Вы находитесь на странице: 1из 7

KONSEP PENDIDIKAN dan ANALISIS PENDIDIKAN MENURUT

MUHAMMAD ABDUH

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Sejarah Perkembangan Pemikiran


Pendidikan Islam

Dosen Pengampu:
Dr. H. Mochamad Nu’man, M. Ag

Oleh:
Shivanni Cavelia
(09.6.8.0497)

JURUSAN MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM


UNIVERSITAS SUNAN GIRI
SURABAYA
1. Tujuan Pendidikan
Menurut Muhammad Abduh, cara yang paling tepat untuk memajukan umat
islam adalah melalui pendidikan, sementara lembaga-lembaga pendidikan pada waktu
itu belum mampu mengantarkan umat islam pada kemajuan yang berarti, karena kurang
terarahnya tujuan pendidikan yang digariskan. Lembaga pendidikan yang berkiblat ke
barat lebih memfokuskan diri kepada pengembangan intelektual, sedangkan lembaga-
lembaga pendidikan yang berkiblat ke timur lebih berorientasi kepada pembentukan
spiritual sedangkan aspek intelektual kurang mendapatkan tempat.
Dalam merumuskan tujuan pendidikan islam, Muhammad Abduh berangkat dari
tujuan pendirian sekolah. Menurutnya tujuan pendirian sekolah adalah untuk mendidik
akal dan jiwa anak didik, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Pendidikan Akal (tarbiyatul al-‘uqul)
Menurut Muhammad Abduh daya akal itulah yang membedakan manusia dari
makhluk lainnya. Ia merupakan tonggak kehidupan manusia dan dasar
kelanjutan wujudnya, daya tersebut tidak sama derajadnya pada semua manusia,
oleh karena itu akal manusia juga tidak mempunyai kesanggupan yang sama
dalam memahami dan menalar suatu masalah dalam arti, ada yang tinggi tingkat
penalarannya, dan adapula yang rendah.
Akal pada mulanya bersifat sederhana dan kosong dari ilmu pengetahuan. Agar
akal yang sederhana dan kosong dari ilmu pengetahuan tersebut berdaya guna,
perlu mendapat rangsangan untuk bisa aktif berdaya guna dengan cara
mengisinya dengan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan menjauhkannya dari
ilmu pengetahuan yang tidak benar. Jika akal sudah terisi dengan ilmu
pengetahuan, maka manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk, mana yang salah dan mana yang benar. Bahkan menurutnya Al-Qur’an
tidak hanya berbicara kepada hati nurani manusia, melainkan juga kepada
akalnya. Karena akalnya maka manusia diberi perintah dan larangan oleh Allah.
Pendidikan dapat mengembangkan akal anak didik dan membiasakannya
berfikir kritis. Untuk melatih akal berfikir kritis tersebut diperlukan ilmu
pengetahuan modern, seperti filsafat, logika, dan lain sebagainya. Hal ini pula
yang menyebabkan Muhammad Abduh memasukkan ilmu pengetahuan modern
kedalam kurikulum Al-Azhar. Menurutnya ilmu pengetahuan modern
ditimbulkan oleh akal dan sejalan dengan ajaran agama islam. Ilmu pengetahuan
modern penting untuk dipelajari umat islam agar mereka mencapai kebahagiaan
di dunia dan akhirat. Ilmu pengetahuan modern yang berdasarkan observasi,
penelitian, analisa dan kesimpulan yang didapat terhadap fenomena-fenomena
alamiah atau tingkah laku alam pada kondisi tertentu akan mengantarkan
manusia kepada kebijaksanaan memilih hukum alam yang telah ditetapkan
Allah.
b. Pendidikan Jiwa ( tarbiyah an-nufus)
Jiwa merupakan sumber perbuatan yang daripadanya akan tumbuh dua sifat
yang berlawanan, ada sifat baik dan sifat jahat. Sebagaimana akal, jiwa
merupakan daya yang ada pada diri manusia yang menjadi sumber tenaga,
semangat atau penggerak. Ia merupakan sumber perbuatan manusia yang harus
dididik agar mampu melahirkan perbuatan yang baik dan menjauhi perbuatan
yang jelek. Jika dalam jiwa ada penyakit, maka salah satu cara pengobatannya
adalah dengan pendidikan, dalam hal ini pendidikan agama.
Rumusan pendidikan jiwa yang dirumuskan Muhammad Abduh adalah
pendidikan moral spiritual, yaitu menanamkan nilai-nilai agama kepada anak
didik, agar mereka mau mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam kehidupannya
sehari-hari, baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan
masyarakat. Selanjutnya Muhammad Abduh membedakan antara tugas akal dan
tugas jiwa. Akal didik untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang benar dengan
tujuan agar anak memperoleh sesuatu yang berguna, sedangkan jiwa dididik
untuk memperoleh moral yang mulia, dengan demikian ia menjauhkan diri dari
hal-hal yang tidak baik. Seseorang tidak akan mendapatkan ilmu yang hakiki
kalau dirinya tidak dihiasi dengan akhlak mulia.
Apabila kedua unsur (akal dan jiwa) tersebut terdidik dengan baik maka dapat
dipastikan bahwa sekolah-sekolah agama akan melahirkan ulama yang berfikir
kritis dan sekolah umum akan melahirkan intelektual yang jiwa dan
perbuatannya dihiasi ajaran agama, sehingga ajaran agama tersebut dapat
dipahami oleh semua cendekiawan islam dan mereka dapat memecahkan
permasalahan yang timbul dalam masyarakat akibat adanya perubahan yang
dibawa oleh perkembangan zaman.
Sebagai tokoh yang hidup di saat pendidikan islam mengalami pasang surut,
Muhammad Abduh mencoba meningkatkan dan mengadakan berbagai perbaikan dalam
aspek pendidikan, termasuk aspek tujuan, kurikulum dan metode pendidikan. Ia selalu
menghubungkan antara tujuan yang satu dengan yang lainnya, baik tujuan akhir
pendidikan maupun tujuan institusional. Pokok pikiran tujuan institusional pendidikan
didasarkan kepada tujuan pendirian sekolah. Ia membagi jenjang pendidikan kepada
tiga tingkatan. Pembagian ini disesuaikan dengan tiga kelompok masyarakat di
lapangan pekerjaan yang akan mereka geluti nantinya, sehingga apabila anak dapat
menyelesaikan pendidikannya pada suatu jenjang pendidikan tertentu, maka ilmu yang
mereka peroleh dapat dipergunakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, disamping
menyelesaikan tugas yang lain.
Jenjang pendidikan yang dimaksud adalah: tingkat pertama disebutnya tingkat
umum. Tingkat ini terdiri dari para tukang, pedagang, petani, dan yang serupa dengan
mereka. Tingkat kedua adalah para pejabat yang mengatur urusan Negara, mengelola
kemaslahatan masyarakat serta memeliharanya, seperti panglima angkatan bersenjata,
pengadilan beserta pengawalnya dalam berbagai golongan. Tingkat ketiga adalah
golongan para ulama, pemimpin masyarakat dan ahli pendidikan seperti guru dan
lainnya.
Pengklasifikasian manusia kepada tiga kelompok tersebut untuk menentukan
kebutuhan-kebutuhan yang berbeda pada setiap jenjang pendidikan tertentu. Dengan
membagi masyarakat kepada kelompok tertentu, Muhammad Abduh dapat merumuskan
tujuan institusional dari masing-masing tingkatan sekolah sesuai dengan kebutuhan
masing-masing jenjang.
1. Tingkat Dasar (mubtadiin)
Pada pendidikan tingkat dasar ini, Muhammad Abduh ingin merumuskan
suatu tujuan yang bersifat umum dan mendasar yang harus dimiliki oleh
setiap lapisan masyarakat. Tujuan instituisonalnya adalah memberantas buta
huruf. Diharapkan para lulusan sekolah tingkat dasar ini sudah bisa
membaca dan menulis dalam pengertian yang sederhana, yaitu membaca apa
yang tersurat dan dapat berkomunikasi melalui tulisan. Selain itu juga
mereka diharapkan bisa berhitung sehingga mereka dapat mengembangkan
usaha mereka.
Disamping anak bias menulis, membaca, dan berhitung diharapkan agar
setelah anak didik menyelesaikan studinya di tingkat dasar mereka memiliki
dasar-dasar ilmu pengetahuan agama yang kuat dan dapat pula mengamakan
pokok-pokok ajaran agama, sesuai dengan kemampuan intelektualnya.
2. Tingkat menengah (tabaqat al-wusta)
Sekolah menengah bertujuan mendidik anak agar nanti mereka dapat bekerja
sebagai pemerintah, baik sipil maupun militer. Mereka diharapkan oleh
Negara untuk menjadi orang-orang yang dipercaya dan bertanggung jawab
terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Lulusan tingkat
menengah ini diharapkan dapat mendahulukan kepentingan dan
kemaslahatan umum disamping kepentingan mereka sendiri serta berusaha
mewujudkan masyarakat sejahtera.
Untuk mencapai tujuan institusional dari sekolah menengah tersebut anak
didik diberikan pelajaran-pelajaran yang bersifat umum, seperti logika dan
lainnya disamping pelajaran agama yang dapat mmebentuk pribadi mereka
menjadi orang yang dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas dan
bertanggung jawab terhadap apa yang mereka perbuat.
3. Tingkat tinggi (tabaqat al-‘ulya)
Mahasiswa yang belajar di sini adalah mereka yang telah berhasil
menyelesaikan studinya pada tingkat sebelumnya. Tujuan pendirian sekolah
ini adalah untuk mencetak tenaga guru dan pemimpin-pemimpin masyarakat
yang berkualitas.
Mereka yang telah berhasil menyelesaikan studinya di sekolah tingkat tinggi
ini diharapkan dapat menjadi guru untuk seluruh jenjang pendidikan. Selain
menjadi guru, mereka juga diharapkan dapat membina kesejahteraan
masyarakat. Seperti pada jenjang pendidikan pertama dan kedua, di sekolah-
sekolah tingkat tinggi juga diajarkan ilmu pengetahuan modern dan pelajaran
agama, bahkan pelajaran agama mendapat prioritas utama.
Dilihat kepada tujuan pendidikan yang dirumuskan Muhammad Abduh
dapat dikatakan bahwa ia sudah merancang suatu tujuan yang baru . Tujuan pendidikan
agama yang berorientasi kepada mencapai kebahagiaan akhirat melalui pendidikan jiwa
dirubah oleh Muhammad Abduh dengan menambah orientasinya kepada mencapai
kebahagiaan di dunia melalui pendidikan akal. Sedangkan tujuan institusional yang
belum tahu arah pada masing-masing jenjang pendidikan oleh Muhammad Abduh
diluruskannya satu persatu, sehingga masing-masing jenjang pendidikan mempunyai
tujuan tertentu. Dengan demikian Muhammad Abduh dapat dikatakan sebagai modernis
dalam merumuskan tujuan pendidikan islam dan sikap yang rasional dengan
berlandaskan kepada agama juga tertuang dalam rumusan tujuan pendidikan yang ia
rencanakan.

2. Kurikulum Pendidikan
Muhammad Abduh telah mencoba merubah kurikulum pendidikan sesuai
dengan konsep-konsep modern, dengan tetap memelihara kondisi dasar masa lalu. Ia
telah merencanakan suatu bentuk kurikulum yang mempunyai hubungan satu sama lain
dari beberapa aspek penting dalam kurikulum berdasarkan tingkatan sebagai berikut:
1. Kurikulum tingkat dasar
Materi yang ditawarkan adalah: Akidah islam, Fiqh dan Akhlak, Sejarah Islam.
2. Kurikulum tingkat menengah
Materi yang ditawarkan adalah ilmu logika, aqidah islam, fiqh dan akhlak,
sejarah islam.
3. Kurikulum pendidikan tinggi
Materi kurikulum yang ditawarkan adalah tafsir al-qur’an al-karim, hadis,
bahasa arab, usul al-fiqh, pelajaran akhlak, sejarah islam, retorika dan dasar-
dasar diskusi, ilmu kalam,

3. Metodologi Pendidikan
Dua aspek yang dibicarakan oleh Muhammad Abduh, yaitu metodologi dalam
bentuk makro (metodologi adalah suatu sistem) dan metodologi dalam bentuk mikro
(metode mengajar).
1. Metodologi pendidikan mikro
Keberhasilan seorang guru dalam mengajar sebagian besar dipengaruhi oleh
metode yang ia gunakan di samping kemampuan intelegensi anak didik. Metode
yang ingin diterapkan Muhammad Abduh adalah:
a. Metode pemahaman konsep, yaitu mengajar dengan cara menjelaskan
maksud teks buku yang dibaca. Sehingga anak didik memahami maksud apa
yang dipelajarinya dan tidak merasa bosan untuk belajar.
b. Metode Tanya jawab, yaitu Tanya jawab antara murid dengan guru tentang
sesuatu pelajaran yang belum dimengerti oleh anak didik, sehingga mereka
merasa puas dan bisa memahami teks yang ia baca.
c. Metode latihan dan pengalaman, metode keteladanan, dan cerita.
2. Metode pendidikan makro
Metodologi pendidikan makro adalah metodologi pendidikan sebagai suatu
sistem, yaitu kesatuan organisasi yang dinamis dimana diantara satu sama lain
saling mempengaruhi.
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan merupakan satu organisasi yang
terdiri dari individu-individu yang bekerja sama, saling membutuhkan.
Organisasi biasanya terdiri dari pemimpin (kepala sekolah), yang beranggotakan
para guru dan tenaga administrasi. Oleh karena itu selain diadakan perbaikan
dan pembaharuan di bidang tujuan, kurikulum dan metode mengajar, maka
organisasi pendidikan juga perlu mendapatkan perbaikan serta perubahan yang
mengacu kepada pembaharuan.

Вам также может понравиться