Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB II

Harmonisasi Antar Partai Politik

A.Partai Politik
A.1 Sejarah partai politik Indonesia
Partai politik pertama kali lahir di Eropa barat. Setelah itu, partai politik segera
bermunculan di hampir di seluruh negara bersamaan dengan menguatnya pengakuan
terhadap pentingnya partisipasi rakyat dalam kehidupan negara. Hal ini mudah dimengerti
karena hingga kini partai politik dianggap sebagai sarana yang menghubungkan rakyat
dengan pemerintahannya.
Kesadaran untuk mendirikan paratai polittik di Indonesia muncul bersamaan
dengan bangkitnya kesadaran rakyat untuk hidup sebagai bangsa yang merdeka. Akan
tetapi, secara formal pembentukan partai politik di Indonesia baru dimulai pada tahun
1945. Hal ini ditandai dengan keluarnya Maklumat Pemerintah tanggal 3 november 1945
tentang pembentukan partai-partai politik. Pada saat kelahirannya, pertain politik
diharapkan dapat memperkuat perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan
menjamin keamanan masyarakat.
Berikut uraian singkat mengenai sejarah partai politik di Indonesia.
 Kebangkitan kesadaran nasional dalam rezim kolonial (1939) : terdapat beberapa
fraksi dalam Volksraad: Fraksi Nasional (Husni Thamrin), Perhimpunan Pegawai
Bestuur Bumi putera (Prawoto), Indonesische Nationale Groep (M. Yamin). Diluar
Volksraad : KRI (Komite Rakyat Indonesia) yang terdiri dari GAPI ( Gabungan Politik
Indonesia/Nasionalis), MIAI (Majelis Islamil A’laa Indonesia/Islam), MRI (Majelis
Rakyat Indonesia).
 Zaman Jepang (1942) : Dilarang, kecuali pembentukan Partai Islam (Masyumi) .
 Zaman Kemerdekaan (1945) : dibuka seluas
luasnya kesempatan mendirikan partai.
 Pemilu 1955: kemenangan 4 partai besar (PKI, NU, Masyumi
dan PNI).
 Demokrasi Terpimpin: Partai politik
dipersempit ruang geraknya.
 Orde Baru (1971) :, Golkar menjadi pemenang, diikuti NU, Parmusi, dan PNI.
 Pemilu 1977: 2 Parpol dan Golkar (setelahpemberlakuan UU Nomor 3 Tahun 1975
tentang Parpol dan Golkar).
 UU ParpolNo. 3 Tahun1985
 Orde Reformasi (1998) : Kebebasan mendirikan partai.
 Pemilu 1999 : diikuti 48 partai politik dan didominasi oleh PDI perjuangan, Golkar,
PPP, PKB, dan PAN.
 Pemilu 2004 : diikuti oleh 24 partai politik.
 UU parpol No. 2 tahun 2008
 Pemilu 2009.

A.2 Pengertian Partai politik


Seperti halnya politik, partai politik pun memiliki pengetian yang berbeda - beda.
Hal itu bergantung pada siapa yang mengemukakan dan dari sudut mana ia memandang.
Berikut ini akan disajikan definisi patai politik dari tiga ahli ilmu politik.
Miriam Budiarjo, Partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir, yang
anggota-anggotanya mempunyai orrientasi nialai dan cita-cita yang sama. Tujuan politik
yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasan politik dan merebut
kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka dengan cara
konstitusional.
Carl J friedrich, partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara
stabil. Tujuannya ialah merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap
pemerintahan bagi pimpinan partainya. Berdasarkan penguasaan ini paratai politik
memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil maupun materiil.
Menurut R. H. Soltau, partai politik adalah sekelompok warga Negara yang sedikit
banyak terorganisir, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik, yang bertujuan
menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum.

A.3 Fungsi Partai Politik


Dalam kehidupan modern partai politik dianggap sebagai sarana
yangmenghubungkan rakyat dengan pemerintah. Artinya, rakyat dapat mempengaruhi
jalannya pemerintah melalui aktivitasnya di dalam partai politik. Dengan memilih salah
satu partai politik dalam pemilu, misalnya rakyat secara tidak langsung telah menyalurkan
pendapatnya. Pendapat tersebut berkaitan dengan susunan jajaran pemerintahan dan
arah pembangunan yang harus ditempuhnya.
Dalam Negara demokrasi, partai politik pada umumnya memiliki fungsi-fungsi
sebagai berikut:
a. Sarana untuk menyalurkan aspirasi dan pendapat masyarakat.
Dalam Negara demokrasi, kebebasan berpendapat diatur dan dijamin
dalam undang-undang. Pendapat ini dapat disalurkan baik secara lisan maupun
tertulis.
Pemilihan umum merup[akan salah satu kegiatan yang bertujuan
menampung pendapat rakyat tentang orang-orang yang akan mewakilinya di
dalam lembaga perwakilan rakyat. Dalam kegiatan ini, partai politik menjadi
peserta agar dapat menempatkan utusannya lebih banyak di lembaga perwakilan
rakyat.
b. Sarana untuk menanamkan sikap dan orientasi terhadap fenomena politik
Selain menjadi sarana untuk menyalurkan aspirasi dan pendapat
masyarakat, partai politik berfungsi juga sebagai sarana untuk membina sikap dan
orientasi politik. Proses ini sesungguhnya telah berjalan secara berangsur-angsur
sesuai dengan tahap perkembangan manusia.
Setiap partai politik memiliki sikap dan orientasi tertentu terhadap
fenomena politik yang ada. Hanya dengan mengenali sikap dan orientasinya,
rakyat dapat menentukan sikap memilih atau tidak memilih partai tersebut dalam
pemilu. Oleh karena itu, partai politik selalu memperkenalkan sikap dan orientasi
politiknya yang tercermin dari program-program yang disusunnya. Kegiatan ini
dikenal dengan masa kampanye beberapa saat sebelum pemilihan umum
berlangsung.
c. Sarana untuk menyeleksi kepemimpinan
Partai politik dapat berfungsi sebagai sarana untuk menyeleksi
kepemimpinan. Hal ini, biasanya dilakukan melalui penmerimaan anggota baru
partai. Dalam partai politik, anggota baru ini dibina sehingga sanggup menjadi
pemimpin, baik untuk memimpin partai maupun memimpin bangsanya.
d. Alat pengatur Konflik
Perbedaan pendapat dalam masyarakat dapat mengundang timbulnya
konflik apabila tidak mendapatkan penyelesaian yang dianggap tepat. Lebih-lebih
bagi Negara demokrasi dimana perbedaan pendapat tidak dilarang. Agar tidak
menjurus kea rah konflik yang membahayakan keutuhan masyarakat, dalam hal ini
partai politik memiliki peranan penting dalam masyarakat dengan menyalurkan
pendapat yang berlainan tadi.

A.4 Sistem Kepartaian


Menurut bebrapa pakar ilmu politik, dikenal tiga bentuk system kepartaian. Ketiga
sistem tersebut ialah sistem satu partai, dua partai, dan multi partai.
Sistem satu partai adalah sistem kepartaian di dalam badan-badan Negara,
terutama legislatif dan eksekutif, hanya terdapat satu partai besar yang secara terus
menerus menguasai mayoritas disamping parta-partai kecil.
Sistem ini dapat terjadi baik karena ketentuan konstitusi maupun karena keadaan
politik, yang hanya satu partai yang bias berkembang. Di Uni soviet, misalnya, pernah
berlaku keharusan sistem satu partai berdasarkan pasal 126 konstitusi stalin. Sistem satu
partai ini pula diterapkan di Turki pada era pemerintahan kemal Attaturk.
Sistem dua partai terjadi apabila mayoritas mutlak dalam lembaga legislatif
dikuasai salah satu dari dua kekuatan politik terbesar secara bergantian sesuai hasil
pemilihan Umum. Susunan eksekutif biasanya diisi oleh orang-orang yang berasal dari
partai politik yang sama.
Sistem dua partai diterapkan di Amerika Serikat. Partai Demokrat dan republik
bergantian menguasai Kongres. Pimpinan partai menguasai Kongres biasanya menjadi
presiden Amerika Serikat.
Sistem multi partai akan terjadi apabila mayoritas mutlak dalam lembaga legislatif
dibentuk atas kerja sama (koalisi) antara dua partai atau lebih. Hal ini menyebabkan
susunan badan eksekutif diisi oleh orang-orang yang berasal dari partai politik yang
berbeda.
Sistem multipartai dapat terjadi karena dua sebab. Pertama, karena adanya
kebebasan mendirikan partai politik. Misalnya, sistem multi partai terjadi di negara kita
setelah runtuhnya rezim orde baru dan berlakunya reformasi. Kedua, karena sistem
pemilihan umum proporsional. Sistem proporsional dapat mendorong sistem multipartai.
Dalam sistem ini sangat mudah bagi partai- partai kecil untuk memperoleh sedikit kursi di
lembaga perwkilan rakyat karena tidak ada suara hilang.

B. Harmonisasi antar Partai Politik


B.1 Pengertian Harmonisasi antar partai politik
Secara etimologis, Harmonisasi terdiri dari dua suku kata Harmoni dan isasi.
Harmoni berarti keselarasan atau keserasian, dan isasi berarti proses. Jadi dalam arti
pendek berarti proses penyelarasan atau proses penyerasian.
Harmonisasi antar partai Politik dapat diartikan sebagai proses menyamakan
persepsi antara satu partai dengan partai lainnya, agar tecapai kesalarasan dan keserasian
tujuan.
Menurut ahli tata negara Idrus Affandi, harmonisasi antar Partai politik adalah
penyeragaman pola pikir antara satu partai dengan satu partai lainnya dan satu partai
dengan kelompok partai dengan tujuan demokratisme ideologis.

B.2 Pentingnya Harmonisasi antar Partai Politik


Politik seperti Ekonomi, Budaya, dan kajian sosial lainnya, bersifat fluktuatif,
cenderung tidak tetap, dan selalu berkembang. Pembentukan Politik pun terjadi secara
pragmatis dan terbentuk sendiri karena tuntutan keadaan zaman. Ketika jumlah manusia
bertambah perlu adanya sistem yang mengatur untuk berkelompok, memimpin-dipimpin,
dan bersosialisasi, muncullah pemimpin, dan selanjutnya tebentuklah politik. Ada yang
bersistemkan kerajaan, republik, dll.
Dan pada perkembangan selanjutnya ketika penduduk bertambah banyak dan
jumlah keputusan bertambah pula, muncullah kebutuhan akan sebuah sistem yang
mampu mewakili kepentingan/aspirasi masyarakat, karena pengambilan keputusan
langsung (voting) sangat tidak efektif. Maka, lahirlah pemikiran akan sebuah lembaga
perwakilan masyarakat atau kongres. Dan “orang tua’ dari kongres adalah partai politik.
Kejadian ini terjadi awalnya di negara eropa barat yang notabenenya merupakan
wilayah yang pertama kali lepas dari bentuk negara monarki (kerajaan) klasik yang
runtuh pada era Perang Dunia 1. Dan sejak itu pun sering terjadi kesalahpahaman antara
satu partai dan partai lain.
Di Indonesia, pada saat masa penjajahan belum mengenal partai politik. Baru pada
menjelang kemerdekaan muncullah partai politik seiring banyaknya orang Indonesia yang
belajar di luar negeri. Partai- partai pada masa itu, seperti Indische Partij, GAPI, Boemi
Poetra, dlll., tidak sering terlibat konflik, kalau pun konflik terjadi, biasanya hanya
menyangkut hal kecil.
Baru pada masa pra kemerdekaan konflik antar partai politik sering terjadi,
mengingat pada masa itu Indonesia baru merdeka, dan tampuk kepemimpinan masih
labil, sehingga setiap parti berjuang untuk dapat menguasainya. Konflik terjadi biasanya
azas atau ideologi partai yang berbeda. Puncaknya terjadi pada tahun 196o-an, ketika PKI,
partai komunis lahir, PKI yang mengusung azas yang berbeda dengan demografis rakyat
Indonesia berkembang menjadi partai besar. PKI mendapat kecaman dari partai lain
terutama partai Islam. Pada masa itu, sering terjadi bentrokan fisik antara simpatisan PKI
dan non-PKI. Pada bulan September 1965 PKI mencoba melakukan kudeta dan
melakukan penculikan terhadap perwira tinggi ABRI. Akan tetapi, pada akhirnya gerakan
PKI itu digagalkan, dan selanjutnya berakibat pada pelarangan partai berpaham komunis.
Pada rezim Orde baru, diberlakukan aturan pemerintah yang membatasi jumlah
partai politik menjadi tiga, Partai Persatuan Pembangunan yang berazaskan Islam, Partai
Demokrasi Indonesia yang berazaskan Nasionalisme, serta Golongan Karya. Golkar yang
pro pemerintah dan merupakan partai Soeharto, didukung intervensi pemerintah,
menjadikannya pemenang dalam setiap Pemilu sejak tahun 1977 sampai 1997. Pola tiga
partai ini diciptakan untuk penyederhanaan politis, yang tujuan sekundernya berupa
pengambilan kebijakan-kebijakan yang mudah. Memang pada masa Orde Baru, kebijakan
pemerintah berjalan baik, Pembangunan Negara berjalan dengan baik pula. Namun, di
kalangan masyarakat, muncul fenomena sosial negatif. Tiga partai yang berbeda ideologi
tersebut saling bermusuhan. Umumnya, sentimentalitas muncul di kalangan non-Golkar
terhadap Golkar, ada istilah pada saat itu bahwa “Golkar adalah Pemerintah”. Puncak
ketidakdemokratisan orde baru terjadi ketika tahun 1996, pada saat kantor pusat PDI
diserang oleh oknum pemerintahan.
Sejak awal kemerdekaan atau ketika partai politik mulai muncul di Indonesia
hingga rezim orde baru, tidak ada sebuah bentuk harmonisasi antar partai politik yang riil
yang mampu menjembatani antara satu parpol dengan parpol lainnya.
Ketika masa reformasi lahir dan jatuhnya semi-diktatorisme Soeharto, Masyarakat
memiliki hak untuk berdemokrasi tanpa batasan, dan sejak itu Partai politik tidak dibatasi
jumlahnya. Pemilihan Umum pun berlangsung demokratis. Pada era reformasi, konflik
fisik akibat perbedaan ideologis cenderung jarang terjadi. Lalu muncullah fenomena baru,
Parpol yang banyak untuk selanjutnya menjadikan DPR dihuni oleh perwakilan partai yang
berbeda tersebut. Secara politis itu baik, akan tetapi pengambilan keputusan legislative
cenderung tidak efektif, benyak silang pendapat, memakan waktu, dan rancangan
kebijakan pun tidak dapat diputuskan. Hal-hal tersebut semakin lama semakin kompleks,
bahkan perkelahian antar anggota DPR sudah sering terjadi.
Pada masa Reformasi setidaknya ada harmonisasi antar partai politik, meski hanya
menyangkut beberapa partai tertentu. Partai-partai tertentu berkelompok dalam satu
wadah yang dikenal dengan koalisi. Koalisi muncul karena adanya rasa kesamaan visi-misi
partai-partai tersebut. Yang disayangkan adalah koalisi ini terbentuk pada saat hendak
Pemilihan Umum Presiden dan wakil presiden bukan pada sebelum Pemilihan Umum
legislative. Memang secara konteks politik tidak apa-apa, akan tetapi koalisi seperti ini
secara moril buruk, seakan parpol ini berkumpul demi kekuasaan dan meninggalkan
idealismenya masing-masing.
Permasalahan belum selesai, ketika koalisi tertentu menjadi pemenang dalam
Pemilu presiden, penyusunan cabinet pun menjadi kendala baru karena tiap parati ingin
menempatkan perwakilannya di pos-pos tertentu yang dianggap penting.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konflik antar partai politik terjadi di
semua level masyarakat.
 Di level masyarakat : munculnya pertikaian fisik, permusuhan, dan konflik rasial
 Di level legislative : sulitnya pencapaian mufakat, sulitnya pengambilan kebijakan,
dan non-efektivitas anggota.
 Di level eksekutif : pro-kontra penyusunan cabinet.

Oleh karena hal itu, harmonisasi antar partai politik sangat penting untuk
dilakukan untuk tercapainya persatuan dan kesatuan, serta terpenuhinya azas keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B.3 Proses Harmonisasi Antar Partai Politik
Harmonisasi antar partai politik mempunyai artian yang luas. Sering kali, orang
mengatakan harmonisasi dengan perdamaian, padahal sebenarnya makna dari
harmonisasi itu sangat global. Proses Harmonisasi dari sudut pandang waktu
penanggulangannnya ada dua jenis cara harmonisasi yakni preventif dan pasca konflik.
Harmonisasi preventif merupakan proses harmonisasi yang dilakukan sebelum
konflik atau dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik antar partai politik. Adapan
macam-macam dari harmonisasi preventif antara lain:
1. Peningkatan kualitas pendidikan politik masyarakat
Satu hal mendasar yang menjadi sumbu konflik politik di Indonesia adalah
kurangnya pemahaman masyarakat terhadap politik itu sendiri. Perbedaan
ideology sering ditanggapi oleh satu sama lain secara negatif.
Di Amerika serikat kendati Partai Demokrat dan Partai Republik berlomba
dalam proses demokrasi, tidak terjadi silang pendapat yang negative, perbedaan
dianggap lumrah. Semua pihak mengerti konsekuensinya. Disana kedewasaan
berpolitik sangat baik, terlihat dari sikap mereka saling menghargai, menerima
kekalahan secar lapang dada dan tidak ada bentrokan fisik.
Oleh karena itu, penting adanya peningkatan pola pendidikan berpolitik.
Hal ini bisa dilakukan dengan memasukan muatan politik dalam pendidikan di
semua level, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Ada baiknya pula,
menjadikan Politik menjadi mata pelajaran khusus dan terlepas dari mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Cara lain dapat ditempuh dengan cara publikasi pemerintah baik melalui
media atau pun secara langsung, seperti Iklan layanan masyarakat yang
ditampilkan di televisi.
Hal ini sangat baik untuk membuat manusia-manusia yang siap berpolitik
dan berpartai politik dengan baik. Apabila hal-hal diatas dapat dipenuhi, maka
harmonisasi antar partai politik bukan hal yang sulit dilakukan.
2. Pembentukan instansi pemerintahan yang mengurus hubungan antar partai politik
Di Indonesia belum ada wadah yang menampung partai-partai politik
dalam satu kesatuan. Kalau pun ada hanya bersifat regional dan kecil. Di Indonesia
hanya ada Komisi Pemilihan Umum, itu pun mengatur partai politik secara
administratif.
Sudah saatnya ada komisi khusus dibawah naungan pemerintah yang
menjembatani satu partai politik dengan partai politik lainnya. Komisi yang
transparan, jujur, adil, dan mampu mempersatukan seluruh partai yang ada.
Kegiatan komisi ini bisa berupa pembentukan persepsi dan tujuan yang sama,
seperti dengan cara diskusi atau Musyawarah Nasional.
Komisi Ini idealnya berada di bawah kementerian Dalam Negeri atau
Kementerian Polhukkam.
3. Pembuatan perangkat hukum yang kuat
Cara selanjutnya adalah dengan penguatan landasan konstitusional, di
Indonesia belum ada Undang-undang khusus yang menangani hubungan antar
partai politik. Undang-undang no 2 tahun 2008 tentang partai politik pasal 32 dan
pasal 33 pun hanya mengatur poin-poin yang membahas perpecahan Partai politik
bukan perpecahan antar partai politik.
Pemberlakuan undang-undang mengenai hubungan antar partai politik
yang memuat anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan sanksi-sanksi terhadap
pelanggar, akan menimbulkan efek positif di kalangan partai politik untuk menjaga
hubungan dengan partai politik lain dengan baik.
Yang kedua adalah harmonisasi pasca konflik atau proses perbaikan hubungan
antara satu partai dengan partai lainnya yang sebelumnya terlibat dalam friksi negatif.
Adapun cara-cara yang dapat ditempuh adalah sebagai berikut:
1. Melakukan hubungan baik kembali
Melakukan hubungan disini bisa mencakup prosedur perdamaian politik
seperti rekonsiliasi, mediasi, dan arbitrase. Tidak dapat dipungkiri bahwa partai-
partai besar sering terlibat permusuhan yang kental, bahkan pada musim
kampanye sering kali kita temukan antar simpatisan parpol yang bentrok fisik
hingga menimbulkan korban jiwa. Hal-hal seperti sebenarnya dapat kita cegah
apabila petinggi parpol tersebut menomorduakan arogansi mereka dan lebih
mengedepankan kedewasaan berpolitik. Karena simpatisan umumnya mengikuti
kebijakan dan pengaruh petinggi partainya.
Pada tahun 2008, ada kejadian unik, Golkar dan PDI-Pejuangan melakukan
musyawarah nasional bersama. Hal yang kita pikir tidak mungkin terjadi,
mengingat Golkar dan PDIP (yang awalnya PDI) sejak dulu saling bermusuhan.
Perang media, adu mulut pimpinan partai, dan simpatisannya pun punya sentimen
yang buruk satu sama lain. Akan tetapi dengan niat yang baik dan rasa saling
membutuhkan,permusuhan berpuluh-puluh tahun pun bisa lenyap seketika.
2. Menindak partai politik yang melakukan pelanggaran terhadap harmonisasi antar
partai politik
Friksi-friksi antar partai politik yang sering terjadi disebabkan pula
lemahnya hukum yang ada. Sering kita dengar, ada partai yang pada prakteknya,
mereka berkampanye dengan brutal, menghina partai lain, dan vandalisme
(pengrusakan fasilitas umum), tetapi partai tersebut tidak mendapat sanksi dan
beralasankan kebebasan bereksperesi.
Tindakan diatas sebenarnya harus ditindak dengan cara pemberian sanksi,
baik sanksi secara pidana maupun administratif. Sanksi pidana maksudnya, segala
hal yang dilakukan oleh partai yang melakukan tindakan buruk terhadap partai lain
dan merugikan Negara, maka harus diusut di pengadilan. Partai tersebut juga
harus mendapatkan sanksi administratif dari lembaga berwenang, misalnya
Kementeri Dalam Negeri atau KPU, sanksi tersebut bisa berupa denda, pelarangan
kampanye, atau pembubaran partai politik tersebut.
Aturan hukum dan sanksi-sanksi yang keras akan menimbulkan efek jera
dan menuntut partai-partai politik untuk tidak menyepelekan yang lain. Untuk
selanjutnya timbul kemapanan pola pikir, untuk saling menghargai, menghormati,
dan bersyerikat dalam satu naungan harmonisasi yang kokoh.
.

Вам также может понравиться