Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
) DC]
ABSTRAK
ABSTRACT
1
PENDAHULUAN
satu tumbuhan obat Indonesia yang telah lama digunakan secara turun-
kanker, kencing manis, tekanan darah tinggi dan penyakit kulit (obat luar) (1).
Selain itu daun dewa juga digunakan untuk pengobatan penyakit ginjal dan
golongan alkaloid, flavonoid, tanin, steroid dan triterpenoid (3). Penelitian lain
antara lain dapat menghambat pertumbuhan sel kanker (3, 10), mempercepat
(11), menurunkan kadar kolesterol dalam darah (12) dan antiinflamasi (13).
bakunya, baik yang berupa simplisia maupun yang berbentuk ekstrak atau
2
sediaan galenik. Oleh karena itu penetapan karakterisasi simplisia dan ekstrak
daun dewa perlu dilakukan guna menjamin bahwa produk obat bahan alam
yang mengandung daun dewa dapat diketahui mutunya. Salah satu cara
ekstrak daun dewa. Pola KCKT ini dapat dipakai sebagai salah satu parameter
METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan penelitian berupa daun dewa yang dipetik dari tanaman yang
Kuranji, Kota Padang pada bulan Agustus 2010. Determinasi tumbuhan ini
asetat, aqua bidestilata, heksan, etilasetat dan butanol diperoleh dari Merck®
(Germany).
Daun dewa segar sebanyak 1 kilogram, dicuci dengan air sampai bersih
3
daun dewa menjadi kering (kadar air kurang dari 10 %). Setelah kering, daun
etanol 70% (15). Sebanyak 100 g daun dewa kering dimasukkan ke dalam
dipisahkan dan prose diulangi dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang
dicatat.
sesuai dengan Ditjen POM (14). Parameter non spesifik yang diperiksa adalah
susut pengeringan, kadar abu total dan kadar abu tidak larut dalam asam.
4
komponen-komponen yang ada dalam ekstrak daun dewa harus ditentukan
terlebih dahulu.
kolom fase terbalik RP18., detektor UV pada panjang gelombang 360 nm,
waktu retensi (tR), faktor kapasitas (k’), dan efisien kolom (N), resolusi (R),
tinggi plat teoritis (HETP) dari larutan standar. Fase gerak yang paling
aqua bidest dalam labu ukur sampai 50 mL. Larutan ekstrak itu difraksinasi
dan fraksi sisa dalam air diuapkan pelarutnya dengan rotary evaporator
sampai kental. Fraksi kental etil asetat, butanol dan air dilarutkan dengan
metanol sampai 100 mL, kemudian disaring melalui filter 0,45 mm. Sebanyak
pelarut yang sesuai, laju alir fase gerak adalah 1 mL/menit serta deteksi pada
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Andalas diperoleh nama latin daripada tumbuhan daun yang digunakan pada
pada suhu kamar sampai kering (kadar air 9,6 %), diperoleh serbuk daun
dewa kering sebanyak 235 gram. Dari 100 gram sampel kering daun dewa
berbentuk cairan kental, berbau khas, berwarna hijau tua dan rasa pahit.
Susut pengeringan yang diperoleh dari ekstrak daun dewa adalah 9,48 %,
kadar abu total 7,85 % dan kadar abu tidak larut dalam asam 1,25 %.
6
A
mm, 5 µm), detektor UV pada panjang gelombang 360 nm dan kecepatan alir
1 mL/menit. Dari kromatogram dapat dilihat bahwa senyawa rutin terlihat pada
kuersetin terdapat dua puncak yaitu isokuersitrin terlihat pada waktu retensi
4,450 menit dan kuersetin terlihat pada waktu retensi 5,683 menit (Gambar 2A
7
menunjukkan tiga puncak pada waktu retensi 3,250, 4,533 dan 5,808 menit
dapat dilihat bahwa pada fraksi etil asetat, butanol dan air dapat terdeteksi
Pada kromatogram fraksi etil asetat (Gambar 3A) terdeteksi lima senyawa
dengan waktu retensi 3,358, 4,833, 6,350, 11,867 dan 12,317 menit. Pada
waktu retensi 2,742, 2,942, 3,275, 3,625, 4,592, 5,000 dan 6,150 menit.
8
senyawa dengan waktu retensi 2,442, 2,675, 3,192, 7,500, 7,842 dan 9,950
menit.
Gambar 3. Kromatogram KCKT Fraksi Etil Asetat (A), Fraksi Butanol (B) dan
Fraksi Air (C) dari Ekstrak Daun Dewa dengan Fase Gerak
Metanol-Asam Asetat 1% (70 : 30)
9
PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini daun dewa yang digunakan adalah daun dewa
seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Tumbuhan ini tumbuh subur di dalam pot
daun sambung nyawa (Gynura procumbens). Dari 100 g daun dewa kering
Rendemen ini sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh BPOM (15)
Hasil pemeriksaan organoleptik yaitu bentuk, bau, warna dan rasa dari
kental daun sambung nyawa (14). Demikian pula hasil pengujian parameter
non speksifiknya, berbeda dengan ekstrak kental daun sambung nyawa (14).
Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun dewa yang dibuat sesuai
dengan standar mutu yang berlaku, tetapi berbeda dengan ekstrak kental
sambung nyawa.
memisahkan senyawa yang bersifat non polar, semi polar dan polar. Pelarut
yang digunakan pada proses fraksinasi ini adalah heksan (non polar), etil
10
asetat (semi polar) dan butanol (polar) dan air (paling polar). Dari fraksinasi
ekstrak daun dewa didapat 4 fraksi yaitu fraksi heksan, fraksi etil asetat, fraksi
butanol dan fraksi air. Dari keempat fraksi ini, fraksi heksan tidak
non polar akan terikat kuat dalam kolom. Fraksi-fraksi etil asetat, butanol dan
Larutan pekat ini dilarutkan dalam metanol sampai 100 ml lalu diukur dengan
dewa dengan KCKT, uji kesesuaian sistem perlu dilakukan terlebih dahulu.
Untuk uji kesesuaian sistem, faktor-faktor yang harus diperhatikan adalah jenis
kolom yang digunakan, jenis fase gerak yang cocok dan panjang gelombang
detektor. Pada penelitian ini kolom yang digunakan adalah kolom RP 18,
ukuran 250 mm x 4,6 mm. Pemilihan kolom ini disesuaikan dengan metode
KCKT yang digunakan yaitu KCKT partisi fase terbalik yang dapat digunakan
dengan fase gerak polar dan semi polar. Uji kesesuaian sistem ini dilakukan
dalam ekstrak daun dewa, yaitu rutin, isokuersitrin dan kuersetin. Dari
kromatogram yang dihasilkan dihitung nilai tinggi plat teoritis (HETP), jumlah
plat teoritis (N), faktor kesimetrisan (TF), resolusi (R), selektivitas (α) dan
11
Detektor yang digunakan adalah detektor UV pada panjang gelombang
360 nm. Panjang gelombang ini dipilih karena senyawa pembanding yang
terdeteksi panjang gelombang 360 nm. Selain itu, senyawa flavonoid dapat
asetonitril – air (50:50, 60:40, 70:30), campuran metanol – air (50:50, 60:40,
70:30) dan campuran metanol – asam asetat 1% (50:50, 60:40, 70:30). Dari
semua fase gerak yang telah dicobakan diperoleh pemisahan yang terbaik
kolom yang dapat digunakan untuk memisahkan ketiga komponen itu dengan
baik adalah kolom fase terbalik RP 18 (250 x 4,6 mm, 5 µm) dengan memakai
fase gerak campuran metanol – asam asetat 1% (70 : 30), volume sampel 20
µL dan laju alir 1 mL/menit. Karena itu sistem ini dapat dipakai untuk
pembanding yang digunakan adalah rutin dan kuersetin. Kedua senyawa ini
12
senyawa flavonoid dengan komponen utama kuersetin dan rutin (4). Syarat
puncak yang dominan pada pada waktu retensi 3,225 (Gambar 2A) sehingga
menunjukkan dua puncak yang dominan pada waktu retensi 4,450 menit dan
kuersetin tidak memiliki gugus gula (aglikon). Oleh karena itu senyawa
kromatogram dari fraksi etil asetat, butanol dan air. Pada kromatogram fraksi
etil asetat dari ekstrak daun dewa terdapat lima puncak (Gambar 3A). pada
kromatogram fraksi butanol terdapat tujuh puncak (Gambar 3B), dan pada
kromatogram fraksi air terdapat enam puncak (Gambar 3C). Bila puncak-
13
Dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa ekstrak daun dewa memiliki
kandungan kimia flavonoid, terutama rutin, isokuersitrin dan kuersetin. Hal ini
ditunjukkan dari puncak rutin yang terdapat pada fraksi etil asetat, butanol dan
air yang lebih dominan sehingga dapat dijadikan sebagai senyawa penanda
untuk penentuan mutu ekstrak daun dewa. Dengan demikian pola KCKT ini
dapat dipakai untuk identifikasi dan pemastian mutu ekstrak daun dewa.
KESIMPULAN
kromatogram yang baik untuk karakterisasi ekstrak daun dewa dengan fase
mL/menit dan detektor UV pada panjang gelombang 360 nm. Pola KCKT
fraksi etil asetat ekstrak daun dewa menunjukkan lima puncak, pola KCKT
fraksi butanol menunjukkan tujuh puncak dan pola KCKT fraksi air ekstrak
daun dewa menunjukkan enam puncak. Pada ketiga fraksi tersebut terdapat
pasti.
pembanding dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudibyo M. Alam Sumber Kesehatan: Manfaat dan Kegunaan. Jakarta:
Balai Pustaka; 1998.
2. Perry LM. Medicinal Plants of East and South East Asia: Attributed
Properties and Uses. Cambridge (MA): MIT Press; 1980
3. Sayuthi D, Darusman LK, Suparto IH, Imanah A. Potensi senyawa bioaktif
daun dewa (Gynura pseudochina (Linn.) DC. sebagai antikanker, Tahap I,
Buletin Kimia 2000; 1(1): 23-29
4. Herwindriandita. Telaah fitokimia daun dewa [Gynura pseudochina (Lour.)]
DC. Skripsi. Bandung: Sekolah Farmasi ITB; 2006.
5. Yuan SQ, Gu GM, Wei TT. Studies on the alkaloids of Gynura segetum
(Lour.) Merr. Yau Xue Xue Bao 1990; 25(3): 191-197
6. Fu PP, Yang YC, Xia Q, Chou MW, Cui YY, Lin L. 2002, Pyrrolizidine
alkaloids – tumorigenic components in Chinese herbal medicines and
dietary supplements. J Food and Drug Anal 2002; 10(4): 198-211
7. Qi X, Wu B, Cheng Y, Qu H. Simultaneous characterization of pyrrolizidine
alkaloids and N-oxides in Gynura segetum by liquid chromatography/ion
trap mass spectrometry. Rapid Commun Mass Spectrom 2009; 23(2): 291-
302
8. Pewnim T, Thadaniti S. Study on medicinal plants of the Thachin basin
with on emphasis on the chemical and biological properties. Research
Summary: Silpakorn University No.3, Bangkok (Thailand); 1988; 158 p.
9. Pewnim T. Production of peroxidase from plants in the Thachin Basin.
Research Abstracts Silpakorn University, Bangkok (Thailand); 1993; 156 p.
10. Sayuthi D. 2001, Ekstraksi, fraksinasi, karakterisasi dan uji hayati in vitro
senyawa bioaktif daun dewa (Gynura pseudochina (Linn.) DC. sebagai
antikanker, Tahap II, Buletin Kimia 2001; 1(2): 75-79
11. Novayanti D. Pengaruh ekstrak daun dewa (Gynura pseudochina (Lour.)
DC., terhadap waktu perdarahan dan koagulasi pada tikus putih (Rattus
norwegicus, L.). Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga; 2009.
12. Abdullah T. Pengaruh pemberian ekstrak etanol daun dewa (Gynura
pseudochina (Lour.) DC. terhadap kadar kolesterol total, kolesterol HDL,
kolesterol LDL dalam serum tikus jantan hiperkolesterolemik. Tesis.
Surabaya: Universitas Airlangga; 2005
13. Siriwatanametaton N, Fiebich BL, Efferth T, Prieto JM, Heinrich M.
Traditionally used Thai medicinal plants: in vitro anti-inflammatory,
anticancer and antioxidant activities. J Ethnopharmacol 2010; 130(2): 196-
207
14. Ditjen POM. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2000.
15. BPOM. Monografi Tumbuhan Obat Indonesia. Volume 1. Jakarta: Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia; 2004.
16. Pennarietta JM, Alvarado JA, Akesson B and Bergenstahk B. 2007.
Separation of phenolic compounds from foods by reversed-phased high
performance liquid chromatography. Bolivian Journal of Chemistry 2007;
24(1): 1-4.
15