Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
“Ya ampun!” seru Alexei kaget seraya bangkit berdiri untuk membenahi buku-
bukunya yang jatuh menghantam lantai kayu ek merahnya. Bagaimana buku-buku itu
bisa jatuh? Letaknya di tengah dan ditumpuk dari yang paling tebal dan berpermukaan
lebar sampai yang tipis dan permukaannya kecil, pokoknya nyaris tidak alasan mengapa
tumpukan buku-buku itu bisa roboh seperti World Trade Center setelah ditabrak pesawat.
Janggal sekali, pikir Alexei sambil mengangkat buku-buku referensi untuk novel barunya
yang rencananya akan menceritakan tentang pencarian makam seorang pharaoh di Mesir.
Alexei adalah seorang novelis muda yang mendadak terkenal setelah menulis
novel yang berjudul ‘Revenge of the Consigliore’ – Pembalasan Sang Consigliori- dan
diterjemahkan dalam bahasa Inggris.Consigliori adalah istilah dalam bahasa Italia yang
artinya ‘penasihat’ dalam struktur Keluarga yang merujuk pada keluarga kejahatan mafia.
Di luar dugaan, novel itu dipuji habis-habisan oleh Entertainment Weekly dan The New
York Times sebagai karya masterpiece seorang penulis Asia yang langsung digelari
‘Mario Puzo Indonesia’. Mario Puzo adalah penulis novel legendaris The Godfather.
Kariernya sangat cemerlang untuk seseorang yang bahkan belum berumur 25 tahun.
Kriing.. kriing..
“Halo?” sapa Alexei ogah-ogahan. Ia tidak suka diganggu kalau sedang menulis.
“Lexei? Ini Shareya,” ujar si penelepon di seberang sana yang ternyata adik dari
tunangan Alexei, Sharhina, yang bernama Shareya dengan suara yang sangat serak.
“Ada apa, Rey? Are you okay? Kamu lagi menangis?” tanya Alexei khawatir.
Usia Shareya baru menginjak 15 tahun dan entah untuk alasan apa, sering menangis.
Pengaruh puberitas mungkin? Hormon yang diproduksi saat menarche (mens pertama)?
“Pesawat Sharhina jatuh… Tidak ada korban selamat.”
”Kukira kamu tidak akan seidiot itu, Alexei,” kata sebuah suara yang asing di
telinga Alexei. Dan berani-beraninya orang asing ini mengatainya idiot! Apa Alexei
berhasil bunuh diri? Apa sekarang dia berada dalam perjalanan menuju alam baka?
Astaga, kepalanya pening sekali. Sepertinya ada keluarga setan yang bermain musik
heavy metal dalam kepalanya. Pelan-pelan Alexei membuka matanya dan melihat
sekelilingnya. Replika lukisan ’Gadis Bermata Hijau’ karya Henri Mattisse, foto-foto
Sharhina ukuran jumbo dan juga tiruan patung Thutmose III dan artinya, ruangan ini
adalah kamarnya. Tunggu, ia bisa merasakan kakinya. Hanya ada satu konklusi dari
kejadian itu, Alexei belum mati.
”Bangun, stupidi bambini (anak bodoh)!” bentak suara asing tadi. Ternyata Ben.
Italiano itu bermandikan keringatan dan tampak sangat panik. “Do you have any idea
what the hell was that (Apakah kau bisa menjelaskan apa yang baru terjadi)?!” bentak
Ben kasar. Alexei menerjang maju dan menarik kerah polo shirt Ralph Lauren milik Ben
dengan kesal. “Kenapa lo bawa gue ke sini, merda (brengsek)?!” gerung Alexei murka.
Kemurkaan yang bodoh sebenarnya.
BUK!
“Che cosa ha detto (Apa lo bilang)? Jadi lo mau mati! Susah payah gue tolong
dan sekarang, bukannya berterimakasih lo malah ngomel-ngomel? A simple ‘grazie’ is
enough (Sebuah ucapan ‘terimakasih’ sudah cukup)!” Ben balas membentak setelah
sukses meninju wajah ‘malaikat berubah jadi setan’ Alexei ala Muhammad Ali. Alexei
jatuh tersungkur sambil memegangi pipinya. Ia benar-benar tak tahu Ben susah payah
memasukkan susu ke dalam mulut Alexei dan melakukan pernapasan buatan.
“Mi dispiace (maaf), Ben. Gue cuma lagi hancur. Lo tahu bagaimana pentingnya
Sharhina buat gue. Dia.. dia semacam roh buat gue. Lo tahu apa yang terjadi pada tubuh
tanpa roh? Hampa kalaupun nggak mati.. sekarang, seluruh hidup gue cuma untuk ini!”
ujar Alexei seraya melempar draf The Pharaoh yang belum selesai.
Ben membaca,
Khnumt- Amun Hatshepsut, begitulah cara hieroglyph di atas dibaca. Hatshepsut adalah
pharaoh wanita paling berkuasa dalam sejarah Mesir Kuno. ‘Bergabung dengan Amun,
perempuan bangsawan paling berkuasa’. Walaupun Ratu Sobekneferu sudah
mendahuluinya sebagai penguasa Mesir Hulu dan Mesir Hilir, ia memakai mahkota
rangkap sebagai penguasa Mesir Hulu dan Mesir Hilir wanita yang paling berkuasa.
Kami, tim pencari makam Sang Pharaoh berusaha keras… melupakan Sharhina.
Mengira akan mendarat di atas aspal kemudian dihujani serpihan beton atau
bongkahan semen, Alexei sudah sibuk melindungi kraniumnya agar tidak retak. Rupanya
ia mendarat di tempat yang keras, seperti aspal, hanya saja licin. Dapur rumahnya. Ia
mendongak dan mendapati Angelo memutar bola mata dengan jengkel kepadanya.
”You just blew up your chances, dork (Kau baru saja menghancurkan
kesempatanmu,bodoh)! Membunuh pacarmu dengan menyelundupkan pengebom ke
dalam bandara. Apa sih yang terlintas di otakmu? Senang melihat pacarmu terpanggang?
Diidentifikasi lewat tulang femurnya? Allahuakbar! Kamu memang orang paling bodoh
di dunia ini, Alexei. Harusnya namamu itu Jahiliyah (zaman kebodohan) atau Stupidity
(kebodohan), bukannya Alexei. Bagaimana sih cara mengeja namamu? B-O-D-O-H ya?
Aku memberimu kesempatan dan yang kau lakukan hanya membunuhnya! Kamu jenius
paling idiot yang pernah Allah ciptakan, Alexei,” Angelo berceramah dengan nada
mencela.
“Gue berusaha keras menolong dia, bukannya membunuhnya! Asal lo tahu!”
bentak Alexei marah. Apa sih yang akan dilakukan Angelo seandainya ia Alexei?
Dimana lagi ia harus menghentikan Sharhina?
Angelo berputar-putar di udara, melalukan plié (gerakan balet, punggung lurus
dan kaki ditekuk) kemudian meniru balerina yang menarikan resital The Swan Princess
kemudian mendarat tepat di depan Alexei, nyaris membuat Alexei menjadikan Angelo
karung tinjunya. “Coba aku tanya, untuk apa kamu berusaha mengembalikan apa yang
sudah digariskan Tuhanmu kepadanya, Alexei? Mengapa kamu berusaha keras
melakukan sesuatu yang mustahil? Aku menikmati pembicaraan cerdasku dengan
Aristoteles tapi aku tak mau menghidupkannya lagi. Di samping kebiasaan ogah
bercukurnya itu, aku tak mau menentang kehendak Tuhanku. Kesempatanmu tinggal satu
kali lagi, amici (teman). Now or never (sekarang atau tidak selamanya).”
Alexei memejamkan matanya kuat-kuat. Ia memikirkan suatu tempat dan waktu.
Lagi-lagi ia tersedot ke dalam pusaran cahaya dan mendarat di tempat yang sangat
dikenalnya.
“Aku nggak percaya kamu mau ikut aku ke sini! Ini rumah impianku. Dari dulu
aku selalu berharap rumah ini nggak pernah terjual karena aku ingin someday bisa tinggal
di sini,” Sharhina memberitahu Alexei dengan antusias. Hati Alexei serasa digigit.
Tahukah Sharhina kalau ia tak akan pernah menempatinya? Alexei susah payah menahan
tangis. Tahukah ia kalau mereka tidak akan pernah menikah?
“Tapi kayaknya aku nggak akan tinggal di sini deh,” kata Sharhina tiba-tiba. Eh?
Alexei mengerutkan kening dengan bingung. Apakah Sharhina sudah tahu kalau
hidupnya tak akan lama lagi?
“Kenapa?” Alexei memberanikan diri untuk bertanya.
Sharhina tidak menjawab. Ia hanya berdiri mematung mengagumi rumah
impiannya itu. Rumah itu tidak besar tapi tetap cantik. Bercat lembayung muda, atapnya
dirambati sulur tanaman mawar seperti juga gerbang lengkung sebelum pintu dan
halamannya yang luas ditumbuhi entah berapa jenis spesies bunga. Di salah satu dahan
pohon besar di pekarangan, digantungi ban mobil yang berfungsi sebagai ayunan. Benar-
benar rumah impian dalam dongeng. Sharhina berjalan mendekati pohon itu kemudian
duduk di bawahnya. Alexei mengikutinya dan duduk di sebelahnya.
“Kadang aku takut,” Sharhina membuka obrolan, “kalau seandainya aku pergi
duluan, siapa yang jagain kamu ya? Kamu bisa bertindak seperti bayi kadang-kadang,X.”
Kepala Alexei serasa dihantam gada. Bagaimana Sharhina bisa tahu?
“A..apa yang kamu omongin sih, S? Aku nggak ngerti..” Alexei merasa, pura-
pura bego, walaupun sangat sinetron, adalah reaksi yang terbaik.
“Well, aku hanya penasaran. Kalau aku nggak ada, siapa yang bakal temani
kamu? Siapa yang kira-kira mau belajar Bahasa Italia untuk kamu? Siapa yang bakal
mengingatkan kamu makan? karena sejak The Pharaoh mulai ditulis, kamu suka nggak
ingat makan. Yang jelas, aku berharap kamu bahagia sama siapapun yang kamu pilih
untuk menggantikan aku. Dan dimanapun kamu berada, seandainya kamu mau ketemu
aku, lihat ke atas dan aku bakal ada di sana,” Sharhina menunjuk langit malam di atasnya
dimana ratusan bintang berkerlap-kerlip di dalamnya. Padahal, biasanya langit malam
tidak seberbintang itu. Mungkin, benda-benda langit pun menghidupkan suasana indah
bagi Sharhina.
”Jangan ngomong yang aneh-aneh, S. Kamu nggak akan mati,” Alexei
berbohong. Tanpa disadari, air mata Alexei meluncur jatuh ke pipinya seperti orang yang
melakukan bungee jumping.
”Tidak ada yang tahu kapan seseorang akan mati, X. Tapi aku yakin waktuku
nggak akan lama lagi. Dan kalau perkiraanku benar, kuharap kamu nggak bertindak
bodoh yang merusak diri sendiri. Mau ’kan kamu janji nggak akan ngerusak diri sendiri?
Be strong (kuatlah), ’cause you are always my superhero (karena kamu selalu jadi
pahlawan superku). Aku tahu kamu bukan seorang idiot yang bakal depresi karena faktor
sosio-lingkungan seandainya aku pergi.”
Alexei tersenyum getir. Sepertinya Sharhina tidak bisa menilai dengan baik. Apa
reaksinya kalau tahu Alexei berusaha bunuh diri dengan sebotol Xanax? Ditambah lagi
berliter-liter Jack Daniel’s yang sudah dikonsumsinya.
”S, terserah kamu mau percaya atau nggak, tapi aku yang sekarang datang dari
masa depan! Aku lebih tua seminggu dari aku yang sekarang. Alexei yang hidup di masa
ini lagi mengetik The Pharaoh dengan serius di kamarnya! Bagaimanapun caranya,
pokoknya aku bisa kembali ke sini untuk menyelamatkan kamu! Aku nggak mau kamu
mati. Aku nggak mau ditinggal. Aku..” mendadak suaranya pecah dan digantikan dengan
isak tertahan. Kalau ada yang menganggapnya cengeng, cobalah ada dalam situasinya.
Kehilangan seseorang yang kau sayangi bukan sesuatu yang mudah dilupakan.
”’Aku tidak akan bilang ’jangan menangis’ karena tidak semua air mata jahat’.
Kamu ingat kalimat itu? Pahlawan kamu yang bilang lho..” Sharhina mengutip kata-kata
tokoh rekaan pujaan Alexei sepanjang masa. ”Gandalf. Itu kata-kata Gandalf dari novel
The Lord of the Rings karya J.R.R. Tolkien..” sahut Alexei setelah memorinya mengingat
kata-kata penyihir bijak itu kepada para hobbit sebelum ia berangkat ke Havens.
”By the way, pernahkah kepikiran sama kamu kalau aku bakal menolak
diselamatkan? Kalau aku lebih suka menjalani takdirku sendiri. Ada sesuatu yang nggak
dapat diubah, X. Itu salah satunya. Lepasin aku, oke? Biarin aku pergi dengan tenang.
Jangan menangis di kemudian hari dan jangan rusak diri kamu sendiri. Kamu harus kuat
dan buat aku bangga. Jadi penulis best-seller lagi, banyak beribadah, banyak doain aku
dan.. cari penggantiku. Sangat nggak adil buat kamu kalau kamu nggak bahagia di dunia
cuma karena aku.” Sharhina mengatakannya dengan suara kalem dan bernada tenang.
Berbeda dengan Alexei yang justru menerimanya dengan isak tangis yang keras.
”Aku malah berdoa biar aku aja yang mati, jangan kamu!”
Sharhina merebahkan kepala Alexei di pangkuannya dan dengan lembut
membelai-belai kepalanya. ”Kalau gitu, kamu nggak sayang sama aku, X. Kamu mau ya
lihat aku menderita? Aku nggak sekuat kamu. Mungkin aku bisa mati karena sedih
menangisi kepergian kamu. Kasihan arwah kamu juga ’kan?”
Butiran-butiran air mata Alexei membasahi sweter Sharhina. Hei, bukankah ada
pepatah bilang : ’Tak ada pesta yang tak usai’? Alexei menggigit bibirnya kuat-kuat
dalam rangka mencegah tangisnya terus berkelanjutan. Ia tak mau membuat Sharhina
sedih dan tidak tenang. Ia ingin Sharhina pergi dengan lega, bagaimanapun caranya.
”Maafin aku, S. Aku sering mengabaikan kamu. Kita memang nggak pernah
menghargai sesuatu sampai sesuatu itu hilang. Aku sayang kamu, S. Yo quiero mucho
(sangat menyayangimu). Aku bahkan nggak pernah berpikir untuk menyayangi orang
lain seperti menyayangi kamu? Awalnya aku benci, kenapa aku dikasih kesempatan
untuk ketemu kamu lagi, karena itu hanya akan menambah sakit hatiku lihat kamu pergi.
Tapi, sekarang aku bersyukur karena dikasih perpanjangan waktu sebelum wasit betul-
betul meniup peluit panjang..” Sharhina tersenyum mendengarnya. Walaupun ia
mendengar kata-kata manis dari mulut Alexei di hari terakhirnya. Dan ia tahu Alexei
berkata sejujur-jujurnya, itu bahkan lebih dari cukup. Apa sih yang diminta seseorang
saat mencintai? Dicintai kembali, ’kan?
”Selalu ingat ya, aku akan ada bersama kamu selamanya. Dimana pun itu. I will
be up there, watching you (aku akan berada di atas sana, mengawasimu).Buona notte,
amore. Arrivederci. Go to sleep (tidurlah)...”
Kata-kata terakhir Sharhina seperti dongeng sebelum tidur yang mengantar Alexei
ke dalam tidur nyenyak yang tidak pernah didapatkannya selama seminggu semenjak
Sharhina meninggalkannya. Walaupun sedih, kepergian Sharhina pasti akan ada dalam
hidupnya, seperti hujan yang tetap akan turun walaupun dihadang ratusan pawang hujan.
Dan kali ini, ia menerimanya dengan lapang dada.
”Molto bene, amici (Bagus sekali, temanku)! That’s what I’m talking about (Ini
dia maksudku). Sharhina Dharmawangsa meninggal karena penyakit demam berdarah
yang telat ditangani di kamarnya,itu yang tertulis di buku catatanku setidaknya!” sambut
Angelo begitu melihat Alexei seolah Alexei pahlawan Perang Troya atau bagaimana.
“Sharhina meninggal di rumah impiannya!” Alexei memprotes. Ia ingat dimana,
bentuk bahkan nomor ponsel agen real estate yang menangani penjualan rumah itu.
Angelo tersenyum penuh arti. “Memangnya kamu sendiri yang mendapat kehormatan
memakai jam ini?” tanyanya retoris. Angelo mengambil jam saku berlian itu dari tangan
Alexei dan memutar-mutarnya. “Waktu. Sesuatu yang sangat penuh misteri,” gumamnya.
Ia melayang semeter dari lantai dan membungkuk memberi hormat berlebihan seolah
sedang membungkuk pada raja. “Sampai ketemu lagi, Alexei! Mungkin Alexei Romanov
akan bangga karena namanya digunakan seseorang yang baik. Omong-omong, The
Pharaoh akan jadi best-seller. Diterjemahkan ke 48 bahasa bahkan dibuat filmnya oleh
Warner Bros. Omedetto dariku deh. Oh ya itu Bahasa Jepang untuk..”
“Selamat. Gue nggak idiot, Angelo. Grazie (Terimakasih), Angelo,” potong
Alexei diiringi senyum penuh terimakasih pada Angelo, si sinis yang baik hati.
“Prego (Kembali), Alexei. Arrivederci!” balas Angelo sopan. Ia melayang
menembus tembok dan menghilang di langit malam. Alexei tersenyum sendiri
sepeninggal Angelo. Kata ‘angelo’ berarti ‘angel’ dalam Bahasa Inggris dan dalam
Bahasa Indonesia disebut dengan istilah ‘malaikat’.
Tamat
Oleh :
Mariska S. Rompis
Kelas : XI-C
Nomor Absen : 27