Вы находитесь на странице: 1из 12

Metode Pendidikan Islam

9 Juni 2010 oleh abifasya 13 Komentar

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tidaklah berlebihan jika ada sebuah ungkapan “aththariqah ahammu minal maddah”,
bahwa metode jauh lebih penting disbanding materi, karena sebaik apapun tujuan
pendidikan, jika tidak didukung oleh metode yang tepat, tujuan tersebut sangat sulit untuk
dapat tercapai dengan baik. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai tidaknya suatu
informasi secara lengkap atau tidak.. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus
dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil
pendidikan dapat memuaskan.[1]Apa yang dilakukan Rasulullah SAW saat
menyampaikan wahyu Allah kepada para sahabatnya bisa kita teladani, karena Rasul
saw. sejak awal sudah mengimplementasikan metode pendidikan yang tepat terhadap
para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat akurat dalam
menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw. sangat memperhatikan situasi, kondisi dan
karakter seseorang, sehingga nilai-nilai Islami dapat ditransfer dengan baik. Rasulullah
saw. juga sangat memahami naluri dan kondisi setiap orang, sehingga beliau mampu
menjadikan mereka suka cita, baik meterial maupun spiritual, beliau senantiasa mengajak
orang untuk mendekati Allah swt. dan syari’at-Nya.

B. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini dirumuskan permasalahan sebagai


berikut :

1. Bagaimana pengertian Metode dan Pendekatan dalam pendidikan Islam ?


2. Apa Saja Dasar-dasar dari pelaksanaan metode tersebut
3. Macam-macam Metode dan Pendekatan Dalam Pendidikan Islam

Ketiga pertanyaan di atas akan menjadi sasaran pembahasan kami, dengan harapan
pembahasan yang kami lakukan menjadi terarah.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Metode dan Pendekatan


Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata metode berasal dari dari
dua suku perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui dan hodos berrti “jalan”
atau “cara”[2]. Dalam Bahasa Arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang berarti
langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.
[3]Sedangkan dalam bahasa Inggris metode disebut method yang berarti cara dalam
bahasa Indonesia.[4]

Sedangkan menurut terminologi (istilah) para ahli memberikan definisi yang beragam
tentang metode, terlebih jika metode itu sudah disandingkan dengan kata pendidikan atau
pengajaran diantaranya :

1. Winarno Surakhmad mendefinisikan bahwa metode adalah cara yang di dalam


fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan[5]
2. Abu Ahmadi mendefinisikan bahwa metode adalah suatu pengetahuan tentang
cara-cara mengajar yang dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur[6]
3. Ramayulis mendefinisikan bahwa metode mengajar adalah cara yang
dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat
berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian metode mengajar
merupaka alat untuk menciptakan proses pembelajaran.[7]
4. Omar Mohammad mendefinisikan bahwa metode mengajar bermakna segala
kegiatan yang terarah yang dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-
kemestian mata pelajaran yang diajarkannya, cirri-ciri perkembangan muridnya,
dan suasana alam sekitarnya dan tujuan menolong murid-muridnya untuk
mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada
tingkah laku mereka.[8]

Berdasarkan definisi yang dikemukakan para ahli mengenai pengertian metode di atas,
beberapa hal yang harus ada dalam metode adalah :

1. Adanya tujuan yang hendak dicapai


2. Adanya aktivitas untuk mencapai tujuan
3. Aktivitas itu terjadi saat proses pembelaran berlangsung
4. Adanya perubahan tingkah laku setelah aktivitas itu dilakukan.

Ada istilah lain yang dalam pendidikan yang mengandung makna berdekatan dengan
metode, yaitu pendekatan dan teknik/strategi. Pendekatan merupakan pandangan falsafi
terhadap subject matter yang harus diajarkan[9] dapat juga diartikan sebagai pedoman
mengajar yang bersifat realistis/konseptual. Sedangkan teknik/strategi adalah siasat atau
cara penyajian yang dikuasai pendidik dalam mengajar atau menyajikan bahan pelajaran
kepada peserta didik di dalam kelas, agar bahan pelajaran dapat dipahami dan digunakan
dengan baik.

B. Dasar Metode Pendidikan Islam

Dalam penerapannya, metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual


atau social peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam menggunakan metode
seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umummetode pendidikan Islam.
Sebab metode pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan,
sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada
dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu diantaranya
adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.[10]

1. Dasar Agamis, maksudnya bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan


Islam haruslah berdasarkan pada Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada
Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu, dalam pelaksanannya berbagai metode yang
digunakan oleh pendidik hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul
secara efektif dan efesien yang dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.
2. Dasar Biologis, Perkembangan biologis manusia mempunyai pengaruh dalam
perkembangan intelektualnya. Semakin dinamis perkembangan biologis
seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula daya intelektualnya.
Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam seorang guru harus
memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
3. Dasar Psikologis. Perkembangan dan kondisi psikologis peserta didik akan
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap penerimaan nilai pendidikan
dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam kondisi yang labil pemberian ilmu
pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak sesuai dengan yang
diharapkan. Oleh Karenanya Metode pendidikan Islam baru dapat diterapkan
secara efektif bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi psikologis peserta
didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk mengembangkan potensi
psikologis yang tumbuh pada peserta didik. Sebab dalam konsep Islam akal
termasuk dalam tataran rohani.
4. Dasar sosiologis. Saat pembelanjaran berlangsung ada interaksi antara pesrta
didik dengan peserta didik dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik,
atas dasar hal ini maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus
memperhatikan landasan atau dasar ini. Jangan sampai terjadi ada metode yang
digunakan tapi tidak sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini
terjadi bukan mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai.

Keempat dasar di atas merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus
diperhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan
tidak mengunakan metode yang tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi
biologis, kondisi psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.

C. Macam-macam Metode dan Pendekatan dalam Pendidikan Islam

1. Macam-macam metode

Sebagai ummat yang telah dianugerahi Allah Kitab AlQuran yang lengkap dengan
petunjuk yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan bersifat universal sebaiknya
menggunakan metode mengajar dalam pendidikan Islam yang prinsip dasarnya dari Al
Qur’an dan Hadits. Diantara metode- metode tersebut adalah [11]:
a. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyampaian inforemasi melalui penuturan secara lisan
oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar metode ini terdapat di dalam Al
Qur’an :

ْ‫جُعُكككم‬
ِ ‫حَياةِ الّدْنَيا ُثّم ِإَلْيَنا َمْر‬
َ ‫ع اْل‬
َ ‫سُكم ّمَتا‬
ِ ‫س ِإّنَما َبْغُيُكْم عََلى َأنُف‬
ُ ‫ق َياَأّيَها الّنا‬
ّ‫ح‬َ ‫ض ِبَغْيِر اْل‬
ِ ‫لْر‬
َ ‫ن ِفي ْا‬
َ ‫جاُهْم ِإَذا ُهْم َيْبُغو‬
َ ‫َفَلّمآ َأن‬
َ ‫َفُنَنّبُئُكم ِبَما ُكنُتْم َتْعَمُلو‬
‫ن‬

Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di


muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana)
kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan
hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan (Q.S. Yunus : 23)

b. Metode Tanya jawab

Metode Tanya jawab adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru mengajukan
beberapa pertanyaan kepada murid tentang bahan pelajaran yang telah diajarkan atau
bacaan yang telah mereka baca.

Prinsip dasar metode ini terdapat dalam hadits Tanya jawab antara Jibril dan Nabi
Muhammad tentang iman, islam, dan ihsan.

Selain itu ada juga hadits yang lainnya seperti hadits berikut ini :

ْ‫ع‬
‫ن‬ َ ‫ن ِإْبَراِهيَم‬
ِ ‫حّمِد ْب‬َ ‫ن ُم‬
ْ‫ع‬َ ‫ن اْلَهاِد‬
ِ ‫ن اْب‬
ْ‫ع‬َ ‫لُهَما‬ َ ‫ضَر ِك‬ َ ‫ن ُم‬ َ ‫حّدَثَنا َبْكٌر َيْعِني اْب‬ َ ‫ل ُقَتْيَبُة‬
َ ‫ث ح َوَقا‬ ٌ ‫حّدَثَنا َلْي‬َ ‫سِعيٍد‬َ ‫ن‬ ُ ‫حّدَثَنا ُقَتْيَبُة ْب‬َ
ِّ ‫ل ا‬
‫ل‬ َ ‫سو‬ُ ‫سِمَع َر‬َ ‫ث َبْكٍر َأّنُه‬
ِ ‫حِدي‬َ ‫ل َوِفي‬ َ ‫سّلَم َقا‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ُّ ‫صّلى ا‬ َ ‫ل‬ ِّ ‫ل ا‬َ ‫سو‬ ُ ‫ن َر‬ ّ ‫ن َأِبي ُهَرْيَرَة َأ‬ ْ‫ع‬ َ ‫ن‬ ِ ‫حَم‬ْ ‫عْبِد الّر‬
َ ‫ن‬ ِ ‫سَلَمَة ْب‬َ ‫َأِبي‬
‫يٌء َقاُلوا‬
ْ ‫ش‬
َ ‫ن َدَرِنِه‬ ْ ‫ل َيْبَقى ِم‬
ْ ‫ت َه‬
ٍ ‫س َمّرا‬َ ‫خْم‬ َ ‫ل َيْوٍم‬ ّ ‫ل ِمْنُه ُك‬ ُ‫س‬ ِ ‫حِدُكْم َيْغَت‬
َ ‫ب َأ‬ِ ‫ن َنْهًرا ِبَبا‬ ّ ‫ل َأَرَأْيُتْم َلْو َأ‬
ُ ‫سّلَم َيُقو‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُّ ‫صّلى ا‬ َ
‫طاَيا‬
َ َ‫ن اْلخ‬ّ ‫ل ِبِه‬ُّ ‫حو ا‬ ُ ‫س َيْم‬ ِ ‫خْم‬ َ ‫ت اْل‬
ِ ‫صَلَوا‬ ّ ‫ل ال‬ ُ ‫ك َمَث‬َ ‫ل َفَذِل‬ َ ‫يٌء َقا‬ ْ ‫ش‬
َ ‫ن َدَرِنِه‬ ْ ‫ل َيْبَقى ِم‬ َ.

Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sa’id, hadis Lâis kata Qutaibah hadis Bakr yaitu ibn Mudhar
dari ibn Hâd dari Muhammad ibn Ibrahim dari Abi Salmah ibn Abdurrahmân dari Abu
Hurairah r.a. Rasulullah saw. bersabda; Bagaimana pendapat kalian seandainya ada
sungai di depan pintu salah seorang di antara kalian. Ia mandi di sana lima kali sehari.
Bagaimana pendapat kalian? Apakah masih akan tersisa kotorannya? Mereka menjawab,
tidak akan tersisa kotorannya sedikitpun. Beliau bersabda; Begitulah perumpamaan salat
lima waktu, dengannya Allah menghapus dosa-dosa. (Muslim, I: 462-463)

c. Metode diskusi

Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/ penyampaian bahan pelajaran dimana
pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/ membicarakan dan menganalisis
secara ilmiyah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun
berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah. Abdurrahman
Anahlawi[12]menyebut metode ini dengan sebutan hiwar (dialog).
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Assafat : 20-23 yang berbunyi :

َ‫جُهكْم َوَماَكككاُنوا َيْعُبكُدون‬


َ ‫ظَلُمككوا َوَأْزَوا‬
َ ‫ن‬
َ ‫شُروا اّلكِذي‬
ُ‫ح‬ْ‫ن ا‬
َ ‫ل اّلِذي ُكنُتم ِبِه ُتَكّذُبو‬
ِ‫ص‬ْ ‫ن َهَذا َيْوُم اْلَف‬
ِ ‫َوَقاُلوا َياَوْيَلَنا َهَذا َيْوُم الّدي‬
‫حيِم‬
ِ‫ج‬َ ‫ط اْل‬ ِ ‫صَرا‬
ِ ‫ل َفاْهُدوُهْم ِإَلى‬ ِ ‫نا‬
ِ ‫ِمن ُدو‬

Dan mereka berkata:”Aduhai celakalah kita!” Inilah hari pembalasan.Inilah hari


keputusan yang kamu selalu mendustakannya(kepada Malaikat diperintahkan):
“Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-
sembahan yang selalu mereka sembah,Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka
jalan ke neraka. (Q.S. Assafat : 20-23)

Selain itu terdapat juga dalam hadits yang berbunyi :

َ‫سكول‬ُ ‫ن َر‬ ّ ‫ن َأِبكي ُهَرْيكَرةَ َأ‬ْ ‫عك‬ َ ‫ن َأِبيِه‬


ْ‫ع‬ َ ‫لِء‬ َ ‫عنْ اْلَع‬ َ ‫جْعَفٍر‬ َ ‫ن‬ ُ ‫ل َوُهَو اْب‬ُ ‫سَمِعي‬ ْ ‫حّدَثَنا ِإ‬
َ ‫ل‬ َ ‫جٍر َقا‬ ْ‫ح‬ ُ ‫ن‬ ُ ‫ي ْب‬
ّ ‫عِل‬
َ ‫سِعيٍد َو‬ َ ‫ن‬ ُ ‫حّدَثَنا ُقَتْيَبُة ْب‬َ
‫ن ُأّمِتكي‬
ْ ‫س ِمك‬ َ ‫ن اْلُمْفِلك‬ّ ‫ل ِإ‬
َ ‫ع َفَقكا‬
َ ‫ل َمَتكا‬َ ‫ل ِدْرَهكَم َلكُه َو‬ َ ‫ن‬ ْ ‫س ِفيَنا َم‬
ُ ‫س َقاُلوا اْلُمْفِل‬ ُ ‫ن َما اْلُمْفِل‬َ ‫ل َأَتْدُرو‬ َ ‫سّلَم َقا‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ُّ ‫صّلى ا‬ َ ‫ل‬ ِّ ‫ا‬
‫طككى‬
َ ‫ب َهكَذا َفُيْع‬ َ ‫ضكَر‬ َ ‫ك َدَم َهكَذا َو‬ َ ‫سَف‬ َ ‫ل َهَذا َو‬ َ ‫ل َما‬ َ ‫ف َهَذا َوَأَك‬َ ‫شَتَم َهَذا َوَقَذ‬ َ ‫صَياٍم َوَزَكاٍة َوَيْأِتي َقْد‬ ِ ‫لٍة َو‬ َ‫ص‬ َ ‫َيْأِتي َيْوَم اْلِقَياَمِة ِب‬
‫ح ِفككي‬
َ ‫طِر‬ ُ ‫عَلْيِه ُثّم‬َ ‫ت‬ْ ‫ح‬ َ ‫طِر‬ُ ‫طاَياُهْم َف‬َ‫خ‬ َ ‫ن‬ْ ‫خَذ ِم‬ ِ ‫عَلْيِه ُأ‬
َ ‫ضى َما‬ َ ‫ن ُيْق‬ْ ‫ل َأ‬
َ ‫سَناُتُه َقْب‬
َ‫ح‬َ ‫ت‬ ْ ‫ن َفِنَي‬
ْ ‫سَناِتِه َفِإ‬
َ‫ح‬َ ‫ن‬ ْ ‫سَناِتِه َوَهَذا ِم‬َ‫ح‬ َ ‫ن‬ ْ ‫َهَذا ِم‬
‫الّناِر‬.

Artinya: Hadis Qutaibah ibn Sâ’id dan Ali ibn Hujr, katanya hadis Ismail dan dia ibn
Ja’far dari ‘Alâ’ dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. bahwasnya Rasulullah saw.
bersabda: Tahukah kalian siapa orang yang muflis (bangkrut)?, jawab mereka; orang
yang tidak memiliki dirham dan harta.Rasul bersabda; Sesungguhnya orang yang muflis
dari ummatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) salat, puasa
dan zakat,. Dia datang tapi telah mencaci ini, menuduh ini, memakan harta orang ini,
menumpahkan darah (membunuh) ini dan memukul orang ini. Maka orang itu diberi
pahala miliknya. Jika kebaikannya telah habis sebelum ia bisa menebus kesalahannya,
maka dosa-dosa mereka diambil dan dicampakkan kepadanya, kemudian ia
dicampakkan ke neraka.(Muslim, t.t, IV: 1997)

d. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas adalah suatu cara mengajar dimana seorang guru memberikan
tugas-tugas tertentu kepada murid-murid, sedangkan hasil tersebut diperiksa oleh gur dan
murid harus mempertanggung jawabkannya.

Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an yang berbunyi :

‫صِبْر‬
ْ ‫ك َفا‬
َ ‫سَتْكِثُر َوِلَرّب‬
ْ ‫لَتْمُنن َت‬
َ ‫جْر َو‬
ُ ‫جَز َفاْه‬
ْ ‫طّهْر َوالّر‬
َ ‫ك َف‬
َ ‫ك َفَكّبْر َوِثَياَب‬
َ ‫َياَأّيَها اْلُمّدّثُر ُقْم َفَأنِذْر َوَرّب‬

Artinya :

1. Hai orang yang berkemul (berselimut),


2. Bangunlah, lalu berilah peringatan!
3. Dan Tuhanmu agungkanlah!
4. Dan pakaianmu bersihkanlah,
5. Dan perbuatan dosa tinggalkanlah,
6. Dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih
banyak.
7. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah.

e. Metode Demontrasi

Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana guru mempertunjukan tentang
proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan murid memperhatikannya.

Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits yang berbunyi

‫لك‬ُّ ‫ي صَ كّلى ا‬ ّ ‫ك َأَتْيَنا ِإَلككى الّنِب ك‬


ٌ ‫حّدَثَنا َماِل‬
َ ‫ل‬َ ‫لَبَة َقا‬
َ ‫ن َأِبي ِق‬ ْ‫ع‬ َ ‫ب‬ ُ ‫حّدَثَنا َأّيو‬ َ ‫ل‬ َ ‫ب َقا‬
ِ ‫عْبُد اْلَوّها‬
َ ‫حّدَثَنا‬
َ ‫ل‬ َ ‫ن اْلُمَثّنى َقا‬ ُ ‫حّمُد ْب‬َ ‫حّدَثَنا ُم‬
َ
‫حيًما َرِفيًقا َفَلّما‬
ِ ‫سّلَم َر‬َ ‫عَلْيِه َو‬ َ ‫ل‬ ُّ ‫صّلى ا‬ َ ‫ل‬ ِّ ‫ل ا‬ُ ‫سو‬ ُ ‫ن َر‬ َ ‫ن َيْوًما َوَلْيَلًة َوَكا‬ َ ‫شِري‬ ْ‫ع‬ِ ‫عْنَدُه‬
ِ ‫ن َفَأَقْمَنا‬
َ ‫شَبَبٌة ُمَتَقاِرُبو‬ َ ‫ن‬ُ‫ح‬ ْ ‫سّلَم َوَن‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ
‫عّلُمككوُهْم‬َ ‫جُعككوا ِإَلككى َأْهِليُككْم َفكَأِقيُموا ِفيِهكْم َو‬ ِ ‫ل اْر‬ َ ‫خَبْرَنككاُه َقككا‬
ْ ‫ن َتَرْكَنا َبْعَدَنا َفَأ‬ْ ‫عّم‬
َ ‫سَأَلَنا‬
َ ‫شَتْقَنا‬
ْ ‫شَتَهْيَنا َأْهَلَنا َأْو َقْد ا‬
ْ ‫ظنّ َأّنا َقْد ا‬َ
‫صّلي‬ َ ‫صّلوا َكَما َرَأْيُتُموِني ُأ‬ َ ‫ظَها َو‬ ُ ‫حَف‬
ْ ‫ظَها َأْو ل َأ‬ ُ ‫حَف‬
ْ ‫شَياَء َأ‬ ْ ‫َوُمُروُهْم َوَذَكَر َأ‬.

Artinya: Hadis dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadis dari Abdul Wahhâb katanya
Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadis dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan
kami pemuda yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20
malam. Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut.
Ketika beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau
menanyakantentang orang-orang yang kami tinggalkan dan kami memberitahukannya.
Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama mereka,
ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang saya hapal dan
yang saya tidak hapal. Dan salatlah sebagaimana kalian melihat aku salat. (al-Bukhari, I:
226)

f. Metode eksperimen

Suatu cara mengajar dengan menyuruh murid melakukan suatu percobaan, dan setiap
proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap murid, sedangkan guru
memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan.

Prinsip dasar metode ini ada dalam hadits :

ِ‫عَمَر ْبككن‬ ُ ‫ل ِإَلى‬ ٌ‫ج‬ُ ‫جاَء َر‬َ ‫ل‬ َ ‫ن َأِبيِه َقا‬


ْ‫ع‬
َ ‫ن َأْبَزى‬ ِ ‫ن ْب‬ِ ‫حَم‬ْ ‫عْبِد الّر‬ َ ‫ن‬ِ ‫سِعيِد ْب‬
َ ‫ن‬ ْ‫ع‬ َ ‫ن َذّر‬ْ‫ع‬ َ ‫حَكُم‬ َ ‫حّدَثَنا اْل‬
َ ‫شْعَبُة‬
ُ ‫حّدَثَنا‬ َ ‫ل‬
َ ‫حّدَثَنا آَدُم َقا‬
َ
‫ت َفَأّمككا‬
َ ‫سَفٍر َأَنا َوَأْن ك‬
َ ‫ب َأَما َتْذُكُر َأّنا ُكّنا ِفي‬
ِ ‫طا‬ ّ‫خ‬ َ ‫ن اْل‬ ِ ‫سٍر ِلُعَمَر ْب‬
ِ ‫ن َيا‬ُ ‫عّماُر ْب‬ َ ‫ل‬
َ ‫ب اْلَماَء َفَقا‬
ْ ‫ص‬ ِ ‫ت َفَلْم ُأ‬
ُ ‫جَنْب‬ْ ‫ل ِإّني َأ‬َ ‫ب َفَقا‬
ِ ‫طا‬ ّ‫خ‬ َ ‫اْل‬
َ ‫سكّلَم ِإّنَمكا َككا‬
‫ن‬ َ ‫عَلْيكِه َو‬
َ ‫لك‬ُّ ‫صكّلى ا‬ َ ‫ي‬ ّ ‫ل الّنِبك‬
َ ‫سّلمَ َفَقا‬َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ُّ ‫صّلى ا‬ َ ‫ي‬ ّ ‫ت ِللّنِب‬
ُ ‫ت َفَذَكْر‬
ُ ‫صّلْي‬َ ‫ت َف‬ ُ ‫ل َوَأّما َأَنا َفَتَمّعْك‬
ّ‫ص‬َ ‫ت َفَلْم ُت‬َ ‫َأْن‬
‫جَهُه‬ ْ ‫ح ِبِهَما َو‬ َ‫س‬َ ‫خ ِفيِهَما ُثّم َم‬
َ ‫ض َوَنَف‬َ ‫لْر‬ َْ ‫سّلَم ِبَكّفْيِه ا‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُّ ‫صّلى ا‬ َ ‫ي‬ ّ ‫ب الّنِب‬َ ‫ضَر‬ َ ‫ك َهَكَذا َف‬ َ ‫… َيْكِفي‬.

Artinya: Hadis Adam, katanya hadis Syu’bah ibn Abdurrahmân ibn Abzâ dari ayahnya,
katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn Khattâb, maka katanya saya sedang
janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb,
tidakkah anda ingat ketika saya dan anda dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum
salat, sedangkan saya berguling-guling di tanah, kemudian saya salat. Saya
menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya
anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan
meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah.(al-Bukhari, I: 129)

Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah hafiz, şiqah şubut. Menurut al-Asqalani, hadis ini mengajarkan sahabat
tentang tata cara tayammum dengan perbuatan. (Al-Asqalani, I: 444) Sahabat Rasulullah
saw. melakukan upaya pensucian diri dengan berguling di tanah ketika mereka tidak
menemukan air untuk mandi janabat. Pada akhirnya Rasulullah saw. memperbaiki
ekperimen mereka dengan mencontohkan tata cara bersuci menggunakan debu.

g. Metode Amsal/perumpamaan

Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui contoh
atau perumpamaan.

Prinsip metode ini terdapat dalam Al Qur’an

َ ‫صُرو‬
‫ن‬ ِ ‫ت لّ ُيْب‬
ٍ ‫ظُلَما‬
ُ ‫ل ِبُنوِرِهْم َوَتَرَكُهْم ِفي‬
ُّ ‫ب ا‬
َ ‫حْوَلُه َذَه‬
َ ‫ت َما‬
ْ ‫ضاَء‬
َ ‫سَتْوَقَد َناًرا َفَلّمآ َأ‬
ْ ‫ل اّلِذي ا‬
ِ ‫َمَثُلُهْم َكَمَث‬

Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api Maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Q.S. Albaqarah : 17)

Selain itu terdapat pula dalam hadits yang berbunyi :

‫صكّلى‬ َ ‫ي‬ ّ ‫ن الّنِب‬


ْ‫ع‬
َ ‫عَمَر‬ ُ ‫ن‬ ِ ‫ن اْب‬
ْ‫ع‬َ ‫ن َناِفٍع‬ْ‫ع‬ َ ‫ل‬ ِّ ‫عَبْيُد ا‬ُ ‫حّدَثَنا‬َ ‫ي‬ ّ ‫ب َيْعِني الّثَقِف‬ِ ‫عْبُد اْلَوّها‬َ ‫خَبَرَنا‬ ْ ‫ظ َلُه َأ‬
ُ ‫ن اْلُمَثّنى َوالّلْف‬
ُ ‫حّمُد ْب‬
َ ‫حّدَثَنا ُم‬
َ
‫ن َتِعيُر ِإَلى َهِذهِ َمّرًة َوِإَلى َهِذِه َمّرًة‬
ِ ‫ن اْلَغَنَمْي‬َ ‫شاِة اْلَعاِئَرِة َبْي‬
ّ ‫ل ال‬ ِ ‫ق َكَمَث‬
ِ ‫ل اْلُمَناِف‬
ُ ‫ل َمَث‬
َ ‫سّلَم َقا‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُّ ‫ ا‬.

Artinya; Hadis dari Muhammad ibn Mutsanna dan lafaz darinya, hadis dari Abdul
Wahhâb yakni as- Śaqafi, hadis Abdullah dari Nâfi’ dari ibn Umar, Nabi saw. bersabda:
Perumpamaan orang munafik dalam keraguan mereka adalah seperti kambing yang
kebingungan di tengah kambing-kambing yang lain. Ia bolak balik ke sana ke sini.
(Muslim, IV: 2146)

Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah şubut, şiqah hâfiz, sedangkan ibn Umar adalah sahabat Rasulullah saw.
Menurut ath-Thîby (1417H, XI: 2634), orang-orang munafik, karena mengikut hawa
nafsu untuk memenuhi syahwatnya, diumpamakan seperti kambing jantan yang berada di
antara dua kambing betina. Tidak tetap pada satu betina, tetapi berbolak balik pada ke
duanya. Hal tersebut diumpamakan seperti orang munafik yang tidak konsisten dengan
satu komitmen.
Perumpamaan dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk
memberikan pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan
baik. Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang
digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat dengan
makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada yang konkrit
atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi sesuatu yang sangat
jelas.

h. Metode Targhib dan Tarhib

Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan


menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar peserta
didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.

Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut ini :

‫ن َأِبككي‬ ْ ‫عك‬ َ ‫ي‬ ّ ‫سكِعيٍد اْلَمْقُبكِر‬َ ‫ن َأِبككي‬ ِ ‫سِعيِد ْبك‬ َ ‫ن‬ ْ‫ع‬َ ‫عْمٍرو‬ َ ‫ن َأِبي‬ ِ ‫عْمِرو ْب‬ َ ‫ن‬ْ‫ع‬ َ ‫ن‬ ُ ‫سَلْيَما‬
ُ ‫حّدَثِني‬ َ ‫ل‬ َ ‫ل َقا‬ِّ ‫عْبِد ا‬
َ ‫ن‬
ُ ‫عْبُد اْلَعِزيِز ْب‬ َ ‫حّدَثَنا‬َ
‫ت َيككا‬ُ ‫ظَنْن ك‬َ ‫سّلَم َلَقْد‬َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُّ ‫صّلى ا‬ َ ‫ل‬ ِّ ‫ل ا‬
ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬َ ‫ك َيْوَم اْلِقَياَمِة َقا‬
َ ‫عِت‬
َ ‫شَفا‬
َ ‫س ِب‬ِ ‫سَعُد الّنا‬ ْ ‫ن َأ‬
ْ ‫ل َم‬ِّ ‫ل ا‬ َ ‫سو‬ُ ‫ل َيا َر‬َ ‫ل ِقي‬
َ ‫ُهَرْيَرَة َأّنُه َقا‬
‫عِتي َيكْوَم‬ َ ‫شكَفا‬ َ ‫س ِب‬
ِ ‫سكَعُد الّنكا‬ْ ‫ث َأ‬
ِ ‫حكِدي‬ َ ‫عَلى اْل‬ َ ‫ك‬َ‫ص‬ ِ ‫حْر‬ ِ ‫ن‬ ْ ‫ت ِم‬ُ ‫ك ِلَما َرَأْي‬
َ ‫ل ِمْن‬ُ ‫حٌد َأّو‬َ ‫ث َأ‬
ِ ‫حِدي‬َ ‫ن َهَذا اْل‬ ْ‫ع‬َ ‫سَأُلِني‬ْ ‫ل َي‬َ ‫ن‬ْ ‫َأَبا ُهَرْيَرَة َأ‬
‫سِه‬ ِ ‫ن َقْلِبِه َأْو َنْف‬
ْ ‫صا ِم‬
ً ‫خاِل‬ َ ‫ل‬ ُّ ‫ل ا‬ّ ‫ل ِإَلَه ِإ‬
َ ‫ل‬ َ ‫ن َقا‬
ْ ‫اْلِقَياَمةِ َم‬.

Artinya: Hadis Abdul Aziz ibn Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari
Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata:
Ya Rasulullah, siapakah yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?,
Rasulullah saw bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada
yang bertanya tentang hadis ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat
semangatmu untuk hadis. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku ada hari Kiamat
adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan ikhlas dari hatinya atau dari
dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)

Selain hadits juga hadits berikut ini :

‫ن َأِبككي‬
ْ‫ع‬َ ‫ن‬َ ‫خْيَوا‬َ ‫ن‬ ِ ‫ح ْب‬
ِ ‫صاِل‬
َ ‫ن‬ ْ‫ع‬ َ ‫ي‬ ّ ‫جَذاِم‬ُ ‫ن سََواَدَة اْل‬ ِ ‫ن َبْكِر ْب‬ْ‫ع‬ َ ‫عْمٌرو‬ َ ‫خَبَرِني‬ ْ ‫ب َأ‬
ٍ ‫ن َوْه‬ُ ‫ل ْب‬ِّ ‫عْبُد ا‬
َ ‫حّدَثَنا‬
َ ‫ح‬ ٍ ‫صاِل‬
َ ‫ن‬ ُ ‫حَمُد ْب‬ْ ‫حّدَثَنا َأ‬
َ
‫لك‬ِّ ‫ل ا‬
ُ ‫سكو‬
ُ ‫ق ِفي اْلِقْبَلِة َوَر‬َ‫ص‬َ ‫ل َأّم َقْوًما َفَب‬
ً‫ج‬ ُ ‫ن َر‬ ّ ‫سّلَم َأ‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬ ُّ ‫صّلى ا‬َ ‫ي‬ ّ ‫ب الّنِب‬
ِ ‫حا‬َ‫ص‬ ْ ‫ن َأ‬ْ ‫حَمُد ِم‬ ْ ‫ل َأ‬
َ ‫لٍد َقا‬
ّ‫خ‬ َ ‫ن‬
ِ ‫ب ْب‬
ِ ‫ساِئ‬ ّ ‫سهَْلَة ال‬ َ
‫صّلي َلُكْم‬
َ ‫ل ُي‬
َ ‫غ‬ َ ‫ن َفَر‬ َ ‫حي‬
ِ ‫سّلَم‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬
ُّ ‫صّلى ا‬ َ ‫ل‬ ِّ ‫ل ا‬ُ ‫سو‬ ُ ‫ل َر‬ َ ‫ظُر َفَقا‬
ُ ‫سّلَم َيْن‬
َ ‫عَلْيِه َو‬
َ ‫ل‬
ُّ ‫صّلى ا‬ َ ….

Artinya: Hadis Ahmad ibn Shalih, hadis Abdullah ibn Wahhab, Umar memberitakan
padaku dari Bakr ibn Suadah al-Juzâmi dari Shâlih ibn Khaiwân dari Abi Sahlah as-Sâ’ib
ibn Khallâd, kata Ahmad dari kalangan sahabat Nabi saw. bahwa ada seorang yang
menjadi imam salat bagi sekelompok orang, kemudian dia meludah ke arah kiblat dan
Rasulullah saw. melihat, setelah selesai salat Rasulullah saw. bersabda ”jangan lagi dia
menjadi imam salat bagi kalian”… (Sijistani, t.t, I: 183).

Hadis di atas tergolong syarîf marfū’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah hâfiz, şiqah dan şiqah azaly. Memberikan hukuman (marah) karena orang tersebut
tidak layak menjadi imam. Seakan-akan larangan tersebut disampaikan beliau tampa
kehadiran imam yang meludah ke arah kiblat ketika salat. Dengan demikian Rasulullah
saw. memberi hukuman mental kepada seseorang yang berbuat tidak santun dalam
beribadah dan dalam lingkungan social.
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu lunak akan
membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan hati. Sanksi tersebut
dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan teguran, kemudian diasingkan
dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian
dalam menerapkan sanksi fisik hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari
memukul wajah, memukul sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas
dendam.

i. Metode pengulangan (tikror)

Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara mengulang-
ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih lama materi yang
disampaikan.

Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits berikut :

ِ‫عَلْي كه‬
َ ‫لك‬ ُّ ‫صكّلى ا‬ َ ‫لك‬ ِّ ‫ل ا‬ َ ‫سككو‬
ُ ‫ت َر‬
ُ ‫سِمْع‬َ ‫ل‬ َ ‫ن َأِبيِه َقا‬
ْ‫ع‬َ ‫حّدَثِني َأِبي‬
َ ‫ل‬ َ ‫حِكيٍم َقا‬
َ ‫ن‬
ِ ‫ن َبْهِز ْب‬
ْ‫ع‬َ ‫حَيى‬
ْ ‫حّدَثَنا َي‬
َ ‫سْرَهٍد‬
َ ‫ن ُم‬
ُ ‫سّدُد ْب‬
َ ‫حّدَثَنا ُم‬
َ
‫ل َلُه‬
ٌ ‫ك ِبِه اْلَقْوَم َوْيلٌ َلُه َوْي‬
َ‫ح‬ ِ‫ض‬ْ ‫ب ِلُي‬
ُ ‫ث َفَيْكِذ‬
ُ ‫حّد‬
َ ‫ل ِلّلِذي ُي‬
ٌ ‫ل َوْي‬
ُ ‫سّلَم َيُقو‬
َ ‫َو‬.

Artinya: Hadis Musaddad ibn Musarhad hadis Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya
hadis dari ayahnya katanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang
yang berbicara dan berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan
baginya. (As-Sijistani, t.t, II: 716).

Hadis di atas tergolong syarîf marfu’ dengan kualitas perawi yang sebagian tergolong
şiqah dan şiqah hafiz, şiqah sadũq. Rasulullah saw. mengulang tiga kali perkataan
”celakalah”, ini menunjukkan bahwa pembelajaran harus dilaksanakan dengan baik dan
benar, sehingga materi pelajaran dapat dipahami dan tidak tergolong pada orang yang
merugi.
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau praktek
yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan dirinya
melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan perbuatan secara
nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan mental, mengaktifkan
orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian yang sudah tidak ada untuk
berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan motorik. Proses pengulangan
juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang. Kemampuan melukiskan tingkah
laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal atau kode visual
mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan Rasulullah saw. ketika
menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para sahabat.

B. Macam-macam pendekatan dalam pendidikan Islam

Menurut Ramayulis pendekatan pandangan falsafi terhadap subject matter yang


harus diajarkan dan selanjutnya melahirkan metode mengajar.[13] Menurutnya
setidaknya ada enam pendekatan yang dapat digunakan pendidikan Islam dalam
pelaksanaan proses pembelajaran, yaitu :
1. Pendekatan pengalaman. Yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada
peserta didik dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan. Dengan pendekatan
ini peserta didik diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman keagamaan,
baik secara individual maupun kelompok. Ada pepatah yang mengatakan bahwa
pengalaman adalah guru yang paling baik.
2. Pendekatan pembiasaan. Pembiasaan adalah suatu tingkah laku tertentu yang
sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan berlaku begitu saja yang
kadang kala tanpa dipikirkan. Pendekatan pembiasaan dalam pendidikan berarti
memberikan kesempatan kepada peserta didik terbiasa mengamalkan ajarannya.
3. Pendekatan emosional. Pendekatan emosional adalah usaha untuk menggugah
perasaan dan emosi peserta didik dalam meyakini ajaran Islam serta dapat
merasakan mana yang baik dan mana yang buruk.
4. Pendekatan Rasional, yaitu suatu pendekatan mempergunakan rasio dalam
memahami dan menerima kebesaran dan kekuasaan Allah. Dengan kekuatan
akalnya manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk,
bahkan dengan akal yang dimilikinya juga manusia juga dapat membenarkan dan
membuktikan adanya Allah.
5. Pendekatan fungsional, yaitu suatu pendekatan dalam rangka usaha
menyampaikan materi agama dengan menekankan kepada segi kemanfaatan pada
peserta didik dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan tingkat
perkembangannya. Ilmu Agama yang dipelajari anak di sekolah bukanlah hanya
sekedar melatih otak tetapi diharapkan berguna bagi kehidupan anak, baik dalam
kehidupan individu maupun dalam kehidupan social.
6. Pendekatan keteladanan. Pendekatan keteladanan adalah memperlihatkan
keteladanan baik yang berlangsung melalui penciptaan kondisi pergaulan yang
akrab antara personal sekolah, perilaku pendidik dan tenaga kependidikan lainnya
yang mencerminkan akhlak terpuji, maupun yang tidak langsungmelalui suguhan
ilustrasi berupa kisah-kisah ketauladanan.

BAB III

PENUTUP

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode dan pendekatan dalam
pendidikan Islam mempunyai peranan yang amat penting dalam pencapaian tujuan
pendidikan. Sebaik apapun materi yang akan kita sampaikan tanpa disertai metode yang
tepat dalam pencapaiannya dikhawatirkan esensi dari materi tersebut tidak sampai dan
tidak difahami oleh peserta ddik

Demikianlah pembahasan tentang metode dan pendekatan dalam pendidikan Islam yang
sangat sederhana ini. Untuk menyempurnakan makalah ini kami berharap kritik dan saran
yang membangun dari semua peserta diskusi sore hari ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Joko Triprasetyo, 2005, Strategi Belajar Mengajar, Bandung :
Pustaka setia

Anwar, Qamari, 2003, Pendidikan Sebagai Karakter Budaya Bangsa, Jakarta :


UHAMKA Press.

Al Syaibani, Omar Mohammad, 1979, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan


Bintang

Echol, Jhon M dan Shadily, Hasan, 1995, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama

Ramayulis, 2008, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia

________, 2008, Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia

Ramayulis dan Nizar, Samsu, 2009, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia

Surakhmad, Winarno, 1998, Pengantar Interaksi Belajar Mengajar, Bandung : Tarsito

Catatan Kaki

[1] Qamari Anwar, Pendidikan sebagai karakter budaya bangsa, Jakarta, UHAMKA
Press, 2003, halaman. 42

[2] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, Jakarta : Kalam mulia, 2009, halaman 209.

[3] Shalih Abd. Al Aziz, at tarbiyah wa thuriq al tadris, kairo, maarif, 119 H, hal. 196
dalam Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008,
hal. 2-3.

[4] John M Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama, 1995, hal. 379.

[5] Surakhmad, Pengantar interaksi Belajar Mengajar, Bandung : Tarsito, 1998, hal. 96

[6] Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka Setia, 2005, hal. 52

[7] Ramayulis, Metodologi hal. 3

[8] Omar Mohammad, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, 1979, hal.553

[9] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal 209
[10] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 216

[11] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, 2008. Hal. 193

[12] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, hal. 194

[13] Ramayulis dan Samsu Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, hal. 210

Вам также может понравиться