Вы находитесь на странице: 1из 4

BIODATA

Nama : Sutomo (Bung Tomo)

Lahir : Surabaya, 3 Oktober 1920

Wafat : Makkah, 7 Oktober 1981

Ayah : Kartawan Tjiptowidjojo

Jabatan Penting : Menteri Negara Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 24 Maret
1956)

BIOGRAFI

Sutomo (Surabaya, 3 Oktober 1920 – Makkah, 7 Oktober 1981) atau Bung Tomo adalah
pahlawan yang terkenal karena peranannya dalam membangkitkan semangat rakyat untuk
melawan kembalinya penjajah Belanda melalui tentara NICA dan berakhir dengan peristiwa
pertempuran 10 November 1945 yang hingga kini diperingati sebagai Hari Pahlawan. Sutomo
pernah bekerja sebagai pegawai pemerintahan, ia menjadi staf pribadi di sebuah perusahaan
swasta, sebagai asisten di kantor pajak pemerintah, dan pegawai kecil di perusahan ekspor-impor
Belanda. Ia juga pernah bekerja sebagai polisi di kota Praja dan pernah pula menjadi anggota
Sarekat Islam, sebelum ia pindah ke Surabaya dan menjadi distributor untuk perusahaan mesin
jahit “Singer”.

Pada usia 12 tahun, Sutomo meninggalkan pendidikannya di MULO karena ia harus melakukan
berbagai pekerjaan untuk mengatasi masalah ekonomi keluarga. Kemudian ia menyelesaikan
pendidikan HBS melalui korespondensi, namun tidak pernah resmi lulus. Sutomo kemudian
bergabung dengan KBI (Kepanduan Bangsa Indonesia). Pada usia 17 tahun, ia berhasil menjadi
orang kedua di Hindia Belanda yang mencapai peringkat “Pandu Garuda”. Sutomo pernah
menjadi seorang jurnalis. Kemudian ia bergabung dengan sejumlah kelompok politik dan sosial.
Ia terpilih pada tahun 1944 menjadi anggota Gerakan Rakyat Baru. Bulan Oktober dan
November 1945, ia berusaha membangkitkan semangat rakyat pada saat Surabaya diserang oleh
tentara NICA dengan seruan-seruan pembukaannya di dalam siaran-siaran radio yang penuh
dengan emosi.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Sutomo pernah aktif dalam politik pada tahun 1950-an. Namun
pada awal tahun 1970-an, ia berbeda pendapat dengan pemerintahan Orde Baru. Ia berbicara
keras terhadap program-program presiden Soeharto sehinga pada 11 April 1978 ia ditahan oleh
pemerintah selama setahun karena kritik-kritiknya yang keras. Pada tanggal 7 Oktober 1981,
Sutomo meninggal dunia di Makkah, ketika sedang menunaikan ibadah haji. Jenazah Bung
Tomo dibawa kembali ke Indonesia dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Ngagel,
Surabaya”.

Keterangan buku :
Judul Buku : Bung Tomo, Suamiku

Pengarang : Ny. Hajjah Sulistina Sutomo

Penerbit : PT. Pustaka Sinar Harapan

Tahun terbit : 1995

Tebal Buku : 184 halaman

Sesuai dengan judulnya, buku ini merupakan catatan atau kisah yang
dialami oleh Sutomo (Bung Tomo), yang ditulis oleh istri beliau sendiri
(Sulistina Soetomo). Di dalam buku ini mengisahkan sebuah peristiwa yang
selalu dikenang di Indonesia, pertempuran 10 November 1945. Buku ini
sebenarnya pernah diterbitkan pada tahun 1950, kemudian di tahun 2008,
bulan November diterbitkan lagi oleh Visi media. Walaupun sudah diedit,
buku ini bisa menjadi rujukan dalam menulis Sejarah, apalagi tentang
Surabaya.Bung Tomo menceritakan tentang kronologis peristiwa-peristiwa
sebelum pertempuran heboh itu. Pada bagian awal dikisahkan pertemuan
beliau dengan seorang pejuang putri yang ikut ke medan perang sebagai
regu P3K yang selanjutnya akan menjadi istri dari Bung Tomo. Kemudian
dilanjutkan pada kedatangan pasukan payung Sekutu. Menyerahnya Jepang
terhadap sekutu ini menyebabkan kedatangan para orang-orang Belanda ke
Surabaya. Penduduk Surabaya tidak suka dengan perlakuan congkak orang-
orang Belanda itu. kemudian terjadilah Insiden bendera di Hotel Yamato.
Kedatangan Sekutu yang membonceng NICA tambah membuat gusar rakyat
Surabaya. Terjadilah pertempuran-pertempuran. Diplomasi antara
Pemerintah Indonesia dengan Sekutu dilakukan untuk menghentikan
tembak-menembak. Tapi ketika diplomasi Mallaby tewas. Tewasnya Mallaby
ini merupakan awal dari pertempuran dahsyat pada 10 November 1045.
Dalam buku ini juga menceritakan Bung Tomo yang mengalami
kegelisahan.Di Jakarta orang-orang Sekutu ”berkeliaran” dengan bebas,
sedangkan di Surabaya (Jawa Timur) sebaliknya. Sikap inilah yang
melahirkan gagasan untuk membentuk BPRI (Barisan Pemberontakan Rakyat
Indonesia). Disebutkan pula dengan jujur kalau Bung Tomo berbohong
kepada pemerintah Surabaya agar mendirikan radio pemberontakan.
Mungkin orang yang bisa menyaingi Bung Karno adalah Bung Tomo. Orasi-
orasinya sangat membara, membakar semangat. Seakan-akan rakyat
termotivasi dan terpengaruh. Ketika mendengar Pidato Bung Karno dan Bung
Tomo, merinding rasanya. Pada bagian akhir dari buku ini disebutkan pula
saat-saat terakhir beliau menghembuskan nafas terakhirnya yaitu ketika
menunaikan ibadah haji di makkah.

Kelebihan Buku : Buku ini sangat kronologis dan akurat menceritakan dari
awal perjuangan Bung Tomo mempunyai istri hingga akhir
kematiannya diceritakan dengan cukup menegangkan
sehingga pembaca penasaran dan tidak membuatnya menjadi
membosankan.
Kekurangan Buku : Banyak kata-kata yang masih menggunakan ejaan lama
Bahasa Indonesia, tidak berwarna, dan cukup sulit untuk
dimengerti kalau tidak membacanya dari halaman awal buku
ini.

TUGAS BAHASA INDONESIA


“MERESENSI SEBUAH NOVEL TENTANG SEORANG
TOKOH”

“Bung Tomo,
Suamiku”

Nama : Tito Wicaksono


Kelas : XI IPS II
No. Absen : 38
Tahun Ajaran : 2010/2011

Вам также может понравиться