Вы находитесь на странице: 1из 6

POTENSI PANGAN HASIL LAUT TERFERMENTASI

Nyoman Semadi Antara, Ph.D.

Indonesia yang merupakan Negara kepulauan hampir dua per tiga wilayah berupa lautan
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan. Kekayaan laut yang besar, diantaranya adalah
berbagai jenis ikan, udang-udangan, kerang-kerangan, dan alga uniseluler maupun multiseluler,
dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan dan energi yang berlimpah. Makanan hasil laut
sudah biasa menghiasi menu makan masyarakat di pesisir sampai ke perkotaan. Dengan
metode pengolahan yang beragam, dari tradisional sampai modern, produk makanan hasil laut
yang lezat sudah dapat kita nikmati dari pedagang kaki lima sampai restaurant berbintang.
Alangkah makmurnya masyarakat Indonesia apabila bisa memanfaatkan kekayaan lautnya
secara optimal.
Sudah terbukti bahwa ikan merupakan sumber nutrisi yang sangat baik dan sudah
diterima dengan baik oleh masyarakat. Namun, ikan dan hasil laut lainnya merupakan bahan
pangan yang sangat mudah rusak (highly perishable) apabila tidak ditangani dengan baik.
Untuk menghindari kerusakan yang terjadi maka ikan harus cepat dimasak, dilakukan
pendinginan maupun pembekuan segera setelah ditangkap, ataupun diolah dengan cara
dikalengkan, diasinkan, dikeringkan maupun diasap. Selain pengolahan seperti yang
disebutkan, pengolahan mikrobiologis (fermentasi) juga dapat dilakukan untuk memperoleh
produk makanan yang lezat dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Banyak produk
hasil laut terfermentasi dikembangkan secara tradisional oleh masyarakat di Asia, terutama
Asia Tenggara, sehingga produk hasil laut terfermentasi di Negara-negara Asia Tenggara
hampir mirip bahkan ada yang sama dengan nama yang lain.
Produk hasil laut terfermentasi berawal dari produk yang dihasilkan dengan proses
tradisional. Dengan perkembangan teknologi, produk-produk tersebut kemudian diproduksi
pada skala industri dengan proses yang modern. Ada tiga kelompok produk hasil laut
terfermentasi yang berkembang saat ini, yaitu kelompok produk cair, pasta, dan produk ikan
utuh. Produk cair yang cukup popular saat ini adalah kecap ikan atau petis ikan, kelompok
pasta seperti terasi, dan produk lainnya seperti bekasang dan ikan peda. Kelompok produk
terakhir masih diproduksi untuk konsumsi local, tidak sepopuler kedua kelompok sebelumnya.
Selama pengolahan produk pangan terfermentasi dengan bahan baku hasil laut selalu
didominasi proses hidrolisis dengan adanya garam konsentrasi tinggi. Walaupun awalnya enzim
hidrolitik yang esensial berasal dari jaringan ikan, terutama dari jaringan pencernaan, namun
enzim yang dikeluarkan oleh mikroorganisme selama fermentasi juga sangat penting dalam
proses hidrolisis makromolekul yang terkandung dalam ikan. Dengan demikian, selain
indigenus enzim, mikroorganisme juga sangat berperan dalam hidrolisis dan pembentukan
komponen flavor produk. Dengan penambahan garam akan terjadi penurunan jumlah bakteri
aerob dan berkembangnya bakteri anaerob pada awal fermentasi dimana belum terjadi
penetrasi garam ke dalam daging ikan. Selanjutnya, mikroorganisme halofilik akan berkembang
pada proses fermentasi yang lebih lama. Mikroorganisme halofilik mengambil peran dominan
dalam pembentukan flavor produk akhir.

Kecap dari Hasil Laut


Salah satu produk kelompok hasil laut terfermentasi dalam bentuk cair adalah kecap ikan, nama
umum yang digunakan untuk fish/shrimp/oyster sauce. Produk ini popular, terutama digunakan
untuk meningkatkan citarasa (flavor) makanan olahan, di negara-negara Asia Tenggara dan
banyak digunakan di restaurant-restaurant (oriental restaurant) di seluruh dunia. Kecap ikan,
walaupun bahan baku juga ada yang menggunakan udang kecil dan kerang-kerangan bahkan
abalone, mempunyai nama yang berbeda-beda sesuai dengan negara asal seperti petis
(Indonesia), patis (Filipina), nuoc-mam (Vietnam), budu (Malaysia), ataupun nam pla (Thailand).
Di Indonesia sendiri ada beragam jenis petis dari yang sangat kental sampai cair, dan dilihat
dari bahan bakunya juga ada berbagai jenis petis seperti petis ikan, petis udang, dan juga petis
daging. Produk cair hasil fermentasi hasil laut tersebut hampir sama, hanya berbeda dalam
pengolahannya, masing-masing mempunyai nitrogen terlarut yang tinggi dalam bentuk protein
terlarut, peptida, maupun asam amino. Profil asam-asam amino yang terkandung di dalam
kecap ikan sama dengan asam amino penyusun protein ikan asalnya, sehingga nilai gizinya
tinggi.
Pengolahan berbagai jenis produk cair (kecap) hasil laut terfermentasi pada dasarnya
melibatkan proses yang sederhana dengan lama fermentasi yang beragam dari beberapa hari
sampai beberapa bulan (Gambar 1). Tahapan pengolahan dimulai dengan pencampuran
ikan/udang/kerang-kerangan dengan garam sering juga ditambahkan tepung kedelai atau
gandum, kemudian campuran tersebut difermentasi di dalam tangki pada suhu kamar selama
waktu tertentu (sesuai dengan mutu yang dikehendaki). Selama proses ini terjadi hidrolisis dan
liquifikasi. Hasil fermentasi direbus selama 2 jam selanjutnya didinginkan dan disaring atau
didekantasi. Cairan hasil penyaringan kemudian dibotolkan.
Selama proses fermentasi terjadi peningkatan proporsi senyawa amino di dalam produk,
sebaliknya terjadi penurunan proporsi N-protein, polipeptida, dan N-volatil (Tabel 1). Kondisi ini
menunjukkan terjadinya hidrolisis protein atau polipeptida menjadi asam-asam amino maupun
peptida rantai pendek yang memberikan kontribusi pada terbentuknya flavor dari produk akhir.
Selain itu, selama fermentasi juga terjadi penghambatan terhadap kelompok bakteri coliform
dan bakteri penghasil histamine, sehingga pembentukkan histamine selama fermentasi dapat
ditekan.

Ikan/udang/
kerang Garam

Aduk
merata

Fermentasi
(6 bln – 1 th)

Pemanasan
(2 jam)

Penyaringan/
Dekantasi

Pembotolan

Kecap ikan

Gambar 1. Diagram alir pengolahan kecap ikan

Tabel 1. Persentase distribusi nitrogen selama fermentasi produksi kecap ikana


Lama Persentase dari total N
Fermentasi N-Amino N-Volatile N-Protein N-Polipeptida
2 40,8 8,9 1,26 49,0
4 44,6 10,7 0,92 43,8
6 47,2 11,3 0,75 40,7
14 51,9 9,1 0,95 36,2
30 56,6 8,9 0,79 33,7
62 60,1 7,1 0,80 32,0
a
Steinkraus, 1996
Pasta dari Hasil Laut
Produk pasta hasil laut terfermentasi (fermented seafood) merupakan produk berupa pasta
yang juga sangat popular di Negara-negara Asia Tenggara. Produk pasta ini juga banyak
digunakan untuk meningkatkan citarasa makanan dan kaya protein. Di Negara-negara Asia
Tenggara produk ini mempunyai nama yang berbeda-beda seperti terasi (Indonesia), belachan
(Malaysia), bagoong (Filipina), mam (Vietnam), prahoc (Kamboja), kappi (Thailand), dan ngapi
(Myanmar). Terasi sangat popular di Indonesia terutama di daerah Jawa dan Bali, sehingga
setiap masakan dari daerah ini tidak terlepas dari terasi untuk meningkatkan citarasanya.
Secara tradisional terasi diproduksi dengan proses yang sederhana, dan umumnya
bahan bakunya adalah udang kecil ataupun ikan kecil. Untuk memenuhi selera konsumen,
sekarang terasi dikemas dengan kemasan yang menarik dengan ukuran yang beragam. Terasi
mengandung 35-50% air, 20-45% protein, 10-25% mineral, dan lemak dalam persentase yang
kecil. Belachan yang hampir sama dengan terasi mengandung niacin, riboflavin dan tiamin.
Gambar 2 memperlihatkan proses pembuatan terasi secara tradisional.

Udang/Rebon

Pencucian

Penjemuran/ Dilakukan berulang-


Kering-anginkan ulang sampai
tercapai tekstur
yang diharapkan
Penggilingan (sampai 7 kali untuk
memperoleh
tekstur yang halus)
Pemeraman

Terasi

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan terasi

Walaupun dalam proses pembuatan terasi atau belachan menggunakan garam (10%),
namun jenis bakteri yang terlibat dalam proses fermentasi sangat beragam. Selama fermentasi
terjadi penurunan jumlah bakteri dari jenis Bacillus, Pediococcus, Lactobacillus, Micrococcus,
Sarcina, Staphylococcus, Clostridium, Brevibacterium, Flavobacterium, dan Corynebacterium.
Pada awal fermentasi terjadi peningkatan total bakteri yang didominasi bakteri asam laktat,
micrococci, dan bacilli, yang selanjutnya menurun sampai akhir fermentasi. Produk
mengandung jenis bacilli yang toleran terhadap kadar garam tinggi (Tabel 2). Karena
beragamnya jenis mikroorganisme yang terlibat di dalam proses fermentasi maka beragam pula
jenis metabolit yang terkandung di dalamnya. Potensi ini menyebabkan sampai saat ini banyak
peneliti yang tertarik untuk melakukan penelitian terhadap potensi bioaktif yang terkandung di
dalam terasi dan produk sejenisnya.

Tabel 2. Total counts dan bakteri halofilik di dalam belachana

Total counts Halofilikb


Sampel
(x104/g) (x104/g)
Bahan baku (setengah kering) 4,1 – 480 1,1
Fermentasi 1 bln 42,0 – 520 50,0
Produk akhir 1,0 – 13,0 0,2 – 50,0
a
Steinkraus, 1996
b
Dengan medium 10% garam

Terasi yang dibuat secara tradisional mempunyai aroma spesifik kuat (menyengat) dan
mempunyai daya simpan yang lama. Usaha-usaha perbaikan proses sudah banyak dilakukan
dalam skala laboratorium sehingga muncul senyawa aroma yang diinginkan dengan citarasa
yang sama. Secara tradisional juga sering dijumpai penggunaan pewarna yang tidak diijinkan
untuk makanan, untuk itu penggunaan bahan pewarna berbahaya harus dihindarkan dan bila
diperlukan pewarna haruslah digunakan pewarna makanan yang diijinkan.
Beragamnya jenis mikroorganisme yang terlibat dalam proses fermentasi secara
tradisional menyebakan terbentuknya metabolit yang tidak terkendali. Penambahan kultur
bakteri asam laktat dalam proses fermentasi dapat dikendalikan. Bakteri proteolitik dari jenis
micrococci diperlukan pada saat awal fermentasi untuk proses hidrolisis protein. Dengan
penambahan bakteri asam laktat proses hidrolitik tetap berjalan namun bakteri yang tidak
diinginkan (bakteri pathogen dan pembentuk histamine) dapat dihambat. Selain itu, senyawa
flavor seperti asetaldehida dan diasetil dapat diproduksi lebih banyak untuk menutupi senyawa-
senyawa volatile lainnya. Dengan pengembangan teknologi ini akan dapat dihasilkan terasi
dengan mutu yang lebih baik. Dengan berkembangnya teknologi probiotik saat ini, terasi
kemungkinan dapat digunakan sebagai pangan pembawa probiotik.
Potensi Pengembangan
Seperti telah dijelaskan bahwa Indonesia adalah Negara kepulauan dengan sebagian besar
wilayahnya adalah laut, maka potensi hasil laut Indonesia sangat besar. Keragaman produk
makanan hasil laut seharusnya menjadi primadona Indonesia. Potensi ini dapat dikembangkan
dengan lebih intensif sehingga produk makanan Indonesia menjadi kebanggaan masyarakat.
Produk makanan terfermentasi dari hasil laut, selain produk-produk yang sudah dijelaskan,
masih belum popular seperti bekasam, ikan peda, dan banyak jenis pangan terfermentasi
lainnya. Dengan teknologi, produk-produk ini dapat dikembangkan sehingga diterima oleh
konsumen, khususnya masyarakat Indonesia. Potensi besar pada produk-produk terfermentasi
belum sepenuhnya bermanfaat bagi masyarakat. Seperti misalnya bekasam, ternyata telah
diteliti mengandung antihipertensi. Masih banyak senyawa bioaktif yang terkandung dalam hasil
laut makanan terfermentasi, dengan kata lain masih banyak sumber-sumber makanan
fungsional yang belum dikembangkan. Pengembangan potensi laut Indonesia berada di tangan
masyarakat Indonesia. Cara yang paling mudah dilakukan adalah dengan mencintai produk
makanan asli Indonesia.

Вам также может понравиться