Вы находитесь на странице: 1из 32

The History of Christian Doctrine

Sejarah Perkembangan Ajaran


Trinitas
oleh L. Berkhof
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah dengan semakin berkembangnya pemikiran manusia dari masa ke masa,
generasi ke generasi, semakin tampak pula keautentikan peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa lampau pada generasi manusia masa kini. Hal ini tentu merupakan hasil usaha
keras para ilmuwan yang telah mencurahkan segala dayanya untuk menyatakan hal-hal
yang sesungguhnya ke hadapan umat manusia yang berakal sehat dan mencintai ilmu.

Buku Sejarah Perkembangan Ajaran Trinitas karangan L. Berkhof, yang judul aslinya
adalah "The History of Christian
Doctrines," diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Drs. H. Thoriq A. Hindun, di
dalamnya mengungkapkan perdebatan yang pernah terjadi di kalangan para pakar
keagamaan gereja tentang Trinitas. Hal ini disebabkan karena para bapak gereja dahulu
tidak memiliki konsepsi yang gamblang tentang Trinitas.

Sekelompok dari mereka membenarkan bahwa logos adalah sebagai reason, sementara
yang lain memandang bahwa dia sebagai manusia yang koeternal dengan bapak yang
memiliki sifat esensi kekekalan, sedangkan yang lainnya lagi menganggapnya sebagai
subordination (suruhan) yang kedudukannya berada di bawah bapak.

Hal lainnya lagi yang menarik dalam buku ini adalah pembicaraan mengenai bahwa
Kristus sebagai putra Allah
(Allah anak) konsubstansial dengan father (Allah Bapak), karena itu merupakan very
God. Dengan demikian menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara ketuhanan
dan kemanusiaan dalam diri Kristus.

Untuk lebih jelasnya silakan baca buku ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi para
pembaca sehingga dapat menambah wawasan pengetahuan tentang agama-agama yang
dianut oleh mayoritas manusia di dunia ini. Isi buku ini semata-mata mengungkapkan
perbedaan pandangan di kalangan para pakar keagamaan gereja, dan hal seperti ini sudah
merupakan hal yang lumrah dalam suatu penganut agama.
SAMBUTAN
PEMBANTU DEKAN I BIDANG AKADEMIK
FAKULTAS USHULUDDIN IAIN "SGD"
BANDUNG

Alhamdulillah dengan terbitnya buku "Sejarah Perkembangan Ajaran Trinitas" karangan


L. Berkhof yang diterjemahkan oleh Drs. H. Thoriq A. Hindun telah menambah buku
referensi bagi Fakultas Ushuluddin, jurusan Perbandingan Agama. Karena di antara mata
kuliah yang diajarkan pada Fakultas tersebut adalah; Sejarah agama-agama alam semesta,
Kristologi, dan perkembangan Teologi Kristen Modern.

Kami anjurkan kepada setiap mahasiswa Fakultas bersangkutan untuk memilikinya,


karena amat membantu bagi pendalaman dan pengembangan ilmu tersebut.
KONTROVERSI TRINITAS
1. Latar Belakang

Kontroversi Trinitas, yang menimbulkan pertentangan pendapat antara Arius dan


Athanasius berakar pada masa lampau. Seperti diketahui bahwa para Bapak Gereja dulu,
tidak mempunyai konsepsi yang jelas tentang Trinitas. Sebagian di antara mereka
membenarkan Logos sebagai "akal nonmanusiawi" (impersonal reason), yang menjadi
manusiawi pada saat penciptaan, sementara yang lain memandang Dia sebagai manusia
yang ko-eternal dengan Bapak yang memiliki sifat esensi kekekalan, dan sebagian lagi
memandangnya sebagai suruhan (subordination) atau kedudukannya di bawah Bapak
Roh Kudus tidak mendapat tempat penting dalam pembicaraan mereka. Mereka
membicarakan Dia (Yesus Kristus) dalam kaitannya dengan pekerjaan penebusan jiwa
dan hidup manusia. Sebagian orang memandang Dia sebagai "yang tunduk" bukan hanya
kepada Bapak tetapi juga kepada Anak. Tertullian
adalah orang pertama yang secara gamblang menyatakan tri-personalitas Tuhan serta
mempertahankan pendapat tentang keesaan substansial ketiga person tersebut. Namun dia
belum mampu menerangkan dengan jelas tentang doktrin Trinitas.

Sementara itu muncullah aliran Monarkianisme yang menekankan keesaan Tuhan dan
sifat ketuhanan Kristus, yang meliputi penyangkalan Trinitas (jadi Trinitas tidak diartikan
seperti yang terkandung dalam arti kata tersebut). Tertullian dan Hippolytus
memperjuangkan pandangan-pandangan mereka di Barat sementara Origen
menentangnya habis-habisan di Timur. Mereka membela kedudukan kaum trinitarian
sebagaimana diperlihatkan dalam keyakinan rasul (Kisah Rasul). Walaupun demikian,
pandangan Origen tentang Trinitas tidak seluruhnya memuaskan. Dia berkeyakinan kuat
bahwa baik Bapak maupun anak merupakan hipostases abadi (kekal) atau personal
subsistence di dalam Tuhan. Sementara dia adalah orang pertama yang menerangkan
hubungan Bapak dengan anak dengan
menggunakan ide eternaI generation, dia menganggap hal ini meliputi subordinasi orang
kedua (second person) terhadap orang pertama (first person) dalam kaitannya dengan
esensi. Bapak berkomunikasi dengan anak dan anak adalah sebagai spesies sekunder
kekekalan, yang dinamakan Theos, tetapi bukan Ho Theos. Bahkan anak kadang-kadang
dipanggil sebagai Theos Deuteros. Ini merupakan cacat paling radikal dalam doktrin
Origen tentang Trinitas dan memberikan batu loncatan bagi Arius. Cacat lain yang
terdapat dalam pendapatnya bahwa, penciptaan anak bukanlah perbuatan perlu (necessary
act) dari Bapak tetapi bersumber pada kehendak-Nya yang berdaulat. Akan tetapi dia
tidak melontarkan ide suksesi temporal. Dalam doktrinnya tentang Roh Kudus dia masih
mengesampingkan representasi Kitab Injil. Dia bukan nanya menempatkan Roh Kudus
sebagai "bawahan" terhadap anak, tetapi dia juga mengartikannya sebagai ciptaan anak.
Bahkan salah satu pernyataannya berimplikasi bahwa Dia hanyalah sebagai suata ciptaan
belaka.

2. Hakikat Kontroversi
a. Arius dan Arianisme

Perselisihan pendapat terbesar di kalangan pemikir Trinitas adalah kontroversi pandangan


Arius, karena
pandangan-pandangan "anti-trinitas" yang dilontarkan Arius, seorang presbyter
Alexandrux yang daya debatnya besar walaupun jiwanya atau imannya diragukan. Ide
dominan Arius adalah asas monoteistis aliran Monarkianisme bahwa hanya ada satu
Tuhan (tidak mempunyai anak). Ada yang tidak mempunyai asal usul, tanpa keberadaan
sebelumnya. Dia membedakan antara Logos yang tetap ada di dalam Tuhan, yang
merupakan kekuatan yang kekal dengan Anak atau Logos yang pada akhirnya
berinkarnasi. Anak atau Logos terakhir ini diciptakan oleh Bapak yang dalam pandangan
Arius berarti bahwa dia diciptakan. Dia diciptakan sebelum alam semesta ini diciptakan,
dan dengan alasan ini berarti dia bukanlah esensi yang kekal. Dia hanyalah yang terbesar
dan pertama di antara ciptaan-ciptaan lainnya dan melalui dialah alam semesta ini
diciptakan. Karena itu dia dapat diganti, tetapi dia dipilih Tuhan demi keselamatan umat
manusia, dan dia dinamakan anak Tuhan. Dalam pengangkatannya sebagai anak
dialah yang disembah oleh manusia.

Dalam mendukung pandangan-pandangannya, Arius mencari; sejumlah ayat Alkitab


yang memperlihatkan anak berkedudukan di bawah atau inferior terhadap Bapak seperti
"Prov 8:22, Mateus 28:18, Markus 13:32, Lukas 18:19, Johannes 5:19;14:28,1 Korintus
15:28."

b. Bantahan terhadap Arianisme

Arius mendapat bantahan pertama dari bishop Alexander yang meyakini sifat ketuhanan
yang sesungguhnya dimiliki anak dan dalam waktu yang sama mempertahankan doktrin
anak kekal yang diciptakan. Akan tetapi sesuai dengan perjalanan waktu, penentangnya
ternyata adalah uskup Alexandria sendiri, yakni Athanasius, yang dalam sejarah dikenal
sebagai tokoh kebenaran yang tegar, kukuh, dan tidak pernah ragu-ragu, Seeberg
mengemukakan tiga kekuatan atau kelebihan utama Athanasius, yakni:

1. Keteguhan dan keaslian atau kemurnian karakternya;


2. Landasannya yang pasti di atas mana dia susun konsepsi tentang keesaan Tuhan;
3. Kebijaksanaannya dalam menerangkan kepada umatnya agar
mengakui hakikat dan makna Kristus.

Dia berpendapat bahwa memandang Kristus sebagai ciptaan sama dengan menyangkal
pandangan bahwa iman terhadap dia membawa keselamatan bagi umat manusia.

Dia sangat menekankan keesaan Tuhan dan mau mengakui doktrin Trinitas yang tidak
membahayakan konsep keesaan ini. Sementara bapak dan anak sama-sama memiliki sifat
atau esensi kekekalan yang sama, sesungguhnya tidak ada pembagian atau pemisahan
dalam The essential being of God, dan adalah salah bila disebutkan Theos Deuteros.
Tetapi di samping menekankan keesaan Tuhan, dia juga mengakui adanya tiga hipostases
dalam Tuhan. Dia menolak untuk meyakini "Anak yang diciptakan sebelum yang lain
diciptakan" seperti yang dianut Arius dan mempertahankan eksistensi kekal dan
independen anak. Dalam waktu yang sama dia berpendapat bahwa ketiga hipostases
dalam Tuhan jangan dilihat sebagai hal yang sendiri-sendiri, karena jika demikian, bisa
bermuara
kepada politeisme. Menurut dia, keesaan Tuhan maupun perbedaan-perbedaan dalam
keberadaan-Nya paling tepat dinyatakan dengan "keesaan esensi." Ini berarti bahwa anak
mempunyai substansi sama dengan substansi Bapak, tetapi juga berarti bahwa keduanya
bisa berbeda dalam aspek lain, misalnya dalam personal subsistensinya. Seperti Origen,
dia mengajarkan bahwa anak adalah hasil penciptaan (begotten by generation), tetapi
berbeda dari Origen, dia menerangkannya penciptaan ini merupakan tindakan
kerahasiaan Tuhan, bukan sebagai tindakan yang semata-mata bergantung kepada
kedaulatan Tuhan.

3. Dewan Nicaea

Dewan Nicaea dibentuk tahun 325 untuk memecahkan pertentangan pandangan ini.
Persoalan atau kontroversi ini diperjelas agar pembahasannya lebih mudah. Pengikut
Arius menolak pandangan tentang penciptaan eternal (penciptaan yang bebas dari
dimensi waktu), sementara Athanasius mempertahankannya. Pengikut Arius mengatakan
bahwa anak diciptakan dari tidak ada, sementara Athanasius mengatakan bahwa dia
diciptakan dari esensi Bapak. Pengikut Arius berpendapat bahwa anak tidak sama
substansinya dengan Bapak sementara Athanasius berpendapat bahwa anak adalah
homoousios dengan Bapak.

Di samping kedua pihak yang bertentangan itu masih ada pihak tengah yang merupakan
mayoritas yang dipimpin oleh ahli sejarah gereja, yakni Eusebius dari Caesarea, dan juga
dikenal sebagai pihak Origenistik dan landasan pandangannya adalah asas-asas yang
dikemukakan Origen. Pihak ini condong kepada pihak Arius dan menentang doktrin
bahwa anak sama substansinya dengan Bapak (homoousios). Pihak ini mengajukan suatu
pernyataan yang telah diketengahkan Eusebius, yang menyerahkan segala sesuatunya
kepada pihak Alexander dan Athanasius dengan satu pengecualian yakni doktrin di atas;
dan menyatakan bahwa istilah homoousios hendaknya diganti
dengan homoiousios; jadi mereka mengajarkan bahwa anak sama substansinya dengan
Bapak. Setelah melalui perdebatan yang panjang akhirnya pihak Athanasius berhasil
memenangkannya. Dewan Nicaea akhirnya mengeluarkan pernyataan: Kita percaya
kepada Tuhan Yang Esa, Bapak yang Mahabisa, Pencipta yang tampak maupun tidak
tampak. Dan percaya pada satu tuhan Yesus Kristus yang sama substansinya
(homoousios) dengan Bapak dan seterusnya. Ini merupakan pernyataan yang tegas,
dimana esensi anak dinyatakan identik dengan esensi Bapak;
sama tingginya dengan Bapak serta mengakui Kristus sebagai autotheos.

4. Akibat-akibatnya

a. Dampak negatif keputusan tersebut

Keputusan yang dihasiIkan Dewan Nicaea tidak menyelesaikan kontroversi Trinitas,


bahkan ternyata merupakan awal dari kontroversi tersebut. Penyelesaian yang
diberlakukan Gereja dengan dukungan kerajaan tidaklah memuaskan dan juga diragukan
tidak akan bertahan lama. Hal ini berakibat penentuan keimanan orang Kristen
bergantung kepada pandangannya atau kekuasaan kerajaan dan bahkan bergantung
kepada intrik-intrik pengadilan. Athanasius sendiri, walaupun memenangkan perdebatan,
tidak puas dengan cara atau metode pemecahan masalah kegerejaan atau kerohanian
seperti itu. Dia cenderung berusaha meyakinkan para penentangnya dengan kekuatan
argumen-argumen yang diajukan karena dari kenyataan di atas nyatalah bahwa
pergantian kaisar atau raja, perubahan suasana, bisa mengubah seluruh aspek kontroversi
tersebut. Pihak yang dimenangkan sekarang bisa menjadi pihak yang dikalahkan atau
dipersalahkan di kemudian hari oleh kerajaan. Dan inilah yang sering terjadi dalam
sejarah selanjutnya.

b. Para penganut temporer semi-arianisme dalam Gereja Timur

Figur sentral terbesar dalam masalah kontroversi Trinitas pasca-Nicaea adalah


Athanasius. Dia merupakan tokoh terbesar pada zaman tersebut; dia seorang
cendekiawan yang pintar, karakternya teguh, dan teguh terhadap keyakinannya, serta rela
mati atau menderita demi kebenaran. Gereja semakin cenderung menerima pandangan
Arianisme, tetapi masih didominasi pandangan semi-arianisme, dan penguasa (kerajaan)
biasanya berpihak kepada pandangan kaum mayoritas, sehingga akibatnya timbullah
pernyataan atau desas-desus Unus Athanasius contra orbem yang artinya "Satu
Athanasius melawan dunia." Lima kali hamba Tuhan ini mendapat hukuman pengasingan
serta mendapat perlakuan-perlakuan buruk, serta dikucilkan dari gereja.

Tantangan terhadap Pernyataan Nicaea (Nicene Creed) berasal dari beberapa pihak yang
berbeda. Ujar Cunningham: "Para pengikut Arius yang lebih ekstrim mengatakan bahwa
anak adalah heteroousios, substansinya tidak sama dengan substansi Bapak; yang lain
menyatakan bahwa anak adalah anomoios, tidak seperti Bapak, dan sebagian lagi, yang
biasanya dinamakan semi-arianisme menyatakan bahwa: dia adalah homoiousios, artinya
substansinya mirip substansi Bapak; tetapi mereka semuanya menolak fraseologi Nicaea
karena mereka menentang doktrin Nicaea tentang ketuhanan anak dan mereka melihat
serta berkeyakinan bahwa fraseologi tersebut secara akurat dan tegas menyatakan hal itu,
walaupun mereka kadang-kadang menambah-nambahkan keberatan lain terhadap
pemakaian fraseologi tersebut (lihat Historical Theology I halaman 290). Aliran semi-
arianisme mendapat pengikut di daerah Timur wilayah Gereja. Akan tetapi, daerah Barat
mempunyai pandangan yang berbeda tentang masalah tersebut, dan mereka setia kepada
Dewan Nicaea. Hal ini terutama dapat kita lihat dari kenyataan bahwa sementara Gereja
Timur didominasi oleh pandangan Origen bahwa anak lebih rendah daripada Bapak,
Gereja Barat sebagian besar dipengaruhi oleh pandangan Tertullian serta
mengembangkan suatu jenis teologi yang lebih serasi dengan pandangan-pandangan yarg
diperjuangkan oleh Athanasius. Akan tetapi, di samping itu persaingan atau rivalitas
antara Roma dan Konstantinopel hendaknya diperhitungkan juga. Pada waktu Athanasius
diusir dari Timur, dia diterima dengan tangan terbuka di Barat; dan Dewan Roma (341)
dan Sardica (343) secara tanpa syarat mengesahkan doktrin yang diperjuangkan oleh
Athanasius.
Akan tetapi, kehadirannya di Barat diperlemah serta dihambat oleh naiknya posisi
Marcellus dan Ancyra dalam tokoh-tokoh teologi Nicaea. Dia kembali meyakini
perbedaan antara eternal Logos dan impersonal Logos yang terdapat dalam hakikat
Tuhan, yang menyatakan diri di dalam bentuk kekuatan kekal (divine energy) dalam
pekerjaan penciptaan, dan Logos menjadi personal pada saat reinkarnasi; menyangkal
bahwa istilah generation (kelahiran) dapat diterapkan terhadap Logos yang tidak ada
sebelumnya (pre-existent Logosi) dan karena itu membatasi penggunaan nama "Anak
Tuhan" hanya kepada Logos yang berinkarnasi; dan berkeyakinan bahwa pada akhir
masa hidup inkarnasinya, Logos akan kembali kepada hubungan premundanenya
(premundane relation) dengan Bapak.
Teorinya ini jelas membenarkan tindakan para pengikut atau penganut paham Origenis
atau Eusebius dalam menghadapi pandangan sabellianisme, dan karena itu juga
merupakan faktor yang memperlebar perbedaan antara Barat (Roma) dengan Timur
(Konstantinopel).

Ada berbagai usaha yang telah dilakukan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat atau
perselisihan tersebut. Berbagai Dewan telah mengadakan persidangan di Antiokia; yaitu
dewan-dewan yang mengakui definisi-definisi yang dikeluarkan Dewan Nicaea,
walaupun dengan dua pengecualian penting. Mereka mengakui konsepsi homoiousios
dan kelahiran anak sebagai perbuatan kehendak Bapak. Hal ini, sudah tentu tidak
memuaskan pihak Barat. Sinode-sinode dan Dewan-dewan lain mengikut, di mana
pengikut Eusebius mencari pengakuan Barat
akan deposisi Athanasius, dan membentuk mazhab-mazhab lain sebagai perantara.
Tetapi, semua usaha ini sia-sia sampai naiknya Constantius sebagai kaisar tunggal dan
dengan berbagai taktik cerdik dalam menarik para bishop Barat ke garis Eusebius pada
Sinode di Arles dan Milan (355).

c. Pembalikan pasang

Sekali lagi terbukti bahwa kemenangan adalah hal yang berbahaya jika landasan
kemenangan itu adalah keburukan. Ternyata hal serupa merupakan sinyal atau pertanda
bagi kekacauan pihak anti-Nicene (penentang doktrin Nicaea). Unsur-unsur heterogen
yang membentuk pihak ini, dipersatukan oleh sikap menentang mereka terhadap pihak
Nicene (Nicaea). Tetapi, segera setelah tekanan-tekanan dari luar mereda, kelemahannya;
yakni tidak adanya kesatuan intern menjadi semakin nyata dan menonjol. Penganut
paham Arianisme dan semi-arianisme mulai berselisih, sementara kelompok terakhir ini
sendiri tidak mampu bersatu. Pada Dewan Sirmium (357) ada usaha untuk
mempersatukan semua pihak dengan mengesampingkan masalah-masalah penggunaan
istilah-istilah tertentu seperti ousia, homoousios, dan homoiousios, dengan
menyatakannya sebagai di luar jangkauan pengetahuan manusia.
Tetapi perpecahan sudah terlanjur terjadi. Para penganut Arianisme sejati mulai
memperlihatkan belangnya, dan mereka memaksa penganut semi-arianisme yang paling
konservatif ke dalam kamp Nicene.

Sementara itu muncullah suatu pihak baru di Nicene, yang terdiri atas orang-orang yang
merupakan murid Mazhab Origenis, tetapi cenderung dikelompokkan sebagai pengikut
Athanasius dan Nicene Creed (Pernyataan Nicaea) karena mereka mempunyai
interpretasi yang lebih sempurna tentang kebenaran. Tokoh-tokohnya antara lain adalah
Tiga Bersaudara yaitu: Cappadocians, Basil yang Agung, Gregory dari Nyssa, dan
Gregory dari Nazianzus. Mereka melihat sumber kesalahpahaman di dalam pemakaian
istilah hipostases; istilah ini dianggap sinonim dengan ousia (esensi) maupun prosopon
(person), dan karena itu mereka membatasi penggunaan istilah ini hanya untuk arti
personal subsistence dari Bapak dan anak (personal subsistence of Father and Son). Tidak
seperti Athanasius yang mengambil titik tolak keesaan ousia abadi dari Tuhan (one divine
ousia of God), mereka mencari titik tolak dari ketiga hipostases (person) dalam ada-kekal
(divine being), dan mereka berusaha memasukkannya di dalam konsepsi ousia kekal atau
ousia abadi (divine ousia). Gregory memperbandingkan hubungan ketiga person dalam
Godhead dengan ada-kekal dengan hubungan ketiga orang tersebut dan dengan
humanitasnya.

Dengan penekanan mereka terhadap ketiga hipostases dalam ada-kekal nyatalah bahwa
mereka membebaskan doktrin Nicaea dari noda Sabellianisme di mata pengikut
Eusebius, dan bahwa personalitas Logos adalah cukup jelas. Bersamaan dengan itu
dipertegas dan dipertahankannya ide keesaan ketiga person tersebut di dalam Godhead
serta mengilustrasikan pengertian ini dengan berbagai cara.

d. Perselisihan tentang roh kudus

Hingga kini, roh kudus belum banyak mendapat perhatian dan pembahasan, walaupun
telah muncul berbagai opini yang simpang-siur tentang subyek tersebut. Arius
berpendapat bahwa roh kudus adalah sesuatu yang pertama diciptakan oleh anak, suatu
pendapat yang dalam banyak hal sesuai dengan pandangan Origen. Athanasius
berpendapat bahwa esensi roh kudus sama dengan esensi Bapak tetapi pernyataan Nicene
hanya mengeluarkan satu pernyataan yang tidak pasti tentang hal ini, "Dan (saya percaya)
di dalam roh kudus." Kelompok Cappadocian mengikuti atau menganut opini atau
pandangan Athanasius dan dengan penuh semangat mempertahankan opini
yang menyatakan homoousios roh kudus. Hilary dari Poitiers di Barat berpendapat bahwa
roh kudus sebagai pencarian ke dalam Tuhan, bukanlah sesuatu yang di luar esensi kekal
(divine essence). Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Macedonius, bishop Kota
Konstantinopel, yang menyatakan bahwa roh kudus adalah suatu ciptaan yang lebih
rendah (subordinate) daripada anak (tunduk terhadap anak), akan tetapi pendapat ini pada
umumnya dianggap heretik (berbau murtad), dan para pengikutnya digelari aliran
Pneumatokis (pneuma = spirit, machomai = ucapan iblis). Pada waktu Dewan Umum
Konstantinopel mengadakan pertemuan pada tahun 381, dewan ini mengumumkan bahwa
mereka mengakui pernyataan Nicaea, yang dipimpin Gregory dari Nazianzus menerima
perumusan berikut tentang roh kudus: "Dan kami percaya di dalam roh kudus, Tuhan
Pemberi Kehidupan, yang berasal dari Bapak yang akan dimenangkan oleh Bapak dan
anak, dan yang berbicara melalui para nabi."

e. Penyempurnaan doktrin Trinitas


Pernyataan Dewan Konstantinopel ternyata tidak lengkap dalam dua hal: pertama, istilah
homoousios tidak digunakan, sehingga konsubstansialitas roh dengan Bapak tidak
dipastikan secara langsung; kedua, hubungan roh kudus dengan kedua person lain tidak
didefinisikan. Pernyataan ini berimplikasi bahwa roh kudus berasal dari Bapak,
sementara tidak ada sangkalan maupun pembenaran bahwa dia (roh kudus) juga berasal
dari anak. Tidak ada kesepakatan pendapat tentang masalah ini. Mengatakan bahwa roh
kudus berasal dari Bapak saja, seakan-akan menyangkal keesaan anak dengan Bapak; dan
mengatakan roh kudus juga berasal dari anak, bagaikan menempatkan roh kudus pada
kedudukan yang lebih dependen daripada kedudukan anak dan sekaligus merupakan
sangkalan akan sifat ketuhanan roh kudus itu sendiri. Athanasius, Basil dan Gregory dari
Nyssa meyakini
keberasalan roh kudus dari Bapak tanpa menentang doktrin bahwa roh itu juga berasal
dari anak. Tetapi Epiphanius dan Marcellus dari Ancyra secara positif membenarkan
doktrin ini.

Ahli-ahli teologi Barat meyakini bahwa roh kudus berasal dari Bapak dan anak; dan pada
sinode di Toledo pada tahun 589, filioque yang terkenal itu ditambahkan ke dalam
lambang aliran Konstantinopel (Constantinopolitan Symbol). Di Timur, perumusan akhir
doktrin itu dibuat oleh Johannes dari Damascus (John of Damascus). Menurut dia, hanya
ada satu esensi kekal (divine essence), tetapi ada tiga person atau hipostases. Ketiga
hipostases atau person ini dipandang sebagai realitas dalam ada-kekal (divine being),
tetapi satu sama lain berhubungan tidak seperti tiga orang. Mereka (ketiga orang) tersebut
adalah satu dalam segala hal, kecuali dalam cara penampakannya (pola eksistensinya).
Bapak dicirikan oleh non-generation, anak dicirikan oleh generation dan roh kudus
dicirikan oleh prosesi (procession). Hubungan antarperson itu disebutkan sebagai satu
mutual interprenetation (circumincession). Dengan tidak menyangkal penolakannya atas
pandangan subordinasionisme, Johannes dari Damascus masih menyebutkan Bapak
sebagai sumber Godhead, dan menggambarkan roh kudus sebagai yang dianugerahkan
Bapak melalui Logos. Ini masih tetap merupakan subordinasionisme dalam tafsir Yunani.
Gereja Timur tidak pernah memberlakukan filioque Sinode Toledo. Inilah sumber
perbedaan pandangan antara gereja Timur dan Barat.

Konsepsi Barat tentang Trinitas mencapai fase akhir di tangan Augustine melalui karya
besarnya yang berjudul De
Trinitate. Dia juga menekankan atau menitikberatkan keesaan esensi dan trinitas person
tersebut. Masing-masing person tersebut memiliki esensi keseluruhan dan sebegitu jauh
identik dengan esensi person lainnya. Mereka tidak seperti tiga manusia, karena masing-
masing manusia hanya memiliki sebagian dari sifat generik manusia. Lebih lanjut, satu
person tidak, dan tidak akan pernah terpisah dari person yang lain; hubungan
kebergantungan di antara ketiga person tersebut adalah hubungan mutual. Esensi kekal
dimiliki ketiga person itu dilihat dari sudut yang berbeda; yakni sebagai yang
menimbulkan, yang ditimbulkan, atau yang diberi jiwa. Di antara ketiga hipostases
tersebut terjalin suatu hubungan interpenetrasi dan saling-pendiaman mutual. Istilah
person menurut Augustine tidak cocok untuk menyatakan hubungan di mana ketiga
person itu ada saling menempati; dia tetap menggunakan istilah itu bukan untuk
menggambarkan hubungan itu, tetapi untuk tidak berdiam. Dalam konsepsi ini tentang
Trinitas, roh kudus diakui sebagai berasal (proceeding) bukan hanya dari Bapak, tetapi
juga dari anak.
KONTROVERSI KRISTOLOGIS
Masalah Kristologis dapat didekati dari segi teologi dan dari segi soteriology. Walaupun
Bapak Gereja yang terdahulu tidak kehilangan pandangan mengenai landasan soteriologis
mengenai doktrin Kristus, tetapi mereka tidak menonjolkan hal tersebut dalam
pembahasan-pembahasan pokoknya. Napas dari kontroversi trinitarian merupakan
landasan pendekatan studi mengenai Kristus dari segi teologi saja. Keputusan-keputusan
yang menimbulkan kontroversi trinitarian, yakni bahwa Kristus sebagai putra Allah
(Allah anak) adalah konsubstansial dengan Father (Allah Bapak) dan oleh karena itu
merupakan very God, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai hubungan antara
ketuhanan dan kemanusiaan dalam Kristus

Kontroversi Kristologis yang terdahulu tidak menyajikan suatu pembaharuan yang


mendatangkan kebaikan. Nafsu sering dituruti, intrik-intrik yang tidak layak juga sering
memainkan suatu bagian penting, dan bahkan kekerasan juga kadang-kadang dilakukan.
Jadi dapat dilihat bahwa suasana seperti tersebut di atas hanya dapat menimbulkan error,
dan kontroversi ini menimbulkan suatu formulasi mengenai doktrin dari person of Christ
yang masih dianggap sebagai standar sekarang ini. Holy Spirit (Rohul Kudus) telah
membimbing Gereja, ke dalam suasana kebenaran yang nyata, walaupun bimbingan
tersebut sering shame dan confuse (membingungkan). Ada beberapa klaim bahwa Gereja
tersebut terlalu banyak berusaha mendefinisikan atau menjelaskan misteri yang berasal
dari seluruh definisi terdahulu. Namun demikian, akan lahir dalam pemikiran bahwa
early Church (Gereja terdahulu) tidak mengklaim mampu untuk menembus kedalaman
dari doktrin yang maha besar ini, dan tidak berpura-pura untuk memberikan suatu solusi
mengenai masalah inkarnasi dalam rumusan Chalcedon. Hal tersebut hanya merupakan
kebenaran terhadap kesalahan teori saja, dan untuk memberikan suatu rumusan mengenai
konstruksi kebenaran yang sejati.

Gereja melakukan penelitian mengenai konsepsi tentang Kristus, yang dipertimbangkan


terhadap hal-hal berikut:

(a) Kebenaran tentang kematian Kristus;


(b) Kebenaran mengenai kemanusiaan Kristus;
(c) Gabungan dan kematian dan kemanusiaan dalam satu person, dan
(d) Perbedaan nyata dari kematian dan kemanusiaan dalam satu person.

Jelas bahwa sepanjang requirement ini tidak dipenuhi atau hanya sebagian dipenuhi maka
konsepsi mengenai Kristus akan menjadi tidak sempurna (defective). Seluruh bid'ah
Kristologis yang timbul dalam Gereja terdahulu berasal dari kegagalan untuk
menggabungkan seluruh elemen-elemen ini dalam doctrinal statement mengenai
kebenaran. Ada beberapa orang yang menyangkal secara keseluruhan atau sebagian
mengenai kebenaran kematian Kristus, dan ada yang membantah secara keseluruhan atau
sebagian mengenai kebenaran dari kemanusiaan Kristus. Beberapa orang menekankan
keesaan dari person dengan mengorbankan dua nature lainnya, dan yang lainnya
menekankan perbedaan karakter dari dua nature dalam Kristus dengan mengorbankan
keesaan dari person.

Kontroversi Kristologis : Tahap Pertama


a. Latar Belakang

Kontroversi ini juga mempunyai akar-akar di masa lalu. Monarki-monarki


Ebionites, Alogi, dan Dynamic membantah kematian Kristus, dan monarki Docetae,
Gnostics serta Modalests menolak kemanusiaan Kristus. Secara sederhana mereka
menolak salah satu bentuk problem. Sedangkan yang lainnya, yang kurang radikal,
membantah baik kematian maupun kemanusiaan yang sempurna dari Kristus.
Bangsa Aria membantah bahwa Son-Logos , yang berinkarnasi dalam diri Kristus,
memiliki Ketuhanan yang mutlak. Sebaliknya Apollinaries, yang merupakan
seorang Bishop dari Laodicea (390 dc), membantah kebenaran kemanusiaan dari
Yesus Kristus. Dia (Apollinaries) membuat konsep mengenai man (manusia) yang
terdiri atas raga, jiwa dan roh, dan merupakan solusi masalah mengenai dua nature
dalam Kristus menurut teori yang ditempatkan Logos pada human pneuma
(spirit). Menurut pendapatnya lebih mudah untuk mempertahankan keesaan dari
person of Christ, jika Logos
diakui sebagai orang yang lebih banyak menempatkan prinsip rasional dalam man.
Terhadap Arius dia mempertahankan kebenaran dari ketuhanan Kristus, dan
mempertahankan atau memperkokoh ketidakberdosaan Kristus dengan jalan
mensubstitusi Logos pada human pneuma yang dianggapnya sebagai tempat dosa.
Menurut pendapatnya suatu human nature yang lengkap secara alamiah haruslah
sinfulness (penuh dengan dosa). Lagi pula, dia berusaha untuk membuat inkarnasi
yang dapat dipikirkan dengan jalan mengasumsikan suatu kecenderungan eternal
pada kemanusiaan dalam Logos himself sebagai archetypal man. Tetapi solusi dari
Apollinares ini tidak memuaskan, oleh karena sebagaimana yang dikatakan Shedd
"bilamana bagian rasional dipisahkan dari bagian manusia, maka manusia tersebut
menjadi idiot dan brutal." Namun demikian tujuannya dapat dipuji dalam hal
usahanya untuk memperkokoh keesaan dari person dan ketidakberdosaan Kristus.

Akan tetapi ada oposisi terhadap solusi permasalahan yang diajukan oleh
Apollinaries. Cappadocians dan Hilary of
Poitiers mempertahankan bahwa jika logos tidak dianggap human nature dalam
integritasnya, maka dia tidak mungkin menjadi redeemer yang sempurna bagi kita.
Sejak seluruh orang yang berdosa diperbaharui (ditebus), maka Kristus dianggap
sebagai human nature secara keseluruhan, dan bukan merupakan bagian
sederhana yang tidak penting dari human nature tersebut.

Mereka juga menunjukkan bagian atau unsur docetic dalam pengajaran


Apollinaries. Jika tidak ada real human dalam diri Kristus, maka tidak akan ada
real probation dan tidak ada real advance dalam kemanusiaan Kristus. Akan tetapi,
para penentang Apollinaries bahkan menekankan kemanusiaan yang lengkap dari
Kristus, membuat konsep atau menganggap hal ini sebagai yang tertutupi oleh
bayang-bayang Ketuhanan dari Kristus. Gregory of Nyssa berkata bahwa daging
Kristus telah diubah dan hilang seluruh sifat-sifat awalnya karena bersatu dengan
Ketuhanan.

Salah satu hasil dari preliminary dari kekecauan ini adalah bahwa Synod of
Alexandria pada tahun 362 menunjukkan adanya jiwa manusia dalam Kristus.
Kata "jiwa" (soul) dipergunakan oleh Synod sebagai unsur nasional yang inklusif,
yang disebut oleh Apo,llinaries sabagai pneum atau nous.

b. Pembagian Kontroversi

1. Nestorian Party

Beberapa di antara Gereja terdahulu mempergunakan ekspresi yang tampaknya


menyangkal adanya dua nature dalam Kristus dan mempostulasikan suatu nature
yang tunggal yakni "inkarnasi yang menarik." Dari segi pandangan ini Maria
sering dinamakan sebagai theotokos, ibu dari tuhan. Sekolah Alexandria khususnya
menolak kecenderungan ini. Sebaliknya, sekolah Antioch berada pada kutub
pandangan yang lain.

Hal ini khususnya terjadi dalam pengajaran dari Theodore of Mopsuestia. Dia
mengambil titik awalnya dalam kemanusiaan yang utuh dari Kristus serta realita
sempurna dari pengalaman kemanusiaan Kristus. Menurut pendapatnya
(Theodora), sebenarnya Kristus berjuang dengan human passion, melalui berbagai
godaan, dan keluar sebagai pemenang. Dia (Kristus) mempunyai kekuasaan untuk
mencegah dirinya dari dosa atau membebaskan dirinya dari dosa melalui (a)
kelahirannya yang suci, dan (b) kesatuan dari kemanusiannnya dengan ketuhanan
Logos. Theodora menyangkal perlunya indwelling dari Kristus, dan
membolehkannya hanya untuk indwelling moral. Dia tidak melihat adanya
perbedaan yang penting tetapi hanya ada perbedaan derajat antara indwelling of
God dalam Kristus dan yang percaya (believer). Pandangan ini benar-benar
mensubstitusi inkarnasi moral indwelling pada Logos dalam diri Yesus. Meskipun
begitu, Theodore enggan untuk membuat kesimpulan apakah pandangannya tak
dapat dihindarkan, bahwa ada personalitas yang ganda dalam Kristus, dua person
di mana terdapat suatu gabungan
moral. Dia berkata bahwa gabungan tersebut sangat erat sehingga kedua-duanya
dapat berbicara sebagai satu person, sebagaimana halnya suami dan istri dapat
disebut satu tubuh.

Pengembangan logika dari pandangan Antiochian dapat dilihat dalam


Nestorianism. Nestorius mengikuti jejak Theodore yang menyangkal bahwa bentuk
theotokos dapat benar-benar diterapkan pada Maria dengan alasan yang sederhana
bahwa dia hanya melahirkan seorang anak laki-laki yang telah ditetapkan oleh
Logos. Walaupun Logos tidak melukiskan kesimpulan yang layak bahwa diikuti
dari posisi ini, namun penentangnya yaitu Cyril memberikan kepadanya tanggung
jawab atas kesimpulan tersebut. Dia menunjukkan bahwa,
(a) jika Maria bukan theotokos, yakni ibu seorang, dan orang itu adalah tuhan
maka asumsi dari seorang human being tunggal pada fellowship dengan Logos
disubstitusikan dari inkarnasi dari God;
(b) jika Maria bukan theotokos, maka hubungan antara Kristus dengan
kemanusiaan akan berubah, dan dia
tidak lebih dari redeemer of mankind. Para pengikut Nestorius tidak ragu-ragu
untuk membuat kesimpulan tersebut
di atas.

Nestorianism adalah defektif (tidak sempurna), ketidaksempurnaan ini bukan


dalam doktrin dari dua nature
dalam Kristus, tetapi dalam satu person. Baik kebenaran dari kematian ataupun
kebenaran dari kemanusiaan adalah diakui, tetapi kedua hal tersebut tidak
dikonsep dengan suatu cara sebagaimana halnya membentuk suatu kesatuan yang
nyata dan mengkonstitusi seorang person yang tunggal. Kedua nature tersebut juga
merupakan dua person. Pentingnya perbedaan antara nature sebagai substansi
yang dimiliki secara umum dan person sebagai suatu substansi yang relatif
independen dari nature tersebut, adalah benar-benar tidak diakui.

Perihal perpaduan dua nature (sifat) dalam kesadaran akan diri yang tunggal,
maka Nestorianism menempatkan perpaduan tersebut berdampingan dengan setiap
lainnya tanpa melebihi gabungan moral dan simpatik di antaranya. The man Christ
bukanlah God, tetapi God-bearer, theophoros, yaitu pemilik Godhead. Kristus
dipuja, bukan karena Kristus adalah God, tetapi karena God ada dalam diri
Kristus. Pendirian Nestorianism yang kuat ini yaitu pendirian yang melakukan
pencarian keadilan sepenuhnya akan kemanusiaan Kristus. Pada waktu yang
bersamaan tersebut pendirian itu bertolak belakang dengan seluruh scriptural
proofs untuk kesatuan person dalam mediator. Pendirian tersebut mengabaikan
Gereja dengan contoh agung akan kesalehan sejati dan moralitas akan human
person of Yesus, tetapi menggali pendirian divine human Redeemer, menggali
sumber seluruh kekuasaan atau kekuatan spiritual, keagungan, dan penyelamatan.

2. The Cyrillian Party

Oponen Nestorianism yang paling menonjol adalah Cyril of Alexandria.


Menurutnya Logos mengasumsikan sifat itu dalam keesaannya, agar mendapatkan
kembali, walaupun demikian hanya membentuk personal subject dalam Godman.
Terminologinya tidak selalu jelas atau benar. Di salah satu pihak dia menjelaskan
kesederhanaan bahwa Logos mengasumsikan sifat kemanusiaan, agar ada dua sifat
dalam diri Kristus, yang menyimpulkan gabungan mereka yang tak dapat
dipisahkan dalam satu person of the logos, tanpa adanya perubahan dalam sifat-
sifat tersebut. Tetapi dia juga menggunakan pernyataan dengan menekankan
kesatuan dua sifat dalam Kristus dengan menggunakan mutual communication of
attributes, dan penjelasan akan person of Christ seakan-akan
merupakan keesaan resultan. Pengertiannya ini sungguh jelas menentang
Nestorianism, karena dia menekankan keesaan person of Christ. Sesungguhnya tiga
ketentuan di atas yang dia jelaskan tersebut sesuai dengan catholic doctrine of the
day, yaitu:
(a) the inseparable conjunction of the two natures;
(b) the impersonality and dependence of the manhood, di mana Logos
menggunakannya sebagai His instrument; dan
(c) keesaan dan keabadian person in Christ.

Walaupun kadang-kadang dia menyatakan, untuk mempertimbangkan kesalahan


Eutychian selanjutnya. Dia menggunakan istilah phusis (nature) hanya pada Logos,
dan tidak pada kemanusiaan Kristus, sehingga penggunaannya sebagai sinonim
hypostases. Ini memberikan beberapa kesempatan untuk menggunakan doktrinnya,
setelah inkarnasi, yaitu hanya ada satu sifat divine human Kristus dan
memungkinkannya bagi Monophysites mempertimbangkan dirinya, apabila
mereka ingin untuk membuktikannya, sebagaimana adanya hanya satu person,
maka oleh karena itu ada juga hanya sifat mediator yang tunggal. Mereka
melanjutkan pertimbangan atas dirinya walaupun penolakan kuat akan beberapa
gabungan sifat tersebut.

The Council of Ephesus melakukan suatu kompromi dengan mempertahankan


bahwa di satu pihak theotokos dapat diberlakukan bagi Maria dan di lain pihak
menegaskan doktrin mengenai dua nuture Kristus yang berbeda.

3. Eutycian Party

Banyak di antara pengikut Cyrill merasa tidak puas. Banyak di antara mereka
yang tidak menghargai doktrin mengenai dua nature yang berbeda. Eutyches
mendukung penyebab dari teolog Alexandrian di Konstantinopel, Euthyches
merupakan seorang rahib tua yang mempunyai pendirian yang tidak seimbang dan
merupakan seorang antinestorian. Menurut Theodora dia mempertahankan
pengaruh atribut manusia yang berassimilasi dengan Tuhan dalam Kristus baik
dengan jalan penyerapan human nature dalam Ketuhanan maupun fusi dari dua
nature tersebut, dengan demikian maka dia (Kristus) punya tubuh tidak
konsubstansial dengan apa yang kita miliki (tubuh) dan dia (Kristus) bukan
merupakan human yang seperti dalam pengertian sehari-hari. Dia memohon
kepada Leo yang merupakan seorang Bishop di Roma karena dia
dihukum(dikucilkan) oleh Council of Constantinople pada tahun 448.
Setelah Leo menerima laporan lengkap mengenai kasus ini dari Flavian yang
merupakan Bishop Konstantinopel dan telah mengemukakan pendapatnya maka
dia mengalamatkan atau menunjukkan celebrated tome-nya kepada Plavian. Oleh
karena tome ini sangat berpengaruh kepada formula Kaledonia, maka perlu
diketahui poin-poin utamanya yakni sebagai berikut:

(a) Ada dua nature dalam Kristus, kedua nature ini berbeda secara permanen;
(b) Kedua nature tersebut bersatu dalam satu person, masing-masing nature
tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri dalam kehidupan inkarnasi;
(c) Dari kesatuan nature dalam person tersebut terjadi komunikasi (comunicatio
idio-matum);
(d) Pekerjaan atau tugas penebusan membutuhkan suatu mediator baik manusia
dan Tuhan, passible dan impassible,
mortal dan immortal. Inkarnasi merupakan suatu tindakan merendahkan diri dari
Tuhan, tetapi dalam merendahkan
diri tersebut Logos tidak berlaku seperti very God. Forma servi tidaklah
mengurangi atau menurunkan formadei;
(e) Kemanusiaan dari Kristus adalah permanen, dan penyangkalannya
mengimplikasikan suatu penyangkalan docetic yang realitas dari penderitaan
Kristus. Hal ini benar-benar merupakan suatu ikhtisar dari Kristologi Barat.

4. Keputusan dari Council Chalcedon

Setelah beberapa Council lokal menemukan, membenarkan, dan menyalahkan


Eutyches, maka ecumenical Chalcedon (Council-nya) melakukan sidang pada tahun
451, dan permasalahan utama dalam sidang tersebut adalah doktrin mengenai
person of Christ. Hal ini dibaca sebagai berikut:

"Kita, pengikut Holy Father's seluruhnya dengan satu consent, mengajar orang
untuk mengakui satu dan Same Son yakni Yesus Kristus (Tuhan Yesus Kristus),
yang sempurna dalam Godhead dan juga sempurna dalam manhood; dia
merupakan truly God dan juga merupakan truly man, karena mempunyai jiwa dan
tubuh; konsubstansial dengan Father menurut Godhead, dan konsubstansial
dengan kita menurut manhood; dalam segala hal dia sama dengan kita, tapi dia
tanpa dosa; diperanakkan sebelum all ages dari Father sesuai dengan Godhead, dan
pada hari-hari terakhir ini, untuk kita dan untuk keselamatan kita, maka dia
dilahirkan dari perawan Maria, yakni Mother of God, sesuai dengan manhood; one
and the same Christ, Son, Lord, (hanya diperanakkan untuk berada dalam dua
nature, inconfusedly (assugutos), kekal (tidak berubah-ubah/atreptos), tak dapat
dipisahkan (adiairetos), inseparable (tidak dapat dipisahkan = archoristos),
perbedaan dari nature tersebut tidak berarti oleh karena mereka bersatu, tetapi
sifat-sifat dari masing-masing nature tetap tampak dan bergabung dalam satu
person dan satu substansi, tidak terpisah atau terbagi dalam dua person tetapi
hanya dalam one and the same Son, yang hanya dilahirkan, God the Word, the
Lord Yesus Christ sebagai rasul telah diberitakan dari sejak mula, dan Lord Yesus
Christ Himself memikirkan manusia dan Creed of Holy Fathers telah menurunkan
dia untuk kita!"

Implikasi-implikasi yang paling penting dalam statement ini adalah sebagai


berikut:

(1) Sifat-sifat dari kedua nature tersebut disandang oleh satu person, misalnya
keterbatasan pengetahuan dan kemahatahuan.
(2) Penderitaan dari Godman dapat dianggap sebagai penderitaan yang truly dan
really infinited, sedangkan menurut nature ketuhanan hal tersebut tidaklah
mungkin;
(3) Yang merupakan dasar dari basis yang membentuk personalitas Kristus adalah
divinity (ketuhanan) bukan humanity (kemanusiaan);
(4) Logos tidak bersatu dalam seorang human individual yang berbeda, tetapi
bersatu dengan satu human nature. Tidak ada seorang individual man yang
pertama dengan siapa second person dalam Godhead bersatu dalam diri-Nya.
Kesatuan tersebut dipengaruhi dengan substansi humanitas dalam diri perawan.

Kontroversi Kristologis Tahap Kedua


a. Kekacauan setelah keputusan Council

Council Chalcedon tidak menetapkan akhir dari perselisihan Kristologis, berbeda dengan
Council of Nicaea yang berhenti pada kontroversi trinitarian. Mesir, Syria dan Palestina
merupakan tempat tinggal banyak di antara pengikut fanatik dari penentang Eutychian,
sedangkan Roma bahkan semakin menjadi pusat Orthodoxy. Dalam kenyataannya, proses
perkembangan dogmatis pertama-tama berasal dari Timur dan berkembang ke Barat.
Setelah Council Chalcedon mengikuti Cyrill dan Eutychus, maka mereka disebut
Monophysites, oleh karena mereka mengakui union Christ mempunyai suatu nature yang
komposit, tetapi menolak bahwa Kristus mempunyai dua nature karena mereka
menganggap bahwa dua nature yang berbeda tersebut haruslah melibatkan suatu dualitas
person.

Ada suatu perjuangan yang berkepanjangan dan berliku-liku antara kedua pihak yang
berbeda ini. Bahkan kaum Monophisit tidak seluruhnya sepakat atau sependapat dengan
mereka sendiri. Oleh karena itu mereka terbagi-bagi dalam beberapa sekte, yang
mempunyai nama sendiri-sendiri kata Dr. Orr, "hal tersebut telah cukup memberikan cold
shifer kepada seseorang." Theophaschisitis menekankan kenyataan bahwa God
menderita; Phthartolatrists adalah sekte yang paling dekat dengan formulasi Chalcedon,
dan menekankan fakta bahwa human nature dari Kristus sama dengan human nature yang
kita miliki yaitu yang dapat menderita, dan oleh karena itu dikatakan bahwa merupakan
human nature dapat disuap; dan sekte Aphthartodocetists adalah sekte yang mewakili
pandangan sebaliknya, katakanlah bahwa pandangan tersebut menganggap human nature
dari Kristus tidak konsubstansial
dengan human nature kita tetapi merupakan human nature yang diberkati dengan nama
tuhan, dan oleh karena itu merupakan human nature yang tidak berdosa, imperishable dan
tidak dapat disuap.

Yang paling gigih mempertahankan Teologi Chalcedon adalah Leontius of Bizantium.


Dia menambahkan suatu unsur ke dalam konstruksi dogmatis dari doktrin Kristus, hal ini
lebih banyak dilakukan oleh John of Damascus. Point-point dari hal tersebut adalah
penolakan atas Nestorianism akan menimbulkan ide mengenai adanya impersonal
independent dalam human nature dari Kristus. Hal tersebut dilaksanakan dengan
menggunakan bentuk-bentuk Anuposthasis dan Anupostesia. Oleh karena itu Leontias
menegaskan bahwa human nature dari Kristus adalah Enupostasia, bukan impersonal
tetapi inpersonal, memiliki substansi personalnya dalam Person of the Son of God dari
inkarnasi yang singkat.

Pada tahun 553 kaisar Justinianus memanggil oikumene (konsultannya) ke V di


Konstantinopel, yang merupakan
monophisites dalam pengucilannya dalam tulisan Theodore, tetapi tidak disukai karena
dikutuk oleh penganggap bahwa konsul Kaledonia melakukan hal yang sangat salah
dengan pengucilan tersebut.

b. Asas tunggal yang bertentangan

Di dalam asas tunggal selalu ada pertentangan-pertentangan, pada lembaga-lembaga


tersebut terdapat tanda yang menjadikan di sekitar itu adanya suatu percakapan atau
diskusi yang tidak harmonis. Setiap pertanyaan yang penting tidak dapat dijawab, bukan
saja mengenai alam tetapi juga masalah pembangkitan di dalam Kristen, masalah ini yang
harus dipecahkan di setiap pertanyaan yang seringkali disampaikan oleh seseorang dan
sering pula yang disampaikannya itu tentang alam.

Dalam hubungan ini atau keadaan yang semacam ini sangat penting pertanyaan tersebut
selalu dilontarkan sekalipun yang sudah lampau apalagi yang baru terjadi, hal ini adalah
suatu pertanyaan yang wajar meskipun di sana terdapat dua Kristen (KP-KK), apabila
kita yang mengatakan hal semacam itu berarti sama saja dengan merampas hak mereka
(jemaat Kristen) yang betul-betul sudah ada dalam asasi itu, lagi akan mempengaruhi dan
merindukan terhadap alam tersebut. Itulah salah satu hal kemanusiaan Kristen yang telah
menjadikan suatu inkarnasi pada Tuhan.

c. Bentuk doktrin yang dicetuskan oleh John of Damascus

John Damascus adalah seorang ahli agama dari gereja Yunani dan dia mencapai
puncaknya dalam perkembangan sesuatu agama yang terpenting untuk dibuat
sebagaimana yang telah dilakukan dari doktrin pribadi Kristen. Menurut dia bahwa logos
itu adalah salah satu pemasukan dari kemanusiaan alam dan tidak ragu-ragu bahwa Yesus
bukan pemasukan dari logos (bukan simbol), artinya logos itu adalah satu formalitas
untuk mengoreksi pada kesatuan dari dua alam tadi, Logos juga bukan pemasukan dari
kemanusiaan perorangan dan bukan pemasukan kemanusiaan alam yang utama, akan
tetapi, merupakan suatu kemanusiaan pribadi, kemanusiaan alam tatkala seseorang yang
jiwanya belum berkembang atau sebagai hipotesis mereka, melalui persatuan pada Logos
tadi adalah sesuatu kekuatan kepada orang bahwa Logos itu datangnya dari Bunda Maria.
Kemudian kekuatan wujud manusia dalam diri Kristus mempunyai kemerdekaan pribadi
bagi mereka, wujud pribadi itu melalui Logos dan ilustrasi dua alam tersebut
dalam Kristen.

Menyatukan badan dengan jiwa pada seseorang, itulah asal mulanya ibadah dalam
kemanusiaan Kristen yang menghubungkan tanda-tanda ibadah pada perikemanusiaan
alam kelak kemudian mereka boleh berkata bahwa Tuhan itu yang menghukum atau
mengazab disebabkan ibadah tersebut.

Alam perikemanusiaan itu hanya mempunyai efek yakni mendapatkan kemurnian secara
pasif (ibadah yang tidak sampai karena kurang khusuk, anak Tuhan itu mempunyai suatu
hal yang lengkap dalam pribadi kemanusiaannya, maka dia itu adalah menjadi pujian atau
pujaan dalam Gereja. Menurut pendapat itu adalah suatu ikatan yang besar dari
kemanusiaan pada Yesus bagaikan kedudukan suatu organ, hal itu diizinkan atau
disepakati oleh dua kajian alam tadi dimana undang-undang dari salah satunya akan
menyangkut pada setiap alam dan hal ini pula segala sesuatu yang ada di dalam agama
Kristen adalah hak kemanusiaannya. Selain dari itu, kedua yang sama tadi dianggap
benar oleh Prosodium Nastarion.

Akibatnya atau hasil permasalahan itu akan membangkitkan atau membuahkan ilmu
"Asas Tunggal" sebagai indikasi mereka yang memulai dari satu persatuan pribadi
menjadi sesuatu hal yang dikehendakinya. Doktrin ini juga mengambil dari bentuk
kemanusiaan yang akan dianugerahkan sebagai tanda ucapan terima kasih di dalam
memuja kelak kemudian hari, maka ucapan itu akan mendapat pahala atau diterima jika
benar-benar dan akan ada sanksinya jika salah atau tidak khusuk, hal itu adalah suatu cara
dari mereka beribadah yang mengandung perikemanusiaan, ilmu dari asas tunggal itu
disebut Duothlites. Hal itu mereka ambil dari dua keyakinan, keyakinan alam dan
keyakinan yang terpilih pada waktu sekarang dalam dua keinginan atau anugerah dalam
Kristen. Jadi ilmu dari asas tunggal tadi adalah suatu peluang dari mereka untuk
mempersatukan dari kehidupan seseorang dalam umat Kristen.

Pada suatu waktu, bentuk kekuatan yang dipakai dalam kontroversi dalam
penyempurnaan kehendak hal itu akan segera menjelma sebagai bentuk yang lebih
definitif, hal itu akan timbul di dalam pikiran tetapi, kata-kata will (kabul) dipakai dalam
hayalan di luar dugaan segeralah diucapkan artinya kabul atau will itu merasa sudah
menjelma untuk menentukan hal itu, maka kita pilih di antara benar dan salah. Sekalipun
sering kali menggunakan istilah will di luar hayalan semata-mata hanyalah untuk mengisi
insting, nafsu biasa atau juga nafsu yang berlebihan, yang membawa efek bagi mereka itu
terserah mana yang ingin dilakukannya. Semuanya itu diliputi dalam bentuk rasa selalu
dikabulkan, pada kontroversi kuno dengan demikian akan menimbulkan suatu
pertanyaan, apakah Kristen itu sempurna sepanjang zaman, tidak menakutkan atau
mengagetkan dalam penderitaan dan mati. Di dalam jenis kemanusiaan maka Kristen itu
akan memberikan perikemanusiaan di dalam tingkah laku mereka.

Pada abad ke 6 salah satu lembaga di Konstantinopel (680) merupakan salah satu anjuran
dari Pastur di Roma, dia
mengadakan doktrin tentang dua keinginan dan dua kekuatan sebagaimana kedudukan
pada masa Ortodox, akan tetapi juga diputuskan bahwa kemanusiaan harus selalu
disamakan sebagai induk ibadah. Pendapat yang dicetuskan di dalam kemanusiaan atau
persatuan ini dengan ibadah tidak menjadi kurang dalam kemanusiaan tetapi tingkat
kesempurnaannya dari persatuan itu pun selalu menjadi pemegang peranan untuk
menyempurnakan keharmonisan.

d. Ilmu kekristenan dalam Gereja Barat

Perbandingan Gereja Barat masih kurang sempurna tanpa adanya kajian oleh bangsa
Timur. Seluruh pemikiran Barat tidak memuaskan di dalam hubungannya baik di waktu
mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab secara mendalam oleh
berbagai macam ahli filosof Barat yang terampil dan tidak diragukan keaktifannya
beribadah di dunia Barat. Perpindahan baru dari ilmu Kristen telah ditemukan dan timbul
di Spanyol pada abad ke 7 & 8, namanya disebut Adoptionist Controversy, bentuk itu
memaparkan keakraban orang Prancis sejak utusan dari Toloda mengumumkan pada
tahun 676, bahwa Kristen adalah salah satu perintis pengangkatan Doktrin Kelix, salah
seorang Pastur dari Urgela, dia mengatakan bahwa Kristen merupakan pelaksanaan
ibadah manusia secara alami (agama tauhid) bahwa itu adalah Logos. Dia hanya sebagai
anak dari Tuhan dalam bayangan alam saja tetapi Kristen adalah kemanusiaan di samping
anak Allah yang diangkat atau dinobatkan. Kini ia dicari oleh sekelompok manusia atau
oleh perorangan pribadi dan pada kenyataannya merupakan suatu penekanan dari waktu
ke waktu,
padahal, kenyataannya dia itu adalah anak manusia dan diambil sebagai pribadi anak
Allah. Teori ini membuat suatu perdebatan di antara alam dan anak Allah dahulu, jadi hal
ini dapat dijelaskan tujuan mereka itu adalah untuk melestarikan yang dua tadi, agar
dirinya diakui sebagai anak Allah. Di dalam tuntunan naskah yang menunjukkan bahwa
Kristen itu adalah seorang anak kepada ayahnya dan pada kenyataannya kepercayaan itu
dijadikan anak pada ayah dan selalu disebut persaudaraan atau persahabatan pada
Kristen. Umumnya di dalam Kristen disebut anak Allah dan itu hanya bayangan belaka,
supaya penerangan tersebut dapat dimengerti dan diterima. Dan supaya menerangkan
dalam arti lebih lanjut serta menimbulkan rasa kepercayaan atau keyakinan pada umat
manusia, tatkala Kristus dilahirkan di Betlehem dan sebagai tempat kelahirannya agama
itu maka pada waktu itu pula
dibaptis; Baptisan itu mengandung pengertian bahwa Kristus diangkat sebagai anak
Allah.

ASAL USUL DAN SEJARAH KRISTEN


Pendiri agama Kristen adalah seorang Yahudi bernama Yesus, yang lahir di Betlehem,
Palestina, antara tahun 8 hingga 4 SM. Tradisi biasanya menyebutkan bahwa dia lahir
dalam bulan Desember tahun pertama era Kristen yaitu, tahun 1 M, akan tetapi telah
diketahui sekarang bahwa hal ini salah.

Dalam catatan-catatan yang menyangkut Yesus -yakni Injil, empat di antaranya terdapat
dalam perjanjian baru yang ditulis Matius, Markus, Lukas, dan Yahya- kita diberi tahu
bahwa dia lahir selama berkuasanya Raja Herodes dan pada saat Kerajaan Romawi
melaksanakan sensus penduduk. Kerajaan Romawi melaksanakan sensus penduduk
empat belas tahun sekali. Sensus pertama berlangsung tahun 6 M; ini berarti bahwa
sensus sebelumnya dimulai tahun 8 SM, selama pemerintahan Kaisar Augustus dan
tanah Judea diperõntah Kerenius yang dapat kita baca dalam Lukas 2:1-5. Kita juga
diberi tahu tentang bintang yang menuntun orang Majus ke tempat Yesus berada, dan
astronom Keppler, menghitung bahwa timbul konjungsi antara Saturnus, Jupiter, dan
Mars kira-kira tahun 7 SM yang menampakkan kesan sebagai bintang baru yang terang
benderang. Semua data ini mendukung kesimpulan bahwa Yesus lahir antara tahun 8
hingga 4 SM. Kita juga dapat menentang pendapat bahwa Yesus lahir bulan Desembers
karena dalam Injil Lukas terdapat gembala yang menggembalakan ternaknya pada
malam hari (2:8). Namun di Palestina pun cuaca dingin dan turun sadju, jadi saat
kelahiran itu pastilah di luar musim dingin karena para gembala tidak akan keluar pada
saat tersebut. Musim yang lebih mungkin adalah musim semõ atau musim rontok.

Penganut ajaran Kristen percaya bahwa ibu Yesus, yakni Maria, melahirkan Yesus
dalam keadaan masih perawan dan belum bersetubuh dengan suaminya yaitu Yusuf.
Anak tersebut lahir karena kekuasaan Tuhan melalui roh kudus. Kaum Katolik bahkan
berkeyakinan bahwa Maria tetap perawan setelah kelahiran Yesus. Saudara laki-laki dan
perempuan Yesus yang disebutkan dalam Markus 6:1-6 adalah anak-anak Yusuf dari
perkawinannya yang terdahulu.

Tidak banyak yang kita ketahui tentang Yesus di masa kanak-kanak; kisahnya mulai
banyak diungkapkan untuk
perjalanan hidupnya setelah berusia tigapuluhan, saat dibaptis oleh Yahya. Yahya
membaptis manusia sebagai
persiapan mereka untuk menerima kedatangan "juru selamat;" pada waktu Yesus datang,
dia menolak membaptis Yesus dengan menyatakan bahwa Yahya tidak pantas membaptis
Yesus, bahkan sebaliknya dialah yang pantas dibaptis. Namun Yesus tetap meminta
Yahya membaptis dirinya; setelah dibaptis dia mengasingkan diri selama 40 hari dan
memikirkan "juru selamat" yang bagaimanakah sebenarnya. Selama itu iblis menggoda
dia, membujuk Yesus agar menjadi pahlawan bagi bangsa Yahudi, atau memenangkan
dukungan bangsanya lewat perbuatan kegaiban atau dengan memenuhi kepuasan
material bangsa Yahudi. Yesus menolak godaan ini, karena Dia sadar bahwa Dia
haruslah "juru selamat" yang menderita, yang akan mati demi bangsanya.

Setelah meninggalkan gurun, dia memilih dua belas orang sebagai teman dan muridnya.
Murid-murid ini mempunyai latar belakang yang beragam: Petrus dan Andreas adalah
bersaudara dan nelayan miskin; Yacob dan Yahya, juga bersaudara, adalah nelayan
juga, namun lebih makmur; Matius (atau Levi) adalah pengumpul pajak yang bekerja
bagi orang Romawi; ada anggota kelompok Zealot yang fanatik; dan Yudas Iskariot,
orang yang pada akhirnya mengkhianati Yesus dan menyerahkannya kepada musuhnya.
Dari kedua belas muridnya, Petrus, Yacob dan Yahya merupakan teman Yesus yang
paling dekat.

Dalam Markus 6:1-6 Yesus disebut "tukang kayu," dan dari sini diasumsikan bahwa
sebelum terkenal, Yesus meneruskan profesi ayahnya sebagai tukang kayu. Kita tidak
mengetahui latar belakang pendidikannya walaupun mungkin dia memperoleh
pendidikan dari cendekiawan monastik Yahudi, yakni kaum Essenes, yang ajarannya
banyak mirip dengan ajaran Kristen. Namun dari kitab-kitab Injil dapat kita lihat bahwa
dia adalah manusia yang cerdas, arif dan penuh humor. Ajarannya dia sampaikan lewat
perumpamaan, dongeng, kisah-kisah pendek yang mengandung makna mendalam. Teknik
pengajaran seperti inilah yang ditempuh para rabbi karena lebih mudah menangkap
makna lewat kisah-kisah pendek dibandingkan lewat kisah-kisah panjang, atau lewat
diskusi formal yang panjang.

Kisah-kisah atau perumpamaan Yesus adalah sederhana dan langsung kena, kisah yang
mudah disimak oleh siapa pun. Akan tetapi, dia juga menggunakan kotbah, dan kotbah
yang terkenal adalah kotbah bukit (kotbah ini bukanlah satu kotbah panjang, melainkan
adalah intisari yang diambil dari ucapan-ucapan Yesus dalam berbagai kejadian).

Di samping memberikan ajaran, Yesus juga menyembuhkan banyak penyakit dan bahkan
menghidupkan kembali orang mati. Perlahan-lahan namanya termasyhur ke seluruh
negeri dan orang mulai berbisik-bisik mempersoalkan siapakah dia. Pertama kali Yesus
mengaku sebagai "juru selamat" yang telah lama dinanti-nantikan di Caesarea Phillippi.
Setelah dia menanyakan kepada murid-muridnya tentang siapakah dia disebut khalayak
ramai, dia bertanya tentang siapakah dia di mata para muridnya? Petrus, yang
merupakan orang pemberani, menjawab, "Engkau adalah juru selamat." Semenjak itu
Yesus mulai memperkenalkan ajaran-ajaran dan perintah-perintahnya kepada kedua
belas muridnya tentang tujuan kedatangannya. Lalu dia diberi nama Kristus yang berarti
"orang yang
diurapi." Segera setelah pengakuan oleh Petrus tentang dia (Yesus) sebagai "juru
selamat," dia mengajak Petrus, Yahya dan Yacob ke suatu bukit, di mana pakaian dan
wajah Yesus menjadi bercahaya putih mengkilap dan dia berkomune dengan Nabi Elisa
dan Musa. Peristiwa ini disebut Transfigurasi (perubahan tubuh).

Namun selama tiga tahun misi Yesus, tantangan terhadap ajarannya meningkat terutama
dari pihak Parisi dan Saduki. Kaum Saduki adalah kelompok kecil aristokrat yang sangat
berpengaruh yang mengaku sebagai keturunan Sulaiman. Kelompok Parisi terbentuk
pada saat Kekaisaran Yunani ingin menanamkan pengaruhnya di Palestina, dan Kaum
Parisilah yang sangat menentang pengaruh (Helenisasi) ini. Kedua kelompok ini, dengan
alasan yang berbeda, memusuhi Yesus; kaum Parisi menolak karena ajaran-ajaran
Yesus menentang sikap kaum Parisi. Kita tahu orang Yahudi sangat berpegang erat
kepada 10 perintah Allah, sementara Yesus memperbaharui penafsiran tentang makna
kesepuluh perintah tersebut. Selama bertahun-tahun hukum itu berubah menjadi doktrin
yang mendasari ajaran Yudaisme, yang menjadi dasar bagi orang Yahudi untuk
mengasihi Tuhan dan sesamanya. Bagi kebanyakan orang Parisi, tradisi lebih penting
daripada hukum, dan Yesus sangat lantang menentang sikap orang Parisi ini. Kaum
Saduki menentang Yesus karena mereka bekerja sama dengan bangsa Romawi, dan
karena itu mereka sangat berpengaruh dan menikmati hak-hak istimewa. Mereka
khawatir Yesus bisa menimbulkan kesulitan yang berakhir pada situasi yang mengancam
pada prestise dan kekuasaan mereka.

Setelah kira-kira tiga tahun, Yesus pergi ke Yerusalem menunggang keledai dan
disambut sebagai pembebas dan "juru selamat," karena saat itu bertepatan dengan
berlangsungnya pesta paskah dan Yerusalem dipadati oleh banyak manusia. Paskah
adalah hari yang ditunggu-tunggu bagi kedatangan "juru selamat" bangsa Yahudi,
sehingga suasana saat Yesus memasuki kota amatlah eksplosif. Lalu dia masuk ke Bait
Allah dan mengusir semua pedagang, pembunga uang dan orang-orang lain yang dia
anggap mengotori tempat suci tersebut. Penduduk menunggu tindakannya yang
selanjutnya, yakni hal mengumumkan dirinya sebagai Raja yang akan mengusir penjajah
Romawi; namun tindakan yang ditunggu-tunggu itu tidak pernah muncul. Sebaliknya
Yesus mengadakan perjamuan dengan murid-muridnya, yang dinamakan perjamuan
terakhir (sebagian cendekiawan menyebutnya
perjamuan paskah), sesudah itu dia pergi ke Taman Getsemane. Di sana dia ditangkap
serdadu yang dipimpin oleh Yudas Iskariot.

Pertama kali setelah ditangkap, Yesus diajukan ke hadapan para imam dan dituduh
menghujat Allah, suatu kejahatan besar dalam hukum Yahudi, namun karena mereka
tidak dapat menjatuhkan hukuman mati, keputusan mereka harus disahkan oleh
penguasa Romawi. Lalu Yesus dihadapkan kepada penguasa, Pontius Pilatus, dan
dituduh melakukan pemberontakan subversi dan menghindari pajak; Pilatus tidak ingin
menghukum orang yang tidak bersalah, namun disebabkan tekanan para imam dan
amarah bangsa Yahudi -yang merasa tertipu kalau Yesus tidak memperlihatkan dirinya
sebagai "juru selamat" dalam arti penuh kemenangan dalam peperangan- dia terpaksa
membuat keputusan yang tidak menyenangkan dan Yesus dihukum dengan penyaliban.
Putusan itu dilaksanakan,
dan Yesus mati setelah penuh penderitaan selama tiga jam di kayu salib.

Akan tetapi, bagi Gereja Kristen, itu bukanlah akhir, melainkan adalah awal. Tiga hari
kemudian Yesus bangkit dari
kematian (tiga hari berdasarkan perhitungan Yahudi -Yesus meninggal hari Jumat dan
bangkit hari Minggu). Para wanita yang pergi ke makamnya pada Minggu pagi
menemukan makamnya sudah kosong, namun pakaiannya masih terlipat di dalam kubur.
Kemudian Yesus sendiri menampakkan dirinya kepada mereka; kemudian mereka berlari
untuk memberitahukan hal itu kepada murid-murid Yesus yang sebelumnya meragukan
kebangkitan Yesus; namun kemudian mempercayainya. Beberapa saat kemudian Yesus
mengajak mereka ke suatu bukit, memberkati mereka lalu mereka terangkat ke surga.
Semenjak itu Yesus tidak pernah menampakkan diri lagi di bumi ini.

Sementara itu murid-murid Yesus tidak bisa menentukan langkah-langkah mereka


seterusnya. Namun pada hari
Pantekosta, pada saat mereka semua berkumpul di Yerusalem, Roh Kudus turun dari
surga dan hinggap pada masing-masing mereka. Sejak itu mereka diubahkan, tidak lagi
cemas dan takut, melainkan sudah menjadi rasul-rasul yang berani yang menjelajahi
dunia ini untuk menyampaikan kabar gembira tentang Tuhan Yesus Kristus. Pada
awalnya mereka berharap Yesus segera muncul kembali, namun hal itu tidak terjadi
demikian.

Iman baru ini segera menyebar di seluruh dunia lama. Hebatnya, misi penyebaran Injil
yang paling spektakuler
bukanlah oleh salah satu murid Yesus melainkan adalah oleh Saul (Paulus) dari Tarsus,
yang mengalami pertobatan pada saat dia dalam perjalanan ke Damascus untuk
menangkapi orang-orang Kristen; sebagai hasil pertobatan ini, dia banyak melakukan
perjalanan untuk pekabaran Injil, mengalami penderitaan yang berat, bahkan mati
martir demi imannya Dia menuliskan banyak surat nasihat dan penguatan iman kepada
gereja-gereja baru yang dia dirikan, dan dokumen-dokumen ini, yang terdapat dalam
PerjanJian Baru, sangat penting karena merupakan salah satu tulisan Kristen pertama
yang kita miliki.
Pada tahun-tahun awal tersebut, ajaran baru ini masih dianut orang Yahudi, namun
ternyata agama baru ini segera
menghilang dari antara orang-orang Yahudi dan dianut oleh orang-orang di luar
Yahudi. Pemisahan antara ajaran Yahudi dan Kristen mulai nyata dan akhirnya tak
dapat dihindarkan; para penganut Kristen tidak lagi merayakan hari-hari besar Yahudi
serta tidak mempertahankan tradisi dan budaya Yahudi. Pemisahan ini diakui pada
Dewan Yerusalem pada tahun 48 M, pada saat pembatasan-pembatasan Yudaistis
terhadap orang-orang Kristen yang bukan Yahudi diberlakukan.

Mula-mula dengan enggan diberi toleransi oleh Kerajaan Romawi, faham Kristen di
bawah masa pemerintahan Kaisar Nero yang sangat membenci ajaran Kristen. Nero
berusaha memojokkan orang Kristen dengan menuduh bahwa kebakaran besar kota
Roma disebabkan oleh orang Kristen (64 M), serta membunuh orang-orang Kristen, di
antaranya Petrus dan Paulus. Banyak orang Kristen berkeyakinan bahwa dengan
kematian rasul-rasul ini, dan kematian orang-orang yang secara pribadi mengenai
Kristus, perlu dibuat rekaman tertulis tentang kehidupan Kristus. Selama empat puluh
tahun berikutnya masih banyak tulisan tentang Yesus, namun hanya empat di antaranya
diakui dalam Perjanjian Baru. Akan tetapi tindakan pembunuhan ini bukanlah yang
terakhir, bahkan meningkat selama pemerintahan Kaisar Domitian (81-96 M). Selama
dua ratus tahun ajaran Kristen merupakan doktrin yang ilegal hingga akhirnya Kaisar
Konstantin, setelah melihat cahaya terang di malam hari sebelum melakukan suatu
pertempuran, yang meliputi salib dengan tulisan "dengan tanda ini kamu ditaklukkan,"
memberikan hak legal kepada orang-orang Kristen pada tahun 313 M dan menjadikan
agama Kristen sebagai agama negara Kekaisaran Romawi.

Apa yang terjadi kepada gereja muda ini selama masa yang penuh kesulitan tersebut?
Tantangan muncul dari berbagai arah, namun penyebarannya makin pesat. Walaupun
pada mulanya Yerusalem dianggap sebagai pusat suci, namun sikap permusuhan yang
diperlihatkan orang-orang Yahudi yang menguasai Yerusalem mendorong pemindahan
pusat Kristen; mula-mula ke Antiokia, bergeser ke Roma. Selama periode Konstantine,
Agama Kristen makin kuat dan melembaga.

Salah satu masalah pertama yang harus dipecahkan adalah masalah Trinitas, keyakinan
umat Kristen akan Bapak, Anak, dan Roh Kudus, yang pada hakikatnya identik namun
terpisah satu sama lain. Banyak pendapat yang berbeda diajukan untuk menjawab
masalah Trinitas, dan tahun 325 Konstantin meminta Dewan Pertama Nicaea untuk
membahas masalah ini dengan saksama, yakni 'Aryan Heresy' yang menyatakan bahwa
Kristus diciptakan Tuhan untuk membantu dalam penciptaan dunia ini, dan menerima
status ketuhanan dari Tuhan, jadi tidak sama esensinya dengan Tuhan. Status
ketuhanannya dapat dicabut Tuhan. Dewan ini melahirkan Nicene Creed suatu bentuk
yang digunakan hingga dewasa ini dan mencakup kata-kata:

- Kami percaya akan satu Tuhan, Tuhan Yang Mahakuasa, pencipta langit dan bumi,
yang kelihatan maupun yang
tidak kelihatan.
- Kami percaya akan Yesus Kristus, anak tunggal Allah, yang diturunkan oleh Allah
Bapak, bukan diciptakan,
yang satu dengan Allah Bapak.
- Kami percaya akan Roh Kudus, Tuhan, pemberi kehidupan, yang diturunkan dari Allah
Bapak dan anak.

Lalu gereja dihadapkan dengan sekumpulan masalah, terutama masalah intern. Romawi
Barat dan Timur mulai terpisah semakin jauh dan akhirnya benar-benar terpisah.
Memang sebab pemisahan ini bukan hanya hal di atas, karena masih banyak titik-titik
perpecahan antara Barat dan Timur. Dibandingkan dengan Kristen Barat, Kristen Timur
lebih menekankan ikon-ikon. Ikon merupakan gambar flat pada kayu, gading atau
bahan-bahan lain, yang memperlihatkan Yesus, Perawan Maria, atau orang suci yang
lain dan melembaga dalam Gereja Yunani. Selama abad kedelapan, ikon-ikon dilarang
oleh Kaisar Leo III, namun protes keras menyebabkan larangan ini dicabut pada Sidang
Umum ketujuh yang berlangsung di Nicaea tahun 787. Ini tampaknya merupakan
kemenangan Gereja Timur. Namun
perpecahan di antara keduanya tidak akan diatasi oleh sidang tersebut dan masalah ini
mengemuka pada abad ke 11 pada waktu Roma menerima pemberian suatu tambahan ke
dalam Nicene Creed, suatu hal yang tidak disetujui Gereja Timur. Tambahan itu adalah
"dan anak" setelah frasa "kami percaya dalam Roh Kudus, Tuhan pemberi kehidupan,
yang diturunkan dari Allah Bapak ... " Jadi, Gereja-gereja Timur tidak menerima bahwa
Roh Kudus diturunkan dari Allah Bapak dan Anak, melainkan hanya dari Allah Bapak.
Tentang masalah ini Timur dan Barat sama sekali tidak mempunyai titik temu dan
menimbulkan pemisahan tahun 1054, karena wakil Paus menempatkan surat-surat
ekskomunikasi pada altar St. Sophia di Konstantinopel. Sejak itulah muncul Gereja
Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Yunani. Unsur-unsur doktrinal membuat mereka
tetap terpisah: Gereja Katolik dipimpin oleh satu tampuk
pimpinan yang disebut Paus, sementara Gereja Ortodoks menyerahkan kepemimpinan di
tangan para bishop atau patriark; pandangan tentang Roh Kudus juga berbeda, Gereja
Ortodoks tetap memberikan kedudukan penting bagi ikon-ikon dalam pemujaan, para
pelayan gerejanya dibolehkan menikah, dan lain-lain.

Segera kemudian, yakni tahun 1096, Paus Urbanus II mengorganisasi Gereja Katolik ke
dalam satu pola seragam
yang bertahan selama hampir 200 tahun -tentara salib. Mula-mula dibentuk untuk dua
tujuan, yakni mengurangi
tekanan Turki atas Kekaisaran Timur dan untuk menjamin keamanan para peziarah yang
berkunjung ke Yerusalem, tentara salib segera mengalami degradasi cita-cita; mereka
ingin membebaskan Yerusalem dari kekuasaan Muslim.

Gereja Katolik tetap berperan penting hingga abad pertengahan. Berpusat di Roma,
Paus memegang kekuasaan tertinggi, yang melampaui kekuasaan raja dan ratu. Namun
sejak akhir abad keempat belas mulailah timbul tantangan terhadap kekuasaan Paus
yang begitu besar. Timbullah gerakan reformasi yang dimulai Lollards dan Hussites;
gerakan ini berubah menjadi ancaman serius terhadap supremasi Gereja Katolik ketika
tahun 1617, seorang imam bernama Martin Luther menentang keras penjualan surat
aflat oleh gereja. Dia lalu menolak supremasi Paus, menyangkal transubstantiation,
serta mendorong para bangsawan Jerman untuk memberontak dan memisahkan
kekuasaan mereka. Para bangsawan, yang sebelumnya terdisilusi dengan kontrol oleh
Gereja dan Paus, membutuhkan sedikit dorongan dan banyak di antara mereka segera
bergabung dengan Martin Luther.

Tindakan Luther merupakan awal tumbuhnya berbagai sekte yang didasari kepada
doktrin pokok Luther namun berkembang sesuai dengan jalan yang ditempuh masing-
masing sekte. Pandangan Luther mendapat formalisasi dalam Gereja Lutheran yang
tumbuh subur di Jerman, Skandinavia dan Amerika. Namun Luther pun bertentangan
dengan bekas sekutunya menentang Paus. Salah satu bekas pendukungnya, Zwingli,
mengembangkan pandangan Eukaristi yang menyebabkan Luther dan Zwingli berpisah.

Pengaruh Reformasi menyebar ke seluruh Eropa. Pembaharu yang lain, John Calvin,
memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma tahun 1533. Pandangannya hampir sama
dengan Luther, namun dia yakin akan adanya karunia tertentu untuk kelompok tertentu.
Pengikut Calvin menyebar di Jerman, Negeri Belanda, Skotlandia, Swiss, Amerika Utara
dan cukup berpengaruh di Inggris.

Inggris juga mengikuti anjuran para pembaharu namun dengan motif yang agak
berbeda. Tahun 1521 Raja Henry VIII telah mengeluarkan suatu traktat yang menyerang
Luther yang menyebabkan dia mendapat titel 'Pembela Iman" dari Paus. Akan tetapi
Raja Henry VIII sangat ingin menikahi putri Anne Boleyn namun sebelum bisa menikahi
Anne, dia harus menceraikan Catherine of Aragon. Sayangnya Paus tidak merestui
perceraian itu (Roma dipengaruhi oleh saudara-saudara Catherine yang ada di Spanyol,
negeri asal Catherine) dan Henry terpaksa mengabaikan kekuasaan Paus pada tahun
1534. Lalu dia menyatakan dirinya sebagai kepala Gereja Inggris, dan dapat
membatalkan perkawinannya dengan Catherine. Ajaran "Tiga puluh sembilan pasal,"
yang menyangkut hal-hal yang kontroversial serta mengungkapkan bagaimana
kedudukan Gereja Inggris mengenai masalah perceraian tersebut, dikeluarkan tahun
1571 selama pemerintahan Ratu Elizabeth I, anak perempuan Henry. Gereja Inggris
mengakui kerajaan sebagai kepala gereja, bukan Paus, juga menolak transubstantiation,
meniadakan biara serta
menggantikan bahasa Latin dengan bahasa Inggris untuk dipakai di Gereja.

Tetapi reaksi terhadap Roma masih belum mencapai bentuknya yang paling ekstrim.
Dalam abad ketujuh belas, George Fox, dari Leicestershire (Inggris), mulai
menyebarkan ajaran bahwa manusia dapat berhubungan dengan Tuhan tanpa
melakukan suatu 'hiasan' (upacara) ritualis yang ditetapkan oleh gereja-gereja Katolik,
dan bahwa gereja-gereja yang telah diperbaharui belum cukup jauh melangkah dalam
penolakan mereka terhadap upacara dan hierarki gerejawi. Seorang kristen, menurut
George Fox tidak membutuhkan imam atau pendeta/pastor, dan juga tidak membutuhkan
bait suci. Tidak ada gunanya ketujuh sakramen Gereja Katolik; tidak dibutuhkan suatu
sakramen apa pun. Fox lalu mulai menyebarkan ajarannya dan melakukan berbagai
perjalanan ke daerah-daerah pedalaman. Pada umumnya, saat berdirinya gerakan Fox
ini dianggap terjadi pada tahun 1652, yakni saat terjadinya kebaktiannya yang sangat
berhasil untuk pertama kalinya. Pengikutnya disebut "Quakers," atau "Perkumpulan
Sahabat-sahabat." Sampai sekarang juga mereka tidak mempunyai bait suci kecuali
rumah-rumah kebaktian, dan dalam kebaktian mereka tidak ada liturgy, tetapi
sebaliknya, setiap orang dapat berbicara bila mereka merasa bahwa mereka mempunyai
sesuatu yang bermanfaat untuk diutarakan, tanpa memperhatikan atau mempedulikan
berapa usia yang mau berbicara tersebut dan apa kedudukannya dalam masyarakat.

Berbagai perkembangan baru telah terjadi di Inggris pada periode setelah Perang
Saudara. Banyak orang merasa tidak senang dengan penyatuan gereja dan negara yang
dilakukan oleh Henry VIII, tetapi selama periode persemakmuran (Commonwealth
period) di Inggris, mereka menjadi lega melihat bahwa kedua hal tersebut (gereja dan
negara) telah dipisahkan kembali. Akan tetapi, dengan naiknya Charles II menjadi
pangeran, Undang-undang Uniformitas dikeluarkan pada tahun 1662 yang memulihkan
status quo tersebut dan memerintahkan semua pastor untuk menerima "Buku Doa
Bersama." Imam-imam yang menolak untuk menerima (oleh karena itu disebut Non-
Conformis) ketentuan-ketentuan Undang-undang ini akan dikeluarkan dari Jemaah
mereka dan dianiaya. Hal ini berlangsung sampai dengan keluarnya Undang-undang
Toleransi pada tahun 1689 yang memberikan mereka beberapa hak hukum (legal).
Akibatnya, perkembangan Gereja Baptis dan Gereja Reformasi bersatu mengalami
perkembangan cepat. Gereja Baptis, yang didirikan oleh John Smith, menganggap
bahwa pembaptisan bayi adalah melawan perintah Alkitab. Hanya orang dewasa yang
telah mengerti makna sumpah yang diucapkannyalah yang dapat dibaptis. Mereka juga
mencoba untuk meyakinkan bahwa jemaat ikut aktif dalam perjalanan Gereja, dan
mencontoh Kisah rasul-rasul dengan mengangkat deakonis dari antara jemaatnya (lihat
Kisah Rasul-Rasul 6: 1-6) untuk membantu mengarahkan dan menuntun gereja tersebut.
Gereja Reformasi Bersama adalah suatu koalisi dari GereJa Presbiterian Inggris (yang
dikembangkan dari ajaran Calvin) dan gereja-gereja Jemaat Inggris dan Wales yang
didasarkan pada ajaran-ajaran dari tokoh pembaharu lainnya yang telah menyebarkan
ajarannya pada zaman Calvin, yakni Robert Browne (1550-1633). Terlepas dari
pandangan-pandangan mereka yang sangat sama, tetapi usaha-usaha untuk menyatukan
kelompok-kelompok ini barulah berhasil pada tahun 1972 dengan pembentukan Gereja
Reformasi Bersatu.

Gereja Metodis pada mulanya adalah merupakan suatu gerakan dalam Gereja Inggris.
Pendirinya, John Wesley (1703-1791), tetap menolak untuk berpisah dari gereja
induknya. Akan tetapi, setelah kematiannya, disadari bahwa Gereja Metodis tidak dapat
lagi dimasukkan dalam Gereja Inggris, dan lalu memisahkan diri pada tahun 1795. John
Wesley dan saudaranya Charles, melalui studi mereka yang ketat dan metodis terhadap
InJil (sehingga mereka disebut dengan nama Metodis), merasa bahwa keselamatan
diperoleh hanya karena kasih dan karunia Tuhan, bukan karena suatu perbuatan atau
kebaikan manusia.

Menjelang akhir abad kesembilan belas, ada gelombang atau kegairahan lain mengenai
perhatian keagamaan. Hal ini sebagian disebabkan penemuan-penemuan ilmiah dalam
abad tersebut yang mengancam berbagai keyakinan yang hingga waktu itu telah diterima
sebagai kebenaran religius yang tidak dapat dibantah (misalnya, mengenai taman
firdaus dan masalah penciptaan). Dalam hal ini, reaksi dari Pencerahan (Enlightement)
dalam tahun-tahun sebelumnya turut berperan. Akibatnya adalah bermunculannya
banyak sekte yang memisahkan diri dari gereja induk mereka, sebagaimana yang terjadi
dalam Reformasi yang memunculkan gereja-gereja yang diperbaharui yang memisahkan
diri dari iman Katolik. Di Inggris, Bala Keselamatan berkembang sebagai suatu
kekuatan besar, bukan saja karena ketaatan beragamanya, tetapi juga karena reformasi
dan bantuan sosialnya. Di bawah kepemimpinan William Booth (1829-1912), Bala
Keselamatan tersebut memisahkan diri dari gereja Metodis dalam tahun 1865 dan
membentuk sendiri suatu organisasi yang bergaya militer karena kelompok tersebut
menganggap dirinya sebagai laskar perang Tuhan dan memerangi ketidakadilan sosial.
Dibandingkan dengan kebanyakan sekte Gereja, mereka sangat
sedikit memperhatikan sakramen, walaupun mereka menerima bahwa beberapa orang
Kristen mungkin melihat sakramen itu merupakan pertolongan dan bantuan.

Di Amerika juga terjadi suatu gejolak keagamaan yang demikian. Pada tahun 1830,
Mormon, atau Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Hari Terakhir, dibentuk oleh
Joseph Smith (1805-1844) yang mengklaim telah mengalami suatu wahyu Tuhan,
menemukan tablet-tablet emas yang tertulis dalam Buku Mormon, yakni yang merupakan
kitab suci penganut Mormon. Pada mulanya ajaran Mormon ini terlarang karena
pandangan-pandangan mereka yang menyimpang dari ajaran Kristen dan praktek
poligami mereka, tetapi Mormon ini merayap ke seluruh Amerika dan akhirnya menetap
di Salt Lake City, tempat markas mereka terletak hingga kini.

Aliran spiritual mulai ada tahun 1848 ketika dua orang perempuan, yakni saudara
perempuan Fox yang berumur dua belas dan lima belas tahun, menyebabkan suatu
kegemparan di antara, penduduk kota mereka, Arcadia, New York State, dengan
mengklaim bahwa mereka telah dapat berkomunikasi dengan roh-roh. Walaupun ada
yang menyatakan bahwa suara-suara gaduh tersebut adalah suara gabungan dari suara
kedua anak perempuan tersebut, tetapi mereka (penduduk kota tersebut) berkumpul
sedemikian banyak mendukung supaya Gereja Spiritual didirikan. Penganut aliran
Spiritual yakin, selain pada pandangan-pandangan Kristen biasa, bahwa, melalui
mereka, nasihat dan tuntunan dapat diperoleh.

Advent Hari Ketujuh juga mulai ada di Amerika, yang membangun reputasinya dalam
tahun 1860, dan setelah itu
sekte ini cepat menyebar ke seluruh dunia. Berbeda dengan sekte-sekte Kristen lainnya,
mereka membuat hari ketujuh sebagai Sabat (yaitu, mereka menjalankannya seperti yang
dilakukan oleh orang Yahudi, dimulai dari saat matahari terbenam pada hari Jumat
sampai matahari terbenam hari Sabtu). Sama seperti Gereja Baptis, mereka hanya
membaptis orang-orang dewasa, dan juga membuat pembatasan-pembatasan mengenai
apa yang dapat dimakan dan diminum oleh jemaatnya. Misalnya, mereka tidak boleh
minum alkohol dan memakan makanan kerang-kerangan.

Sebelum mengakhiri ulasan ini, tiga kelompok Kristen lainnya harus disebut yakni:
Christian Science, Saksi Jehova, dan
gerakan Pantekosta.
Christian Science didirikan oleh Mrs. Mary Baker Eddy pada tahun 1879, yang
mempertahankan bahwa satu-satunya realitas hanyalah pikiran dan semua yang lainnya
adalah illusi.

Oleh karena itu penyakit jangan dirawat dengan obat, tetapi harus disembuhkan dengan
mempraktekkan pemikiran yang benar.

Saksi Jehova, yang didirikan oleh C.T. Russell, yakin bahwa kedatangan kedua kalinya
Yesus serta akhir dunia ini akan
terjadi dalam waktu yang tidak lama lagi, dan bila hal itu terjadi maka hanya suatu
kelompok elit saja yang selamat,
yaitu kelompok Saksi Jehova itu sendiri. Mereka mempunyai Al-Kitab dengan terjemahan
mereka sendiri dan mereka menyisihkan banyak waktu, usaha, dan uang untuk kegiatan-
kegiatan missionaris.

Yang terakhir, yakni gerakan Pantekosta, yang bermula dari suatu missi di Los Angeles
dalam tahun 1906 yang dilakukan oleh W.J. Seymour, mengajarkan bahwa setiap orang
Kristen dapat mengalami kehadiran Rohul Kudus dalam diri mereka sendiri dan
menerima hadiah-hadiah roh. Oleh karena itu kebaktian Pantekosta adalah merupakan
upacara yang sangat emosional, di mana jemaatnya menjadi dirasuki oleh Rohul Kudus
dan tampak berbicara dalam lidah (berbahasa roh), sebagaimana yang dilakukan oleh
murid-murid Yesus yang pertama. Walaupun gerakan Pantekosta telah mempunyai
gereja sendiri, tetapi gerakan ini telah juga mempengaruhi aspek-aspek lain dari Gereja
(Kristen), dan dalam GereJa Katolik gerakan tersebut juga berpengaruh dengan
munculnya apa yang disebut gerakan Karismatik, orang-orang Katolik bermaksud
menerima Rohul Kudus dalam diri mereka sendiri.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mengulas secara mendalam sekte-sekte Kristen,
bahkan tulisan ini tidak menyebut semua sekte yang ada, karena ada banyak gerakan-
gerakan dan aliran-aliran pemikiran yang berbeda dalam Gereja Kristen. Penulis hanya
mencoba untuk menempatkan dalam latar belakang historis dan teologis sekte yang
paling menyebar.

POKOK-POKOK AJARAN KRISTEN


Kristen, putri Sion, banyak menyerap tradisi Yahudi dan menerõma sepenuhnya Kitab
Perjanjian Lama.

Pendiri Agama Kristen, Yesus Kristus, adalah seorang Yahudi dan tidak pernah
mengingkari Iman dan ajaran Yahudinya, bahkan dia selalu mematuhi upacara-upacara
keagamaan dan pesta-pesta Yahudi dengan tekun. Dia juga pergi ke Yerusalem untuk
menghadiri. pesta-pesta besar sebagaimana yang disyaratkan sebagai seorang Yahudi
Ortodoks. Tetapi orang-orang Yahudi dan orang Kristen berbeda pendapat mengenai sifat
(hakikat) Yesus; orang-orang Yahudi yakin bahwa dia adalah seorang manusia yang baik,
atau barangkali seorang nabi dengan suatu pesan dari Tuhan, tetapi tidak lebih dari itu;
sebaliknya, orang Kristen menganggap bahwa Yesus adalan Kristus (orang yang diurapi),
Mesias Tuhan sebagaimana dijanjikan dalam Kitab Perjanjian Lama.
Bukan saja dia merupakan utusan Tuhan, tetapi dia adalah anak Tuhan, dan oleh
karena itu menempati suatu hubungan yang unik dengan Tuhan. Dia mempunyai
hakikat yang sama dengan Tuhan, dari sejak permulaan waktu telah ada bersama-
sama dengan Tuhan, dan diutus ke bumi oleh Tuhan; lihat Injil yang ditulis oleh
Santo Yahya dalam Yahya 1:1-2, 14:

"Pada mulanya, Firman itu (Kristus) telah ada. Firman itu bersama-sama dengan
Tuhan, dan Tuhan itu sendirilah Firman itu. Maka Firman itu telah sejak semula
bersama-sama dengan Tuhan ... Maka Firman itu telah menjadi daging (manusia);
Dia datang untuk tinggal bersama-sama dengan kita, dan kita melihat
kemuliaannya, seperti kemuliaan yang diperoleh sebagai anak tunggal bapak,
penuh dengan anugerah dan kebenaran."

Dia dianggap dikandung dari seorang dara (perawan), yakni Perawan Maria, melalui
kekuasaan Tuhan, dan oleh karena itu Dia sekaligus sebagai manusia dan sebagai Tuhan,
suatu keberadaan yang menurut keyakinan orang Kristen tidak dapat dipahami secara
logika, tetapi merupakan sesuatu yang harus diterima dengan iman dan dengan menyadari
bahwa bagi Tuhan segala sesuatunya adalah mungkin, walaupun di luar jangkauan
pengertian manusia.

Iman Kristen menerima bahwa melalui kematiannya di kayu salib, Yesus mati untuk
semua orang, dan bahwa semua orang dapat mencapai keselamatan melalui dia, suatu
doktrin yang dijelaskan untuk pertama kalinya dan selengkapnya oleh Santo Paulus.
Bagaimana ini dapat dimengerti?

Pertama-tama kita harus menelusuri kembali iman Yahudi, karena tanpa memahami
pemikiran orang atau bangsa Yahudi, maka argumen Kristen tidak akan dapat dimengerti.
Menurut ajaran Yahudi, jalan satu-satunya untuk berdamai dengan Tuhan dan untuk
mencapai keselamatan dari Tuhan adalah dengan menaati semua aturan-aturan hukum
(hukum Tuhan), selain juga mematuhi tafsiran dan penjelasan dari hukum tersebut yang
telah dikembangkan secara lisan selama berabad-abad. Jika seseorang tidak mematuhi
semua ketentuan hukum (Taurat) tersebut, maka dia dihukum -lihat ulangan (Musa 5)
27:26- "Suatu kutukan bagi orang yang tidak memenuhi hukum dengan melakukan
semua yang telah ditentukan dalam hukum itu." Tetapi Paulus menyadari bahwa hal
tersebut tidaklah mungkin, karena tidaklah ada manusia yang mampu memelihara semua
kaidah-kaidah dan peraturan-peraturan tersebut, dan akibatnya semua orang menjadi akan
dihukum. Adakah jalan keluarnya? Ya. Yesus diutus oleh Tuhan, yang suci dan tidak
berdosa, merupakan satu-satunya orang yang dapat bersatu dengan Tuhan melalui
kesempurnaan hidupnya. Namun, walaupun tidak ada kesalahan dalam dirinya
(ketidakbersalahan Yesus dinyatakan berulang-ulang oleh penulis-penulis Injil), tetapi dia
disalibkan, yang berarti bahwa dia seperti semua orang, dihukum sesuai (menurut)
hukum. Hal ini dijelaskan berdasarkan Kitab Ulangan 21:22-23:

"Bila seseorang didakwa melakukan kejahatan besar dan dijatuhi hukuman mati, maka
kamu harus menggantung dia pada sebuah kayu; tetapi tubuhnya jangan dibiarkan
tergantung sampai bermalam; kamu harus menguburnya pada hari itu juga, karena
seorang manusia yang digantung adalah terkutuk di hadapan Tuhan ..."

Namun demikian, Yesus berdamai dengan Tuhan, dia telah mematahkan rintangan
hukum melalui kebangkitannya. Jadi bila seorang manusia, walaupun dikutuk
berdasarkan hukum, akan dapat didamaikan dengan Tuhan, maka semua orang melalui
iman dan melalui pengidentifikasian (peniruan) orang yang satu tersebut (Yesus) dapat
didamaikan dengan Tuhan sebagaimana Yesus adanya. Oleh karena itu apa yang penting
bagi keselamatan bukanlah sepenuhnya terletak pada ketaatan pada hukum secara kaku
dan mutlak (walaupun Paulus menegaskan bahwa hukum atau Taurat itu baik, yang telah
diturunkan oleh Tuhan, dan harus ditaati sebisa mungkin -Roma 7:12) tetapi lebih dari itu
adalah iman terhadap Kristus yang menjadi intinya, karena melalui iman dalam Yesus,
orang Kristen yakin bahwa mereka akan diarahkan pada Tuhan sebagaimana Yesus
Kristus itu sendiri.

Dengan demikian maka kiranya jelaslah apa yang menjadi perbedaan antara agama
Yahudi dan agama Kristen. Agama Kristen, sebagaimana juga agama Yahudi, adalah
merupakan suatu kepercayaan monoteis, yang menganggap bahwa Tuhan adalah Maha
Pencipta dan Penopang dunia, yang memelihara, mencintai, dan melindungi umat
manusia. Tetapi kepercayaan Kristen ini adalah suatu bentuk monoteisme yang berbeda:
Kristen menerima suatu "Trinitas," di mana bersama Tuhan dan Yesus Kristus ada suatu
pihak ketiga yang seperti Kristus yang inti (esensi)nya sama dengan Tuhan tetapi
terpisah, yakni Rohul Kudus. Roh Kudus inilah yang bekerja, dan demi
kebaikan manusia. Dalam kamus Kecil Oxford mengenai Gereja Kristen (ed. E.A.
Livingstone) Rohul Kudus didefinisikan sebagai berikut:

"Rohul Kudus. Dalam Teologi Kristen, pribadi ketiga dalam Trinitas, berbeda dari bapak
dan anak, tetapi merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dan mempunyai sifat yang sama dan merupakan pelengkap
dari sifat keilahian."

Dengan demikian, maka Rohul Kudus itulah yang menuntun nabi-nabi, rasul, dan para
penyebar ajaran Tuhan dalam melaksanakan missinya.

Walaupun bukan termasuk bagian dari Trinitas, tetapi Perawan Maria menempati suatu
kedudukan yang sangat penting dalam iman banyak orang Kristen, khususnya yang
beragama Katolik. Dia dipandang sebagai seorang perantara antara umat dengan Kristus.

Orang Kristen menganggap atau menerima Perjanjian Baru sebagai sumber pengetahuan
mereka mengenai kehidupan dan pengajaran Kristus. Ada empat Injil. Masing-masing
dari keempat Injil ini menyoroti kehidupan Yesus dari sudut pandang yang berbeda-beda.
Hal inilah yang menjadi salah satu sebab kenapa sepertinya ada ketidakcocokan di antara
keempat uraian Injil tersebut. Perjanjian Baru adalah merupakan bagian kedua dari
Alkitab, dan bagian ini tidak diterima oleh agama Yahudi. Selain keempat Injil tersebut,
Perjanjian Baru juga memuat Kitab Kisah Rasul-Rasul, Surat-surat Apostel Paulus, dll.,
serta diakhiri dengan wahyu, yakni suatu cerita yang bersifat visi mengenai Hari
Penghakiman dan Kedatangan Kedua Kristus.

Ide kedatangan kedua (Parousia) ini sangat penting dalam Gereja yang pertama, karena
jemaat (pengikut Kristus) pada saat itu menganggap bahwa Kristus akan segera kembali
lagi dalam bentuk jasmaniah dan waktunya tidak akan lama, yakni semasa pengikut-
pengikut awalnya masih hidup. Ketika dia kembali lagi, pikir mereka, dia akan
mengumandangkan akhir zaman dan Hari Kiamat, dimana semua akan
mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing. Yang baik ke surga, yang jahat
ke neraka.

Вам также может понравиться