Вы находитесь на странице: 1из 18

1.

Al-Ghozali mendefinisikan Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari
padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan
pertimbangan pikiran (lebih dulu).

Jadi pengertian Akhlak dalam penelitian ini adalah suatu kondisi atau sifat yang telah
meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam
perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan
pemikiran. Apabila kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut
pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia (akhlakul
karimah) dan sebaliknya pabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah bukit
pekerti yang tercela.

G. Identifikasi variabel penelitian


Berdasarkan landasan teori yang ada serta rumusan hipotesis penelitian maka yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

1. Variabel bebas : Kecerdasan Emosional

2. Variabel terikat : Akhlak Siswa

Yang nanti akan dijabarkan kedalam beberapa indikator penelitian di tunjukkan kedalam
table 1.

Tabel 1.1

Kecerdasan Emosional 1. Mengenali emosi diri


2. Mengelola emosi
3. Memotivasi diri sendiri
4. Mengenali emosi orang lain

5. Membina hubungan. Daniel Golman


dalam T. Hermaya (2007: 58-59)
Kahlak 1. Shiddiq
2. Istiqamah
3. Fathanah
4. Amanah

5. Tablihg . Toto Tasmara (2001: 189-


230)

H. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah psikologis siswa yang meliputi kecerdasan
emosionalnya dan pengaruhnya terhadap akhlak (tingkah laku siswa). Berdasarkan
pertimbangan peneliti dalam beberapa hal, maka penelitian ini hanya dilaksanakan pada
siswa kelas II MAN 03 Malang.

I. Kerangka Konsep

Jika dibuat dalam suatu kerangka konsep, maka akan terlihat hubungan sebagai berikut:

J. Tinjauan Pustaka
1. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian yang mengangkat tentang materi Emosional Inteligensi di
berbagai perguruan tinggi. Dari beberapa penelitian tersebut terdapat berbagai macam
fokus yang ingin dianalisis, baik mengenai peranannya, hubungannya, dan urgensi
emosional inteligence. Dari beberapa penelitian tentang emosional dapat desebutkan
sebagai berikut.

Skripsi yang ditulis oleh Gatot Nurluqman pada tahun 1997 Universitas Islam Negeri
(UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang yang berjudul ”Urgensi Kecerdasan Emosional
Sebagai Paradigma Baru Pendidikan Anak Di Lingungan Keluarga.” Penelitian yang
menggunakan pendekatan kualitatif ini memaparkan tentang pentingya mengembangkan
dan menjadikan paradigma emosional inteligensi sebagai konsep yang harus mendapat
perhatian untuk dikembangkan dalam lingkungan pendidikan formal maupun non formal,
namun penelitian ini juga tidak memisahkan antara urgensi aspek-aspek kecerdasan yang
lain termasuk didalamnya kecerdasan spritual dengan memberikan nilai yang berlebihan
terhadap aspek kecerdasan emosional sebagai paradigma yang begitu penting dalam
usaha mendidik dan membesarkan anak.

Skripsi selanjutnya berjudul ” Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Prestasi


Belajar pada Siswa Kelas II SMU Lab School Jakarta Timur.” Skripsi ini ditulis oleh
Amalia Sawitri Wahyuningsih tahun 2004 Universitas Persada Indonesia Y.A.I Jakarta.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaf yang mengukur tentang
hubungan antara emosional inteligensi dengan prestasi belajar siswa. Analisi datanya
dengan menggunakan Produc Momen dan nilai koefisien reliabilitasnya menggunakan
rumus Alpha Cronbach.

Skripsi dengan judul “Peranan Kecerdasan Emosional dalam Meningkatkan Kualitas


Prestasi Belajar Pendidikan Agama Islam Siswa AMK Kosgoro I Lawang Malang” yang
ditulis oleh Andik Bambang tahun 2004 Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ini dilatar belakangi
oleh pendapat para ahli yang mengatakan bahwa IQ hanya mempunyai peran sekitar 20%
dalam menentukan keberhasilan hidup. Sedangkan 80% sisanya ditentukan oleh faktor-
faktor lain.

Dari beberapa penelitian di atas, ada yang memiliki persamaan judul maupun
pembahasan yang akan dibahas dalam skripsi yang akan peneliti tulis. Namun persamaan
itu hanya terdapat pada satu segi saja seperti pada Emosional Inteligensi. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa belum ada satu skripsipun yang membahas tentang Pengaruh
Kecerdasan Emosional Inteligensi Terhadap Akhlak Siswa, yang akan dilakukan
penelitian pada siswa kelas II MAN 03 Malang.

2. Kecerdasan Emosional
a. Definisi Emosi

Kata emosi berasal dari bahasa latin, yaitu emovere, yang berarti bergerak menjauh. Arti
kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam
emosi. Menurut Daniel Goleman[10] emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran
yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi
merupakan reaksi terhadap rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh
emosi gembira mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi
terlihat tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis.

Emosi berkaitan dengan perubahan fisiologis dan berbagai pikiran. Jadi, emosi
merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia, karena emosi dapat
merupakan motivator perilaku dalam arti meningkatkan, tapi juga dapat mengganggu
perilaku intensional manusia.

Beberapa tokoh mengemukakan tentang macam-macam emosi, antara lain Descrates.


Menurut Descrates, emosi terbagi atas : Desire (hasrat), hate (benci), Sorrow
(sedih/duka), Wonder (heran), Love (cinta) dan Joy (kegembiraan). Sedangkan JB
Watson mengemukakan tiga macam emosi, yaitu : fear (ketakutan), Rage(kemarahan),
Love (cinta). Daniel Goleman mengemukakan beberapa macam emosi yang tidak
berbeda jauh dengan kedua tokoh di atas, yaitu :

1) Amarah : beringas, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati

2) Kesedihan : pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihi diri,

putus asa

3) Rasa takut : cemas, gugup, khawatir, was-was, perasaan takut sekali,

waspada, tidak tenang, ngeri


4) Kenikmatan : bahagia, gembira, riang, puas, riang, senang, terhibur, bangga

5) Cinta : penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa

dekat, bakti, hormat, kemesraan, kasih

6) Terkejut : terkesiap, terkejut

7) Jengkel : hina, jijik, muak, mual, tidak suka

8) Malu : malu hati, kesal[11]

Dari beberapa pengertian tentang emosi diatas dapat disipulkan emosi adalah keadaan
atau dorongan untuk bertindak sehingga mendorong individu untuk memberikan respon
atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada.

b. Definisi kecerdasan emosional

Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog
Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New
Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi
keberhasilan.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering disebut EQ
sebagai :

“himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau


perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya
dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan.”[12]

Kecerdasan emosional sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tidak bersifat menetap, dapat
berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan lingkungan terutama orang tua pada masa
kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan emosional.

Keterampilan EQ bukanlah lawan keterampilan IQ atau keterampilan kognitif, namun


keduanya berinteraksi secara dinamis, baik pada tingkatan konseptual maupun di dunia
nyata. Selain itu, EQ tidak begitu dipengaruhi oleh faktor keturunan.[13]

Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-On pada
tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan emosional
sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang mempengaruhi
kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan tekanan lingkungan.
[14]

Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari :”kecerdasan antar pribadi yaitu
kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka, bagaimana
mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan kecerdasan. Sedangkan
kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri.
Kemampuan tersebut adalah kemampuan membentuk suatu model diri sendiri yang teliti
dan mengacu pada diri serta kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat
untuk menempuh kehidupan secara efektif.”[15]

David Coleman memberikan penjelasan melalui ciri-ciri orang yang memilikin


kecerdasan emosional adalah sebagai berikut:

1) Memiliki pengaruh: melakukan taktik persuasi secara efektif.

2) Mampu berkomuniasi: mengirimkan pesan secara jelas dan meyakinkan.

3) Manajemen konflik: merundingkan dan menyelesaikan pendapat.

4) Kepemimpinan: menjadi pemandu dan member ilham.

5) Katalisator perubahan: mengawali, mendoroang, atau mengelola perubahan. [16]

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kemampuan
siswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina hubungan
(kerjasama) dengan orang lain.

c. Faktor Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey menempatkan menempatkan kecerdasan pribadi Gardner


dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang dicetuskannya dan memperluas
kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama, yaitu :

1) Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali perasaan
sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari kecerdasan
emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai metamood, yakni
kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer kesadaran diri adalah
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada
maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi.
Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah
satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai
emosi.[17]

2) Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan agar


dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan dalam diri
individu. Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri,
melepaskan kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang
ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan.
[18]

3) Memotivasi Diri Sendiri

Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang berarti
memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan
hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu antusianisme, gairah, optimis
dan keyakinan diri.

4) Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut Goleman
kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli, menunjukkan
kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih mampu
menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang mengisyaratkan apa-apa yang
dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu menerima sudut pandang orang lain,
peka terhadap perasaan orang lain dan lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.[19]

5) Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang menunjang


popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi.[20] Keterampilan dalam
berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam keberhasilan membina hubungan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-komponen utama dan


prinsip-prinsip dasar dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan
instrumen kecerdasan emosional

3. Definisi Akhlak

Definisi Akhlak dari segi etimologi adalah berasal dari kata Al-Khalqa dan Al-khulqu
yang bermakna satu, sebagaimana kata Asy Ayarabu dan Asy Syurabu. Tetapi ketika
harokat fathanya disukunkan pada huruf Kha’ dalam kata al-Khalqu, maka ia bermakna
suatu keadaan dan gambaran yang bisa dirasakan oleh pandangan. Sedangkan tatkala
harakatdhammahnya dikhususkan pada kha’nya, maka ia bermakan suatu kekuatan dan
peragai yang bisa dirasakan oleh pandangan hati.[21]

Sedangkan Al-Qhazali mengatakan “Bagaimana orang mengatakan si A itu baik


khalqunya dan Khuluqnya, berarti si A itu baik sifat lahirnya dan sifat batinya”. Dalam
pengertia sehari-hari, “akhlaq” umumnya disamakan artinya dengan arti kata “budi
pekerti” atau “kesusilaan” atau “sopan santun” dalam bahasa Indonesia, dan tidak
berbeda pula dengan arti kata “moral” atau “etic” dalam bahasa ingris. Dalam bahasa
Yunani, untuk pengertian “akhlaq” ini dipakai kata “ethos” atau “ethikos” yang kemudian
menjadi “etika” dalam istilah bahasa Indonesia.

Definisi “akhlak” dilihat dari segi terminologi di kemukakan oleh para ahli. Diantaranya
sebuah definisi dari Ibnu Maskawaih menyatakan, bahwa yang disebut “akhlaq” adalah:

‫حال للنفس داعية لها الى افعا لها من غير فكروروية‬.

“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan


tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dulu)”.

Dengan kalimat yang agak berbeda, Iman Al-Ghazali mengemukakan definisi “akhlaq”
sebagai berikut:

‫الخلق عبارةعن هئة في النفس راسخة عنها تصدرالفعال بسهولة ويسرمن غيرحاجةالى فكلروروية‬.

Akhlaq ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-
perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dulu).
[22]

Jadi pada hakekatnya Khulk (budi pekerti) atau akhlak adalah suatu kondisi atau sifat
yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah
berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa
memerlukan pemikiran. Apabila kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji
menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia
(akhlakul karimah) dan sebaliknya pabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka
disebutlah bukit pekerti yang tercela.

b. Dasar Akhlakul Karimah

Akhalakul Karimah, tingkah laku yang mulia atau perbuatan baik adalah cerminan dari
iman yang benar dan sempurna. Diantara para ahli mnegatakan bahwa akhlak itu adala
instinct (garizah) yang dibawa manusia sejak lahir dan ada pula yang mengatakan bahwa
akhlak itu adalah hasil dari pendidikan dan latihan serta perjuangan. Pendapat ini dapat
memudahkan kita untuk mengkaji akhlak itu dalam penempatannya pada kedudukannya
yang seharusnya. Secara sederhana bahwa akhlak itu merupakan hasil usaha dalam
pendidikan dan melatih sungguh-sungguh potensi yang dimiliki manusia yang merupkan
pembawaan sejak lahir. Jika pendidikan itu benar, yaitu menuju pada kebaikan, maka
lahirlah perbuatan baik dan jika pendidikannya salah, maka lahirlah perbuatan yang
tercela. Jadi sebenarnya yang menjadi dasar akhlakul karimah adalah pendidikan dan
laihan untuk selalu berbuat baik.[23]

c. Faktor Akhlak

Toto Tasmara dalam bukunya Kecerdasa Ruhaniayah mengatagorikan akhlakul karimah


kedalam sifat-sifat Rasulullah, yang mana Rasulullahlah yang memiliki akhlakul karimah
yang paling sempurna. Toto Tasmara menyingkatnya dengan kata SIFAT singkatan dari
siddiq, istiqomah, fathanah, amanah, dan tablihg. Tentu saja akhlak beliau tidak dapat
dibatasi pada lima kata tersebut karena beliu adalah bentuk hidup dari aktualisasi Al-
Qur’an yang sangat multidimensi dan sangat luas batasannya.[24]

1) Siddiq

Siddiq atau Kejujuran adalah komponen ruhaniyah yang memantulkan berbagai sikap
terpuji (honorable, respectable, creditable, maqamam mahmudah). Mereka berani
menyatakan sikap secra transparan, terbebas dari segala kepalsuan dan penipuan (free
from fraud or deception). Hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus (openmainded and
straight forwardness). Sehingga mereka memiliki keberanian moral yang sangat kuat.
Seorang sufi terkenal, yaitu al-Qusyairi, mengatakan bahwa siddiq adalah orang yang
benar dalam semua kata, perbuatan, dan keadaan batinnya.[25]

Ada beberapa cirri-ciri orang disebut siddiq adalah sebagai berikut: jujur pada diri
sendiri, jujur terhadap orang lain, jujur terhadap allah, menyebarkan salam. Sedangkan
lawan dari siddiq adalah kidzib yang berarti berbohong atau berdusta. Islam mengajarkan
kita untuk menghindari sifat bohong karena akan merusak hubungan sosial dan
merugikan diri sendiri.

2) Istiqamah

Istiqamah diterjemahkan sebagai bentuk kualitas batin yang malahirkan sikap konsisten
(taat azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada
kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik, sebagaimana kata taqwim menuju pula pada
bentuk yang sempurna (qiwam),

ô‰s)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þ’Îû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (at-
Tiin:4)

Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Ada tiga derajat peringat istiqamah, yaitu menegakkan atau
membentuk sesuatu (taqwim) menyehatkan dan meluruskan (isqamah), dan berlaku lurus
(istiqamah). Taqwim menyangkut disiplin jiwa, isqamah berkaitan dengan
penyempurnaan, dan istiqamah berhubungan dengan tindakan mendekatkan diri kepada
Allah.”[26] Adapun lawan kata dari istiqhomah tidak teguh pendirian dan tidak konsisten
terhadap apa yang dia ucapakan atau perbuat.

Sedangkan ciri-ciri orang yang disebut sebagai orang yang istiqomah adalah mereka
mempunyai tujuan, mereka adalah orang yang kreatif, mereka sangat menghargai waktu,
mereka bersikap sabar.

3) Fathanah
Pada umunya, fathanah diatikan sebagai kecerdasan, kemahiran, atau penguasaan
terhadap bidang tertentu padahal makan fathanah merupakan kecerdasan yang mencakup
kecerdasan intelektual, emosional, dan terutama spiritual.

Seorang yang memiliki sifat fathah, tidak saja menguasai bidangnya, tetapi memiliki
dimensi ruhani yang kuat. Keputusan-keputusannya menunjukkan warna kemahiran
professional yang didasarkan pada sikap moral atau akhlak yang luhur. Seorang yang
fathanah itu tidak saja cerdas, tetapi juga memiliki kebijaksanaan atau kearifan dalam
berfikir dan bertindak. Sedangkan lawannya adalah bodoh, yakni melakukan perbuatan
bodoh (jahil).

Cir-ciri orang fathanah adalah Diberi Hikmah Dan Ilmu, mereka berdisiplin dan proaktif,
mampu memilih yang terbaik.

4) Amanah

amanah merupakan dasar dari tanggung jawab, kepercayaan, dan kehormatan serta
prinsip-prinsip yang melekat pada mereka yang cerdas secara ruhani. Di dalam nilai diri
yang amanah itu ada beberapa nilai yang melekat yaitu: 1) Rasa tanggung jawab (takwa),
2) kecanduan kepentingan dan sense of urgency, 3) Al-Amin, krideble, ingin dipercaya
dan mempercayai, 4) Hormat dan di hormati (honorable).[27] Lawan dari kata amanah
adalah berkhianat atau tidak bertanggung jawab terhadap apa yang telah menjadi
tanggungannya.

5) Tablihg

Kata tablihg di dalam al-Qur’an disebut dalam bentuk kata kerja (fi’il) sedikitnya ada
sepuluh kali (al-Maidah:67, al-Azhab: 62 68, al-Ahqaaf: 23, al-Jin: 28, al-A’raaf: 79, 92,
Huud: 57) yang merupakan bentukan dari akar kata balagha-yublahgu-tabliighan.artinya
proses menyampaika sesuatu untuk mempengaruhi orang lain melalui lambing-lambang
yang berarti (the process of transmitting the meaningful symbol).

Nilai tablihg telah memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan


berkomunikasi (communication skill), kepemimpinan, pengembangan dan peningkatan
kualitas sumber daya insani dan kemampuan diri untuk mengelola sesuatu.

K. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di MAN 03 Malang, Tepatnya di Jl. Bandung Gg.03
Malang, letak geagrafis lokasi sekolah berada pada kawasan dekat dengan pemukiman
masyarakat heterogen dan pusat-pusat perbelanjaan, sehingga itu tidak menutup
kemungkinan para siswa akan terpengaruh terhadap lingkungan sekiatar. Seperti
membolos sekolah karena jalan-jalan ke mal. Oleh karena itu diperlukan kajian pengaruh
kecerdasan emosional inteligensi terhadap akhlak siswa kelas II MAN 03 Malang.
2. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan penelitan ini menggunakan pendekatan kuantitatif karena data yang kami
ambil dalam bentuk angka akan diproses secara statistik.[28] Dan dideskripsikan secara
deduksi yang berangkat dari teori-teori umum, lalu dengan observasi untuk menguji
validitas keberlakuan teori tersebut ditariklah kesimpulan. Kemudian di jabarkan secara
deskriptif, karena hasilnya akan kami arahkan untuk mendiskripsikan data yang diperoleh
dan untuk menjawab rumusan.

Sedangkan jenis penelitiannya berdasarkan tempat adalah penelitian lapangan (field


research) dan studi pustaka. Studi pustaka digunakan untuk melakukan pengumpulan
data dari berbagai literatur yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi
ini. Penelitian lapangan (field research) digunakan pengumpulan data dari objek
penelitian, baik berupa data kuantitatif maupun data kualitatif yang diperlukan, dan jenis
penelitian berdasarkan tekniknya adalah Survey Research (Penelitian Survei), karena
tidak melakukan perubahan (tidak ada perlakuan khusus) terhadap variabel yang diteliti.

3. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan Correlation Studies, rancangan ini sangat sederhana, dua
sekor dikumpulkan, satu set untuk satu variabel yang dicakup dalam penelitian
dihubungkan dengan variabel lainnya. Koefisien relasi menunjukkan kekuatan hubungan
antar varibel.[29]

4. Data dan Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kuantitatif ini adalah berupa data primer dan sekunder.
Data primer diambil berdasarkan hasil pengumpulan data melalui angket yang dibagikan
kepada responden secara langsung, serta melalui observasi langsung terhadap objek.
Sedangkan data sekunder didapatkan melalui laporan prestasi belajar siswa yang dapat
berupa buku raport.

5. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Menurut Burhan Bungin populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari


objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, segala,
nilai, paristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-obejk ini dapat menjadi
sumber data penelitian.[30] Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas II
MAN 03 Malang yang berusia 16-17 tahun.

Jumlah seluruh siswa kelas II MAN 03 Malang selurunya adalah 252 siswa. Karena
terlalu banyaknya populasi maka perlu diadakan teknik pengambilan sampel dengan
menggunkan cara penarikan sample dari populasi. Sampel yang digunakan adalah
sampling random (random sampling), dengan penentuan besar sampelnya berdasarkan
pendapat Suharsimi Arikunto yang mengatakan bahwa jika jumlah populasinya lebih dari
100 maka dapat diambil 15% dari populasi.[31]
6. Instrumen Penelitian

Suatu alat ukur dapat dinyatakan sebagai alat ukur yang baik dan mampu memberikan
informasi yang jelas dan akurat apabila telah memenuhi beberapa kriteria yang telah
ditentukan oleh para ahli psikometri, yaitu kriteria valid dan reliabel. Oleh karena itu agar
kesimpulan tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan
yang sebenarnya diperlukan uji validitas dan reliabilitas dari alat ukur yang digunakan
dalam penelitian.

a. Uji Validitas

Validitas lebih berupa derajat kedekatan kepada kebenaran dan bukan masalah sama
sekali banar atau sekali salah. Validitas adalah suatu proses yang tak perah berakhir.
Suatu cara pengukuran yang telah lama sekali diyakini akan validitasnya, suatu ketika
ditemukan bukti-bukti baru aka kesalahan atau kekurangannya, sehingga dilakukan
penyempurnaan atau peurbahan prosedur dan alat ukur tersebut.[32]

Uji validitas item yaitu pengujian terhadap kualitas item-itemnya yang bertujuan untuk
memilih item-item yang benar-benar telah selaras dan sesuai dengan faktor yang ingin
diselidiki. Cara perhitungan uji coba validitas item yaitu dengan cara mengorelasikan
skor tiap item dengan skor total item.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan validitas konstruk (construct validity) yaitu
validitas yang mengacu pada konsistensi dari semua komponen kerangka konsep. Untuk
menguji tingkat validitas instrumen penelitiannya, maka digunakan rumus teknik Regresi
liner sederhana.

Bagian dari uji validitas yang dipakai dalam penelitian ini adalah melalui analisis butir-
butir, dimana untuk menguji setiap butir skor total valid tidaknya suatu item dapat
diketahui dengan membandingkan antara angka regresi linier sederhana (r Hitung) pada
level signifikansi 0,05 nilai kritisnya. Instrumen penelitian ini dikatakan valid dimana
nilai korelasinya lebih besar dari 0,3.

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah menunjuk pada tingkat keterdalaman sesuatu. Data yang reliabel
adalah data yang dihasilkan dapat dipercaya dan diandalkan. Apabila datanya memang
banar-benar sesuai dengan kenyataannya, maka berapa kali pun diambil, tetap akan sama.
[33]

Uji realibilitas adalah dengan menguji skor antar item dengan tingkat signifikansi 0,05
sehingga apabila angka korelasi yang diperoleh lebih besar dari nilai kritis, berarti item
tersebut dikatakan reliabel. Uji Alpha Cronbach digunakan untuk menguji realibilitas
instrumen ini.

Rumus Alpha Cronbach[34]:


7. Metode Pengumpulan Data

a. Observasi

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya
dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrument. Format yang disusun berisi
item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi

Dari penelitian berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi
bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian
mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Misalnya kita memperhatikan
reaksi penonton televisi, bukan hanya mencatat bagaimana reaksi itu, dan berapa kali
muncul, tetapi juga menilai reaksi tersebut sangat, kurang, atau tidak sesuai dengan yang
kita kehendaki.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mencari data tentang hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda
dan sebagainya.

Lexi J. Moleong mendefinisikan dokumen sebagai setiap bahan tertulis ataupun film,
yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan aseorang penyidik.[35]

Menurut Guba dan Lincoln, (1981) Penggunaan metode dokumen dalam penelitian ini
karena alasan sebagai berikut.[36]

1) Merupakan sumber yang stabil, kaya, dan mendorong.

2) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian.

3) Berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah,
sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks.

4) Tidak reaktif sehingga tidak sukar ditemukan dengan teknik kajian isi.

5) Dokumentasi harus dicari dan ditemukan.

6) Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh
pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

c. Angket
Metode angket merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara
sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim
kembali atau dikembalikan kepeneliti.[37]

Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat langsung dan tertutup.
Artinya angket yang merupakan daftar pertyanyan diberikan langsung kepada mahasiswa
sebagai subyek penelitian, dan dakam mengisi angket, mehasiswa diharuskan memilih
karena jawaban telah disediakan.

8. Analisis Data

Secara garis besar, pekerjaan analisis data meliputi tiga tahap utama:

1. Persiapan: mengecek nama, isian, dan macam data.


2. Tabulasi : memberi skor, memberi kode, mengubah jenis data, dan coding dalam
coding form.
3. Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian:
4. Penelitian deskriptif : presentase dan komparasi dengan criteria yang telah
ditentukan
5. Penelitian komparasi: dengan berbagai teknik korelasi sesuai dengan jenis data.
6. Penelitian eksperimen: diuji hasilnya dengan t-test.

Namun oleh karena data yang dikumpulkan baru data mentah, maka sebelum di analisis,
data mentah tersebut diolah lebih dahulu sebelum dianalisis dengan tehnik analisis
tertentu. Dan secara umum teknik analisa data untuk kuantitatif menggunakan metode
statistic, dan agar mudah biasanya di bantu oleh program komputer, seperti SPSS, SPS,
Minitab, MS exel, dll. Terdapat dua macam statistik yang digunakan untuk analisa data
dalam penelitian, yaitu: statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik inferensial
meliputi statistik parametris dan statistik non parametris. Dalam penelitian ini,
menggunakan statistik inferensia dan juga deskriptif, karena kedua- duanya sangat
membantu dalam penelitian ini.

Bila persyaratan penggunaan teknik analisis statistik benar, maka hasilnya dapat
digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis atau untuk menolak atau menerima
teori yang diujinya. Sebagimana diketahui bahwa tujuan akhir penelitian kuantitatif ialah
untuk menguji teori. Oleh karena itu, lengkapnya data yang dikumpulkan dari uji validitas
dan uji reliabilitas merupakan criteria mutu hasil penelitian. Sebab, data yang tidak valid
dan tidak reliable berarti data itu salah dan tidak dapat dipercaya, sehingga kalau data itu
dianalisis, hasilnya juga akan salah.

Berdasarkan skala pengukurannya, jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data interval dan ordinal, data interval yaitu data yang selain mengandung unsur
penamaan urutan juga memiliki sifat interval (selangnya bermakna). Disamping itu data
ini memiliki ciri angka nolnya tidak mutlak. Skala interval memiliki ciri matematis
additivity, artinya kita dapat menambah atau mengurangi. Sedangkan data ordinal adalah
digunakan untuk mengurutkan objek dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi
atau sebaliknya. Ukuran ini tidak memberikan nilai absolut terhadap objek, tetapi hanya
memberikan peringkat saja. Jika kita memiliki sebuah set objek yang dinomori, dari 1
sampai n, misalnya peringkat 1, 2, 3, 4, 5 dan seterusnya, bila dinyatakan dalam skala,
maka jarak antara data yang satu dengan lainnya tidak sama. Ia akan memiliki urutan
mulai dari yang paling tinggi sampai paling rendah. Atau paling baik sampai ke yang
paling buruk. Misalnya dalam skala Likert.

Dalam penelitian ini, akan digunakan analisis data dengan metode statistik parametik.
Karena statistik parametik dapat dilakukan jika sample yang akan dipakai berasal dari
populasi yang berdistribusi normal. Jumlah data yang digunakan dalam analisis ini
minimal 30 sampel dan menggunakan yang berupa data interval dan ordinal. Ini sangat
berkaitan dengan data Interval yang telah digunakan sebelumnya.

Dalam penelitian ini, menggunakan analisis korelasi. Karena digunakan untuk menguji
hubungan antara 2 variabel atau lebih, apakah kedua variabel tersebut memang
mempunyai hubungan yang signifikan, bagaimana arah hubungan dan seberapa kuat
hubungan tersebut.

Untuk menguji penerimaan atau penolakan Ho telah ditentukan untuk menggunakan 2


arah (two sided test). Tahap dari penggunaan rumus korelasi diatas adalah:

a) Menggunakan rumus korelasi untuk mendapatkan r hitung

b) Menentukan tingkat signifikansi (level of significance) yaitu sebesar 5 %.

c) Melihat nilai kritis menurut table nilai t dengan tingkat signifikansi sebesar 5 %.

d) Mengambil kesimpulan apakah menerima atau menolak Ho dengan membandingkan


antara nilai r hitung dan r tabel.

L. Sistematika Penulisan Pembahasan

Agar memperoleh gambaran yang lebih jelas dan menyeluruh mengenai pembahasan
skripsi ini. Maka secara global penulis merinci dalam sistematika pembahasan ini sebagai
berikut.

Bab I, merupakan kerangka dasar yang berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, metode penelitian dan
sistematika pembahasan.

Bab II, berisi tentang kajian pustaka, dengan bab ini dapat dijadikan dasar untuk
penyajian dan analisis data yang ada relevansinya dengan rumusan masalah.

Bab III, berisi tentang metode-metode yang akan digunakan dalam penelitian,
diantaranya: pendekatan dan jenis penelitia, data dan sumber data, populasi dan sampel,
intrumen, pengumpulan data, dan análisis data.
Bab IV, berisi tentang laporan hasil penelitian terdiri atas latar belakang obyek, penyajian
dan analisis data.

Bab V, berisi tentang paparan data dan hasil dari penelitian yang telah dilaksanakan.

Bab VI, penutup dari seluruh rangkaian pembahasan yang berisi tentang kesimpulan dan
saran-saran.

M. Pustaka Sementara

Agustian, Ary Ginanjar. 2001.Rahasian Sukses membangun kecerdasan emosi dan


spiritual (The ESQ way 165). Jakarta: Arga.

Anne Craig, Jeanne. 2004. Bukan seberapa cerdas diri anda tetapi bagaiman anda
cerdas/alih bahsa Arvin saputra. Batam: Interaksara.

Aritkunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:


rieneka.

Asmaran. 2002. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan


Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana.

Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan


(Pendekatan Kuantitatif). Malang: UIN Press.

Daryanto. 1997. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Surabaya: Appolo.

Goleman, Daniel. 2000. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Goleman, Daniel. 2002. Emitional Intelligence (terjemahan). Jakata : PT Gramedia


Pustaka Utama.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosda


Karya.

Mu’adz, Haqiqi Ahmad. 2003. Berhias dengan 40 Akhlakul Karimah (terjemahan).


Malang: Gajayana Tauhid Press.

Shapiro, Lawrence E. 1997. Mengajarkan Emosional Inteligensi Pada Anak/Lawrence E.


Shapiro; alih bahasa, Alex Tri Kantjono. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Shofiana, Ana. Video Pemerkosaan Anak SMP Beredar di Lampung.


(http://m.detik.com./jumat, 11 September 2009 | 08:50 WIB)
Suharsono. 2005. Melejitkan IQ, EQ, SQ. Depok, Inisiasi Press.

Tuti. Kecerdasan Emosional (http;//tuti.azzahra-university.ac.id. Selasa 15-12-2009.


12:00 WIB)

Tawuran, Lengan Siswa Nyaris Putus. (Http;//Kompas.com. Jumat, 11 September 2009 |


08:45 WIB)

Tatapangarsa, Humaidi. 1982. Pengantar Ilmu Akhlak. Surabaya, PT. Bina Ilmu.

Toto Tasmara. 2001. Kecerdasan Ruhaniyah (Transendental Inteligence). Jakarta: Gema


Insani.

Yuswianto. 2002. “Metodologi Penelitian.” Buku Ajar, Fakultas Tarbiyah UIN Malang.

[1] Tuti. Kecerdasan Emosional/ http;//azzahra-university.ac.idselasa 15-12-2009. 12:00


WIB

[2] Jeanne Anne Craig. Bukan seberapa cerdas diri anda tetapi bagaiman anda
cerdas/alih bahsa Arvin saputra. (Batam: Interaksara,2004).hlm 19

[3] Suharsono. Melejitkan IQ, EQ, SQ. (Depok: Inisiasi Press,2005). hlm 115

[4] http;//Kompas.com. Tawuran, Lengan Siswa Nyaris Putus. Jumat, 11 September 2009
| 08:45 WIB.

[5] Ana Shofiana S. Video Pemerkosaan Anak SMP Beredar di Lampun.


http://m.detik.com./jumat, 11 September 2009 | 08:50 WIB.

[6] Suharsono. Op., Cit., hlm 116

[7] *Ibid. hlm 119

[8] Daryanto. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. (Surabaya: Appolo, 1997) hlm 484

[9] Ary Ginanjar Agustian. Rahasian Sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual
(The ESQ way 165). (Jakarta: Arga, 2001). Hlm 41

[10] Daniel Golman. Emitional Intelligence (terjemahan). (Jakata : PT Gramedia Pustaka


Utama, 2002). hlm. 411

[11] *Ibid. Hlm. 411


[12] Lawrence E Saphiro. Mengajarkan Emosional Inteligensi Pada Anak/Lawrence E.
Shapiro; alih bahasa, Alex Tri Kantjono. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 1997). Hlm.
8

[13] *Ibid. hlm. 10

[14]Daniel Goleman. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). (Jakarta : PT.


Gramedia Pustaka Utama 2000). Hlm. 180

[15] Daniel Goleman (2002). Op., Cit., hlm. 52

[16] Toto Tasmara. Kecerdasan Ruhaniyah (Transendental Inteligence). (Jakarta: Gema


Insani, 2001). Hlm 229

[17] *Ibid. Hlm. 64

[18] *Ibid. Hlm. 77-78

[19] *Ibid. Hlm. 57

[20] *Ibid. Hlm. 59

[21] Ahmad Mu’adz Haqiqi. Berhias dengan 40 Akhlakul Karimah (terjemahan).


(Malang: Gajayana Tauhid Press, 2003). Hlm 20

[22] Humaidi Tatapangarsa. Pengantar Ilmu Akhlak. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982).
Hlm. 7-8

[23] Asmaran. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: PT. (Raja Grafindo Persada, 2002). Hlm.
46

[24] Toto Tasmara. Op.,Cit., Hlm 189

[25] *Ibid. hlm. 190

[26] *Ibid. hlm. 203

[27] *Ibid. hlm. 222

[28] Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta:


Rieneka Cipta. 2002). Hlm. 10

[29] Yuswianto. “Metodologi Penelitian.” Buku Ajar, Fakultas Tarbiyah UIN Malang
2002. Hlm. 23-26
[30] Burhan Bungin. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. (Jakarta: Kencana, 2006). Hlm. 100

[31] Suharsimi Arikunto. Op., Cit., hlm. 112

[32] Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Pendidikan


(Pendekatan Kuantitatif). (Malang: UIN Press, 2009). Hlm 195

[33] Suharsimi Arikunto. Op., Cit., hlm 154

[34] *Ibid. hlm 171

[35] Lexy J. Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosda


Karya, 2007) hlm. 216

[36] *Ibid. hlm 217

[37] Burhan Bungin. Op., Cit., hlm 123

Вам также может понравиться