Вы находитесь на странице: 1из 2

Bercermin dari Enron

Sekitar 2 minggu yang lalu aku terlibat pembicaraan dengan beberapa orang teman seputar
situasi pekerjaan yang mulai menampakan situasi yang kurang kondunsif akibat trend
outsourcing. Dari hasil pembicaraan sambil lalu itu aku membuat kesimpulan kalau selama kita
masih menjadi karyawan, segala macam ancaman terhadap pekerjaan kita seperti misalnya PHK
bisa terjadi di mana saja. Namun ada seorang teman yang kurang setuju pendapatku itu sebab
menurutnya kalau di perusahaan yang sudah established baik dari segi reputasi maupun finansial
pastinya akan aman. Diapun menyebut nama sebuah perusahaan yang memang tak diragukan
lagi reputasinya, bahkan pemiliknya jadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Sepertinya
perusahaan tersebut adalah salah satu tempat kerja impian temanku tersebut. Baiklah bagiku
tidak masalah sebab setiap orang punya cara pandang yang berbeda-beda.

Salah satu dasar pikiranku kenapa aku berfikir dimanapun kita bekerja bahkan di perusahaan
yang reputasinya tak diragukan sekalipun tetaplah kita dalam posisi yang tidak aman sebab aku
teringat akan kasus Enron. Enron sampai pada awal tahun 2001 masih menjadi perusahaan yang
paing diminati orang amerika untuk bekerja. Majalah Fortune selama 6 tahun berturut-turut
menyebut Enron sebagai “America's Most Innovative Company". Pada tahun 2000, Enron yang
spesialisasiny bergerak di bidang energi mengklaim kalau mereka mendapatkan revenue hingga
111 Milyar Dollar Amerika. Saham Enron adalah salah satu saham yang paling diminati investor
hingga harganya bisa mencapai US$ 90 per lembarnya. Akibat penampilan figur yang
meyakinkan ini makanya ngga heran banyak orang yang berlomba-lomba untuk melamar kerja di
Enron.

Enron juga tidak sembarang mau merekrut tenaga kerja, biasanya yang akan direkrut adalah para
lulusan terbaik dari universitas ternama di Amerika Serikat. Ini bukan hal sulit karena saat itu
Enron merupakan cita-cita sebagian besar mahasiswa. Bahkan saking bergengsinya status jadi
pegawai Enron, di Universitas Harvard yang top banget itu, Enron menjadi salah satu bidang
studi yang dipelajari di kampus.

Rupanya Enron sang raksasa tersebut tiba-tiba jatuh berdemum ke tanah akibat terkuaknya
penipuan alias fraud yang dilakukan oleh pihak dalam Enron sendiri dan frima akunting Arthur
Andersen yang ditunjuk sebagai auditor. Beberapa anak perusahaan Enron terutama yang di luar
negeri mulai merugi. Namun untuk tetap menjaga reputasi serta tentunya harga saham, beberapa
eksekutif yang mengetahui soal kerugian tersebut melakukan kongkalikong dengan fihak auditor
yang ditunjuk yaitu Arthur Andersen agar membuat laporan keuangan yang tetap terlihat hebat.

Kecurangan yang dilakukan Enron tidak disitu saja, beberapa pihak yang mengetahui rahasia
keborokan Enron malah melakukan kejahatan kedua yaitu insider trading. Pada Agustus tahun
2000 harga saham yang saat itu telah mencapai US$ 90 per lembarnya, beberapa oknum yang
tergolong dalam eksekutif perusahaan itu mulai menjual saham-saham yang mereka miliki
karena tahu sebentar lagi Enron akan kolaps. Mereka juga mengatakan pada para investor jika
saham Enron bakal terus meningkat hingga kisaran US$ 120 – US$ 130 per lembarnya. Tapi
pada kenyataannya justru harga saham Enron ini malah makin melemah, pada awalnya para
investor masih percaya kalau Enron akan bangkit kembali. Sebetulnya beberapa pihak sudah
mulai mencium ketidakberesan dalam tubuh Enron tapi peristiwa serangan 11 September
membuat perhatian orang jadi teralih.

Lama-lama kebusukan Enron terungkap juga. Fakta mulai tersingkap ketika laporan tahunan
kuarter 3 tahun 2001 diumumkan. Kerugian tidak dapat ditutup-tutupi lagi dan otomatis harga
saham Enron makin terpuruk hingga menghujam ke level 50 cents saja atau sedollarpun tak
sampai. Pada akhir tahun 2001 Enron dinyatakan bankrut, ini disebut-sebut sebagai
kebangkrutan terbesar dalam sejarah korporasi se Amerika Serikat. Tentu saja sekitar 22 ribu
pegawainya di seluruh dunia menjadi mendadak jadi pengangguran.

Enron benar-benar seperti raksasa abad sebelumnya yaitu Titanic yang di klaim sebagai kapal
penumpang terbesar yang pernah dibuat manusia akhirnya harus karam dan menewaskan ribuan
penumpangnya. Begitu pula Enron yang harus karam hingga ke dasar kebangkrutan dan
meningalkan ribuan pegawainya menjadi pengangguran baru. Dari kasus Enron inilah aku
bercermin kalau sebetulnya tidak ada tempat yang benar aman selama kita tetap menjadi seorang
karyawan. Bukan berarti juga kita harus jadi pengusaha semua tapi paling tidak kita punya
rencana cadangan seandainya hal terburuk menimpa kita.

Posted by ina at 20.15 0 comments  

Вам также может понравиться