Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
A. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan, diharapkan keluarga dan penunggu pasien
mengetahui tentang perawatan pasien yang mengalami fraktur.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan keluarga pasien dan pengunjung dapat :
1) Menjelaskan pengertian fraktur
2) Menjelaskan penyebab fraktur
3) Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4) Menjelaskan penanganan fraktur di rumah sakit
5) Menjelaskan perawatan fraktur di rumah
B. SASARAN
Keluarga dan penunggu pasien Ruang Bedah Flamboyan RSUD Dr. Soetomo
Surabaya
D. KOMUNIKATOR
Mahasiswa PSIK Fakultas Keperawatan UNAIR Surabaya angkatan B12
A. PENGORGANISASIAN
1) Pembicara : Prima Sulthonul Hakim
Moderator : Nour Viana Aprilia
Observer : Paulina Marta Palla
Fasilitator : Naya Erawati
2
Suprapti
M. Nurdiansyah
Sukma Aulia
Zusanti Widya Ningrum
Anindya Arum Cempaka
2) Pembimbing Akademik : Ira Suarilah, S.Kp
Pembimbing Klinik : 1. Bambang S, S. Kep, Ns
2. Ninik Mukantini, Amd, Kep
3) Peserta : Keluarga dan penunggu pasien
Ruang Bedah F RSUD Dr. Soetomo Surabaya
B. METODE
1. Ceramah
2. Diskusi
C. MEDIA
- Laptop
- LCD
- Leaflet
D. MATERI
1. Menjelaskan pengertian fraktur
2. Menjelaskan penyebab fraktur
3. Menjelaskan tanda dan gejala fraktur
4. Menjelaskan penanganan fraktur di rumah sakit
5. Menjelaskan perawatan fraktur di rumah
E. PELAKSANAAN
Kegiatan Waktu Uraian Kegiatan Kegiatan Peserta Pelaksana
Pembukaan 5 1. Mengucapkan salam 1.Menjawab salam Moderator
menit 2. Memperkenalkan 2.Mendengarkan dan
fasilitator fasilitator
3.Menjelaskan tujuan 3.Memperhatikan
penyuluhan
4. Menjelaskan mekanisme
kegiatan yang akan
3
dilaksanakan
Pelaksanaan 20 1. Menjelaskan 1. Memperhatikan Pembicara
menit Pengertian fraktur, penjelasan tentang dan
tanda dan gejala fraktur, perawatan pasien fasilitator
peyebab fraktur, fraktur
penanganan fraktur di 2. peserta menyimak dan
RS, perawatan fraktur memperhatikan tentang
di rumah perawatan kateter yang
2. Tanya jawab tentang benar
perawatan pasien 3. Memberikan umpan
dengan fraktur balik terkait demontrasi
perawatan kateter
Evaluasi 5 1. Mengucapkan terima 1. Memperhatikan Moderator
menit kasih atas partisipasi 2. Menjawab salam dan
peserta 3. Peserta menerima fasilitator
2. Mengucapkan salam leaflet
3. Membagikan leaflet
F. SETTING TEMPAT
Keterangan
: Fasilitator : Pembicara
: Observer : Moderator
G. KRITERIA EVALUASI
4
1. Evaluasi Struktur
a. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
b. Kontrak dengan peserta H-1, diulangi kontrak pada hari H.
c. Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan sesuai satuan acara penyuluhan
d. Peserta hadir ditempat penyuluhan sesuai kontrak yang disepakati
2. Evaluasi Proses
Peserta antusias dalam menyimak uraian materi penyuluhan dan
demontrasi tentang perawatan pasien dengan fraktur dan bertanya
apabila ada yang dianggap kurang dimengerti dan mengisi kuesioner
awal dan akhir yang diberikan.
3. Evaluasi Hasil
a. Seluruh peserta kooperatif selama proses diskusi ditunjukkan dengan
30 % bertanya atau mengklarifikasi.
a. 60-70% peserta mampu menjawab pertanyaan dan memahami
pengertian sampai dengan hal-hal yang harus diperhatikan terkait
perawatan pasien dengan fraktur dengan mampu menjawab
kuesioner yang telah diberikan minimal 7 dari 10 pertanyaan yang
diberikan dengan jawaban benar
b. Peserta sebanyak 80% mengikuti kegiatan penyuluhan dari awal
hingga akhir penyuluhan dan tidak ada yang meninggalkan tempat
penyuluhan sebelum acara penyuluhan berakhir kecuali ada
kepentingan yang tidak bisa diwakilkan
MATERI FRAKTUR
5
A. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Menurut Linda
Juall (2001) fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh
tulang.
B. Etiologi
Berdasarkan penyebab/etiologinya striktur dibagi menjadi 3 jenis :
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan (Oswari, 1993).
C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan daya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontunuitas tulang (Carpenito, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum
dan pembuluh darah serta saraf dalam kotteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi
sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar sari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, dkk, 1993).
D. Klasifikasi
6
1. Complete fraktur, patah tulang pada seluruh garis tengah tulang, luas dan
melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi tulang.
2. Closed fraktur, tidak menyebabkan robeknya kulit, imtegritas kulit masih
utuh.
3. Open fraktur, merupakan fraktur dengan luka pada kulit (integritas kulit
rusak dan ujung tulang menonjol samapai menembus kulit) atau
membran mukosa sampai ke patahan tulang.
4. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya
membengkok.
5. Tranversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang
6. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
7. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
8. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tulang tengah.
9. Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering
terjadi pada tulang tengkorak dan wajah).
10. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi.
11. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang yang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor, dsb).
12. Avulsi, teretariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendon pada
perlekatannya.
13. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
14. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya.
E. Tanda dan gejala
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi, hematoma, dan edema.
2. Perubahan bentuk (deformitas) karena adanya pergeseran fragmen tulang
yang patah.
3. Hilangnya fungsi.
4. Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
5. Krepitasi akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
6. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan foto radiology dari fraktur : menentukan lokasi dan
luasnya
7
X-ray
CT scan
Bone scanning
MRI (magnetic Resonance Imaging)
EMG (Elektromyogarfi).
Pemeriksaan darah lengkap
Arteriografi, dilakukan bila kerusakan dicurigai.
Kreatinin, trauma otot meningkatkan bebean kreatinin untuk
klirens ginjal.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan segera setelah cidera adalah imobilisasi bagian yang
cidera apabila klien akan dipindahkan perlu disangga bagian bawah dan
atas tubuh yang mengalami cidera tersebut untuk mencegah terjadinya
rotasi atau angulasi.
Positioning
Dengan mengelevasikan tungkai yang sakit maka dengan posisi ini
bermanfaat untuk mengurangi oedem.
kedaaan otot yang sudah mengendor maka penurunan nyeri dapat terjadi
melalui mekanisme-mekanisme sebagai berikut: (1) Tidak ada lagi perbedaan
tekanan intramuscular yang menekan nociceptor sehingga nociceptor tidak
terangsang untuk menimbulkan nyeri, (2) Dengan gerakan rileks passive
movement yang berulang-ulang maka nociceptor akan beradaptasi terhadap
nyeri. Suatu sifat khusus dari semua reseptor sensoris adalah bahwa mereka
beradaptasi sebagian atau sama sekali terhadap rangsang mereka setelah suatu
periode waktu. Yaitu, bila suatu rangsang sensoris kontinu bekerja untuk
pertama kali, mula-mula reseptor tersebut bereaksi dengan kecepatan impuls
yang sangat tinggi, kemudian secara progresif makin berkurang sampai
akhirnya banyak diantaranya sama sekali tidak bereaksi lagi . Hal ini dapat
pula untuk menentukan dosis gerakan rileks passive movement agar dapat
menstimulasi muscle spindle.
Mekanisme umum dari adaptasi dibagi dua yaitu : (1) Sebagian adaptasi
disebabkan oleh penyesuaian didalam struktur reseptor itu sendiri, (2)
Sebagian disebabkan oleh penyesuaian didalam fibril saraf terminal. (Guyton,
1991). Dengan mengendornya otot melalui gerakan rileks passive movement
akan mempengaruhi spasme otot dan iskemi jaringan sebagai penyebab nyeri.
Spasme otot sering menimbulkan nyeri alasanya mungkin dua macam, yaitu:
(1) Otot yang sedang berkontraksi menekan pembuluh darah intramuscular
dan mengurangi atau menghentikan sama sekali aliran darah, (2) Kontraksi
otot meningkatkan kecepatan metabolisme otot tersebut. Oleh karena itu,
spasme otot mungkin menyebabkan iskemi otot relatif sehingga timbul nyeri
iskemik yang khas. Penyebab nyeri pada iskemik belum diketahui, salah satu
penyebab nyeri pada iskemik yang diasumsikan adalah pengumpulan sejumlah
besar asam laktat didalam jaringan, yang terbentuk sebagai akibat
metabolisme anaerobic yang terjadi selama iskemik, tetapi, mungkin pila zat
kimia lain, seperti bradikinin dan poliopeptida, terbentuk didalam jaringan
karena kerusakan sel otot dan bahwa inilah, bukannya asam laktat yang
merangsang ujung saraf nyeri. (Guyton, 1991).
Passive joint
mobility
Active exercise
Merupakan gerakan yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh itu
sendiri. Gerak dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi secara reflek
dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan perlahan dan
berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti rileksasi otot akan
menghasilkan penurunan nyeri (Kisner,1996). Mekanisme gerak yang disadari
dalam penurunan nyeri adalah bahwa perananan muscle spindle sangat penting
dalam mekanisme ini, sama pentingnya dalam penurunan nyeri dengan
menggunakan gerakan pasif. Untuk menekankan pentingnya system eferen
gamma, eferen gamma adalah suatu serabut saraf kecil yang bertugas
merangsang ujung-ujung serabut intrafusal agar daerah sentral berkontraksi.
Orang perlu menyadari bahwa 31 persen dari semua serabut saraf motorik ke
otot merupakan serabut eferen gamma, bukannya serabut motorik besar jenis
A alfa. Bila sinyal dikirimkan dari korteks motorik atau dari daerah otak lain
apapun ke motoneuron gamma hampir selalu terangsang pada saat bersamaan.
Ini menyebabkan serabut otot ekstrafusal dan intrafusal berkontraksi pada saat
yang sama.
Tujuan mengkontraksikan serabut muscle spindle pada saat bersamaan
dengan kontraksi serabut otot rangka besar mungkin ada dua macam : (1)
mencegah muscle spindle menentang kontraksi otot, (2) mempertahankan sifat
responsif muscle spindle terhadap peredaman dan beban yang tepat dengan
tidak menghiraukan perubahan panjang otot. Dengan bekerjanya muscle
spindle secara sadar dan optimal maka dengan mekanisme adaptasi dan
rileksasi akan menimbulkan penurunan nyeri (Guyton, 1991).
Active exercise terdiri dari assisted exercise, free active exercise dan
resited active exercise. Assisted exercise dapat mengurangi nyeri karena
merangsang rileksasi propioseptif. Resisted active exercise dapat
meningkatkan tekanan otot, dimana latihan ini akan meningkatkan rekruitment
11
2. Operatif
Pada saat ini metode penatalaksanaan yang paling banyak keunggulannya
13
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya
Medika, Jakarta
Black, J.M, et al, 1995. Luckman and Sorensen’s. Medikal Nursing : A Nursing
Process Approach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company
Dudley, Hugh AF. 1986. Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II. FKUGM
Henderson, M.A, 1992. Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta
Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika
Aesculapius FKUI. Jakarta