Вы находитесь на странице: 1из 7

Ulul Albab No. 10 Th. V/November 1994 hlm.

5 - 8

ETIKA DASAR BISNIS DALAM ISLAM


MENUJU PEMBANGUNAN MASYARAKAT
THOYYIBAH

Pengantar
Etika dasar adalah ilmu pengetahuan yang tidak hanya
membicarakan adanya, melainkan juga, bagaimana seharusnya, tentang
perbuatan umum yang dilakukan manusia. Sedangkan etika dasar bisnis
ialah pengetahuan yang membahas bagaimana seharusnya mendapatkan
keuntungan bisnis, titik tekannya pada halal dan haramnya.
Tiap-tiap orang atau masyarakat, tidak sama dalam memberikan
standar penilaian terhadap nilai, perilaku bisnis, hal itu, karena mereka
dipengaruhi oleh agama, budaya, emosi, kepribadian, dan kondisi-
kondisi aktual para bisnisman.
Umat Islam seharusnya hati-hati dalam menjalankan kerja sama
bisnis dengan orang-orang yang memiliki perbedaan agama, karena
hampir dipastikan standar nilai yang digunakan untuk mendapatkan
keuntungan tidak sama (tinjauan makro). Minimal mereka mengetahui
Fiqh Dasar atau Fiqh Terapan tentang etika bisnis menurut standar
Islam, atau memiliki orang ahli dalam masalah Fiqh Bisnis.
Pengetahuan itu berfungsi untuk kontrol, terhadap sistem bisnis yang
dijalankan, tanpa pengetahuan itu, apalagi sampai menyerahkan etika
bisnis itu kepada mereka secara bulat, umat Islam hanya sami’na wa
atho’na, akibatnya dapat merusak status kemusliman mereka, karena
1
Ulul Albab No. 10 Th. V/November 1994 hlm. 5 - 8
penyerahan sistem etika terhadap non muslim, termasuk etika bisnis,
sama dengan penyerahan Dien atau ideologi.
Pemahaman diatas sebenarnya sudah menjadi pengetahuan
umum, mengingat lapangan bisnis sangat luas, hampir semua unsur
kebudayaan dan masyarakat bersentuhan dengan etika bisnis.
Sosialisme, komunisme dan liberalisme, merupakan ideologi yang
menata masyarakatnya dengan titik tolak dari etika bisnis.
Etika Dasar Bisnis
Pemahaman etika dasar bisnis, secara umum terbagi dalam 2
(dua) aliran yaitu : aliran Praktis Realitis dan aliran Ideal.
Pandangan kaum Praktis Realistis, bertumpu pada kenyataan
(pada umumnya) yang berlaku dalam dunia bisnis dewasa ini. Pandangan
ini melihat bisnis dewasa ini. Pandangan ini melihat bisnis sebagai suatu
kegiatan diantara manusia yang menyangkut produksi, menjual dan
membeli barang dan jasa untuk mendapatkan keuntungan. Dalam
pandangan ini ditegaskan secara jelas bahwa tujuan dari bisnis adalah
mencari keuntungan. Bisnis adalah kegiatan profit making (membuat
keuntungan). Pendukung yang paling keras dari pandangan ini adalah
Milton Frieman, menjadikan keuntungan sebagai satu-satunya motivasi,
lebih dari itu keuntungan tidak buruk pada dirinya sendiri, karena
keuntungan tidak buruk pada dirinya sendiri, karena keuntungan adalah
harga dari resiko, modal, waktu, tenaga dan pikiran yang telah
dipertaruhkan, serta berfungsi untuk menunjang bisnis itu dapat bertahan.
Sedangkan kaum Ideal, memiliki pandangan bahwa bisnis untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Dasar pemikiran etikanya adalah
pertukaran timbal balik secara fair diantara pihak-pihak yang terlibat,
maka yang diperjuangkan atau yang ingin ditegakkan disini adalah
keadilan komutatif, keadilan tukar yang sebanding. Pandangan ini
didukung oleh Konosuke Matsushita, pendiri perusahaan Matsushita Inc
di Jepang, tujuan dari bisnis ini bukan mencari keuntungan, melainkan

2
Ulul Albab No. 10 Th. V/November 1994 hlm. 5 - 8
untuk melayani kepentingan masyarakat dan kita akan memperoleh
keuntungan berkat pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat
(Sonny Kerap : Etika Bisnis).
Perbedaan dari dua pemahaman etika bisnis diatas, terletak pada
tujuan atau etika dasarnya (landasan dasarnya) kaum praktis berorientasi
pada keuntungan semata-mata, sedangkan kaum ideal berorientasi pada
pengabdian sosial (kesejahteraan sosial) dan keuntungan. Perbedaan ini
kelihatannya sangat sederhana, tapi sebenarnya bersifat sangat sederhana,
tapi sebenarnya bersifat ideologis karena perbedaannya terletak pada
tujuan dasarnya atau landasan dasarnya, secara otomatis akan melahirkan
perbedaan pada pengembangan sistemnya, kedua masyarakat yang
dilahirkan oleh kedua sistem ini juga akan berbeda. Orang-orang praktis
realistis dalam mendapatkan keuntungan hampir tidak memperhatikan
keadaan masyarakat, baik norma, budaya, moral, sistem politik dan
kondisi-kondisi aktual, dalam arti akibatnya ditimbulkan oleh bisnisnya,
tapi pada hal-hal yang berkaitan dengan keuntungan, mereka tetap
memperhatikan, baginya yang terpenting (primer) adalah keuntungan.
Nilai dan kewajiban agama, harus ditinggalkan apabila akan dapat
menghambat atau mengurangi besarnya keuntungan, apalagi sampai
berdampak kerugian. Sistem motivasi yang dijalankan hampir mengarah
pada pemujaan, kecintaan, keutamaan, dan pengabdian terhadap material
atau keuntungan semata-mata. Sedangkan kaum ideal justru lebih
mengutamakan kepada kepentingan masyarakat disamping keuntungan
bisnisnya, ia tidak segan-segan mengurangi keuntungannya bahkan
menerima resiko kerugian bilamana akibat yang ditimbulkan oleh sistem
bisnisnya akan membawa akibat bencana yang cukup besar pada
masyarakat luas, motivasi yang dilakukan banyak menekankan pada
prioritas masyarakat, disamping keuntungan. Pada masyarakat yang
sedang berkembang dan tinjauan jangka pendek, sistem praktis realistis
lebih sukses dari kaum ideal dilihat dari hasil keuntungannya saja,
sedangkan pada masyarakat maju dan pertimbangan jangka panjang,
kaum ideal bisa lebih sukses akan tetapi secara keadilan sosial, kaum
3
Ulul Albab No. 10 Th. V/November 1994 hlm. 5 - 8
ideal akan lebih sukses di segala lapangan.
Menurut Tinjauan Islam
Etika dasar bisnis dalam Islam, lebih menekankan prioritas dan
orientasi pada masyarakat, tegasnya masyarakat thoyyibah. Dasar
pemikiran itu berangkat dari :
1. Tiap-tiap akan diturunkannya wahyu baru, senantiasa berawal
dari adanya masyarakat yang benar-benar jahiliyah, Allah dengan
penuh kasih sayang memberikan petunjuk kepada masyarakat
tersebut agar terhindar dari malapetaka dan mendapatkan rahmat
(QS 62:2).
2. Dalam al-Qur’an terdapat 12 ayat yang memerintahkan kepada
manusia agar tidak berbuat kerusakan di bumi, diantaranya surat
28 ayat 77.
3. Tujuan Allah menjadikan manusia, agar supaya mereka
menjalankan dan menata kehidupan sosial yang baik, hal itu telah
menjadi kewajiban bagi setiap manusia (QS 2:30) “Berdakwah
dan melakukan amar ma’ruf nahi mungkar (QS 3:10).
4. Dalam sejarah kehidupan para Rasul dan nabi-nabi Allah, dapat
diketahui tetap tingginya perhatian, harapan dan pengorbanan
yang diberikan masyarakat. Nabi Muhammad SAW sampai
meninggalkan profesi bisnisnya dan memberikan hasil
keuntungannya, keluarga dan jiwanya demi terwujudnya
masyarakat taqwa.
5. Sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat Allah yang menunjukkan
betapa tingginya perhatian Allah dan umat Islam terhadap
kesejahteraan, keadilan dan keamanan masyarakat, akan tetapi
ruang ini tidak memungkinkan dibahas detail.
6. Masyarakat merupakan bagian dari kehidupan dan kebahagiaan
manusia, apabila moral masyarakat itu jahiliyah, kehidupan dan
kebahagiaan manusia akan terancam, sedangkan keuntungan
4
Ulul Albab No. 10 Th. V/November 1994 hlm. 5 - 8
diantaranya untuk mendapatkan kebahagiaan, jadi tidak ada
artinya keuntungan besar tanpa keberadaan masyarakat yang baik.
7. Ditinjau dari kuantitas dan kualitasnya, masyarakat lebih besar
dari individu atau kelompok. Maka sewajarnya kalau kepentingan
umum harus lebih diprioritaskan dari kepentingan
pribadi/kelompok, di masyarakat Indonesia kepentingan-
kepentingan sosial seperti rumah sakit, rumah ibadah, telepon,
pembayaran air atau listrik dibedakan dengan pribadi, bahkan di
lapangan politik, mendapat kekuasaan tertinggi (kedaulatan
rakyat).
Untuk mengetahui kedudukan dan hubungan sistem antara
masyarakat Thoyyibah dengan sistem bisnis, dapat menyaksikan usaha
para dokter untuk memelihara kesehatan masyarakat. Untuk menciptakan
kesehatan masyarakat diperlukan cara atau alat, dalam hal ini ialah
pengetahuan kesehatan, kedokteran, farmasi dan sistem penerapannya di
lapangan. Sistem diatas senantiasa sesuai dan terkait dengan keadaan
organ tubuh, apabila tidak sesuai dengan jalan-jalan kesehatan tubuh
manusia di masyarakat niscaya kesehatan itu tidak akan tercapai.
Demikian juga halnya dengan sistem bisnis yang dijalankan harus
sesuai dengan jalan-jalan yang dapat mengantarkan pada perwujudan
masyarakat thoyyibah, apabila tidak sejalan dan bertentangan dengan
sistem-sistem yang terdapat pada unsur-unsur masyarakat thoyyibah,
niscaya benih masyarakat thoyyibah tidak akan ada, bahkan akan
melahirkan masyarakat jahiliyah.
Masyarakat thoyyibah adalah masyarakat yang memenuhi
tuntutan hidupnya seperti tuntutan lapar, sex, seni, ketuhanan, teknologi,
politik, bisnis, komunikasi sosial, kegiatan dan pengabdian hidup
bersandar kepada nilai dan moralitas Allah. Sebaliknya masyarakat
jahiliyah adalah masyarakat yang memenuhi tuntutan hidupnya dengan
bersandar pada selain Allah.

5
Ulul Albab No. 10 Th. V/November 1994 hlm. 5 - 8
Nilai moral yang menjadi landasan kehidupan seorang muslim,
merupakan kesatuan sistem, satu dengan lainnya saling berkaitan dan
menguatkan, jadi sistem bisnis dalam Islam terikat oleh sistem nilai
moral pada sistem politik, ketuhanan, seni, komunikasi sosial dan
lainnya. Dalam QS 2:208, Allah memerintah masuklah Islam secara
menyeluruh, jangan mengambil sebagian sisem dan menolak sistem
lainnya. Penerapannya di lapangan, akan lebih kompleks lagi karena
umat Islam berhadapan dengan masyarakat nyata, ada yang pasif dan
memusuhi Islam lewat berbagai aspek di antaranya menggunakan politik,
bisnis, pendidikan dan kebudayaan, sementara umat Islam terikat oleh
kemampuan dirinya dalam menghadapi kebijaksanaan musuh, sehingga
hukum-hukum khusus sangat diperlukan untuk menetapkan etika bisnis,
hal-hal pada kondisi umum, bisa menjadi halal, pada kondisi khusus bisa
haram, padahal kondisi itu senantiasa bergerak, mengalami perubahan
secara otomatis etika bisnis juga mengalami perubahan.
Hampir suatu kemustahilan, etika bisnis yang berorientasi
pembangunan masyarakat thoyyibah tanpa lewat tangan organisasi sosial
kemasyarakatan.
Dengan demikian etika dasar bisnis dalam Islam tidak seperti
kaum praktis realistis, yang menjadikan keuntungan sebagai tujuan tidak
ada artinya untung yang besar bilamana akan dapat merusak dan
menghancurkan masyarakat. Islam lebih memilih untung kecil tapi
akibatnya tidak menumbuhkan masyarakat jahiliyah. Untuk memahami
pemikiran ini kami buatkan contoh sebagai berikut :
Misalkan si A yang menjadi milyuner karena bisnis ganja dan
jasa pelacuran, sedangkan si B tidak mau menjalankan bisnis tersebut, ia
lebih baik memilih bisnis lainnya yang dihalalkan oleh Islam, akibatnya,
si B hanya menjadi orang kebanyakan. Di mata manusia saja akan dapat
menilai bahwa si B lebih terhormat dibandingkan dengan si A, karena ia
mendapatkan hasil meskipun kecil tapi tidak merusak masyarakat
menurut penilaian norma Islam, sedangkan si A meskipun memiliki
6
Ulul Albab No. 10 Th. V/November 1994 hlm. 5 - 8
istana, transportasinya dengan pesawat terbang, tapi harta itu didapatkan
dengan cara merusak masyarakat, apabila hasil yang didapatkan itu,
digunakan untuk memperbaiki keadaan masyarakat yang telah
dirusaknya, masih jauh dari mencukupi, apakah hasil yang didapatkan itu
dapat menentramkan dan mengembalikan kerusakan rumah tangga yang
diakibatkan oleh bisnis pelacuran, memperbaiki penyakit yang
ditimbulkan, menumbuhkan kegairahan para pemuda yang mengalami
kelumpuhan akibat ganja, menghidupkan kembali mereka yang mati
karenanya?
Apalagi hanya sebagian yang disumbangkan untuk perbaikan
sosial, seperti mendirikan rumah sakit, tempat ibadah atau pendidikan
agama, tentunya masjid dan para guru agama itu tidak akan dapat
memperbaiki masyarakat yang telah dirusak pemikirannya, masjid dan
nama Allah bukan tempat yang memberikan prestige dan kepuasan bagi
mereka. Masjid-masjid akan banyak dan besar-besar akan tetapi orang
yang mengunjungi dan membesarkan tidak ada, hal seperti itu sudah
terjadi di masyarakat Eropa, dimana tiap perempatan jalan ada gereja,
tetapi tidak ada orang yang bersembahyang (ceramah Cuk Sukiadi di
LKPI Baiturrahman). Kerusakan sosial yang ditimbulkan oleh bisnis
tidak hanya pada pengadaan barang atau jasa (ganja dan pelacuran),
melainkan juga pada sistem produksinya, sistem penetapan harga dan
keuntungan, juga sistem pemasaran, sebab kerusakan bisa berkaitan
dengan fisik (kesehatan), moralitas dan politik.

Вам также может понравиться