Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH
1
LAPORAN KASUS
Objektif/Presentasi
Neurologi
Deskripsi
Laki-laki berumur 40 tahun dengan paraparese inferior+retensi urine et alfi e.c. trauma
medulla spinalis
2
IDENTITAS PASIEN
Nama :M
Umur : 40 tahun
Pekerjaan : Petani
Keluhan Utama
• Tidak bisa Buang Air Kecil (BAK) sejak 2 hari yang lalu. Pasien bisa merasakan
perasaan ingin BAK namun tidak bisa mengeluarkannya. Tidak nyeri.
• Tidak bisa Buang Air Besar (BAB) sejak 1 hari yang lalu. Rasa ingin BAB ada, namun ,
tidak bisa mengeluarkan kotorannya.
• Alat kelamin pasien tidak berfungsi seperti biasanya setiap pagi sejak 2 hari yang lalu
• Kedua tungkai secara bersamaan tidak dapat digerakkan sejak ± 2minggu yang lalu dan
rasa terhadap sentuhan berkurang. Sebelumnya pasien mengalami kecelakaan yaitu jatuh
dari sepeda motor dengan posisi jatuh terlentang.
3
• Tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya
• Tidak ada riwayat penyakit kencing manis, ginjal, dan tekanan darah tinggi
Pemeriksaan Fisik :
Suhu : 36,9 ºC
Status Generalis
Thorak
Perkusi : Sonor
4
Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Palpasi : lemas, blas penuh, hepar/lien tidak teraba, nyeri tekan (-), ballottement
(-)
Status Neurologis
0000 0000
5
Sensorik : protopatik dan propioseptik hipoestesi setinggi iga VI
Fungsi Otonom :
• Defekasi : retensi
Diagnosis Kerja : Paraparese inferior + retensi urine et alfi e.c. trauma medulla spinalis
Diagnosis Banding : Paraparese inferior + retensi urine et alfie e.c. infeksi medulla spinalis
IVFD RL 8 jam/kolf
Rencana : - Cek laboratorium : darah rutin, gula darah sewaktu, ureum, kreatinin.
6
PF/ KU : tampak sesak
Kes : CMC
- Hb : 11,3 gr %
- Leukosit : 15.850/mm3
- Hematokrit : 33 %
7
FOLLOW UP
1/2/2011
8
- sesak nafas berkurang
0000 0000
Lainnya lanjut
R/ Ro Vertebrae cervikothoracal
2/2/2011
9
PF/ KU : sedang TD : 110/60
0000 0000
Th/ Lanjut
3/2/2011
Kes : CMC T : 37 ºC
10
0000 0000
Th/ Lanjut
4/2/2011
Kes : CMC T : 37 ºC
0000 0000
11
Th/ lanjut
5/2/2011
Abdomen : dbn
0000 0000
TINJAUAN PUSTAKA
12
A. PENDAHULUAN
Trauma medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang
sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Selain struktur saraf, vaskular juga
dapat dikenai. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali
mengakibatkan penderita harus terus berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda
karena tetraplegia atau paraplegia.
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
13
Gambar 1. Mekanisme trauma pada medulla spinalis.
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung. Selain
itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang belakang sehingga
mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak langsung.
Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah yang
terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan eksitotoksin,
terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan pembentukan radikal bebas dalam sel
neuron di medula spinalis. Semua ini mengakibatkan kematian sel neuron karena nekrosis
dan terputusnya akson pada segmen medula spinalis yang terkena. Deplesi ATP (adenosin
trifosfat) akibat iskemia akan menimbulkan kerusakan mitokondria. Selanjutnya, pelepasan
sitokrom c akan mengaktivasi ensim kaspase yang dapat merusak DNA (asam
deoksiribonukleat) sehingga mengakibatkan kematian sel neuron karena apoptosis. Edema
yang terjadi pada daerah iskemik akan memperparah kerusakan sel neuron.
Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut yang
terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan (sprouting)
pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan tetapi hal ini tidak
mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus, karena terhalang oleh jaringan
parut yang terdiri dari sel glia. Kondisi demikian ini diduga sebagai penyebab terjadinya
kecacatan permanen pada trauma medulla spinalis.
D. KLASIFIKASI
Trauma pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
E. GAMBARAN KLINIS
15
gangguan menyeluruh fungsi saraf somatomotorik, somatosensorik, dan otonomik simpatik.
Gangguan somatik berupa paralisis flaksid, hilangnya refleks kulit dan tendon, serta anastesi
sampai setinggi distribusi segmental medula spinalis yang terganggu. Sedangkan gangguan
otonomik berupa hipotensi sistemik, bradikardia, dan hiperemia pada kulit. RS dapat
berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa bulan. Semakin hebat trauma MS yang
terjadi, semakin lama dan semakin hebat pula RS yang terjadi.
Sebagian besar trauma MS terjadi di daerah servikal. Akan tetapi yang paling
sering mengakibatkan cedera berat adalah trauma di daerah torakal. Hal ini berkaitan dengan
penampang melintang kanalis spinalis di daerah torakal yang lebih sempit dibanding servikal.
Trauma MS di segmen torakal dapat mengakibatkan paraplegia, disertai kelemahan otot
interkostal yang dapat mengganggu kemampuan inspirasi dan ekspirasi. Semakin tinggi
segmen medula spinalis yang terkena, semakin berat pula gangguan fungsi respirasi yang
terjadi. Cedera setinggi segmen servikal (C4-C8) dapat mengakibatkan tetraplegia dan
kelemahan otot interkostal yang lebih berat, sehingga otot diafragma harus bekerja lebih
keras. Cedera servikal di atas segmen C4 dapat mengakibatkan pentaplegia, yaitu tetraplegia
disertai kelumpuhan otot diafragma dan otot leher. Pada keadaan terakhir ini, diperlukan
ventilator untuk membantu kelangsungan hidup penderita.
16
F. TATALAKSANA
Terapi pada cidera medulla spinalis terutama ditujukan untuk meningkatkan dan
mempertahankan funsi sensorik dan mototrik. Pasien dengan cidera medulla spinalis komplet
hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal. Lesi medulla spinalis komplet yang tidak
menunjukkan perbaikan dalam 72 jam pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk.
Cedera medulla spinalis inkomplet cenderung memiliki prognosis yg lebih baik. Apabila
fungsi sensorik di bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah
lebih dari 50%.
17
metilprednisolon dosis tinggi merupakan satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti
efektif pada uji klinik tahap 3 sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera
medula spinalis traumatika.
G. PROGNOSIS
18
Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa kelainan
radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar menunjukkan
hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan adanya edema. Seluruh
pasien dikelola secara konservatif, dengan hasil: 1 orang meninggal dunia, 15 orang
mengalami perbaikan, dan 1 orang tetap tetraplegia.
Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan pertama pasca
trauma pada cedera medula spinalis traumatika. Curt dkk mengevaluasi pemulihan fungsi
kandung kemih 70 penderita cedera medula spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa
pemulihan fungsi kandung kemih terjadi pada 27% pasien pada 6 bulan pertama.
DAFTAR PUSTAKA
19
Baskin DS. Spinal Cord Injury : Neurology Trauma.WB Saunders : Philadelphia. 1996. P. 276-
296
Islam MS. Terapi Sel Stem pada Cidera Medula Spinalis. Cermin Dunia Kedokteran. 2006. Ed.
153. H.17-19
Price SA,Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit. vol.2. ed.6. cet.1.
Jakarta : EGC; 2006. p.1177-1180
Pakasi RE. Patofisiologi dan Dampak Cedera Medula Spinalis pada Berbagai Sistem Tubuh.
Diunduh dari www.scribd.com
20