampuan intelek untuk mencarikan
makna dari data yang diterima oleh berbagai indera.

Persepsi merupakan suatu keterampilan yang dipelajari, maka proses pengajaran


dapat memberikan dampak langsung terhadap kecakapan perseptual.

Persepsi yang memiliki Impilkasi bagi pengajaran anak dengan menggunakan


konsep :

• Modalitas – perseptual (perceptual modality concept), kesukaan belajar


melalui indera disebut dengan gaya belajar (learning styles), atau
modalitas anak dalam belajar, yaitu :

1. Melalui pendengaran (tipe auditif)


2. Melalui penglihatan (tipe visual)
3. Melalui perabaan (tipe taktil)
4. Melalui gerak (tipe kinestetik)

Untuk mengetahui metode pembelajaran yang tepat pada masing-masing anak,


guru harus mengetahui kekuatan kelemahan modalitas anak.

Ada 3 alternatif metoda pembelajaran :

• memperkuat modalitas yang lemah


• mengajar melalui keseluruhan modalitas
• mengabungkan kedua metoda tersebut.

• Sistem perseptual bermuatan lebih (overload –perceptual system)

Sistem perseptual bermuatan lebih berarti bahwa penerimaan informasi dari suatu
modalitas mengganggu informasi yang sedang datang dari modalitas lain.

Ketidakmampuan menerima dan memproses data yang masuk secara berlebihan


tersebut mungkin menyebabkan otak menjadi mogok, berbagai gejala dapat terjadi
:

1. Berupa kebingungan
2. Kemiskinan ingatan
3. Kemunduran
4. Menolak tugas
5. Kekurangperhatian
6. Tempertantrum

Ada beberapa jenis persepsi, yaitu persepsi auditoris, persepsi visual, serta
persepsi taktil dan kinestetik. Berbagai jenis persepsi tersebut memiliki kaitan
yang sangat erat dengan belajar akademik. Terjadinya gangguan pada salah satu
jenis persepsi tersebut dapat menimbulkan masalah belajar.

STRATEGI PENGEMBANGAN PERSEPSI


Ada 4 pengembangan persepsi yang penting untuk dikembangkan :

1. Persepsi Visual
2. Persepsi Auditoris
3. Persepsi Heptik
4. Integrasi Sistem Perseptual

Strategi Pengembangan Persepsi Visual


Persepsi visual merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk belajar akademik.

Lima fungsi persepsi visual


1. Koordinasi Visual Motor (Visual-Motor Coordination)
2. Persepsi Figure-ground ( Figure Ground Perception)
3. Ketetapan perseptual (Perceptual Constancy)
4. Persepsi posisi dalam ruang (perceptio of position in space)
5. Persepsi Hubungan Keruangan (Perception of Spatial relationships)

Fungsi :

• Kemampuan membaca huruf dan angka


• Kemampuan menyalin bentuk geometris
• Kemampuan memasangkan kata-kata tertulis

AKTIVITAS PENGEMBANGAN
Materi dan Aktivitas

1. Papan Pasak (pegboard design) yaitu anak membuat pola-pola geometrik


berwarna diatas papan dengan pasak-pasak berwarna
2. Papan Bentuk (block design) yaitu anak memasang bentuk-bentuk
geometrik diatas papan bentuk atau menyalin bentuk-bentuk tsb
diatas kertas.
3. Menemukan gambar-gambar bentuk yang sama yaitu anak diminta
menemukan bentuk-bentuk yang sama, misalnya menemukan semua
gambar yang berbentuk bulat, segi tiga, dan sebagainya.
4. Puzzle yaitu bermain puzzle berbentuk orang, binatang, bentuk geometri,
angka huruf dll.
5. Klasifikasi yaitu berikan pada anak bentuk geometri dalam berbagai
ukuran dan warna, kemudian anak diminta
mengklasifikasikan bentuk-bentuk tersebut menurut ukuran atau warna.
6. Domino, dimana anak diminta memasangkan bentu-bentuk yang sama
atau titik yang sama.
7. Permainan Kartu, anak diminta memasangkan berdasarkan pasangan
gambar, angka dan jumlah.
8. Huruf dan Angka , anak diminta memasangkan, mengelompokkan, atau
mewarnai bentuk angka atau huruf.
9. Menemukan bagian yang hilang, gunakan gambar dari majalah dan
potongan bagian-bagian fungsional dari gambar-gambar tersebut
dan anak diminta mengisi bagian gambar yang hilang tersebut.
10. Persepsi visual kata-kata, ajak anak memilih, mengelompokkan, atau
mewarnai kata-kata tertulis.

Strategi Pengebangan Persepsi Auditoris


Pengembangan fungsi auditoris untuk kemampuan belajar akademik adalah :

1. Sensitivitas auditoris terhadap bunyi


2. Mengikuti pola bunyi
3. Diskriminasi bunyi
4. Kesadaran fonem atau bunyi huruf

Sensitivitas auditoris terhadap bunyi


Aktivitas mendengarkan bunyi atau mengidentifikasikan bunyi, materi dan
aktivitasnya adalah merekam bunyi-bunyian. Contohnya bunyi makanan yang
diiris atau dimakan, bunyi kerikil, kapur, atau kacang yang dijatuhkan ke dalam
kotak. Menutup mata anak dan memusatkan pendengaran mereka keberbagai
bunyi yang ada disekitar mereka, seperti bunyi pesawat, mobil, binatang, dll.

Mengikuti Pola Bunyi


Membuat bunyi-bunyian dari jauh yang berpola lambat, cepat, lambat, lambat,
cepat, cepat,cepat, lambat dan seterusnya. Materi dan aktivitasnya berupa bunyi
dibuat dari tepukan tangan, drum, atau melambungkan bola ke lantai. Mata
anak ditutup dan ia diminta mengikuti pola bunyi yang dibuat guru dari jauh.

Diskriminasi Bunyi
Membedakan bunyi jauh – dekat; lemah – kuat; tinggi – rendah. Materi dan
aktivitasnya berupa

• Bunyi Jauh – Dekat; Menutup mata mendengarkan bunyi jauh atau dekat.
• Bunyi keras – lemah; Menutup mata mendengarkan pada anak bunyi keras
dan lemah, dan diminta untuk membedakannya.
• Bunyi tinggi-rendah; Mendengarkan bunyi piano atau orgen, anak diminta
menirukan atau membedakan nada-nada yang keluar.

Kesadaran Fonem atau Bunyi Huruf


Kemampuan untuk mengenal konsonan awal (initial consonant), materi dan
Aktivitas:

• Menyebutkan kata “mama” dari sekelompok kata anak, bapak, makan,


mandi, dan paman.
• Meminta anak mencari kata-kata yang dimulai dengan huruf seperti
“Toni”
• Mencari gambar yang namanya dimulai dengan huruf T dll.

Strategi Pemngembangan Persepsi Heptik (Taktil dan Kinestetik)


Pengembangan heptik dapat dilakukan dengan berbagai cara, materi dan
aktivitasnya berupa:

• Merasakan bermacam-macam tekstur, meraba kayu licin, metal, ampelas,


buku, dan karet busa.
• Papan raca (touch board), dibuat dari potongan-potongan kecil kayu yang
permukaannya berbeda-beda Anak diminta membedakan dan
memasangkan potongan kayu tersebut sesuai dengan permukaan mereka.
• Merasakan bentuk, membedakan berbagai bentuk geometrik melalui
rabaan
• Merasakan temperatur, memegang dan membedakan suhu botol-botol
kecil yang diisi air dingin, hangat, dan panas.
• Merasakan bobot, membedakan berat beberapa benda.
• Mencium bau , membedakaan bau cengkeh, cuka, kayu manis, dsb.
• Menjiplak pola ,menjiplak bentuk huruf dan angka

Strategi untuk mengembangkan Integrasi Sistem Perseptual


Banyak anak yang kesulitan belajar karena tidak dapat melakukan transfer
informasi dari suatu sistem perseptual ke sistem perseptual yang lain. Transfer
informasi yang mencakup integrasi dan aktivitas :

• Visual ke Auditoris, meminta anak melihat suatu pola titik-titik dan


garis-garis; kemudian menyuruh anak meniru pola tersebut dalam bentuk
ritmis pada drum.
• Auditoris ke Visual, meminta anak mendengarkan irama ritmis dan
memilih salah satu pola visual titik dan garis yang sesuai dari beberapa
pilihan.
• Auditois ke Motorvisual, mendengar irama ritmis dan mengalihkan pada
visual dengan menulis pasangan titik dan garis.
• Auditoris – verbal ke motor, memerintah anak untuk melakukan gerakan-
gerakan tertentu
• Taktil –Visualmotor, meraba bentuk dan menggambarkan bentuk
• Auditoris ke Visual, mendengar bunyi benda dan menunjukkan
gambarnya

*(Disarikan dari Internal Training Al Furqon Palembang)

4. Strategi untuk mengembangkan Integrasi Sistem Perseptual


Banyak anak yang kesulitan belajar karena tidak dapat melakukan transfer
informasi dari suatu sistem perseptual ke sistem perseptual yang lain.
Transfer informasi yang mencakup integrasi: Aktivitas
Visual ke Auditoris Meminta anak melihat suatu pola titik-titik dan garis-garis;
kemudian menyuruh anak meniru pola tersebut dalam bentuk ritmis pada drum.
Auditoris ke Visual Meminta anak mendengarkan irama ritmis dan memilih
salah satu pola visual titik dan garis yang sesuai dari beberapa pilihan.
Auditois ke Motorvisual Mendengar irama ritmis dan mengalihkan pada visual
dengan menulis pasangan titik dan garis.
Auditoris – verbal ke motor Memerintah anak untuk melakukan gerakan-
gerakan ttt
Taktil –Visualmotor Meraba bentuk dan menggambarkan bentuk tsb.
Auditoris ke Visual Mendengar bunyi benda dan menunjukkan gambarnya

http://salamahazhar.wordpress.com/2010/01/26/perkembangan-motorik-dan-
perseptual-untuk-anak-usia-dini-bagian-2/
Psikologi Pendidikan

(kesulitan bahasa dan penangananya)


Tugas kelompok Diskusi

Semester II/2009

Disusun Oleh

Subandri : 0829048

Yani :
0829038
Asep :
0829049

Dosen Pembimbing

Amida. M.A

Fakultas Tarbiyah

IAIN Raden Fatah Palembang

2009
Pendahuluan

Bahasa merupakan factor kepentingan dalam kehidupan kita karenqa melalui


bahasa kita bias menyampaikan pendapat, kritik dan melalui bahasa pula kita
kita dapat berinteraksi dan berkumunikasi dengan lingkungan

Dalam zaman era globalisasi ini tak sedikit anak mengalami kesulitan
dalam berbahasa sehingga anak tersebut sulit untuk menyampaikan pendapatnya
karena bahasa yang dipakainya yang tidak semua orang mengerti apa yang
dihendakinya

Disini kami akan membahas factor apa saja yang dapat mempengaruhi anak
dalam kesulitan bahasa dan bagaimana penanngannya agar anak tersebut dapat
menggu7nakan bahasanya yang baik dan benar sehinggah semua orang dapat
mengerti
apa yang sampaikannya.
A. Kesulitan
Belajar Bahasa (Disfasia )

Disfasia adalah ketidak mampuan atau keterbatasan kemampuan untuk


menggunakan symbol linguistic untuk berkumunikasi secara verbal. Karena
bahasa
nerupakan salah satu kemampuan terpenting manuasi yang memungkinkan ia
unggul
atas makhluk-makhluk lain dimula bumi. Bahasa juga merupakan suatu system
komunikasi yang terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca, dan menulis.

B. Factor
kesulitan bahasa

Ada
beberapa penyebab kesulitan belajar bahasa yaitu;

1.
Kekurangan Kogritif
Ada tuju jenis kekurangan
kogritif yaitu

a. Kesulitan memahami dan membedakan makna bunyi


wicara
b. Pembentukan konsep dan pengembangannya kedalam
unit-unit simantik
c. Mengklasifikasikan kata
d. Mencari dan menetapkan kata yang ada hubungannya
e. Memahami saling keterkaitan antara masalah, proses,
dan aplikasinya
f. Perubahan makna atau transformasi simantik
g. Menangkap makna secara penuh (implikasi semantic)

Berikut ini akan


dijelaskan satu persatu

a. Kesulitan memahami dan membedakan makna bunyi


wicara.

Kondisi semacam itu menyebkan anak mengalami kesulitan


untuk merangkai fonem, segmentasi bunyi, membedakan nada, mengatur
kenyaringan,
dan mengatur durasi bunyi
b. Kesulitan Pembentukan konsep dan pengembangannya
kedalam unit-unit simantik. Banyak diantara anak-anak berkesulitan
belajar
yang memiliki masalah dalam pembentukan konsep dan dalam
menghungkan unit-unit
semantic.

Contoh; anak berkesulitan belajar mungkin hanya memiliki satu makna


tentang “puasa”, yaitu tidak mqakan dan minum pada waktu siangh hari

c. Mengklasifikasikan kata

Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam


mengelompokan
kata-kata. Jika mereka berhadapkan pada kata-kata seperti bayam,
kangkung,
selada, dan seledri, dan yang seharusnya
dikelompokan sebagai sayuran, tetapi mereka mengelompokan atas warna,
yaitu
hijau

d. Mencari dan menetapkan kata yang ada hubungannya

Kesulitan ini diduga berkaitan dengan adanya kesulitan dalam


pemprosesan
bahasa auditoris. Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan
dalam
bercerita dan penjelasan mereka sering tidak tersusun secara baik dan
benar

e. Perubahan makna atau transformasi simantik

Suatu informasi disampaikan melalui kata-kata dengan cara yang


berbeda-beda, tergantung pada hubungan, peranan, atau kebermaknaan
ucapan. Kata
lembut misalnya, mungkin menjelakan tentang tekster, warna, volume atau
mungkin
tentang gerakan

f. Menangkap makna secara penuh (implikasi semantic)

Tingkat kemampuan tertinggi untuk memahami bahasa adalah


kemampuan
menangkap informasi yang diimplikasikan yang tidak dinyatakan secara
jelas,
anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam memahami
pepata,
cerita perumpamaan, dongeng, atau mitos. Akibat dari kekurangan dalam
bidang
implikasi sematik tersebut, maka anak berkesulitan belajar juga
mengalami
keulitan untuk memahami humor

2.
Kekuranngan dalam memori

Hasil-hasil penelitihan menunjukkan bahwa anak


berkesulitan belajar sering memperlihatkan kekurangan dalam memori
auditoris
dapat menimbulkan kesulitan dalam memproduksi bahasa, khusus dalam
mengulang
urutan fonem, mengingat kembali kata-kata , mengingat symbol, dan
memahami
hubunngan sebab akibat

3.
Kekurangan kemampuan Menilai

Penilaian merupakan bagian integral dari proses bahasa krena menjadi


jembatan antara pemahaman dengan produk bahasa, karena anak berkesulitan
belajar belajar sering memiliki kesulitan dalam menilai kemantapan atau
kejanggalan
arti dari suatu kata baru terhadap informasi yang telah mereka peroleh
sebelumnya
4.
Kekurangan Kemampuan Produksi Bahasa

Produksi bahasa akan dipermudah oleh adanya kemampuan mengingat,


prilaku
efektif dan psikomotorik yang baik

5.
Kekurangan Fragmatik

Anak berkesulitan bahasa umumnya kurang persuasive dalam percakapan,


dan kekurangan mampu
mengatur cara berdialog dengan orang lain

C. Penanganannya

1. Difa expresif

Difisa expresif ia sebenernya tidak mengalami masalah dalam pemahaman


bahasa tetapi sulit mengekspresikan kata secara verbal. Adapun penanganannya
dengan cara sebagai berikut:

a) Meluruskan
bicara, tidak membiarkan kesalahan ucapan, contoh “ atu adi ompat”, abel
biara
seperti itu guru paham makudnya, tetapi guru harus langsung meluruskan
denngan
pelan-pelan sehingga abel akan belajar pengucapan yang benar “aku tadi
lompat”
b) Memperlihatkan
mimic wajah dan bibir saat bicara, saat berkumunikasi denngan anak disfasia
ekspresif, guru atau
orang tua dan anak saling berhadapan dan guru menuntunnya untuk bicara
pela-pelanmengerti

c) Mengajarkan
keterampilan lidah dan mulut

Melatih anak disfesia ekspresif dengan senam mulut beberapa menit setiap
hari dengan cara meletakan dua jari diatas mulut lalu diputar-putar jarinya,
kemudian bergantian jari tangan dipindahkan kebawah bibir dan dilakukan
gerakan
yang sama, sedangkan latihan lidah dapat dilakukan dengan menekuk lidah
keatas
dan kebawah

d) Memberikan
dorongan

Memperikan penghargaan berupa dorongan atau pujian yang tidak berlebihan


ketika ia bias mengucapkan hal yang jelas dan benar. Contoh; Fahri anak kelas
1
SD. Ia mengalami kesulitan dalam berbahasa dalam berbahasa verbal

2. Disfasia
Reseptip

Disfasia Reseptip, ia
dapat mendengnarkan kata-kta yang diucapkan orang lain, tetapi tidak mengerti
apa maksud dari kata-kata yang didengar tersebut karena gangguan dalam
memproses stimulasi yang masuk. Untuk dapat membantu paenderita Disfasia
Reseptip untuk memahami makna dari suatu kata. Latihan-latihan yang dapat
dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut;

a. Menerangkan Arti Setiap Kata kepada Anak

Bisa jadi selama ini, dirumahnya, anak penderita disfasia resepif tidak
diajarkan apaarti dari setiap kata-kata yang ia dengar. Misalnya bagaimana
mengambil, bagaimana menaruh, dan bagaimana istirahat.

b.
Memandang Anak Saat Bicara

Hadapkan wajah kepada anak dalam posisi face, dan pegang pundaknya
dengan penuh perhatian saat berbicara
denganya.

c.
Bicaralah denganPelan-pelan dan Singkat

Jika untuk memahami satu kata saja ia sudah cukup sulit, jangan terlalu
panjang dalam memberikan arahan kepadanya akan membuat jaringan di
otaknya yang
mengolah stimulus yang masuk akan makin kacau sehingga membuatnya
“nggak
nyambung”. Untuk mengajak anak mengalami gangguan mengolah stimulus
agar bias
duduk dikursi, cukup mengucapkan, “Fahri bisa duduk?”. Akan menjadi
sangat
membingingkan anak ketika mengarahkannya untuk duduk dengan cara
seperti ini,
“Fahri, kalau belajar duduk ya, lihat teman-temannya semua duduk kan?”.

KEIMPULAN
Kesulitan
belajar bahasa atau distasi adalah: ketidak mampuan atau keterbatasan
kemampuan
untuk menggunakan symbol ungustik untuk berkomunikasi secara verbal.

Ada lima penyebab kesulitan dalam belajar bahasa:

1.
Kekurangan kognitif

2.
Kekurangan dalam memory

3.
Kekurangan kemampuan melakukan evaluasi

4.
kekurangan dalam memproduksi bahasa

5.
kekurangan fragmatik

Cara penangannya
Jika anak
berkesulitan dalam menyampaikan kata-kata ;

1.
Meluruskan bicara

2.
Memperlihatkan mimik wajah dan bibir saat bicara

3.
Mengajarkan keterampilan lidah dan mulut

4.
Memberikan dorongan

Jika anak
berkesulitan dalam memahami makna dari suatu karya;

1.
Menerangkan arti setiap kata kepada anak
2.
memandang anak saat berbicara

3.
berbicaralah dengan pelan-pelan dan singkat.

http://zanikhan.multiply.com/profile

Prev: INTERAKSI SOSIAL DALAM DINAMIKA KEHIDPAN SOSIAL


Next: HUBUNGAN ANTARA KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/4776

didukung oleh

Selasa, 16 Maret 2010


APA ITU FONOLOGY

Apa Itu Fonologi


By : Abdul Wahid Ola
Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan
distribusinya.
Fonologi berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi
fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafazkan. Fonetik juga mempelajari
cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan
bahasa
I. Apa itu fonologi?
Fonologi adalah studi tentang sistem bunyi bahasa. Ini adalah sebuah daerah yang
luas teori bahasa dan sulit untuk berbuat lebih banyak pada kursus bahasa umum
daripada pengetahuan memiliki garis besar tentang apa yang termasuk. Dalam
ujian, Anda mungkin akan diminta untuk mengomentari teks yang Anda lihat
untuk pertama kalinya dalam berbagai bahasa deskripsi, yang mungkin menjadi
salah satu fonologi. Pada satu ekstrem, fonologi berkaitan dengan anatomi dan
fisiologi - organ-organ pembicaraan dan bagaimana kita belajar untuk
menggunakannya. Pada ekstrem lain, fonologi nuansa ke sosio-linguistik seperti
yang kita mempertimbangkan sikap sosial untuk fitur suara seperti aksen dan
intonasi. Dan bagian dari subjek yang bersangkutan dengan tujuan menemukan
cara-cara standar rekaman pidato, dan mewakili secara simbolis ini.
Untuk beberapa jenis studi - mungkin sebuah penyelidikan bahasa ke dalam
perkembangan fonologi anak kecil atau variasi regional dalam aksen, Anda akan
perlu menggunakan transkripsi fonetik untuk menjadi kredibel. Tetapi hal ini
tidak perlu di semua jenis studi - dalam ujian, Anda mungkin prihatin dengan efek
gaya suara di iklan atau sastra, seperti asonansi, sajak atau Onomatope - dan Anda
tidak perlu menggunakan simbol fonetik khusus untuk melakukan hal ini .
Sistem fonologis bahasa mencakup.
• inventarisasi suara dan fitur mereka, dan
• aturan yang menentukan bagaimana suara berinteraksi satu sama lain.
Fonologi hanyalah salah satu dari beberapa aspek bahasa. Hal ini terkait dengan
aspek-aspek lain seperti fonetik, morfologi, sintaksis, dan pragmatik.
Berikut adalah sebuah ilustrasi yang menunjukkan tempat fonologi dalam
berinteraksi tingkat hierarki dalam linguistik:

II. Fisika dan fisiologi pidato


Manusia dibedakan dari primata lain dengan memiliki aparat untuk membuat
suara pidato. Tentu saja sebagian besar dari kita belajar untuk berbicara tanpa
pernah tahu banyak tentang organ-organ ini, kecuali dalam samar-samar dan
pengertian umum - sehingga kita tahu bagaimana flu atau sakit tenggorokan
mengubah kinerja kita sendiri. Bahasa ilmuwan memiliki pemahaman yang sangat
rinci tentang bagaimana tubuh manusia menghasilkan suara pidato. Pergi ke satu
sisi subjek yang luas mengenai bagaimana kita memilih ucapan-ucapan tertentu
dan mengidentifikasi suara kita butuhkan, kita dapat berpikir lebih sederhana
mengenai bagaimana kita menggunakan paru-paru untuk bernapas keluar udara,
menghasilkan getaran dalam laring dan kemudian menggunakan lidah, gigi dan
bibir untuk memodifikasi suara. Diagram di bawah menunjukkan beberapa pidato
yang lebih penting organ.
Diagram seperti ini membantu kita untuk memahami apa yang kita amati pada
orang lain tetapi kurang berguna dalam memahami pembicaraan kita sendiri. Para
ilmuwan sekarang dapat menempatkan kamera kecil ke dalam mulut subyek
eksperimental, dan mengamati beberapa gerakan fisik yang menyertai pidato.
Tapi kebanyakan dari kita menggerakkan organ-organ vokal oleh refleks atau rasa
suara kita ingin memproduksi, dan tidak mungkin manfaat dari gerakan menonton
di lipatan vokal.
Diagram adalah penampang disederhanakan melalui kepala manusia - yang kita
tidak bisa melihat dalam kenyataan dalam hidup pembicara, walaupun mungkin
simulasi pelajaran. Tapi kita mengamati beberapa tanda-tanda eksternal bunyi
ujaran terlepas dari apa yang kita dengar.

Beberapa orang memiliki kemampuan untuk menafsirkan sebagian besar ucapan-


ucapan seorang pembicara dari bibir-membaca. Tetapi lebih banyak lagi memiliki
rasa ketika bibir-gerakan atau tidak sesuai dengan apa yang kita dengar - kita
menyadari ini ketika kita menonton sebuah film dengan dialog dijuluki, atau
siaran TV di mana suara tidak disinkronkan dengan apa yang kita lihat.
Diagram juga dapat berguna dalam kaitannya dengan deskripsi dari suara -
misalnya menunjukkan di mana aliran udara yang terbatas untuk menghasilkan
frikatif, baik di langit-langit, alveolar ridge, gigi atau gigi dan bibir bersama-sama.
Speech terapis memiliki kerja yang sangat rinci pengetahuan tentang manusia
fisiologi pidato, dan latihan dan obat untuk mengatasi kesulitan sebagian dari kita
jumpai dalam berbicara, tempat ini memiliki penyebab fisik. Pemahaman tentang
anatomi juga berguna untuk berbagai macam ahli yang melatih orang untuk
menggunakan suara mereka dalam cara yang khusus atau tidak biasa. Ini akan
mencakup suara menyanyi guru dan pelatih untuk aktor, serta bahkan lebih khusus
pelatih yang melatih aktor untuk menghasilkan suara pidato varietas asing sampai
sekarang bahasa Inggris atau bahasa lainnya. Pada tingkat yang lebih mendasar,
saya guru di sekolah Perancis bersikeras bahwa kami (murid-muridnya) dapat
menghasilkan suara vokal tertentu hanya dengan mulut kita lebih terbuka daripada
kita akan merasa perlu untuk melakukan ketika berbicara bahasa Inggris. Dan
kaku bibir atas secara harfiah adalah sangat membantu jika seseorang ingin
meniru suara pidato Ratu Elizabeth II.
Jadi apa yang terjadi? Biasanya kita menggunakan udara yang bergerak keluar
dari paru-paru (pulmonal egressive udara) untuk berbicara. Kita mungkin
menghentikan sebentar bernapas dalam, atau mencoba menggunakan ingressive
udara - tetapi ini mungkin menghasilkan pidato yang tenang, yang jelas pendengar
kita. (David Crystal catatan bagaimana seimbang biasanya siklus pernapasan
diubah oleh pidato, sehingga kita hirup perlahan-lahan, dengan menggunakan
udara untuk berbicara, dan bernapas dengan cepat, dalam rangka untuk terus
berbicara). Dalam bahasa lain selain bahasa Inggris, pembicara juga dapat
menggunakan pulmonal non-suara, seperti klik (ditemukan di Afrika Selatan) atau
glottalic suara-suara (ditemukan di seluruh dunia). Dalam pangkal tenggorokan,
yang vokal lipatan mendirikan egressive getaran di udara. Udara getar melewati
rongga lebih lanjut yang dapat memodifikasi suara dan akhirnya yang
diartikulasikan oleh pasif (tak bergerak) artikulator-artikulator - langit-langit
mulut yang keras, alveolar ridge dan gigi atas - dan yang aktif (mobile)
artikulator-artikulator. Ini adalah faring, yang velum (atau langit-langit lunak),
rahang dan gigi lebih rendah, bibir dan, di atas semua, lidah. Hal ini sangat
penting dan sangat fleksibel organ, bahwa bahasa ilmuwan mengidentifikasi
daerah berbeda lidah berdasarkan nama, karena ini terkait dengan suara tertentu.
Bekerja ke luar ini adalah:
• bagian belakang - yang berlawanan dengan langit-langit lunak
• pusat - yang berlawanan dengan titik pertemuan keras dan langit-langit lunak
• depan - berlawanan dengan langit-langit keras
• pisau - daerah yang runcing menghadap punggung gigi
• ujung - ujung ekstrem lidah
Pertama ketiga (belakang, tengah dan depan) yang dikenal bersama sebagai
dorsum (yang dalam bahasa Latin untuk "tulang punggung" atau "tulang
punggung")
III. Models of fonologi
Model yang berbeda memberikan kontribusi fonologi pengetahuan kita tentang
fonologi representasi dan proses:
• Dalam fonemik klasik, fonem dan kemungkinan kombinasi yang sentral.
• Dalam fonologi generatif standar, fitur khas pusat. Sebuah aliran pidato
digambarkan sebagai urutan linier diskrit suara-segmen. Setiap segmen terdiri dari
fitur yang terjadi secara simultan.
• Dalam model non-linear dari fonologi, aliran pidato direpresentasikan sebagai
multidimensional, bukan hanya sebagai urutan linier segmen suara. Ini model
non-linear tumbuh dari fonologi generatif:

1.1. Fonetik
Menurut urutan proses terjadinya:
Fonetik artikulatoris
Fonetik akustik
Fonetik auditoris
1. Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis/fonetik fisiologis
Mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam
menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Dan
fonetik artikulatoris adalah jenis fonetik yang paling berurusan dengan dunia
linguistik karena fonetik ini berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi
bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia.
2. Fonetik akustik memperlajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau
fenomena alam. Bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getarannya, amplitudonya,
intensitasnya dan timbrenya. Dan fonetik akustik ini lebih berkenaan dengan
bidang fisika.
3. Fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa
itu oleh telinga kita. Dan fonetik auditoris ini lebih berkenaan dengan bidang
kedokteran yaitu neurologi, meskipun tidak tertutup kemungkinan linguistik yang
juga bekerja dalam kedua bidang fonetik itu.
1.1.1. Alat Ucap
Dalam fonetik artikulatoris hal pertama yang dibicarakan adalah alat ucap
manusia yang menghasilkan bunyi bahasa. Sebenarnya alat ucap itu juga memiliki
fungsi utama lain yang bersifat biologis. Bunyi-bunyi yang terjadi pada alat-alat
ucap itu biasanya diberi nama sesuai dengan alat ucap itu namun disesuaikan
dengan nama latinnya, misalnya:
Pangkal tenggorokan (larynx) – laringal
Rongga kerongkongan (pharynx) – faringal
Pangkal lidah (dorsum) – dorsal
Tengah lidah (medium) – medial
Daun lidah (laminum) – laminal
Ujung lidah (apex) – apikal
Anak tekak (uvula) – uvular
Langit-langit lunak (velum)
Langit-langit keras (palatum)
Gusi (alveolum) – alveolar
Gigi (dentum) – dental
Bibir (labium) – labial
Selanjutnya sesuai dengan bunyi bahasa itu dihasilkan, maka harus kita
gabungkan istilah dari dua nama alat ucap itu. Misalnya, bunyi apikodental yang
gabungan antara ujung lidah dengan gigi atas.
1.1.2. Proses Fonasi
Terjadinya bunyi bahsa pada umumnya dimulai dengan proses pemompaan udara
keluar dari paru-paru melalui pangkal tenggorok ke pangkal tenggorok yang di
dalamnya terdapat pita suara. Supaya udara bisa keluar, maka pita suara harus
dalam keadaan terbuka.
Adanya empat macam pita suara yang berposisi yaitu (a) pita suara terbuka lebar,
(b) pita suara terbuka agak lebar (c) pita suara terbuka sedikit, (d) pita suara
tertutup rapat-rapat. Proses terjadinya bunyi bahasa disebut proses artikulasi dan
alatnya disebut artikulator. Artikulator aktif adalah alat ucap yang digerakkan.
Striktur adalah keadaan, cara atau posisi bertemunya artikulator aktif dan pasif.
Hasil satu proses artikulasi adalah bunyi tunggal atau bisa juga bunyi ganda.
Labialisasi dilakukan dengan membulatkan bentuk mulut. Palatilisasi dilakukan
dengan menaikkan bagian depan lidah. Velarisasi dilakukan dengan cara
menaikkan belakang lidah ke arah langit-langit lunak. Faringalisasi dilakukan
dengan cara menarik lidah ke arah belakang ke dinding faring.
1.1.3. Tulisan Fonetik
Tulisan yang dibuat untuk studi fonetik biasanya menggunakan aksara latin
dengan menambahkan tanda diakritik dan modifikasi pada huruf latin itu. Dalam
tulisan fonetik setiap huruf atau lambang hanya digunakan untuk melambangkan
satu bunyi bahasa.
Dalam tulisan fonetik setiap bunyi dilambangkan secara akurat artinya
mempunyai lambang sendiri, sedangkan dalam tulisan fonemik hanya perbedaan
bunyi yang signitif saja yakni membedakan makna, lambangnya pun berbeda. Dan
tulisan ortografi adalah tulisan yang umum ada dalam masyarakat.
1.1.4. Klasifikasi Bunyi
Pada umumnya bunyi bahasa dibedakan atas vokal dan konsonan. Bunyi vokal
dihasilkan dengan pita suara terbuka sedikit. Bunyi konsonan terjadi setelah arus
udara melewati pita suara yang terbuka sedikit atau agak lebar. Jadi, beda
terjadinya bunyi vokal dan konsonan adalah arus udara dalam pembentukan bunyi
vokal, setelah melewati pita suara tidak mendapat hambatan apa-apa sedangkan
dalam pembentukan bunyi konsonan arus udara itu masih mendapat hambatan
atau gangguan.
1. Klasifikasi Vokal
Bunyi vokal biasanya diklasifikasikan dan diberi nama berdasarkan posisi lidah
dan bentuk mulut. Posisi lidah bisa bersifat vertikal bisa bersifat horizontal.
Secara vertikal dibedakan adanya vokal tinggi (I dan u), vokal tengah (e dan o)
dan vokal rendah (a). Secara horizontal dibedakan adanya vokal depan (i dan e),
vokal pusat (ә), dan vokal belakang (u dan o).
2. Diftong dan Vokal Rangkap
Disebut diftong atau vokal rangkap karena posisi lidah ketika memproduksi bunyi
ini pada bagian awalnya dan bagian akhirnya tidak sama. Diftong sering
dibedakan berdasarkan letak atau posisi unsur-unsurnya, sehingga dibedakan
adanya diftong naik dan diftong turun. Diftong naik atau diftong turun ditentukan
berdasarkan kenyaringan (sonoritas) bunyi itu.
3. Klasifikasi Konsonan
Bunyi konsonan dibedakan berdasarkan tiga patokan atau kriteria yaitu posisi pita
suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. Sedangkan berdasarkan posisi pita
suara dibedakan adanya bunyi bersuara dan tak bersuara.
Berdasarkan tempat artikulasinya, konsonan dibedakan menjadi:
a. Bilabial yaitu konsonan yang terjadi pada kedua belah bibir (b, p, m)
b. Labiodental yaitu konsonan yang terjadi pada gigi bawah dan gigi atas (f, v)
c. Laminoalveolar yaitu konsonan yang terjadi pada daun lidah dan gusi (t, d)
d. Dorsovelar yaitu konsonan yang terjadi pada pangkal lidah dan velum/langit (k,
g)
Berdasarkan cara artikulasinya, konsonan dibedakan menjadi:
a. Lambat (letupan, plosif, stop) disini artikulator menurup sepenuhnya (p, b, t, d,
k, g)
b. Geseran atau frikatif, disini artikulator aktif mendekati artikulatif pasif (f, s, z)
c. Paduan atau frikatif, disini artikulator aktif menghambat sepenuhnya aliran
udara (c, j)
d. Sengaran atau nasal, disini artikulator menghambat sepenuhnya aliran udara
melalui mulut (m, n, η )
e. Getaran atau trill, disini artikulator aktif melakukan kontak beruntun dengan
pasif (r)
f. Sampingan atau lateral, disini artikulator aktif menghmbar aliran udara pada
bagian tengah mulut (l)
g. Hampiran atau aproksiman, disini artikulator aktif dan pasif membentuk ruang
yang mendekati posisi terbuka seperti dalam pembentukan vokal (w, y).
1.1.5. Unsur Suprasegmental
Arus ujaran adalah suatu runtunan bunyi yang sambung menyambung dan yang
dapat disegmentasikan disebut bunyi segmental, sedangkan yang berkaitan
dengan keras lembut, panjang pendek dan jeda disebut suprasegmental atau
prosodi.
1. Tekanan atau stres
Tekanan menyangkut masalah keras lunaknya bunyi dalam bahasa Inggris,
tekanan bisa distingtif (dapat membedakan makna) tapi dalam bahasa Indonesia
tidak.
2. Nada dan Pitch
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Nada ini dalam bahasa-
bahasa tertentu bisa bersifat fonemis maupun nonfonemis. Dalam bahasa-bahasa
bernada atau tonal ini bersifat morfemis. Disini dikenal adanya lima macam nada:
Nada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi. Nada dalam bahasa-bahasa
tertentu bisa bersifat fonemis maupun morfemis, tetapi ada juga yang tidak.
Dalam bahasa tonal ada lima macam nada, yaitu:
a. Nada naik atau meninggi, tandanya/ . . . /
b. Nada datar, tandanya/ . . . /
c. Nada turun atau merendah, tandanya / . . . /
d. Nada turun naik, tandanya / . . . /
e. Nada naik turun, tandanya/ . . ./
3. Jeda atau Persendian
Jeda atau persendian berkenaan dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Biasanya
dibedakan atas sendi dalam/internal juncture (menunjukkan batas antara satu
silabel dan silabel lain, biasanya diberi tanda (+) dan sendi luar/ open juncture
(menunjukkan batas yang lebih besar dari silabel) biasanya dibedakan menjadi
jeda antar kata dalam frase (/), jeda antar frase dalam klausa (//), jeda antar
kalimat (#).
1.1.6. Silabel
Silabel atau suku kata adalah satuan ritmis terkecil dalam suatu arus ujaran atau
runtutan bunyi ujaran. Yang dapat disebut bunyi silabis atau puncak silabis adalah
bunyi vokal. Namun secara ritmis, sebuah konsonan juga dapat menjadi puncak
silabis. Bunyi yang sekaligus dapat menjadi onset dan koda pada dua buah silabel
yang berurutan disebut interlude. Dan onset adalah bunyi pertama pada sebuah
silabel.
1. Beep Diphthong

Produced with the quality of the tongue position changes, up and down.
According to Daniel Jones in Yulianto (1988:39) there are 3 kinds of diphthongs:

1. Rising diphthongs (rishing diphthong), occurs when the tongue rises when
produced. As I say the first vowel is lower than the last vowel.

Diphthong / ai / at the beach, / au / in Receptions, / oi / in the breeze

2. Diphthongs falling (falling diphthong), as the tongue moves produce decreases.


Not found in the Indonesian language, but in Javanese language.

Diphthong / ua / in uadoh (so far), / uє / on uenteng (very light), / uo / in duawa


(very long), / uә / on guedhe (very large).

3. Diphthongs converged (centring diphthong), the tongue to the tongue to the


position of the vocal produces medium-middle (center). There are in English. / iә /
on the ear (ear), / ua / to the poor (poor), / єә / on there (there), / Oә / on the floor
(floor)

4.

2. Classification of Consonants and Alofonnya

Consonants produced by blocking the air as pembentukanya. Consonant


distinction is determined by three factors: the state of the vocal cords, the
approach said equipment, and how articulation.

a. Based on the state of the vocal cords:

1. Consonant sound (voice consonant), the vocal cords vibrate. The vocal cords in
a close and stretched, so that the resulting heavy sound .. voiced consonant
phonemes / b /, / m /, / w /, / d /, / z /, / n /, / r /, / l /, / j /, / n /, / y /, / g / , and / ŋ /

2. Voiceless consonants (voiceless consonant), the vocal cords are weak in the
resonance. Meranggang vocal cords, so that air easily enter.

Consonant / p /, / f /, / t /, / s /. / C /, / ś /, / k /, / x /,/?/, and / h /. Can be proved by


way of closing the hole ears as saying.

b. Based on the area of articulation:

1. Bilabial consonants produced by bringing the lower lip upper lip. Consonant / p
/, / b /, / m /, / w /.

2. Consonant labiodental, articulator is the lower lip (labium) with the teeth on the
articulation point (thud). Consonants / f /, / v /

3. Apikodental consonants, resulting tip of the tongue (apex) with a thud (upper
teeth). Consonant / n /, / t /, / d /

4. Apikoalveolar consonants, between the tip of the tongue with teeth curved legs
(alveolum). Consonant / t /, / d /, / l /, / r /

5. Laminoalveolar consonants, the tongue leaves (laminae) alveolum touch. / z /


and / s /

6. Palatal consonants, the tongue (the media) touched the palate (hard palate).
Consonant / c /, / j /, / ś /, / y /, / n /

7. Velar consonants, the tongue (the dorsum) with vellum (soft palate). Consonant
/ k /, / g, / x /, /, and / ŋ /

8. Glottal consonant, glottis in keadaa narrow (closed). Consonant stop /? /, And /


h/

c. Based on the way articulation

1. Obstruent (stop), which is produced by air currents tightly closed so that air
immediately stopped, and then released suddenly. The first stage (closure) is
called implosive, for example: / p / on the roof (implosif stop), and / p / on the nail
(explosive)

Another stop the sound: / b /, / t /, / d /, / k /, / g /,/?/

2. Afrikatif consonant (choir), the sound produced by air currents sealed, then
released gradually Seara. For example: / c /, / j /

3. Fricative consonant (sliding), the sound generated by the flow of air so that air
can still flow out. For example: / f /, / v /, / s /, / z /, / s /, / x /
4. Consonant TRIL (vibration), by way of air currents closed dn repeatedly
opened quickly. For example: / r /

5. Consonant lateral (side), by way of closing the air flow so that air can exit
through one or both sides of the oral cavity. For example: / l /

6. nasal consonants (noses), air flow through the mouth tightly closed, so that the
flow through the oral cavity. Eg / m /, / n /, / n /, and / ŋ /

3. Consonant clusters (cluster)

Consonant cluster or clusters is a row of two or more consonants that belong to a


same syllable (Moelyono in Yulianto, 1988:55). Not all consonants can be
inserted row clusters / clustering. In the creature / maXIU? / Not including the
cluster, because these forms syllable is makh / max / and luk / Lu? /. While the
word mantra including clusters because the tribe katanyta is comfortable and tra. /
tr / natural single word.

Another Example: / pl / in a plastic, / g / in gra-FIK, / ns / trans-mi-gra-si / str / in


stra-te-gi, / cur / on-the script, / sw / the self-la-yan, / dw / bi-functional on-si

4. The tribe and the pattern

Part syllable words spoken in one breath. General syllable consists of several
phonemes. There is also the only consist of one phoneme. There is also a syllable
that is not part of the word, meaning a word that only consists of one syllable.
Such words are called monosilabik.

Always marked syllable of a vowel. Vowel syllables mark, the pronunciation is


always reveal loudness / sonoritas. This is the peak vowel syllables. Consonant
that precedes the vowel in a syllable is planted tribe (silaba onset) while the
ending consonant vowel called koda tribe (koda silaba)

1. peak rate: i-bu

2. peak tribe + koda tribes: in-tan

3. planted tribe + peak interest: ti-pack

4. planted tribe + tribe + koda peak rate: per-gi

Syllable ends with a peak rate / vocals called open interest, while the ending
syllable koda tribe / tribe called closing consonant.

Penyukuan pattern is not the same as beheading said. Penyukuan words associated
with the word as a unit while the sounds of language related to the execution said
the word as a unit of writing. Syllable pattern is typically marked with the symbol
"V" and "K" which denote the vowels and consonants. Indonesian consonants can
take the form:

1. a vowel (V): i-bu, i-a

2. one vowel and a consonant (VC): il-mu, ar-ti

3. a consonant and a vowel (KV): ar-ti, pak-sa

4. one consonant, one vowel and one consonant (KVK): per-lu, sa-lam

5. and the two consonants and one vowel (KKV): dra-ma

6. two consonants, one vowel and one consonant (KKVK): contract-tor


7. single consonant, a vowel, and two vowels (KVKK): text-til

8. three consonants and one vowel (KKKV): stra-te-gi

9. three consonants, one vowel and one consonant (KKKVK): the structure

10. two consonants, one vowel and two consonants (KKVKK): a complex

11. one consonant, one vowel and three consonants (KVKKK): corps

5. The sound of segmental and Suprasegmental

Segmental sounds refers to understanding the sounds that can disegmentasi / split.
Said mature example, can be disegmentasi / m /, / a /, / t /, / a /, / n /, / g /. Sounds
clearly shows the existence of phonemes. Thus, the actual language sounds that
have been previously described segmental sounds.

While the sound can not be segmented suprasegmental-segmenkan because the


presence of this noise is always accompanied, on top of, or accompany segmental
sounds. The sound of suprasegmental grouped several aspects:

(a) the tone / pitch (high-low)

In the narrative voice is not functional / not distinguish the meaning. Spoken
narrative musical, meaning the same as usual when spoken.

[I], [reading], [books] pronounced with any tone does not change the meaning.

(b) Pressure / accent


The pressure in the speech serves the purpose to distinguish the level of syntax
(sentence), but does not distinguish levels of meaning in the word (leksis).

Word [writing] when spoken to first silaba [to] remain the same when spoken
maknannya with emphasis on the second or third silaba. Tomorrow sentence
different from my friends went to Surabaya, can mean five possibilities.

1. Tomorrow my friend went to Surabaya = means not today or yesterday

2. Tomorrow my friend went to Surabaya = mean not my brother or someone else

3. Tomorrow my friend went to Surabaya = my friend is not your friend

4. Tomorrow my friend went to Surabaya = really want to go

5. Tomorrow my friend went to Surabaya = go to Surabaya is not to another city

(b) duration

Not functional in the level of words. The word [fell] short or long pronounced in
the first or second silaba same [ja: tuh] or [es: tu: h]

In penyagatan meaningful sentences. Watch out, falling [image: s / jatu: h], he


was very caring to me

(c) Pause (silence)

This gap was more functional when compared with other suprasegmental.

1.a. Child / mischievous officials had dimejahijaukan = bad is the official


b.Anak officials who had been naughty naughty = dimejahijaukan the officials'
children

2. a. He bought a book / history of the new new = history

b. He bought a book on the history / new = new book

In writing to distinguish opaque phrases meaning is given hyphen (-)

1.a. Child-officials who had been naughty dimejahijaukan

b. Children's officials have been naughty dimejahijaukan

2.a. He bought a new history book

b. He bought a new history book

(d) tone

In the study intonation, the sentence in the Indonesian language sentences can be
divided into news / declarative, sentence asked / interrogative, and imperative /
imperative

Declarative sentence intonation marked by flat-down. The house is now expensive

2 33 / 2 33 / 2 31, #

Interrogative sentence with a flat-rising intonation, expensive house now?

2 33 / 2 33 / 2 2-33, #
Imperative sentences with a high-level intonation. You are now here!

2 33 / 2 33 / 3 33, #

6. Phonemic

Phoneme is a unit of sound terkecel a language that serves to distinguish meaning.


To find out, it should compare with other forms.

Linguistic form [bar] can be split into [p], [a], [l], [a], [n], [g]. fifth linguistic form
has no meaning. If [p] is replaced with other forms, eg [m] on the poor, [d] the
mastermind, and [g] on the shore, proved phonemes [p] serves to distinguish
meaning.

Couple Fonemisasi and 6.1 Minimal

Is a procedure to find Fonemisasi phonemes in a language. Aimed at creating


practical Fonemisasi spelling (orthography) of a language.

Fonemisasi stages: preparation (Arranging), comparisons (Comparing), and


merging (combining).

For example in the words: raw, pocket books, new, and trays organized and
compared, for example:

Raw raw raw raw

New book pocket tray

/b//s//a//u//k//r//u//i/
In the merger in the phoneme / b /, / s /, / a /, / u /, / i /, / k /, / r /.

Couple Minimal / minimal pairs is a set of words that have the same phoneme
jumlag, also the same type of phonemes, except different phonemes in the same
order, whereas a different meaning.

Example: round match data

coco father's chest?

funds b, p k,?

t, d, n

6.2 Distribution of Complementary and Free Variations

Sounds phonetically similar if complementary berdistribusi is a phoneme.


Example: a / k / at the nail and / k / at maki phonetically identical Seara. The
sound / k / the first classified as affected by the back velar vowel sound / u /, and
the sound / k / a second front velar classified as affected vowel / i /. also on / y / at
the and the.

Free variation are the sounds that are phonetically similar, if it can replace each
other in a word and does not cause changes in meaning. This is a phoneme. This is
in languages that have several dialects.

For example: egg patur fighting hole

priest holes eggs Joang

6.3 Phonemes and Phoneme Distribution


There are six vowel phonemes (monophthong) in Indonesian: / i /, / e /, / ә /, / u /, /
a / and, / o /

There is a diphthong (double vowel), the / ay /, / aw, and / oy / and the consonants
include: / y /, / w /, / l /, / p /, / b /, / f /, / m / , / t /, / d /, / c /, / j /, / s /, / z /, / r /, /
n /, / n /, / ś /,/?/,/ k /, / g /, / X /, / ŋ /, and / h /

Case / f / and / y / in the second Indonesian spelling symbol / grapheme is used.


However, the letter / grapheme that represents a phoneme, namely / f /. Such as
written words or variations fariasi would not cause different meaning. Same with /
q / and / k / is represented in a single phoneme / k /
Diposkan oleh arif oLa di 4:48 PM
http://arolbunda.blogspot.com/2010/03/apa-itu-fonology.html

Вам также может понравиться