Вы находитесь на странице: 1из 15

KARAKTERISASI EKSTRAK DAUN DEWA [Gynura pseudochina (L.

) DC]

DENGAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI

Harrizul Rivai1,*), Hazli Nurdin2), Hamzar Suyani2) dan Amri Bakhtiar1)


1)
Fakultas Farmasi, Universitas Andalas, Padang
2)
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Andalas, Padang
*)
Corresponding Author: Gedung Fakultas Farmasi, Universitas Andalas,
Kampus Limau Manih, Padang 25163, Tel: 075171682, HP: 081363049858,
email: harrizul@yahoo.co.id

ABSTRAK

Karakterisasi ekstrak daun dewa [Gynura pseudochina (L.) DC] telah


dilakukan dengan menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi
(KCKT). Daun dewa kering diekstraksi dengan etanol 70% dan kemudian
difraksinasi berturut-turut dengan heksana, etil asetat, butanol dan air. Fraksi-
fraksi etil asetat, butanol dan air dilarutkan dalam metanol dan diinjeksikan ke
sistem KCKT yang telah dioptimasi sebelumnya. Pola KCKT masing-masing
fraksi menunjukkan puncak-puncak khas yang dapat dipakai untuk identifikasi
dan pengendalian mutu ekstrak daun dewa.
Kata-kata kunci: karakterisasi, pola KCKT, ekstrak, daun dewa, Gynura
pseudochina

ABSTRACT

Extract of god leaves [Gynura pseudochina (L.) DC] has been


characterized by using the high performance liquid chromatography method
(HPLC). Dried god leaves were extracted by 70% ethanol and followed by
fractionation successively with hexane, ethyl acetate, butanol and water.
Fractions of ethyl acetate, butanol and water were dissolved in methanol
respectively and injected into HPLC system which is optimized previously.
Profiles of respective fractions showed a number of specific peaks that can be
used to identify and control the quality of god leaves extract.
Key words: characterization, HPLC profiles, extracts, god leaves, Gynura
pseudochina

1
PENDAHULUAN

Daun dewa [Gynura pseudochina (L.) DC, Asteraceae] adalah salah

satu tumbuhan obat Indonesia yang telah lama digunakan secara turun-

temurun untuk pengobatan berbagai penyakit seperti obat demam (antipiretik),

kanker, kencing manis, tekanan darah tinggi dan penyakit kulit (obat luar) (1).

Selain itu daun dewa juga digunakan untuk pengobatan penyakit ginjal dan

ruam-ruam pada muka (2).

Hasil penapisan fitokimia daun dewa menunjukkan adanya senyawa

golongan alkaloid, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid (3). Penelitian lain

menemukan bahwa daun dewa mengandung senyawa flavonoid kuersetin 3,7-

O-diglikosida (4), empat macam alkaloid senesionina, senesifilina,

senesifilinina dan (E)-senesifilina (5, 6, 7), enzim peroksidase dan enzim

isoperoksidase (8, 9).

Daun dewa telah terbukti menunjukkan berbagai efek farmakologis,

antara lain dapat menghambat pertumbuhan sel kanker (3, 10), mempercepat

waktu perdarahan, waktu koagulasi dan mampu berfungsi sebagai antiseptik

(11), menurunkan kadar kolesterol dalam darah (12) dan antiinflamasi (13).

Kajian fitokimia dan farmakologi di atas menunjukkan daun dewa

sangat penting dalam pengobatan. Karena itu, mutu, keamanan dan

kemaanfaatannya harus ditingkatkan melalui penelitian dan pengembangan.

Untuk meningkatkan mutu, keamanan dan kemanfaatan daun dewa sebagai

obat bahan alam Indonesia, perlu dilakukan standardisasi terhadap bahan

bakunya, baik yang berupa simplisia maupun yang berbentuk ekstrak atau

2
sediaan galenik. Oleh karena itu penetapan karakterisasi simplisia dan ekstrak

daun dewa perlu dilakukan guna menjamin bahwa produk obat bahan alam

yang mengandung daun dewa dapat diketahui mutunya. Salah satu cara

penetapan karakterisasi ekstrak tumbuhan obat adalah penentuan pola

kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) (14).

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik pola KCKT dari

ekstrak daun dewa. Pola KCKT ini dapat dipakai sebagai salah satu parameter

untuk standardisasi ekstrak daun dewa.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan penelitian berupa daun dewa yang dipetik dari tanaman yang

dipelihara dalam pot tanpa pestisida di Kelurahan Anduring, Kecamatan

Kuranji, Kota Padang pada bulan Agustus 2010. Determinasi tumbuhan ini

dilakukan di Herbarium Universitas Andalas. Bahan kimia yang digunakan

antara lain senyawa pembanding rutin, isokuersitrin dan kuersetin diperoleh

dari Laboratorium Biota Sumatera, Universitas Andalas, sedangkan pelarut-

pelarut bermutu pro analysis seperti etanol 95 %, asetonitril, metanol, asam

asetat, aqua bidestilata, heksan, etilasetat dan butanol diperoleh dari Merck®

(Germany).

Pengeringan Daun Dewa

Daun dewa segar sebanyak 1 kilogram, dicuci dengan air sampai bersih

lalu dikering-anginkan pada suhu kamar. Pengeringan ini dilakukan sampai

3
daun dewa menjadi kering (kadar air kurang dari 10 %). Setelah kering, daun

dewa digiling dengan blender menjadi serbuk kasar.

Pembuatan Ekstrak Daun Dewa

Ekstrak daun dewa dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan

etanol 70% (15). Sebanyak 100 g daun dewa kering dimasukkan ke dalam

maserator, ditambah dengan 1.000 mL etanol 70%, direndam selama 6 jam

sambil sekali-sekali diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam. Maserat

dipisahkan dan prose diulangi dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang

sama. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap vakum

hingga diperoleh ekstrak kental. Rendemen yang diperoleh ditimbang dan

dicatat.

Pemeriksaan Parameter Non Spesifik Ekstrak Daun Dewa

Pemeriksaan parameter non spesifik ekstrak daun dewa dilakukan

sesuai dengan Ditjen POM (14). Parameter non spesifik yang diperiksa adalah

susut pengeringan, kadar abu total dan kadar abu tidak larut dalam asam.

Penentuan Kesesuaian Sistem KCKT

Karakterisasi ekstrak daun dewa dilakukan dengan menggunakan

peralatan KCKT Shimadzu LC 10AP yang dilengkapi dengan sistem controller

Shimadzu SCL-10A, UV-VIS detector SPD-10A dan kolom liquid

chromatography LC-10AT RP-18 (250 x 4,6 mm, 5 µm), alat untuk

menghilangkan gas yang terlarut dalam larutan (2210 Branion Sonics),

penyaring membrane milipore 0,22 mm, kertas saring polypropylene

(Whatman). Sebelum digunakan, keseuaian sistem KCKT untuk pemisahan

4
komponen-komponen yang ada dalam ekstrak daun dewa harus ditentukan

terlebih dahulu.

Pengujian keseuaian sistem untuk memilih fase gerak dilakukan

dengan menggunakan senyawa pembanding yaitu rutin, isokuersitrin dan

kuersetin pada berbagai macam pelarut dan perbandingan yaitu metanol :

aquabidest (50:50, 60:40, 70:30), metanol : asam asetat 1 % (50:50, 60:40,

70:30) dengan kecepatan alir 1 mL/menit. Pada pengujian ini digunakan

kolom fase terbalik RP18., detektor UV pada panjang gelombang 360 nm,

volume penyuntikan 20 µL. Dari kromatogram yang didapatkan, ditentukan

waktu retensi (tR), faktor kapasitas (k’), dan efisien kolom (N), resolusi (R),

tinggi plat teoritis (HETP) dari larutan standar. Fase gerak yang paling

optimum memisahkan komponen-komponen tersebut dipakai untuk

karakterisasi ekstrak daun dewa.

Pemeriksaan Ekstrak Daun Dewa dengan KCKT

Ekstrak kental daun dewa sebanyak 0,5670 gram dilarutkan dengan

aqua bidest dalam labu ukur sampai 50 mL. Larutan ekstrak itu difraksinasi

berturut-turut dengan heksan, etil asetat dan butanol. Masing-masing fraksi

dan fraksi sisa dalam air diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator

sampai kental. Fraksi kental etil asetat, butanol dan air dilarutkan dengan

metanol sampai 100 mL, kemudian disaring melalui filter 0,45 mm. Sebanyak

20 µL larutan fraksi dalam metanol diinjeksikan kedalam sistem KCKT dengan

pelarut yang sesuai, laju alir fase gerak adalah 1 mL/menit serta deteksi pada

panjang gelombang 360 nm.

5
HASIL DAN PEMBAHASAN

Daun dewa yang dikumpulkan dari tanaman dalam pot di Kelurahan

Anduring, Kecamatan Kuranji, Kota Padang diperlihatkan pada Gambar 1.

Berdasarkan hasil determinasi yang telah dilakukan di Herbarium Universitas

Andalas diperoleh nama latin daripada tumbuhan daun yang digunakan pada

penelitian ini yaitu Gynura pseudochina (Lour.) DC.

Gambar 1. Daun Dewa [Gynura pseudochina (Lour.) DC]

Dari daun dewa segar sebanyak 1 kilogram setelah dikering-anginkan

pada suhu kamar sampai kering (kadar air 9,6 %), diperoleh serbuk daun

dewa kering sebanyak 235 gram. Dari 100 gram sampel kering daun dewa

didapatkan ekstrak kental sebanyak 7,567 gram dengan rendemen 7,567 %.

Hasil uji pendahuluan ekstrak daun dewa menunjukkan bahwa ekstrak

berbentuk cairan kental, berbau khas, berwarna hijau tua dan rasa pahit.

Susut pengeringan yang diperoleh dari ekstrak daun dewa adalah 9,48 %,

kadar abu total 7,85 % dan kadar abu tidak larut dalam asam 1,25 %.

6
A

Gambar 2. Kromatogram KCKT Rutin (A), Isokuersitrin dan Kuersetin (B)


dan Campuran Ketiganya (C) dengan Fase Gerak Metanol-Asam
Asetat 1% (70 : 30)

Dari beberapa perbandingan fase gerak yang digunakan diperoleh hasil

terbaik dengan menggunakan fase gerak metanol : asam asetat 1% pada

perbandingan 70 : 30 dan sistem KCKT partisi fase terbalik RP 18 (250 x 4,6

mm, 5 µm), detektor UV pada panjang gelombang 360 nm dan kecepatan alir

1 mL/menit. Dari kromatogram dapat dilihat bahwa senyawa rutin terlihat pada

waktu retensi 3,225 menit, sedangkan pada kromatogram pembanding

kuersetin terdapat dua puncak yaitu isokuersitrin terlihat pada waktu retensi

4,450 menit dan kuersetin terlihat pada waktu retensi 5,683 menit (Gambar 2A

dan 2B). Kromatogram campuran kedua senyawa pembanding tersebut

7
menunjukkan tiga puncak pada waktu retensi 3,250, 4,533 dan 5,808 menit

(Gambar 2C). Pada pengukuran KCKT senyawa pembanding secara berulang

diperoleh waktu retensi seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Waktu Retensi Senyawa Pembanding Rutin, Isokuersitrin dan


Kuersetin yang Diukur Berulang Kali.

Senyawa Waktu Rata-rata Minimum Maksimum


Pembanding Retensi (menit) (menit) (menit)
(menit)
3,225
3,250
Rutin 3,242 3,235 3,225 3,250
3,225
3,233
4,450
4,525
Isokuersitrin 4,508 4,493 4,450 4,525
4,467
4,517
5,808
5,817
Kuersetin 5,800 5,767 5,683 5,817
5,683
5,725

Dari kromatogram hasil pengukuran ekstrak daun dewa (Gambar 3)

dapat dilihat bahwa pada fraksi etil asetat, butanol dan air dapat terdeteksi

beberapa senyawa. Karakteristik kromatogram itu diringkaskan dalam Tabel 2.

Pada kromatogram fraksi etil asetat (Gambar 3A) terdeteksi lima senyawa

dengan waktu retensi 3,358, 4,833, 6,350, 11,867 dan 12,317 menit. Pada

kromatogram fraksi butanol (Gambar 3B) terdeteksi tujuh senyawa dengan

waktu retensi 2,742, 2,942, 3,275, 3,625, 4,592, 5,000 dan 6,150 menit.

Sedangkan pada kromatogram fraksi air (Gambar 3C) terdeteksi enam

8
senyawa dengan waktu retensi 2,442, 2,675, 3,192, 7,500, 7,842 dan 9,950

menit.

Tabel 2. Karakteristik Kromatogram Fraksi Etil Asetat, Fraksi Butanol dan


Fraksi Air dari Ekstrak Daun Dewa

Puncak Puncak Puncak Puncak Puncak Puncak Puncak


Jumlah
Fraksi 1 2 3 4 5 6 7
Puncak
(menit) (menit) (menit) (menit) (menit) (menit) (menit)
Etil
5 3,358 4,833 6,350 11,867 12,317
Asetat
Butanol 7 2,742 2,942 3,275 3,625 4,592 5,000 6,150
Air 6 2,442 2,675 3,192 7,500 7,842 9,950

Gambar 3. Kromatogram KCKT Fraksi Etil Asetat (A), Fraksi Butanol (B) dan
Fraksi Air (C) dari Ekstrak Daun Dewa dengan Fase Gerak
Metanol-Asam Asetat 1% (70 : 30)

9
PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini daun dewa yang digunakan adalah daun dewa

seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Tumbuhan ini tumbuh subur di dalam pot

yang diberi pupuk kandang tanpa pestisida. Untuk memastikan kebenarannya,

tumbuhan ini telah dideterminasi oleh Herbarium Universitas Andalas dengan

nama Gynura pseudochina (Lour.) DC.

Pembuatan ekstrak daun dewa dilakukan berdasarkan buku Monografi

Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1 (15) untuk pembuatan ekstrak

daun sambung nyawa (Gynura procumbens). Dari 100 g daun dewa kering

diperoleh ekstrak kental sebanyak 7,567 gram dengan rendemen 7,567 %.

Rendemen ini sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM (15)

untuk ekstrak kental daun sambung nyawa.

Hasil pemeriksaan organoleptik yaitu bentuk, bau, warna dan rasa dari

ekstrak daun dewa menunjukkan nilai-nilai yang berbeda dengan ekstrak

kental daun sambung nyawa (14). Demikian pula hasil pengujian parameter

non speksifiknya, berbeda dengan ekstrak kental daun sambung nyawa (14).

Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun dewa yang dibuat sesuai

dengan standar mutu yang berlaku, tetapi berbeda dengan ekstrak kental

sambung nyawa.

Ekstrak daun dewa sebanyak 0,5670 gram ditambahkan 50 ml aqua

bidestilata dan dilakukan proses fraksinasi, tujuannya adalah untuk

memisahkan senyawa yang bersifat non polar, semi polar dan polar. Pelarut

yang digunakan pada proses fraksinasi ini adalah heksan (non polar), etil

10
asetat (semi polar) dan butanol (polar) dan air (paling polar). Dari fraksinasi

ekstrak daun dewa didapat 4 fraksi yaitu fraksi heksan, fraksi etil asetat, fraksi

butanol dan fraksi air. Dari keempat fraksi ini, fraksi heksan tidak

dikarakterisasi dengan KCKT karena dikhawatirkan fraksi heksan yang bersifat

non polar akan terikat kuat dalam kolom. Fraksi-fraksi etil asetat, butanol dan

air dikarakterisasi menggunakan KCKT. Fraksi-fraksi ini diduga mengandung

senyawa-senyawa polifenol dan senyawa semi polar lainnya. Hasil fraksinasi

ini diuapkan dengan rotary evaporator sehingga diperoleh larutan pekat.

Larutan pekat ini dilarutkan dalam metanol sampai 100 ml lalu diukur dengan

menggunakan KCKT partisi fase terbalik.

Untuk mendapatkan hasil yang baik dalam karakterisasi ekstrak daun

dewa dengan KCKT, uji kesesuaian sistem perlu dilakukan terlebih dahulu.

Untuk uji kesesuaian sistem, faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah jenis

kolom yang digunakan, jenis fase gerak yang cocok dan panjang gelombang

detektor. Pada penelitian ini kolom yang digunakan adalah kolom RP 18,

ukuran 250 mm x 4,6 mm. Pemilihan kolom ini disesuaikan dengan metode

KCKT yang digunakan yaitu KCKT partisi fase terbalik yang dapat digunakan

dengan fase gerak polar dan semi polar. Uji kesesuaian sistem ini dilakukan

dengan menggunakan senyawa pembanding yang diperkirakan terkandung

dalam ekstrak daun dewa, yaitu rutin, isokuersitrin dan kuersetin. Dari

kromatogram yang dihasilkan dihitung nilai tinggi plat teoritis (HETP), jumlah

plat teoritis (N), faktor kesimetrisan (TF), resolusi (R), selektivitas (α) dan

faktor kapasitas (k’).

11
Detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang

360 nm. Panjang gelombang ini dipilih karena senyawa pembanding yang

digunakan adalah senyawa flavonoid yaitu rutin, isokuersitrin dan kuersetin

yang memiliki banyak gugus kromofor pada strukturnya sehingga bisa

terdeteksi panjang gelombang 360 nm. Selain itu, senyawa flavonoid dapat

terdeteksi secara maksimal pada panjang gelombang tersebut (16).

Pada penelitian ini fase gerak yang dicobakan adalah campuran

asetonitril – air (50:50, 60:40, 70:30), campuran metanol – air (50:50, 60:40,

70:30) dan campuran metanol – asam asetat 1% (50:50, 60:40, 70:30). Dari

semua fase gerak yang telah dicobakan diperoleh pemisahan yang terbaik

untuk campuran senyawa pembanding rutin, isokuersitrin dan kuersetin

dengan menggunakan fase gerak campuran metanol – asam asetat 1%

dengan perbandingan 70:30 (Gambar 2C).

Dari hasil uji kesesuaian sistem tersebut dapat disimpulkan bahwa

kolom yang dapat digunakan untuk memisahkan ketiga komponen itu dengan

baik adalah kolom fase terbalik RP 18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dengan memakai

fase gerak campuran metanol – asam asetat 1% (70 : 30), volume sampel 20

µL dan laju alir 1 mL/menit. Karena itu sistem ini dapat dipakai untuk

karakterisasi ekstrak daun dewa.

Untuk menentukan senyawa kimia yang terkandung di dalam fraksi etil

asetat, butanol dan air digunakan senyawa pembanding. Senyawa

pembanding yang digunakan adalah rutin dan kuersetin. Kedua senyawa ini

digunakan sebagai pembanding karena ekstrak daun dewa mengandung

12
senyawa flavonoid dengan komponen utama kuersetin dan rutin (4). Syarat

senyawa pembanding yang baik adalah senyawa harus murni yang

menghasilkan satu puncak. Senyawa pembanding rutin menunjukkan satu

puncak yang dominan pada pada waktu retensi 3,225 (Gambar 2A) sehingga

dapat dipakai sebagai pembanding. Senyawa pembanding kuersetin

menunjukkan dua puncak yang dominan pada waktu retensi 4,450 menit dan

5,683 menit. Waktu retensi 4,450 menit menunjukkan senyawa isokuersitrin

dan waktu retensi 5,683 menit menunjukkan senyawa kuersetin. Senyawa

pembanding kuersetin yang diperoleh dari Laboratorium Biota Sumatra

Universitas Andalas berupa campuran isokuersitrin dan kuersetin. Senyawa

isokuersitrin memiliki satu gugus gula pada strukturnya sedangkan senyawa

kuersetin tidak memiliki gugus gula (aglikon). Oleh karena itu senyawa

isokuersitrin lebih polar dibandingkan dengan kuersetin sehingga isokuersitrin

lebih dulu keluar pada kromatogram (Gambar 2B).

Berdasarkan hasil pengujian pada sampel maka didapatkan

kromatogram dari fraksi etil asetat, butanol dan air. Pada kromatogram fraksi

etil asetat dari ekstrak daun dewa terdapat lima puncak (Gambar 3A). pada

kromatogram fraksi butanol terdapat tujuh puncak (Gambar 3B), dan pada

kromatogram fraksi air terdapat enam puncak (Gambar 3C). Bila puncak-

puncak yang didapatkan pada kromatogram fraksi-fraksi dari ekstrak daun

dewa dibandingkan dengan waktu retensi senyawa pembanding (Tabel 1)

terlihat bahwa beberapa puncak mendekati waktu retensi untuk rutin,

isokuersitrin dan kuersetin.

13
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ekstrak daun dewa memiliki

kandungan kimia flavonoid, terutama rutin, isokuersitrin dan kuersetin. Hal ini

ditunjukkan dari puncak rutin yang terdapat pada fraksi etil asetat, butanol dan

air yang lebih dominan sehingga dapat dijadikan sebagai senyawa penanda

untuk penentuan mutu ekstrak daun dewa. Dengan demikian pola KCKT ini

dapat dipakai untuk identifikasi dan pemastian mutu ekstrak daun dewa.

KESIMPULAN

Dari penelitian yang sudah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

kolom KCKT RP 18 (250 mm x 4,6 mm, 5 µm) menghasilkan puncak

kromatogram yang baik untuk karakterisasi ekstrak daun dewa dengan fase

gerak campuran metanol-asam asetat 1% pada perbandingan 70:30, laju alir 1

mL/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 360 nm. Pola KCKT

fraksi etil asetat ekstrak daun dewa menunjukkan lima puncak, pola KCKT

fraksi butanol menunjukkan tujuh puncak dan pola KCKT fraksi air ekstrak

daun dewa menunjukkan enam puncak. Pada ketiga fraksi tersebut terdapat

senyawa rutin dan komponen-komponen lain yang belum diketahui dengan

pasti.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Biota

Sumatera Universitas Andalas yang telah membantu dalam penyediaan bahan

pembanding dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan

kepada Kepala Herbarium Universitas Andalas yang membantu

mendeterninasi tumbuhan obat daun dewa.

14
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudibyo M. Alam Sumber Kesehatan: Manfaat dan Kegunaan. Jakarta:
Balai Pustaka; 1998.
2. Perry LM. Medicinal Plants of East and South East Asia: Attributed
Properties and Uses. Cambridge (MA): MIT Press; 1980
3. Sayuthi D, Darusman LK, Suparto IH, Imanah A. Potensi senyawa bioaktif
daun dewa (Gynura pseudochina (Linn.) DC. sebagai antikanker, Tahap I,
Buletin Kimia 2000; 1(1): 23-29
4. Herwindriandita. Telaah fitokimia daun dewa [Gynura pseudochina (Lour.)]
DC. Skripsi. Bandung: Sekolah Farmasi ITB; 2006.
5. Yuan SQ, Gu GM, Wei TT. Studies on the alkaloids of Gynura segetum
(Lour.) Merr. Yau Xue Xue Bao 1990; 25(3): 191-197
6. Fu PP, Yang YC, Xia Q, Chou MW, Cui YY, Lin L. 2002, Pyrrolizidine
alkaloids – tumorigenic components in Chinese herbal medicines and
dietary supplements. J Food and Drug Anal 2002; 10(4): 198-211
7. Qi X, Wu B, Cheng Y, Qu H. Simultaneous characterization of pyrrolizidine
alkaloids and N-oxides in Gynura segetum by liquid chromatography/ion
trap mass spectrometry. Rapid Commun Mass Spectrom 2009; 23(2): 291-
302
8. Pewnim T, Thadaniti S. Study on medicinal plants of the Thachin basin
with on emphasis on the chemical and biological properties. Research
Summary: Silpakorn University No.3, Bangkok (Thailand); 1988; 158 p.
9. Pewnim T. Production of peroxidase from plants in the Thachin Basin.
Research Abstracts Silpakorn University, Bangkok (Thailand); 1993; 156 p.
10. Sayuthi D. 2001, Ekstraksi, fraksinasi, karakterisasi dan uji hayati in vitro
senyawa bioaktif daun dewa (Gynura pseudochina (Linn.) DC. sebagai
antikanker, Tahap II, Buletin Kimia 2001; 1(2): 75-79
11. Novayanti D. Pengaruh ekstrak daun dewa (Gynura pseudochina (Lour.)
DC., terhadap waktu perdarahan dan koagulasi pada tikus putih (Rattus
norwegicus, L.). Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga; 2009.
12. Abdullah T. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun dewa (Gynura
pseudochina (Lour.) DC. terhadap kadar kolesterol total, kolesterol HDL,
kolesterol LDL dalam serum tikus jantan hiperkolesterolemik. Tesis.
Surabaya: Universitas Airlangga; 2005
13. Siriwatanametaton N, Fiebich BL, Efferth T, Prieto JM, Heinrich M.
Traditionally used Thai medicinal plants: in vitro anti-inflammatory,
anticancer and antioxidant activities. J Ethnopharmacol 2010; 130(2): 196-
207
14. Ditjen POM. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2000.
15. BPOM. Monografi Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta: Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia; 2004.
16. Pennarietta JM, Alvarado JA, Akesson B and Bergenstahk B. 2007.
Separation of phenolic compounds from foods by reversed-phased high
performance liquid chromatography. Bolivian Journal of Chemistry 2007;
24(1): 1-4.

15

Вам также может понравиться