Вы находитесь на странице: 1из 18

Tugas Mata Kuliah Seminar Pendidikan Sains

Studi Eksploratif Self-Regulated Learning dalam Pembelajaran Fisika:


Studi Kasus di Kelas XI IA 1 SMA Negeri 1 Semarapura

Analisis Jurnal

OLEH:
I GUSTI AGUNG WISNU WIBOWO
NIM. 0929061008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2010
Zimmerman, B. J. 1989. “A Social Cognitive View of Self-Regulated Academic Learning”.
Journal of Educational Psychology. Volume 81. Nomor 3 (hlm. 329-339)

Jurnal ini merupakan hasil kajian teoritis mengenai self-regulated learning dalam
perspektif teori sosial kognitif. Secara umum, Zimmerman mengemukakan bahwa siswa
dapat dideskripsikan sebagai pebelajar self-regulated pada derajat di mana mereka
berpartisipasi aktif secara metakognitif, motivasi, dan perilaku aktif dalam pembelajarannya.
Strategi self-regulated learning (SRL) sendiri didefinisikan sebagai suatu tindakan dan proses
terarah pada perolehan informasi atau keterampilan yang melibatkan perantara, tujuan, dan
alat bantu persepsi oleh pebelajar. Strategi ini meliputi beberapa metode seperti seperti
mengorganisasikan dan mentransformasikan informasi, self-consequating, mencari informasi,
dan mengulang atau menggunakan alat bantu pengingat. Self-efficacy didefinisikan sebagai
persepsi tentang kemampuan seseorang untuk mengorganisasikan dan mengimplementasikan
tindakan untuk mencapai unjuk kerja atau keterampilan yang diinginkan untuk tugas tertentu.
Sesuai dengan pandangan dari Bandura bahwa faktor-faktor dalam self-regulated
learning (SRL) dapat dipisahkan menjadi tiga yaitu personal (individu), lingkungan, dan
perilaku. Bandura berpandangan bahwa SRL tidak hanya dipengaruhi oleh proses personal
saja tetapi juga terkait dengan pengaruh lingkungan dan fenomena tingkah laku dalam bentuk
timbal balik. SRL sendiri terjadi pada derajat di mana siswa dapat menggunakan proses
personal untuk meregulasi tingkah laku dan lingkungan pembelajaran dengan strategi
tertentu. Terkait dengan pandangan Bandura ini maka terdapat tiga jenis strategi untuk
meningkatkan pengaruh pengaturan proses personal yaitu strategi yang dirancang untuk
mengontrol perilaku, lingkungan, dan proses individu. Ketiga strategi regulasi ini dapat
ditunjukkan dalam analisis triadic SRL.
Dalam regulasi perilaku, penggunaan secara proaktif dari strategi evaluasi diri akan
memberikan informasi tentang keakuratan dan tindak lanjut berupa umpan balik yang harus
dilaksanakan. Pada deskripsi timbal balik ini, personal merupakan penyebab awal,
diimplementasikan melalui penggunaan strategi, dan diatur melalui persepsi dari efficacy.
Dalam hal ini, self-efficacy berfungsi sebagai pengatur usaha melalui strategi dalam
mengumpulkan pengetahuan dan keterampilan. Dalam regulasi lingkungan, penggunaan
secara proaktif dari strategi manipulasi lingkungan akan menimbulkan urutan perilaku berupa
respon terhadap keadaan ruang seperti mengurangi keributan, mengatur penerangan yang
cukup, dan mengatur tempat untuk menulis. Berdasarkan Gambar 1 dapat diketahui bahwa
regulasi personal diri merupakan regulasi timbal balik yang membentuk loop umpan balik.

1
Lebih lanjut, Bandura mengemukakan bahwa hubungan antara personal, lingkungan,
dengan perilaku dapat diketahui melalui usaha individu untuk meregulasi diri, hasil dari
unjuk kerja perilaku, dan perubahan pada konteks lingkungan. Teori sosial kognitif sendiri
berpandangan bahwa self-efficacy merupakan variabel kunci yang berpengaruh terhadap
SRL. Self-efficacy ini berkaitan dengan dua bentuk umpan balik diri yaitu penggunaan
strategi belajar dan self-monitoring. Teori sosial kognitif juga berpandangan bahwa regulasi
diri memilili tiga sub-proses yaitu self-observation, self-judgment, dan self-reaction. Masing-
masing proses unjuk kerja tersebut terkait satu sama lain. Dengan demikian, berdasarkan teori
sosial kognitif Bandura faktor yang menentukan SRL dapat dijabarkan lagi. Self-efficacy
merupakan faktor kunci terhadap pengaruh personal, self-observation, self-judgment, dan
self-reaction sebagai pengaruh terkait dengan perilaku unjuk kerja, serta dua faktor pengaruh
lingkungan dalam bentuk lingkungan fisik dan pengalaman sosial. Faktor-faktor inilah yang
digunakan lebih lanjut oleh Zimmerman untuk mengembangkan sub-sub dari SRL menjadi
14 yang terdiri dari evaluasi diri, mengorganisasi dan transformasi, menentukan dan
merancang tujuan, mencari informasi, melaksanakan pencatatan dan pengawasan, mencari
teman, guru, atau asisten orang dewasa, dan meninjau tes, catatan, dan buku.

2
3
Melalui jurnal ini telah dipaparkan mengenai 14 sub dari SRL yang penting dimiliki
oleh siswa yang memiliki regulasi diri yang baik. Ke-14 bagian SRL selanjutnya akan
digunakan lebih lanjut oleh peneliti untuk mengembangkan instrumen penelitian berupa
kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi dalam penelitian. Ke-14 bagian SRL
bagian SRL tersebut dapat dideskripsikan pada tabel. Selain itu, model analisis triadic SRL
yang telah digunakan dalam beberapa penelitian terkait dengan SRL juga akan dijadikan
dasar teori dalam kegiatan penelitian yang akan dilaksanakan.

4
Zimmerman, B. J. & M. Martinez-Pons. 1990. “Student Differences in Self-Regulated
Learning: Relating Grade, Sex, and Giftedness to Self-Efficacy and Strategy Use”.
Journal of Educational Psychology. Volume 82. Nomor 1 (hlm. 51-59)

Penelitian yang dilaksanakan ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan 14


strategi self-rugulated learning (SRL) oleh siswa dan untuk memperkirakan kemampuan
efficacy dalam bahasa dan matematika. Dalam penelitian ini dilibatkan 45 orang siswa laki-
laki dan 45 orang siswa perempuan dari kelas 5, 8, dan 11 dari sekolah untuk anak berbakat
secara akademik dan sekolah regular dengan jumlah yang identik. Kelompok siswa terdiri
dari orang kulit putih, kulit hitam, Hispanics, dan orang asia. Siswa-siswa yang berpartisipasi
berasal dari rumah kelas menengah. Siswa ini dapat dikelompokkan menjadi 30 orang siswa
kelas 5, 30 orang siswa kelas 8, dan 30 orang siswa kelas 11.
Penelitian yang dilaksanakan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons ini menggunakan
teori self-regulated learning (SRL) menurut Zimmerman sebagai landasan penelitiannya.
Zimmerman mengungkapkan bahwa self-regulated learning memandang siswa sebagai
penyelenggara aktif secara metakognitif, motivasi, atau perilaku dari prestasi akademiknya.
SRL juga dapat dipandang sebagai salah satu motif intirinsik untuk belajar terutama dalam
situasi yang tidak mendukung. Pandangan ini mengandung makna bahwa siswa akan
memiliki ketetapan keinginan untuk belajar jika memiliki kemampuan SRL.
Lebih lanjut, berdasarkan pada teori sosial kognitif Bandura, Zimmerman
berpandangan bahwa usaha siswa untuk meregulasi pembelajarannya harus melalui tiga hal
yaitu proses personal pada diri siswa, lingkungan, dan perilaku belajar siswa. Pandangan
Zimmerman mengenai SRL ini sering disebut sebagai pandangan triadic SRL yang
selanjutnya digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian yang dilaksanakan.
Berdasarkan pandangan triadic ini, SRL yang dimiliki siswa bukanlah suatu keadaan yang
absolut, tetapi bervariasi sesuai dengan dasar konteks akademik, usaha diri untuk meregulasi
diri, dan merupakan hasil dari perilaku individu. Pebelajar self-regulated diasumsikan untuk
memahami pengaruh lingkungan terhadap dirinya selama pembelajaran dan untuk
mengetahui bagaimana daya dukung lingkungan tersebut melalui penggunaan berbagai
strategi.
Dalam penelitian yang dilaksanakan ini, Zimmerman dan Martinez-Pons menggunakan
dua instrumen yang terdiri dari pedoman wawancara terstruktur dan student academic
efficacy scales. Pedoman wawancara terstruktur digunakan untuk menilai 14 komponen
strategi SRL yang terdiri dari evaluasi diri, mengorganisasi dan transformasi, menentukan
dan merancang tujuan, mencari informasi, melaksanakan pencatatan dan pengawasan,

5
mencari teman, guru, atau asisten orang dewasa, dan meninjau tes, catatan, dan buku. Selain
itu, pedoman wawancara juga menilai respon untuk kemampuan di luar SRL yaitu terkait
dengan konteks pembelajaran pada masing-masing siswa. Konteks pembelajaran ini terdiri
dari situasi di kelas ketika mengerjakan tugas menulis, mengerjakan tugas matematika,
mengerjakan pekerjaan rumah bahasa inggris dan sains, mempersiapkan ujian, mengerjakan
ujian, motivasi rendah untuk mengerjakan pekerjaan rumah, dan belajar di rumah. Student
academic efficacy scales digunakan untuk mengukur efficacy akademik dalam penyelesaian
masalah matematika dan pemahaman bahasa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi self-efficacy akademik dan penggunaan
strategi SRL siswa sangat bervariasi. Siswa berbakat menunjukkan secara signifikan
tingginya efficacy bahasa, efficacy matematika, dan penggunaan strategi dibandingkan
dengan siswa dari sekolah regular. Secara umum, siswa pada kelas 11 lebih baik daripada
kelas 8 yang lebih baik pula daripada kelas 5 dalam tiga self-regulated learning yang terukur.
Persepsi siswa dalam efficacy bahasa dan matematika berhubungan dengan strategi self-
regulated yang digunakan. Fakta menunjukkan hubungan antara upaya strategi siswa untuk
belajar dengan persepsi self-efficacy akademik sesuai dengan pandangan triadic dalam self-
regulated learning.
Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa persepsi self-efficacy siswa laki-laki secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan baik pada bahasa maupun
matematika. Hasil ini tidak sesuai dengan teori yang digunakan yaitu menurut Maccoby dan
Jacklin bahwa persepsi self-efficacy siswa laki-laki secara signifikan lebih tinggi
dibandingkan dengan siswa perempuan dalam matematika tetapi tidak dalam bahasa.
Zimmerman dan Martinez-Pons sendiri belum dapat menjelaskan hal ini karena belum
adanya data unjuk kerja dan standar pengukuran prestasi untuk sampel sehingga hasil
penelitian ini dinyatakan kurang akurat. Untuk itu, Zimmerman dan Martinez-Pons
menyarankan untuk diadakan penelitian lebih lanjut terkait dengan persepsi self-efficacy
ditinjau dari jenis kelamin.
Peningkatan secara signifikan dalam strategi mengingat dan mengawasi terjadi antara
kelas 5 dan kelas 8 kemudian tertahan pada kelas 11. Hasil serupa juga diperoleh bahwa
peningkatan secara signifikan dalam strategi mengorganisasikan dan mentransformasikan
terjadi antara kelas 5 dan kelas 8 tetapi terjadi penurunan yang tidak signifikan ke kelas 11.
Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
penggunaan strategi mengingat dan mengawasi serta mengorganisasikan dan
mentransformasikan berhenti setelah sekolah menengah pertama.
6
Selain itu, dari penelitian ini juga diperoleh bahwa terjadi peningkatan yang signifikan
dalam penentuan dan perencanaan tujuan pada kelas 5 dan 8 tetapi diikuti dengan penurunan
yang signifikan pada kelas 11. Menurut Zimmerman dan Martinez-Pons, hasil ini terjadi
karena siswa kelas 11 lebih tertutup dalam mengutarakan penggunaan strategi ini.
Secara umum diperoleh bahwa usaha siswa untuk meregulasi pembelajarannya
memiliki asosiasi terhadap self-efficacy dalam bahasa dan matematika. Namun penelitian
yang dilaksanakan ini tidak bertujuan untuk mengungkap hubungan sebab akibat antara
keduanya.
Berdasarkan jurnal ini dapat diketahui bahwa kemampuan SRL tidak dapat diukur
dengan menggunakan satu jenis instrumen saja seperti angket tetapi harus menggunakan
berbagai instrumen seperti pedoman wawancara dan pedoman observasi. Untuk itu, dalam
penelitian yang akan dilaksanakan untuk mengeksplorasi SRL siswa, peneliti akan
menggunakan gabungan dari beberapa jenis instrumen. Selain itu, peneliti berencana akan
menggunakan instrumen angket strategi self-regulated learning (SRL) untuk kegiatan
penelitian. Instrumen yang disusun untuk mengukur SRL dalam jurnal ini berpedoman pada
model triadic SRL yang dikembangkan oleh Zimmerman berdasarkan teori sosial kognitif
dari Bandura. Model triadic ini juga akan diadaptasi sebagai landasan teoritis dalam proposal
penelitian.

7
Valle, A., Ramón G. C., Susana R., José C. N., Julio A. G., Paula S., & Pedro R. 2007. “A
Motivational Perspective On The Self-regulated Learning In Higher Education”.
Global Issues in Higher Education. Volume 1. Nomor 7 (hlm. 99-125)

Jurnal ini merupakan kajian teoritis mengenai self-regulated learning (SRL) di mana
Valle, et al. lebih menitikberatkan SRL sebagai sebuah proses regulasi diri. Proses mental
membangun pengetahuan siswa (kognitif dan metakognitif) mulai dianggap penting di mana
proses organisasi, interpretasi, atau pemahaman informasi sangat penting dan pembelajaran
bukan salinan atau rekaman mekanik material, tetapi hasil menafsirkan atau mengubah materi
pelajaran. Hal ini membuka cara baru dalam refleksi di bidang pendidikan tinggi, dimana
perspektif pembelajaran mandiri diatur bisa menjadi bidang yang menawarkan pendekatan
yang lebih luas dan lebih dinamis untuk pemahaman proses pembelajaran. Perspektif ini
mengasumsikan prinsip dasar bahwa peserta didik adalah agen yang memilih dan membuat
keputusan tentang perilaku mereka. Mereka adalah arsitek dan promotor pembelajaran
mereka sendiri. Selain mampu mengelola motivasi dan kognitif mereka sendiri untuk
mencapai tujuan belajar, pelajar diatur sendiri harus memiliki kompetensi yang diperlukan
untuk menerapkan sumber daya dalam rencana aksi yang sesuai dengan tuntutan situasi
belajar tertentu. Motivasi memainkan peran penting dalam pembelajaran dan merupakan
kawasan penting dalam self-regulated learning sendiri.
Menurut Valle, et al., self-regulated learning (SRL) tidak harus dipahami sebagai bakat
mental, kompetensi verbal, melainkan sebagai proses regulasi diri di mana bakat siswa
mengubah mental mereka menjadi kompetensi akademik. Dalam konteks SRL, siswa
memperlakukan kegiatan belajar sebagai suatu kegiatan yang mereka kembangkan secara
proaktif yang melibatkan motivasi, perilaku, dan proses metakognitif dari inisiatif sendiri,
bukan dari proses reaktif semata dirangsang oleh reaksi pengajar. Para peneliti yang
mengintegrasikan tiga kelompok paling penting dalam pengembangan student approaches to
learning (SAL) setuju bahwa pendekatan pembelajaran terdiri dari dua komponen yang dapat
didefinisikan sebagai motivasi siswa untuk belajar dan beberapa strategi yang koheren
dengan keinginan ini. Dari sudut pandang ini, peneliti mulai merujuk kepada kapasitas
regulasi diri masyarakat sebagai satu-satunya cara untuk melaksanakan pembelajaran
konstruktif dan bermakna.
Valle, et al. mendefinisikan SRL sebagai suatu proses aktif di mana siswa menetapkan
tujuan yang mengarahkan mereka belajar, mencoba untuk memonitor, mengatur, dan kontrol
kognisi, motivasi, dan perilaku dalam rangka mencapai tujuan tersebut. Pintrich menyatakan
empat prinsip dalam SRL. Pertama, asumsi bahwa perspektif konstruktivis yang menekankan

8
aktif individu, dan tidak reaktif berperan dalam SRL. Kedua, siswa dianggap mampu
mengendalikan, mengawasi, dan mengatur sampai batas tertentu aspek-aspek tertentu dari
kognisi mereka sendiri, motivasi, dan perilaku, serta karakteristik tertentu dari lingkungan.
Ketiga, diasumsikan bahwa ada semacam kriteria (misalnya, tujuan, sasaran, nilai-nilai) yang
bertindak sebagai titik acuan pembanding terhadap siswa dapat mengevaluasi produk yang
diperoleh dan memutuskan apakah mereka perlu untuk mengubah arah kegiatan akademik
mereka. Terakhir, semua model regulasi diri mempertimbangkan perilaku regulasi diri
sebagai mediator antara aspek pribadi dan kontekstual pembelajaran di satu sisi dan hasil
akademik di sisi lain. Ini berarti bahwa fitur utama SRL adalah bahwa belajar dan prestasi
bukan semata karakteristik subjek melainkan hasil dari proses dinamis yang melibatkan
umpan balik dan mengalami perubahan konstan.
Persepsi self-efficacy tidak hanya meningkatkan motivasi siswa untuk belajar tetapi
juga proses pengaturan-diri, sehingga memfasilitasi pembentukan tujuan instruksional
ambisius dan tampilan perilaku pemantauan diri. Motivasi memainkan peran penting dalam
pembelajaran dan merupakan kawasan penting dalam semua pendekatan untuk SRL. Dengan
demikian, mengatur diri sendiri siswa dicirikan oleh motivasi dan keterlibatan pribadi dalam
belajar, siswa mampu bertahan dan berusaha menyelesaikan tugas-tugas untuk mencapai
tujuan yang diajukan mereka.
Berdasarkan model SRL menurut Pintrich terdapat tiga komponen motivasi termasuk
dalam SRL yaitu a) komponen harapan, yang mencakup keyakinan siswa tentang
kemampuan mereka untuk melakukan tugas yaitu kepercayaan self-efficacy, b) komponen
nilai yang termasuk siswa tujuan dan orientasi mereka serta keyakinan tentang nilai dan
pentingnya tugas c) komponen afektif yang mencakup siswa reaksi emosional setelah
melakukan tugas (misalnya, kecemasan ujian) dan atribusi kausal mereka dari hasil yang
diperoleh. Menurut Pintrich motivasi perencanaan dan aktivasi berpengaruh terhadap adopsi
tujuan, ketertarikan individu terhadap tugas-tugas, dan keyakinan tentang nilai dari tugas
(keyakinan tentang kegunaan, pentingnya, relevansi tugas).
Prinsip-prinsip umum strategi belajar mengajar dalam kerangka self-regulatory dapat
dijabarkan sebagai berikut. Pertama, strategi pengajaran didasarkan pada penjelasan diikuti
dengan praktek yang luas dan merangsang. Kedua, penjelasan langsung dengan pemodelan
guru membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan metakognitif. Ketiga, program
pembelajaran yang baik termasuk mengajar dengan beberapa strategi sekaligus, intensif, dan
dengan pemahaman meta-kognitif. Keempat, para guru mengarahkan siswa untuk
menggeneralisasi strategi yang diperoleh dengan situasi baru. Kelima, strategi pembelajaran
9
yang baik berarti mengajar substansial dan praktek dilakukan selama jangka waktu yang
panjang dan melalui banyak tugas. Keenam, berbeda dengan apa yang beberapa peneliti dan
pendidik mempertimbangkan pengenaan rutinitas statis dan ditentukan pada siswa pasif dari
pendekatan pembelajaran yang efektif, instruksi strategis baik mengembangkan siswa aktif,
terlibat dalam proses yang berarti, direncanakan, dan refleksif. Ketujuh strategi pengajaran
yang baik harus konstruktif. Kedelapan, komponen penting dari strategi pengajaran yang baik
adalah struktur. Terakhir, interaksi guru siswa tidak diatur secara tertulis, namun
dikembangkan selama instruksi.
Berdasarkan hasil elaborasi dari Valle, et al. ini dapat diketahui bahwa SRL lebih
sebagai proses daripada bakat mental yang dimiliki oleh peserta didik. Untuk menjadi siswa
yang SRL maka siswa perlu diberikan kesempatan yang cukup. Siswa tidak lagi bersifat pasif
hanya menerima pengetahuan dari guru saja tetapi turut serta secara aktif dalam menemukan
pengetahuan. Hal inilah yang akan dijadikan pandangan dasar oleh peneliti selanjutnya untuk
mengeksplorsi strategi self-regulated yang dipergunakan oleh siswa dalam kegiatan
pembelajarannya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Jurnal kajian teoritis
ini selanjutnya akan menjadi pelengkap kajian teoritis peneliti dalam proposal penelitian.

10
Pintrich, P. R. 2004. “A Conceptual Framework for Assessing Motivation and Self-Regulated
Learning in College Students”. Educational Psychology Review. Volume 16.
Nomor 4 (hlm. 385-407)

Kerangka konseptual untuk menilai motivasi siswa dan self-regulated learning di


dalam kelas perguruan tinggi disajikan dalam jurnal ini. Kerangka ini didasarkan pada
perspektif self-regulated learning (SRL) pada motivasi belajar siswa dan kontras dengan
perspektif student approach learning (SAL). Perbedaan antara pendekatan SAL dan SRL
dibahas sebagai implikasi dari kerangka SRL konseptual untuk mengembangkan instrumen
untuk menilai motivasi mahasiswa dan belajar. Kerangka konseptual mungkin berguna dalam
membimbing penelitian masa depan pada motivasi mahasiswa dan belajar.
Terdapat dua perspektif umum yang digunakan dalam pembelajaran yaitu yang disebut
student approaches to learning (SAL) dan information processing (IP). Meskipun saat ini
banyak model pembelajaran yang secara historis berasal dari perspektif pemrosesan
informasi, karakterisasi lebih akurat dari perspektif ini sekarang akan menggunakan
perspektif self-regulated learning (SRL). Perspektif SRL telah menggantikan perspektif IP
yang terlalu terbatas dan tidak mencerminkan teori dan penelitian saat ini. Pintrich
mengutarakan bahwa perspektif SRL mengambil perspektif yang lebih inklusif pada
pembelajaran siswa untuk tidak hanya melibatkan kognitif, tetapi juga faktor-faktor motivasi
dan afektif, serta faktor-faktor kontekstual sosial. Dengan demikian, pendekatan SRL
menawarkan penjelasan lebih kaya dari pembelajaran dan motivasi daripada model-model IP
sebelumnya. Selain itu, ada dasar empiris yang lebih kuat yang mendasari perspektif SRL
mengingat semua penelitian terbaru mengenai regulasi diri dan SRL dalam konteks yang
berbeda.
Ada empat asumsi umum dalam SRL. Asumsi umum pertama adalah asumsi aktif
konstruktif yang mengikuti dari perspektif kognitif umum. Artinya, dalam perspektif SRL,
peserta didik dipandang sebagai peserta aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajar
diasumsikan untuk membangun makna mereka sendiri, tujuan, dan strategi dari informasi
yang tersedia di lingkungan eksternal serta informasi dalam pikiran mereka sendiri. Kedua,
asumsi potensi untuk kontrol. Perspektif SRL mengasumsikan bahwa peserta didik berpotensi
dapat memonitor, mengendalikan, dan mengatur aspek-aspek tertentu dari kognisi mereka
sendiri, motivasi, dan perilaku serta beberapa fitur dari lingkungan mereka. Asumsi umum
ketiga adalah tujuan, kriteria, atau asumsi standar. Model SRL berasumsi bahwa ada
beberapa jenis tujuan, kriteria, atau standar yang dibuat perbandingan untuk menilai apakah
proses pembelajaran harus terus seperti itu atau terdapat beberapa jenis perubahan yang

11
diperlukan. Asumsi umum keempat dari perspektif SRL adalah kegiatan yang mengatur diri
sendiri merupakan mediator antara prestasi pribadi dan karakteristik kontekstual dan aktual
atau kinerja.
Kerangka konseptual SRL didasarkan pada empat asumsi yang diuraikan pada bagian
sebelumnya, tetapi menambahkan lebih terinci bagaimana belajar mandiri diatur beroperasi di
kelas. Keempat fase dalam SRL dapat diuraikan seperti pada Tabel 1. Tahap 1 meliputi
perencanaan dan penetapan tujuan serta aktivasi persepsi dan pengetahuan tentang tugas dan
konteks dan diri dalam hubungannya dengan tugas. Tahap 2 kekhawatiran berbagai proses
pemantauan yang mewakili kesadaran metakognitif aspek yang berbeda dari diri dan tugas
atau konteks. Tahap 3 melibatkan upaya untuk mengendalikan dan mengatur aspek yang
berbeda dari diri atau tugas dan konteks. Akhirnya, Tahap 4 mewakili berbagai macam reaksi
dan refleksi pada diri sendiri dan tugas atau konteks.
Kontrol dan regulasi kognitif meliputi jenis kegiatan kognitif dan metakognitif di mana
individu terlibat dalam mengadaptasi dan mengubah kognisi mereka. Seperti halnya dalam
model regulasi, diasumsikan bahwa usaha untuk mengontrol, mengatur, dan kognisi
perubahan harus berhubungan dengan kegiatan pemantauan kognitif yang menyediakan
informasi tentang perbedaan relatif antara tujuan dan kemajuan saat ini terhadap tujuan itu.
Salah satu aspek sentral dari kontrol dan regulasi kognisi adalah pemilihan dan penggunaan
berbagai strategi kognitif untuk memori, belajar, penalaran, pemecahan masalah, dan
berpikir.
Dalam cara yang sama yang pelajar dapat mengatur kognisi mereka, mereka dapat
mengatur dan mempengaruhi motivasi mereka. Kontrol dan regulasi motivasi dan
pengaruhnya merupakan salah satu aspek regulasi diri dan tidak ada ketergantungan pada
volitional control. Menurut Pintrich, pengaturan motivasi dan pengaruhnya akan mencakup
upaya untuk mengatur keyakinan berbagai motivasi yang telah dibahas dalam literatur
motivasi berprestasi seperti orientasi tujuan (tujuan untuk tugas melakukan), self-efficacy
(penilaian dari kompetensi untuk melakukan tugas), persepsi kesulitan tugas, keyakinan nilai
tugas (keyakinan tentang utilitas, pentingnya, dan relevansi dari tugas), dan kepentingan
pribadi dalam tugas (daerah konten yang disukai, domain). Boekaerts menambahkan bahwa
keyakinan motivasi penting di mana siswa dapat mencoba mengontrol pengaruh motivasi dan
emosi melalui penggunaan berbagai strategi yang membantu untuk menangani pengaruh
negatif seperti takut dan kecemasan.

12
Pengaturan perilaku adalah aspek regulasi diri yang melibatkan upaya individu untuk
mengendalikan perilaku terbuka sendiri. Model niat, perencanaan yang disengaja, dan
perilaku terencana telah menunjukkan bahwa pembentukan niat terkait dengan perilaku
berikutnya di sejumlah domain yang berbeda. Dalam waktu belajar akademik, domain dan
perencanaan usaha atau manajemen adalah jenis kegiatan yang merupakan bagian dari
kontrol perilaku.
Kontekstual kontrol dan regulasi melibatkan upaya untuk mengontrol dan mengatur
tugas dan konteks menghadapkan mahasiswa di kelas. Dibandingkan dengan kontrol dan
regulasi kognisi, motivasi, dan perilaku, pengendalian tugas atau konteks mungkin lebih sulit
karena mereka tidak selalu di bawah kontrol langsung para pelajar individu.
Dalam kelas tradisional, instruktur mengontrol sebagian besar aspek dari tugas dan
konteks. Oleh karena itu, mungkin ada sedikit kesempatan bagi siswa untuk terlibat dalam
mengontrol kontekstual dan regulasi. Di ruang kelas yang lebih berpusat pada siswa, siswa
diminta untuk melakukan banyak kontrol yang lebih aktual dan peraturan tugas akademis dan
iklim kelas dan struktur. Mereka sering diminta untuk merancang proyek dan percobaan,
13
bekerja sama dalam kelompok kolaboratif atau koperatif, desain cara mengumpulkan data
atau melakukan tugas, mengembangkan norma-norma kelas untuk wacana dan pemikiran,
dan bahkan bekerja sama dengan guru untuk menentukan bagaimana mereka akan dievaluasi
pada tugas-tugas. Jenis kelas jelas menawarkan otonomi yang lebih banyak dan tanggung
jawab kepada para siswa dan mereka memberikan kesempatan ganda untuk mengontrol
kontekstual dan regulasi.
Berdasarkan hasil pemaparan teori dalam jurnal ini dapat diketahui bahwa terdapat
empat asumsi yang menjadi kerangka dasar dalam SRL. Dipandang dari keempat asumsi ini,
siswa yang self-regulated melaksanakan regulasi diri pada empat daerah regulasi yang
meliputi regulasi kognisi, motivasi, perilaku, dan konteks. Keempat daerah regulasi diri ini
dapat digunakan sebagai dasar untuk mengeksplorasi kemampuan SRL siswa. Oleh karena
itu, jurnal ini memberikan kontribusi yang penting terhadap perkembangan kajian teoritis
proposal peneliti karena memaparkan kerangka dasar dalam SRL. Dalam penelitian yang
akan dilaksanakan, peneliti akan mencoba mengeksplorasi kemampuan SRL siswa dari
keempat perspektif daerah regulasi tersebut.

14
Phan, H. P. 2010. “Critical thinking as a self-regulatory process component in teaching and
learning”. Psicothema. Volume 22. Nomor 2 (hlm. 284-292)

Artikel ini menyajikan model teoritis didasarkan pemikiran kritis dan pengaturan-diri
dalam konteks pengajaran dan pembelajaran. Berpikir kritis yang berasal dari perspektif
psikologi pendidikan adalah proses yang kompleks refleksi yang membantu individu menjadi
lebih analitis dalam pemikiran mereka dan pengembangan profesional. konseptualisasi saya
dalam makalah ini diskusi berpendapat bahwa kedua orientasi teoretis (berpikir kritis dan
self-regulasi) beroperasi di sistem interaktif dinamis mengajar dan belajar. Argumen saya,
berdasarkan bukti-bukti penelitian yang ada, menunjukkan dua hal penting: (i) bertindak
berpikir kritis sebagai strategi lain kognitif diri-peraturan yang digunakan peserta didik dalam
pembelajaran mereka, dan (ii) berpikir kritis mungkin merupakan produk dari berbagai
pendahulunya seperti strategi regulasi diri yang berbeda.
Berpikir kritis adalah orientasi teoritis yang penting yang berfungsi untuk membantu
motivasi siswa dalam proses belajar mengajar. Konsep pemikiran kritis muncul dari praktek
berpikir reflektif dimana konstruksi ini berhubungan positif terhadap keberhasilan akademik
siswa. Berpikir kritis membantu individu untuk berpikir dan menganalisa secara kritis tentang
pembelajaran mereka sendiri dan untuk berusaha dan mengembangkan keahlian di bidang
profesionalisme mereka.
Menurut Zimmerman dan Risemberg, self regulated learning (SRL) adalah tindakan
yang diprakarsai sendiri yang melibatkan penetapan tujuan dan mengatur upaya-upaya
seseorang untuk mencapai tujuan, self-monitoring (metakognisi), manajemen waktu, dan
pengaturan lingkungan fisik dan sosial. Menurut Zimmerman, pelajar yang self-regulated
adalah mereka yang secara metakognitif, motivational, dan perilaku berpartisipasi aktif dalam
proses belajar mereka sendiri. Dengan kata lain, pelajar yang self-regulated cenderung untuk
mengatur tugas-terkait, tujuan, bertanggung jawab terhadap pembelajarannya, dan
memelihara motivasi. Hal ini juga diasumsikan bahwa siswa yang diatur dalam pembelajaran
dapat menggunakan dan mengubah berbagai kognitif (misalnya, melatih, menghafal,
pengorganisasian) dan strategi metakognitif (misalnya, penetapan tujuan, perencanaan,
pengawasan, selfevaluation) untuk menyelesaikan tugas-tugas akademik.
Strategi kognitif yang terlibat dalam regulasi diri menekankan peran pemikiran kritis
sebagai subproses yang memungkinkan peserta didik untuk mengubah kemampuan mental
mereka ke dalam hasil kinerja. Dalam nada yang sama, proses proaktif regulasi diri dapat
memungkinkan peserta didik untuk memperoleh keterampilan akademik berpikir kritis
seperti kemampuan untuk menafsirkan, menganalisis, dan mengevaluasi. Hubungan antara
15
berpikir kritis dan regulasi diri dapat dipaparkan sebagai berikut. Pertama, sebagaimana studi
sebelumnya menunjukkan berpikir kritis adalah keterampilan kognitif yang memungkinkan
peserta didik untuk menggunakan strategi pengolahan mendalam dalam mereka belajar untuk
membedah dan mengevaluasi bahan kelas. Secara khusus, dengan mempertimbangkan
kerangka teoritis Zimmerman menunjukkan bahwa berpikir kritis dapat membuat
kontribusinya dalam tahap proses refleksi diri. Dalam analisis ini, keterlibatan pemikiran
kritis selama tugas yang diberikan dapat membantu peserta didik untuk menangani
ambiguitas, bertanggung jawab atas tindakan mereka, dan untuk mengembangkan
kepercayaan dan keyakinan self-efficacy ketika dihadapkan dengan keputusan yang cepat
keputusa. Tindakan mengkritisi dan mempertanyakan, dan mencoba untuk membentuk
alternatif sendiri atau solusi yang mungkin akan membantu mendorong pengembangan
penilaian dan refleksi diri.
Perkembangan dan kompleksitas pemikiran kritis memerlukan kematangan, praktek,
mengasuh, dan usaha dari waktu ke waktu. Proses jangka panjang dan rinci ini dapat
memberikan sumber informasi lebih banyak dan kebijaksanaan untuk membimbing pelajar
dalam penilaian diri, pemantauan, dan reaksi terhadap pengetahuan yang dipelajari. Dengan
cara yang sama, berpikir kritis juga mengambil bagian dalam tahap siklus regulasi diri yang
melibatkan subproses dari keyakinan self-efficacy, harapan hasil, motivasi intrinsik, dan
orientasi tujuan pembelajaran.
Kedua, berdasarkan bukti-bukti yang ada, praktek disiplin berpikir kritis dibentuk oleh
strategi pengolahan mendalam, pencapaian tujuan, dan epistemologi pribadi. Dalam hal
pengaturan-diri, isu kunci berkaitan dengan strategi yang individu dapat menggunakan untuk
membentuk keahlian mereka dalam berpikir kritis. Kompleksitas berpikir kritis menunjukkan
itu adalah proses pembangunan jangka panjang yang membutuhkan latihan, pengasuhan,
usaha, dan penguatan dari waktu ke waktu. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk
mempromosikan perkembangan berpikir kritis adalah dengan cara regulasi diri.
Berdasarkan jurnal ini dapat diketahui bahwa keterampilan berpikir kritis merupakan
salah satu keterampilan berpikir tingkat tinggi yang sangat penting dikembangkan dalam diri
siswa. Jurnal ini menempatkan dua orientasi teoritis dalam satu kerangka kerja yaitu (i)
bahwa berpikir kritis, sebagai praktek kognitif, membantu dalam pembelajaran mandiri, dan
(ii) subproses yang terlibat dalam regulasi diri membantu dalam pengembangan keterampilan
berpikir kritis. Melalui berpikir kritis ini, siswa dapat menganalisis berbagai fenomena yang
muncul dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan konsep-konsep ilmiah.
Perkembangan kemampuan berpikir kritis ini ditunjang oleh kemampuan SRL siswa yang
16
menuntun siswa untuk berpikir secara reflektif. Berpikir kritis sendiri pada akhirnya akan
menjadi komponen regulasi diri siswa. Hal ini berarti bahwa siswa yang memiliki
kemampuan SRL akan memiliki kemampuan berpikir yang baik. Sebagai implikasinya, perlu
diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengeksplorasi kemampuan SRL siswa tersebut.
Jurnal ini penting untuk peneliti karena menjadi salah satu alasan pentingnya
mengeksplorasi kemampuan SRL siswa. Dengan mengeksplorasi kemampuan SRL, guru
dapat mengetahui tingkat kompleksitas berpikir siswa dan merancang strategi yang baik
untuk mengembangkan keterampilan berpikir siswa lebih lanjut. Selain itu, kajian teoritis
dalam jurnal ini juga memberikan kontribusi terhadap perkembangan kajian teoritis proposal
peneliti.

17

Вам также может понравиться