Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
PKL (Praktek Kerja Lapang) adalah suatu kegiatan untuk memfasilitasi mahasiswa
mendapatkan ilmu-ilmu sebanyak-banyaknya yang di dapatkan dalam suatu instansi
dan langsung di aplikasikan yang biasanya tidak di dapatkan di perkuliahan.
Navigasi merupakan salah satu komoditas yang ada di BBPPI Semarang. Merupakan
bagian terpenting dalam perikanan mulai dari pemilihan route perjalanan sampai
mendeteksi ikan.
Navigasi sudah ada dari sejak dahulu. Pada zaman dahulu kala para pelaut
menentukan arah pelayaran menggunakan peta laut, semakin tahun alat navigasi
berkembang pesat penentuan perjalanan dapat dilakukan dengan GPS. Sampai saat ini
ada suatu alat yang dapat mencakup semua peralatan dari GPS sampai alat bantu
pengumpul ikan.
1
1.2 Tujuan
2
BAB II
Pada awal mulanya BBPPI berdiri yang dahulunya bernama BPPI terletak di Pos 3
pelabuhan tanjung Emas, Semarang. Seiring dengan bertambahnya jumlah pegawai
dan meningkatnya aktivitas yang dilakukan oleh BBPPI, maka pada tahun 1978
BBPPI pindah lokasi ke jalan Yos Sudarso, Kalibaru Barat, Semarang yang berlokasi
di pinggir pantai dengan keadaan geografisnya di permukaan yang datar di dataran
rendah kota Semarang. Lahan yang digunakan oleh BBPPI adalah lahan PT
PELABUHAN INDONESIA III yang menaungi Pelabuhan Tanjung Emas. BBPPI
memiliki 3 (Tiga) gedung utama, 1 (Satu) bengkel, 1 (Satu) tempat penyimpanan dan
peragaan alat tangkap, 2 (Dua) wisma penginapan 1 (satu) mesjid, 9 (Sembilan)
Kapal Latih dan Survey dan 1 (Satu) Dermaga yang terletak di depan kantor utama.
Berdirinya BPPI diawali sebagai Pangkalan Armada Survei dan Eksplorasi Direktorat
Jenderal Perikanan Departemen Pertanian RI bertempat di Semarang tahun 1975
dengan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
190/Kpts/Org/5/1975, tanggal 2 Mei 1975. Pada perkembangan selanjutnya
ditetapkan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang perikanan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 308/Kpts/Org/1978 Tahun
1978. Pada tahun 1999, dan BPPI berada dibawah naungan Departemen Eksplorasi
Laut RI setelah mengalami pemisahan dari Departemen Pertanian RI.
Sesuai dengan beban tugas yang diberikan, maka berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Pertanian Nomor : 308/Kpts/Org/1978, tanggal 1 April 1978 maka BPPI
Semarang ditetapkan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) di bidang
perikanan lingkup Direktorat Jenderal Perikanan. Kemudian berdasarkan Keputusan
3
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : Kep.26G/MEN/2001, tanggal 01 Mei 2001
tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pengembangan Penangkapan Ikan
Semarang. BPPI Semarang mempunyai tugas pokok untuk melaksanakan penerapan
dan pengembangan teknik penangkapan dan pengawasan serta kelestarian
sumberdaya hayati perairan.
VISI
Menjadikan BBPPI sebagai Pusat Pengembangan dan Pusat Informasi yang Tangguh
dalam Teknologi Penangkapan Ikan.
MISI
1. Menyiapkan bahan informasi produktifitas sarana penangkapan ikan.
2. Melakukan perekayasaan sarana penangkapan ikan.
3. Menyiapkan dan menguji bahan standar sarana penangkapan ikan.
4. Melaksanakan akreditasi lembaga sertifikasi sarana penangkapan ikan.
5. Melaksanakan sertifikasi sarana penangkapan ikan.
6. Mengembangkan jaringan pengembangan penangkapan ikan.
7. Mengembangkan jaringan sistem informasi teknologi penangkapan ikan.
8. Menyebarluaskan teknologi penangkapan ikan.
4
2.3 Program Kerja BBPPI Semarang
5
Mempunyai tugas melaksanakan standardisasi di bidang kapal perikanan dan
alat penangkapan ikan serta operasi penangkanapan ikan dan akreditasi
lembaga sertifikasi sarana penangkapan ikan, pengawakan kapal dan tenaga
kerja perikanan tangkap, serta sertifikasi sarana penangkapan ikan,
pengawakan kapal dan tenaga kerja perikanan tangkap.
6
Mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan standardisasi di bidang kapal
perikanan dan alat penangkapan ikan seta operasi penangkapan ikan.
7
D. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri atas
1. Funsional Perekayasa (Ir. Zarochman, M.S)
2. Funsional Litkayasa (Agus Suryadi, S.St.Pi.)
3. Funsional Arsiparis (Nur Sulasih)
4. Funsional PNS/Kehumasan (Yeni Emelia Pertiwi, S.H)
5. Pegawai Perikanan
Jumlah pegawai Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BBPPI)
Semarang sampai bulan Juni 2009 adalah 200 orang dengan formasi 187 PNS
dan 13 CPNS dengan jumlah pria 170 dan wanita 30 (Tabel 1). Jumlah
pegawai menurut tingkat golongan (Tabel 2).
Pria 170
Wanita 30
8
IV 13
III 116
II 37
I 9
JUMLAH 175
9
2.5 Bidang Usaha/Perekayasaan
10
9. Perekayasaan alat pengumpul ikan elektronik di Pantura Jawa
10. Kajian teknis mesin penggerak kapal dan daya dorong kapal ikan <10 GT di
Pantura Jawa
11. Kajian teknis mesin penggerak kapal dan daya dorong kapal ikan <10 GT di
Kalimantan Selatan
12. Kajian teknis penggerak propeler menggunakan tenaga listrik untuk kapal ikan
11
BAB III
12
kelayakan alat (troubles-shooting), ketahanan alat selama penelitian berlangsung.
Bentuk kedua adalah eksperimental dengan menguji alat terhadap objek secara
langsung, yaitu ikan.
Pada uji coba eksperimental kedua, pengukuran tingkat keberhasilan alat adalah
dengan mengukur secara visual melalui penampakan banyaknya ikan yang berkumpul
atau mendekat menuju speaker. Juga melalui pergeseran jenis maupun ukuran ikan
yang disebabkan oleh perpindahan atau perubahan frekwensi yang telah ditentukan
sebelumnya.
Ketiga mahasiswa itu mengatakan, dari uji coba laboratorium dengan menggunakan
akuarium menunjukkan hasil yang positif dengan mendekatnya beberapa ikan.
Namun diakui, ini tidak dapat dijadikan kepastian karena mereka menduga adanya
pantulan frekwensi yang terjadi akibat adanya dinding-dinding kaca akuarium. Hal ini
mendasari untuk untuk uji coba di tambak dan di laut.
Pada perairan payau atau tambak, ketiga mahasiswa ini menguji pada satu jenis ikan
bandeng. Hal ini disebabkan tambak yang tersedia adalah tambak bandeng. Uji coba
menunjukkan hasil positif, ditandai dengan adanya pergerakan ikan bandeng yang
terdapat di kolam bergerak menuju speaker. Ikan bergerak mengelilingi speaker yang
berada di pinggir kolam dengan gerakan setengah lingkaran.
Uji coba berikutnya dilakukan di laut, di wilayah Gresik, Jawa Timur. Alat uji coba
dipasang di perahu secara temporary dengan dudukan yang tidak begitu kuat. Hasil
secara visual atau kenampakan yang didapat sangat buruk mengingat tidak ditemukan
ikan yang berkumpul di sekitar perahu. Hal ini disebabkan oleh kejernihan air laut
yang kurang. Namun ditemukan ubur-ubur yang bergerak mendekati perahu dan juga
adanya sekawanan burung camar yang beterbangan di atas perahu. Menurut nelayan,
itu merupakan tanda adanya pergerakan ikan yang mendekat ke perahu.
13
3.2 ALPIN, Alat Pemanggil Ikan
Agus bertugas melakukan survei untuk fishing ground (daerah penangkapan ikan).
Untuk itu ia harus berkeliling ke 18 propinsi. Ada hal yang menarik ditangkap lulusan
Fakultas Kelautan IPB ini saat memerhatikan tingkah nelayan-nelayan tua di kawasan
Timur Indonesia. "Beberapa dari mereka, khususnya nelayan-nelayan tua,
menggunakan media bunyi untuk mengundang ikan masuk area tangkapannya. Ada
yang menepuk-nepuk permukaan air, ada pula yang memasukkan bambu yang telah
dilubangi ke dalam laut, lalu ditiupnya sehingga menimbulkan bunyi-bunyi. Dan
yang menarik ada seorang nelayan tua yang melengkingkan bunyi untuk memanggil
ikan. Ini unik sekali," jelas Agus yang sempat kuliah di Seni Rupa ITB, namun keluar
dan mengambil Program Studi Teknologi Kelautan-IPB yang diperolehnya melalui
jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).Tingkah nelayan-nelayan tua itu
merupakan suatu kearifan lokal, dan metode efektif untuk menangkap ikan. "Belum
banyak ilmuwan yang berpikiran untuk mengembangkan kearifan lokal warisan
leluhur itu menjadi lebih berguna," imbuh Agus yang sejak kuliah tingkat III di IPB
sudah bekerja di BPPT.
Alasan lain dibuatnya ALPIN karena aksi penangkapan ikan dengan pengeboman
yang ia lihat di Teluk Kendari Sulawesi Tenggara. Cara pengeboman itu dilakukan
karena cepat dan praktis. "Hanya itu yang dipikirkan penduduk, yaitu bagaimana
memperoleh hasil yang cepat agar bisa memberi makan anak istrinya. Padahal cara
pengeboman itu mengakibatkan banyak terumbu karang rusak.
Selain itu, penangkapan ikan dengan mengebom juga banyak menimbulkan korban,
yaitu kecacatan. Saya pernah lihat ada suatu keluarga di Teluk Kendari yang bapak
dan anaknya cacat (buntung) gara-gara pengeboman itu," paparnya. Maraknya
pengeboman ikan mengakibatkan kelestarian ekosistem terumbu karang terganggu
dan lambat laun kualitas lingkungan perairan menjadi menurun. Padahal ekosistem
terumbu karang memberikan kontribusi terbesar dalam penyediaan makanan, tempat
pemijahan, tempat pergantian generasi dan perlindungan. Selama ini metoda yang
14
direkomendasikan untuk penangkapan ikan disekitar terumbu karang menggunakan
pancing dan bubu.
Cara kerja ALPIN menggunakan frekuensi bunyi. Untuk memperoleh frekuensi yang
sesuai atau yang disenangi ikan, dilakukan pendekatan metoda Superimpose Sound
System (S3). Teknik ini menggabungkan frekuensi bunyi ikan dan frekuensi
lingkungan yang direkam ke dalam system sirkuit elekronik. Sebelum proses
perekaman, terlebih dahulu dilakukan filterisasi untuk memperoleh frekuensi bunyi
yang sebenarnya.
Selanjutnya proses pengembalian frekuensi bunyi ke alam dibantu oleh alat yang
kedap bunyi dan tahan air, yang Agus namakan speaker air, yang disimpan di dalam
bahan dari mika. Mungkin bahan mika merupakan bahan penghambat bunyi maka
hasil keluaran menjadi tidak optimal.
15
Komponen utama alat pengumpul ikan elektronik yang bekerja berdasarkan prinsip
akustik, sebagai berikut :
1. Penghasil bunyi elektrik (electrical sound generator), dibuat berdasarkan
rangkaian komponen elektronik yang dapat memproduksi bunyi dengan
kisaran frekwensi 0 s/d 100 Hertz dan dapat dipancarkan secara variabel
sesuai besaran frekwensi yang diinginkan dengan menggunakan potentio
meter yang dipasang khusus dalam rangkaian tersebut.
2. Penghasil bunyi digital (digital sound generator), yang dibangkitkan dari
rancang bangun piranti lunak yang dibuat khusus untuk kepentingan produksi
bunyi dengan kisaran frekwensi 0 s/d 10.000 Hertz yang dilengkapi dengan
sistim penyuntingan dan penyimpanan data.
3. Perekam bunyi (sound recorder), sebagai alat perekam akustik yang dapat
merekam bunyi dari sumber bunyi dalam laut, dari penghasil bunyi elektrik
maupun penghasil bunyi digital.
4. Mikrophone kedap air (hydrophone), berfungsi sebagi penyadap segala
sumber bunyi yang berasal dari dalam laut untuk tujuan perekaman atau
penguatan.
5. Penguat bunyi (amplifier), sebagai alat penguat sumber bunyi yang berasal
dari hasil penyadapan melalui hydrophone untuk tujuan perekaman dan juga
sebagai penguat sumber bunyi (elektrik atau digital) untuk diteruskan ke
dalam laut.
6. Pengeras bunyi (speaker) kedap air, sebagai media pemancaran bunyi ke
dalam laut yang berasal dari penguat bunyi. Untuk besaran frekwensi tertentu,
pengeras bunyi ini dapat digantikan dengan transducer (alat khusus yang
dapat digunakan dalam air laut).
7. Perangkat kontrol (controller device), perangkat yang berfungsi untuk
pemilihan aktif perangkat hydrophone atau transducer.
8. Interface, sebagai perangkat penyelaras fungsi perangkat keras untuk tujuan
digitalisasi sistim pengumpul ikan electronik.
16
Adapun prinsip kerja rancang bangun alat pengumpul ikan elektronik dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Bunyi yang berasal dari ikan atau biota laut pada daerah penangkapan
ikan tertentu direkam,dan dilakukan koreksi-koreksi kondisi
oceanografis dan biologis untuk bahan identifikasi karakter bunyi
tersebut.
b. Karakter bunyi hasil analisa dibuat tiruannya melalui sistim digital
untuk selanjutnya dipancarkan dalam kolam uji coba laboratorium
c. Bunyi tiruan dilakukan penyeserasian untuk memperoleh karakter
bunyi yang mendapatkan respon dari ikan.
Perangkat keras :
Perangkat keras yang diperlukan sesuai dengan pra rancangan, antara lain :
1. Digital sound recorder, adalah perekam dan pemancar bunyi digital dalam
bentuk kit yang harus dirangkai terlebih dahulu. Perangkat ini dapat merekam
secara flash bunyi digital selama10 detik dan dipancarkan berulang selama
catu daya masih ada. Dari hasil pengukuran, catu daya yang dibutuhkan untuk
memancarkan bunyi hanya 0,5mA dan apa bila menggunakan baterei kering
12 V / 7,2 AH, maka alat tersebut dapat bekerja selama 140 jam secara terus
menerus.
2. Fish caller, yang dijadikan penghasil bunyi elektrik (electrical sound
generator), dibuat berdasarkan rangkaian komponen elektronik yang dapat
memproduksi bunyi dengan kisaran frekwensi 0 s/d 100 Hertz. Khusus alat
penghasil bunyi dapat dibuat berdasarkan rangkaian elektronik mengikuti
diagram sirkuit seperti pada Gambar 6.
3. Sound system, terdiri dari amplifier, pengeras bunyi dan microphone. Pengeras
bunyi yang digunakan, tipe megaphone dan dalam kegiatan ini dipasang
pada rangkaian pipa peralon untuk tujuan mengarahkan bunyi kedalam laut.
17
4. Transducer, fungsi alat ini dalam rangkaian fish finder sebagai speaker dan
sebagai microphone secara bergantian sesuai dengan interval pulsa
ultrasonic yang dipancarkan dan pantulan yang diterima.
5. Bak uji yang dibuat khusus dari fibreglass dan dilapis busa, untuk tujuan
pengamatan dan perekaman bunyi ikan hidup yang tertangkap atau hasil dari
koleksi nelayan yang sedang melakukan penangkapan ikan dilaut. Diberikan
lapisan karet busa pada dinding bagian dalam untuk tujuan agar ikan yang
berengan tidak terluka bila membentur dinding, sekaligus meredam pantulan
bunyi-bunyi yang ada selama perekaman.
18
BAB IV
19