Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang
paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak
sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau
yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan
suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau
oleh stimulus yang diterima. Jika diliputi rasa kecemasan yang berat maka kemampuan
untuk menilai realita dapat terganggu. Persepsi mengacu pada respon reseptorsensoris
terhadap stimulus. Persepsi juga melibatkan kognitif dan pengertian emosional akan
objek yang dirasakan. Gangguan persepsi dapat terjadi pada proses sensori penglihatan,
ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan
Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa Medan ditemukan 85%
pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus
tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan
evaluasi.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Pengertian
Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu
disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar,
pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat
mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut
terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited
(tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi
(Triwahono, 2004).
rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls
dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam
membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang
mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam
menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan
1. Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya
penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara
2. Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
3. Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya
rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat
kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat
klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain
klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan
dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
5. Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat,
mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang
6. Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
7. Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang,
kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis,
2005).
8. Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara
sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas,
maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
B. Etiologi
1. Faktor predisposisi
1) Biologis
yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam
perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,
ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-
mortem).
2) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3) Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai
stress.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk
3) Sumber koping
C. Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Bicara sendiri.
2. Senyum sendiri.
3. Ketawa sendiri.
11. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
22. Ketakutan.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang
5. Diam.
10. Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
11. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada
menolaknya.
15. Tremor.
18. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
19. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
D. Jenis-Jenis Halusinasi
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan
yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar
dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang
dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan
yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti
melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang
tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau
dimensia.
4. Pengecapan
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik
6. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau
pembentukan urine.
7. Kinistetik
Merasakan badannya bergerak dalam ruang, atau anggota badannya bergerak ( umpamanya
8. Viceral
9. Hipnagogik
Terdapat ada kalanya pada seorang yang normal. Tepat sebelum tertidur persepsi sensorik
bekerja salah.
10. Hipnopompik
Seperti halusinasi hipnagonik, tetapi terjadi tepat sebelum terbangun sama sekali dari
tertidurnya. Ddisamping itu ada pula pengalaman halusinatorik dalam impian yang normal.
11. Histerik
E. Tahapan halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
1. Fase I (conforting)
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta
mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini
klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan
2. Fase II (condeming)
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi
peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda
vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi
tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu
mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan
4. Fase IV (conquering)
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang
kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif
individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon neurobiologi dijelaskan
sebagai berikut:
Pikiran logis Yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat Yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang
yang berlaku.
Hubungan social harmonis Yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu
terganggu (ilusi) indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di
otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah
dialami sebelumnya.
Emosi berlebihan atau Yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
kurang
Perilaku tidak sesuai atau Yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian
biasa masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya
maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,
penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu
Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan
merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien,
keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan
juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan
masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar
utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam
menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan
kemampuan koping yang dimiliki klien. Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman
pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006)
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat.
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu
merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah
3. Faktor predisposisi
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
e) Komunikasi tertutup.
f) Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu
tinggi.
d. Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga
diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping
destruktif.
e. Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar
f. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun
demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai
sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson
nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar
identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya
mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak
yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.
4. Faktor presipitasi
a. Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses
c. Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa
a. Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-
obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
b. Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan
hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan
orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam
mendapat pekerjaan.
c. Sikap/perilaku
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan
spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
dan ketidak adekuatan penanganan gejala. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –
tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
diperlukan meliputi:
a) Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika
halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap
jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi
perabaan.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul,
berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain
itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
d) Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah
klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
5. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat
6. Status Mental
e. Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
h. Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat
k. Memori
b) Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
sederhana
o. Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum,
BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera
c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi
adalah:
e. Intoleransi aktifitas.
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah
sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi
halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi
sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri
berikut:
Resiko perilaku menciderai diri,
keluarga dan lingkungan
efek:
B. Diagnosa Keperawatan
komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial
Etiology (penyebab) : alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi
dari pengkajian.
Sign dan sympton (tanda dan gejala) : manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan
a. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
C. Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu
tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien
dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:
a. Diagnosa 1: Resiko Mencederai Diri Sendiri Orang Lain Dan Lingkungan Berhubungan Dengan
Halusinasi Pendengaran.
Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.2 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,
Intervensi:
1.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima
Rasional: hubungan saling percaya sebagaid asar interaksi perawat dan klien.
Intervensi:
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan
halusinasi.
2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
2.1.4 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
halusinasi.
TUK 3:
Intervensi:
3.1.1 Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional: hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan
3.1.4 Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara
memutuskan halusinasinya.
Rasional: Meningkatkan harga diri klien
TUK 4:
4.1 keluarga dapat menyebutukan pengertian, tanda, dan tindakan untuk mengatasi halusinasi.
Intervensi:
4.2.1 Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila
halusinasinya timbul.
Rasional: Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
4.2.2 Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien
menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum
Menarik Diri.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.1 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,
Intervensi:
2.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik
yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama
perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan
pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
TUK 2:
Intervensi:
2.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab
menarik diri.
TUK 3:
Intervensi:
lain.
3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat
TUK 4:
4.1 Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
TUK 5 :
5.1 Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
Rasional: Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
lain.
5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat
TUK 6:
6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik
merawatnya.
6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x
seminggu).
c. Diagnosa 3: Isolasi Sosial; Menarik Diri Berhubungan Dengan Harga Diri Rendah.
Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.2 Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam,
Intervensi:
1.2.1 Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima
Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien
TUK 2 :
2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan
2.1.2 Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.
TUK 3:
Intervensi:
3.1.2 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional: Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien
3.1.3 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan
TUK 4:
Intervensi:
Intervensi:
TUK 5:
Intervensi:
5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri
rendah.
Rasional: Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan
penyembuhan klien
Intervensi:
Tujuan umum:
Tujuan khusus:
TUK 1:
1.1. Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas
Intervensi:
1.1.1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi
terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal,
perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai,
jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima
Rasional: Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien
1.1.2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
TUK 2 :
2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi,
bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan
2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan
diri
2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa
Intervensi:
2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.
2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri.
2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri.
gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.
TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
Intervensi:
TUK 4:
Intervensi:
4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
TUK 5:
5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam
menjaga kebersihan
Rasional: Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu
D. Implementasi
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan
yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih
dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya
antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
E. Evaluasi
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek
dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien
terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu
evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan
evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan
sebagai berikut:
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan
menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak
sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?”.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur
atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari
tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum
memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang
Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:
a. Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
g. Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi
Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan
Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press.
Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3.
Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year
Book.