Вы находитесь на странице: 1из 91

Pengantar Undang-Undang Cukai

BAHAN DIKLAT TEKNIS SUBTANTIF DASAR I

MODUL ( I – II )

MATERI
UNDANG-UNDANG CUKAI

OLEH :

SRIYONO, S.E., M.M.


WIDYAISWARA MADYA PADA PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN BEA DAN CUKAI


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA
2006

1
Pengantar Undang-Undang Cukai

DIKLAT TEHNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI II

MODUL I
PENGANTAR UNDANG-UNDANG CUKAI

KETENTUAN UMUM,
PENERIMAAN NEGARA,
FASILITAS CUKAI DAN
PERIZINAN DI BIDANG CUKAI

DISUSUN OLEH :

DRS. ZAINAL ABIDIN M.M


WIDYAISWARA PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI


BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA 2007

2
Pengantar Undang-Undang Cukai

KATA PENGANTAR

Puji dan puja syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan petunjukNya, sehingga Modul ini dapat kami selesaikan pada waktunya.
Modul ini semoga dapat digunakan oleh Pusdiklat Bea dan Cukai dalam memenuhi
kebutuhannya dalam proses belajar mengajar, terutama bagi Peserta pendidikan dan
pelatihan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan ajar.
Modul ini disusun berdasarkan materi yang berkaitan dengan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 sebagai Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai.
dari Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun Modul dan
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, sehingga Modul ini dapat disajikan
kepada Saudara-saudara sekalian.
Kami menyadari akan keterbatasan sarana dan bahan dalam penyusunan
Modul ini, oleh karena itu kami harapkan masukkan untuk penyempurnaannya dari
Saudara-saudara sekalian.

Jakarta, Oktober 2007


Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai

( Drs. Endang Tata )

DAFTAR ISI

3
Pengantar Undang-Undang Cukai

Halaman
Kata Pengantar...................................................................................................... 1
Daftar Isi............................................................................................................... 2
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 4
1.2. Deskripsi Singkat.................................................................................. 4
1.3. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)...................................................... 5
1.4. Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK)…………………………………. 6

2. Kegiatan Belajar (KB) 1 :


GAMBARAN UMUM TENTANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................ 9
2.2. Latihan.................................................................................................14
2.3. Rangkuman..........................................................................................15

3. Kegiatan Belajar (KB) 2 :


KETENTUAN UMUM DI BIDANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................16
2.2. Latihan.................................................................................................18
2.3. Rangkuman..........................................................................................18

4. Kegiatan Belajar (KB) 3 :


PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................20
2.2. Latihan.................................................................................................27
2.3. Rangkuman..........................................................................................27

5. Kegiatan Belajar (KB) 4 :


FASILITAS DI BIDANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................29
2.2. Latihan.................................................................................................34
2.3. Rangkuman..........................................................................................35

4
Pengantar Undang-Undang Cukai

6. Kegiatan Belajar (KB) 5 :


PERIZINAN DI BIDANG CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................36
2.2. Latihan.................................................................................................39
2.3. Rangkuman..........................................................................................40

7. Tes Formatif................................................................................................40
8. Kunci Jawaban Tes Formatif....................................................................48
9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut..............................................................48
10. Daftar Pustaka............................................................................................48

5
Pengantar Undang-Undang Cukai

PENGANTAR UNDANG-UNDANG CUKAI


1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
dalam melaksanakan tugasnya, didasari pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2006 sebagai Perubahan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 sebagai Perubahan dari
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dimana kedua undang-
undang tersebut merupakan dasar bagi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk
melakukan tugas fungsionalnya dalam pemungutan pajak negara dalam bentuk
Bea Masuk dan Cukai.
Oleh karena itulah para peserta Diklat Tehnis Substantif Dasar I, walaupun hanya
pada tingkat dasar, mereka diberikan materi pelajaran mengenai Pengantar
Undang-Undang Cukai.

1.2. Deskripsi Singkat

Mata pelajaran cukai ini dirancang untuk pegawai atau calon pegawai Bea dan
Cukai sebagai bekal dalam melaksanakan tugas kedinasan. Hal itu dimaksudkan
agar memperlancar tugas pekerjaan Saudara sehari-hari.
Selanjutnya untuk mempermudah mempelajari Modul I ini, Penulis susun dalam
beberapa kegiatan belajar. Adapun kegiatan-kegiatan belajar tersebut, adalah
mengenai :
a. Gambaran umum tentang Cukai ;
b. Ketentuan Umum dan Pengertian ;
c. Penerimaan Negara dari Sektor Cukai ;
d. Fasilitas Cukai ;
e. Perizinan di Bidang Cukai.
Sedangkan kegiatan belajar selanjutnya, dapat dipelajari pada Modul II
berikutnya.

6
Pengantar Undang-Undang Cukai

Pembabakan dalam pembelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1

9 10
Sanksi, Keberatan dan Ketentuan Pidana dan
Banding Penyidikan

8
Wewenang Pejabat Bea
dan Cukai

5 6 7
Perizinan di Bidang Sistem Pengawasan Ketentuan dan Larangan
Cukai Barang dan Cukai

3 4
Penerimaan Negara dari Fasilitas Cukai
Sektor Cukai

2
Ketentuan Umum dan
Pengertian

1
Gambaran Umum
tentang Cukai

1.3. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)

Dengan mempelajari materi pelajaran ini, Peserta Diklat dapat memahami secara
umum mengenai maksud dan tujuan pemungutan cukai.

7
Pengantar Undang-Undang Cukai

1.4. Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK)


Relevansi dan Manfaat Mata Pelajaran Cukai :
Keputusan Menteri Keuangan No. 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001
menyatakan bahwa : Dalam melaksanakan tugasnya Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai menyelenggarakan fungsi antara lain :
a. Penyiapan perumusan kebijaksanaan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Oleh karena itulah Saudara sebagai pegawai Bea dan Cukai, sangatlah penting
bagi Saudara untuk mempelajari dan memahami tentang perundang-undangan
cukai, karena hal ini sangatlah bermanfaat dalam pelaksanaan tugas Saudara
sehari-hari. Pengetahuan cukai yang Saudara pelajari ini baru berada pada tahap
awal dan Saudara diharapkan dapat mengembangkannya lebih lanjut di kemudian
hari.
Namun perlu Penulis kemukakan disini, bahwa ada 2 pasal di dalam Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 2007 yang penting, yang semula tidak ada di dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, yaitu mengenai adanya :
1. Pasal 64 A, Pasal 64 B, Pasal 64 C, Pasal 64 D dan Pasal 64 E dari Bab
XIII A tentang Pembinaan Pegawai, yang mengatur mengenai :
1) Sikap dan perilaku pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
terikat pada kode etik yang menjadi pedoman pelaksanaan tugas, dalam hal
bila terjadi pelanggaran terhadap kode etik oleh pegawai Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai akan diselesaikan oleh komisi kode etik.
2) Selanjutnya bila pejabat Bea dan Cukai dalam menghitung atau
menetapkan cukai tidak sesuai dengan undang-undang Cukaii, sehingga
menyebabkan belum terpenuhinya pungutan negara, pejabat Bea dan Cukai
tersebut dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3) Begitu juga bila terdapat indikasi tindak pidana di bidang cukai yang
menyangkut pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, maka Menteri dapat
menugasi unit pemeriksa internal di lingkungan Departemen Keuangan untuk
melakukan pemeriksaan pegawai guna menemukan bukti permulaan.

8
Pengantar Undang-Undang Cukai

4) Sebaliknya bila ada orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau unit


kerja yang berjasa dalam menangani pelanggaran di bidang cukai berhak
memperoleh premi. Jumlah premi diberikan paling banyak sebesar 50 % (lima
puluh persen) dari sanksi administrasi berupa denda dan/atau dari hasil
lelang barang hasil pelanggaran di bidang cukai. Sedangkan barang hasil
tangkapan merupakan barang yang menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku tidak boleh dilelang, besarnya nilai barang sebagai dasar
perhitungan premi ditetapkan oleh Menteri.
5) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diberikan insentif atas dasar
pencapaian kinerja di bidang cukai yang diberikan melalui APBN.

2. Disamping itu di dalam Pasal 66 mengatur pula tentang :


Adanya pembagian hasil penerimaan negara dari sektor cukai hasil tembakau
yang dibuat di Indonesia, yang dibagikan melalui Gubernur kepada provinsi
penghasil cukai hasil tembakau sebesar 2% (dua persen). Tujuan bagi hasil ini
adalah untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
pemberantasan barang kena cukai ilegal. Selanjutnya alokasi dana bagi hasil
cukai hasil tembakau diatas, ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan
cukai hasil tembakau pada tahun berjalan.
Gubernur mengelola dan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau
dan mengatur pembagian dana bagi hasil cukai hasil tembakau kepada
bupati/walikota di daerahnya masing-masing berdasarkan besaran kontribusi
penerimaan cukai hasil tembakaunya, dengan komposisi 30% (tiga puluh
persen) untuk provinsi penghasil, 40% (empat puluh persen) untuk
kabupaten/kota daerah penghasil, dan 30% (tiga puluh persen) untuk
kabupaten/kota lainnya.
Selanjutnya Menteri Keuangan melakukan pemantauan dan evaluasi atas
penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri,
pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, dan/atau
pemberantasan barang kena cukai ilegal tersebut, yang berasal dari dana bagi
hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia. Apabila hasil pemantauan
dan evaluasi atas penggunaan anggaran peningkatan kualitas bahan baku,
pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di

9
Pengantar Undang-Undang Cukai

bidang cukai, dan/atau pemberantasan barang kena cukai ilegal yang berasal
dari dana bagi hasil cukai hasil tembakau dimaksud diatas, mengindikasikan
adanya penyimpangan pelaksanaan akan ditindaklanjutinya sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.

2. Kegiatan Belajar (KB) 1

10
Pengantar Undang-Undang Cukai

GAMBARAN UMUM TENTANG CUKAI

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Para peserta Diklat yang baik,


Kita semua patut bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
disahkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 yang merupakan
Perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai pada
tanggal 15 Agustsus 2007.
Dibuatnya undang-undang cukai Nomor 11 Tahun 1995, dilatarbelakangi oleh
perundang-undangan cukai yang lama warisan pemerintah Hindia Belanda,
yang terdiri dari 5 Ordonansi Cukai yang pengeterapannya pada saat itu,
dirasakan tidak adil. Disamping itu juga dikarenakan ke lima Ordonansi Cukai
tersebut bersifat :
a. Diskriminatif
b. Tidak memenuhi tuntutan pembangunan
c. Tidak dapat memenuhi perannya sebagai alat pembaharuan sosial
Kemudian untuk menciptakan peraturan perundang-undangan cukai yang
bersifat Nasional, disusunlah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995, namun
undang-undang inipun dirubah lagi menjadi Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2007, karena undang-undang dimaksud sudah dirasakan tidak sesuai lagi
dengan kondisi dan perkembangan yang terjadi dewasa ini.
Dalam kegiatan belajar ini pada Modul I ini, Saudara maupun Pembaca akan
mendapatkan sajian tentang gambaran umum tentang cukai, yang meliputi
antara lain :
1. Arti Cukai ;
2. Jenis Barang Kena Cukai ;
3. Sumbangan Cukai dalam APBN ;
4. Fasilitas di Bidang Cukai ;
5. Pengawasan di Bidang Cukai ;
6. Sanksi di Bidang Cukai

11
Pengantar Undang-Undang Cukai

Ad. 1. Arti Cukai :


Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang
tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam UU
ini.
Berdasarkan pasal 2 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 tentang
Cukai, maka yang dimaksud dengan barang-barang tertentu yang mempunyai
sifat atau karakteristik, mengandung arti :
a. konsumsinya perlu dikendalikan ;
b. peredarannya perlu diawasi;
c. pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau
lingkungan hidup ; atau
d. pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan
keseimbangan, dikenai cukai berdasarkan undang-undang ini.
Barang-barang sebagaimana dimaksud diatas dinyatakan sebagai barang kena
cukai.

Ad. 2. Jenis Barang Kena Cukai (BKC) :


Dalam benak Saudara mungkin timbul pertanyaan jenis barang apa saja yang
termasuk ke dalam golongan BKC itu ?.
Ternyata menurut pasal 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Jo.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, dinyatakan bahwa
yang termasuk Barang Kena Cukai (BKC) adalah sebagai berikut :
• Etil Alkohol atau Etanol, dengan tidak mengindahkan bahan yang
digunakan dan proses pembuatannya, berupa : Barang cair, jernih dan
tidak berwarna, merupakan senyawa organik dengan rumus kimia
C2H5OH yang diperoleh baik secara peragian dan/atau penyulingan
maupun secara sintesa kimiawi.
• Minuman yang Mengandung Etil Alkohol, dalam kadar berapapun,
dengan tidak mengindahkan bahan yang digunakan dan proses
pembuatannya, termasuk Konsentrat yang mengandung Etil Alkohol, yaitu
Semua barang cair yang lazim disebut minuman yang mengandung etil
alkohol yang dihasilkan dengan cara peragian, penyulingan atau cara
lainnya, antara lain bir, shandy, anggur, gin, whisky dan yang sejenis.

12
Pengantar Undang-Undang Cukai

• Konsentrat yang mengadung Etil Alkohol adalah : Bahan yang


mengandung etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong dalam pembuatan minuman yang mengandung etil alkohol.
• Sigaret adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari tembakau rajangan yang
dibalut dengan kertas dengan cara dilinting untuk dipakai, tanpa
mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang digunakan
dalam pembuatannya. (Sigaret Kretek, Sigaret Putih dan Sigaret
Kelembak Kemenyan).
• Sigaret Kretek adalah : Sigaret yang dalam pembuatannya dicampur
dengan cengkih atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa
memperhatikan jumlahnya.
• Sigaret Putih adalah : Sigaret yang dalam pembutannya tanpa dicampuri
dengan cengkih, kelembak atau kemenyan.
• Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan Mesin adalah : Sigaret Kretek
dan Sigaret Putih yang dalam pembuatannya mulai dari pelintingan,
pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan untuk penjualan
eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, seluruhnya atau sebagian
menggunakan mesin.
• Sigaret Kretek/Putih yang dibuat dengan cara lain daripada Mesin
adalah Sigaret Kretek dan Sigaret Putih yang dalam pembuatannya mulai
dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasannya dalam kemasan
untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa
menggunakan mesin.
• Cerutu adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari lembaran-lembaran
daun tembakau diiris atau tidak, dengan cara digulung demikian rupa
dengan daun tembakau, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan
pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
• Rokok Daun adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun Nipah,daun
Jagung (Klobot), atau sejenisnya, dengan cara dilinting, untuk dipakai,
tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu yang
digunakan dalam pembuatannya.

13
Pengantar Undang-Undang Cukai

• Tembakau Iris adalah : Hasil tembakau yang dibuat dari daun tembakau
yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
• Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya adalah : Hasil tembakau yang
dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam huruf ini yang
dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan tehnologi dan selera
konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan pembantu
yang digunakan dalam pembuatannya.

Ad. 3. Sumbangan Cukai pada APBN


Walaupun jenis BKC yang ditetapkan hanya tiga jenis barang saja. Namun
Saudara mungkin belum mengetahui bahwa sumbangan penerimaan negara
dari sektor cukai jauh lebih besar bila dibanding dari sektor bea masuk pada
APBN.

B. Contoh :
TA 2004 penerimaan negara dari sektor cukai ditargetkan sebesar Rp. 28,4
triliun, sedangkan penerimaan bea masuk hanya sebesar Rp. 11,8 triliun saja ;
TA 2005 penerimaan negara dari sektor cukai ditargetkan sebesar Rp. 32,2
triliun, sedangkan penerimaan bea masuk hanya sebesar Rp. 16,9 triliun saja ;
TA 2006 penerimaan negara dari sektor cukai ditargetkan sebesar Rp. 38,5
triliun.

Ad. 4. Fasilitas Cukai


Apakah Saudara dapat membayangkan bahwa BKC baik yang berasal dari
Dalam Negeri, maupun yang berasal dari Impor, yang produksinya perlu
dibatasi serta pemakaiannya perlu diawasi, masih perlu diberikan fasilitas atau
kemudahan tertentu ?. Ternyata berkaitan dengan pemungutan cukai
Pemerintah memberikan berbagai fasilitas yang dapat dinikmati oleh para
pengusaha di bidang cukai. Berkaitan dengan hal tersebut, pada kesempatan
ini Penulis akan kemukakan berbagai fasilitas dibidang cukai, yaitu sebagai
berikut :
a) Tidak dipungut cukai ;
b) Pembebasan cukai ;

14
Pengantar Undang-Undang Cukai

c) Pembayaran secara berkala atas pemesanan pita cukai ;


d) Penundaan Pembayaran Cukai.
Ad. a. Tidak dipungut cukai atas BKC dimaksud disini, adalah :
1. Keringanan yang diberikan kepada masyarakat di beberapa daerah tertentu
yang membuat BKC secara sederhana dan merupakan sumber mata
pencaharian bagi mereka. Namun fasilitas ini dapat diberikan sepanjang
persyaratan yang ditentukan dapat dipenuhi oleh yang bersangkutan dan
dibuktikan dengan dokumen cukai yang diwajibkan serta BKC tersebut
masih berada dalam pengawasan Bea dan Cukai.
2. BKC yang diangkut terus, berarti : diangkut dengan sarana pengangkut
melalui Kantor Pabean, tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
Sedangkan diangkut lanjut, berarti : diangkut dengan sarana pengangkut
melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
3. Begitu juga atas BKC yang dimasukkan untuk ditimbun ke dalam Pabrik
atau Tempat Penyimpanan yang berasal dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan lainnya atau yang berasal dari Impor, tidak dipungut cukai,
karena pemungutan atau pelunasan cukainya baru dilakukan pada saat
dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan terakhir.
4. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong, karena
cukainya akan dikenakan terhadap barang hasil akhir yang juga
merupakan BKC (mis. Etil Alkohol yang digunakan sebagai bahan baku
untuk pembuatan MMEA).
Ad. b. Pembebasan cukai atas BKC dimaksud disini adalah : Fasilitas yang
diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan
atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang sepanjang
peruntukkannya dapat mendukung pertumbuhan atau perkembangan industri
yang menggunakan BKC sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang bukan BKC, baik untuk tujuan ekspor
maupun untuk pemasaran dalam negeri (mis. Etil Alkohol yang digunakan
sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk pembuatan Etil Asetat, Asam
Asetat, Obat-obatan dlsb).
Ad. d. Penundaan pembayaran cukai dimaksud disini adalah kemudahan
pembayaran yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir dalam
bentuk penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga. Namun dalam

15
Pengantar Undang-Undang Cukai

pemberian kemudahan ini, Pengusaha Pabrik atau Importir diwajibkan untuk


mempertaruhkan jaminan berupa garansi bank atau customs bond ataupun
corporate guarantee, sesuai dengan tingkat kepatuhan Pengusaha
bersangkutan.

Ad. 5. Pengawasan di Bidang Cukai


Saudara mungkin bertanya-tanya, apakah yang dimaksud dengan pengawasan
itu ?. Penulis dapat mengemukakan disini bahwa yang dimaksud dengan
pengawasan ádalah segala kegiatan untuk mengawasi agar segala ketentuan
atau peraturan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Adapun pengawasan itu dibagai dua yaitu :
a. Pengawasan Administrasi, contohnya kewajiban membuat pembukuan.
b. Pengawasan Phisik, contohnya pencacahan atas BKC tertentu, yaitu EA
dan MMEA.

Ad. 6. Sanksi di Bidang Cukai


Penulis yakin bahwa Saudara sependapat dengan Penulis, bahwa tidak semua
orang patuh pada peraturan yang berlaku. Maka untuk menegakkan ketentuan
dari suatu peraturan, perlu diadakan sanksi. Sanksi di bidang cukai sama
dengan sanksi di bidang kepabeanan, yaitu terdiri atas dua jenis, yaitu :
a. Sanksi Administrasi,
Contoh : Sanksi atas penyalahgunaan Fasilitas Cukai, berupa denda
administrasi, maksimum 10 X nilai cukai, dan minimum 2 X nilai cukai yang
seharusnya dibayar.
b. Sanksi Pidana,
Contoh : Sanksi yang dikenakan kepada Pengusaha BKC yang
membuat/menggunakan buku atau dokumen palsu atau dipalsukan, berupa
Sanksi pidana penjara maksimum 6 tahun dan denda maksimum Rp. 150 juta.

2.2. Latihan 1

1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai selain melaksanakan tugas sesuai


fungsinya juga mempunyai tugas menyelenggarakan fungsi-fungsi lainnya
Sebutkan fungsi-fungsi tersebut !.

16
Pengantar Undang-Undang Cukai

2. Sebutkan dasar pelaksanaaan tugas DJBC terutama dibidang cukai, dan


jelaskan apa yang melatar belakangi tugas tersebut !.
3. Jelaskan definisi dari cukai dan apa saja jenis barang yang dikenakan cukai ?.
4. Dalam ketentuan tentang cukai, terdapat fasilitas cukai, coba jelaskan fasilitas
cukai tersebut?
5. Jelaskan tentang pengawasan dan sanksi dibidang cukai ?

2.3. Rangkuman

Secara ringkas kegiatan belajar ini membahas hal-hal yang dapat penulis
kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Latar belakang dibuatnya UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 adalah
untuk mengganti ordonansi cukai yang lama yang dirasakan sudah ketinggalan
jaman.
2. Cukai berarti pungutan negara terhadap barang-barang tertentu yang produksi
dan pemakaiannya perlu diawasi dan dibatasi.
3. Jenis BKC saat ini ditetapkan ada tiga jenis, yaitu :
a) E.A atau Etanol.
b) M.M.E.A
c) H.T.
4. Penerimaan negara dari sektor cukai ternyata cukup besar, bila dibandingkan
dengan penerimaan negara dari sector bea masuk
5. Dalam pelaksanaan pemungutan cukai, Pemerintah memberikan fasilitas yang
bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
6. Pengawasan dan sanksi perlu diatur secara jelas dan tegas.

17
Pengantar Undang-Undang Cukai

3. Kegiatan Belajar (KB) 2

KETENTUAN UMUM DI BIDANG CUKAI

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Para Peserta Diklat yang baik !


Mungkin Saudara bertanya-tanya, apa maksud daripada kegiatan belajar 2
ini?. Penulis perlu jelaskan disini, bahwa setiap peraturan perundang-
undangan haruslah dibuat ketentuan atau aturan yang bersifat umum agar
mempermudah bagi pembaca untuk memahaminya. Disamping itu perlu
diberikan pengertian yang jelas terhadap hal-hal yang dianggap perlu agar
tidak menimbulkan salah pengertian ataupun beda penafsiran.

Sekarang tibalah saatnya Saudara mengetahui secara rinci tentang :

1. Ketentuan Umum di Bidang Cukai.


Ketentuan ini memberikan hal-hal yang bersifat Umum sebelum kita
mempelajari batang tubuhnya UU Nomor 11/1995 Jo UU Nomor 39/2007
tentang Cukai, yang diantaranya mengenai :
a) Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945, yang bertujuan untuk mewujudkan tata kehidupan bangsa
yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan ;
b) Cukai sebagai pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang
tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik sesuai dengan undang-
undang, merupakan penerimaan negara guna dengan tujuan untuk
mewujudkan kesejahteraan bangsa ;
c) Oleh karena itu dalam upaya untuk lebih memberikan kepastian hukum
dan keadilan, serta menggali potensi penerimaan cukai yang optimal, perlu
dilakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan dalam UU Nomor
11/1995, menjadi UU Nomor 39/2007 tentang Cukai ;

18
Pengantar Undang-Undang Cukai

d) Lingkup perubahan sebagaimana tersebut diatas, meliputi :


1. Penegasan batasan obyek cukai ;
2. Tarif cukai paling tinggi ;
3. Pencetakan pita cukai ;
4. Peningkatan pelayanan dan optimalisasi penerimaan ;
5. Pengawasan dan peningkatan kepatuhan ;
6. Pemberatan sanksi di bidang cukai ;
7. Pembinaan pegawai dalam rangka kesetaraan ;
8. Dana bagi hasil cukai hasil tembakau ;
9. Lain-lain.
Dari uraian tersebut dapat diberikan beberapa contoh, yaitu sebagai berikut :
• Pengenaan cukai tidak boleh berdasarkan pertimbangan subyektif pejabat
atau didasarkan pada kepentingan pribadi ;
• Administrasi cukai tidak boleh terlalu menyulitkan dunia usaha ;
• Tuntutan pembangunan menghendaki tiap tahun perlu adanya kenaikan
penerimaan negara dari sektor cukai.

2. Pengertian

Setelah Saudara mempelajari ketentuan yang bersifat umum, maka tibalah


saatnya Saudara memahami tentang beberapa pengertian, dengan tujuan untuk
memberikan pemahaman yang lengkap antara satu dengan yang lainnya,
sehingga sejak awal telah dihindari kesalah pahaman penafsiran.
Adapun beberapa pengertian yang terutama Saudara harus ketahui adalah
mengenai :
e) Pabrik : adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman dan lapangan
yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk
menghasilkan Barang Kena Cukai (BKC) dan/atau untuk mengemas BKC
dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Contoh : Pabrik Rokok Djarum di Kudus dan Pabrik Bir Bintang di
Tangerang.
f) Tempat Penyimpanan : adalah tempat, bangunan dan/atau lapangan yang
bukan merupakan bagian dari pabrik yang dipergunakan untuk menyimpan

19
Pengantar Undang-Undang Cukai

BKC berupa Etil Alkohol yang masih terutang cukainya dengan tujuan
untuk disalurkan, dijual atau diekspor.
Contoh : Tempat Penyimpanan Cokvan di Jakarta.
g) Tempat Penjualan Eceran : adalah tempat untuk menjual secara eceran
BKC kepada konsumen terakhir.
Contoh : Warung penjual rokok, bir atau minuman mengandung etil
alkohol lainnya.
h) Dokumen cukai : adalah dokumen yang digunakan dalam rangka
pelaksanaan undang-undang cukai, baik dalam bentuk formulir ataupun
media elektronik.
Contoh : CK.1 adalah dokumen untuk memesan pita cukai hasil tembakau.
i) Daerah Pabean : adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi
wilayah darat, perairan dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat
tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang didalamnya
berlaku UU Kepabeanan.
Penjelasan : hal ini penting Saudara ketahui karena pada prinsipnya UU
Cukai berlaku didalam Daerah Pabean.

3.2. Latihan

1. Undang-Undang Cukai adalah peraturan yang menjadi dasar dari kegiatan


dibidang cukai. Sebutkan prinsip-prinsip yang diterapkan pada undang-undang
cukai dimaksud !
2. Jelaskan pengertian dari Pabrik ; Tempat Penyimpanan ; dan Tempat
Penjualan Eceran!
3. Jelaskan pengertian Daerah Pabean dan apa kaitan cukai dengan daerah
pabean tersebut ?.

3.3. Rangkuman

Apa yang Saudara pelajari pada kegiatan belajar 2 ini, dapat penulis rangkum
sebagai berikut :

20
Pengantar Undang-Undang Cukai

1. Ketentuan umum dan pengertian yang penulis sajikan akan mempermudah


pemahaman atas UU Cukai dengan tujuan untuk menghindari kesalah-
penafsiran.
2. Mambayar cukai sebagai perwujudan kewajiban kenegaraan.
3. Sumbangan dari sektor cukai terhadap penerimaan negara dapat ditingkatkan.
4. UU Cukai ini memperhatikan prinsip keadilan, pemberian insentif,
pembatasan, netral, kelayakan administrasi, peningkatan penerimaan negara
dan pengawasan.
5. Memberikan pengertian yang jelas tentang Pabrik dan Tempat Penyimpanan.
6. Ada korelasi yang jelas antara UU Cukai dengan Daerah Pabean.

21
Pengantar Undang-Undang Cukai

4. Kegiatan Belajar (KB) 3

PENERIMAAN NEGARA DARI SEKTOR CUKAI

4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Para Peserta Diklat yang baik !


Sebagaimana Saudara ketahui bahwa peranan uang dalam kehidupan
bernegara sangatlah penting. Menurut mantan Menteri Keuangan Mari’e
Muhammad, bahwa fungsi uang dalam bernegara bagaikan fungsi darah pada
tubuh manusia.
Pada dasarnya cukai adalah pajak tidak langsung, dalam hal mana beban
pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, karena sesungguhnya Cukai
dimaksud merupakan pajak konsumsi yang mengandung arti bahwa beban
pajaknya dipikul oleh konsumen terakhir.
Untuk mengetahui seberapa penting peranan Cukai dalam penerimaan negara
(APBN), marilah kita simak perkembangan APBN dalam beberapa tahun
anggaran (T.A.) yang terakhir ini.
Adapun data tersebut dapat Penulis sajikan sebagai berikut :

TARGET DAN REALISASI PENERIMAAN BEA MASUK DAN CUKAI


TAHUN ANGGARAN 2001 S/D 2005
(dalam milyar rupiah)

No TH BEA MASUK CUKAI TOTAL %


ANGGARAN TARGET-REALISASI TARGET- REALISASI
1. 2001 9,827.6 9,025.8 17,621.9 17,394.1 26,419.9 27,71
2. 2002 11,839.2 10,399.1 22,469.1 23,341.4 33,740.6 10,38

3. 2003 11,332.6 10,847.3 26,114.2 26,396.4 37,243.7 11,74

4. 2004 11,837.6 12,444.0 28,441.9 29,172.5 41,616.5 15,76

5. 2005 * 16,590.5 14,920.6 32,244.8 33,256.2 48,176.8

• Data th .2005 s/d 7 Desember 2005


• Sumber : Direktorat PPKC KP DJBC

22
Pengantar Undang-Undang Cukai

Sebagaimana Saudara telah membaca pada kegiatan belajar sebelumnya,


Penulis telah menjelaskan tentang 3 jenis BKC. Sedangkan penambahan jenis
BKC guna kepentingan penerimaan negara ataupun kepentingan lainnya,
diatur lebih lanjut dengan cara ketika Pemerintah membahas mengenai
masalah anggaran dengan DPR.

1. Pemungutan Cukai

Agar pelaksanaan pemungutan cukai berjalan secara efektif dan efisien, maka
diperlukan dua unsure, yaitu : tarif cukai dan harga dasar.
a) Tarif Cukai
Ada dua macam tarif cukai yang berkaitan dengan kedua hal tersebut diatas,
yaitu :

1) Tarif spesifik, adalah : Jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan/


ukuran BKC.

Cukai = Tarif Cukai x JSB BKC

Tarif Cukai = Rp. ………/satuan BKC

B. Contoh : a). Contoh : Tarif cukai Etil Alkohol = Rp. 2.500,-/liter.


Jadi 10.000 liter E.A. Cukainya adalah : Rp. 2.500,- x 10.000 =
Rp. 25.000.000,-
b) Contoh : Tarif cukai MMEA berkadar 1 % = Rp. 1.300,-/liter.
Jadi bila MMEA sebanyak 1.000 karton berisi 48 botol @
botol 250 ml/cc, maka cukainya :
1.000 x 48 x 250/1000 x Rp. 1.300,- = Rp. 15.600.000,-
2. Tarif advalorem, adalah : Besaran tarif berdasarkan prosentase dari
harga dasar.

Cukai = Tarif Cukai x HJE x JSB BKC

Harga dasar pada saat ini berdasarkan Harga Jual Eceran (HJE) per
kemasan BKC.

23
Pengantar Undang-Undang Cukai

Contoh : Sigaret Kretek Mesin (SKM) sebanyak 10.000 bungkus


isi 12 batang perbungkus, HJE Rp. 6.000,- dengan tarif cukai 40 %
maka cukainya adalah : 40% x Rp. 6.000,- x 10.000 = Rp.
24.000.000,-

b) Harga Dasar

Walaupun berdasarkan UU Cukai disebutkan bahwa harga dasar cukai


ditetapkan berdasarkan Harga Jual Pabrik (HJP) dan Harga Jual Eceran (HJE).
Namun dalam prakteknya harga dasar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
berdasarkan HJE.
Harga Dasar (HJE) yang diajukan oleh Pengusaha BKC kemudian disetujui
/ditetapkan oleh Kepala Kantor Bea dan Cukai. Pengajuan HJE Hasil
Tembakau (HT) dirinci dalam formulir yang diseragamkan, yaitu CK-21A
untuk HT dalam negeri dan CK-21B untuk HT Impor.

2. Jenis Penerimaan

Jenis penerimaan negara dari sektor cukai adalah sebagai berikut :


a. Cukai ;
b. PPN Hasil Tembakau ;
c. Denda Administrasi ;
d. Uang Pengganti (ongkos cetak pita cukai).

3. Terutang Cukai, Pelunasan Cukai, Penagihan dan Pengembalian


Cukai

Sebagaimana telah diketahui oleh Saudara bahwa didalam perundang-


undangan pajak adanya ketentuan mengenai saat pemungutan atas suatu objek
pajak, begitu juga mengenai kapan utang pajak harus dilunasi.

1) Terutang Cukai
Perundang-undangan cukai kita sebagaimana diatur dalam UU Nomor
11/1995 Jo UU Nomor 39/2007, menyatakan bahwa :
• Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, saat pemungutan cukai atau saat
terutang cukainya, yaitu pada saat selesai dibuat menjadi BKC ;

24
Pengantar Undang-Undang Cukai

• Sedangkan untuk BKC yang diimpor, saat pemungutan cukai atau saat
terutang cukainya, yaitu pada saat pemasukannya ke dalam Daerah
Pebean Indonesia.

2) Pelunasan Cukai
Pelunasan cukai diatur dalam Pasal 7 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor
39/2007, yaitu sebagai berikut :
1. Cukai atas BKC yang dibuat di Indonesia, dilunasi pada saat
pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan ;
2. Cukai atas BKC yang diimpor, dilunasi pada saat BKC diimpor untuk
dipakai.
Bagaimanakah cara pelunasan dimaksud dilaksanakan ?
Cara pelunasan cukai tersebut diatur di dalam pasal 7 ayat (3) UU Nomor
39/2007 dengan tiga cara, yaitu :
a. Pembayaran (untuk Etil Alkohol dan MMEA buatan dalam negeri) ;
b. Pelekatan pita cukai (untuk Hasil Tembakau (HT) dan MMEA impor) ;
c. Pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
Ad. a. Pelunasan cukai dengan cara pembayaran dibuktikan dengan
dokumen cukai yang dipersyaratkan. Untuk barang kena cukai yang
dibuat di Indonesia, pembayaran cukainya harus dilakukan sebelum
barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
Sedangkan untuk barang kena cukai yang di impor, pembayaran cukainya
dilakukan pada saat barang kena cukai di impor untuk dipakai.
Ad. b. Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan dengan
cara melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Untuk barang kena cukai yang dibuat di
Indonesia, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena
cukai dikeluarkan dari Pabrik. Sedangkan untuk barang kena cukai yang
di impor, pelekatan pita cukainya harus dilakukan sebelum barang kena
cukai tersebut di impor untuk dipakai. Pelekatan pita cukai tersebut dapat
dilakukan di tempat penimbunan sementara (TPS) di Kawasan Pabean,
tempat penimbunan berikat (TPB), atau di tempat pembuatan barang kena
cukai di luar negeri.

25
Pengantar Undang-Undang Cukai

Ad. c. Pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda pelunasan cukai


lainnya, dilakukan dengan cara membubuhkan tanda pelunasan cukai
lainnya yang seharusnya dan dibubuhkan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, antara lain : barcode dan hologram. Untuk barang kena cukai
yang dibuat di Indonesia, pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
harus dilakukan sebelum barang kena cukai dikeluarkan dari Pabrik.
Sedangkan untuk barang kena cukai yang di impor, pembubuhan tanda
pelunasan cukai lainnya harus dilakukan sebelum barang kena cukai
tersebut di impor untuk dipakai. Pembubuhan tanda pelunasan cukai
lainnya tersebut dapat dilakukan di tempat penimbunan sementara (TPS)
di kawasan pabean, tempat penimbunan berikat (TPB), atau di tempat
pembuatan barang kena cukai di luar negeri.

3) Penagihan
Sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor
39/2007, dinyatakan bahwa penagihan dilakukan atas :
1. Utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya ;
2. Kekurangan cukai ; dan/atau
3. Sanksi administrasi berupa denda
Yang dimaksud dengan “utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya”,
antara lain adalah :
a. utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya secara
berkala atas BKC pada saat pengeluaran BKC dari Pabrik atau
Tempat Penyimpanan, tidak dibayar sampai dengan jangka waktu
pembayaran berkala berakhir; dan
b. utang cukai yang timbul akibat cukai yang pembayarannya mendapat
penundaan pada saat BKC tersebut diimpor, tidak dibayar sampai
dengan jatuh tempo penundaan berakhir.
Utang cukai, kekurangan cukai dan sanksi administrasi berupa denda
tersebut wajib dibayar paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
diterimanya surat tagihan.
Yang dimaksud dengan ”kekurangan cukai”, antara lain:
a. kekurangan cukai akibat kesalahan hitung dalam dokumen
pemberitahuan atau pemesanan pita cukai; dan

26
Pengantar Undang-Undang Cukai

b. kekurangan cukai akibat hasil pencacahan.


Sedangkan yang dimaksud dengan ”tanggal diterima” adalah tanggal
stempel pos pengiriman, tanggal faksimile, atau media antar lainnya.
Dalam hal surat tagihan dikirim secara langsung, yang dirujuk adalah
tanggal pada saat surat tagihan diterima secara langsung.
Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi
berupa denda yang melebihi jangka waktu (30 hari), dikenai bunga sebesar
2 % (dua persen) setiap bulan dari nilai utang cukai, kekurangan cukai
dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang tidak dibayar.
Dalam hal tertentu, atas permintaan pengusaha pabrik, Direktur Jenderal
dapat memberikan kemudahan untuk mengangsur pembayaran tagihan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan dan dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan.
Pembayaran utang cukai, kekurangan cukai, dan sanksi administrasi
berupa denda sebagaimana dimaksud diatas dan bunga sebagaimana
dimaksud pada ayat (2a) jumlahnya dibulatkan dalam ribuan rupiah.

Namun dengan dikeluarkannya UU No. 19/1997 dan disempurnakan


dengan UU No. 19/2000 maka penagihan cukai mengikuti kedua UU
tersebut.

4) Pengembalian
Sebagaimana Penulis kemukakan dimuka bahwa prinsip UU cukai antara
lain keadilan dalam keseimbangan. Sehubungan hal tersebut maka
berdasarkan pasal 12 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 UU,
yaitu sebagai berikut :
a. Terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan perhitungan ;
b. Barang kena cukai diekspor ;
c. BKC yang diolah kembali ke pabrik atau dimusnahkan ;
d. BKC mendapatkan pembebasan cukai sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ;
e. Pita Cukai dikembalikan karena rusak atau tidak dipakai ; atau

27
Pengantar Undang-Undang Cukai

f. Terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat keputusan Pengadilan


Pajak.
Yang dimaksud dengan "kelebihan pembayaran karena kesalahan
penghitungan" adalah : kesalahan penghitungan dalam perkalian,
pengurangan, dalam penerapan tarif atau harga, atau kesalahan dalam
pencacahan. Dalam hal demikian, terhadap cukai yang telah dibayar,
dapat diberikan pengembalian sebesar kelebihan pembayaran akibat
adanya kesalahan penghitungan tersebut.
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran
atau pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya yang telah dibayar
cukainya tetapi kemudian diekspor dapat diberikan pengembalian,
sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan bukti ekspor yang cukup.
Barang kena cukai yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita
cukai yang telah dibayar cukainya tetapi kemudian diekspor, dapat
diberikan pengembalian sepanjang dibuktikan realisasi ekspornya dengan
bukti ekspor yang cukup dan pita cukai yang telah dilekatkan harus
dirusak sebelum diekspor.
Pengembalian cukai atas barang kena cukai yang diekspor yang telah
dilunasi cukainya dengan cara pelekatan pita cukai atau pembubuhan
tanda pelunasan cukai lainnya, hanya dapat diberikan kepada Pengusaha
Pabrik.
Pita cukai yang dipesan dan telah diterima oleh Pengusaha Pabrik atau
Importir barang kena cukai, jika belum dilekatkan pada barang kena
cukai, dapat dikembalikan ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pengembalian pita cukai tersebut disebabkan, antara lain karena :
1. adanya perubahan desain pita cukai ;
2. perubahan tarif cukai atau harga jual eceran ;
3. pita cukai rusak sebelum dilekatkan ; atau
4. Pabrik yang bersangkutan tidak lagi berproduksi.
Selanjutnya berkaitan dengan kelebihan pembayaran cukai, maka
kelebihan tersebut dapat diketahui oleh Pejabat Bea dan Cukai dari hasil
pemeriksaan dokumen atau atas permohonan yang bersangkutan. Setelah
diketahui dan terbukti adanya kelebihan pembayaran, Pejabat Bea dan
Cukai menerbitkan surat ketetapan pengembalian, namun pengembalian

28
Pengantar Undang-Undang Cukai

inipun dapat diperhitungkan dengan utang cukai yang belum dilunasi oleh
Pengusaha bersangkutan.
Pengembalian cukai sebagaimana diatas, dilakukan paling lama 30 (tiga
puluh) hari sejak ditetapkannya kelebihan pembayaran. Apabila
pengembalian cukai dilakukan setelah jangka waktu 30 (tiga puluh) hari
tersebut diatas, maka Pemerintah memberikan bunga 2 % (dua persen)
perbulan, dihitung setelah jangka waktu tersebut berakhir sampai dengan
saat dilakukan pengembalian.
Dalam pemberian bunga, apabila jangka waktunya kurang dari 1 (satu)
bulan, dihitung 1 (satu) bulan penuh. Misalnya, 7 (tujuh) hari dihitung 1
(satu) bulan penuh ; 1 (satu) bulan 7 (tujuh) hari dihitung 2 (dua) bulan
penuh.
Dalam pelaksanaannya secara teknis pengembalian diatur lebih lanjut oleh
Menteri Keuangan

4.2. Latihan 3

1. Dalam pemungutan cukai, maka faktor yang sangat penting adalah tarif cukai,
oleh karena itu sebutkanlah jenis dari tarif cukai yang dikenal! ;
2. Perusahaan A memproduksi MMEA dengan kadar 1 % dalam satu hari
mencapai 1500 liter. Dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran satu
karton terdiri dari 15 botol @ 1,5 liter. Dengan tarif cukai sebesar Rp. 1.000,-
per liter berapakah cukai yang harus dibayar dalam satu bulan produksi ?.
3. Apa yang Saudara ketahui tentang Harga Dasar Cukai, Jelaskan !.
4. Sebutkan beberapa jenis penerimaan negara dari sektor cukai ?
5. Apa yang dimaksud dengan terutang cukai, pelunasan cukai, penagihan dan
pengembalian cukai, Jelaskan!

4.2. Rangkuman

Peserta Diklat yang berbahagia !

29
Pengantar Undang-Undang Cukai

Untuk mempermudah pemahaman mengenai materi pelajaran ini, penulis


merangkum dalam rangkuman berikut ini :
1. Fungsi uang dalam bernegara bagaikan fungsi darah dalam tubuh manusia.
Apa yang dimaksud dengan kalimat tersebut, Jelaskan !.
2. Pada awalnya penerimaan negara dari sektor cukai lebih kecil bila
dibandingkan dari sektor bea masuk, namun dalam lima tahun terakhir ini
penerimaan dari sektor cukai jauh lebih besar, Jelaskan !.
3. Untuk bisa memungut cukai secara optimal dan adil, maka ditentukan jenis
tarif cukai, besarnya tarif cukai dan harga dasar cukai, Jelaskan !.
4. Agar pelaksanaan pengumpulan penerimaan negara dari sektor cukai itu
berlaku objektif dan adil, maka ada saat terutang cukai, pelunasan cukai,
pengembalian dan penagihan cukai, Jelaskan !.
5. Pelaksanaan butir 4 tersebut diatas diatur oleh Menteri Keuangan, Jelaskan !.

30
Pengantar Undang-Undang Cukai

5. Kegiatan Belajar (KB) 4

FASILITAS DI BIDANG CUKAI

5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Para Peserta Diklat yang baik !

Di dalam butir 4 (b) mengenai uraian UMUM dari Penjelasan atas Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dinyatakan
bahwa materi undang-undang Cukai selain bertujuan membina dan mengatur,
juga memperhatikan prinsip : pemberian intensif yang bermanfaat bagi
pertumbuhan perekonomian nasional. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk
fasilitas pembebasan cukai.

Walaupun pada kegiatan belajar 1 telah disinggung masalah fasilitas cukai ini,
namun untuk mempermudah pemahaman atas fasilitas yang diberikan undang-
undang cukai tersebut, maka Penulis akan jelaskan lebih lanjut dengan
katagori sebagai berikut :

1. Fasilitas Tidak Dipungut Cukai

Sebagaimana diatur didalam pasal 4 ayat (1) bahwa : Pada dasarnya cukai
dipungut atas barang kena cukai, baik yang dibuat di Indonesia maupun yang
diimpor. Namun berdasarkan pasal 8 ayat (1) UU Nomor 11/1995 Jo. UU
Nomor 39/2007, menetapkan tentang adanya Cukai Tidak Dipungut atas
Barang Kena Cukai, berupa :
1). a. Tembakau Iris yang dibuat dari tembakau hasil tanaman di Indonesia
yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan
eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim dipergunakan,
apabila dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan
tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim

31
Pengantar Undang-Undang Cukai

dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau dan/atau pada kemasannya


ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi merek dagang, etiket, atau yang
sejenis itu ;
b. Minuman Mengandung Etil Alkohol hasil peragian atau penyulingan
yang dibuat oleh rakyat di Indonesia secara sederhana, semata-mata untuk
mata pencaharian dan tidak dikemas untuk penjualan eceran ;
Fasilitas ini diadakan dengan tujuan untuk memberikan keringanan kepada
masyarakat di beberapa daerah yang membuat barang tersebut secara
sederhana dan merupakan sumber mata pencaharian sehari-hari.
2). BKC yang diangkut terus dan diangkut lanjut dengan tujuan luar daerah
pabean
3) BKC yang diekspor ;
4). BKC yang dimasukkan kedalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan ;
5). BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang yang hasil akhirnya merupakan barang kena cukai ;
6). BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik,
Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk
dipakai.
Yang dimaksud dengan tidak dipungut cukai disini adalah : fasilitas berupa
pemberian keringanan kepada masyarakat di beberapa daerah tertentu yang
membuat barang tersebut secara sederhana yang bagi mereka merupakan
sumber mata pencaharian sehari-hari.
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena
cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya
cukai, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administrasi berupa
denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh)
kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

Selanjutnya secara garis besarnya dapat dijelaskan sebagai berikut :


1). Tembakau Iris yang berasal dari daun tembakau dalam negeri (Tembakau
Iris Tradisional), harus memenuhi ketentuan berikut ini :
(a). dalam pembuatannya tidak dicampur/ditambah dengan tembakau yang
berasal dari luar negeri ataupun bahan lain yang lazim digunakan (saus,
aroma atau air gula) ;

32
Pengantar Undang-Undang Cukai

(b). pada pengemasnya tidak dibubuhi/dilekati/dicantumkan cap, etiket, merk


dagang ataupun tanda khusus lainnya.
2). MMEA yang dibuat secara sederhana oleh rakyat Indonesia (MMEA
tradisional), harus memenuhi ketentuan :
a). dibuat oleh rakyat Indonesia ;
b). pembuatannya secara sederhana dengan peralatan yang sederhana dan
lazim digunakan oleh rakyat Indonesia ;
c). produksinya tidak melebihi 25 liter per hari ; dan
d). tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Tembakau Iris dan MMEA tradisional sebagai barang kena cukai yang
tidak dipungut cukainya, tidak wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Bea dan Cukai setempat dan pengangkutannya tidak wajib
dilindungi dokumen cukai.
3). Untuk BKC yang diangkut terus/diangkut lanjut, sebagaimana diatur
didalam pasal 24 UU Nomor 10 tahun 1995 Jo. UU Nomor 17 tahun 2006
tentang Kepabeanan, dinyatakan bahwa terhadap barang yang diangkut
terus ataupun diangkut lanjut, tidak dipungut Bea Masuk dan Pungutan
Impor lainnya. BKC yang diekspor juga tidak dipungut cukainya dengan
pertimbangan bahwa barang kena cukai dimaksud tidak dipakai di dalam
Daerah Pabean Indonesia.
4). Untuk BKC yang dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan,
termasuk BKC yang tidak dipungut cukainya, karena : BKC yang
dimasukkan ke Pabrik atau Tempat Penyimpanan, maka pemungutan cukai
baru akan dilakukan ketika BKC tersebut akan dikelurkan dari Tempat
Penyimpanan.
Untuk BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong
yang barang hasil akhirnya merupakan BKC, diatur sebagai berikut :
a. BKC yang dimasukkan ke Pabrik yang berasal dari Pabrik lain atau
Tempat Penyimpanan ; atau
b. BKC yang dimasukkan ke Pabrik yang berasal dari TPS (asal Impor).
5). Untuk BKC yang sebelum dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai
telah musnah atau rusak.

33
Pengantar Undang-Undang Cukai

2. Fasilitas Pembebasan Cukai

Berdasarkan pasal 9 ayat (1) UU Nomor 11 tahun 1995 Jo. UU Nomor 39


Tahun 2007, ditetapkan bahwa Pembebasan Cukai dapat diberikan atas
Barang Kena Cukai, berupa :
a. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan BKC ;
b. Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan ;
c. Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik ;
d. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada Badan atau
Organisasi Internasional di Indonesia ;
e. BKC yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas
batas atau kiriman dari luar negeri dalam jumlah yang ditentukan ;
f. BKC yang digunakan untuk tujuan sosial ;
g. BKC yang dimasukkan ke dalam tempat penimbunan berikat (TPB).
Pembebasan cukai dapat juga diberikan atas BKC tertentu, yaitu :
a) Etil Alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum ;
b) Minuman Mengandung Etil Alkohol dan Hasil Tembakau yang
dikonsumsikan oleh penumpang dan awak sarana pengangkut yang
berangkat langsung ke luar daerah pabean.
Yang dimaksud dengan pembebasan cukai disini adalah : fasilitas yang
diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan
atau Importir untuk tidak membayar cukai yang terutang. Tujuan dari
pemberian fasilitas ini adalah untuk mendukung pertumbuhan atau
perkembangan industri yang menggunakan Barang Kena Cukai sebagai
bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang
bukan merupakan Barang Kena Cukai, baik untuk tujuan ekspor maupun
untuk pemasaran di dalam negeri, seperti Etil Alkohol yang digunakan
sebagai bahan penolong untuk pembuatan obat-obatan. Namun Barang Kena
Cukai yang diberikan pembebasan sebagaimana dimaksud diatas, jumlahnya
dibatasi sesuai dengan kebutuhan penggunaannya secara wajar.
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir barang kena
cukai, atau setiap orang yang melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai

34
Pengantar Undang-Undang Cukai

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenai sanksi administrasi
berupa denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10
(sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.

3. Fasilitas Pembayaran Cukai Secara Berkala

Kalau kita membaca pasal 7 A ayat (1) UU Nomor 11 tahun 1995 Jo. UU
Nomor 39 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa : Pelunasan cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf a, pembayarannya dapat
diberikan secara berkala kepada Pengusaha Pabrik dalam jangka waktu
paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang
kena cukai, tanpa dikenai bunga.

4. Fasilitas Penundaan Pembayaran Cukai

Demikian pula bila kita melihat pada pasal 7 A ayat (2) UU Nomor 11 tahun
1995 Jo. UU Nomor 39 Tahun 2007, yang menyatakan bahwa :
1). Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada Pengusaha Pabrik
dalam jangka waktu :
a. paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal pemesanan pita cukai
bagi yang pelaksanaan pelunasannya dengan cara pelekatan pita cukai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) huruf b ;
b. paling lama 45 (empat puluh lima) hari sejak tanggal pengeluaran barang
kena cukai bagi yang pelaksanaan pelunasannya dengan cara
pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (3) huruf c.
2). Penundaan pembayaran cukai dapat diberikan kepada Importir barang
kena cukai dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal pemesanan pita cukai bagi yang pelaksanaan pelunasannya dengan
cara pelekatan pita cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3)
huruf b.
Yang dimaksud dengan “penundaan” adalah kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir dalam bentuk
penangguhan pembayaran cukai tanpa dikenai bunga.

35
Pengantar Undang-Undang Cukai

Yang dimaksud dengan “sejak tanggal pemesanan pita cukai” adalah tanggal
pendaftaran dokumen pemesanan pita cukai.
Untuk pembayaran secara berkala sebagaimana dimaksud pada ayat butir (3)
diatas Pengusaha Pabrik wajib menyerahkan jaminan. Jaminan dapat
berupa jaminan bank, jaminan dari perusahaan asuransi, atau jaminan
perusahaan (corporate guarantee).
Untuk mendapat penundaan sebagaimana dimaksud pada butir 4 (1) dan (2),
Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai wajib menyerahkan
Jaminan yang jenis dan besaran jaminannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri.
Jenis dan besaran jaminan ditetapkan dengan pertimbangan tingkat
kepatuhan dari Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai selama
mendapat penundaan. Misalnya, Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena
cukai yang tidak pernah melakukan pelanggaran atas penundaannya dapat
menyerahkan jaminan dalam bentuk jaminan perusahaan (corporate
guarantee).
Pengusaha Pabrik yang pelunasan cukainya dengan cara pembayaran berkala
sebagaimana dimaksud diatas yang tidak membayar cukai sampai dengan
jangka waktu pembayaran secara berkala berakhir, wajib membayar cukai
yang terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10%
(sepuluh persen) dari nilai cukai yang terutang.
Pengusaha Pabrik atau Importir barang kena cukai yang mendapat penundaan
sebagaimana dimaksud pada butir 4 (1) dan (2) yang tidak membayar cukai
sampai dengan jatuh tempo penundaan, wajib membayar cukai yang
terutang dan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 10% (sepuluh
persen) dari nilai cukai yang terutang.

5.2. Latihan

1. Berdasarkan pasal 7 UU Nomor 39 tahun 2007 untuk barang kena cukai yang
dibuat di Indonesia pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan,
bagaimana halnya dengan BKC yang di impor ?, serta bagaimana pula cara
pelunasannya ?. Jelaskan.

36
Pengantar Undang-Undang Cukai

2. Jelaskanlah apa bedanya antara tidak dipungut cukai dengan pembebasan


cukai dan berikan contohnya ?

3. Apa yang dimaksud dengan penundaan pembayaran cukai dan berapa lama
jangka waktu penundaan tersebut ?. Jelaskan.

4. Apa yang dimaksud dengan melanggar ketentuan tentang pembebasan cukai?.


Jelaskan.

5. Bagaimana cara merusak Etil Alkohol sehingga tidak baik untuk diminum ?.

5.3. Rangkuman

Modul ini mempelajari permasalahan yang berkaitan dengan adanya fasilitas


tidak dipungut cukai, pembebasan cukai, pembayaran cukai secara berkala dan
penundaan pembayaran cukai sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang
Cukai.
Fasilitas tidak dipungut cukai pada dasarnya diberikan terhadap barang, dalam hal
ini barang kena cukai yang tidak dipakai di dalam Daerah Pabean. Sedangkan
fasilitas pembebasan cukai diberikan berkaitan dengan tujuan Pemerintah untuk
mewujudkan tata kehidupan bangsa yang aman, tertib, sejahtera dan berkeadilan.
Begitu juga fasilitas pembayaran cukai secara berkala dan penundaan pembayaran
cukai, diberlakukan dengan tujuan untuk menunjang perekonomian nasional dan
perlindungan terhadap industri di dalam negeri.

37
Pengantar Undang-Undang Cukai

6. Kegiatan Belajar (KB) 5

PERIZINAN DI BIDANG CUKAI

6.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Para Peserta Diklat yang baik !

Setelah Saudara mempelajari berbagai hal yang bersifat umum mengenai


cukai, maka sampailah kita akan mempelajari ketentuan yang bersifat
administratif yaitu mengenai Perizinan.
Dalam pasal 14 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 mengatur tentang
perijinan yang intinya, bahwa para Pengusaha yang menjalankan usahanya di
bidang cukai, wajib memiliki ijin dari Menteri Keuangan.
Mungkin timbul pertanyaan dibenak Saudara, siapa sajakah yang wajib
memiliki ijin dimaksud ?.

1. Pengusaha yang wajib memiliki Izin


Ijin sebagaimana dimaksud diatas diberikan kepada :
Setiap orang yang akan menjalankan kegiatannya sebagai :
a. pengusaha pabrik ;
b. pengusaha tempat penyimpanan ;
c. importir barang kena cukai ;
d. penyalur ; atau
e. pengusaha tempat penjualan eceran,
wajib memiliki izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai
dari Menteri Keuangan.

2. Bentuk Izin
1) Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Penyalur
sebagaimana dimaksud pada butir (1) huruf d atau Pengusaha Tempat
Penjualan Eceran sebagaimana dimaksud pada butir (1) huruf e berlaku untuk
Etil Alkohol dan Minuman Mengandung Etil Alkohol.

38
Pengantar Undang-Undang Cukai

Kewajiban memiliki izin untuk menjalankan kegiatan sebagai Penyalur atau


Pengusaha Tempat Penjualan Eceran selain Etil Alkohol dan Minuman
Mengandung Etil Alkohol sebagaimana dimaksud diatas, ditetapkan dengan
Peraturan Menteri.
Importir barang kena cukai yang telah memiliki izin berupa Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai sebagaimana dimaksud pada butir (1) huruf c
dapat melaksanakan impor barang kena cukai.
2) Izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) diatas, diberikan kepada :
• orang yang berkedudukan di Indonesia ; atau
• orang yang secara sah mewakili badan hukum atau orang pribadi yang
berkedudukan di luar Indonesia.
3) Dalam hal pemegang izin sebagaimana dimaksud pada butir (2) huruf a
adalah orang pribadi, apabila yang bersangkutan meninggal dunia, izin dapat
dipergunakan selama dua belas bulan sejak tanggal meninggal yang
bersangkutan oleh ahli waris atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka
waktu tersebut, izin wajib diperbaharui.
3a) Izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) dapat dibekukan, dalam hal :
a. adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin melakukan
pelanggaran pidana di bidang cukai ;
b. adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi
dipenuhi ; atau
c. pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan
utangnya.
Yang dimaksud dengan “dibekukan” adalah tidak diperbolehkannya
melakukan kegiatan usaha di bidang cukai sampai dengan diterbitkannya
keputusan pemberlakuan kembali atau pencabutan izin, tanpa mengurangi
kewajiban yang harus diselesaikan kepada negara.
4) Izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) dapat dicabut, dalam hal :
• atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan ;
• tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun ;
• persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi ;
• pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang
pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia ;

39
Pengantar Undang-Undang Cukai

• pemegang izin dinyatakan pailit ;


• tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ;
• pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan undang-
undang ini ;
• pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30 ; atau
• Izin berupa Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai
dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan dengan
orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) diatas,
perlu dipenuhi persyaratan yang ditetapkan; apabila persyaratan yang
ditetapkan tidak lagi dipenuhi, izin dapat dicabut.
Izin untuk Badan Hukum atau Orang Pribadi yang berkedudukan di luar
Indonesia berdasarkan ketentuan yang diatur pada butir (2) hanya diberikan
kepada badan hukum atau orang pribadi yang berada di Indonesia yang
mewakilinya secara sah. Oleh karena itu, apabila badan hukum atau orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lagi mewakili secara sah badan hukum
atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia, izin dapat dicabut.
Pencabutan izin yang diatur dalam huruf ini merupakan sanksi tambahan yang
bersifat administratif (huruf g).
5) Dalam hal izin sebagaimana dimaksud pada butir (1) diatas dicabut,
terhadap barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang masih berada
di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus dilunasi cukainya dan
dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
5a) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir (5) tidak dipenuhi,
barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf a,
huruf b, dan huruf c dimusnahkan.
Barang kena cukai yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha
importir barang kena cukai, penyalur, dan pengusaha tempat penjualan
eceran, yang izinnya telah dicabut, harus dipindahkan ke tempat usaha
importir barang kena cukai, penyalur, atau pengusaha tempat penjualan
eceran lainnya atau dimusnahkan.

40
Pengantar Undang-Undang Cukai

5b) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi,
barang kena cukai sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf d
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
6) Ketentuan mengenai pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak
berlaku bagi Importir barang kena cukai, Penyalur, dan Pengusaha Tempat
Penjualan Eceran.
7) Setiap orang yang menjalankan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) tanpa memiliki izin dikenai sanksi administrasi berupa denda paling sedikit
Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Yang dimaksud dengan "menjalankan kegiatan" adalah segala perbuatan
yang berindikasi ke arah menjalankan kegiatan produksi, penyimpanan,
impor, penyaluran, atau penjualan barang kena cukai.
Sanksi administrasi yang diatur pada ayat ini dikenakan terhadap pelanggaran
yang tidak mengakibatkan kerugian negara.
8) Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan Perizinan
ini adalah PP No. 25/1996, namun karena berbenturan dengan perundang-
undangan Deperindag, maka dikeluarkanlah PP No. 5/1997).

B. Contoh

Pabrik EA di Malang memproduksi Etil Alkohol sebanyak 1.500 liter setiap


bulan, namun ketika diperiksa oleh Tim Operasi Pasar, ternyata Perusahaan
tersebut belum memiliki NPPBKC. Oleh karena itu Tim membuat Berita
Acara, dimana yang bersangkutan akan diproses lebih lanjut untuk disesuaikan
dengan ketentuan yang berlaku dan kemungkinannya Perusahaan tersebut bisa
dikenakan sanksi administrasi berupa denda paling sedikit Rp 20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah).

6.2. Latihan

41
Pengantar Undang-Undang Cukai

1. Menurut pasal 14 UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor 39/2007 mengenai


perijinan, siapakah yang bisa memperoleh ijin dan berupa apakah ijin tersebut
?.
2. Pengusaha yang bagaimana yang wajib memiliki ijin tersebut ?
3. Siapakah yang menerbitkan ijin tersebut ?.

6.3. Rangkuman

Para peserta Diklat yang baik!

Penjelasan panjang lebar sebagaimana diuraikan pada kegiatan belajar 5 diatas,


dapat penulis rangkum sebagai berikut :
1. Perijinan kegiatan bersifat administratif
2. Yang diberikan ijin adalah :
a. Badan Hukum berkedudukan di Indonesia
b. Orang Pribadi berkedudukan di Indonesia
3. Perijinan sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 11/1995 Jo. UU Nomor
39/2007, dilaksanakan dalam bentuk NPPBKC.
4. Yang wajib memilik ijin adalah :
a. Pengusaha Pabrik BKC ;
b. Pengusaha Tempat Penyimpanan BKC ;
c. Pengusaha T.P.E. BKC tertentu ;
d. Importir BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai.
5. Bentuk form NPPBKC ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

7. Test Formatif

Pilihan Ganda

Pilih satu jawaban yang menurut Saudara paling tepat!


1. Undang-undang cukai dibuat dilatarbelakangi perundang-undangan cukai yang
lama yang terdiri dari 5 Ordonansi dirasakan sudah ketinggalan jaman. Hal itu
dikarenakan ke lima ordonansi cukai bersifat, kecuali :
a. Diskriminatif

42
Pengantar Undang-Undang Cukai

b. Aspiratif dan Konsekuen


c. Tidak memenuhi tuntutan pembangunan
d. Tidak dapat memenuhi perannya sebagai alat pembaharuan sosial

2. Definisi dari Cukai adalah :


a. Pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang
mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam UU Cukai.
b. Yang dimaksud dengan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau
karakteristik yang ditetapkan adalah barang-barang yang dalam
pemakaiannya antara lain perlu dibatasi atau diawasi.
c. Pajak tidak langsung yang kewajiban pembayarannya dapat dialihkan
kepada pihak lain.
d. Pernyataan a dan b benar.

3. Jenis barang yang termasuk Barang Kena Cukai (BKC) ditentukan dalam
undang-undang, yaitu undang-undang :
a. UU No. 10/1995 `Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang cukai
b. UU No. 10/1995 Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang kepabeanan
c. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang cukai
d. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 pasal 4 tentang kepabeanan

4. Barang Kena Cukai (BKC) adalah sebagai berikut, kecuali :


a. Etil Alkohol (EA) dengan rumus kimia C2 H5 OH,
b. Minuman mengandung etil alkohol (MMEA)
c. Hasil Tembakau (HT)
d. Minuman ringan berkarbonansi

5. Fasilitas dibidang cukai yaitu :


a. Tidak dipungut cukai, pembebasan cukai, penundaan pembayaran atas
pemesanan pita cukai.
b. Pembayaran cukai sementara.
c. Pengembalian cukai
d. Audit cukai.

6. Pengawasan di Bidang Cukai dibidang cukai adalah :

43
Pengantar Undang-Undang Cukai

a. Pengawasan Administrasi, contohnya kewajiban membuat pembukuan.


b. Pengawasan Fisik, contohnya pencacahan atas BKC tertentu, yaitu EA dan
MMEA.
c. Pengawasan surveyland.
d. Pernyataan a dan b benar.

7. Untuk menegakkan ketentuan dibidang cukai perlu diadakan sanksi. Sanksi di


bidang cukai sama dengan sanksi di bidang pabean yaitu ada dua jenis sebagai
berikut :
a. Sanksi Administrasi, contohnya menyalahgunakan Fasilitas Cukai dikanai
denda administrasi maksimum 10 X nilai cukai, minimum 2 X nilai cukai
yang seharusnya dibayar.
b. Sanksi Pidana, contohnya pengusaha BKC yang membuat/ menggunakan
buku atau dokumen palsu dikenakan sanksi penjara maksimum 6 tahun
dan denda maksimum Rp. 150 juta.
c. Pernyataan a dan b benar.
d. Pernyataan a dan b salah.

8. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang cukai memperhatikan prinsip-


prinsip sebagai berikut, kecuali :
a. Keadilan dalam keseimbangan
b. Pemberian insentif bagi pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang
berprestasi.
c. Pembatasan dalam rangka perlindungan masyarakat
d. Netral dalam pemungutan cukai

9. Tempat tertentu termasuk bangunan, halaman dan lapangan yang merupakan


bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan Barang Kena
Cukai (BKC) dan/atau untuk mengemas BKC dalam kemasan untuk penjualan
eceran, adalah definisi dari :
a. Pabrik
b. Tempat Penyimpanan
c. Tempat Penjualan Eceran
d. Daerah Pabean

44
Pengantar Undang-Undang Cukai

10. Tempat, bangunan dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari
pabrik yang dipergunakan untuk menyimpan BKC berupa etil alkohol yang
masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual atau diekspor,
adalah definisi dari :
a. Pabrik
b. Tempat Penyimpanan
c. Tempat Penjualan Eceran
d. Daerah Pabean

11. Tempat untuk menjual secara eceran BKC kepada konsumen akhir, adalah
definisi dari :
a. Pabrik
b. Tempat Penyimpanan
c. Tempat Penjualan Eceran
d. Daerah Pabean

12. Dokumen cukai adalah :


a. dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan undang-undang
cukai,
b. dalam bentuk formulir, atau
c. melalui media elektronik.
d. Pernyataan a, b dan c benar.

13. Tarif cukai untuk menentukan pungutan cukai terdiri dari :


a. Tarif spesifik
b. Tarif advalorem
c. Tarif dasar
d. Pernyataan a dan b benar

14. Tarif advalorem adalah tarif yang berdasarkan :


a. Prosentase dari harga dasar
b. Prosentase dari harga pasar
c. Prosentase dari harga internasional
d. Pernyataan a, b dan c tidak benar.

45
Pengantar Undang-Undang Cukai

15. Berdasarkan UU Cukai disebutkan bahwa harga dasar berdasarkan Harga Jual
Pabrik (HJP) dan Harga Jual Eceran (HJE), tetapi dalam prakteknya harga
dasar ditetapkan oleh :
a. Menteri Keuangan berdasarkan HJE.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan HJE
c. Direktorat Cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan HJE
d. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat berdasarkan HJE

16. Jenis penerimaan negara dari sektor cukai adalah sebagai berikut :
a. Cukai
b. PPN hasil tembakau
c. Denda Administrasi
d. Pernyataan a, b dan c ditambah uang pengganti ongkos cetak pita cukai

17. Berdasarkan Undang-undang Cukai, Barang Kena Cukai yang dibuat di


Indonesia terutang cukai pada saat :
a. Dikeluarkan dari Pabrik
b. Selesai dibuat menjadi Barang Kena Cukai
c. Dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan
d. Dibeli oleh konsumen

18. Sedangkan untuk Barang Kena Cukai yang di Impor terutang cukai pada saat :
a. Di Impor Untuk Dipakai
b. Di impor untuk di ekspor
c. Pemasukannya ke dalam Daerah Pabean Indonesia
d. Dikonsumsi oleh Konsumen

19. Pelunasan cukai diatur dalam UU cukai adalah sebagai berikut :


a. Untuk BKC yang dibuat di dalam negeri, pelunasannya pada saat
pengeluaran BKC dari pabrik atau Tempat penyimpanan.
b. Sedangkan untuk BKC impor pelunasan cukai pada saat BKC tersebut
diimpor untuk dipakai.
c. Pernyataan a dan b salah
d. Pernyataan a dan b benar

46
Pengantar Undang-Undang Cukai

20. Etil alkohol dan MMEA buatan dalam negeri cara pelunasannya adalah
dengan cara :
a. Pembayaran
b. Pelekatan pita cukai
c. Pembayaran atau Pelekatan pita cukai
d. Dengan jaminan bank

21. Hasil Tembakau (HT) dan MMEA impor cara pelunasannya adalah dengan
cara :
a. Pembayaran
b. Pelekatan pita cukai
c. Pembayaran atau Pelekatan pita cukai
d. Dengan jaminan bank

22. Sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007,
disebutkan bahwa Direktur Jenderal Bea dan Cukai melakukan penagihan
terhadap :
a. Utang cukai yang tidak dilunasi pada waktunya.
b. Kekurangan cukai karena kesalahan perhitungan dalam dokumen
pemberitahuan atau pemesanan pita cukai.
c. Denda administrasi
d. Pernyataan a, b dan c benar.

23. Tagihan atas cukai harus sudah dilunasi paling lambat dalam waktu :
a. 14 (empat belas) hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan.
b. 28 (dua puluh delapan) hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan.
c. 42 (empat puluh dua) hari setelah tanggal diterimanya surat tagihan.
d. 1 (satu) bulan setelah tanggal diterimanya surat tagihan.

24. Untuk melaksanakan prinsip UU cukai antara lain keadilan dalam


keseimbangan maka sehubungan dengan hal tersebut ada aturan tentang
pengembalian yaitu pada pasal 12 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007,
disebutkan bahwa pengembalian cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal
a. Terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan perhitungan, Barang
Kena Cukai diekspor atau BKC mendapatkan pembebasan

47
Pengantar Undang-Undang Cukai

b. BKC dimasukkan kembali ke pabrik untuk dimusnahkan atau diolah


kembali.
c. Penukaran Pita Cukai atau terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat
keputusan lembaga banding
d. Pernyataan a, b dan c benar

25. Berdasarkan pasal 8 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 dinyatakan bahwa
Cukai tidak dipungut terhadap, kecuali :
a. Tembakau iris yang bahan bakunya tembakau tanaman dalam negeri yang
dibuat secara tradisional, dikemas ataupun tidak, bukan disiapkan untuk
penjualan eceran dan minuman mengandung etil alkohol dibuat secara
sederhana oleh rakyat di Indonesia, tidak dikemas untuk penjualan eceran
dan semata-mata untuk mata pencaharian.
b. BKC yang diangkut terus dan diangkut lanjut, BKC yang diekspor dan
BKC yang dimasukkan ke dalam Pabrik atau tempat penyimpanan
c. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong yang hasil
akhirnya merupakan Barang Kena Cukai dan BKC telah musnah atau
rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik atau tempat penyimpanan atau
sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai.
d. BKC Impor Untuk Dipakai.

26. Pembebasan cukai diatur dalam pasal 9 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007
dapat diberikan atas Barang Kena Cukai :
a. Yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang hasil akhir yang bukan merupakan BKC, untuk
keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk
keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia berdasarkan asas timbal balik.
b. Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau
organisasi intenasional di Indonesia, yang digunakan untuk tujuan sosial.
c. Etil alkohol yang dirusak sehingga tidak baik untuk diminum, MMEA dan
hasil tembakau yang dikonsumsi oleh penumpang dan awak sarana yang
berangkat langsung ke luar Daerah Pabean dan yang dibawa oleh

48
Pengantar Undang-Undang Cukai

penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas atau kiriman dari


Luar Negeri dalam jumlah yang ditentukan.
d. Pernyataan a, b dan c benar.

27. Pengusaha pabrik atau importir yang melunasi cukainya dengan cara pelekatan
pita cukai, dapat diberi penundaan pembayaran cukai atas pemesanan pita
cukai selama-lamanya tiga bulan sejak dilakukan pemesanan pita cukai.
Pasal tersebut terdapat di :
a. pasal 7 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007
b. pasal 8 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007
c. pasal 9 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007
d. pasal 10 ayat (6) UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007

28. Ijin yang diterangkan dalam pasal 14 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007
diberikan kepada :
a. Badan Hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di Indonesia ;
b. Badan Hukum atau orang pribadi yang secara sah mewakili badan hukum
atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia ;
c. Setiap perusahaan dibidang BKC ;
d. Pernyataan a dan b benar.

29. Yang wajib memiliki ijin adalah para pengusaha sebagai berikut, kecuali :
a. Pengusaha yang Wajib Memiliki Izin
b. Pengusaha Pabrik Barang Kena Cukai
c. Pengusaha Tempat Penyimpanan BKC
d. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran Barang Kena Cukai tertentu.

30. Perijinan di UU No. 11/1995 dilaksanakan dalam prakteknya berupa NPPBKC


(Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai), yang mana bentuk form
NPPBKC ditetapkan oleh :
a. Menteri Keuangan.
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
c. Direktorat Cukai pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
d. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai setempat

49
Pengantar Undang-Undang Cukai

8. Kunci Jawaban Test Formatif

1. b 11. c 21. b
2. d 12. d 22. d
3. c 13. d 23. a
4. d 14. a 24. d
5. a 15. a 25. d
6. d 16. d 26. d
7. c 17. b 27. a
8. b 18. c 28. d
9. a 19. d 29. a
10. b 20. a 30. a

9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Para Peserta Diklat yang baik,


Latihan dan Tes Formatif telah Anda kerjakan. Namun demikian cobalah periksa
kembali dengan teliti, apakah Anda telah menjawabnya dengan benar ?. Apabila
Anda telah menjawabnya dengan baik dan benar (yang dimaksud dengan benar
bila telah mencapai nilai + 80 %), maka Anda telah mengusai materi pelajaran ini
dengan baik. Dengan hasil tersebut, maka Anda dapat mempelajari Modul
berikutnya.
Selamat Belajar dan Semoga sukses selalu.

10. Daftar Pustaka

1) NKRI Undang-Undang No. 17/2006 jo. UU No. 10/1995 tentang


Kepabeanan ;
2) NKRI Undang-Undang No. 39/2007 jo. UU No. 11/1995 tentang
Cukai ;
3) NKRI Undang-Undang No. 17/1997 jo. UU No. 14/2002 tentang
Pengadilan Pajak ;
4) NKRI Undang-Undang No. 19/1997 jo. UU No. 19/2002 tentang
Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa ;

50
Pengantar Undang-Undang Cukai

5) NKRI Undang-Undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana ;


6) Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 24/1996 tentang Sanksi
Administrasi di Bidang Cukai ;
7) Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 25/1996 tentang Izin Pengusaha
Barang Kena Cukai ;
8) Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 23/1996 tentang Penindakan di
Bidang Cukai dan produk hukum lainnya yang berkaitan
dengan pelaksanaan UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007
tentang Cukai
9) Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 24/1996 tentang Sanksi
Administrasi di Bidang Cukai
10) Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 5/1997 tentang Nomor Pokok
Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) ;
11) Dep.Keuangan Keputusan Menteri Keuangan R.I Nomor : 02/KMK.01/
2001 tentang Struktur Organisasi Departemen Keuangan R.I

51
Pengantar Undang-Undang Cukai

DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF SPESIALISASI II

MODUL II
TEHNIK PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PEMBAYARAN
INTERNASIONAL

DISUSUN OLEH :

DRS. ZAINAL ABIDIN M.M


WIDYAISWARA PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI

PUSDIKLAT BEA DAN CUKAI


BADAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA 2007

52
Pengantar Undang-Undang Cukai

KATA PENGANTAR

Puji dan puja syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan petunjukNya, sehingga Modul ini dapat kami selesaikan pada waktunya.
Modul ini semoga dapat digunakan oleh Pusdiklat Bea dan Cukai dalam memenuhi
kebutuhannya dalam proses belajar mengajar, terutama bagi Peserta pendidikan dan
pelatihan yang nantinya akan digunakan sebagai bahan ajar.
Modul ini disusun berdasarkan materi yang berkaitan dengan Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 sebagai Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai.
dari Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Tim Penyusun Modul dan
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi, sehingga Modul ini dapat disajikan
kepada Saudara-saudara sekalian.
Kami menyadari akan keterbatasan sarana dan bahan dalam penyusunan
Modul ini, oleh karena itu kami harapkan masukkan untuk penyempurnaannya dari
Saudara-saudara sekalian.

Jakarta, Oktober 2007


Kepala Pusdiklat Bea dan Cukai

( Drs. Endang Tata )

53
Pengantar Undang-Undang Cukai

DAFTAR ISI

Halaman
Kata Pengantar...................................................................................................... 1
Daftar Isi............................................................................................................... 2
2. PENDAHULUAN
2.1. Latar Belakang...................................................................................... 4
2.2. Deskripsi Singkat.................................................................................. 4
2.3. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)....................................................... 5

2.4. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)………………………………….. 6

2. Kegiatan Belajar (KB) 1 :


PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................. 8

2.2. Latihan.................................................................................................. 11
2.3. Rangkuman.......................................................................................... 11

3. Kegiatan Belajar (KB) 2 :


KETENTUAN LARANGAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................ 12
2.2. Latihan................................................................................................. 14
2.3. Rangkuman.......................................................................................... 15

4. Kegiatan Belajar (KB) 3 :


WEWENANG BEA DAN CUKAI
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................ 16
2.2. Latihan................................................................................................. 19
2.3. Rangkuman.......................................................................................... 20

5. Kegiatan Belajar (KB) 4 :


SANKSI, KEBERATAN, BANDING DAN GUGATAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................ 21
2.2. Latihan................................................................................................. 24

54
Pengantar Undang-Undang Cukai

2.3. Rangkuman.......................................................................................... 24
6. Kegiatan Belajar (KB) 5 :
KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN
2.1. Uraian, contoh dan non contoh............................................................ 26
2.2. Latihan................................................................................................. 30
2.3. Rangkuman.......................................................................................... 30

7. Tes Formatif.................................................................................................. 31
10. Kunci Jawaban Tes Formatif........................................................................ 37
11. Umpan Balik dan Tindak Lanjut................................................................... 38
10. Daftar Pustaka............................................................................................... 38

55
Pengantar Undang-Undang Cukai

PENGANTAR UNDANG-UNDANG CUKAI


3. PENDAHULUAN

3.1. Latar Belakang

Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
sejak tahun 2004 telah melakukan reformasi birokrasi secara bertahap dan pada
tahun 2006 telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 sebagai
Perubahan dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan
pada tahun berikutnya telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2007 sebagai Perubahan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang
Cukai, dimana kedua undang-undang tersebut merupakan dasar bagi Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai untuk melakukan tugas fungsionalnya dalam pemungutan
pajak negara dalam bentuk Bea Masuk dan Cukai.
Oleh karena itulah para peserta Diklat Tehnis Substantif Dasar I, walaupun hanya
pada tingkat dasar, mereka diberikan materi pelajaran mengenai Pengantar
Undang-Undang Cukai.

1.2. Deskripsi Singkat

Mata pelajaran cukai ini dirancang untuk pegawai atau calon pegawai Bea dan
Cukai, sebagai bekal dalam melaksanakan tugas kedinasan. Hal itu dimaksudkan
agar memperlancar tugas pekerjaan Saudara sehari-hari.
Untuk mempermudah mempelajari modul ini, penulis susun dalam beberapa
kegiatan belajar. Adapun kegiatan-kegiatan belajar tersebut adalah sebagai berikut
:
a. Pembukuan dan Pencacahan ;
b. Ketentuan Larangan ;
c. Wewenang Pejabat Bea dan Cukai ;
d. Sanksi, Keberatan, Banding dan Gugatan ;
e. Ketentuan Pidana dan Penyidikan ;
Dengan demikian pembelajaran kita mengenai Pengantar Undang Undang Cukai
telah selesai. Semoga pembelajaran ini bermanfaat bagi tugas-tugas selanjutnya.

56
Pengantar Undang-Undang Cukai

Pembabakan dalam pembelajaran ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 1

9 10
Keberatan, Banding dan Ketentuan Pidana dan
Gugatan Penyidikan

8
Wewenang Pejabat Bea
dan Cukai

5 6 7
Perizinan di Bidang Pembukuan dan Ketentuan Larangan
Cukai Pencacahan

3 4
Penerimaan Negara dari Fasilitas di Bidang
Sektor Cukai Cukai

2
Ketentuan Umum dan
Pengertian

1
Gambaran Umum
tentang Cukai

2.4. Tujuan Pembelajaran Umum (TIU)


Dengan mempelajari materi pelajaran ini, Peserta Diklat dapat memahami secara
umum mengenai maksud dan tujuan pemungutan cukai.
2.5. Tujuan Pembelajaran Khusus (TIK)

57
Pengantar Undang-Undang Cukai

Relevansi dan Manfaat Mata Pelajaran Cukai :


Keputusan Menteri Keuangan No. 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001
menyebutkan bahwa : Dalam melaksanakan tugas Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai menyelenggarakan fungsi antara lain :
a. Penyiapan perumusan kebijaksanaan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Oleh karena itulah Saudara sebagai pegawai Bea dan Cukai, sangatlah penting
bagi Saudara untuk mempelajari dan memahami tentang perundang-undangan
cukai, karena hal ini sangatlah bermanfaat dalam pelaksanaan tugas Saudara
sehari-hari. Pengetahuan cukai yang Saudara pelajari ini baru berada pada tahap
awal dan Saudara diharapkan dapat mengembangkannya lebih lanjut di kemudian
hari.
Pada Modul ke II ini pembahasan akan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
Jo. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai akan kita lanjutkan,
meliputi pembahasan mengenai :
A. Sistem Pengawasan di Bidang Cukai, yang terdiri dari :
2) Pembukuan dan Pencacahan, merupakan salah satu sistem Pengawasan
Administratif dan Pengawasan Phisik. Karena melalui pembukuan dan
pencatatan yang dilakukan secara tertib dan benar inilah, maka pengawasan
secara phisik melalui pencacahan dapat diterapkan secara menyeluruh dan
maksimal.
3) Ketentuan Larangan yang berkaitan dengan larangan di Pabrik dan Tempat
Penyimpanan dan tempat-tempat lainnya ;
4) Wewenang Pejabat Bea dan Cukai, termasuk Kewenangan Penyidikan dan
Penyitaan ;
5) Sanksi, baik yang berkaitan dengan Sanksi Pidana maupun Sanksi
Administrasi
B. Keberatan, Banding dan Gugatan serta upaya hukum setentangnya,
merupakan hak dari Pengusaha untuk memperoleh keadilan atas penetapan
keputusan yang telah dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai.

58
Pengantar Undang-Undang Cukai

Dalam menjabarkan materi tersebut diatas, Penulis berusaha untuk menjelaskan


secara berurutan sesuai dengan urutan pembahasannya dalam undang-undang itu
sendiri, dengan penjelasan-penjelasan dan juga contoh-contoh. Sehingga
diharapkan para Peserta Diklat dapat lebih memahami dan mengeterapkan
ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan cukai dalam pelaksanaan
tugas sehari-hari.

Akhirnya Penulis berharap agar para Peserta Diklat dapat belajar dan bekerja
dengan baik dan bersungguh-sungguh, sehingga memperoleh hasil yang sesuai
dengan harapan yang diinginkan baik oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,
maupun bagi diri pribadi Peserta Diklat itu sendiri.

59
Pengantar Undang-Undang Cukai

3. Kegiatan Belajar 1 :

PEMBUKUAN DAN PENCACAHAN

2.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Para Peserta Diklat yang baik !


Kiranya perlu Penulis kemukakan disini bahwa Pasal 16 Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, mengatur mengenai Pembukuan dan
Pencacahan. Bila kita melihat dari sudut manajemen, maka setiap adanya
tindakan atau kegiatan dalam suatu organisasi, senantiasa diikuti dengan
adanya pengawasan, karena untuk mencapai sasaran yang diinginkan oleh
suatu organisasi, maka pengawasan harus berjalan dengan baik. Pengawasan
yang berkaitan dengan cukai dilakukan melalui sistem pengawasan secara
administratif yaitu berupa pembukuan dan atau pencatatan, dan pengawasan
secara phisik yaitu berupa pencacahan.
Maksud sistem pencatatan dan pembukuan serta sistem pencacahan, semata-
mata ditujukan untuk menjamin tercapainya efektifitas pelaksanaan
perundang-undangan di bidang cukai. Walaupun keberhasilannya tergantung
dari para petugas atau manusia yang melaksanakan pengawasan itu sendiri.

Pengawasan Administratif di Bidang Cukai diterapkan dalam bentuk :

1. Pengawasan Administratif
Berkaitan dengan pengawasan administratif dimaksud diatas, maka
berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai,
mengatur tentang :
a. Kewajiban Pembukuan :
(1) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir BKC, atau
Penyalur, wajib menyelenggarakan pembukuan.

60
Pengantar Undang-Undang Cukai

(2) Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib


melakukan pencatatan ad. Pengusaha Pabrik skala kecil, Penyalur skala
kecil yg wajib memiliki izin, dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran
yang wajib memiliki izin.
(3) Pengusaha Pabrik wajib memberitahukan secara berkala kpd Kepala
Kantor ttg BKC yg selesai dibuat.
(4) Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir BKC, atau
Penyalur yg wajib memiliki izin, yg tidak menyelenggarakan pembukuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

b. Kewajiban Pencatatan :
a) Kewajiban pencatatan bagi Pengusaha Pabrik, adalah :
1. Mencatat ke dalam Buku Persediaan mengenai BKC yang dibuat di
Pabrik, dimasukkan ke Pabrik atau dikeluarkan dari Pabrik.
1. Melaporkan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang
telah selesai dibuat.
b) Kewajiban pencatatan bagi Pengusaha Tempat Penyimpanan, adalah :
1. Mencatat ke dalam Buku Persediaan mengenai BKC yang dimasukkan ke
atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan.
2. Melaporkan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang
dimasukkan ke atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan.
c) Kewajiban bagi Pejabat Bea dan Cukai adalah sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan Buku Rekening BKC untuk setiap Pengusaha Pabrik
atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengenai BKC tertentu yang masih
terutang Cukai yang berada didalamnya.
2. Mencatat BKC yang masih terutang Cukai ke dalam Buku Rekening BKC,
atas pemberitahuan berkala yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik dan
atau Pengusaha Tempat Penyimpanan.
Pembukuan wajib diselenggarakan dengan baik yang mencerminkan keadaan
atau kegiatan usaha yang sebenarnya dan sekurang-kurangnya terdiri dari
catatan mengenai harta, kewajiban, modal, pendapatan, biaya, dan arus
keluar masuknya BKC.

61
Pengantar Undang-Undang Cukai

Pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai
di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali
peraturan perundang-undangan di bidang cukai menentukan lain. Hal tersebut
dimaksudkan agar pembukuan yang diselenggarakan dapat dipercaya dan
diandalkan dalam rangka pengawasan terhadap produksi BKC, peredaran
BKC, dan/atau Nilai Cukai yg seharusnya dibayar.
Pembukuan yang diselenggarakan wajib menggunakan huruf latin, angka arab,
mata uang rupiah, serta bahasa Indonesia, atau dengan mata uang asing dan
bahasa lain yang diizinkan oleh Menteri.
Laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha serta
surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, wajib disimpan
selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usaha si Pengusaha bersangkutan.
Dalam hal data yang disimpan berupa data elektronik wajib dijaga keandalan
sistem pengolahan data yang digunakan, agar data elektronik yang disimpan
dapat dibuka, dibaca, atau diambil kembali suatu saat.

Selanjutnya berkaitan dengan pencatatan diatas, maka terhadap Pengusaha


Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir BKC, atau Penyalur
yang wajib memiliki izin, yang tidak melaksanakan ketentuan diatas, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima
juta rupiah).
Pengusaha Pabrik skala kecil, Penyalur skala kecil yang wajib memiliki izin,
dan Pengusaha Tempat Penjualan Eceran yang wajib memiliki izin, yang tidak
melakukan pencatatan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
Begitu juga bagi Pengusaha Pabrik yang tidak memberitahukan BKC yang
selesai dibuat, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 (dua) kali
nilai cukai dari BKC yang tidak diberitahukan.

2. Pengawasan Phisik
Lebih lanjut berkaitan dengan pengawasan Phisik, maka berdasarkan Pasal 16
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai, juga mengatur tentang
:

62
Pengantar Undang-Undang Cukai

1. Kewajiban Pencacahan (termasuk Pemeriksaan) :


a. Pejabat Bea dan Cukai dapat mencacah BKC tertentu yang ada di Pabrik
atau Tempat Penyimpanan.
b. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas Pabrik,
Tempat Penyimpanan BKC yang belum dilunasi cukainya atau
memperoleh pembebasan cukai.
c. Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan
atau tempat lain secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan
bangunan atau tempat lain yang dimaksud butir a tersebut.
d. Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang memeriksa Tempat Penjualan
Eceran atau tempat lain yang didalamnya terdapat BKC.
e. Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa
sarana pengangkut serta BKC yang berada di atasnya.
f. Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengunci, menyegel, dan/atau
melekatkan tanda pengaman yang diperlukan pada bagian-bagian dari
pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat
lain atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat BKC guna
pengamanan Cukai.

B. Contoh
Suatu ketika Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Kudus
melakukan operasi pasar atas BKC yang beredar di wilayah kabupaten Kudus
dan sekitarnya. Saat operasi pasar tersebut Tim menemukan adanya Pabrik
Rokok skala kecil yang tidak memiliki NPPBKC. Atas temuan tersebut Tim
menindak lanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku.

2.2. Latihan

1. Pengawasan dibidang cukai secara garis besar dibagi menjadi dua, apa saja itu
dan jelaskan !.
2. Siapakah yang wajib melakukan pengawasan administratif ?.
3. Jelaskan tentang kewajiban masing-masing pengawas ?.

3.3. Rangkuman

63
Pengantar Undang-Undang Cukai

Para peserta Diklat yang baik !

Uraian panjang lebar pada kegiatan belajar diatas dapat Penulis rangkum sebagai
berikut :
a. Pengawasan mempunyai fungsi yang sangat penting guna pencapaian sasaran
yang telah direncanakan.
b. Pengawasan dapat dibagi atas dua jenis, yaitu :
1. Pengawasan administrative ;
2. Pengawasan fisik.
c. Yang berkewajiban melakukan pengawasan adminitratif adalah :
1. Pengusaha BKC ;
2. Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pelayanan setempat.
d. Sedangkan yang berkewajiban melakukan pemeriksaan fisik adalah pejabat
Bea dan Cukai Kantor Pelayanan setempat.

64
Pengantar Undang-Undang Cukai

3. Kegiatan Belajar (KB) 2

KETENTUAN LARANGAN

3.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Bab IX UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang Cukai mengatur secara
khusus mengenai Ketentuan Larangan, yang secara garis besarnya dapat
dibagi atas empat, yaitu :

1. Larangan di Pabrik

Didalam Pabrik BKC dilarang menghasilkan barang selain Barang Kena


Cukai yang di tetapkan dalam surat ijin yang bersangkutan, yaitu NPPBKC
yang telah dimiliki Pengusaha tersebut.
Selain itu didalam Pabrik BKC yang pelunasan cukainya dengan cara
pelekatan pita cukai juga dilarang hal-hal berikut ini :
a. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai.
b. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan
pita cukai yang masih utuh.

2. Larangan di Tempat Penyimpanan

Didalam Tempat Penyimpanan dilarang :


a. Menyimpan BKC tertentu yang telah dilunasi cukainya atau yang
mendapat pembebasan cukai.
b. Menyimpan barang selain BKC tertentu yang ditetapkan dalam surat ijin
bersangkutan.
Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan
pembebasan cukai, yang kedapatan berada di dalam Tempat Penyimpanan
dianggap belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai.
3. Larangan di Tempat Usaha Importir

65
Pengantar Undang-Undang Cukai

Ditempat usaha Importir BKC yang pelunasan cukainya dengan cara


pelekatan pita cukai dilarang :
a. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai.
b. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan
pita cukai yang masih utuh.

4. Larangan di Tempat Penjualan Eceran

Sebagaimana ditempat-tempat yang disebutkan di atas, ditempat penjualan


eceran BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan pita cukai
dilarang pula :
a. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai dengan pita
cukai yang masih utuh.
b. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan
pita cukai yang masih utuh.

B. Contoh
Suatu ketika Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Kediri
melakukan operasi pasar atas BKC yang beredar di wilayah kabupaten Kudus
dan sekitarnya. Saat operasi pasar tersebut Tim menemukan adanya Tempat
Penjualan Eceran Rokok skala kecil yang menyimpan atau menyediakan
pengemas BKC yang telah dipakai dengan pita cukai yang masih utuh.
Atas temuan tersebut Tim menindak lanjutinya sesuai ketentuan yang berlaku.

3.2. Latihan 2

1. Dalam Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang


Cukai, pada bab berapakah yang membahas perihal larangan ?.
2. Larangan di Pabrik apa saja ?.
3. Larangan di Tempat Penyimpanan apa saja ?.
4. Larangan di Tempat Usaha Importir meliputi apa saja ?.
5. Larangan di Tempat Penjualan Eceran terdiri dari apa saja ?.
3.3. Rangkuman

66
Pengantar Undang-Undang Cukai

Para peserta Diklat yang baik!

Materi yang Penulis uraikan panjang lebar pada kegiatan belajar ini dapat di
rangkum sebagai berikut :
a. Larangan adalah sesuatu hal yang harus dihindari, sebab bila dilanggar jelas
ada sanksi atau resikonya yang akan dibebankan kepada yang bersangkutan.
b. Larangan di Pabrik, di Tempat Usaha Importir dan di TPE tidak boleh
menyimpan pita cukai bekas. Larangan ini bertujuan agar pita cukai tersebut
tidak disalahgunakan (pemakaian berulang).
c. Adapun larangan di Tempat Penyimpanan bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan fungsi dari Tempat Penyimpanan itu sendiri.

4. Kegiatan Belajar (KB) 3

67
Pengantar Undang-Undang Cukai

WEWENANG BEA DAN CUKAI

4.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Kewenangan Bea dan Cukai diatur pada Bab X dan Bab XIII serta peraturan
perundang-undangan lainnya. Secara garis besarnya kewenangan tersebut
dapat dibagi sebagai berikut :

1. Kewenangan Umum

Kewenangan Umum biasa disebut juga sebagai kewenangan administratif.


Disebut kewenangan umum, karena berdasarkan Undang-undang Cukai
kewenangan ini melekat pada diri semua Pegawai Bea dan Cukai, sebagai
contoh dari kewenangan umum ini adalah : Pejabat Bea dan Cukai berwenang
a. Memeriksa, mencegah dan menyegel BKC
b. Menggunakan senjata api dalam melaksanakn tugas.
c. Meminta bantuan kepada instansi lainnya.
d. Memeriksa Pabrik, Tempat Penyimpanan dan tempat-tempat lain yang
digunakan untuk menyimpan BKC yang belum dilunasi cukainya atau
memperoleh pembebasan cukai.
e. Memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang
didalamnya terdapat BKC.
f. Mengambil contoh Barang Kena Cukai.
g. Menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut yang mengangkut BKC.
h. Memeriksa Buku, Catatan atau Dokumen yang berkaitan dengan Barang
Kena Cukai.
i. Mengunci, menyegel dan atau melekatkan tanda pengaman pada bagian-
bagian dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran,
Tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat
BKC, guna pengamanan Cukai.

68
Pengantar Undang-Undang Cukai

2. Kewenangan Khusus

Kewenangan ini biasa disebut juga sebagai kewenangan yuridis. Dapat juga
dikatakan sebagai kewenangan khusus, karena kewenangan ini hanya dimiliki
secara khusus oleh Pejabat Bea dan Cukai tertentu saja, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan khusus yang mengaturnya. Kewenangan
Khusus ini dapat dibagai atas dua, yaitu :

a. Kewenangan Penyidikan
Berkaitan dengan tindak pidana di bidang cukai, maka sesuai UU No. 8/81
tentang KUHP maka yang berhak memeriksa/menyidik, adalah Penyidik
Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai (PPNSBC).
PPNS Bea dan Cukai karena kewajibannya berwenang :
1. Menerima laporan atau kereangan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana dibidang cukai.
2. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi.
3. Melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana dibidang cukai.
4. Memotret dan/atau merekam malalui media audio visual terhadap orang,
barang, sarana pengangkut atau apa saja yang dapat dijadikan bukti adanya
tindak pidana dibidang cukai.
5. Memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-
undang ini dan pembukuan lainnya.
6. Mengambil sidik jari orang.
7. Menggeledah rumah tinggal, pakaian dan bahan.
8. Menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang
terdapat didalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana dibidang
cukai.
9. Menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang Cukai.
10. Memberikan tanda mengaman dan mengamankan apa saja yang dapat
dipakai sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang cukai.

69
Pengantar Undang-Undang Cukai

11. Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan


pemeriksaan perkara.
12. Menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana dibidang cukai
serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka.
13. Menghentikan Penyidikan.
14. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.

b. Kewenangan Penyitaan
Berkenaan dengan utang cukai yang seharusnya dilunasi, maka tindak
selanjutnya harus diupayakan penyelesaiannya. Cukai termasuk pajak, yaitu
pajak tidak langsung, maka berdasarkan UU No. 19/97 Jo. UU No. 19/2000
tentang Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa, hal ini mencakup pula
mengenai utang cukai. Guna melakukan penagihan utang cukai dimaksud,
maka yang berhak melaksanakan penyitaan adalah Juru Sita Bea dan Cukai.
Adapun wewenang Juru Sita Bea dan Cukai, adalah :
i. Menyampaikan Surat Paksa ;
ii. Melaksanakan Penyitaan Barang ;
iii. Melakukan Pencekalan ;
iv. Melakukan Penyanderaan.
Untuk butir iii dan iv diatas diterapkan, bila yang bersangkutan memiliki
utang cukai sebesar Rp. 100,- juta atau lebih dan berikhtikat melakukan
tindakan tidak baik.

Penjelasan singkat :
Pada dasarnya kewenangan umum sebagaimana dimaksud diatas, telah
melekat pada setiap Pejabat/Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, jadi
dalam hal ini tidak diperlukan lagi pengangkatan secara khusus (cukup dengan
Surat Tugas atau Penunjukan saja). Sedangkan untuk kewenangan khusus,
disamping yang bersangkutan harus mengikuti pendidikan khusus, harus
diangkat secara khusus pula berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan khusus yang mengaturnya. Adapun pengangkatan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. PPNS Bea dan Cukai diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM ;

70
Pengantar Undang-Undang Cukai

2. Juru Sita Bea dan Cukai diangkat oleh Kepala Kantor Pengawasan dan
Pelayanan Bea dan Cukai setempat setelah memenuhi persyaratan tertentu.

B. Contoh
Suatu ketika Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Malang
melakukan penagihan atas utang cukai kepada Pabrik Rokok “AA”. Penagihan
tersebut dalam waktu yang telah ditentukan seharusnya sudah dilunasi, namun
karena sesuatu dan lain hal, utang cukai tersebut belum dipenuhi. Berkaitan
dengan masalah tersebut, sesuai denga ketentuan yang berlaku Kepala Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Malang, akan menyampaikan
Surat Paksa kepada yang bersangkutan.

3. Kewenangan Khusus Direktur Jenderal Bea dan Cukai

Berdasarkan pasal 40 A Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang


No. 39/2007 tentang Cukai, mengatur tentang kewenangan khusus Direktur
Jenderal Bea dan Cukai yang meliputi :
1) Direktur Jenderal Bea dan Cukai karena jabatan atau atas permohonan dari
orang yang bersangkutan dapat : membetulkan surat tagihan atau surat
keputusan keberatan yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung ; dan/atau
2) kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang- undang cukai ; atau
mengurangi atau menghapus sanksi administrasi berupa denda dalam hal
sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi karena
kekhilafan atau bukan karena kesalahan.

3.3. Latihan 3
1. Dalam Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang
Cukai, pada bab berapakah yang membahas perihal kewenangan bea dan cukai
?.
2. Sebutkan kewenangsn umum dari Pejabat Bea dan Cukai ?
3. Sebutkan kewenangan khusus dari Pejabat Bea dan Cukai ?
4. Sebutkan kewenangan Juru Sita Bea dan Cukai ?

71
Pengantar Undang-Undang Cukai

5. Kewenangan khusus yang dimiliki Pejabat Bea dan Cukai, disamping harus
mengikuti pendidikan khusus (Diklat PPNS), harus pula diangkat secara
khusus pula berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan khusus
yang mengaturnya. Oleh karena itu sebutkan pejabat yang berhak mengangkat
PPNS Bea dan Cukai dan Juru Sita Bea dan Cukai ?.

3.4. Rangkuman

Para peserta Diklat yang baik!

Penjelasan materi yang panjang lebar tersebut diatas dapat penulis rangkum
sebagai berikut :
1. Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai
memberi wewenang yang luas kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
untuk melaksanakan undang-undang tersebut.
2. Secara garis besarnya wewenang Bea dan Cukai dapat dibagi atas dua yaitu :
a. Wewenang Umum ;
b. Wewenang Khusus.
3. Kewenangan Umum pada dasarnya dimiliki oleh semua Pejabat Bea dan
Cukai jadi tidak diperlukan pengangkatan secara khusus lagi.
4. Kewenangan Khusus ini disebut juga sebagai Kewenangan Yuridis, karena ada
ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang secara khusus
mengaturnya.
5. Kewenangan khusus ini dibagi atas dua, yaitu :
a. Wewenang Penyidikan
b. Wewenang Penyitaan

4. Kegiatan Belajar (KB) 4

72
Pengantar Undang-Undang Cukai

SANKSI, KEBERATAN, BANDING DAN GUGATAN

5.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Ketika Saudara mempelajari kegiatan belajar 2 diatas, Saudara hanya


mengetahui tentang ketentuan larangan saja. Sekarang tibalah saatnya,
Saudara mempelajari mengenai sanksi, keberatan, banding dan gugatan
sampai dengan proses penyelesaiannya. Untuk lebih jelasnya Penulis
utarakan dalam bentuk uraian dibawah ini, agar Saudara dapat
mempelajarinya secara rinci sebagai berikut :

1. Sanksi

Secara umum Sanksi berarti suatu hukuman atau imbalan berupa beban
yang dikenakan kepada siapa saja yang melalaikan kewajiban atau
mengabaikan larangan. Di dalam UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 ini
sanksi dibagi atas dua bagian, yaitu :
a. Sanksi Administrasi ; berupa denda yang diputuskan oleh Pejabat Bea
dan Cukai.
b. Sanksi Pidana ; bisa berupa pengenaan denda atau bisa berupa
hukuman badan atau bisa juga meliputi keduanya yang diputuskan oleh
Pengadilan Negeri.
Namun yang Penulis akan bahas disini adalah sanksi administrasi berupa
denda, karena hanya sanksi administrasi sajalah yang bisa diajukan
keberatan untuk kemudian diajukan banding, sedangkan sanksi pidana
akan dibahas secara tersendiri pada Bab selanjutnya.

Secara rinci sanksi administrasi berupa denda tersebar dari pasal 7 sampai
dengan pasal 39 UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 yang terdiri dari 17
butir. Untuk lebih jelasnya terlampir daftar perincian sanksi administrasi
tersebut.

73
Pengantar Undang-Undang Cukai

2. Keberatan

Sebagaimana kita ketahui bahwa pasal 41 dan pasal 42 UU No. 11/1995


Jo. UU No. 39/2007 mengatur tentang keberatan.
Keberatan disini bukan berarti tidak kuat memikul beban. Umpamanya
seseorang kemampuannya mengangkat barang seberat 75 kg, kemudian
disuruh untuk memikul beban seberat 100 kg, jelas ia akan keberatan.
Namun yang dimaksud disini, bukanlah masalah sebagaimana dimaksud
diatas, tetapi penekanan keberatan pada pengertian tersebut adalah
sependapat atau tidak sependapat, bisa menerima atau tidak bisa
menerima. Jadi jelas, keberatan yang dimaksud adalah tidak bisa
menyetujui atau tidak bisa menerima sanksi atau keputusan yang
menyangkut kepentingan yang bersangkutan.

Dalam pasal 41 tersebut secara garis besarnya dapat dijelaskan mengenai


ketentuan sebagai berikut :
Yang dapat mengajukan keberatan adalah : Orang Pribadi atau Badan
Hukum, atas :
a. penetapan kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa
denda ; atau
b. pencabutan izin usahanya bukan atas permohonan sendiri ; atau
Keberatan harus diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan
Cukai, dalam jangka waktu 30 hari, sejak tanggal diterimanya Surat
Tagihan, dengan menyerahkan jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau
sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.
Lebih lanjut Direktur Jenderal Bea dan Cukai akan memutuskan keberatan
dimaksud dalam jangka waktu 60 hari sejak diterimanya pengajuan
keberatan. Apabila dalam jangka waktu tersebut, Direktur Jenderal Bea
dan Cukai tidak memberikan keputusannya, maka keberatan yang
bersangkutan dianggap diterima dan jaminan akan dikembalikan. Begitu
juga bila keberatan yang diajukan dikabulkan (diterima), maka jaminan
akan dikembalikan. Sebaliknya bila keberatan ditolak, maka jaminan
dicairkan sebagai penerimaan cukai dan/atau denda yang telah ditetapkan.

74
Pengantar Undang-Undang Cukai

Dalam hal jaminan berupa uang tunai, bila pengembaliannya dilakukan


setelah jangka waktu 30 hari sejak keberatan diterima, Pemerintah
memberikan bunga sebesar 2 % perbulan untuk paling lama 24 bulan.

3. Banding dan Gugatan

Sebelum membahas lebih jauh, marilah kita bahas terlebih dahulu


mengenai pengertian dan maksud daripada banding. Hal ini penting,
dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman tentang banding.
Menurut kamus lengkap Bahasa Indonesia Modern (Muh. Ali), disebutkan
bahwa banding : berarti persamaan, berimbang dan juga berarti mengadu
kepada pengadilan yang lebih tinggi. Menurut UU No. 11/1995 Jo. UU
No. 39/2007, pengadilan dimaksud adalah Lembaga Banding (Pengadilan
Pajak).

Yang dimaksud banding (termasuk gugatan) disini, merupakan usaha


untuk mencari keadilan dan kepastian hukum yang diajukan kepada
lembaga yang lebih tinggi yang berhak untuk memutuskan. Namun
keberhasilannya tergantung pada pihak-pihak yang terkait, terutama
lembaga yang berkewenangan menetapkan keputusannya.
Banding dan Gugatan dibidang Cukai diatur dalam pasal 43 A dan pasal
43 B, yang secara garis besarnya, adalah sebagai berikut :
a. Banding diajukan atas penolakan keberatan yang diajukan kepada
Direktur Jenderal Bea dan Cukai, berkaitan dengan penetapan
kekurangan pembayaran cukai dan/atau sanksi administasi berupa
denda ; dan
b. Gugatan diajukan berkaitan dengan penolakan keberatan yang
diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, atas pencabutan ijin
usaha dibidang cukai bukan atas permohonannya sendiri (Pasal 14
ayat (4) huruf b, c, d, e, f, g, h, atau i).
Pengajuan permohonan banding dan gugatan tersebut diatas dapat
dilakukan paling lama dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak
tanggal penetapan atau keputusan, hanya diajukan kepada Pengadilan
Pajak.

75
Pengantar Undang-Undang Cukai

B. Contoh
Seorang Pengusaha Pabrik Etil Alkohol di Malang mengajukan keberatan
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di Malang, atas penetapan
kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda, ketika
dilakukan pencacahan persediaan Etil Alkohol yang ada di pabriknya.
Namun atas pengajuan keberatan tersebut, Direktur Jenderal Bea dan
Cukai memutuskan untuk menolak keberatan dimaksud. Karena si
Pengusaha bersangkutan merasa benar atas pembukuan yang dilakukannya
terhadap Etil Alkohol yang ada di pabriknya, maka atas penolakan DJBC
tersebut diatas, Pengusaha bersangkutan mengajukan banding kepada
Pengadilan Pajak di Jakarta.

5.2. Latihan 4

1. Apa definisi dari sanksi dan apa saja sanksi yang diatur dalam UU No.
11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang Cukai, akan menyampaikan Surat Paksa
kepada yang bersangkutan ?.
2. Sebutkan pasal-pasal yang menjelaskan tentang sanksi-sanksi tersebut dalam
Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai
?
3. Upaya hukum dari sanksi tersebut adalah keberatan. Sebutkan pasal-pasal
yang mengatur tentang keberatan pada Undang-Undang No. 11/1995 Jo.
Undang-Undang No. 39/2007 tentang Cukai ?.
4. Siapa saja yang dapat mengajukan keberatan tersebut ?.
5. Apakah yang dimaksud dengan banding, sebutkan pasal-pasal yang mengatur
tentang keberatan pada Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No.
39/2007 tentang Cukai, dan apa bedanya dengan gugatan ?, Jelaskan.

5.3. Rangkuman

Peserta Diklat yang baik!

76
Pengantar Undang-Undang Cukai

Untuk mempermudah Saudara dalam memahami materi kegiatan belajar 4 ini,


maka Penulis merangkumnya dalam bentuk sebagai berikut :

a. Untuk tegaknya ketentuan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan


cukai, maka diperlukan adanya Sanksi.
b. Sanksi dibagi atas dua jenis, yaitu :
i. Sanksi Administrasi ;
ii. Sanksi Pidana.
c. Demi rasa keadilan dan kepastian hokum, maka bagi mereka yang terkena
sanksi, memiliki hak upaya hukum, yaitu mengajukan :
i. Keberatan ; dan/atau
ii. Banding dan Gugatan
d. Yang berhak mengajukan keberatan adalah :
i. Orang Pribadi atau Badan Hukum ;
ii. Pengusaha Pabrik ; atau
iii. Pengusaha Tempat Penyimpanan
e. Yang berhak mengajukan banding dan/atau gugatan, adalah :
i. Orang atau Badan Hukum yang ditolak keberatan yang diajukannya
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, berkaitan dengan penetapan
kekurangan pembayaran cukai dan/atau sanksi administasi berupa denda ;
dan
ii. Orang atau Badan Hukum yang ditolak keberatan yang diajukannya
kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, berkaitan dengan dicabutnya ijin
usahanya dibidang BKC bukan atas permintaan sendiri.

6. Kegiatan Belajar (KB) 5

77
Pengantar Undang-Undang Cukai

KETENTUAN PIDANA DAN PENYIDIKAN

6.1. Uraian, Contoh dan Non Contoh

A. Uraian

Para Peserta Diklat yang baik!

Kini tibalah saatnya Saudara sampai pada kegiatan belajar yang terakhir, yaitu
: Ketentuan Pidana dan Penyidikan. Setelah sekian banyak materi pelajaran
yang Saudara telah serap, Penulis yakin Saudara telah banyak menguasai
materi tentang cukai.
Dalam kegiatan belajar ini penulis bagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Ketentuan Pidana

Di dalam UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, kita telah mengenal adanya
dua sanksi di bidang cukai, yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Sedangkan sanksi administrasi telah dibahas di dalam kegiatan belajar 4, maka
pada kegiatan belajar 5 ini, kita akan membahas secara khusus mengenai
sanksi pidana.

Menurut Prof. Subekti, SH (Mantan Ketua Mahkamah Agung) pengertian


pidana yang berasal dari bahasa Jawa Kuno, mengandung arti : hukuman atau
sanksi, sedangkan pengertian sanksi bisa juga berarti pinalti.
Sanksi pidana menurut UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, terdiri dari 9
pasal, tersebar dari pasal 50 sampai dengan pasal 58. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat pada daftar lampiran yang terlampir pada Modul ini.
Undang-Undang tentang Cukai yang baru yaitu UU No. 11/1995 Jo. UU No.
39/2007, mengatur tentang ketentuan pidana, jauh berbeda dengan Undang-
Undang Cukai yang lama yang sama sekali tidak mengatur tentang ketentuan
tersebut. UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 lebih menekankan pada akibat
yang menyebabkan kerugian negara. Oleh karena itu ketentuan yang berkaitan

78
Pengantar Undang-Undang Cukai

dengan hal tersebut, didefinisikan sebagai tindak pidana. Yang dimaksud


dengan kerugian negara adalah tidak diterimanya pungutan negara berupa
cukai yang seharusnya menjadi hak negara.

Selanjutnya yang berhak untuk memutuskan sanksi pidana adalah Pengadilan


Negeri. Hal ini mengandung arti keputusannya berdasarkan penetapan Majelis
Hakim Pengadilan Negeri bersangkutan. Apabila keputusan bersangkutan
tidak diterima, maka pihak terkait berhak untuk mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi.
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud diatas, diatur di dalam pasal 50
sampai dengan pasal 58, meliputi ketentuan antara lain :
a) Pelangaran atas perizinan (NPPBKC) yang dilakukan baik oleh orang
pribadi atau badan hukum, dengan maksud untuk mengelakan pembayaran
cukai yang diwajibkan ;
b) Pelanggaran atas pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan,
tanpa mengindahkan ketentuan yang berlaku dengan maksud untuk
mengelakan pembayaran cukai yang diwajibkan ;
c) Pelangaran atas kewajiban menyerahkan pembukuan, catatan, dan/atau
dokumen berkaitan dengan kegiatan usaha (termasuk data elektronik) yang
palsu atau dipalsukan ;
d) Pelangaran atas penyerahan penawaran, penjualan, atau penyediaan untuk
penjualan BKC yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak
dilekati dengan pita cukai, atau tidak dibubuhi dengan tanda pelunasan
cukai lainnya ;
e) Pelanggaran atas perbuatan melawan hukum berupa :
• Peniruan dan pemalsuan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya
;
• pembelian, penyimpanan, penggunaan, penjualan, penawaran,
penyerahan, penyediaan untuk dijual, atau pengimporan pita cukai atau
tanda pelunasan cukai lainnya yang palsu atau dipalsukan ; atau
• penggunaan, penjualan, penawaran, penyerahan, penyediaan untuk
dijual, atau pengimporan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya
yang sudah dipakai.

79
Pengantar Undang-Undang Cukai

f) Pelanggaran atas penimbunan, penyimpanan, kepemilikan, penjualan,


penukaran, perolehan, atau pemberian BKC yang diketahuinya atau patut
harus diduganya berasal dari tindak pidana ;
g) Pelanggaran atas perizinan pembukaan, pelepasan atau perusakan kunci
atau tanda pengamanan ;
h) Pelanggaran atas penawaran, penjualan, aatau penyerahan pita cukai atau
tanda pelunasan cukai lainnya kepada yang tidak berhak atau membeli,
menerima, atau menggunakan pita cukai atau tanda pelunasan cukai
lainnya yang bukan haknya ;
i) Pelanggaran atas ketidak sahan :
• pengaksesan secara elektronik yang berkaitan dengan pelayanan
dan/atau pengawasan di bidang cukai ;
• Perbuatan tersebut diatas mengakibatkan tidak terpenuhinya pungutan
negara berdasarkan undang-undang cukai ini.
Bentuk sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 sampai dengan
pasal 58 daiatas, adalah sebagai berikut :
i. Penjara dan denda ;
ii. Penjara dan /atau denda ; atau
iii. Denda saja.
Perlu dijelaskan disini bahwa apabila pidana denda tidak dibayar oleh yang
bersangkutan, maka sebagai gantinya diambilkan dari kekayaan dan/atau
pendapatan yang bersangkutan. Jika penggantian tidak dapat dipenuhi maka
pidana denda diganti dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan.
Selanjutnya BKC yang tersangkut dengan tindak pidana bersangkutan,
dirampas negara, termasuk barang-barang lainnya yang terkait dengan tindak
pidana tersebut.
Bagaimana kalau tindak pidana itu dilakukan oleh Badan Hukum?
Terhadap badan hukum pidana pokok yang dijatuhkan, senantiasa berupa
denda paling banyak Rp. 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah). Namun apabila
tindak pidana tersebut diancam dengan pidana penjara, dengan tidak
menghapuskan pidana denda maka tindak pidana tersebut diancam dengan
penjara dan pidana denda.

80
Pengantar Undang-Undang Cukai

2. Penyidikan

a. Pengertian Penyidik
Berdasarkan pasal 1 UU No. 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana,
disebutkan bahwa : penyidik adalah pejabat POLRI atau pajabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu (PPNS) yang diberi kewenangan khusus oleh UU
untuk melakukan penyidikan.

b. Maksud Penyidikan
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang Hukum Acara Pidana, untuk
mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.

c. Kewenangan PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) Bea dan Cukai.


Sebagaimana diuraikan pada kegiatan belajar 3 butir II a telah diuraikan
secara rinci mengenai kewenangan PPNS Bea dan Cukai. Kewenangan
tersebut terdiri atas 14 butir. Jadi yang berwenang melakukan penyidikan
dalam penanganan tindak pidana di bidang cukai adalah PPNS Bea dan
Cukai atau bisa disebut sebagai Penyidik Khusus bukan Penyidik Umum.

d. Hubungan Penyidik, Jaksa dan Hakim telah diuraikan sebelumnya bahwa


tugas penyidik mencari bukti dan menemukan tersangkanya. Sedangkan
untuk langkah selanjutnya adalah menyampaikan atau menyerahkan hasil
penyidikannya kepada Jaksa selaku Penuntut Umum. Jaksa selaku
Penuntut Umum yang mewakili public, meneruskan suatu tindak pidana
dalam hal ini tindak pidana di dalam bidang cukai, kepada Pengadilan
Negeri. Sedangkan Hakim selaku pelaksana kewenangan Pengadilan
Negeri yang melalui Majelis Hakim yang memutuskan perkara tindak
pidana di bidang Cukai. Jadi jelaslah keputusan akhir suatu tindak pidana
di bidang cukai berada ditangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri.

e. Penghentian Penyidikan

81
Pengantar Undang-Undang Cukai

Proses penyidikan yang sedang berjalan, dapat dihentikan oleh :


i. Penyidik yang bersangkutan, dikarenakan :
1. Tidak cukup bukti ;
2. Bukan merupakan tindak pidana yang dituduhkan ;
3. Demi hukum.
ii. Penghentian penyidikan adalah kewenangan Jaksa Agung atas
permintaan Menteri Keuangan, untuk kepentingan penerimaan negara.
Penghentian penyidikan ini hanya dilakukan setelah yang bersangkutan
melunasi cukai yang tidak dan/atau kurang dibayar ditambah dengan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali nilai cukai
yang tidak dan/atau kurang dibayar.

6.2. Latihan 5

1. Coba sebutkan pasal-pasal yang mengatur tentang ketentuan pidana dan


penyidikan pada UU No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007, tentang cukai ?
2. Ada beberapa definisi tentang sanksi pidana, coba jelaskan masing-masing dan
apa bentuk sanksi pidana tersebut ?
3. Jelaskan pengertian dan maksud dari penyidikan ?
4. Apa yang dimaksud dengan penghentian penyidikan, dan apa sebabnya hal
tersebut dilaksanakan ?
5. Selain penyidik yang bersangkutan siapa lagi yang dapat menghentikan proses
penyidikan tersebut ?

6.3. Rangkuman

Para peserta Diklat yang baik!


Dari uraian yang panjang lebar tersebut diatas, dapat Penulis rangkum dengan
maksud agar mempermudah pemahaman Saudara. Rangkuman dimaksud Penulis
sajikan sebagai berikut :
a. Pidana berarti hukuman atau sanksi yaitu suatu beban atau keadaan yang harus
dipikul oleh terpidana.

82
Pengantar Undang-Undang Cukai

b. Undang-undang No. 11/1995 Jo. UU No. 39/2007 tentang Cukai


mengklasifikasikan suatu tindakan sebagai tindak pidana apabila
mengakibatkan kerugian negara.
c. Bentuk sanksi pidana dapat berupa sebagai berikut :
i. Penjara dan denda ;
ii. Penjara dan/atau denda ; atau
iii. Denda saja.
d. Menurut UU No. 8/1981 penyidik dibagi dua yaitu :
i. Penyidik Umum (Polri)
ii. Penyidik Khusus (PPNS)
e. Tujuan penyidikan untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan
bukti tersebut membuat terang suatu tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
f. Hasil kerja penyidik disampaikan kepada Jaksa selaku Penuntut Umum untuk
diteruskan ke Pengadilan Negeri guna mendapatkan kepastian hukum
(diputuskan perkaranya).

7. Test Formatif
A. Simaklah dengan baik materi yang terkandung dalam Modul ini.
B. Selanjutnya jawablah pertanyaan-pertanyaan secara spontan, artinya pada
waktu Anda menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak diperkenankan
melihat ke Modul maupun kunci jawabannya, tetapi jawablah menurut apa
yang ada dalam pikiran Anda.

Pilihan Ganda !

1. Pengawasan dibidang cukai secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu :
a. Pengawasan Administratif dan Pengawasan Fisik
b. Pengawasan Internal dan Pengawasan Eksternal
c. Pengawasan langsung dan Pengawasan tidak langsung
d. Pengawasan terbuka dan Pengawasan tertutup

2. Dalam pengawasan administratif pengusaha pabrik berkewajiban untuk :

83
Pengantar Undang-Undang Cukai

a. Mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang


dibuat di pabrik, dimasukkan ke pabrik atau dikeluarkan dari pabrik.
b. Memberikan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang
selesai dibuat.
c. Memberikan laporan ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
d. Pernyataan a dan b benar.

3. Dalam pengawasan administratif, kewajiban bagi Pengusaha Tempat


Penyimpanan adalah :
a. Mencatat dalam Buku Persediaan mengenai Barang Kena Cukai yang
dibuat di pabrik, dimasukkan ke pabrik atau dikeluarkan dari pabrik.
b. Mencatat dalam Buku Persediaan mengenai BKC yang dimasukkan ke
atau dikeluarkan dari Tempat Penyimpanan.
c. Memberikan secara berkala kepada Kepala Kantor tentang BKC yang
selesai dibuat.
d. Memberikan laporan ke Kantor Pelayanan Bea dan Cukai

4. Dalam pengawasan administratif, kewajiban bagi Pejabat Bea dan Cukai


sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan Buku Rekening BKC untuk setiap Pengusaha Pabrik
atau Pengusaha Tempat Penyimpanan mengenai BKC tertentu yang masih
terutang Cukai yang berada didalamnya.
b. Mencatat BKC yang masih terutang Cukai atas pemberitahuan berkala
yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik dan pemasukan atau
pengeluaran BKC ke atau dari pabrik atau Tempat Penyimpanan ke dalam
Buku Rekening Barang Kena Cukai.
c. Pernyataan a dan b salah
d. Pernyataan a dan b benar.

5. Pada pengawasan fisik pejabat Bea dan Cukai mempunyai wewenang di


bawah ini, kecuali :
a. Pejabat Bea dan Cukai dapat mencacah BKC tertentu yang ada di Pabrik
atau Tempat Penyimpanan, Pejabat Bea dan Cukai berwenang melakukan
pemeriksaan atas Pabrik, Tempat Penyimpanan BKC yang belum dilunasi
cukainya atau memperoleh pembebasan cukai dan Pejabat Bea dan Cukai

84
Pengantar Undang-Undang Cukai

berwenang melakukan pemeriksaan atas bangunan atau tempat lain secara


langsung atau tidak langsung berhubungan dengan bangunan atau tempat
lain yang dimaksud poin pertama.
b. Pejabat Bea dan Cukai yang berwenang memeriksa Tempat Penjualan
Eceran atau tempat lain yang didalamnya terdapat BKC dan Pejabat Bea
dan Cukai berwenang untuk menghentikan dan memeriksa sarana
pengangkut serta BKC yang berada di atasnya.
c. Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengambil contoh BKC untuk
diperiksa lebih lanjut dalam jumlah yang sebanyak-banyaknya.
d. Pejabat Bea dan Cukai berwenang mengunci, menyegel, dan/atau
melekatkan tanda pengaman yang diperlukan pada bagian-bagian dari
pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penjualan Eceran, tempat-tempat
lain atau sarana pengangkut yang didalamnya terdapat BKC guna
pengamanan Cukai.

6. Didalam pabrik BKC dilarang :


a. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam
surat ijin yang bersangkutan.
b. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai.
c. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan
pita cukai yang masih utuh.
d. Pernyataan a, b dan c benar.

7. Didalam Tempat Penyimpanan dilarang :


a. Menyimpan BKC tertentu yang telah dilunasi cukainya atau yang
mendapat pembebasan cukai.
b. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam
surat ijin yang bersangkutan.
c. Menyimpan barang selain BKC tertentu yang ditetapkan dalam surat ijin
bersangkutan.
d. Pernyataan a dan c benar.

8. Barang Kena Cukai yang telah dilunasi cukainya atau yang mendapatkan
pembebasan cukai yang kedapatan berada di dalam Tempat Penyimpanan
dapat dianggap sebagai BKC yang :

85
Pengantar Undang-Undang Cukai

a. Belum dilunasi cukainya atau tidak mendapatkan pembebasan cukai.


b. Sudah dilunasi cukainya dan mendapatkan pembebasan cukai.
c. Belum dilunasi cukainya tetapi mendapatkan pembebasan cukai.
d. Sudah dilunasi cukainya tetapi mendapatkan pembebasan cukai.

9. Ditempat usaha importir BKC yang pelunasan cukainya dengan cara pelekatan
pita cukai dilarang :
a. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam
surat ijin yang bersangkutan.
b. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai.
c. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan
pita cukai yang masih utuh.
d. Pernyataan b dan c benar.

10. Di tempat penjualan eceran BKC yang pelunasan cukainya dengan cara
pelekatan pita cukai dilarang:
a. Menghasilkan barang selain Barang Kena Cukai yang di tetapkan dalam
surat ijin yang bersangkutan.
b. Menyimpan atau menyediakan pita cukai yang telah dipakai dengan pita
cukai yang masih utuh.
c. Menyimpan atau menyediakan pengemas BKC yang telah dipakai dengan
pita cukai yang masih utuh.
d. Pernyataan b dan c benar.

11. Wewenang umum dari Pejabat Bea dan Cukai adalah, kecuali:
a. Memeriksa, mencegah dan menyegel BKC, Menggunakan senjata api
dalam bertugas, Meminta bantuan instansi lainnya dan Memeriksa pabrik,
Tempat Penyimpanan dan tempat-tempat lain yang digunakan untuk
menyimpan BKC yang belum dilunasi Cukainya atau memperoleh
pembebasan cukai.
b. Memeriksa Tempat Penjualan Eceran atau tempat-tempat lain yang
didalamnya terdapat BKC, Mengambil contoh Barang Kena Cukai dan
Menghentikan dan memeriksa sarana pengangkut yang mengangkut BKC.
c. Menahan pelaku yang melakukan tindak pidana.

86
Pengantar Undang-Undang Cukai

d. Memeriksa Buku, catatan atau dokumen yang berkaitan dengan Barang


Kena Cukai dan Mengunci, menyegel dan atau melekatkan tanda
pengaman pada bagian-bagian dari pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat
Penjualan Eceran, Tempat-tempat lain atau sarana pengangkut yang
didalamnya terdapat BKC, guna pengamanan Cukai.

12. Dikatakan Wewenang khusus adalah wewenang yang dimiliki pejabat Bea dan
Cukai tertentu saja dikarenakan ada Undang-Undang lain khusus
mengaturnya. Wewenang ini biasa disebut juga sebagai :
a. wewenang yuridis
b. wewenang edukatif
c. wewenang eksekutif
d. wewenang advokatif

13. Wewenang Khusus terdiri dari :


a. Wewenang Penyidikan
b. Wewenang Penyitaan
c. Wewenang Penangkapan
d. Wewenang pada pernyataan a dan b benar

14. Berkaitan dengan tindak pidana di bidang cukai, maka sesuai UU No. 8/81
tentang KUHP maka yang berhak memeriksa/menyidik adalah :
a. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Bea dan Cukai (PPNSBC).
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).
c. Penyidik Polisi Republik Indonesia
d. Penyidik Jaksa Penuntut Umum.

15. PPNS Bea dan Cukai karena kewajibannya berwenang, kecuali :


a. Menerima laporan atau kereangan dari seseorang tentang adanya tindak
pidana dibidang cukai; Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi; Melakukan penangkapan dan penahanan
terhadap orang yang disangka melakukan tindak pidana dibidang cukai;
Mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara; dan Memotret dan/atau merekam malalui media

87
Pengantar Undang-Undang Cukai

audio visual terhadap orang, barang, sarana pengangkut atau apa saja yang
dapat dijadikan bukti adanya tindak pidana dibidang cukai.
b. Memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut Undang-
undang ini dan pembukuan lainnya; Mengambil sidik jari orang;
Menggeledah rumah tinggal, pakaian dan bahan; Memberikan tanda
mengaman dan mengamankan apa saja yang dapat dipakai sebagai bukti
sehubungan dengan tindak pidana dibidang cukai; dan Menggeledah
tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang terdapat
didalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana dibidang cukai.
c. Melakukan tindakan penyiksaan sebagai sarana mengorek keterangan
dalam penyidikan.
d. Menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang Cukai;Menyuruh
berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana dibidang cukai serta
memeriksa tanda pengenal diri tersangka; Menghentikan Penyidikan; dan
Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.

16. Berkenaan dengan utang cukai yang harus dilunasi/ditagih, maka sebagai
salah satupajak, yaitu pajak tidak langsung maka UU No. 19/97 jo. UU No.
19/2000 tentang Penagihan Utang Pajak dengan Surat Paksa mencakup pula
utang Cukai. Yang berhak melaksanakan penyitaan adalah :
a. Juru Sita Bea dan Cukai guna melakukan penagihan utang cukai.
b. Juru tagih bea dan cukai guna melakukan penagihan utang cukai.
c. Juru Bayar Bea dan Cukai guna melakukan penagihan utang cukai.
d. Debt Collector swasta guna melakukan penagihan utang cukai.
17. Adapun wewenang juru sita Bea dan Cukai adalah:
a. Menyampaikan Surat Paksa
b. Melaksanakan Penyitaan Barang
c. Melakukan Pencekalan dan Penyanderaan
d. Pernyataan a, b dan c benar

88
Pengantar Undang-Undang Cukai

18. Wewenang khusus disamping harus mengikuti pendidikan khusus harus pula
diangkat secara khusus berdasarkan Undang-Undang khusus yang
mengaturnya. Adapun pengangkatan tersebut adalah sebagai berikut :
a. PPNS Bea dan Cukai diangkat oleh Menteri Kehakiman dan HAM
b. Juru sita Bea dan Cukai diangkat oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setelah memenuhi persyaratan tertentu.
c. PPNSBC dan Juru sita dilantik oleh Badan Pendidikan dan Latihan Bea
dan Cukai.
d. Pernyataan a dan b benar.

19. Proses penyidikan yang sedang berjalan dapat dihentikan oleh :


a. Pejabat Bea dan Cukai
b. Penyidik yang bersangkutan
c. Jaksa Agung atas permintaan Menteri Keuangan, untuk kepentingan
penerimaan negara.
d. Pernyataan b dan c benar

20. Penyidik dapat menghentikan proses penyidikan yang sedang berjalan,


dikarenakan, kecuali :
a. Tidak cukup bukti
b. Atas permintaan Pejabat tertentu
c. Bukan cukup pidana yang dituduhkan
d. Demi hukum

8. Kunci Jawaban Test Formatif

1. a 11. c
2. d 12. a
3. d 13. d
4. d 14. a
5. c 15. c
6. d 16. a
7. d 17. d
8. a 18. d

89
Pengantar Undang-Undang Cukai

9. d 19. d
10. d 20. b

9. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Para Peserta Diklat yang baik,


Latihan dan Tes Formatif telah Anda kerjakan. Namun demikian cobalah periksa
kembali dengan teliti, apakah Anda telah menjawabnya dengan benar ?. Apabila
Anda telah menjawabnya dengan baik dan benar (yang dimaksud dengan benar
bila telah mencapai nilai + 80 %), maka Anda telah mengusai materi pelajaran ini
dengan baik. Dengan hasil tersebut, maka Anda dapat mempelajari Modul
berikutnya.
Selamat Belajar dan Semoga sukses selalu.

10. Daftar Pustaka

1. NKRI Undang-Undang No. 10/1995 tentang Kepabeanan


2. NKRI Undang-Undang No. 11/1995 Jo. Undang-Undang No.
39/2007 tentang Cukai
3. NKRI Undang-Undang No. 17/1997 jo. UU No. 14/2002
tentang Pengadilan Pajak
4. NKRI Undang-Undang No. 10/1997 jo. UU No. 19/2000
tentang Penagihan Utang Pajak Dengan Surat Paksa
5. NKRI Undang-undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara
Pidana
6. Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 23/1996 tentang Penindakan
di Bidang Cukai dan produk hukum lainnya yang
berkaitan dengan pelaksanaan UU No. 11/1995 tentang
Cukai
7. Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 24/1996 tentang Sanksi
Administrasi di Bidang Cukai
8. Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 25/1996 tentan Izin
Pengusaha Barang Kena Cukai

90
Pengantar Undang-Undang Cukai

9. Pemerintah RI Peraturan Pemerintah No. 5/1997 tentang Nomor Pokok


Pengusaha Barang Kena Cukai
10. Departemen Keputusan Menteri Keuangan No.
Kep.02/KMK.01/2001 Keuangan RI tentang Struktur Organisasi
Departemen Keuangan RI.

91

Вам также может понравиться