Вы находитесь на странице: 1из 2

Ketika Tetamu Allah Dijamu Raja

by Ario Helmy on Wednesday, November 10, 2010 at 2:36am

Wakil Perdana Menteri Kabinet Ali-Arifin (1953-1955), KH Zainul Arifin dan Menteri Agama KH
Masykur mendampingi Presiden Sukarno melakukan kunjungan kenegaraan sekaligus melaksanakan
ibadah Haji ke Arab Saudi dilanjutkan kunjungan ke Mesir selama 18 Juli hingga 4 Agustus 1955.
Muhibah tersebut merupakan catatan bersejarah tersendiri, bukan saja karena bertepatan dengan Haji
Akbar dimana puncak pelaksanaan ibadah pada hari Arafah 9 Dzulhijjah jatuh pada hari Jumat saja,
melainkan karena perjalanan dilangsungkan tidak lama setelah berlangsungnya Konferensi Asia Afrika
di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila Bandung. Konferensi negara-negara baru merdeka Asia-
Afrika yang dilangsungkan ditengah-tengah berlangsungnya Perang Dingin antara kubu AS dan kubu
Uni Soviet itu memang mendapat perhatian internasional, apalagi dengan berkembangnya issue untuk
mendirikan kubu tengah yang kelak dikenal sebagai kubu Non-Blok. 

Di Arab Saudi rombongan kenegeraan diterima oleh Raja Saud bin Abdul Aziz, raja kedua Saudi yang
merupakan putra pendiri kerajaan Raja Abdul Aziz bin Saud yang wafat dua tahun berselang. Raja
Saud menemani sendiri rombongan Presiden melaksanakan ibadah haji sesuai dengan tradisi kerajaan.
Ketika melaksanakan ibadah Sa'i, lari-lari kecil antara bukit Marwah dan Safa Sukarno sempat
memberikan usulan agar kawasan ibadah diperbaiki dan dibersihkan dari para pedagang yang kala itu
masih berbaur dengan jamaah yang sedang beribadah. Usulan tersebut mendapat perhatian raja yang
memang sangat gandrung memperbaiki sarana-sarana ibadah haji. Zainul Arifin juga menceritakan
pada keluarga pengalamannya melakukan upacara pencucian Kabah bersama raja dilanjutkan dengan
memasuki bangunan Kabah dan melakukan shalat sunnah dua rakaat di dalamnya. Jamaah haji biasa
melakukannya di Hijir Ismail yang dipandang sebagai bagian dari bagian dalam bangunan Kabah.
Setelah itu, sebagai cindera mata Raja Saudi memotong-motong Kiswah atau kain penutup Kabah
dibikin dari tenunan kain sutera berhiaskan kaligrafi terbuat dari 120kg kilo emas murni dan  berpuluh-
puluh kilogram perak. Potongan-potongan Kiswah tersebut kemudian dibagikan kepada tamu-tamu
kerajaan. Zainul sendiri kemudian membagi potongan Kiswah yang diterimanya dari Raja Saud
menjadi empat bagian dan menyerahkan keempat potongan masing-masing kepada Ibundanya, Siti
Baiyah Nasution, kedua istrinya: Hamdanah dan Quraisin serta menyimpan satu untuk dirinya sendiri.
Khusus kepada Arifin, Raja Saud juga memberikan sebilah pedang tradisional Arab Saudi berlapis
emas, Zambea. Pedang ini pada bendera nasional Arab Saudi digambarkan tepat di bawah kalimat
Tauhid warna putih berlatar warna hijau polos. Zambea melambangkan keadilan. Konon, di zaman
sekarang ini pedang Zambea hanya digunakan untuk pelaksanaan eksekusi pemenggalan kepala
pesakitan yang di jatuhi hukuman mati. Zambea yang diterima Zainul hingga kini masih disimpan oleh
salah seorang anaknya, Hj. Ratna Qomariah A. Sutjipto.

Di Madinah, rombongan Presiden Sukarno diberi kehormatan untuk melakukan upacara inagurasi
menandai selesainya pemugaran Mesjid Rasullah Nabawi yang telah dimulai sejak Raja Saud bertahta
pada 1953. Menurut sejarahnya Mesjid terpenting kedua di Arab Saudi setelah Masjidil Haram di
Mekkah ini dibangun sendiri oleh Rasullah setelah Muhammad SAW hijrah ke Medinah. Selama tujuh
bulan Rasullah menyelesaikan Mesjid seluas 1.050 m2 tersebut. Sejalan dengan berkembangnya agama
Islam, Muhammad SAW memperluas Mesjid Nabawi menjadi 2.475 m2 pada tahun 629 Masehi. Inilah
pemugaran pertama mesjid. Selanjutnya, di era sahabat perluasan mesjid dilakukan oleh masing-
masing Umar bin Khatab pada 638 dan Usman bin Affan yang melakukannya pada 650. Pemugaran-
pemugaran sesudahnya dilakukan oleh para penguasa Madinah masing-masing Walid bin Abdul Malik,
Muhammad Al-Mahdi, Sultan Ashraf Qaytaby dan Sultan Ottoman Abdul Majid. Peresmian yang
dilakukan Raja Saud beserta tamu-tamunya dari Indonesia pada 1955 merupakan perluasan Mesjid
yang kedelapan dengan luas keseluruhan menjadi 163.260 m2. KH Masykur menceritakan pengalaman
ini dipenuhi rasa haru dalam buku biografinya, KH Masykur: Sebuah Biografi yang ditulis oleh
Subagyo I.N.

 
Zainul Arifin dalam kapasitasnya sebagai Wakil Perdana Menteri juga melakukan kunjungan
kenegeraan kepada Putra Mahkota kerajaan yang memang memangku jabatan Wakil Perdana Menteri
Saudi, Pangeran Faisal. Zainul didampingi Masykur beraudiensi dengan Wakil Perdana Menteri di
Istananya di Riyadh. Pangeran Faisal adalah adik berlainan ibu dari Raja Saud. Ketika kunjungan
kenegeraan berlangsung hubungan antara Saud dan Faisal masih baik. Namun sejarah kemudian
mencatat, hubungan keduanya bakal memburuk hingga akhirnya Raja Saud digulingkan oleh Pangeran
Faisal pada 28 Maret 1964. Sejak itu Saud hidup dipengasingan di Eropa hingga mangkatnya pada 23
Februari 1969 di Athena, Yunani. Faisal sendiri, kemudian menjadi raja Arab Saudi hingga akhirnya
diapun tewas ditembak oleh kemenakannya sendiri yang juga bernama Faisal (bin Musaid) pada 25
Maret 1975.

Dari Arab Saudi kunjungan dilanjutkan ke Mesir, dimana rombongan diterima oleh Presiden Gamal
Abdel Nasser. Nasser merupakan presiden kedua Mesir yang oleh sejarah dicatat sebagai politikus
terpenting Dunia Arab dan Dunia Berkembang. Ketika menghadiri Konferensi Asia Afrika di
Bandung,dia sempat bersama-sama dengan Sukarno, PM India Nehru dan Presiden Yugoslavia Tito
membahas pembentukan Gerakan Non-Blok. Gerakan tersebut akhrinya resmi berdiri pada 1961 di
Belgrade, Yugoslavia.

Nasser menyambut rombongan Presiden Sukarno dengan hangat dan sangat antusias. Selain melakukan
kunjungan ke Piramid, rombongan juga disuguhi acara-acara kesenian tradisional khas Mesir.
Kunjungan muhibah Sukarno beserta rombongan berakhir pada 4 Agustus 1955. Begitu tiba kembali di
tanah air, Wapres Hatta sedang sibuk menyiapkan pembentukan Kabinet Burhanuddin Harahap sebagai
pengganti Kabinet Ali-Arifin yang bubar dua hari setelah rombongan Presiden berangkat ke Tanah
Suci.

(Dari berbagai sumber, bagian dari tulisan untuk Biografi KH Zainul Arifin: Berdzikir
Menyiasati Angin, Edisi Revisi)

Вам также может понравиться