Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
NPM : 0304020523
Tanda Tangan :
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
DEWAN PENGUJI
Ditetapkan di : Depok
Tanggal : 4 Desember 2008
iii
Universitas Indonesia
”Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah
Engkau ajarkan kepada kami ; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana.”
[ Al Baqoroh : 32 ]
iv
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan segala
kenikmatan dan anugrah terutama nikmat keimanan dan waktu untuk terus
memperbaiki diri, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai
rencana. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada teladan sepanjang zaman
Rasululah saw beserta para keluarga dan sahabatnya. Skripsi ini diajukan sebagai
salah satu syarat mencapai gelar sarjana S1 di Departemen Fisika Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Telah banyak tenaga dan pikiran yang penulis curahkan untuk
menyelesaikan skripsi ini. Banyak kesulitan teknis maupun non teknis yang
ditemui selama pengerjaan, namun berkat jasa orang-orang di sekitar penulis
maka skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Dr. Warsito Purwotaruno selaku dosen pembimbing I dan direktur CTECH
Centre for Tomography Research (tempat dilaksanakannya penelitian ini)
yang telah memberi ilmu dan bantuan dengan penuh kesabaran di kala
waktunya yang begitu padat serta mengajarkan kepada penulis tentang arti
ketekunan.
2. Dwi Seno Kuncoro, M.Si selaku dosen pembimbing II atas ilmu,
semangat, dan arahannya kepada penulis.
3. Prof. Dr. Djarwani S. S. selaku penguji I dan ketua Peminatan Fisika
Medis yang telah mengenalkan penulis kepada dunia fisika medis dan atas
semangat beliau untuk menjadi mahasiswa yang berkarya. Dr. Prawito
selaku penguji II dan Dr. Eng. Supriyanto Suparno selaku penguji III atas
saran dan kritiknya sebelum penulis melaksanakan sidang.
4. Seluruh dosen dan staf Fisika UI yang telah memberi ilmu yang
bermanfaat selama penulis menjadi mahasiswa Fisika UI.
Universitas Indonesia
5. Pihak Edwar Technology terutama Dr. Edi S. selaku Dirut yang telah
banyak membantu dalam memperoleh data yang penulis butuhkan.
6. Kedua orang tuaku, mama dan bapak yang telah menanamkan cinta sejati
dan memberi bekal abadi pada buah hati mereka.
7. Kedua adikku, Nina dan Ridwan yang sangat istimewa karena tumbuh
dalam kecerdasan spiritual.
8. Kakakku Teti Suhaeti atas persaudaraan yang sangat indah selama ini.
9. Saudara-saudaraku, Ayu FT UI 2004, Retno FKM UI 2002, Nur Sejarah
UNJ 2002, Lusi FIK 2004, Habibah, Candra, dan Atikah MIPA 2004, Lia,
Dian, Rahmah, dan Sri Fisika UI 2005 yang memberi ruh semangat bagi
penulis.
10. Keluarga Ustadz Budi Azhari, Lc dan mba Alfi Zulhidayati yang tak
pernah bosan memberi ilmu berharganya bagi perubahan hidup penulis.
11. Keluarga Ibu Iyus Rusnani yang telah memberikan tempat tinggal dan
pelajaran hidup selama penulis menyusun skripsi.
12. Sahabat seperjuanganku yang sholeh dan sholehah, Elfira Wirza, Syamsul
Ma’arif, Ahmad Novian Rahman Hakim, Marlin Ramadhan Baidillah, dan
Sugiharto. Mereka para pejuang di Edwar Technology yang telah memberi
sejuk dalam gersang selama penulisan skripsi.
13. Teman-teman Fisika Medis 2004, Ira, Elly, Saad, Dewi, Syamsul, Vian,
Maulana, Aris, Wahyu, Wamid, Iim, dan Andes yang telah memberi warna
dalam kuliah-kuliah kita yang menyenangkan.
14. Seluruh rekan-rekan Fisika 2004 atas pelajaran berharga dan
kebersamaannya selama di masa perkuliahan.
Penulis hanya dapat berdoa semoga semua kebaikan yang telah diberikan
kepada penulis mendapat pahala berlipat dari Allah S.W.T. Dan dengan
kerendahan hati, penulis mengharapkan semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tangerang, November 2008
Penulis
vi
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 4 Desember 2008
Yang menyatakan
vii
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Kata kunci :
Sinyal akustik, ultrasonik, ultrasonik untuk diagnostik, COMSOL Multiphysics
viii
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Key word :
Acoustic signal, ultrasonic, ultrasonic for diagnostic, COMSOL Multiphysics
ix
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN .............................................................................. vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ..............................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................4
1.5 Batasan Penelitian .................................................................................4
1.6 Metode Penelitian...................................................................................5
1.7 Sistematika Penulisan ............................................................................5
Universitas Indonesia
4.1 Simulasi Ultrasonik 2 Dimensi ............................................................32
4.1.1 Preprocessing.........................................................................33
4.1.2 Processing ..............................................................................37
4.1.3 Postprocessing .......................................................................37
4.1.4 Deskripsi Kasus .....................................................................37
4.2 Denoising dengan Wavelet ...................................................................38
4.3 Eksperimen ...........................................................................................39
4.3.1 Deskripsi Alat dan Bahan ......................................................39
4.3.2 Metode Pengukuran ...............................................................41
4.3.3 Prinsip Kerja ..........................................................................41
BAB 6 : PENUTUP
6.1 Kesimpulan ..........................................................................................66
6.2 Saran.................................................................................................... 66
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 3.1 Densitas dan kecepatan suara dalam berbagai medium ........................ 18
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 3.3 Gaya yang terjadi ketika gelombang suara merambat ...................... 15
Gambar 3.5 Interaksi ultrasonik dalam medium dengan impedansi akustik yang
berbeda .................................................................................................................. 22
xiii
Universitas Indonesia
Gambar 4.6 Tampilan finite element mesh ........................................................... 37
xiv
Universitas Indonesia
Gambar 5.5.a Pulsa ultrasonik bandwidth 1,4 MHz ............................................. 50
Gambar 5.6.a Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 1700 m/s . 51
Gambar 5.6.b Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 1900 m/s . 51
Gambar 5.6.c Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 2000 m/s . 51
Gambar 5.6.d Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 2100 m/s . 52
Gambar 5.6.e Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 2200 m/s . 52
Gambar 5.6.f Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 2300 m/s .. 52
Gambar 5.6.g Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 2400 m/s . 52
Gambar 5.6.h Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 2500 m/s . 52
Gambar 5.6.i Sinyal dengan kecepatan ultrasonik jaringan abnormal 2600 m/s .. 52
Gambar 5.8 Sinyal dengan sinyal jaringan abnormal dengan ukuran lebih kecil
dari λ/2π ................................................................................................................ 56
Gambar 5.9.c Spektrum jaringan abnormal dengan ukuran lebih kecil λ/2π ........ 58
xv
Universitas Indonesia
Gambar 5.10.b Sinyal jaringan normal dengan noise ........................................... 59
xvi
Universitas Indonesia
DAFTAR GRAFIK
Grafik 5.2 Hubungan ukuran jaringan abnormal dengan intensitas relatif echo... 55
Grafik 5.3 Hubungan jumlah jaringan abnormal berukuran lebih kecil dari λ/2π
dengan intensitas relatif echo ................................................................................ 56
xvii
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
Universitas Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
Menurut Dr. Mellissa S Luwia, MHA, ketua panitia hari kanker sedunia
2006 di Indonesia, persoalan penyakit kanker di Indonesia karena kurangnya
pemahaman masyarakat bahwa sebenarnya kanker bisa disembuhkan bila
diketahui sejak dini dan segera diobati. Ini terbukti dari banyaknya penderita
kanker yang berhasil sembuh, karena penyakitnya terdeteksi sejak dini dan
disiplin menjalani pengobatan.
Sebelum melakukan tindakan terapi, maka diperlukan data diagnosis yang
mendukungnya. Diagnosis kanker dilakukan berdasarkan gejala yang dirasakan
pasien, temuan pada pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan radiologi. Salah satu pemeriksaan radiologi menggunakan ultrasonik.
Beberapa keuntungan diagnosis menggunakan ultrasonik adalah :
1. Sensitif mendeteksi permukaan yang tidak homogen.
2. Jangkauan kedalaman yang cukup.
3. Hanya satu sisi tubuh sebagai akses yang dibutuhkan.
4. Memiliki akurasi tinggi dalam menetapkan posisi refleksi dan
memperkirakan ukuran ketidakhomogenan.
5. Memberikan hasil dalam waktu singkat.
6. Tanpa menggunakan radiasi pengion sehingga aman bagi tubuh manusia.
7. Lebih murah dibandingkan dengan modalitas lain.
Saat ini pemanfaatan gelombang ultrasonik sudah sangat berkembang dan
memiliki implikasi yang luas hampir di semua organ tubuh. Perkembangan
penggunaan ultasonik dalam bidang kesehatan saat ini, berawal dari
ditemukannya cara mengukur jarak di dalam air menggunakan gelombang suara.
Pada awal tahun 1940, gelombang ultrasonik digunakan sebagai alat
mendiagnosis suatu penyakit. Penggunaan ultrasonik mulai merambah bidang
obstetri ginekologi. Penelitian yang dilakukan Ian Donald pada tahun 1955
terhadap kista ovarium dengan menggunakan alat Metal Flaw Detector mulai
membuka peluang dilakukannya berbagai penelitian lanjutan. Pada tahun 1990-an
teknologi transduser digital berkembang.
Pemanfaatan gelombang ultrasonik dalam diagnosis suatu penyakit
berkaitan erat dengan kemampuannya mendeteksi sinyal. Sinyal yang
Universitas Indonesia
3
Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
7 Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
disimpulkan berkat hasil eksperimen Karl Theodore Dussik, seorang dokter ahli
saraf dari Universitas Vienna, Austria. bersama dengan Freiderich, seorang ahli
fisika, berhasil menemukan lokasi sebuah tumor otak dan pembuluh darah pada
otak besar dengan mengukur transmisi pantulan gelombang ultrasonik melalui
tulang tengkorak. Dengan menggunakan transduser (kombinasi alat pengirim dan
penerima data), hasil pemindaian masih berupa gambar dua dimensi yang terdiri
dari barisan titik-titik berintensitas rendah.
George Ludwig, ahli fisika Amerika, menyempurnakan alat temuan
Dussik. Pemindaian terhadap lokasi batu ginjal pada suatu jaringan tubuh dapat ia
lakukan. Gelombang ultrasonik yang menumbuk pada jaringan tubuh akan
dipantulkan dan hasilnya kemudian dapat dilihat pada layar osiloskop.
Selanjutnya diketahui bahwa gelombang ultrasonik tersebut memerlukan panjang
gelombang tertentu agar suatu objek jaringan tubuh yang densitasnya beraneka
ragam dapat teridentifikasi.
Tahun 1949, John Julian Wild, ahli bedah Inggris yang bekerja di Medico
Technological Research Institute of Minnesota, berkolaborasi dengan John Reid,
seorang teknisi dari National Cancer Institute. Mereka melakukan investigasi
terhadap sel-sel kanker dengan alat ultrasonik. Beberapa jenis alat yang dibuat
untuk kepentingan investigasi tersebut antara lain B-mode ultrasound,
transduser/alat pemindai jenis A-mode transvaginal, dan transrectal. Prinsip alat-
alat tersebut mengacu pada sistem radar. Oleh sebab itu, mereka kemudian
menyebutnya sebagai Tissue Radar Machine (mesin radar untuk deteksi jaringan).
Tidak kurang dari 5 tahun setelah gebrakan yang dilakukan oleh Dussik
barulah dunia kedokteran dan teknik mulai menampakkan ketertarikan mereka.
Wild menjadi salah satu pelopor yang memperkenalkan prospek pengukuran
jaringan dengan ultrasonik di tahun 1950. Ia bersama French dan Neal, berhasil
mengadakan riset dalam hal deteksi tumor-tumor otak. Di tahun yang sama
Ludwig dan Struthers juga mengumumkan keberhasilan riset mereka dalam
deteksi kandung kemih ultrasonik. Beberapa waktu berikutnya, tahun 1952,
Howry dan Bliss mengeluarkan isu hasil penelitian mereka dalam visualisasi
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
BAB 3
LANDASAN TEORI
13 Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Fx
x x+dx
∑ Fx =
ma (3.1)
∂F ∂Fx
dFx = Fx + x dx − Fx = dx (3.2)
∂x ∂x
Selama gelombang suara merambat, elemen akan berpindah seperti digambarkan
pada gambar 3.4.
ξ ξ+dξ
x x+dx
Gambar 3.4 Pemindahan elemen selama gelombang suara merambat
Universitas Indonesia
16
∂ξ
dl = (ξ + d ξ ) − ξ = dx (3.3)
∂x
dimana rapatan elemen ε adalah
dl ∂ξ
ε
= = (3.4)
dx ∂x
Untuk menghubungkan rapatan dan gaya pada medium elastis, digunakan hukum
Hooke sebagai berikut :
σ
E= (3.5)
ε
dimana : E = modulus elastis dan tekanan σ dapat ditulis sebagai
F
σ= (3.6)
A
dimana : F = gaya dan A = luas permukaan.
F A
E= (3.7)
∂ξ ∂x
∂ξ
Fx = AE (3.8)
∂x
∂ 2ξ
dFx = AE dx (3.9)
∂x 2
Massa dan percepatan elemen dapat ditulis
m = ρ ( Adx ) (3.10)
dan
Universitas Indonesia
17
∂ 2ξ
a= 2 (3.11)
∂t
dimana : ρ = densitas medium dan t = waktu.
∂ 2ξ
dFx = ρ A (3.12)
∂t 2
Menyamakan persamaan (3.9) dan (3.12) menghasilkan persamaan transmisi
gelombang suara
∂ 2ξ 2 ∂ ξ
2
=c (3.13)
∂t 2 ∂x 2
Dimana
E
c= (3.14)
ρ
ξ = Ae j (ωt − kx ) (3.15)
=λ c=
/ f (2π c) / ω (3.16)
Universitas Indonesia
18
c=λf (3.17)
Universitas Indonesia
19
dimana Ep adalah energi potensial (Joule) dan Ek adalah energi kinetik (Joule).
Untuk menghitung intensitas gelombang ultrasonik perlu mengetahui
energi yang dibawa oleh gelombang ultrasonik. Intensitas gelombang ultrasonik
(I) adalah energi yang melewati luas permukaan medium 1 m/s atau watt/m
(Cameron and Skofronick, 1978). Untuk sebuah permukaan, intensitas gelombang
ultrasonik ( I ) diberikan dalam bentuk persamaan :
=I 1=
2
ρVA(2π f ) 2 1 Z ( Aω ) 2
2 (3.19)
E = 1 kA (3.20)
2
Universitas Indonesia
20
dimana :
k = konstanta = 4 π2 m/T2 = 4 π2 m f2
T = periode (s)
A = amplitudo geraknya (m)
m = massa partikel pada medium (kg)
Kemudian :
E = 2π 2 mf 2 A2 (3.21)
jika :
m = ρ V = ρ S l = ρ S v t = massa (kg),
V = volume = luas . tebal = S l (m3 ),
S = luas permukaan penampang lintang yang dilalui gelombang (m ),
l = v t = jarak yang ditempuh gelombang dalam waktu t (m),
v = laju gelombang (m/s),
t = waktu (s),
maka :
E = 2π 2 rSvtf 2 A2 (3.22)
Dari persamaan di atas diperoleh hasil bahwa energi yang dibawa oleh
gelombang ultrasonik sebanding dengan kuadrat amplitudo. Besarnya daya yang
dibawa gelombang ultrasonik (P) menjadi :
P = 2π 2 rSvf 2 A2 (3.23)
Intensitas gelombang ultrasonik adalah daya yang dibawa melalui luas
permukaan yang tegak lurus terhadap aliran energi, maka :
P = 2π 2 rvf 2 A2 (3.24)
Persamaan di atas menyatakan hubungan secara eksplisit bahwa intensitas
gelombang ultrasonik sebanding dengan kuadrat amplitudo (A) dan dengan
kuadrat frekuensi (f).
Gelombang ultrasonik yang keluar dari sumber transduser mengalir ke
semua arah. Gelombang ultrasonik merambat keluar, energi yang dibawanya
tersebar ke permukaan yang makin lama semakin luas. Karena merambat dalam
Universitas Indonesia
21
arah tiga dimensi, maka luas permukaan merupakan luasan permukaan bola
dengan radius r adalah 4 π r2.
Berarti intensitas gelombang ultrasonik menjadi :
= =
I Daya Luas P (3.25)
A
Jika keluaran daya P dari sumber konstan, maka intensitas berkurang sebagai
kebalikan dari kuadrat jarak dari sumber, sehingga :
1
I= (3.26)
r2
Jika kita ambil dua titik dengan jarak r1 dan r2 dari sumber, maka
I1 = P/4 π r12 dan I2= P/4 π r22, sehingga :
I 2 r12
= (3.27)
I1 r22
Jika amplitudo gelombang ultrasonik berkurang terhadap jarak, maka
amplitudo gelombang ultrasonik menjadi mengecil sebesar 1/r (Giancoli,
1998) karena intensitas sebanding dengan amplitudo maka akan sebanding dengan
kebalikan dari kuadrat jarak, sehingga :
A= 1 (3.28)
r
Jika kita ambil dua jarak yang berbeda dari sumber trasduser, r1 dan r2 maka :
A2 r1
= (3.29)
A1 r2
Ketika gelombang ultrasonik dua kali lipat lebih jauh dari sumber transduser,
maka amplitudo akan menjadi setengahnya (Giancoli, 1998).
Intensitas relatif digambarkan dalam satuan decibel (dB) sebagai
I2
Intensitas Re latif = 10 log (3.30)
I1
Universitas Indonesia
22
Z= ρ × V (3.31)
dimana : Z adalah impedansi akustik (kg/ m2s), ρ adalah masa jenis (kg/ m3 ) dan
V adalah laju gelombang (m/s).
Ketika medium yang berdekatan memiliki impedansi akustik yang hampir
sama, hanya sedikit energi yang direfleksikan. Impedansi akustik memiliki peran
menetapkan transmisi dan refleksi gelombang di batas antara medium yang
memiliki impedansi akustik yang berbeda seperti yang pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Interaksi ultrasonik dalam dua medium dengan impedansi akustik yang berbeda
3.3.2 Atenuasi
Ketika gelombang suara melewati suatu medium, intensitasnya semakin
berkurang dengan bertambah kedalaman. Hal yang menyebabkan pelemahan
gelombang adalah proses refraksi, hamburan, dan absorbsi. Absorbsi adalah
penyerapan energi suara oleh medium dan diubahnya menjadi energi bentuk lain.
Hal ini menyebabkan pulsa ultrasonik yang bergerak melewati suatu zat akan
mengalami kehilangan energi.
Universitas Indonesia
23
A = A0 e −α z (3.32)
dimana A0 adalah amplitudo awal. Amplitudo (A) adalah amplitudo yang terrduksi
setelah gelombang berjalan dengan jarak sejauh z. α adalah koefisien atenuasi.
Secara umum, atenuasi sebanding dengan kuadrat frekuensi gelombang.
3.3.3 Refraksi
Ketika gelombang ultrasonik melalui dua medium yang berbeda dengan
sudut tertentu maka gelombang ultrasonik mengalami refraksi. Refraksi adalah
perubahan arah gelombang ultrasonik yang ditransmisikan pada batas antara
medium yang berbeda ketika berkas gelombang tidak datang tegak lurus terhadap
batas jaringan. Refraksi terjadi pada dua medium yang memiliki perbedaan
impedansi akustik.
Universitas Indonesia
24
3.3.4 Hamburan
Peristiwa hamburan yang terjadi ketika gelombang ultrasonik berinteraksi
dengan batas antara dua medium. Jika batas dua medium relatif rata, maka pulsa
ultrasonik dapat disebut dengan specular reflection (seperti pemantulan pada
cermin) dimana semua pulsa ultrasonik akan dipantulkan ke arah yang sama.
Permukaan yang tidak rata menyebabkan gelombang echo dihamburkan ke segala
arah seperti pada gambar 3.8 (a). Hamburan juga terjadi dalam medium yang
heterogen seperti pada gambar 3.8 (b). Hamburan ke segala arah ini menyebabkan
Universitas Indonesia
25
hanya sedikit gelombang echo yang ditangkap kembali oleh tranduser dan akan
berperan dalam menampilkan citra.
(a) (b)
Gambar 3.8 Hamburan : (a) pada batas dua medium ; (b) pada medium heterogen
3.3.5 Refleksi
Apabila gelombang ultrasonik mengenai permukaan antara dua jaringan
yang memiliki perbedaan impedansi akustik (Z), maka sebagian dari gelombang
ultrasonik ini akan direflesikan/dipantulkan dan sebagian lagi akan
ditransmisikan/diteruskan.
Pulsa yang mengenai organ akan direfleksikan dan ditangkap oleh receiver
untuk diolah menjadi citra. Refleksi yang sangat kuat terjadi pada batas organ dan
dapat digunakan untuk mengetahui keabnormalan pada organ. Energi ultrasonik
yang direfleksikan pada perbatasan antara dua jaringan terjadi karena perbedaan
dari impedansi akustik dari kedua.
Universitas Indonesia
26
T 2Z1
= (3.35)
A0 Z1 + Z 2
Koefisien intensitas pantulan, RI, didefinisikan sebagai perbandingan dari
intensitas pantulan dan intensitas yang datang :
2
Ir Z 2 − Z 1
R= = (3.36)
Ii Z 2 + Z 1
I
Universitas Indonesia
27
Pada bagian tubuh yang lunak, hanya sebagian kecil pulsa yang
direfleksikan. Untuk medium yang keras seperti tulang, energi yang direfleksikan
sangat besar. Amplitudo pulsa dilemahkan oleh adanya absorbsi medium dan
energi yang direfleksikan. Hal ini menyebabkan gelombang echo yang dikirimkan
kembali ke transduser sangat kecil dibandingkan dengan pulsa awal yang
dihasilkan transduser.
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
3.4.3 A-Mode
Universitas Indonesia
BAB 4
SIMULASI DAN EKSPERIMEN
32 Universitas Indonesia
33
4.1.1 Preprocessing
Preprocessing adalah tahap mendefinisikan model simulasi yang akan
dilakukan. Tahap ini meliputi menentukan geometri domain, parameter
subdomain, parameter boundary condition atau kondisi batas, dan parameter
mesh.
1. Geometri Domain
Pada sistem ini dimodelkan sebuah perambatan gelombang ultrasonik
yang ditransmisikan oleh sebuah transmitter transduser linier dalam 2 dimensi.
Model jaringan terdiri dari transduser, jaringan tubuh berukuran yang di dalamnya
terdapat organ hati dan jaringan abnormal. Transduser yang dimodelkan tidak
sesuai dengan bentuk aslinya, namun yang diutamakan adalah posisinya sehingga
sesuai dengan prediksi perambatan gelombang ultrasonik di dalam medium.
Dalam kasus gelombang pulsa, transduser yang digunakan terdiri dari transmitter
(pengirim) dan receiver (penerima) dalam satu lokasi. Gelombang ultrasonik
dikirim, ditunggu selama interval waktu tertentu, kemudian sinyal echo diterima.
Universitas Indonesia
34
Dalam simulasi ini frekuensi transduser yang digunakan adalah 1 MHz sampai 6
MHz.
Geometri jaringan tubuh normal ditunjukkan pada gambar 4.2 dan
geometri jaringan tubuh abnormal ditunjukkan pada gambar 4.3. Dari gambar
tersebut terlihat perbedaan antara jaringan normal dan abnormal. Pada jaringan
abnormal terdapat tambahan geometri yang memiliki impedansi akustik berbeda
dengan organ hati.
transduser
jaringan lunak
hati
transduser
jaringan lunak
hati
jaringan abnormal
Universitas Indonesia
35
2. Parameter Subdomain
Parameter subdomain menjelaskan mengenai karakteristik fisika pada
domain utama. Domain utama model dibagi ke dalam beberapa subdomain. Pada
subdomain diatur nilai yang menunjukkan karakter tiap jaringan.
Persamaan subdomain pada medium adalah :
(4.1)
Dengan ea adalah koefisien masa yang bernilai 1 dan f adalah source term
yang bernilai 0. Nilai c pada persamaan di atas jika dibandingkan dengan
persamaan perambatan gelombang merupakan kuadrat dari kecepatan gelombang
di medium.
1
2
Universitas Indonesia
36
1 2
3 4
5
Gambar 4.5 Kondisi batas
ln 2
A=
π × bw
Universitas Indonesia
37
4. Parameter Mesh
Dalam upaya mendapat solusi permasalahan fisika, objek dibagi menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil sehingga pemodelan menjadi lebih sederhana.
Proses ini dinamakan diskritisasi. Bagian-bagian kecil hasil diskritisasi dinamakan
mesh. Agar kondisi simulasi cukup stabil, maka ukuran mesh h diatur hingga lebih
kecil dari ukuran panjang gelombang yang merambat pada medium. Ukuran
elemen maksimum mesh = 1/6 x λ = 0,855x 10-5 m dengan jumlah mesh 39.393.
Geometri jaringan setelah dimesh ditampilkan pada gambar 4.6.
4.1.2 Processing
Pada tahap ini, parameter solusi yang digunakan dalam simulasi ini adalah
solusi bergantung waktu (time dependent). Time stepping adalah waktu yang
dibutuhkan gelombang ultrasonik merambat dari dan kembali ke transduser.
Waktu yang digunakan dalam eksperimen ini adalah 110 μs dengan Δt 0.1 μs.
4.1.3 Postprocessing
Postprocessing merupakan tahap analisis dari solusi. pada tahap ini dapat
diketahui distribusi tekanan pada medium.
Universitas Indonesia
38
Universitas Indonesia
39
4.3 Eksperimen
4.3.1 Deskripsi Alat dan Bahan
Sistem yang digunakan terdiri dari pulse generator, osiloskop, dan
transduser. Pulse generator adalah rangkaian alat uji elektronik yang digunakan
untuk menghasilkan pulsa (gambar 4.7). Osiloskop adalah alat ukur besaran listrik
yang dapat memetakan sinyal listrik. Osiloskop yang digunakan berjenis
Tektronix TDS 2024 (gambar 4.8). Skala horizontal sebesar 500 mV/div dan
skala vertikal sebesar 10 μs/div.
Transduser yang digunakan memiliki frekuensi 5 MHz, berdiameter 1 cm,
dan terdiri atas dua elemen (dual element) (gambar 4.9). Transduser dual element
terdiri dari elemen pemancar (transmitter) dan elemen penerima (receiver)
dioperasikan secara mandiri dalam satu rumah dan dipisahkan oleh penghalang.
Ketika diberikan tegangan, elemen pemancar transduser mengirim ultrasonik ke
dalam objek. Pada batas akhir objek, ultrasonik dipantulkan kembali ke transduser
dan diterima oleh elemen penerima.
Gambar alat-alat yang digunakan dalam eksperimen ditunjukkan pada
gambar 4.7, 4.8, dan 4.9 berikut.
Universitas Indonesia
40
Ada dua jenis medium yang digunakan dalam eksperimen ini. Medium I
terdiri dari agar-agar dan hati sapi. Medium II terdiri dari agar-agar, hati sapi, dan
karet. Agar-agar dimodelkan sebagai jaringan lunak, hati sapi dimodelkan sebagai
organ hati, dan karet diibaratkan sebagai jaringan abnormal yang terdapat pada
organ hati. Susunan medium yang digunakan ditampilkan pada gambar 4.10.
Universitas Indonesia
41
Universitas Indonesia
42
ditransmisikan pada medium I (agar-agar dan hati sapi) dan medium II (agar-agar,
hati sapi, dan karet). Ketika eksperimen, transduser menempel pada organ yang
diteliti yang terlebih dahulu diberi bahan couplant yaitu gel. Pemberian gel ini
dimaksudkan untuk menghilangkan ruang udara di antara transduser dan objek.
Transmisi ultrasonik dimodelkan garis hitam dengan ketebalan berbeda
yang mewakili besarnya energi. Pada setiap batas antara jaringan yang memiliki
impedansi akustik berbeda, sebagian ultrasonik ditransmisikan menuju jaringan
berikutnya dan sebagian lagi direfleksikan (dimodelkan oleh garis merah) ke
receiver. Gambaran umum mengenai hubungan kualitatif antara pengaruh
keabnormalan jaringan dengan intensitas yang diterima receiver dapat dijelaskan
melalui gambar berikut :
(a)
(b)
Gambar 4.12 Perambatan gelombang ultrasonik : (a) medium I ; (b) medium II
Universitas Indonesia
43
Pada keadaan normal dimana organ hati tidak memiliki jaringan abnormal,
maka sinyal yang ditransmisikan oleh akan dipantulkan pada batas jaringan lunak
- hati, hati - jaringan lunak, dan batas akhir jaringan. Sedangkan ketika adanya
jaringan abnormal, pemantulan sinyal yang ditransmisikan terjadi pada batas
jaringan lunak - hati, hati - jaringan abnormal, jaringan abnormal - hati, hati -
jaringan lunak, dan batas akhir jaringan sehingga echo yang dihasilkan lebih
banyak dibandingkan dengan keadaan normal.
Universitas Indonesia
BAB 5
HASIL DAN ANALISIS
(a)
(b)
Gambar 5.1 Snapshoot COMSOL : (a) jaringan abnormal ; (b) jaringan normal
5.1.1 Simulasi 1
Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keabnormalan jaringan
terhadap sinyal. Hasil pengukuran echo jaringan normal dan abnormal dalam
domain waktu ditampilkan pada gambar 5.2.
44 Universitas Indonesia
45
Pulsa awal
(a)
Pulsa awal
Echo jaringan
abnormal
(b)
Gambar 5.2 Sinyal : (a) jaringan normal ; (b) jaringan abnormal
Gambar 5.2 (a) merupakan sinyal yang tidak memiliki jaringan abnormal
dan gambar 5.2 (b) merupakan sinyal jaringan abnormal yang memiliki dua buah
echo tambahan. Pada awal sinyal masing-masing gambar terdapat pulsa awal yang
dikirim oleh transduser. Pulsa yang dikirim oleh transduser kemudian memasuki
jaringan tubuh hingga bertemu batas antara jaringan lunak dan hati. Pada batas,
pulsa ada yang direfleksikan dan ada yang ditransmisikan.
Jaringan lunak memiliki densitas (ρ) sebesar 1050 kg/m3 dan kecepatan
ultrasonik (v) sebesar 1540 m/s. Hati memiliki densitas (ρ) 1061 kg/m3 dan
Universitas Indonesia
46
kecepatan ultrasonik sebesar (v) 1550 m/s. Dari persamaan (3.31) jaringan lunak
dan hati masing-masing memiliki impedansi akustik 1,61x106 dan 1,65x106.
Impedansi akustik menentukan energi akustik yang direfleksikan dan
ditransmisikan pada batas antara medium.
Mengacu pada persamaan (3.36) koefisien refleksi antara jaringan lunak
dan hati sebesar 0,0015 dan intensitas yang direfleksikan hanya 0,15 %. Hal ini
menyebabkan pada gambar 5.2 (a) echo yang timbul akibat refleksi batas antara
jaringan lunak dan hati hampir tidak terlihat.
Sebagian besar pulsa ditransmisikan menuju batas kedua antara hati dan
jaringan lunak. Proses terjadi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada batas
ini sebagian pulsa direfleksikan dengan intensitas sangat kecil dibanding
intensitas pulsa awal sehingga echo hampir tidak terlihat. Pulsa yang
ditransmisikan setelah melewati batas kedua antara jaringan lunak dan hati
menuju batas akhir tubuh. Pada batas akhir tubuh, pulsa direfleksikan dan diterima
oleh transduser.
Pada gambar 5.2 (b) terdapat dua buah echo yang tidak terdapat pada
gambar 5.2 (a). Echo tersebut merupakan pulsa yang direfleksikan pada batas
antara hati dan jaringan abnormal. Jaringan abnormal memiliki impedansi akustik
yang berbeda dengan hati. Mengacu pada persamaan (3.31) impedansi akustik
dipengaruhi oleh kecepatan ultrasonik dalam jaringan.
Intensitas echo hasil refleksi pada batas antara hati dan jaringan abnormal
lebih besar dibandingkan intensitas echo hasil refleksi pada batas antara jaringan
lunak dan hati yang hampir homogen (impedansi akustik hampir sama). Semakin
besar kecepatan ultrasonik, maka semakin besar impedansi akustik medium
tersebut. Hal ini menyebabkan semakin besar pula pulsa yang direfleksikan.
5.1.2 Simulasi 2
Frekuensi gelombang ultrasonik yang digunakan untuk keperluan medis
harus dipilih secara tepat karena akan mempengaruhi informasi diagnosis.
Simulasi ini bertujuan untuk memperoleh frekuensi optimal dalam diagnosis
keabnormalan pada organ hati. Hasil pengukuran echo jaringan abnormal dengan
Universitas Indonesia
47
variasi frekuensi 1 sampai 6 MHz dalam domain waktu ditampilkan pada gambar
5.3.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 5.3 Sinyal jaringan abnormal dengan variasi frekuensi (a) 1 MHz ; (b) 2 MHz ; (c) 3
MHz ; (d) 4 MHz ; (e) 5 MHz ; (f) 6 MHz
Universitas Indonesia
48
sampai 6 MHz. Mulai dari gambar 5.3 (a) sampai 5.3 (f), panjang gelombang
5.1.3 Simulasi 3
Bandwidth merupakan salah satu parameter penting yang mempengaruhi
sinyal ultrasonik. Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh bandwidth
dalam diagnosis keabnormalan pada organ hati. Hasil pengukuran echo jaringan
abnormal dengan variasi bandwidth 1 hingga 3 MHz dalam domain waktu
ditampilkan pada gambar 5.4.
Universitas Indonesia
49
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Gambar 5.4 Sinyal dengan variasi bandwidth (a) 1 MHz ; (b) 1,4 MHz ; (c) 1,8 MHz ; (d) 2,2 MHz
; (e) 2,6 MHz ; (f) 3 MHz
Universitas Indonesia
50
(a) (b)
Gambar 5.5 Pulsa ultrasonik (a) bandwidth 1,4 MHz ; (b) bandwidth 1,8 MHz
Dari sinyal yang diperoleh dan mengacu pada persamaan (4.2) semakin
lebar bandwidth, maka panjang pulsa yang dibangkitkan transduser berbanding
terbalik dengan bandwidth frekuensi transduser tersebut. Panjang pulsa akan
mempengaruhi resolusi sinyal yang dihasilkan. Pulsa yang panjang menyebabkan
jarak antar echo sedikit sehingga sulit untuk dibedakan.
5.1.4 Simulasi 4
Universitas Indonesia
51
(a)
(b) (c)
Universitas Indonesia
52
(d) (e)
(f) (g)
(h) (i)
Gambar 5.6 Sinyal dengan variasi kecepatan ultrasonik jaringan abnormal :(a) 1650 m/s ; (b) 1900
m/s ; (c) 2000 m/s ; (d) 2100 m/s ; (e) 2200 m/s ; (f) 2300 m/s ; (g) 2400 m/s ; (h) 2500 m/s ; (i)
2600 m/s
Universitas Indonesia
53
Apabila diperhatikan mulai dari gambar 5.6 (b) sampai dengan 5.6 (i)
intensitas echo semakin lama semakin besar seiring dengan bertambahnya
kecepatan ultrasonik dalam jaringan abnormal. Seperti yang telah dibahas pada
5.1, semakin besar kecepatan ultrasonik maka semakin besar impedansi akustik.
Dengan impedansi akustik yang semakin besar, selisih impedansi akustik hati dan
jaringan abnormal juga semakin besar (ketidakhomogenan semakin besar). Hal ini
yang menyebabkan pulsa yang direfleksikan dan intensitas echo semakin besar.
Hubungan antara kecepatan gelombang ultrasonik dalam jaringan abnormal
dengan intensitas relatif echo ditunjukkan pada grafik 5.1.
Grafik 5.1 menunjukkan hubungan antara kecepatan ultrasonik dalam
jaringan abnormal dan intensitas echo berbanding lurus, artinya semakin besar
kecepatan ultrasonik dalam jaringan abnormal maka semakin besar pula intensitas
echo yang dihasilkan.
Grafik 5.1 Hubungan kecepatan ultrasonik dalam jaringan abnormal dengan intensitas relatif echo
5.1.5 Simulasi 5
Salah satu parameter keganasan jaringan abnormal adalah semakin
membesarnya ukuran. Untuk mencari hubungan antara ukuran jaringan abnormal
dengan intensitas ultrasonik yang ditransmisikan oleh transduser, maka pada
Universitas Indonesia
54
simulasi ini dilakukan variasi ukuran jaringan abnormal. Variasi ukuran dilakukan
dengan memvariasikan panjang dari 1 cm hingga 3,8 cm.
(a) (b)
(c) (d)
(e) (f)
Universitas Indonesia
55
(g) (h)
Gambar 5.7 Sinyal dengan variasi panjang jaringan abnormal : (a) 1 cm ; (b) 1,4 cm ; (c) 1,8 cm ;
(d) 2,2 cm ; (e) 2,6 cm ; (f) 3 cm ; (g) 3,4 cm ; (h) 3,8 cm
Dapat dilihat mulai dari gambar 5.7 (a) sampai dengan 5.7 (h) intensitas
echo semakin lama semakin besar seiring dengan bertambahnya panjang jaringan
abnormal. Hubungan antara panjang jaringan abnormal dengan intensitas relatif
echo ditunjukkan pada grafik 5.2.
Grafik 5.2 Hubungan panjang jaringan abnormal dengan intensitas relatif echo
Universitas Indonesia
56
Grafik 5.2 menunjukkan semakin besar panjang jaringan abnormal, maka semakin
luas daerah yang menghamburkan ultrasonik sehingga intensitas echo semakin
besar.
Perubahan jaringan diawali dari ukuran yang kecil. Simulasi ini memiliki
tujuan untuk mengetahui pengaruh jaringan abnormal yang memiliki ukuran lebih
kecil dari λ/2π terhadap sinyal yang dihasilkan dengan variasi jumlah yang
menunjukkan konsentrasinya.
Gambar 5.8 Sinyal jaringan abnormal dengan ukuran lebih kecil dari λ/2π
Grafik 5.3 Hubungan jumlah jaringan abnormal berukuran lebih kecil dari λ/2π dan intensitas echo
Universitas Indonesia
57
5.1.6 Simulasi 6
Keabnormalan jaringan dapat pula dideteksi dari spektrum yang
dihasilkan. Spektrum dihasilkan dengan mencari Power Spectral Density (PSD)
yang menyatakan intensitas daya pada fungsi frekuensi. PSD menjelaskan
bagaimana kekuatan sinyal atau sebuah rangkaian waktu yang didistribusikan
dengan frekuensi.
(a)
Universitas Indonesia
58
(b)
(c)
Gambar 5.9 (a) Spektrum jaringan normal ; (b) Spektrum jaringan abnormal ; (c) Spektrum
jaringan abnormal ukuran lebih kecil dari λ/2π
Universitas Indonesia
59
jaringan abnormal dengan ukuran yang lebih kecil dari. Pada gambar 5.9 (c)
ditunjukkan bahwa jaringan abnormal memberi pengaruh pada pengurangan
intensitas echo dari batas akhir jaringan akibat interaksi hamburan dan absorbsi.
Hal ini menyebabkan intensitas daya spektrum jaringan abnormal lebih kecil
dibandingkan dengan jaringan normal.
5.1.7 Simulasi 7
Untuk memperoleh sinyal yang mendekati kondisi sebenarnya, maka
gambar 5.10 (a) dan 5.11 (a) yang menunjukkan sinyal jaringan normal dan
abnormal ditambahkan noise sebesar 5 %. Diasumsikan sinyal akustik yang akan
dianalisis adalah :
I = ttk + N (5.1)
Dengan I merupakan sinyal akustik yang memiliki noise, ttk adalah sinyal akustik,
dan N merupakan noise yang ditambahkan.
Simulasi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh noise terhadap sinyal.
Hasil sinyal yang sudah ditambahkan noise ditunjukkan pada gambar 5.10 (b) dan
5.11 (b).
(a) (b)
Gambar 5.10 Sinyal jaringan normal (a) tanpa noise ; (b) dengan noise
Universitas Indonesia
60
(a) (b)
Gambar 5.11 Sinyal jaringan abnormal (a) tanpa noise ; (b) dengan noise
Apabila memperhatikan gambar 5.10 (b) dan 5.11 (b), jumlah echo yang
menjadi sumber informasi diagnosis menjadi tidak terlihat lagi. Hal ini
menandakan bahwa noise mengakibatkan sinyal yang diterima mengalami
kecacatan dan menghilangkan informasi yang dibawa. Oleh karena itu, noise perlu
dikurangi menggunakan wavelet.
Sinyal jaringan normal ditambahkan noise yang ditampilkan pada wavelet
(gambar 5.13 (a)) kemudian dilewatkan pada filter, yaitu low pass filter dan high
pass filter. Proses ini disebut dekomposisi tingkat satu. Keluaran low pass filter
disebut approximation (A) dan keluaran high pass filter disebut detail (D).
Keluaran dari low pass filter dijadikan masukan proses dekomposisi tingkat
berikutnya. Sinyal approximation hasil dekomposisi tingkat satu disebut A1
menjadi masukan dekomposisi tingkat dua yang akan menghasilkan
approximation 2 (A) dan detail 2 (D) seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.12.
Universitas Indonesia
61
(a) (b)
(c)
Gambar 5.13 Denoising pada sinyal jaringan normal dengan wavelet : (a) sinyal jaringan normal
dengan noise ; (b) dekomposisi sinyal ; (c) sinyal hasil denoising
Universitas Indonesia
62
Proses denoising jaringan abnormal sama seperti yang telah dijelaskan pada
reduksi derau jaringan normal juga melalui tahapan yang ditunjukkan pada
gambar 5.14.
(a) (b)
(c)
Gambar 5.14 Denoising pada sinyal jaringan abnormal dengan wavelet : (a) sinyal jaringan
abnormal dengan noise ; (b) dekomposisi sinyal ; (c) hasil denoising
Universitas Indonesia
63
(a) (b)
Gambar 5.16 Sinyal : (a) jaringan normal ; (b) jaringan abnormal
Universitas Indonesia
64
Gambar 5.16 (a) merupakan sinyal dari medium I dimana tidak ada
jaringan abnormal. Hasil menunjukkan bahwa kecepatan ultrasonik dalam agar-
agar dan hati hanya memiliki sedikit perbedaan yang menyebabkan selisih
impedansi akustiknya pun menjadi kecil. Sehingga, intensitas yang direfleksikan
antara batas agar-agar dan hati sangat kecil. Hal ini menyebabkan pada gambar
5.16 (a) echo yang timbul akibat refleksi batas antara agar-agar dan hati hampir
tidak terlihat.
Pulsa yang ditransmisikan setelah melewati batas kedua antara jaringan
lunak dan hati menuju batas akhir tubuh. Pada batas akhir tubuh, pulsa
direfleksikan dan diterima oleh transduser menghasilkan pulsa echo dengan
intensitas peak-to-peak 0,6 volt. Waktu tempuh gelombang ultrasonik yang
diperoleh dari eksperimen pada medium I adalah berkisar 50,8 µs.
Gambar 5.16 (b) merupakan sinyal dari medium I dimana ada jaringan
abnormal. Hasil menunjukkan terdapat dua buah echo yang tidak terdapat pada
gambar 5.16 (a). Echo tersebut merupakan pulsa yang direfleksikan pada batas
antara hati - karet dan karet - hati. Jaringan abnormal memiliki impedansi akustik
yang berbeda dengan hati. Mengacu pada persamaan (3.31) impedansi akustik
dipengaruhi oleh kecepatan ultrasonik dalam medium.
Intensitas peak-to-peak hasil refleksi pada batas antara hati dan jaringan
abnormal pada medium II sebesar 0,4 volt. Intensitas tersebut lebih besar
dibandingkan intensitas echo hasil refleksi pada batas antara jaringan lunak dan
hati yang hampir homogen (impedansi akustik hampir sama). Semakin besar
kecepatan ultrasonik, maka semakin besar impedansi akustik medium tersebut.
Hal ini menyebabkan semakin besar pula pulsa yang direfleksikan.
Universitas Indonesia
65
(a) (b)
Gambar 5.17 Sinyal jaringan normal : (a) hasil eksperimen ; (b) hasil simulasi
(a) (b)
Gambar 5.18 Sinyal jaringan abnormal : (a) hasil eksperimen ; (b) hasil simulasi
Universitas Indonesia
BAB 6
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil simulasi menggunakan software COMSOL Multiphysics dan
eksperimen menggunakan ultrasonik serta analisisnya maka dapat disimpulkan :
1. Semakin besar frekuensi, maka semakin kecil jangkauan kedalaman dan
semakin baik resolusinya. Untuk diagnosis kanker hati, frekuensi yang
paling optimum adalah 3 sampai 5 MHz.
2. Semakin lebar bandwidth, maka semakin pendek pulsa dan semakin baik
resolusi sinyal, namun sensivitasnya semakin berkurang. Untuk diagnosis
kanker hati, bandwidth yang paling optimum adalah 1,8 MHz.
3. Semakin besar perbedaan impedansi akustik antara dua medium, maka
semakin besar pula intensitas echo yang diterima receiver.
4. Semakin panjang jaringan abnormal, maka semakin besar pula intensitas
echo yang diterima receiver.
5. Sistem ultrasonik dapat digunakan untuk mengidentifikasi keabnormalan
jaringan dengan ukuran lebih kecil dari λ/2π dengan menganalisis
intensitas echo batas akhir jaringan.
6. Jaringan abnormal memiliki karakteristik spektrum yang berbeda dengan
jaringan normal, yaitu memiliki intensitas daya yang lebih besar dan
puncak yang lebih kompleks. Untuk kasus ukuran jaringan abnormal lebih
kecil dari λ/2π, intensitas dayanya lebih kecil dibandingkan dengan
spektrum pada jaringan normal.
7. Noise dapat direduksi menggunakan trnsformasi wavelet.
6.2 Saran
Beberapa saran untuk perbaikan penelitian ini di masa mendatang adalah :
1. Pada simulasi menggunakan COMSOL Muiltiphysics perlu dilakukan
permodelan tiga dimensi dan peningkatan jumlah mesh untuk
meningkatkan keakurasian hasil.
2. Pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan penyelidikan efek biologis
ultrasonik terhadap jaringan tubuh manusia.
66 Universitas Indonesia
67
Universitas Indonesia
DAFTAR REFERENSI
68 Universitas Indonesia
69
Halliday, David and Robert Resnick. Physics. Third Edition. John Wiley &
Sons,Inc, 1978. Translated in Indonesian Language by Pantur silaban.
Fisika. Edisi kelima. Jakarta : Erlangga, 1985.
Hellier, Charles. Handbook of Nondestructive Evaluation. The McGraw-Hill
Companies, Inc, 2003.
Hongxia Yao. “Synthetic Aperture Methods for Medical Ultrasonic Imaging
Thesis.” IEEE Transactions on Sonics and Ultrasonics (1971) Vol. SU-21,
No. 3.
Huisman, Hendrikus Johannes. In Vivo Ultrasonic Tissue Characterization of
Liver Metastases. Rotterdam, 1966.
Hutton, David V. Fundamental of Finite Element Analysis. New York: The
McGraw-Hill Companies, Inc, 2004.
Markelin, René, Prashanth Kumar Chinta. “Numerical Modelling of Ultrasonic
NDT of a Wheel Shaft of an ICE Train.” Fundamentals in Medical
Biophysics MBP1007/1008 (2005). Germany
Mimbs, J.W., R. D. Bowens, R. D. Coben, M. O’Donnel, J. G. Miller, and B. E.
Sobel. “Effects of Myocardial Ischemia on Quantitative Ultrasonic
Backscatter Identification of Responsible Determinants.” Circ. Res. 49,
89-96 (1981).
Seghal, C. M. “Quantitative Relationship Between Tissue Composition and
Scattering of Ultrasound.” Journal Acoustic Soc Am. 94 (4) (1993).
Shung, K. Kirk. Diagnostic Ultrasound Imaging and Blood Flow Measurement.
New York: Taylor and Francis, 2006.
S.S. Yang, and J.K. Lee. FEMLAB and its applications Plasma Application
Modeling Lab. 2005
<http://www.ndted.org/EducationResources/CommunityCollege/Ultrasoni
cs/Introduction/history.htm>
Sprawls, Perry Jr.. Physical Principles of Medical Imaging. Madison. Wisconsin:
Medical Physics Publishing, 1995.
Szabo, Thomas L. Diagnostic Ultrasound Imaging : Inside Out. United States of
America: Elsevier Academic Press, 2004.
Universitas Indonesia
70
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Lampiran A
COMSOL Multiphysics is a
powerful interactive
environment for modeling
and solving all kinds of
scientific and engineering
problems based on partial
differential equations (PDEs).
With this software you can
easily extend conventional
models for one type of
physics into multiphysics
models that solve coupled
physics phenomena—and do
so simultaneously. Accessing
this power does not require
an in-depth knowledge of
Gambar A.1 Logo COMSOL Multiphysics mathematics or numerical
analysis. Thanks to the built-
in physics modes it is possible to build models by defining the relevant physical
quantities—such as material properties, loads, constraints, sources, and fluxes—
rather than by defining the underlying equations. COMSOL Multiphysics then
internally compiles a set of PDEs representing the entire model. You access the
power of COMSOL Multiphysics as a standalone product through a flexible
graphical user interface, or by script programming in the COMSOL Script
language or in the MATLAB language.
Using these application modes, you can perform various types of analysis
including:
71 Universitas Indonesia
72
(Lanjutan)
When solving the PDEs, COMSOL Multiphysics uses the proven finite element
method (FEM). The software runs the finite element analysis together with
adaptive meshing and error control using a variety of numerical solvers. A more
detailed description of this mathematical and numerical foundation appears in the
COMSOL Multiphysics User’s Guide and in the COMSOL Multiphysics Modeling
Guide.
PDEs form the basis for the laws of science and provide the foundation for
modeling a wide range of scientific and engineering phenomena. Therefore you
can use COMSOL Multiphysics in many application areas, just a few examples
being:
• Acoustics
• Bioscience
• Chemical reactions
• Diffusion
• Electromagnetics
• Fluid dynamics
• Fuel cells and electrochemistry
• Geophysics
• Heat transfer
• Microelectromechanical systems (MEMS)
• Microwave engineering
• Optics
• Photonics
• Porous media flow
• Quantum mechanics
• Radio-frequency components
• Semiconductor devices
• Structural mechanics
• Transport phenomena
• Wave propagation
Many real-world applications involve simultaneous couplings in a system of
PDEs —multiphysics. For instance, the electrical resistance of a conductor often
varies with temperature, and a model of a conductor carrying current should
include resistive-heating effects. This book provides an introduction to
multiphysics modeling in the section “Thermal Effects in Electronic Conductors”
on page 33. In addition, the COMSOL Multiphysics Modeling Guide covers
multiphysics modeling techniques in the section “Creating Multiphysics Models”
on page 270. The “Multiphysics” chapter in the COMSOL Multiphysics Model
Library also contains several examples.
Universitas Indonesia
73
(Lanjutan)
The CAD Import Module provides the possibility to import CAD data using the
following formats: IGES, SAT (Acis), Parasolid, and Step. Additional add-ons
provide support for CATIA V4, CATIA V5, Pro/ENGINEER, Autodesk Inventor,
and VDA-FS.
You can build models of all types in the COMSOL Multiphysics user interface.
For additional flexibility, COMSOL also provides its own scripting language,
COMSOL Script, where you can access the model as a Model M-file or a data
structure. COMSOL Multiphysics also provides a seamless interface to
MATLAB. This gives you the freedom to combine PDE-based modeling,
simulation, and analysis with other modeling techniques. For instance, it is
possible to create a model in COMSOL Multiphysics and then export it to
Simulink as part of a control-system design.
Universitas Indonesia
74
Lampiran B
Diameter : 1 cm
Length : 8 cm
Weight : 50 g
Universitas Indonesia
75
Lampiran C
Features:
2 or 4 channels
Context-Sensitive Help
Advanced Triggering
11 Automatic Measurements
Universitas Indonesia
76
(Lanjutan)
Description
Universitas Indonesia
77
(Lanjutan)
Universitas Indonesia
78
Universitas Indonesia