Вы находитесь на странице: 1из 89

JUKNIS

PERENCANAAN TATA RUANG LAUT

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
DIREKTORAT TATA RUANG LAUT, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
DAFTAR ISI

KATA SAMBUTAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI …….……………………………………………………………………………………. iii
DAFTAR TABEL .……………………………………………………………………………………. iv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………………………. v

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1


1.1 Latar Belakang……………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan dan sasaran ……………………………….……….………… 2
1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis…………………………………. 2

BAB II GAMBARAN RUANG LAUT.………………………………………………… 4

2.1 Pengertian Ruang Laut …………………………………………….. 4


2.2 Karakteristik Ruang Laut……………………………………………. 5
2.2.1 Dimensi Ruang Laut…………….……………………….…. 5
2.2.2 Geomorfologi Laut ……………….……………………….…. 6
2.2.3 Geologi Laut …........……………..……………………….… 8
2.2.4 Karakteristik Ruang Laut Ditinjau Dari Hukum
Internasional ………………………………………………….… 12
2.2.5 Ekosistem Laut ………………………………………………… 14
2.2.6 Organisme Laut…………………………………………….… 18
2.2.7 Hydrooceanografi ……………….…………………………… 22
2.2.8 Konservasi dan Heritage Laut ………………………… 23
2.3 Daya Tarik Wilayah Laut ……………….………………………… 23
2.3.1 Potensi ……………………………….…………………………… 23
2.3.2 Permasalahan …………………………………………….….… 25

BAB III PROSES PERENCANAAN RUANG LAUT.…………………………. 27


3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan.………………………………. 27
3.1.1 Penetapan Batas Wilayah Perencanaan ………… 27
3.1.2 Data dan Peta Dasar………………………………………… 36
3.1.3 Pendekatan Metoda Analisis …………………………… 42
3.1.4 Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut ……… 44
3.1.5 Perencanaan Tata Ruang Laut ………………………… 51
3.1.6 Peraturan Zonasi ……………………………………………… 61
ii
3.1.7 Kelengkapan Muatarn Rencana Ruang Laut …… 62
3.2 Kelembagaan ……………………………………………………………… 63
3.3 Legalisasi dan Skala Peta ………………………………………… 64

DAFTAR PUSTAKA

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Design Kebutuhan Data Perencanaan ……………………………………… 37


Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan
Tabel 2 10
Lautan …………………………………………………………………………………………

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia ………………………… 9


Gambar 2 Peta Tektonik Kepulauan Indonesia ……………………………………. 11
Gambar 3 Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia …………………………… 12
Gambar 4 Ilustrasi Zona Maritim Indonesia Berdasarkan Konvensi
Hukum Laut 1982 ……………………………………………….…………….. 14
Gambar 5 Titik Awal dan Garis Pantai sebagai Acuan Penarikan Garis
Dasar …………………………………………………………………………………… 28
Gambar 6 Contoh Penentuan Titik Awal dan Garis Dasar …………………… 31
Gambar 7 Contoh Penarikan Garis Batas Bagi Daerah Yang
Berbatasan Dengan Laut Lepas atau Perairan Kepulauan … 31
Gambar 8 Contoh Penarikan Garis Batas Dengan Metode Garis
Tengah (Median Line) pada Dua Daerah Yang Berhadapan 32
Gambar 9 Contoh Penarikan Garis Tengah dengan Metode Ekuidistan
Pada Daerah yang Berdampingan ……………………………………… 32
Gambar 10 Contoh Penarikan Garis Batas pada Pulau Kecil Yang 33
Berjarak lebih dari 2 kali 12 mil Namun Berada dalam Satu
Propinsi …………………………………………………………………………………
Gambar 11 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang 34
Berjarak Kurang dari 2 Kali 12 Mil Namun Berada dalam
Satu Propinsi ………………………………………………………………………
Gambar 12 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau-pulau Kecil Yang
Berada Dalam Satu Propinsi ……………………………………………… 35
Gambar 13 Contoh Penarikan Garis Batas Pada Pulau Kecil Yang
Berjarak Kurang dari 2 kali 12 Mil dan berada pada provinsi
yang berbeda ……………………………………………………………………… 36

Gambar 14 Proses Kompilasi Data ………………………………………………………… 41


Gambar 15 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut Yang
Akan Melibatkan Multi Sektor …………………………………………… 47
Gambar 16 Proses Analisis Penyusunan Rencana Tata Ruang Laut
Untuk Satu Sektor Tertentu ………………………………………………… 50
Gambar 17 Identifikasi Fungsi/kegiatan pada Ketiga Dimensi Ruang
Laut ……………………………………………………………………………………… 50
Gambar 18 Matriks Hubungan Fungsional …………………………………………… 51
Gambar 19 Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut ……………………………… 53
Gambar 20 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan …… 56
Gambar 21 Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi sektor …………… 56
Gambar 22 Contoh Rencana Pola Ruang Satu Sektor …………………………… 58

v
Gambar 23 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Permukaan ………………… 59
Gambar 24 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Kolom/Badan Laut ……… 59
Gambar 25 Contoh Rencana Pola Ruang Layer Dasar Laut …………………… 60
Gambar 26 Contoh Rencana Pola Ruang Overlay ………………………………… 60
Gambar 27 Konsep Rencana Tata Ruang Laut (Sektor Perikanan) ……… 69

vi
BAB
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi adalah hasil perencanaan wujud
struktural dan pola ruang. Wujud struktural pemanfaatan ruang adalah susunan
unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan
buatan yang secara hirarkis dan struktural berhubungan satu dengan lainnya
membentuk tata ruang; diantaranya meliputi hirarki pusat pelayanan seperti
pusat kota, lingkungan; prasarana jalan seperti jalan arteri, kolektor, lokal, dan
sebagainya. Sementara pola ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang
menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia dan atau
kegiatan alam; diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat
kerja, industri, dan pertanian, serta pola penggunaan tanah pedesaan dan
perkotaan.

Konsep Perencanaan tata ruang/Perencanaan Zonasi di Laut tidak dapat


mengikuti sepenuhnya konsep daratan, karena karakteristik ekobiologis dan
prinsip dasar yang berbeda. Pada Kawasan Laut pola perencanaan akan sangat
dipengaruhi oleh pembagian area perlindungan yang sangat ketat, hal ini
disebabkan karakter wilayah tersebut sangat rentan dan dinamik.

Hasil perencanaan tata ruang Laut /Perencanaan Zonasi laut adalah rencana
tata ruang/rencana zonasi Laut, yang memuat peruntukkan ruang laut
(permukaan laut, kolom laut, dan dasar laut beserta isinya) yang merupakan
arahan dan pedoman pemanfaatan ruang laut. Peruntukan ruang sebagaimana
dimaksud meliputi: Daerah Lindung, Pemanfaatan Terbatas, Kawasan Budidaya,

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 1


Rekreasi / Wisata, Pelabuhan / Perhubungan, Perikanan Tangkap, Perikanan
Budidaya dan lain-lain. Selain ini banyaknya pihak yang ingin memanfaatkan
ruang laut dan melakukan kegiatan di laut, kaidah mediasi konflik perlu
terakomodasi dalam menyusun rencana tata ruang laut.

Rencana tata ruang/rencana zonasi laut hendaknya dapat diimplementasikan


dan berfungsi sebagai pijakan bagi investor dan pihak-pihak terkait, sehingga
perlu dirumuskan petunjuk teknis dalam pengaturan kegiatan pembangunan
yang sesuai dengan kajian tata ruang.

1.2 Tujuan dan Sasaran


Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang Laut/Perencanaan
Zonasi Laut ini adalah agar tersedia arahan bagi pemerintah daerah khususnya
yang memiliki kewenangan dalam perencanaan ruang laut untuk melaksanakan
pembangunan serta arahan bagi para stakeholder yang berkompeten dalam
melakukan aktivitas pembangunan di ruang laut.

Adapun Sasaran dari Penyusunan Petunjuk Teknis Perencanaan Ruang


Laut/Perencaan Zonasi Laut ini adalah :
1. Adanya rumusan pengaturan perencanaan pembangunan di ruang laut;
2. Pengaturan perencanaan pembangunan sesuai dengan arahan rencana tata
ruang terpadu.

1.3 Ruang Lingkup Petunjuk Teknis


A. Lingkup Materi Kajian
1. Pengkajian kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut;
2. Telahaan landasan teoritis terkait dengan pengelolaan pemanfaatan ruang
laut;
3. Perumusan petunjuk teknis perencanaan ruang laut.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 2


B. Lingkup Pelaksanaan Kegiatan
1. Studi literatur (tinjauan teori dan data/informasi sekunder, termasuk berbagai
produk RTR Laut dan kebijakan/peraturan perundangan terkait);
2. Identifikasi materi/substansi perencanaan ruang laut;
3. Penyusunan Draft awal konsep petunjuk teknis pengaturan perencanaan
ruang laut/Perencaan Zonasi Laut;
4. Pembahasan draft awal konsep petunjuk teknis;
5. Penyusunan draft kemajuan konsep petunjuk teknis;
6. Konsultasi stakeholder dalam rangka penyempurnaan draft petunjuk teknis;
7. Diseminasi draft konsep petunjuk teknis kepada stakeholder terkait;
8. Penyusunan draft akhir petunjuk teknis.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 3


BAB GAMBARAN
II RUANG LAUT
2.1 Pengertian Ruang Laut

Ruang laut merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya
yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek
fungsional. Ruang laut berdasarkan aspek administrasi dapat dibedakan menjadi
ruang laut nasional, ruang laut propinsi dan ruang laut kabupaten/kota yang
merupakan satu kesatuan yang utuh baik visi, misi, kebijakan makronya.

Berdasarkan UU No. 26 / 2007, Pasal 6 ayat (3) penataan ruang wilayah nasional
meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah kedaulatan nasional yang mencakup
ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu
kesatuan. Ruang laut ditinjau dari Wilayah yuridiksi dan wilayah kedaulatan nasional
meliputi perairan pedalaman, laut kepulauan dan laut teritorial. Laut teritorial adalah
Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu nengara
kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus kepulauannya, dan lebarnya
maksimum sampai 12 mil laut. Ruang laut dalam konstelasi kedaulatan nasional
dapat meliputi juga wilayah ZEE dan Landas Kontinen (UNCLOS 1982).

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah telah


menyerahkan kewenangan-kewenangan tertentu dalam pengelolaan wilayah pesisir,
termasuk perairan pantai sampai sejauh 12 mil dari garis pantai, menjadi kewenangan
otonom pemerintah daerah. Selanjutnya untuk mengimplementasikan kewenangan
baru atas ruang lautan ini pemerintah daerah perlu merumuskan kebijakan
pengaturan atas pemanfaatan bagian laut yang berbatasan dengan pantainya
(Suparman, 2007).

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 4


Aspek fungsional dalam penataan ruang laut misalnya adalah melalui pendekatan
fungsi ekosistem / unit geografis tertentu. Pendekatan penataan ruang menggunakan
metode Sel sedimen merupakan salah satu contohya. Disamping itu menggunakan
metode yang lain untuk penataan ruang wilayah dengan kharakteristik tertentu
misalnya pengelolaan kawasan DAS, Teluk, Estuaria, dll.

2.2 Karakteristik Ruang Laut


2.2.1 Dimensi Ruang Laut
Kharakteristik ruang laut berdasarkan dimensi ruang laut dibedakan menjadi 3
(tiga) layer, yaitu permukaan laut, kolom air sampai dengan permukaan dasar laut.

Menurut Badan Riset Kelautan dan Perikanan, DKP (2006) pengertian wilayah
selat dan teluk yaitu :
a. Selat ; celah air yang relative sempit yang menghubungkan dua tubuh
perairan yang lebih besar dan secara geografi suatu lintas (passage) sempit
diantara dua masssa daratan atau pulau-pulau tau gugusan pulau yang
menghubungkan dua kawasan laut yang lebih luas. Hanya selat-selat yang
diklasifikasi sebagai “selat internasional”
b. Teluk ; Bagian laut yang sebagian dikelilingi daratan atau bentuk garis pantai
erosional yang disebabkan oleh aktifitas gelombang laut sehingga laut
menjorok kearah daratan

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 5


c. Laut lepas ; Bagian dari laut yang tidak termasuk ZEE. Laut territorial
Indonesia, perairan kepulauan Indonesia, dan perairan pedalaman Indonesia.
d. Laut dalam, Istilah umum yang digunakan untuk wilayah lautan di luar
paparan benua dan dibawah zona yang menerima cahaya
e. Laut bebas pertuatan antara laut dan lautan yang berada di sebelah luar dari
batas 200 mill ZEE

2.2.2 Geomorfologi Laut

Umumnya kondisi geomorfologi Indonesia dapat dibedakan menjadi bentuk


lahan denudasional, bentuk lahan asal volkanik, bentuk lahan asal struktural, dan
bentuk lahan asal pengendapan.
Bentuk lahan denudasional terdiri dari 6 (enam) satuan unit geomorfologi, yaitu :
1. Dataran landas kontinen Asia yang saat ini merupakan perairan Laut Jawa,
Selat Karimata, sampai Laut Cina Selatan dan daratan landas kontinen
Australia yang pada saat ini merupakan perairan Laut Arafuru dan Laut Aru;
2. Dataran Sunda Tua yang mengalami penenggelaman sebagai dasar laut.
Penyebarannya meliputi Kepulauan Natuna, Kepulauan Riau, Pulau
Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, dan sebagian kecil Kalimantan
Tengah. (3) Perbukitan sisa yang terisolasi dengan penyebaran di
Kalimantan Barat;
3. Perbukitan sisa yang komplek terdapat di Kalimantan Barat dan sebagian
kecil di Kalimantan Tengah, Bangka, Belitung, Lingga, Singkep, dan P.
Timor;
4. Bentuk lahan tua/lanjut yang terangkat dan berubah pada zona collison
terdapat di Irian Jaya dan P. Timor.
5. Bentuk lahan dataran lengkung yang terkikis pada lajur bukan vulkanik,
penyebarannya meliputi kepulauan di dekat Sumatera, pulau-pulau di
Sulawesi Tenggara, dan pulau-pulau di Laut Banda.

Bentuk lahan asal vulkanik terdiri atas 4 (empat) satuan unit geomorfologi, yaitu :

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 6


1. Vulkanik dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, Nusatenggara, Sulawesi
Utara, Kepulauan Sangihe, dan Halmahera;
2. Vulkanik tua yang terkikis dengan penyebaran di Sumatera, Jawa,
Nusatenggara, Sulawesi Utara, dan Halmahera;
3. Endapan lapisan tuf ignimbrit, terdapat di Sumatera Utara sekitar Danau
Toba.
4. Kipas fluvial vulkanik, dengan penyebaran di Sumatera, Jawa, dan Lombok.

Bentuk lahan struktural terdiri atas 5 (lima) satuan unit geomorfologi, yaitu :

1. Dataran plato, baik tinggi maupun rendah, dengan penyebaran di P.


Sumba, Kepulauan Aru, P. Biak, dan P. Morotai.

2. Pegunungan struktural yang terkikis kuat dengan sisa bentuk pengelupasan


pada tempat-tempat tertentu/lokal, baik rendah maupun tinggi, dengan
penyebaran di P. Sulawesi, P. Bacan, P. Halmahera, P. Waigeo, dan P.
Flores.

3. Blok pegunungan menunjam yang terkikis pada jalur busur vulkanik,


terdapat di P. Sumatera, P. Jawa, P. Nusa Penida, P. Lombok, P. Sulawesi,
bagian Selatan P. Halmahera, dan P. Waigeo.

4. Bentuk lahan perbukitan dan pegunungan lipatan, baik rendah maupun


tinggi, dengan penyebaran utama di P. Sumatera bagian Timur, P. Jawa
bagian Utara (terutama Jawa Timur), P. Madura, Banjarmasin hingga
Tarakan di P. Kalimantan, daerah kepala burung Irian Jaya, dan sebelah
Utara pegunungan Jaya-Wijaya.

5. Bentuk lahan pegunungan struktural yang komplek dengan penyebaran di


Kalimantan berbatasan dengan Malaysia, Kalimantan Selatan, Sulawesi
Tengah, Banggai, Sula, Obi, Irian Jaya, serta Timor.

Bentuk lahan asal pengendapan terdiri atas 7 (tujuh) satuan unit geomorfologi,
yaitu:
1. Endapan lereng pada kaki rangkaian pegunungan dan kaki pegunungan
lipatan cekungan dan teras pleistosene dengan penyebaran di Sumatera

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 7


dan Jawa, serta endapan lereng pada kaki perbukitan sisa yang terisolasi
terdapat di Kalimantan dan Irian Jaya.
2. Dataran aluvial dengan rawa belakang yang kering pada musim kemarau,
terdapat di Irian Jaya.
3. Dataran aluvial dengan tanggul alam sungai dan rawa belakang terdapat di
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya.
4. Dataran aluvial dengan materi gambut pada rawa belakang terdapat di
Sumatera, Kalimantan, dan Irian Jaya.
5. Bentuk lahan rawa dengan vegetasi bakau dan berair payau terdapat di
pantai Sumatera Timur, Kalimantan, Irian Jaya, dan sebagian kecil di Jawa
dan Sulawesi.
6. Bentuk lahan terumbu yang masih hidup dengan kenampakan tubir karang
dan sejenisnya, serta karang penghalang/atol terdapat di pantai kepulauan
di sebelah Barat Sumatera.
7. Bentuk lahan terumbu karang yang muncul ke permukaan dan menjadi
pulau karang, terdapat di P. Sumba, P. Flores, P. Buton, dan Kepulauan
Tukangbesi.

2.2.3 Geologi Laut


Secara geologi, perairan Indonesia mempunyai genesis yang berbeda-beda,
karena merupakan hasil darat besar, proses interaksi pergerakan lempeng
tektonik yang sangat besar yaitu Lempeng Samudera Hindia, Lempeng Benua
Australia, Lempeng Samudera Fasifik, maupun lempeng lain yang lebih kecil.
Tumbukan frontal antara samudera dengan lempeng benua, misalnya di
sepanjang selatan Pulau Jawa hingga Pulau Timor dan sebelah barat Sumatera,
secara alami membentuk jajaran pulau dan perairan sekitarnya, dikelompokkan
menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu :
- Cekungan Busur Muka (fore arc basin) seperti wilayah Pulau Nias dan
perairan di sekitarnya.
- Busur Vulkanik (vulcanic arc) mencakup wilayah Sumatera, Pulau Jawa,
Pulau Bali, Pulau Krakatau, dan pulau lainnya.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 8


- Cekungan busur belakang (back arc basin) meliputi Pulau Karimunjawa,
Pulau Bawean, Kepulauan Seribu dan pulau pulau lainnya.
- Kawasan yang terbentuk akibat pemekaran lempeng samudera (sea floor
spreading) misalnya pulau pulau kecil di perairan Selat Makasar.
- Ciri khas tepi benua (continental margin), misalnya pulau di kawasan
Pulau Bangka, Belitung, Batam, Bintan, dan pulau lainnya di kepulauan
Riau.

Indonesia mempunyai kondisi geologi khususnya di kawasan perairan laut yang


sangat khas. Sebagai tempat pertemuan tiga lempeng tektonik (Triple Junction
Plate Convergence) yaitu lempeng tektonik Eurasia, Indo-Australia dan pasifik)
Indonesia memiliki potensi kandungan bahan tambang di kawasan laut
diantaranya mineral dan minyak bumi. Pada beberapa lokasi, sudah dilakukan
upaya dalam memanfaatkan sumberdaya energi dan mineral di wilayah laut, baik
itu yang sudah dieksploitasi maupun yang masih dalam tahap eksporasi. Berikut
ini contoh peta yang menggambarkan potensi cekungan migas dan cekungan
migas yang sudah berproduksi di perairan laut Indonesia.

Gambar 1
Peta Potensi Cekungan Migas di Indonesia

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 9


Selain kekayaan alamnya, Indonesia juga tidak luput sebagai negeri kepulauan
yang rentan bencana gempa terkait karena kondisi lempeng tentunya. Menurut
teori tektonik lempeng, permukaan bumi ini terbagi atas kira-kira 20 pecahan besar
yang disebut lempeng. Ketebalannya sekitar 70 km. Ketebalan lempeng kira-kira
hampir sama dengan litosfer yang merupakan kulit terluar bumi yang padat.
Litosfer terdiri dari kerak dan selubung atas. Lempengnya kaku dan lempeng-
lempeng itu bergerak diatas astenosfer yang lebih cair.

Model-model untuk menggambarkan keadaan tektonik Indonesia telah dibuat oleh


para ahli, diantaranya oleh Hamilton(1989), dan Katili (1989). Berdasarkan
karakteristik dari kegempaan, tektonik dan ditunjang data-data Geofisika lainnya,
Puspito (1993) membagi wilayah kepulauan Indonesia menjadi 3 (tiga) wilayah
zona tetonik besar, yaitu :
- Busur kepulauan Sunda, yaitu terbagi Sunda barat dan timur
- Busur kepulauan Banda
- Zona tumbukkan laut Maluku

Sistem busur Sunda memanjang ± 3000 Km, dimulai dari sebelah barat laut
Andaman sampai sebelah Selatan pulau Sumba. Pada busur kepulauan Sunda
bagian barat (Sumatera), tercatat aktivitas gempa mencapai kedalaman ± 300 Km.
Studi Tomografi Seismik (Puspito et al., 1993) menunjukkan bahwa kedalaman
penunjaman lempeng samudera India mencapai ± 500 Km. Sedangkan di Pulau
Jawa (busur kepulauan Sunda bagian timur yang paling barat) kedalaman aktivitas
gempa tercatat ± 650 Km.

Pada busur kepualauan Sunda bagian timur (Nusa Tenggara), Zona subduksi
ditandai dengan penunjaman lempeng samudera India sepanjang palung Jawa
yang terletak di selatan.

Busur kepulauan Banda ini memanjang dimulai dari selatan pulau Sumba
melengkung sampai ke pulau Seram, sebelah selatan Halmahera. Zona
subduksi yang terjadi merupakan interaksi antara busur kepulauan Banda

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 10


dengan lempeng benua Austrlalia yang bergerak relatif kea rah utara (Hamilton,
1989).

Gambar 2
Peta Tektonik Kepulauan Indonesia

Gempa bumi adalah berguncangnya bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar
lempeng bumi, patahan aktif aktivitas gunungapi atau runtuhan batuan. Indonesia
terletak pada sabuk gunung berapi yang terbentuk oleh pertemuan lempeng-
lempeng bumi. Sabuk gunung berapi aktif ini dibentuk oleh tumbukan lempeng
Indian-Australia di sebelah selatan, lempeng Eurasia di sebelah utara barat,
lempeng laut Filipina dan lempeng Pasifik di sebelah utara timur. Pergerakan
ketiga lempeng ini menyebabkan Indonesia sangat rentan terhadap bencana alam
yang diakibatkan aktivitas di dalam bumi seperti gempa bumi dan gunung meletus.
Berikut ini digambarkan peta pola-pola gempa bumi yang terjadi di Indonesia.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 11


Peta 2

Gambar 3
Peta Pola Pola Gempa Bumi di Indonesia
(sumber: http://neic.usgs.gov/neis/world/indonesia)

Gempa tektonik yeng terjadi di sekitar zona subduksi atau penunjaman lempeng
adakalanya menyebabkan terjadinya tsunami. Gelombang tsunami terjadi karena
adanya gaya impulsif yang bersifat transient. Gempa tektonik yang terjadi di
sekitar zona subduksi antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia merupakan
contoh penyebab musibah tsunami di Aceh dan Pesisir Selatan Pulau Jawa.

2.2.4. Karakteristik Ruang Laut Ditinjau dari Hukum Internasional.

Kawasan Laut Indonesia berdasarkan pada aspek hukum laut Internasional


terdiri atas :
a. Perairan Pedalaman (Internal Waters), yaitu :
- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis pangkal laut teritorial
(pada negara pantai biasa)
- Perairan yang terletak pada sisi darat dari garis-garis penutup pada mulut
sungai, teluk atau pelabuhan yang terletak di perairan kepulauan (pada
negara kepulauan).
b. Perairan Kepulauan (Archipelagic Waters), yaitu :

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 12


- Perairan kepulauan (archipelagic waters) adalah perairan yang terletak di
sebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan.
c. Laut Teritorial (Territorial Waters), yaitu :
- Laut yang berada di luar garis pangkal ke arah laut lepas, yang bagi suatu
nengara kepulauan berada di sebelah luar garis pangkal lurus
kepulauannya, dan lebarnya maksimum sampai 12 mil laut.
d. Zona Tambahan (Contiguous Zone), yaitu :
a. Suatu Zona yang berbatasan dengan Laut Teritorial yang lebarnya tidak
dapat melebihi 24 mil laut diukur dari Garis Pangkal.
e. Landas Kontinen (Continental Shelf), yaitu :
- Dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di luar teritorial sampai
batas terluar yang ditetapkan berdasarkan kriteria antara lain jarak,
kedalaman dan ketebalan endapan, batas tersebut kawasan ini ditetapkan
dengan ukuran jarak sebagai berikut:
- Maksimal 200 Mil laut dari garis pangkal negara yang pantainya
curam;
- Maksimal 350 Mil laut dari garis pangkal atau 100 Mil dari
kedalaman 2500 meter bagi negara yang pantainya landai.
f. Zona Ekonomi Eksklusif (Exclusive Economic Zone), yaitu :
- Jalur di Luar dan Berbatasan Dengan Laut Wilayah Indonesia
Sebagaimana Ditetapkan Berdasarkan Undang-undang Yang Berlaku
Tentang Perairan Indonesia Yang Meliputi Dasar Laut, Tanah di
Bawahnya, dan Air di Atasnya Dengan Batas Terluar 200 Mil Laut Diukur
dari Garis Pangkal Laut Wilayah Indonesia.
g. Laut Lepas (High Seas), yaitu :
- Perairan yang tidak termasuk ke dalam zee, laut teritorial, perairan
kepulauan & perairan pedalaman suatu negara, dimana semua negara
dapat menikmati segala kebebasan, kecuali hak-hak yang dimiliki negara
pantai di zee-nya.
h. Kawasan Dasar Laut Internasional (International Seabed Area), yaitu :

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 13


- Dasar laut dan dasar samudera di bawahnya yang terletak di luar batas
terluar landas kontinen, atau batas terluar yurisdiksi nasional.

Gambar 4
Ilustrasi Zona Maritim Indonesia berdasarkan Konvensi Hukum Laut 1982

2.2.5 Ekosistem Laut


Tipe Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Pantai Berpasir, Ekosistem Mangrove,
Ekosistem Estuaria, Ekosistem Terumbu Karang (Coral Reef) dan Ekosistem
Padang Lamun

A. Ekosistem Pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah
pasang surut. Ekosistem ini dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut.
Organisme yang hidup di dalamnya memiliki adaptasi struktural sehingga dapat
melekat erat di substrat keras.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 14


 Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi, dihuni
oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi
bagi kepiting dan burung pantai.
 Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah,
dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput
herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan
kecil.
 Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut, Daerah
dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut.

B. Ekosistem Mangrove
Mangrove, merupakan ekosistem utama di wilayah pesisir, terutama pada
wilayah tropis. Ekosistem tersebut merupakan salah satu ekosistem alamiah
penting yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Beberapa jenis
mangrove yang sering dijumpai di pesisir Indonesia antara lain : Avicennia,
Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lumnitzera,
Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan Conocarpus.

Beberapa karakteristik fisik antara lain :


 Vegetasi hutan mangrove hanya dapat dijumpai pada daerah intertidal, dengan
substrat didominasi oleh tanah lempung atau lumpur berpasir.
 Hidup pada daerah yang tergenang air (payau) secara berkala, dimana
frekuensi genangan tersebut sangat menentukan jenis dan komposisi hutan
mangrove.
 Hidup pada perairan payau dengan salinitas berkisar antara 2 – 22 ppm
sampai 38 ppm, dimana pasokan air tawar jauh lebih banyak dari air laut,
sehingga hanya dapat dijumpai pada muara-muara sungai, delta, pada
perairan dangkal.
 Ekosistem hutan mangrove biasanya hanya dapat dijumpai pada daerah yang
terlindung dari pengaruh alam yang keras : arus dan ombak/gelombang kuat,
sehingga hanya dapat dijumpai pada daerah teluk, estuaria, delta dan laguna.
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 15
Beberapa fungsi dan manfaat penting dari hutan mangrove antara lain :
 Sebagai alat proteksi penting bagi wilayah pantai (sebagai peredam gelombang
dan angin badai, memperlambat kecepatan arus, pelindung dari abrasi,
penahan lumpur dan perangkap sedimen);
 Penghasil detritus yang berasal dari dedaunan dan dahan mangrove;
 Daerah pemijahan (spawning ground), penyedia makanan (nutrient), tempat
mencari makan (feeding ground), tempat berlindung dan tempat pengasuhan
(nursery ground) terutama pada tingkat juvenail bagi berbagai jenis biota yang
hidup didalamnya;
 Penghasil kayu untuk bahan kontruksi, kayu bakar, bahan baku arang, dan
bahan baku kertas (pulp);
 Pemasok larva ikan, udang dan biota lainnya;
 Sebagai tempat pariwisata.

C. Ekosistem Estuaria
Estuaria merupakan salah satu bentuk atau tipe yang terjadi di pantai, dan
merupakan suatu tempat yang spesifik, dimana terdapat 2 (dua) faktor prinsipal
yang mempengaruhi suatu keadaan hidroninamisme dari estuaria : aliran air
sungai dan arus pasang surut, dimana pada saat pasang, air laut akan masuk
dan mempengaruhi kadar salinitas serta kualitas air yang ada didalam estuaria
tersebut. Biasanya, daerah hilir sungai atau estuaria selalu dihubungkan dengan
substrat berlumpur dan biota atau organisme yang hidup di air payau.

Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam,
ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing,
kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut
yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju
habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata
semi air, yaitu unggas air.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 16


D. Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang
sangat bervariasi, kompleks dan produktif. Terumbu
karang yang biasa dikatakan sebagai hutan tropis
ekosistem laut terdiri dari karang-karang yang
terbentuk dari kalsium karbonat koloni kerang laut
yang bernama polip yang bersimbiosis dengan
organisme mikroskopis yang bernama zooxanthellae.
Ekosistem ini umumnya terdapat di laut dangkal
(daerah litoral & neritik) yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang
memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.

Ada beberapa karakteristik lokasi tempat ekosistem ini tumbuh antara lain :
 Umumnya tumbuh di dekat pantai di daerah tropis dengan jarak maksimal 2 mil
dari garis pantai dan dengan kedalaman 10 meter
 Wilayah perairan yang selalu hangat sepanjang tahun merupakan tempat
sangat ideal bagi pertumbuhan karang. Syarat kecerahan perairan tempat
tumbuhnya karang yaitu berkisar 18 – 340C, dan salinitas antara 30 – 38 0/0.

Terumbu karang memiliki banyak fungsi ekologis dan biologis bagi perbagai jenis
biota laut yang hidup bersimbiosa dengan karang, antara lain :

 sebagai daerah ikan mencari makan; tempat memijah; tempat pembesaran


dan
 sebagai tempat perlindungan bagi hewan-hewan dalam habitatnya termasuk
sponge, ikan (kerapu, hiu karang, clown fish, belut laut, dll), ubur-ubur,
binatang laut, udang-udangan, kura-kura, ular laut, siput laut, cumi-cumi atau
gurita, termasuk juga burung-burung laut yang sumber makanannya berada
di sekitar ekosistem terumbu karang
 sebagai penahan ombak sehingga dapat melindungi wilayah pantai dari erosi
pantai.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 17


 sebagai sumber mata pencaharian dengan mengambil ikan dan biota laut
lainnya;
 sebagai bahan pembuat obat-obatan, sebagai bahan bangunan, sebagai
bahan pupuk, kawasan pariwisata, laboratorium alam dan
 sebagai pelindung pantai dari ancaman ombak dan gelombang besar.

E. Ekosistem Padang Lamun


Padang Lamun (Seagrass), biasanya dijumpai pada
perairan dangkal dan jernih atau pada daerah litoral
(antara 2 – 12 m) dengan subtrat berpasir. Pada
kondisi fisik yang sama sering dijumpai ekosistem
padang lamun berasosiasi dengan ekosistem
Terumbu Karang. Secara umum, kehidupan
ekosistem padang lamun adalah saling berinteraksi
dengan ekosistem lain, yaitu ekosistem mangrove
dan terumbu karang.

Ada beberapa peran penting yang dimiliki oleh ekosistem ini, antara lain :
1. Dalam bidang perikanan; sebagai tempat pembesaran, mencari makan,
daerah perlindungan dan memijah bagi berbagai jenis ikan penting. Pada
ekosistem ini sering dijumpai jenis biota laut yang saat ini menjadi jenis biota
laut yang dilindungi, yaitu dugong dan kuda laut (Hypocampus kuda).

2. Untuk kegiatan manusia : budidaya, rekreasi dan dapat digunakan sebagai


bahan makanan dan bahan baku pupuk hijau.

2.2.6 Organisme Laut


Jenis Organisme laut terdiri dari :

2.2.5.1 Ikan
Potensi perikanan dikelompokkan berdasarkan habitatnya yakni :

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 18


A. Ikan Pelagis
Ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang mendekati permukaan
perairan hingga kedalaman 200 m baik di daerah luat neritik maupun di laut
lepas (oceanic). Ikan pelagis pada umumnya berenang berkelompok dalam
jumlah yang sangat besar. Jenis ikan pelagis terdiri dari ikan pelagis kecil dan
ikan pelagis besar. Berikut jenis-jenis ikan yang termasuk kedalam kedua jenis
ikan tersebut :
 Ikan Pelagis Besar
Tuna (Tuna), Cakalang (Skipjack), Marlin (Marlin), Tongkol (Little tuna),
Tenggiri (Spanish mackerel), Cucut (Shark), Lemadang, Pelagis Besar Lainnya
(Other Big Pelagic Fish). Neritik, laut lepas (oceanic)
 Ikan Pelagis Kecil :
Layang, Benggol (Scad mackerel), Selar kuning (Yellowstripe trevally), Daun
Bambu (Queen Fish/Slender leatherskin), Talang-talang (Deep leatherskin),
Teri (Anchovies), Tembang (Fringescale sardinella), Lemuru (Indonesian oil
sardinella), Siro/Sardin/Sembulak (Spotted sardine), Terubuk (Tolishad
(Chinese herrings), Kembung Perempuan (Short-bodied mackerel), Kembung
lelaki (Striped mackerel), Julung-julung (Barred garfish), Ikan Terbang/Torani
(Spotted flyingfish), dan Alu-alu/Barakuda (Barracuda). Neritik, laut dangkal

B. Ikan Demersal :

Yaitu ikan yang sebagian besar dari masa hidupnya berada atau dekat dengan
dasar perairan, ikan damersal umumnya berenang tidak berkelompok (soliter).
Sumberdaya ikan damersal terbagi dua berdasarkan ukuran yaitu ikan damersal
besar sepertin kelompok kerapu (grouper), kakap (snaper) dan ikan damersal
kecil seperti kelompok siganid (baronang) Upenid (Upeneus spp). Berikut adalah
jenis-jenis ikan damersal :
Manyung (Marine catfish), Kuro/Senangin (Giant threadfish), Bawal Hitam (Black
Pomfret), Bawal Putih (Silver Pomfret), Gulamah/Samgeh (Croackers/Drums),
Swanggi/Mata besar (Big eyes), Tigawaja/Gulamah (Bearded croaker), Layur
(Hairtail/Cuttlass fishes), Ikan Sebelah (Langkau) (Indian halibut), Beloso

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 19


(Lizardfish), Kuniran/Biji Nangka (Yellow goatfish), Kurisi (Treadfin bream), Ikan
Lidah (Lidah pasir) (Flat fishes/long tongue-sole), Ikan Belanak (Mullet), Pari
kembang (Spotted stingray), Pari kelapa (Cawtail ray), Pari burung (Eagle ray),
Sembilang (Canine catfish eet), dan Ikan Sidat (Eel) (batial), laut dangkal, laut
oceanic

C. Ikan Karang :

Yaitu ikan yang kehidupannya terkait dengan perairan terumbu karang


Kerapu (Groupers), Kakap (Perch), Lencam (Emperor), Napoleon (Napoleon),
Beronang (Rabbitfishes), Ekor kuning (Yellow tail travelly), Ikan Karang
Konsumsi Lainnya (Other Coral Fish Consumption), neritik laut dangkal

2.2.5.2 Crustacea :

Yaitu sumberdaya perikanan yang termasuk ke dalam hewan invertebrata. Jenis


crustacea memiliki ciri bercangkang keras yang biasa disebut sebagai karapas
yang terdapat pada udang dan kepiting. Berikut jenis-jenis sumberdaya
crustacea :

Udang Penaeid (Shrimps), Lobster (Lobster), Udang Kipas (Spanish Lobster),


Udang Laut Dalam (Deep Sea Shrimps), Udang Ronggeng (Matis Shrimps),
Udang Rebon (Mysid), Kepiting (Swimming crabs), dan Krustacea Lainnya
(Other Crustacea).

Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas

2.2.5.3 Molusca :

Molusca adalah sumberdaya perikanan yang termasuk hewan invertebrata yang


memiliki tubuh yang lunak, beberapa memiliki cangkang yang berfungsi sebagai
pelindung seperti kerang-lerangan dan kelompok squids, cumi-cumi, sotong dan
gurita

Ada beberapa tipe dalam Molusca antara lain

A. Kerang-kerangan (Oyster) :

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 20


Tiram (Rock edible oyster), Simping (Common windowpen shell),
Remis/Kepah (Hard clam), Kerang darah (Cockle shell), Kerang bulu (Ark
(cockle) shell), Kerang hijau/Serindit Hijau (Green Edible Oyster), Kerang
mutiara/Tapis-tapis (Block peark oyster), Kima raksasa/Kima raja (Giant
clam), dan Kima kuning (Scaled clam).

B. Cepalopoda (Cepalopoda) :
Cumi-cumi, Enus (Squid), Sotong, Blekutak (Cuttlefish), Gurita (Octopus),
dan Notilus (Chambered nautilus).

C. Siput/Keong :
Mata kucing (Blue green cat eye), Lola, Susubunder (Top shell), Kepala
kambing (Fimbriate helmet), Taburik, kepala kambing (Horned helmet),
Keong terompet, Onem (False trumpet shell), Concong raja, lolonggok,
Serobong batik (Triton shell), Nang-punangan (Noble voluta), dan Keong
pepaya, Taburi (Aethiopian melon).

Habitat hidup jenis organisme ini berada pada laut neritik dan laut lepas

D. Binatang air lainnya : Penyu (Turtle), Mamalia Air (Mammals), Lumba-lumba


(Dolphin), Duyung (Mere), Ubur-ubur (Jelly Fish), Tripang, dan Bulu babi.

2.2.5.4 Rumput Laut

Rumput laut adalah salah satu sumberdaya hayati yang terdapat di wilayah
pesisir dan laut. Dalam bahasa inggris, rumput laut diartikan sebagai seaweed.
Sumberdaya ini biasanya dapat ditemui di perairan yang berasosiasi dengan
keberadaan ekosisitem terumbu karang. Hidupnya bersifat bentik di daerah
perairan yang dangkal, berpasir, berlumpur atau berpasir dan berlumpur, daerah
pasut jernih dapat hidup di atas substrat pasir atau menempel pada karang mati,
potongan kerang dan subtrat yang keras lainnya, baik terbentuk secara alamiah
atau buatan (artificial).
Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan adalah Eucheuma sp., Gelidium
sp., dan Gracilaria sp. Di samping sebagai bahan untuk industri makanan seperti
agar-agar, jelly food dan campuran makanan seperti burger dan lain-lain, rumput

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 21


laut adalah juga sebagai bahan baku industri kosmetika, farmasi, tekstil, kertas,
keramik, fotografi, dan insektisida. Mengingat manfaatnya yang luas, maka
komoditas rumput laut ini mempunyai peluang pasar yang bagus dengan potensi
yang cukup besar.

2.2.7 Hidro oseanografi


Faktor oseanografi seperti pasang surut, gelombang, dan arus laut memegang
peran penting dalam pembentukan morfologi pantai di Indonesia. Gelombang
merupakan salah satu faktor penting dalam pembentukan pantai Indonesia.
Gelombang yang terjadi di laut dalam pada umumya tidak berpengaruh terhadap
bentuk dasar laut dan sedimen di dasar laut. Sebaliknya, gelombang di dekat
pantai, terutama di daerah pecahan gelombang mempunyai peran besar dalam
pembentukan morfologi pantai, seperti mengangkut sedimen dari dasar laut
untuk ditumpuk dalam bentuk gosong pasir. Badai laut (storm) dan tsunami yang
membentuk gelombang sangat tinggi bahkan dapat memindahkan fragmen
sedimen berukuran lebih besar dari dasar laut ke daratan.

Arus laut di Indonesia, terutama yang mengalir di sepanjang (sejajar) pantai


(longshore current) atau arus litoral merupakan penyebab utama lainnya dalam
pembentukan morfologi pantai. Arus laut terbentuk oleh angin yang bertiup
dalam selang waktu yang lama, sedang longshore current dapat pula terjadi
karena gelombang yang membentur pantai dalam arah miring. Gelombang dapat
menyebabkan angkutan sedimen pada arah tegak lurus pantai dan longshore
current dapat membawa sedimen sejajar garis pantai. Bentuk morfologi seperti
spits, tombolo, beach ridges, atau akumulasi sedimen di sekitar jetty dan tanggul
pantai menunjukkan adanya longshore current.

Pasang surut merupakan perubahan muka air laut yang hampir periodik.
Pengaruh pasang surut laut terhadap pembentukan morfologi pantai umumnya
tidak terlalu besar dibandingkan pengaruh gelombang dan arus laut. Pasang
surut sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri suatu kawasan. Pada daerah
tertentu, pasang surut dapat berpengaruh hingga jauh ke arah daratan, sedang

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 22


pada daerah lainnya pasang surut dapat mencapai perbedaan yang besar. Pada
saat pasang air tawar mengalir ke arah laut di atas massa air asin yang bergerak
ke arah darat. Pergerakan air asin ke arah darat akan mengangkat massa air
tawar lebih tinggi dan memungkinkan terjadinya luapan melampaui tanggul
sungai. Bersamaan dengan melimpahnya air tersebut, suspensi sedimen akan
terbawa serta dan mengendap di luar lembahnya. Sebaliknya pada waktu surut
massa air asin bergerak ke arah laut serta memperlancar aliran air tawar di
atasnya. Untuk daerah pantai rata seperti rawa pantai, lagoon atau dataran
pasang surut, perubahan morfologi tersebut tidak berkembang secara cepat,
kecuali bila terdapat suplai sedimen cukup besar dari sungai di sekitarnya.

2.2.8 Konservasi dan Heritage laut


2.3. Daya Tarik Wilayah laut
2.3.1 Potensi
Besarnya sumberdaya laut dan karakteristik laut merupakan value yang besar
untuk dimanfaatkan. Terdapat berbagai kegiatan yang dapat dikelola dengan
memanfaatkan potensi keanekaragaman sumberdaya dan karakteristik laut.
Berikut adalah gambaran karakteristik laut beserta potensi pemanfaatan yang
dapat dilakukan :

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 23


MATRIK KEGIATAN PEMANFAATAN RUANG LAUT

Pelaku Lokasi Kegiatan


No Kegiatan Jenis Kegiatan Mobilitas Perorangan/K Badan Publik/Pem
Permukaan Kolom Dasar
elompok Usaha erintah
I Konservasi; Suaka Perikanan Statis x x
TN Laut Statis x x
Adat Statis x x
Pemijahan Statis Dinamis x x
Migrasi Statis Dinamis x x
Sejarah Statis x x

II Perikanan; Aquakultur/Budidaya Laut RL Statis x x x x


KJA Statis x x x x
Penangkapan ikan Nalayan Kecil Dinamis x x x x
Bagan Apung Dinamis x x x x
Rumpon Statis x x x x
Bagan Tancap Statis x x x x

III Pariwisata; Home Stay Apung Statis x x x x x


Ski Air Dinamis x x x
Snorkling/Menyelam Statis Dinamis x x x x x
Pantai Umum Statis x x x

IV Pertambangan; Rig/Migas Statis x x x x


Pipa Statis x x
Pasir Statis Dinamis x x x x

V Riset Pendidikan dan pelatihan; Statis x x x x x


Penelitian dan pengembangan; Dinamis x x x x x

VI Pelayaran Alur pelayaran Besar Statis x x


Kecil Dinamis x x
Pelabuhan Statis x x x
Ujicoba Kapal Statis Dinamis x x x
Labuh Statis x x x x
Peneggelaman Kapal Rusak x x

VII Permukiman Masyarakat Adat Statis Dinamis x x x x

VIII Pertahanan Keamanan


Area Pembuangan Amunisi Statis x x
Patroli Dinamis x x
Daerah Latihan Perang Statis x x x

IX Telekomunikasi/ListrikKabel Statis x x x

X BMKT Kapal Tenggelam Statis x x x

XI Energi Statis x x x x x

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 24


2.3.2 Permasalahan
2.3.2.1 Ketidakterpaduan pemanfaatan ruang
Belum adanya pengaturan dan pemanfaatan dan ketidakpaduan antar kegiatan
berpotensi menjadi sumber terjadinya konflik penggunaan ruang di laut. Berbagai
konflik di lapangan sering terjadi, misalnya antara kegiatan nelayan tradisional
dengan nelayan modern, perikanan budidaya laut dengan pelayaran,
kepentingan konservasi dengan pembangunan pemukiman atau pemanfaatan
kegiatan budidaya lain seperti pariwisata, perikanan dan lain sebagainya.

2.3.2.2 Degradasi lingkungan


Eksploitasi sumberdaya pesisir dan laut yang tanpa arah dan berlebihan
seringkali menimbulkan dampak kerusakan lingkungan pesisir dan laut, seperti :
 Pencemaran lingkungan.
Pencemaran ini terjadi akibat pembuangan yang kurang terkontrol dari
berbagai kegiatan budidaya yang berkembang di darat, seperti pembuangan
dari kegiatan industri, permukiman, pariwisata, perkantoran, atau kegiatan
budidaya perikanan di wilayah bantaran sungai dan pesisir. Pencemaran
yang dihasilkan dapat menggangu keseimbangan bahkan dapat merusak
ekosistem di wilayah pesisir dan laut.
 Kerusakan ekosistem laut
Selain diakibatkan oleh pencemaran lingkungan, seringkali kerusakan
ekosistem laut juga diakibatkan oleh aktivitas pembangunan yang kurang
memperhatikan keberadaan dan keberlangsungan ekosistem itu sendiri.
Salah satu contoh terjadi pada ekosistem hutan mangrove, luasannya saat ini
sudah banyak berkurang. Keberadaan mangrove saat ini bahkan sudah
punah di beberapa wilayah pesisir yang memiliki aktivitas tinggi, hal ini dipicu
oleh alih fungsi lahan yang tinggi untuk mengakomodasi berbagai
kepentingan kegiatan budidaya.
 Kerusakan fisik, habitat ekosistem pesisir dan laut.
Ekosistem yang umumnya mengalami kerusakan terjadi pada ekosistem
mangrove, terumbu karang, rumput laut. Kerusakan terumbu karang

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 25


umumnya disebabkan oleh kegiatan perikanan yang bersifat destruktif, yaitu
penggunaan bahan peledak, bahan beracun (cyanida), dan juga aktivitas
penambangan

2.3.2.3 Over Eksploitasi Sumberdaya Laut


Banyak sumberdaya akan di wilayah pesisir dan lautan telah mengalami
overeksploitasi, sebagai contoh adalah sumberdaya perikanan laut. Meskipun
secara agregat (nasional) sumberdaya perikanan laut baru dimanfaatkan 58.8%
dari total potensi lestari (MSY, Maximum Sustainable Yield).

Kondisi overfishing ini bukan hanya disebabkan oleh penangkapan yang


melampaui potensi sumberdaya perikanan, tetapi juga disebabkan karena
kualitas lingkungan laut sebagai habitat hidup ikan mengalami penurunan atau
kerusakan oleh pencemaran dan degradasi fisik hutan mangrove, padang lamun,
dan terumbu karang yang merupakan tempat pemijahan, asuhan dan mencari
makan bagi biota sebagian besar biota laut tropis.

Overeskploitasi terhadap sumberdaya perikanan juga dipengaruhi oleh


modernisasi yang tidak terkendali. Kondisi ini ternyata membawa dampak yang
significan terhadap penurunan hasil tangkapan nelayan tradisional

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 26


PROSES
BAB PERENCANAAN
III RUANG LAUT

3.1 Pendekatan Teknis Perencanaan

Proses perencanaan tata ruang/Perencanaan zonasi laut identik dengan proses


perencanaan tata ruang darat, mulai dari penyusunan kerangka acuan (Term of
Reference), identifikasi dan kompilasi data, studi lapangan, analisa data primer
dan sekunder sampai pada penyusunan rencana tata ruang. Hal-hal pokok yang
dijabarkan pada buku petunjuk teknis ini memprioritaskan muatan perencanaan
tata ruang/Perencanaan Zonasi laut yang memiliki perbedaan dengan
perencanaan tata ruang darat. Beberapa muatan perencanaan tata
ruang/perencanaan zonasi laut yang akan dijabarkan yaitu: batas wilayah
perencanaan (administratif dan fungsional), Data dan Peta Dasar, Pendekatan
Metoda Analisa, Proses Analisa, Penyusunan Rencana Tata Ruang/Rencana
Zonasi Laut, Indikasi Program, Peraturan Zonasi dan Kelengkapan Muatan
Rencana Tata Ruang Laut.

3.1.1. Penetapan Batas Wilayah Perencanaan

Penetapan batas wilayah perencanaan untuk menyusun rencana tata ruang


laut/rencana zonasi laut, mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku.
Penetapan batas wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan batas
administratif dan atau batas fungsional. Penetapan batas wilayah perencanaan
ini mempertimbangkan pula cakupan wilayah pengamatan secara fungsional.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 27


Penetapan Batas Wilayah Perencanaan berdasarkan batas administratif
A. Definisi Teknis

1. Titik Awal adalah titik koordinat yang terletak pada garis pantai untuk
menentukan garis dasar (lihat gambar 5)

Garis Pantai pada


Garis Pantai pada
Peta Laut
UU no 32/2004

Garis Pantai pada


Peta Topografi Garis Air Tinggi

Garis Air Rata-rata


Biasa digunakan sebagai Datum Vertikal Peta Topografi

Garis Air Rendah


Acuan Penarikan Garis Dasar

Titik Awal pada UU No 32/2004

Gambar 5
Titik Awal dan Garis Pantai sebagai acuan penarikan garis dasar

2. Garis Dasar adalah garis yang menghubungkan antara dua titik awal dan
terdiri dari garis dasar lurus dan garis dasar normal.
3. Garis dasar lurus adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik awal
berdekatan dan berjarak tidak lebih dari 12 mil. (Lihat gambar 2)
4. Garis dasar normal adalah garis antara dua titik awal yang berhimpit
dengan garis pantai.
5. Mil laut adalah jarak satuan panjang yang sama dengan 1.852 meter.
6. Pulau adalah daratan yang terbentuk secara alamiah dan senantiasa
berada di atas permukaan laut pada saat air pasang.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 28


7. Titik batas sekutu adalah tanda batas yang terletak di darat pada
koordinat batas antar daerah provinsi, kabupaten dan kota yang
digunakan sebagai titik acuan untuk penegasan batas di laut.

B. Penetapan Batas Daerah di Laut (Secara Kartometrik)


1. Menyiapkan Peta-peta Laut, Peta Lingkungan Laut Nasional (Peta LLN)
dan Peta Lingkungan Pantai Indonesia (Peta LPI).
2. Untuk Batas Provinsi menggunakan peta laut dan peta Lingkungan Laut
Nasional, untuk batas daerah kabupaten dan daerah kota gunakan peta
laut dan peta Lingkungan Pantai Indonesia.
3. Menelusuri secara cermat cakupan daerah yang akan ditentukan
batasnya. Perhatikan garis pantai yang ada, pelajari kemungkinan
penerapan garis dasar lurus dan garis dasar normal dengan
memperhatikan panjang maksimum yakni 12 mil laut.
4. Memberi tanda rencana titik awal yang akan digunakan.
5. Melihat peta laut dengan skala terbesar yang terdapat pada daerah
tersebut. Baca dan catat titik awal dengan melihat angka lintang dan bujur
yang terdapat pada sisi kiri dan atas atau sisi kanan dan bawah dari peta
yang digunakan.
6. Mengeplot dalam peta titik-titik awal yang diperoleh dan menghubungkan
titik-titik dimaksud untuk mendapatkan garis dasar lurus yang tidak lebih
dari 12 mil laut.
7. Menarik garis sejajar dengan garis dasar yang berjarak 12 mil laut atau
sepertiganya.
8. Batas daerah di wilayah laut sudah tergambar beserta daftar koordinat.
9. Membuat peta batas daerah di laut lengkap dengan daftar koordinatnya
yang akan ditandatangani oleh Menteri Dalam Negeri

C. Penegasan Batas Daerah di Laut (melalui pengukuran di lapangan)


1. Penelitian dokumen batas
Kegiatan penelitian dokumen yang dimaksud pada tahapan ini adalah
mengumpulkan semua dokumen yang terkait dengan penentuan batas

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 29


daerah di laut seperti : peta administrasi daerah yang telah ada; peta
batas daerah di laut yang pernah ada; dokumen sejarah dll.

2. Pelacakan batas
Pelacakan batas dimaksud pada tahapan ini adalah kegiatan secara fisik
di lapangan untuk menyiapkan rencana titik acuan yang akan digunakan
sebagai titik referensi. Sebagai hasil kegiatan pelacakan ini dapat ditandai
dengan dipasangnya titik referensi atau pilar sementara yang belum
ditentukan titik koordinatnya.

3. Pemasangan pilar di titik acuan


Kegiatan pelacakan batas dapat dilakukan secara simultan dengan tidak
memasang pilar sementara tetapi pilar yang permanen. Untuk menjaga
tetap posisi pilar ini, juga dibangun 3 (tiga) pilar bantu. Setelah pilar
dibangun, maka selanjutnya dilakukan pengukuran posisi dengan alat
penentu posisi satelit (GPS) yang kelompok titiknya diikatkan pada
jaringan Titik Geodesi Nasional.

4. Penentuan titik awal dan garis dasar


Tahap ini merupakan inti dari kegiatan pengukuran lapangan dimana di
dalamnya terdapat kegiatan untuk mendapatkan garis pantai melalui
survei batimetri dan pengukuran pasang surut.
Apabila sudah diperoleh garis pantai pada lokasi yang diperkirakan akan
dapat ditentukan titik awal, maka selanjutnya menentukan titik awal yang
tepat. Contoh penentuan titik awal dapat dilihat pada gambar 2.
Dari beberapa titik awal yang telah diperoleh ditentukanlah garis dasar
yang akan digunakan sebagai awal perhitungan 12 mil laut. Garis dasar
tersebut dapat berupa garis dasar lurus yang berjarak tidak boleh lebih
dari 12 mil laut atau garis dasar normal yang berhimpit dengan garis
kontur nol yang biasanya berbentuk kurva. Contoh penentuan titik awal
dan penarikan garis dasar dapat dilihat pada gambar 6.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 30


Garis Dasar Normal
Titik Awal
Garis Dasar Lurus

Gambar 6
Contoh penentuan titik awal dan garis dasar
(garis dasar lurus dan garis dasar normal)

5. Pengukuran batas
Dalam pengukuran batas terdapat tiga kondisi yang berbeda yakni pantai
yang bebas, pantai yang saling berhadapan dan pantai saling
berdampingan. Untuk pantai yang bebas pengukuran batas sejauh 12 mil
laut dari garis dasar (baik garis dasar lurus dan atau garis dasar normal).
Atau dengan kata lain membuat garis sejajar dengan garis dasar yang
berjarak 12 mil laut atau sesuai dengan kondisi yang ada. Pengukuran
batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 7.

12 mil

Garis Pantai pada Peta Laut


Garis Dasar
Titik Acuan
Titik Awal
Titik Batas
Zone Pasang Surut

Gambar 7
Contoh penarikan garis batas bagi daerah yang
berbatasan dengan laut lepas atau perairan kepulauan.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 31


Untuk pantai yang saling berhadapan dilakukan dengan menggunakan
prinsip garis tengah (median line). Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat
pada gambar 8.

DAERAH A

DAERAH B

Gambar 8
Contoh penarikan garis batas dengan metode garis tengah
(median line) pada dua daerah yang berhadapan

Untuk pantai yang saling berdampingan dilakukan dengan menggunakan


prinsip sama jarak. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar9.

DAERAH A

DAERAH B

Gambar 9
Contoh penarikan garis tengah dengan metode Ekuidistan
pada dua daerah yang berdampingan

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 32


Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil
yang berjarak lebih dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah provinsi,
diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan
sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi
ini dapat dilihat pada gambar 10.

12 mil

Pulau
Kecil
4 mil

> 24 mil

12 mil
4 mil

Gambar 10
Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak lebih dari
2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil


yang berjarak kurang dari 2 kali 12 mil yang berada dalam satu daerah
provinsi, diukur secara melingkar dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan
sepertiganya merupakan laut kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi
ini dapat dilihat pada gambar 11.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 33


12 mil

Pulau
Kecil
4 mil

< 24 mil

12 mil

4 mil

Gambar 11
Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak
kurang dari 2 kali 12 mil namun berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau-pulau


kecil yang berada dalam satu daerah provinsi, diukur secara melingkar
dengan jarak 12 mil untuk laut provinsi dan sepertiganya merupakan laut
kabupaten dan kota. Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada
gambar 12.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 34


< 8 mil 12 mil
< 24 mil

> 24 mil

Pulau
Kecil 4 mil

> 24 mil

12 mil
4 mil

Gambar 12
Contoh penarikan garis batas pada
pulau-pulau kecil yang berada dalam satu provinsi.

Untuk mengukur batas kewenangan pengelolaan wilayah laut pulau kecil


yang berada dalam daerah provinsi yang berbeda dan berjarak kurang dari 2
kali 12 mil, diukur menggunakan prinsip garis tengah (median line).
Pengukuran batas kondisi ini dapat dilihat pada gambar 13.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 35


12 mil

Prov.A
4 mil

< 24 mil

12 mil
4 mil
Prov. B

Gambar 13
Contoh penarikan garis batas pada pulau kecil yang berjarak kurang
dari 2 kali 12 mil dan berada pada provinsi yang berbeda

= laut provinsi
= laut kabupaten dan kota
= daratan

Penetapan batas wilayah perencanaan maupun cakupan wilayah


pengamatan secara fungsional

Penyusunan rencana tata ruang, sebaiknya dilakukan berdasarkan kesatuan


fungsi ekosistem laut, seperti mangrove, terumbu karang, yang biasanya
digunakan sebagai dasar penentuan kawasan konservasi laut, kesatuan fungsi
ekologis laut, seperti, teluk, selat, delta, dan kesatuan unit-unit geografi,
seperti sel sedimen.

3.1.2. Data dan Peta Dasar


Penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut memerlukan
keakuratan data yang sangat signifikan. Ketersediaan data mengenai
sumberdaya kelautan dan perikanan memang dirasakan masih sangat terbatas
sekali. Data primer mutlak diperlukan, khususnya dalam rangka ground cek data

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 36


dilapangan berdasarkan interpretasi data sekunder, seperti citra landsat, dll. Peta
dasar yang digunakan untuk menata ruang laut adalah peta laut dari janhidros.
Berikut adalah rincian data dan peta dasar yang diperlukan untuk menyusun
rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

Tabel 1
Design Kebutuhan Data Perencanaan

METODE
NO. DATA KETERANGAN FUNGSI
PENGUMPULAN

1. Karakteristik fisik : Data primer Data primer diperoleh dari Navigasi / Pelayaran,
a. Iklim pengukuran langsung di Perikanan, Pertambangan &
Temperatur, lapangan (menggunakan Energi
angin, curah hujan termometer, barometer, atau
pengamatan di stasiun
pengukuran)

Data sekunder : Data Data sekunder minimal berupa


iklim (BMG), data 1 tahun terakhir

b.Hidro- oseanografi Data Primer : Data primer dapat diperoleh Navigasi / Pelayaran,
- Bathimetri Pengukuran di lapangan dengan melakukan pengukuran Pertambangan & Energi
di lapangan melalui alat Echo
Sounder/LIDAR. Kegunaan
melakukan survey langsung
dapat diketahui kondisi
bathimetri secara realtime.

Data sekunder : Data sekunder :


Peta Hidro-oceanografi Interpretasi citra dapat
(Dishidros TNI AL), digunakan untuk memperoleh
interpretasi citra, informasi kedalaman secara
kualitatif

- Suhu, Data primer : Data primer dilakukan dengan Ristek, Perikanan, Wisata
Kecerahan pengukuran di lapangan melakukan survey langsung ke
lapangan dengan melakukan
pengukuran suhu dengan alat
bantu termometer.

Data sekunder : Data sekunder :


Interpretasi citra Interpretasi citra dapat
digunakan untuk memperoleh
informasi suhu permukaan dan
kecerahan secara kualitatif

- Salinitas, Arus, Data primer : Data primer dapat diperoleh Ristek, Navigasi/Pelayaran,
Pasang-surut, pengukuran di lapangan dengan melakukan pengukuran Perikanan, Pertambangan &
Gelombang melalui alat pengukuran : SCT energi, Wisata
Data Sekunder : data (Salinity Conductivity
salinitas (LIPI) Temperatur) meter & CTD
(Conductivity Temperature
Depth) probe

b. Geologi/ Data sekunder : Data sekunder : Pertambangan & Energi, Ristek


geomorfologi Peta Geologi (PPGL), Interpretasi citra untuk
pantai Peta Geomorfologi memperoleh rona awal
(Bakosurtanal), Peta geologi/geomorfologi pantai
Geologi Pantai

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 37


(Bakosurtanal),Interpret
asi citra

c. Ekosistem pesisir Data primer : observasi Data primer dilakukan dengan Perikanan, Wisata
lapangan melakukan pengamatan
langsung di lapangan, sekaligus
melakukan ground check dari
hasil interpretasi citra.

Data sekunder : Data sekunder :


Interpretasi citra, Peta Interpretasi citra untuk
Geoekologi memperoleh rona awal sebaran
(Bakosurtanal), kajian ekosistem (mangrove, padang
literatur lamun, terumbu karang)

4. Spesies/Biota Data primer : Data primer diperoleh dengan Ristek, Perikanan, Wisata
(Biota darat dan biota pengamatan di lapangan pengamatan langsung di
perairan) lapangan seperti dengan diving

Data sekunder : Peta


Vegetasi (Bakosurtanal),
Peta Ekosistem
(Bakosurtanal), Peta
Sumberdaya Perikanan
(Bakosurtanal), Kajian
literatur (WWF,
TNC,dsb)
5. Daerah rawan Data sekunder : Interpretasi citra untuk Navigasi / Pelayaran,
bencana interpretasi citra, Peta memperoleh rona awal daerah Perhubungan, Pertambangan &
(Banjir, sedimentasi, Rawan Bencana, Peta rawan bencana, misalnya rawan Energi
Erosi/abrasi, Jalur Tsunami & Gempa banjir dapat dideteksi dengan
Subsiden/longsoran (Bakosurtanal) pendekatan nilai wetness,
tanah, Tsunami, rawan abrasi & sedimentasi dari
Gempa) analisa garis pantai dari citra
sequen (temporal)
6. Masalah lingkungan Data primer : Data primer dilakukan dengan Perikanan, Ristek
dan pencemaran pengamatan di lapangan melakukan pengamatan
(Intrusi air laut, langsung di lapangan, sekaligus
Polusi dan melakukan ground check dari
pencemaran, hasil interpretasi citra.
Kerusakan ekosistem
pesisir) Data sekunder : Data sekunder :
interpretasi citra Kerusakan ekosistem pesisir
dapat dideteksi dengan
interpretasi citra secara
temporal
7. Daerah konservasi Data primer : Data primer : Perikanan, Wisata
a. Kawasan lindung pengamatan di lapangan diperoleh dengan pengamatan
nasional langsung di lapangan,
b. Kawasan sekaligus melakukan ground
konservasi yang check dari hasil peta-peta
diusulkan daerah sekunder yang telah diperoleh
c. Kawasan
perlindungan laut
lokal
Data sekunder : Data sekunder :
(Bakosurtanal, DKP) • Peta Lingkungan Laut
Nasional (Bakosurtanal)
• Peta Lingkungan Pantai
Indonesia (Bakosurtanal)
• Peta Ekosistem
(Bakosurtanal)
• Hasil penelitian (WWF, TNC,
CI, dsb)
• Peta Kawasan Konservasi
Laut Nasional (DKP)
• Data Kawasan Konservasi
Laut Daerah (DKP), yang

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 38


sudah ditetapkan maupun
dalam bentuk usulan
8. Pola pemanfaatan Data primer : Perhubungan, Perikanan,
ruang (eksisting) pengamatan di lapangan Wisata, Ristek
a. Kawasan pantai ke
arah darat
b. Kawasan budidaya Data sekunder : Data sekunder :
c. Kawasan interpretasi citra Interpretasi citra untuk
pertahanan dan memperoleh rona awal
keamanan pemanfaatan lahan eksisting
d. Kawasan tertentu
e. Alur tertentu
9. Potensi pulau-pulau Data primer : Wisata, Perikanan, Hankam
kecil pengamatan di
a. Jumlah pulau & lapangan, wawancara,
luas questioner
b. Kondisi geografis
c. Demografi Data sekunder :
d. Ekosistem Data jumlah pulau (DKP,
e. Kondisi fisik depdagri, lapan)
perairan
f. Ketersediaan air
g. Pemanfaatan
ruang
h. Sarana/prasarana
10. Identifikasi kegiatan Data primer : Data primer : Ristek, Perikanan, Wisata
daratan yang pengamatan di lapangan Data jenis ini dapat diperoleh
berpengaruh dengan melakukan kegiatan
terhadap kegiatan survey lapangan baik melalui
perairan pengamatan di lapangan
maupun dari hasil questioner
atau wawancara.

Data sekunder : Data sekunder :


BPS time series 5 tahun Data sekunder berupa data
terakhir, Interpretasi numerik secara time series
citra time series 5 tahun untuk mengetahui
terakhir perkembangan masing-masing
pemanfaatan ruang
11. Sarana dan prasarana Data primer : Data primer diperoleh dengan Perikanan, Wisata,
a. Sistem pengamatan di lapangan melakukan pengamatan di Perhubungan
Transportasi lapangan, sifatnya hanya
b. Sarana/prasarana menilai kualitas dari
perikanan sarana/prasarana
c. Sarana/prasarana
pariwisata
d. Sarana/prasarana Data sekunder : Data sekunder :
utilitas Bappeda, DLLAJ, DPU, Data sekunder berupa data
BPS, TELKOM, PLN, dsb numerik secara time series
untuk mengetahui gambaran
ketersediaan sarana prasarana
12. Perekonomian Data primer : Data primer diperoleh dengan Perikanan, Ristek
a. kegiatan Pengamatan di lapangan melakukan pengamatan di
perekonomian lapangan, sifatnya untuk
masyarakat mengetahui gambaran secara
b. kegiatan investasi umum ekonomi wilayah
dunia usaha
c. potensi investasi Data sekunder : Data perekonomian dari hasil
sektor kelautan BPS survey primer dapat didukung
dengan ketersediaan data
secara numerik yang disajikan
secara time series sehingga
dapat diketehui gambaran
kondisi dan perkembangan
kegiatan ekonomi wilayah
13. Keadaan sosial Data primer : Data primer dilakukan untuk Perikanan, Ristek, Wisata
budaya pengamatan di mengetahui gambaran
a. Kependudukan lapangan, questioner kependudukan melalui
b. Adat istiadat atau wawancara pengamatan di lapangan baik

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 39


c. Proses partisipasi dengan kegiatan survey
dan aspirasi lapangan, penyebaran
masyarakat questioner atau melakukan
d. Permukiman wawancara.

Data sekunder : Data sekunder dilakukan untuk


BPS, bappeda, mengetahui gambaran
perkembangan kependudukan
secara numerik maupun visual
dalam bentuk peta penyebaran
penduduk dengan data
kepadatannya

Tabel 2
Berbagai Kegiatan Pembangunan di Wilayah Pesisir dan Lautan

Sektor Wilayah Pesisir Laut Dangkal Laut Dalam

 Konservasi Lahan basah, Rawa Terumbu


pesisir, Mangrove karang/Atol
 Taman Suaka Satwa liar yang Paus
Alam Laut dilindungi, gua
pantai Lumba-lumba

 Rekreasi/Wisata Landscape Pesisir/ Renang, Selam, Kapal Wisata


Laut Turis Resort Olahraga, Mancing,
Selancar Air
Jalur Pelayaran
(Yachting)
 Pelayaran Pelabuhan Pelayaran Pelayaran
Internasional, Internasional
 Navigasi Rambu Navigasi Pelayaran Antar
Pulau Dan Pantai

 Transportasi Feri Penumpang


 Perikanan Budidaya Tambak, Budidaya Laut, Perikanan Pelagis
Pembenihan Penanaman Rumput Kecil Dan Besar
Udang/Ikan, Laut, Pemancingan,
Pengolahan Pasca Penangkapan Ikan
Panen Demersal dan
Pelagis
 Industri Pengerukan Jalur Jalur Pipa, Penambangan
 Pertambangan Pipa Penambangan Pasir Minyak Lepas
Pengerukan dan Karang, Pantai
Pasir/Kerikil, Penambangan
Pengambilan Timah,
Karang, Penambangani
Penambangan Minyak Dan Gas
Timah,
Penambangan
Minyak Dan Gas
 Pencemaran Limbah domestik, Tumpahan Minyak Limbah Kapal,
Lingkungan Limbah Pertanian Pencemaran Pembuangan

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 40


dan Budidaya Industri Limbah
Tambak, Limbah
Industri, Erosi
Pantai,
Sedimentasi
 Penelitian Ekosistem Pantai, Ekosistem Terumbu Eksplorasi
Kelautan Ekosistem Mangrove Karang, Ekosistem Mineral Di Dasar
Meteorologi Geologi/Morfologi Rumput Laut dan Samudera, Arus
Pantai, Daerah padang Lamun, Samudera,
Pasang Surut Geologi Laut, Prakiraan Cuaca
Eksplorasi Mineral,
Eksplorasi Minyak
dan Gas
Sumber : Robertson Group dan PT Agriconsult (1992)

Kebutuhan informasi data yang diperlukan untuk proses penyusunan rencana


tata ruang/rencana zonasi dipengaruhi oleh beberapa langkah proses. Proses
tersebut melalui beberapa tahapan antara lain indentifikasi data mentah,
pengumpulan data, analisis data sampai mengeluarkan informasi yang
diperlukan untuk penyusunan rencana. Berikut digambarkan dalam bagan
bagaimana tahapan pengumpulan data untuk kebutuhan rencana tata
ruang/rencana zonasi :
Gambar 14
Proses Kompilasi Data

Identifikasi kebutuhan data, sumber


data dan metoda pengumpulan data :

Proses Pengumpulan/koleksi Data

Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data


Data sekunder  survey sekunder Data primer  survey primer
1. Questioner
2. Observasi Lapangan
3. Ground check
4. Wawancara

Proses Analisis Data

Informasi
Peta, grafik, diagram, table, gambar, diskripsi
Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 41
3.1.3. Pendekatan Metoda Analisa

Metoda Analisa yang digunakan dalam merencanakan wilayah laut harus


memperhatikan sifat-sifat unik laut. Metoda analisa mencakup analisa kebijakan,
fisik, serta sosial ekonomi dan budaya.

Analisa Kebijakan
Kebijakan dan peraturan perundangan yang ada harus dijadikan sebagai dasar
perencanaan yang dilakukan. Kebijakan dan peraturan perundangan yang
dimaksud dalam hal ini meliputi kebijakan dan peraturan perundangan yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi,
kabupaten dan kota, atau bahkan kebijakan internasional, khususnya bagi
daerah yang berbatasan dengan negara lain.

Analisa Fisik
Data-data dasar yang diperoleh, baik dari hasil survey primer maupun sekunder,
dapat dianalisa menggunakan metoda overlay dengan Geographical Information
System (GIS), atau metoda pendekatan lain yang sejenis. Analisa fisik ini
dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi fisik wilayah yang
akan direncanakan untuk mengidentifikasi lokasi-lokasi yang bisa digunakan
atau tidak bisa digunakan untuk pengembangan suatu kegiatan. Lokasi ini
mencakup 3 (tiga) dimensi yaitu permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Ekonomi
Sifat unik wilayah laut yang ditandai dari sifat dinamis sumberdaya-nya,
menuntut para perencana untuk melakukan analisa yang signifikan terhadap
potensi ekonomi yang dapat diperoleh suatu wilayah dari sumberdaya laut yang
ada. Keterbatasan ketersediaan data sekunder mengenai sumberdaya laut,
boleh menjadi suatu kendala untuk memperoleh hasil analisa yang akurat.
Survey primer merupakan hal prioritas yang perlu dilakukan untuk memperoleh
hasil analisa ekonomi yang akurat. Salah satu pendekatan metoda analisa

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 42


ekonomi yang bisa digunakan dalam merencanakan wilayah laut yaitu
Maksimum Economy Yield (MEY) dan atau Maksimum Sustainable Yield (MSY).
Metoda analisa ini digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai potensi-
potensi sumberdaya laut apa yang masih berpotensi tinggi untuk dikembangkan
atau sudah pada batas ambang untuk dilestarikan. Analisa ini dilakukan untuk
memperkirakan potensi yang terdapat pada 3 (tiga) dimensi laut yaitu
permukaan, badan/kolom dan dasar laut.

Analisa Sosial Budaya


Mengacu kepada UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perencanaan
wilayah dilakukan secara terpadu antara ruang darat, laut dan udara. Metoda
analisis sosial budaya untuk merencanakan wilayah laut didasarkan pada data

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 43


dasar dari unit analisis terkecil dari wilayah perencanaannya (desa/kecamatan
pesisir). Analisa sosial budaya meliputi analisa kondisi kependudukan (jumlah
penduduk, tingkat pendapatan, kesejahteraan penduduk,dll). Kendala dalam
mengidentifikasikan batas-batas wilayah di laut biasanya memicu konflik
pemanfaatan ruang laut antar daerah. Selain metoda analisa kependudukan di
atas, mediasi konflik merupakan satu pendekatan analisa sosial budaya yang
perlu dilakukan untuk menyusun rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut.

3.1.4. Proses Analisis Rencana Tata Ruang Laut

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut


dilakukan melalui dua pendekatan :
1. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
yang akan melibatkan multi sektor
2. Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
untuk satu sektor tertentu

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut yang
akan melibatkan multi sektor meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang


laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis).
2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang
laut (Mobile 1), 2), 3))
3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu
(Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya.
4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga
dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3))
5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut
dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1), 2), 3)

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 44


6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada,
Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan
yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK); untuk
sektor pariwisata salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu Supply-
Demand dan menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)Sp/D-TK); untuk sektor
pertambangan dan energi salah satu metoda analisa yang digunakan yaitu
metoda analisa kandungan sumberdaya, serta menganalisa kebutuhan
tenaga kerja. (1) S Dy-TK)
7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, masing-masing sektor dapat
memprediksi potensi produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org)
serta serapan tenaga kerjanya (TK)
8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka
waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu)
9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan
mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan
tertentu (1), 2), 3)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll.
10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan
eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan.
11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan
area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan
yang ada.
12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi
luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi
yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu
pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu)
13. Mengidentifikasi kegiatan dari masing-masing sektor yang ada berdasarkan
analisa pada point 12 dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt)
14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need
assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan
pada masa yang akan datang (Future Keg.)

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 45


15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point
6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi
untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu
(Keg 1, 2-Wkt).
16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat
menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting
Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasi-
lokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan.
17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal
harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar
merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena
itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada
suatu wilayah perencanaan tertentu
18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3,
13, 15, 16 dan 17.
19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan
ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 46


Keterangan: 1) sektor perikanan
2) sektor pariwisata
3) sektor pertambangan dan energi

Gambar 15
Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
yang akan melibatkan multi sektor

Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut untuk
satu sektor tertentu meliputi beberapa tahapan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) pada ketiga dimensi ruang


laut, meliputi kegiatan yang bersifat dinamis dan statis (Mobile-Statis).
2. Memproyeksi kegiatan eksisting yang dinamis pada ketiga dimensi ruang
laut (Mobile 1), 2), 3))
3. Mengidentifikasi kegiatan eksisting pada point 2 dengan jangka waktu
(Keg(1,2)/Wkt) serta frekwensi kegiatannya.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 47


4. Mengidentifikasi kegiatan eksisting (Existing Keg.) yang statis pada ketiga
dimensi ruang laut (Statis 1), 2), 3))
5. Memetakan kegiatan eksisting yang statis pada ketiga dimensi ruang laut
dan mndeliniasi pula luasan area yang diperlukan (1))
6. Melakukan analisa sosial ekonomi (Sosek) dari seluruh kegiatan yang ada,
Contoh untuk sektor perikanan, salah satu metoda analisa yang digunakan
yaitu MSY, serta menganalisa kebutuhan tenaga kerja (1)MSY-TK);
7. Berdasarkan hasil analisa pada point 6, maka dapat memprediksi potensi
produksinya, yaitu rupiah (Rp), produksi (prod/org) serta serapan tenaga
kerjanya (TK)
8. Hasil pada point 7, digunakan sebagai dasar perhitungan perkiraan jangka
waktu suatu kegiatan yang dilakukan (Waktu)
9. Melakukan analisa fisik (Fisik) dari seluruh kegiatan yang ada, yaitu dengan
mengoverlay seluruh data informasi yang berkenaan dengan suatu kegiatan
tertentu (1)), misalnya, suhu, kedalaman, hidrooceanografi, dll.
10. Hasil pada point 9, merupakan dasar pertimbangan apakah suatu kegiatan
eksisting yang ada sesuai (Sesuai) secara fisik untuk terus dipertahankan.
11. Hasil pada point 7, 8 dan 9 merupakan dasar perhitungan kebutuhan luasan
area yang diperlukan berdasarkan hasil prediksi masing-masing kegiatan
yang ada.
12. Hasil pada point 5 dan point 11, digunakan sebagai dasar untuk memprediksi
luasan area perencanaan berdasarkan kondisi eksisting dan hasil proyeksi
yang dilakukan (1) Zona, 2) Zona, 3) Zona) serta prediksi jangka waktu
pelaksanaan masing-masing kegiatan yang dilakukan (Waktu)
13. Mengidentifikasi kegiatan yang ada berdasarkan analisa pada point 12
dengan jangka waktu (Keg 1, 2-Wkt)
14. Selain menganalisa kegiatan eksisting, dilakukan pula analisa (need
assesment) untuk kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk dikembangkan
pada masa yang akan datang (Future Keg.)
15. Proses analisa untuk point 14, mengikuti tahapan proses analisa pada point
6 sampai point 13 dan menghasilkan identifikasi kegiatan yang berpotensi

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 48


untuk dikembangkan pada masa yang akan datang dengan jangka waktu
(Keg 1, 2-Wkt).
16. Hal penting yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan pada saat
menyusun rencana tata ruang laut adalah keberadaan ekosistem (Eksisting
Ekosistem). Oleh karena itu pada tahapan ini perlu mengidentifikasi lokasi-
lokasi ekosistem yang ada diperairan suatu wilayah perencanaan.
17. Kebijakan mulai dari tingkat internasional, nasional, regional maupun lokal
harus tetap diperhatikan dan digunakan sebagai salah satu dasar
merencanakan ruang laut (Policy: Inter, Nas, Regional, Lokal). Oleh karena
itu tahapan ini adalah menidentifikasi kebijakan-kebijakan yang berlaku pada
suatu wilayah perencanaan tertentu
18. Melakukan analisa hubungan fungsional (Hub. Fungsional) dari hasil point 3,
13, 15, 16 dan 17. Hubungan fungsional yang dilakukan mempertimbangkan
eksisting kegiatan yang ada di sekitar lokasi kegiatan sektor yang
bersangkutan.
19. Hasil pada point 18 merupakan hasil yang digunakan untuk perencanaan
ruang laut. Perencanaan ruang laut tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk-bentuk peta zonasi dari ketiga dimensi ruang laut.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 49


Gambar 16
Proses analisis penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi laut
untuk satu sektor tertentu

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 50


Gambar 17
Identifikasi fungsi/kegiatan pada ketiga dimensi ruang laut
Permukaan Laut Kolom Laut Dasar Laut
A B C D E A B C D E A B C D E
Permukaan Laut
A
B
C
dst
Kolom Laut
A
B
C
dst
Dasar Laut
A
B
C
dst

Gambar 18
Matriks Hubungan Fungsional

Proses analisis tersebut diatas, yaitu proses analisis tata ruang laut/rencana
zonasi laut yang multi sektor maupun proses analisis tata ruang laut/zonasi laut
yang satu sektor, harus memperhatikan konstelasi suatu area perencanaan
terhadap wilayah yang lebih luas. Untuk daerah yang memiliki laut berbatasan
dengan negara atau daerah lain, maka proses analisis yang dilakukan
mempertimbangkan keberadaan negara atau daerah lain yang berbatasan
langsung, maupun negara atau daerah lain yang memiliki keterkaitan secara
tidak langsung dengan daerah atau area yang direncanakan.

3.1.5 Perencanaan Tata Ruang/Zonasi Laut

Hasil analisis yang dihasilkan kemudian digunakan sebagai dasar penyusunan


rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Penyusunan rencana tata ruang laut
mencakup skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut, konsep rencana tata

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 51


ruang/rencana zonasi laut, strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut,
rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang terdiri dari rencana struktur dan
pola ruang, jangka waktu perencanaan dan skala peta rencana, indikasi
program, peraturan zonasi, dan kelengkapan muatan rencana tata
ruang/rencana zonasi laut.

Skenario Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut


Skenario rencana tata ruang/rencana zonasi laut ditentukan dalam rangka
memprediksi rencana pengembangan kegiatan yang akan dilakukan, terutama
arahan kegiatan yang bukan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Selain ini,
skenario rencana juga dilakukan dalam rangka menjustifikasi penentuan arahan
kegiatan berdasarkan proyeksi kegiatan eksisting. Contoh uraian mengenai
skenario rencana tata ruang/rencana zonasi untuk sektor perikanan terdapat
pada lampiran buku ini.

Konsep Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut


Hasil analisa yang diperoleh menjadi dasar pertimbangan penyusunan rencana
tata ruang/rencana zonasi laut. Konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut
menggambarkan potret awal rencana tata ruang/rencana zonasi yang dihasilkan
dari hasil analisa tersebut. Konsep ini mendeliniasi pola ruang dari ketiga
dimensi ruang laut serta keterkaitan sistem antar kegiatan yang ada dan
penentuan pusat-pusat kegiatannya. Konsep tersebut dijabarkan untuk
mendukung pencapaian tujuan dan sasaran yang diharapkan dalam rangka
penyusunan rencana tata ruang laut/rencana zonasi yang dilakukan. Konsep ini
kemudian akan dijabarkan dalam rencana struktur ruang laut dan rencana pola
ruang laut. Contoh mengenai konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut
kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau,
sebagai contoh penyusunan konsep rencana tata ruang/rencana zonasi laut
sektor perikanan terdapat pada lampiran buku ini.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 52


Strategi Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut
Penentuan strategi rencana tata ruang/rencana zonasi laut identik dengan
penentuan strategi rencana tata ruang darat. Strategi rencana tata
ruang/rencana zonasi laut menjabarkan pendekatan pencapaian tujuan dan
sasaran yang kemudian akan diterjemahkan dalam konsep rencana tata
ruang/rencana zonasi yang disusun. Contoh uraian mengenai strategi rencana
tata ruang/rencana zonasi laut kawasan Teluk Jakarta untuk penempatan
bagan tancap dan rakit kerang hijau, sebagai contoh penyusunan strategi
rencana tata ruang/rencana zonasi laut sektor perikanan diuraikan pada lampiran
buku ini.

Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut


Berdasarkan kepada UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana
tata ruang wilayah meliputi ruang darat, laut dan udara serta isi dalam bumi.
Oleh karena itu rencana tata ruang laut merupakan komplementer untuk rencana
tata ruang wilayah yaitu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK). Rencana Tata Ruang Laut dapat pula
merupakan rencana kawasan strategis yang domain wilayahnya adalah laut.

Gambar 19
Prinsip Dasar Perencanaan Ruang Laut

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 53


Merencanakan ruang laut sedikit berbeda dengan merencanakan ruang darat.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam menyusun rencana tata
ruang/rencana zonasi laut adalah:

1. Kegiatan yang berlangsung pada ruang laut bersifat dinamis dan statis.
Contoh konkrit aktivitas di laut yang bersifat dinamis adalah kegiatan
pelayaran, alur migrasi ikan dan aktivitas wisata bahari, seperti snorkling,
diving, selancar. Sementara itu contoh aktivitas di laut yang bersifat statis
adalah, permukiman atas air, Rig pertambangan, bagan tancap, bagan
apung, dll.
2. Ruang laut memiliki tiga dimensi yaitu permukaan, kolom dan dasar laut.
Pada masing-masing dimensi dapat dilakukan aktivitas yang berbeda dalam
suatu zona yang sama, dan bisa dalam waktu yang sama pula. Contoh
konkrit adalah penggunaan dasar laut untuk kabel pipa bawah laut, kolomnya
untuk daerah migrasi ikan dan permukaannya untuk alur pelayaran, dan
masih banyak kombinasi kegiatan yang lain, baik antara kegiatan yang statis,
antara kegiatan yang dinamis atau kombinasi kegiatan statis dan dinamis.
3. Penetapan jangka waktu perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan
ruang laut dipengaruhi oleh sumberdaya (resources) yang dikembangkan
oleh masing-masing kegiatan. Generalisasi jangka waktu perencanaan,
seperti yang dilakukan dalam merencanakan ruang darat, menjadi suatu
kendala dalam menyusun rencana tata ruang laut apabila kegiatan yang
dikembangkan pada suatu lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya
(resources) yang ada di lokasi tersebut.

Rencana Struktur Ruang


Struktur Ruang diwujudkan sebagai pusat-pusat permukiman yang merupakan
sentra aktivitas kegiatan atau pusat kegiatan dalam jangkauan pelayanan
tertentu. Struktur ruang dalam suatu wilayah perencanaan memiliki hirarki
berdasarkan jangkauan pelayanannya, mulai dari hirarki paling tinggi yang

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 54


memiliki jangkauan pelayanan lebih jauh sampai pada hirarki terendah yang
memiliki jangkauan pelayanan lebih dekat. Pusat kegiatan yang berkembang
pada ruang laut diwujudkan dalam berbagai aktivitas diantaranya permukiman,
perikanan tangkap dan budidaya, pelabuhan perikanan, pelabuhan umum,
wisata bahari, pertambangan, dan jasa kelautan. Dalam lingkup perencanaan
wilayah, pusat kegiatan ini berfungsi sebagai pusat permukiman, pada
kedudukan hirarki tertinggi, menengah atau terendah, berdasarkan kajian dalam
suatu unit wilayah perencanaan (Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota). Untuk
lingkup ruang laut, pusat permukiman ini hirarkinya di posisikan sesuai dengan
kajian unit analisis pada cakupan ruang laut yang direncanakan.
Struktur ruang dalam penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut untuk
multi sektor, yaitu rencana tata ruang/rencana zonasi laut wilayah nasional
(RTRWN), rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah propinsi (RTRWP),
rencana tata ruang/rencana zonasi wilayah kabupaten/kota (RTRWK), harus
dilakukan secara terpadu antara ruang darat-laut-udara. Unit analisa yang
digunakan dalam menyusun rencana struktur ruang laut sebaiknya
mempertimbangkan dan memperhitungkan keterkaitan unit analisa tersebut
untuk perencanaan wilayah darat maupun udara. Pada sisi yang lain,
penyusunan rencana struktur ruang untuk suatu sektor tertentu, misalnya sektor
perikanan, berimplikasi pada penentuan lokasi pusat kegiatan. Lokasi ini pada
akhirnya dapat berfungsi sebagai lokasi pusat kegiatan atau pusat
pengembangan (pusat pemukiman) dalam kontelasi wilayah yang lebih luas,
yaitu kabupaten/kota, provinsi atau nasional, atau sebagai titik pusat
pengembangan yang mendukung fungsi salah satu pusat pengembangan (pusat
pemukiman) pada konstelasi perencanaan regionalnya (wilayah kabupaten/kota,
privinsi, atau nasional).
Metoda analisa yang digunakan untuk menentukan pusat-pusat permukiman ini
dapat menggunakan contoh metoda analisa penentuan pusat-pusat
pertumbuhan untuk perencanaan wilayah pesisir dan laut yang terdapat pada
Panduan Teknis Perencanaan Wilayah Pesisir dan Laut, Buku 2, Direktorat
Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen KP3K, DKP, 2005

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 55


Gambar 20
Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Sektor Perikanan
Sumber: Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang Hijau dan
Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2004

GAMBAR : RENCANA STRUKTUR TATA RUANG DAN ALOKASI


PUSAT- PUSAT KEGIATAN DI WILAYAH PERENCANAAN

124 45’ BT 125 00’ BT 125 15’ BT


R E N C A N A TATA R U A N G
P E S IS IR D A N L A U T
Fun gs i : 903
- Pus at Perikan an/Pelab uh an/ C 5s108m24M 1040
K A B U PAT E N M IN A H A S A U TA R A
PPI Fungsi :
- Pariwis ata Pan tai - Pariwisata Pantai Gambar : 6.2.
- Ek os istem Mang rov e - Kawasan Lindung Rencana Struktur Tata Ruang dan Alokasi Pusat
- Kawas an Lin du ng - Perikanan Tradisional
Talise 37
- Budidaya Kerang Mutiara
Pusat Kegiatan Kabupaten Minahasa Utara
- Perik anan Tr adis iona l
- Perm uk im an Terba ta s
43 KETERANGAN :
L a u t S u l a we s i
Fungsi : Fungsi :
200000 mU - Pariwisata Pantai Ibukota Kabupaten
- Pariwisata Pantai
- Wisata Bahari - Wisata Bahari
Tampi 56 Ibukota Kecamatan
- Kawasan Lindung - Kawasan Lindung
- Perikanan Tradisional 50
- Perikanan Tradisional Batas Kabupaten / Kota
35
18
Lihunu
92
1112 Gangga 1
Sela 86 Batas Kecamatan
1344 408 tL 6 8 8
Batas Desa
1 45’ LU Fungsi : iku
137
- Pariwisata Pantai pan
- Wisata Bahari
Serey
g 29 Jalan Nasional (Arteri Primer)
9
200
- Kawasan Lindung Fungsi :
60 Jalan Provinsi (Arteri Sekunder)
-675
Perikanan Tradisional - Pelabuhan Perikanan
72 KEC. 5 - Pariwisata Pantai (Resor dan
Jalan Kabupaten (Kolektor Primer)
Bango LIKUPANGBARAT Ekosistem Mangrove)
200
Munte 19 Rencana Jalan TOL Manado-Bitung
- Kawasan Lindung Jalan Lokal
- Permukiman Terbatas Alternatif II
PPSR Likupang 1315
- Perikanan Tradisional Rencana Jalan TOL Manado-Bitung
Alternatif I
687 Kota Utama
61 Rencana Jalan TOL Manado-Bitung
Fungsi :
470
PPSR Alternatif III
- Pelabuhan Penyeberangan dan
Pelelangan Ikan PPR Pusat Pengembangan Regional
- Pariwisata Pantai (Resor dan KEC.
180000 mU Ekosistem Mangrove) LIKUPANGTIMUR PPSR Pusat Pengembangan Sub Regional
Fungsi :
- Kawasan Lindung
KEC. 25 - Perkebunan Rakyat
- Permukiman Terbatas - Sawah PPL Pusat Pengembangan Lokal
- Perikanan Tradisional
220
PPSRWORI 70 - Pemukiman
Orientasi Kegiatan
Wori - Agroindustri
642

o
KEC.
ad K ab u p at en
eM
an TALAWAAN RENCANAJALANTOLMANADO-BITUNG
46 M in a h a sa U t ara
o

K
(ALTERNATIF I : MANADO-DIMEMBE-BITUNG)
na d

115
Ma

BANDARA
49 RENCANAJALANTOLMANADO-BITUNG K o ta
Ke

K o ta
SAMRATULANGI (ALTERNATIF II : MANADO-KAWANGKOAN-AIRMADIDI-KAUDITAN-BITUNG) Manado
B it u n g
Talawaan 107 K o ta
69 To m o h o n
KOTAMANADO
KEC. KOTA BITUNG K a b u pa t e n
M in a h a s a
DIMEMBE In d u k
50 K a b u pa t e n
M in a h a s a
Dimembe 34 S e la ta n
1 30’ LU
PPSR Fungsi :
eh
Ke
Bit

- Terminal Regional (Angkutan Darat)


mb
un
g

- Perdagangan dan Jasa (Regional)


PPL
Le

K a b u pa t e n
- Perumahan B o la n g M o n g o n d o w
Kawangkoan G. Klabat - Perkantoran Pemerintahan
t
la

KEC. 65
KEC.
Se

160000 mU AIRMADIDI
KALAWAT IN D E K S P E TA
AIRMADIDI
32 59RENCANAJALANTOLMANADO-BITUNG
Fungsi : NAM A TTD
(ALTERNATIF III : MANADO-SUKUR-AIRMADIDI-KAUDITAN-BITUNG)
- Perkebunan
- Sawah PPR
- Perumahan
KABUPATEN PPL
Kauditan
Fungsi :
- Perkebunan 157
D IG A M B A R
MINAHASAINDUK 63
5 106 - Sawah D IP E R I K S A
124 - Perumahan
C (2

KEC.
Kema D IS E T U J U I
KAUDITAN
)

29
10s

9 153
Sum ber : - Peta R upabumi Indones ia S kala 1 : 50.000,
PPL 115 531
17 m

B AK O SURTANA L, 1991.
K
50 - Review RT RW Kabupaten M inahasa Tahun 1996.
e
KEC.
1 2M

La u t Ma l u k u - Interpretasi Citra Landsat ETM 7 +


To
nd
o
an
KEMA Path / Row 112/ 59 Tanggal 2 Juni 2005
129 - RTRW Kabupaten Minahasa Utara, 2003
KOTA 68 Fungsi :
- Pertambakan
TOMOHON - Perumahan
- Perdagangan & Jasa (Lokal) 0 2 ,5 10 15 KM

50
200
KABUPATEN
MINAHASA INDUK 129
140000 mU 73
DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
720000 740000 760000 mT DIREKTORAT TATARUANG PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
680000 mT 700000

13

Gambar 21
Contoh Rencana Struktur Ruang Laut Multi Sektor
Sumber: Buku Rencana Tata Ruang Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa
Utara, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP, 2005

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 56


Rencana Pola Ruang
Rencana Pola Ruang Laut perlu memperhatikan keberadaan kegiatan pada
ketiga dimensi ruang laut (permukaan, kolom dan dasar laut) serta
memperhitungkan kemungkinan keberadaan suatu kegiatan pada ketiga dimensi
ruang tersebut berdasarkan prediksi potensi yang masih tersedia. Penyusunan
rencana pola ruang laut sedikit berbeda dengan penyusunan rencana pola ruang
darat. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung pada ruang darat dan laut sama-
sama ada yang bersifat statis dan dinamis, tetapi alokasi pola ruang darat dan
pola ruang laut harus dibedakan. Pada ruang darat, pola ruang untuk jalan
sifatnya statis dan rigid, sehingga tidak dapat digunakan untuk fungsi kegiatan
lain, misalnya jalan umum tidak dapat digunakan sebagai taman. Sementara itu
alur pelayaran pada ruang laut sifatnya dinamis, artinya zona alur pelayaran
dapat diperuntukkan juga untuk kegiatan lain misalnya alur kapal perikanan.
Pada sisi yang lain, rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut harus
dibedakan berdasarkan dimensinya. Pada ruang darat kita mengenal 1 (satu)
dimensi ruang, sementara itu pada ruang laut kita mengenal 3 (tiga) dimensi
ruang. Hal ini sangat mempengaruhi proses penyusunan rencana pola ruang
yang dilakukan. Oleh karena itu, rencana pola ruang disusun untuk ketiga
dimensi ruang yang ada, yaitu permukaan, kolom dan dasar laut.

Rencana pola ruang laut disusun berdasarkan analisis hubungan fungsional


kegiatan dan kesesuaian lahan/ruang seperti halnya yang diterapkan pada
penetapan pola ruang darat. Perbedaan yang perlu diperhatikan untuk
menyusun rencana pola ruang laut adalah dimensi ruangnya. Pola ruang laut
yang ditetapkan adalah pola ruang untuk ketiga dimensi ruang laut. Peta rencana
pola ruang laut mengakomodasi 3 (tiga) layer penetapan pola ruang dari masing-
masing dimensi (permukaan, kolom dan dasar laut). Pada masing-masing
dimensi, pola ruang laut dapat mengakomodasi kegiatan yang multi fungsi
sehingga alokasi ruangnyapun bisa overlaping pada satu zona tertentu. Pola
ruang laut yang mengakomodasi lebih dari satu kegiatan pada suatu zona yang

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 57


sama pada waktu tertentu yang sama pula harus di lengkapi dengan peraturan
zonasi yang akan mengatur mekanisme sistem pelaksanaan kegiatannya
termasuk manajemen waktu pemanfaatan dari masing-masing pola untuk setiap
kegiatan, selain peraturan zonasi yang mengatur ketentuan-ketentuan masing-
masing pola ruang yang ditetapkan. Satu hal lagi yang berbeda pada saat
menyusun rencana pola ruang darat dengan pola ruang laut adalah pada saat
menetapkan zona peruntukan dalam satu wilayah perencanaan. Rencana pola
ruang laut akan mengakomodasi zona-zona peruntukan kegiatan yang
direncanakan. Wilayah perencanaan ruang laut yang direncanakan tidak selalu
terbagi habis atas zona-zona peruntukan yang teridentifikasi. Berikut contoh
rencana pola ruang laut untuk satu sektor di Indonesia dan contoh rencana pola
ruang laut multi sektor di negara lain. Rencana pola ruang laut yang diterapkan
di Indonesia masih belum mempertimbangkan pemanfaatan ruang yang multi
use, yaitu pemanfaatan ruang pada satu area tertentu yang bisa dimanfaatkan
oleh lebih dari satu sektor pada waktu yang bersamaan. Untuk masa yang akan
datang, kegiatan pembangunan yang menggunakan ruang laut akan semakin
marak, kompleks dan dapat memicu konflik kepentingan antar sektor/pihak. Oleh
karena itu pendekatan perencanaan yang dilakukan pada ruang laut harus
memperkatikan pemanfaatan ruang yang multi use tersebut.

Gambar 22
Contoh Rencana Pola Ruang satu sektor

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 58


Berikut ini beberapa ilustrasi pola ruang laut yang diterapkan di negara lain,
dengan mempertimbangkan pemanfaatan ruang laut yang bersifat multi use.

Gambar 23
Contoh rencana pola ruang layer permukaan laut

Rencana pola ruang pada layer permukaan laut tersebut mendeliniasi batasan
area lisensi yang diperoleh suatu perusahaan untuk mengeksplorasi sumberdaya
kelautan dan batasan area rekreasi pelayaran, serta jaringan alur (rute) kapal
wisata, juga area aktif ekplorasi.

Gambar 24
Contoh rencana pola ruang layer kolom/badan laut

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 59


Rencana pola ruang pada layer kolom laut tersebut mendeliniasi batasan area
penangkapan ikan, berdasarkan jenis ikan yang terdapat pada area kolom laut
tersebut

Gambar 25
Contoh rencana pola ruang layer dasar laut

Rencana pola ruang pada layer dasar laut tersebut mendeliniasi lokasi
konservasi dan lokasi cagar alam laut dan cagar budaya laut.

Gambar 26
Contoh rencana pola ruang laut overlay

Jangka Waktu Perencanaan dan Skala Peta Rencana


Jangka Waktu Perencanaan
Seperti yang telah dipaparkan diatas bahwa penetapan jangka waktu
perencanaan, prediksi jangka waktu perencanaan ruang laut dipengaruhi oleh

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 60


sumberdaya (resources) yang dikembangkan oleh masing-masing kegiatan.
Generalisasi jangka waktu perencanaan, seperti yang dilakukan dalam
merencanakan ruang darat, menjadi suatu kendala dalam menyusun rencana
tata ruang/rencana zonasi laut apabila kegiatan yang dikembangkan pada suatu
lokasi tertentu berdasar pada sumberdaya (resources) yang ada di lokasi
tersebut. Hal ini menuntut kearifan para penyusun rencana tata ruang/rencana
zonasi laut untuk melakukan justifikasi-justifikasi terhadap jangka waktu
perencanaan yang disusun, menyesuaikan pada jangka waktu perencanaan
yang dilakukan di wilayah darat sebagai satu kesatuan produk rencana tata
ruang/rencana zonasi wilayah propinsi/kabupaten/kota. Justifikasi-justifikasi
tersebut dapat dituangkan dalam peraturan zonasi yang disusun.

Skala Peta Rencana


Mengacu pada keterbatasan data dan peta yang ada, bahwa rencana tata ruang
laut menggunakan peta batimetri sebagai peta dasar, maka skala yang dipakai
sebaiknya adalah skala regional. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007
mengamanatkan bahwa skala peta akan ditetapkan dalam peraturan pemerintah.
Oleh karena itu skala peta rencana yang dibuat mengacu pada peraturan
tersebut.

Indikasi Program
Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut yang telah selesai disusun, perlu
dilengkapi dengan indikasi program. Proses penentuan indikasi program untuk
rencana tata ruang/rencana zonasi laut similar dengan penentuan indikasi
program rencana tata ruang darat. Indikasi program merupakan tahapan proses
pelaksanaan perencanaan yang telah disusun.

3.1.6 Peraturan Zonasi


Rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang disusun perlu dilengkapi dengan
aturan-aturan pemanfaatan zona yang dibuat (peraturan zonasi). Serupa halnya
pada saat menyusun rencana tata ruang darat, peraturan zonasi meliputi hal-hal

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 61


yang terkait dengan standard-standard kebutuhan pengembangan, seperti
kepadatan, standard konstruksi, dll. Keunikan sifat ruang laut menuntut adanya
penambahan aturan dalam peraturan zonasi yang dibuat, yaitu aturan mengenai
kemungkinan beragamnya pemanfaatan ruang (multi use/multi fungsi) dan
mediasi konflik akibat beragamnya kegiatan yang ada tersebut, sebagaimana
diuraikan berikut ini.

3.1.7 Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang Laut.

Kelengkapan Muatan Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Laut merupakan


prasarat minimum kajian dan arahan yang diperlukan dalam rangka melengkapi
hasil rencana tata ruang laut yang disusun. Kelengkapan ini yaitu: diversifikasi
ekonomi sumberdaya, multi fungsi penggunaan ruang laut dan mediasi konflik,
sebagaimana diuraikan berikut ini.

Diversifikasi Ekonomi Sumberdaya


Salah satu variabel analisa ekonomi yang digunakan untuk menyusun rencana
tata ruang/rencana zonasi laut adalah sumberdaya (resources). Pada uraian
sebelumnya disampaikan bahwa hal ini akan mempengaruhi variasi jangka
waktu dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, khususnya bagi kegiatan-kegiatan
yang berdasarkan pada sumberdaya (resources). Oleh karena itu deskripsi
mengenai pengalihan fungsi suatu kegiatan pasca produksi dari suatu
sumberdaya perlu termuat pula dalam dokumen rencana tata ruang/rencana
zonasi laut.

Multi Fungsi Penggunaan Ruang Laut


Potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang sangat tinggi mengakibatkan
semakin banyaknya sektor-sektor yang akan mengembangkan kegiatannya dan
memanfaatkan ruang laut. Kesempatan multi fungsi penggunaan ruang laut perlu
mencapai situasi kesepakatan (win-win solutions) multi-sektor yang terlibat
berdasarkan kompatibilitinya.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 62


Mediasi Konflik
Kebutuhan pengembangan ruang laut pada masa yang akan datang biasanya
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sosial-ekonomi dan kelestarian
lingkungan. Oleh karena itu, penyusunan rencana tata ruang/rencana zonasi laut
dapat mengakomodasi kepentingan multi-sektor pada satu area yang sama.
Konflik kepentingan antar sektor mungkin saja muncul saat rencana tata
ruang/rencana zonasi laut diimplementasikan pada waktu yang akan datang.
Sebagai ilustrasi, konflik yang mungkin muncul antara sektor perikanan dan
sektor pertambangan dan energi. Langkah awal adalah mendeskripsikan tujuan
utama dari pengembangan kegiatan masing-masing sektor tersebut.

3.2. Kelembagaan
Mengacu pada UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, rencana tata
ruang/rencana zonasi laut disusun secara terintegrasi antara ruang darat, ruang
udara dan ruang dalam bumi untuk menghasilkan suatu Rencana Tata Ruang
(RTRW) Provinsi/Kabupaten/Kota. Bappeda bertangung jawab untuk
mengintegrasikan penyusunan RTRW ini. Fokus untuk substansi rencana tata
ruang/rencana zonasi laut, Dinas Perikanan dan Kelautan
Provinsi/Kabupaten/Kota mengemban tugas untuk menjabarkan rencana tata
ruang/rencana zonasi laut dan bertanggungjawab untuk menyampaikan muatan
rencana tata ruang/rencana laut ini kepada Bappeda yang selanjutnya
berkoordinasi dengan sektor terkait lain. Kementerian Kelautan dan Perikanan
memfasilitasi Dinas Perikanan dan Kelautan untuk menyusun substansi materi
rencana tata ruang/rencana zonasi laut. Kelembagaan yang bertugas untuk
mengimplementasikan rencana tata ruang/rencana zonasi laut mutlak perlu ada.
Struktur kelembagaan diperlukan untuk mengimpementasikan rencana tata
ruang/rencana zonasi laut berdasarkan indikasi program yang dikeluarkan
melalui rencana tata ruang/rencana zonasi laut yang dibuat. Contoh struktur
kelembagaan dalam rangka implementasi rencana tata ruang/rencana zonasi
diuraikan pada lampiran buku ini.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 63


Mekanisme dan sistem kelembagaan yang disusun bisa melibatkan institusi di
luar daerah perencanaan, khususnya untuk mengembangkan program-program
kerjasama antar daerah/negara yang diperlukan untuk mengimplementasi
rencana tata ruang laut yang memiliki keterkaitan dengan daerah/negara lain.

3.3. Legalisasi dan Skala Peta.


UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengamanatkan bahwa
Rencana Tata Ruang/Rencana zonasi Wilayah disusun secara terpadu, oleh
karena itu rencana tata ruang/rencana zonasi laut adalah komplementer
terhadap rencana tata ruang darat, dan disusun sebagai bagian muatan
Rencana Tata Ruang/rencana zonasi Wilayah. Rencana Tata Ruang/rencana
zonasi Laut disahkan dengan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Rencana
Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota. Rencana tata
ruang laut/Rencana Zonasi yang disusun untuk pengembangan satu sektor
tertentu merupakan bagian dari Rencana Tata Ruang/Rencana Zonasi Wilayah
(Nasional/Provinsi/Kabupaten/Kota), khususnya deliniasi arahan pengembangan
pada ruang lautnya.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 64


DAFTAR PUSTAKA

- Tsunami, Subandono diposaptono – budiman, penerbit buku ilmiah popular,


2006
- Menata ruang laut, Rokhmin Dahuri, penerbit, 2006
- Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Dit. TRLP3K – DKP, 2004
- Pengenalan gempa bumi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi,
www.vsi.esdm.go.id;
- A Planning System for Our Seas, LINK
- Marine Spatial Planning in UK coastal and offshore waters, MSPP
Consortium, February 2006
- UNCLOS
- Menata Ruang Terpadu Darat-Laut, Prof. Yakob Rais.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 65


LAMPIRAN
PETUNJUK TEKNIS
PERENCANAAN TATA RUANG/ZONASI LAUT

A. Contoh Uraian Skenario Tata Ruang/Zonasi Laut sektor Perikanan:

(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang


Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,
2004)
“Skenario pengembangan Teluk Jakarta dalam rangka penyusunan rencana tata
ruang untuk kegiatan perikanan budidaya kerang hijau dan bagan tancap
menyangkut : skenario peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya
nelayan, skenario penanganan konflik pemanfaatan ruang dan skenario
pengaturan pemanfaatan ruang perairan.

Peningkatan Kesejahteraan Nelayan

Tingkat kesejahteraan para nelayan sebagai pelaku produksi, berdasarkan


telaahan terhadap kondisi yang ada, pada hakekatnya perlu ditingkatkan secara
signifikan. Para nelayan tradisional yang ada, sebagai operator dalam usaha
penangkapan ikan ternyata belum berorientasi pada pemenuhan produktivitas
hasil penangkapan yang dapat dipasarkan secara lebih meluas, tetapi lebih
banyak berorientasi pada pemenuhan kebutuhan konsumsinya saja dan sekedar
untuk kebutuhan lokal. Demikian pula dengan stakeholder lainnya, misalnya para
cukong, ternyata masih mempunyai persepsi/orientasi yang sama. Oleh karena
itu, pengembangan proses produksi, melalui pemanfaatan teknologi tepat
guna dan ramah lingkungan harus segera dilakukan. Hal ini juga merupakan
dukungan pada orientasi pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, hal tersebut perlu didukung pula melalui pemanfaatan sumberdaya
yang ada, disertai dengan peningkatan dan penguatan potensi sumberdaya
manusia yang berorientasi pada pengembangan produksi perikanan.

Kondisi kualitas maupun kuantitas sarana dan prasarana merupakan salah


satu faktor yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan nelayan. Semakin
lengkap dan baiknya keberadaan sarana dan prasarana akan mempengaruhi
percepatan jaringan pemasaran hasil produksi para nelayan untuk menjangkau
cakupan pasar yang lebih luas.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 66


Penanganan Konflik Pemanfaatan Ruang

Banyaknya kasus konflik yang terjadi di wilayah studi, khususnya antara


keinginan para nelayan dengan kebijakan pemerintah daerah memerlukan suatu
pemecahan yang bijaksana melalui penyusunan strategi-strategi pemecahan
konflik. Prinsip dasar yang harus dipegang dalam penanganan konflik tersebut
adalah pemenuhan kepentingan universal yang tidak condong pada salah satu
keinginan pihak tertentu saja. Hal ini merupakan suatu pendekatan pemecahan
permasalahan yang cukup kompleks. Oleh karena itu pemerintah daerah
hendaknya dapat menawarkan suatu solusi pemecahan konflik melalui
pendekatan-pendekatan yang mengedepankan kepentingan bersama.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan guna menangani konflik ini adalah
penyelengaraan forum-forum atau pertemuan untuk menyatukan persepsi
tentang pemanfaatan ruang laut. Sela]in ini tindakan aksi dalam rangka
memecahkan konflik yang terjadi dapat dibangun melalui penyelenggaraan
kerjasama ekonomi.

Pengaturan Pemanfaatan Ruang Perairan

Pengembangan kegiatan pemanfaatan sumberdaya laut harus diwadahi melalui


pengelolaan ruang laut yang baik agar pembangunan yang dilakukan dapat
berkelanjutan. Hal ini merupakan landasan perencanaan yang penting.
Kerusakan lingkungan yang terjadi biasanya disebabkan karena pengelolaan
pemanfaatan ruang pada daerah tersebut tidak dilakukan dengan baik.

Berkaitan dengan pemanfaatan ruang untuk bagan tancap dan rakit kerang hijau,
serta menanggapi konflik yang banyak terjadi, maka hal pokok yang perlu
dilakukan adalah melakukan pengaturan terhadap pemanfaatan ruang perairan.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan dalam menunjang kegiatan ini adalah
relokasi nelayan. Pengaturan pemanfaatan ini harus disusun dengan
melibatkan semua pihak yang terkait, yaitu pemerintah daerah, para nelayan,
serta pihak-pihak yang terkait dengan pemanfaatan ruang di perairan tersebut,
seperti pelindo, dll. Selanjutnya konsistensi pemanfaatan ini harus diikuti dengan
upaya pengawasan yang tertib dan kontinu melalui implementasi hukum yang
mengedepankan konsistensi dan konsekuensi penegakan sangsi hokum”.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 67


B. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang sektor Perikanan:

(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang


Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,
2004)

“Berdasarkan telaahan terhadap permasalahan yang muncul di kawasan Teluk


Jakarta serta peluang pengembangan yang ada khususnya yang terkait dengan
penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau, maka yang menjadi prinsip
dasar bagi rencana pengembangan kawasan Teluk Jakarta adalah
mengoptimalisasikan pengelolaan dan pemanfaatan ruang lautnya sehingga
dapat mempengaruhi peningkatan hasil produksi serta mendeliniasi konflik-
konflik pemanfaatan yang terjadi.

Pengembangan Kawasan Teluk Jakarta ini di titik beratkan pada upaya penataan
bagan tancap dan rakit kerang hijau yang berorientasi pada konsep
pembangunan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Oleh karena itu
pemanfaatan ruang yang dilakukan harus berpengaruh pada upaya peningkatan
hasil produksi yang diharapkan serta dapat mendeliniasi konflik-konflik
pemanfaatan yang terjadi. Hasil produksi yang tinggi dari penggunaan bagan
tancap dan rakit kerang hijau dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:

1. Daerah fishing ground memiliki kadar clorofil yang cukup tinggi, sehingga hal
ini akan mempengaruhi jumlah produksi yang tinggi pula;
2. Pencahayaan, artinya bahwa cahaya bulan yang ada akan berpengaruh
pada peredaran ikan yang ada, semakin banyak cahaya, maka posisi ikan
akan semakin terpencar, tetapi jika pencahayaan terfokus pada satu titik
(lampu petromak), maka ikan biasanya akan mengumpul;
3. Kerapatan jarak antar bagan dan rakit kerang hijau ternyata akan
berpengaruh pada hasil produksi, dimana ada jarak optimal yang harus
diterapkan untuk memperolah hasil produksi yang tinggi.

Dalam kaitannya dengan pemanfaatan ruang yang dilakukan, maka telaahannya


akan lebih dipengaruhi oleh point 1 (satu) dan 3 (tiga) diatas. Selain ini,
menanggapi masalah konflik pemanfaatan yang terjadi di kawasan Teluk
Jakarta, maka penempatan bagan tancap dan rakit kerang hijau perlu ditata
seoptimal mungkin, sehingga dapat terintegrasi dengan pemanfaatan ruang laut
lainnya khususnya pemanfaatan untuk alur pelayaran”.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 68


Gambar 26
Konsep Rencana Tata Ruang Laut (sektor perikanan)

C. Contoh Konsep Rencana Tata Ruang Laut multi sektor:


“KONSEP DASAR DALAM PENYUSUNAN TATA RUANG LAUT DI
KABUPATEN MINAHASA UTARA.

Proses 1 :
Proses yang dibangun atas dasar ekosistem laut yang ada dengan prioritas
karakteristik masing - masingnya . Proses ini melihat apakah aktivitas maupun
saat ini sudah sesuai dengan daya dukung ekologis.

Proses 2:
Merupakan proses yang dibangun atas dasar data kesesuaian dengan
pemanfaatannya dari ruang laut yang dijadikan wilayah penelitian dalam ini
adalah ruang laut Kabupaten Minahasa Utara.

Proses 3:
Proses pada kebijakan penataan ruang (RTRW Kabupaten Minahasa Utara).
Rencana penataan ruang yang sudah dibuat dijadikan dasar untuk analisis
terhadap fungsi masing – masing kawasan.

Proses 4:

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 69


Aktivitas masyarakat yang ada di wilayah perencanaan akan mempengaruhi
pada kondisi ekosistem yang ada di laut.

KONSEP RENCANA TATA RUANG LAUT

Konsep Perencanaan Tata Ruang Laut


Penataan Ruang laut
Pengembangan Ruang Laut
Penegakan Hukum di Wilayah Pengembangan Laut
Pengendalian Lingkungan Hidup Ruang Laut
Pemberdayaan masyarakat Pesisir
Pencegahan Akibat Bencana Alam”

D. Contoh penetuan Strategi Rencana Tata Ruang sektor Perikanan:

(Sumber:Buku Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Budidaya Kerang


Hijau dan Bagan Tancap di Teluk Jakarta, Dit. TRLP3K, Ditjen KP3K, DKP,
2004)
“Penetapan strategi pengembangan yang dapat diterapkan di kawasan Teluk
Jakarta, dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembangunan yang
berkelanjutan. Ada beberapa strategi pokok yang dapat dikembangkan dan akan
berpengaruh pada rencana tata ruang kawasan yang dilakukan, yaitu :
peningkatan produktivitas nelayan bagan tancap dan rakit kerang hijau melalui
pemanfaatan teknologi tepat guna, peningkatan sumberdaya manusia,
pengaturan/penyediaan sarana dan prasarana, penyelenggaraan forum
pertemuan, penyelenggaraan kerjasama ekonomi, relokasi wilayah kerja
nelayan, serta implementasi hukum.

Peningkatan Produktivitas Nelayan Bagan Tancap dan Rakit Kerang Hijau


melalui Pemanfaatan Teknologi Tepat Guna

Produksi perikanan yang rendah, pada dasarnya disebabkan karena


penggunaan peralatan penangkapan ikan yang masih tradisional. Untuk
meningkatkan produksi perikanan, maka diperlukan peningkatan kualitas
peralatan penangkapan ikan yang lebih baik. Dalam memilih peralatan yang
akan digunakan yang perlu dipertimbangkan adalah implikasi dari peralatan
terhadap kualitas lingkungan. Untuk itu perlu dipersyaratkan teknologi peralatan
yang akan dikembangkan dan digunakan harus teknologi tepat guna dan ramah
lingkungan. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kontribusi perikanan dan
kelautan terhadap PDRB.
Untuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian
wilayah, maka perlu dilakukan peningkatan kapasitas penangkapan atau
pengusahaan budidaya. Bila hanya pada upaya peningkatan kapasitas tetapi

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 70


tidak didukung dengan peningkatan usaha pengolahan pasca panen maka akan
mengakibatkan ketidakstabilan harga ikan karena hanya bergantung pada pasar
ikan segar. Oleh karena itu maka orientasi para stakeholder terhadap usaha
perikanan perlu diubah kearah pemikiran pengembangan usaha produksi agar
tercipta demand yang kontinu dimana akan mendorong kontinuitas supply yang
menjadi tantangan para nelayan.
Selain ini produksi kerang hijau hanya berorientasi pada pasar-pasar tradisional
yang hanya memanfaatkan kerangnya saja, padahal kulit kerang yang ada dapat
dikembangkan menjadi suatu komoditi kerajinan yang dapat dipasarkan pula
baik untuk konsumsi lokal atau bahkan dapat dikembangkan menjadi komoditi
ekspor. Oleh karena itu pengembangan hasil produksi khususnya untuk kerang
hijau perlu dilakukan diversifikasi usaha yang didukung dengan pengadaan
pasar-pasar alternatif. Menanggapi upaya peningkatan produktivitas melalui
pengolahan pasca panen maka hasil produksi ikan maupun kerang hijau yang
dihasilkan selain dipasarkan untuk konsumsi lokal, seyogyanya dapat
dikembangkan menjadi komoditi yang dapat dipasarkan lebih luas, bahkan
diupayakan untuk bisa berorientasi pada pasar ekspor pula. Oleh karena itu
perlu ada industri-industri pengolahan hasil produksi yang dikelola secara lebih
modern dan profesional.

Peningkatan Sumberdaya Manusia


Melalui pembangunan dan pengembangan orientasi usaha ke arah usaha
produktif maka akan berkembang penghayatan masyarakat akan peluang-
peluang bisnis yang dapat dikembangkan bedasarkan potensi yang ada. Proses
perubahan yang terjadi akan menjadi suatu bola salju yang semakin berkembang
dalam rangka mendinamisasikan kegiatan ekonomi masyarakat. Hal ini pada
akhirnya akan menjadi asset yang besar dalam mengembangkan ekonomi
wilayah secara keseluruhan.
Untuk itu maka perlu dilakukan upaya bersama dari semua stakeholder dalam
merubah orientasi usaha dengan melakukan pendidikan dan juga pelatihan dan
mengembangkan wadah-wadah percontohan yang dapat ditiru oleh para
stakeholder maupun nelayan pada tahap selanjutnya.
Peningkatan skala usaha masyarakat ini harus dilihat dalam sudut pandang yang
luas, yaitu dalam arti masyarakat keseluruhan baik dalam peran individu atau
kelompok atau perusahaan. Ada berbagai cara untuk meningkatkan skala usaha
masyarakat seperti peningkatan kapasitas usaha nelayan secara individu, dalam
kelompok nelayan atau perusahaan. Oleh karena itu sumberdaya manusia yang
ada perlu ditingkatkan kualitasnya, sehingga dapat mengembangkan usahanya
menjadi lebih modern dan profesional.

Pengaturan/Penyediaan Sarana dan Prasarana

Untuk mendorong dan mempercepat peningkatan peran sektor perikanan dalam


perekonomian wilayah, maka perlu penguatan usaha perikanan, salah satunya
melalui/mendorong investor mengembangkan armada perikanan dan juga

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 71


pengembangan sentra perikanan yang mendukung usaha perikanan lepas pantai
dengan pembangunan infrastruktur pendukungnya.
Menanggapi hal ini, di kawasan Teluk Jakarta, sarana dan prasarana yang ada
khususnya untuk menunjang produktivitas bagan tancap dan rakit kerang hijau
masih belum memadai. Oleh karena itu beberapa upaya yang perlu
dikembangkan diantaranya meliputi pengembangan pasar-pasar alternatif,
peningkatan kualitas dan kuantitas armada, serta pengaturan alur-alur pelayaran
di wilayah studi.

Penyelenggaraan Forum-Forum Pertemuan


Konflik yang muncul biasanya akibat ada perbedaan persepsi mendasar
terhadap suatu kebutuhan yang dipertahankan oleh masing-masing pihak secara
mutlak. Ada metode-metode dan proses-proses praktis yang dapat diterapkan
untuk memecahkan suatu konflik tertentu. Prinsip dasar yang harus dianut dalam
pemecahan suatu konflik adalah menyelesaikan konflik dalam situasi yang tidak
mengancam, tidak menekan, dan tidak konfrontasional. Konflik pemanfaatan
ruang yang terjadi di kawasan Teluk Jakarta pada dasarnya terjadi akibat adanya
kepentingan para nelayan untuk menempatkan bagan tancap dan rakit kerang
hijaunya di lokasi-lokasi alur pelayaran kapal-kapal besar. Oleh karena itu pihak-
pihak yang terlibat dalam konflik pemanfaatan ruang ini harus saling berinteraksi
untuk mengatasi konflik yang terjadi.
Salah satu bentuk upaya pemecahan konflik biasanya diawali melalui
penyelenggaraan serangkaian forum pertemuan untuk menyelesaikan masalah.
Forum ini dirancang untuk membawa orang-orang berpengaruh dari kelompok-
kelompok yang sedang konflik, tetapi bukan para pengambil keputusan utama,
bersama-sama mencari cara-cara alternatif yang bisa menghilangkan konfliknya.
Tujuannya adalah untuk merubah persepsi mereka mencapai suatu solusi yang
mengedepankan kepentingan bersama:„sama-sama menang‟ (win-win). Hal ini
bisa dicapai melalui proses pertemuan yang difasilitasi oleh fasilitator. Para
fasilitator tidak boleh memaksakan atau bahkan menawarkan solusi untuk
(mengakhiri) konflik, namun tujuannya sekedar untuk memudahkan komunikasi
dan secara halus membimbing para peserta kearah perubahan sikap (attitude)
dan persepsinya.
Seperti disebutkan sebelumnya bahwa konflik yang muncul biasanya akibat
mempertahankan kebutuhan (needs) masing-masing bukan mengedepankan
suatu kepentingan (interests). Komunikasi masa merupakan kegiatan lanjutan
sebagai pelengkap penyelenggaraan forum pertemuan tersebut. Hal ini
dimaksudkan untuk mempengaruhi pendapat umum dan merubah sikap dan
persepsi kelompok-kelompok pendukung. Hal ini sama sekali bukan proses
yang sederhana, tetapi proses yang memakan waktu lama, memerlukan
ketegaran dan kesabaran yang luar biasa. Persepsi baru yang ditemukan dari
hasil pertemuan itu, akan tertransformasi kepada masyarakat yang lebih luas.
Media massa, jurnal-jurnal akademik, konferensi-konferensi serta acara-acara
khusus dapat membantu perubahan persepsi.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 72


Penyelenggaraan Kerjasama Ekonomi
Pembangunan kerjasama ekonomi dilakukan sebagai sarana untuk
memperkuat/meningkatkannya tujuan penyelesaian konflik yang terjadi.
Pembangunan kerjasama ekonomi ini merupakan suatu usaha kerjasama yang
tujuannya adalah untuk meringankan penderitaan material dari kelompok-
kelompok yang bermusuhan terutama diarahkan kepada kelompok yang
biasanya menjadi korban dan tidak berkembang. Selanjutnya, pemenuhan
kebutuhan dasar pihak yang menjadi korban, baik melalui jalur komunal atau
sebagai bagian dari strategi nasional, harus menjadi prioritas utama
kebijaksanaan pembangunan pemerintah. Hanya dengan demikian kita dapat
bergerak ke arah penanganan konflik sosial yang berlarut-larut.
Kasus yang terjadi di Kawasan Teluk Jakarta menggambarkan bahwa para
nelayan seringkali mempertahankan keberadaan bagan tancap dan rakit kerang
hijaunya di alur-alur pelayaran kapal-kapal besar, sehingga sering terjadi
tabrakan. Secara fisik, memang daerah tersebut dianggap dapat memberikan
hasil produksi yang cukup tinggi, tetapi efisiensi penataan secara terintegrasi
kurang diperhitungkan. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dapat pula
dilakukan adalah pengembangan-pengembangan kerjasama ekonomi antar
pihak-pihak yang terkait di wilayah studi. Bentuk kerjasama yang dikembangkan
pada prinsipnya dapat memenuhi kebutuhan dasar bagi para pihak terkait
tersebut, khususnya bagi para nelayan. Untuk kawasan Teluk Jakarta,
keberadaan Pulau Untung Jawa yang berdekatan dengan kawasan pariwisata
dapat dikembangkan untuk mendukung kerjasama ekonomi antar pihak-pihak
terkait di wilayah studi. Kerjasama ekonomi yang dikembangkan dititikberatkan
pada diversifikasi usaha hasil produksi dari bagan tancap maupun rakit kerang
hijau, seperti pengembangan industri kerajinan kulit kerang hijau, peningkatan
kualitas pengolahan hasil perikanan untuk konsumsi wisatawan (seafood), serta
pengembangan industri-industri pengolahan hasil produksi perikanan.

Relokasi Wilayah Kerja Nelayan

Pelaksanaan relokasi diarahkan pada upaya pemanfaatan ruang perairan secara


optimal. Berdasarkan analisis kesesuaian ruang yang dilakukan, maka
penempatan-penempatan bagan tancap maupun rakit kerang hijau yang ada di
kawasan yang kurang sesuai perlu di relokasi ke kawasan-kawasan yang
dikategorikan sangat sesuai. Upaya relokasi ini dapat pula didukung melalui
pengembangan pemanfaatan bagan apung sebagai salah satu alternatif
peningkatan kegiatan budidaya perikanan selain dengan menggunakan bagan
tancap. Pola pengaturan yang dapat dilakukan adalah menempatkan setiap
bagan apung untuk dikelola oleh tiga orang nelayan secara bersama-bersama
baik kepemilikannya maupun pemanfaatannya.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 73


Implementasi Hukum

Penertiban adalah usaha untuk mengambil tindakan agar pemanfaatan ruang di


wilayah laut yang direncanakan dapat terwujud dan terjaga. Kegiatan penertiban
merupakan upaya pengembalian tindakan berupa pengenaan sanksi baik berupa
sanksi administrasi (pembatalan ijin, pencabutan hak), sanksi perdata
(pengenaan denda, ganti rugi dan lain-lain) dan sanksi pidana
(penahanan/kurungan).

Penertiban harus didukung oleh aparat yang benar-benar memahami aturan-


aturan yang diterapkan. Di lapangan, aparat diarahkan untuk dapat menciptakan
suatu sinergi yang baik dengan masyarakat.
Secara jangka panjang, upaya penertiban sebaiknya diiringi dengan upaya
komunikasi yang terbuka serta edukasi/pendidikan yang berkesinabungan demi
terciptanya suatu kesadaran publik (publik awareness)”.

E. Contoh Strategi Rencana Tata Ruang Laut Kabupaten Minahasa Utara

1) Strategi Perencanaan Tata Ruang Laut


 Strategi Pengembangan Kawasan Lindung
 Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya
 Strategi Ekologi
 Strategi Penataan Kawasan Budidaya Perairan dan Perikanan Tangkap
 Strategi Pengembangan Sarana dan Prasarana
 Strategi Penataan Kegiatan Sosial, Ekonomi dan Budaya

2) Strategi Pengembangan Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Minahasa


Utara
 Strategi Pembangunan dan Pengembangan Kapasitas Sarana dan
Prasarana
 Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelauatan Secara
Optimal

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 74


TABEL : STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT
PRASARANA DAN SARANA

No. Strategi Faktor Penentu Dampak


1 Peningkatan kualitas 1. Penambahan sarana listrik dan 1. Peningkatan kualitas produksi hasil perikanan
dan kuantitas sarana air bersih. 2. Memperlancar pemasaran hasil produksi
dan prasarana dasar 2. Penambahan sarana komuni-kasi. 3. Peningkatan efektifitas operasi penangkapan
2 Peningkatan 1. Perbaikan dan penambahan 1. Memperlancar pema-saran hasil produksi
aksesibilitas sarana dan prasrana transportasi 2. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana
darat. produksi/ operasi penangkapan ikan
2. Perbaikan dan penambahan sa- 3. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta
rana transportasi laut. meningkatkan nilai hasil produksi
3. Perbaikan dan penambahan sa-
rana dan prasarana transportasi
udara
3 Optimalisasi Fungsi 1. Peningkatan produksi perikanan. 1. Peningkatan volume dan kualitas hasil produksi
PPI/ TPI 2. Pembangunan PPI di Likupang perikanan
Barat 2. Memperlancar pemasaran hasil produksi
3. Penambahan dan perbaikan 3. Memperlancar distribusi hasil produksi dan sarana
fasilitas TPI produksi/ operasi penangkapan ikan
4. Penambahan sarana komunikasi 4. Menekan biaya produksi dan biaya pemasaran serta
5. Penambahan cold storage meningkatkan nilai hasil produksi
6. Pengadaan pabrik es
7. Penambahan industri pengolahan
4 Peningkatan kualitas 1. Penambahan dan perbaikan unit 1. Peningkatan volume dan ku-alitas hasil produksi
dan kuantitas sarana penangkapan perikanan
/prasarana produksi. 2. Peningkatan sarana/prasarana 2. Pembangunan dan pengembangan sarana prasarana
budidaya 3. Peningkatan produksi perikanan
3. Pengadaan lembaga permodalan 4. Penambahan cold storage
5. Pengadaan pabrik es
6. Penambahan industri pengolahan.

Sumber : Hasil Rencana. 10

TABEL : STRATEGI PENGEMBANGAN SERTA IMPLIKASI SEBAB AKIBAT


PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN

No. Strategi Faktor Penentu Dampak


1. Pemanfaatan Perikan- 1. Pemetaan pola migrasi ikan
an dan Kelautan seca- 2. Pemetaan potensi sumberdaya perikanan dan
ra optimal. kelautan
3. Pelestarain dan rehabilitasi mangrove
4. Pembatasan pembukaan hutan mangrove
5. Pelestarian dan rehabilitasi terumbu karang
6. Penggunaan alat tangkap yang ramah
lingkungan
7. Pengelolaan limbah
8. Zonasi wilayah pesisir
9. Resolusi konflik pemanfaatan lahan
2. Zonasi wilayah pesisir 1. Pemetaan potensi sumberdaya perikanan dan 1. Resolusi konflik pemanfaatan lahan
dan laut secara par- kelautan 2. Pengelolaan limbah
tisipatif 2. Pemetaan migrasi ikan 3. Pengembangan alat tangkap ramah
lingkungan
4. Pembatasan pembukaan hutan
mangrove.
3. Penegakan dan ketaa- 1. Pengembangan alat tangkap ramah 1. Pelestarian dan Rehabilitasi Mangrove
tan hukum dalam lingkungan 2. Pembatasan pembukaan hutan
pengelolaan sumber- 2. Pengelolaan limbah mangrove
daya perikanan dan 3. Pelestarian dan Rehabilitasi Terumbu
kelautan Karang
4. Zonasi wilayah pesisir dan lautan
4. Pengelolaan sumber- 1. Pengembangan alat tangkap yang ramah Pemanfaatan sumberdaya perikanan dan
daya perikanan dan lingkungan kelautan secara berkelanjutan
kelautan secara ter- 2. Resolusi konflik pemanfaatan daerah
padu penangkapan
3. Pemetaan migrasi ikan

Sumber : Hasil Rencana.


11

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 75


F. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang satu sektor tertentu:
Tahun
No. Program Proyek
1 2 3 4 5
1 Peningkatan SDM Sosialisasi Rencana *
Nelayan Pelatihan budidaya *
Pengenalan Program *
Relokasi Wilayah Kerja
2 Relokasi Wilayah Pemilihan nelayan *
Kerja Nelayan Pelaksanaan *
Monitoring *
3 Bantuan Kredit Kredit pembangunan bagan *
Usaha Nelayan Kredit pengelolaan bagan *
Kredit usaha kerajinan *
Kredit pemilikan kapal *
4 Pengembangan Peningkatan kemampuan *
Pasca Panen managemen
Pelatihan *
pengelolaan/budidaya
Pelatihan usaha kerajinan *
Penyuluhan Pemasaran *
Pendampingan masyarakat *

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 76


G. Contoh Indikasi Program Rencana Tata Ruang Multi Sektor:

TABEL : INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN PER ZONA PENGEMBANGAN DI WILAYAH


PERENCANAAN TAHUN 2006 – 2016

Rencana Program Tahapan


Pembangunan
Zona Sumber Intsansi Penanggung
Jenis Kegiatan
Pengembangan Pembiayaan Jawab
Tahap I Tahap II
Th. 2006 - 2011 Th. 2011 - 2016

I. Kawasan Wori 1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata
Pemerintahan dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, dan
perumahan. APBD/Pemda
Bappeda Kab.
Swasta
Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, dan
fasilitas Pemerintah. APBD/Pemda
Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, dan
APBD/Pemda
fasilitas : pendidikan, kesehatan, Bappeda Kab.
Swasta
keagamaan, dll. Minahasa Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, dan
APBD/Pemda
infrastruktur (jalan dan jembatan). Bappeda Kab.
Swasta
Minahasa Utara
6. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, DKP, dan
APBD/Pemda
tempat pendaratan ikan (TPI) Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
7. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, Bappeda,
APBD/Pemda
pelabuhan penyeberangan dan Dinas Perhub. Kab.
Swasta
Minahasa Utara
8. Pengembangan sektor pertanian pangan
APBN/APBD Dinas Pertanian Kab.
lahan kering (perkebunan/ kebun
Swasta Minahasa Utara
ladang)
25

Sambungan Hal 56

9. Konservasi hutan lindung. APBN/APBD Dinas Kehutanan


Kabupaten Minahasa Utara
10. Lindung preservasi (resapan air, APBD I/II Dinas PU, Bappeda, dan
sempadan pantai, dan sungai). DKP Kabupaten Minahasa
Utara
11. Konservasi hutan mangrove. APBD I/II Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
12. Konservasi terumbu karang. APBD I/II Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
13. Prasarana dasar : air bersih, listrik, APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
dan telekomunikasi Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
14. Pembangunan dermaga APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
15. Pembangunan Kantor TPI Dinas PU, DKP dan
APBD I/II/
Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
16. Pembangunan Ice Storage Dinas PU, DKP dan
APBD I/II/
Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
17. Pembangunan kedai pesisir Dinas PU, DKP dan
APBD I/II/
Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
18. Jasa pariwisata (Hotel, resort, dan Dinas PU, DKP dan
APBD I/II/
sarana pendukungnya lainnya Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara

26

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 77


Sambungan Hal 57

II. Kawasan 1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan
Likupang dan Bappeda Kabupaten
Barat Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU dan Bappeda
APBD/Pemda/
perumahan. Kabupaten Minahasa
Swasta
Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU dan Bappeda
APBD/Pemda/
fasilitas Pemerintah. Kabupaten Minahasa
Swasta
Utara
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU dan Bappeda
APBD/Pemda/
fasilitas : pendidikan, kesehatan, Kabupaten Minahasa
Swasta
keagamaan, dll. Utara
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, dan Bappeda
APBD/Pemda/
infrastruktur (jalan dan jembatan). Kabupaten Minahasa
Swasta
Utara
6. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, DKP, dan
APBD/Pemda/
Pelabuhan Perikanan (PPi) Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
7. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, Bappeda
APBD/Pemda/
dermaga Kabupaten Minahasa
Swasta
Utara
8. Pembangunan break water Dinas Pertanian
APBN/APBD/
Kabupaten Minahasa
Swasta
Utara
9. Pembangunan kolam pelabuhan APBN/APBD Dinas Kehutanan
Kabupaten Minahasa
Utara
10. Pembangunan TPI APBD I/II Dinas PU dan Bappeda
Kabupaten Minahasa
Utara
11. Pembangunan kantor TPI APBD I/II Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara

27

Sambungan Hal 58

12. Pembangunan pasar ikan APBD I/II Dinas PU, DKP dan
Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
13. Pembangunan Pabrik es APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
14. Pembangunan Ice Storage APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
15. Pembangunan Cold Storage APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
16. Pembangunan Cool Room APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
17. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
18. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel, APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan
resort, dll) Swasta Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
19. Konservasi hutan lindung APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan
dan Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
20. Lindung preservasi (resapan air, sempadan APBD/ Dinas PU, DKP, dan
pantai, dan sungai Pemda/ Bappeda Kabupaten
Swasta Minahasa Utara
21. Konservasi hutan mangrove APBD/
Dinas PU, dan Bappeda
Pemda/
Kabupaten Minahasa Utara
Swasta
22. Konservasi terumbu karang APBD/
Dinas PU, dan Bappeda
Pemda/
Kabupaten Minahasa Utara
Swasta
28

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 78


Sambungan Hal 59

III. Kawasan 1. Rencana penyebaran jumlah APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan,
Likupang Timur penduduk dan Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan APBD/Pemda/ Dinas PU, dan Bappeda
perumahan. Swasta Kabupaten Minahasa Utara
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan APBD/Pemda/ Dinas PU, dan Bappeda
fasilitas Pemerintah. Swasta Kabupaten Minahasa Utara
4. Konsulidasi tanah dan pembangunan
APBD/Pemda/ Dinas PU, dan Bappeda
fasilitas : pendidikan, kesehatan,
Swasta Kabupaten Minahasa Utara
keagamaan, dll.
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan APBD/Pemda/ Dinas PU, dan Bappeda
infrastruktur (jalan dan jembatan). Swasta Kabupaten Minahasa Utara
6. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, DKP, dan
APBD/Pemda/
tempat pendaratan ikan (TPI) Bappeda Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
7. Konsulidasi tanah dan pembangunan Dinas PU, Bappeda, dan
APBD/Pemda/
pelabuhan penyeberangan (dermaga) Dinas Perhub. Kabupaten
Swasta
Minahasa Utara
8. Pembangunan Ice Storage APBN/APBD/ Dinas Pertanian Kabupaten
Swasta Minahasa Utara
9. Pembangunan kantor TPI APBN/APBD Dinas Kehutanan
Kabupaten Minahasa Utara
10. Pembangunan pasar ikan APBD I/II Dinas PU dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara

29

Sambungan Hal 60

11. Pembangunan Ice Storage APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
12. Pembangunan kedai pesisir APBD I/II Dinas PU, DKP dan Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
13. Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan Bappeda
Swasta Kabupaten Minahasa Utara
14. Pembangunan jasa dan pariwisata APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan Bappeda
(hotel, resort, dll) Swasta Kabupaten Minahasa Utara
15. Konservasi hutan lindung APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan Bappeda
Swasta Kabupaten Minahasa Utara
16. Lindung preservasi (resapan air, APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan Bappeda
sempadan pantai, dan sungai Swasta Kabupaten Minahasa Utara
17. Konservasi hutan mangrove APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan Bappeda
Swasta Kabupaten Minahasa Utara
18. Konservasi terumbu karang APBD I/II/ Dinas PU, DKP dan Bappeda
Swasta Kabupaten Minahasa Utara
VI Kawasan 1. Rencana penyebaran jumlah penduduk APBD I/II Dinas Tata Pemerintahan,
Kema dan, Bappeda Kabupaten
Minahasa Utara
2. Konsulidasi tanah dan pembangunan APBD/ Dinas PU, dan Bappeda
perumahan. Pemda/ Kabupaten Minahasa Utara
Swasta
3. Konsulidasi tanah dan pembangunan APBD/ Dinas PU, dan Bappeda
fasilitas Pemerintah. Pemda/ Kabupaten Minahasa Utara
Swasta

30

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 79


Sambungan Hal 61

4. Konsulidasi tanah dan pembangunan


APBD/Pemda/ Dinas PU, Bappeda
fasilitas : pendidikan, kesehatan,
Swasta Kabupaten Minahasa Utara
keagamaan, dll.
5. Konsulidasi tanah dan pembangunan APBD/Pemda/ Dinas PU, dan Bappeda
infrastruktur (jalan dan jembatan). Swasta Kabupaten Minahasa Utara
6. Peningkatan kualitas tempat pelelangan APBD/Pemda/ Dinas PU, dan Bappeda
ikan (TPI) Swasta Kabupaten Minahasa Utara
7. Peningkatan kualitas dermaga APBD/Pemda/ Dinas PU, Bappeda
Swasta Kabupaten Minahasa Utara
8. Pembangunan kedai pesisir APBN/APBD/ Dinas Pertanian Kabupaten
Swasta Minahasa Utara
9. Pembangunan Ice Storage APBN/APBD Dinas Kehutanan Kab.
Minahasa Utara
10 Pembangunan bengkel, SPBU-N, dll APBD I/II Dinas PU & Bappeda
Kabupaten Minahasa Utara
11. Pembangunan jasa dan pariwisata (hotel, APBD I/II Dinas PU, DKP & Bappeda
resort, dll) Kab. Minahasa Utara
12. Pengembangan tanaman pangan lahan APBD I/II Dinas PU, DKP & Bappeda
kering Kab. Minahasa Utara
14. Lindung preservasi (resapan air, APBD I/II/ Dinas PU, DKP & Bappeda
sempadan pantai, dan sungai Swasta Kab. Minahasa Utara

Sumber : Hasil Rencana Tim RTR Pesisir dan Laut Kabupaten Minahasa Utara tahun 2006

31

H. Contoh Mekanisme Kelembagaan Rencana Tata Ruang Multi Sektor

KERANGKA KERJA SISTEM KELEMBAGAAN

Pemberdayaan
Dinas Terkait Untuk
Pengembangan Konsorsium :
Kegiatan Perikanan Pemda
Dan Wisata BUMD
PemPUS PemPROV Swasta
Di Wilayah Perenca
naan Koperasi Masy Lokal
Fasilitas
Koordinasi
Bantek

Pembentukan
Otoritas
Pengembangan Elemen: Action Plan Pengembangan Fisik & Aktivitas
Periikanan Terpa Pemprov Penggalangan Investasi
du dan kegiatan Pemkab. Minahasa Utara Bussiness Plan
Wisata Daerah Pelaksanaan Pengembangan
Pemkab. Minahasa Utara Pengelolaan Dampak

MOU
Pranata Pendukung
Promosi Gagasan
Penggalangan Stakeholder
Kebijakan Pengembangan
Fasilitasi Kerjasama & Promo Subsidi PSD Strategis

Pengembangan & Pengelolaan Berkelanjutan meliputi :


Fisik, Kegiatan, Kerjasama dan Promosi

PERSIAPAN PEMANTAPAN PELAKSANAAN

33

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 80


STRUKTUR SISTEM KELEMBAGAAN

DEPARTEMEN FORUM KERJASAMA DEPARTEMEN


PARIWISATA &
PEMPROV SULAWESI UTARA – PEMKAB KELAUTAN DAN
SENI BUDAYA
MINAHASA UTARA PERIKANAN
Fasilitasi
Bantek Penugasan Monitoring dan Supervisi DEPARTEMEN
PEKERJAAN
UMUM
SISTEM MANAJEMEN PENGEMBANGAN
Fasilitasi
DAERAH
Bantek
ELEMEN PROV Sul: Dinas KP, Dinpar, Dinas PU,
BKPMD,
sesuai kebutuhan
ELEMEN PEMKAB Minut : Dinpar, Dinas PU,
BKPMD, Dinperindag, Dinkop-UKM, Din-Kelautan
Perikanan, Dinnaker dll sesuai kebutuhan.

Penggalangan Stakeholder
Kebijakan Pengembangan
Fasilitasi Kerjasama dan Promosi Subsidi PSD
Strategis
Ket :
Fasilitasi dan Bantuan PEMBERDAYAAN DINAS TERKAIT DALAM
Koordinasi PENGEMBANGAN KEGIATAN PERIKANAN DAN
Penugasan, Monitoring & Supervisi WISATA Di MINAHASA UTARA DAN SEKITARNYA
Pelaporan dan Pertanggung Jawaban

ACTION PLAN PENGEMBANGAN FISIK & AKTIVITAS


PENGGALANGAN INVESTASI
BUSSINESS PLAN
PELAKSANAAN PEMBANGUNAN
PENGELOLAAN DAMPAK
PENGEMBANGAN & PENGELOLAAN BERKELANJUTAN
MELIPUTI:
Fisik
Kegiatan
Kerjasama dan Promosi

DEVISI DEVISI DEVISI DIVISI


PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN PENGEMBANGAN
ZONA I ZONA II ZONA III ZONA IV

34

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 81


Masukan dari Konsinyasi :
Pak Pandu
1. Pendekatan ruang laut meliputi permukaan, kolom, dasar;
2. Pendekatan horizontal;
3. Pendekatan waktu;
4. Valuasi ekonomi;
5. Multifungsi wilayah laut;
Pak Sigit
1. Istilah zonasi dan ruang (jangan dipertentangkan..) RTR
dituangkan dalam peta 2D, shg zonasi merupakan cara penuangan
/ menyederhanakan ruang 3D menjadi ruang / peta 2D; zonasi
merupakan terjemahan/proyeksi dari layer-layer mulai permukaan,
kolom sd dasar laut;
2. Pada pendahuluan atau latar belakang disebutkan bahwa sebelum
penyusunan juknis, belum muncul PR dan UUPWP3K. Sehingga
dimungkinkan adanya penyesuaian di kemudian hari. Pada UU
PWP muncul zonasi yang komplemen dg RTR yang bisa dipadu-
serasikan. Ada semacam tinjauan secara keseluruhan antara
wilayah darat dan laut dalam penyusunan RTR;
3. Batas kawasan perencanaan sesuai dengan bts adm, karena akan
dilegalkan. Perlu analisis wilayah perencanaan yang bersifat lebih
detail, yang mungkin sifatnya lintas batas adm. Btas kawasan
sesuai administrasi tidak berlaku pada RTR detail, yang bisa adm
maupun fungsional,dll.
4. Mengenai pendekatan analisis, perlukah analisis seperti menyusun
RTR darat (analisis ekonomi,fisik, sosbud, dll)??. Penyusunan RTR
di laut lain obyeknya, sebaiknya pendekatan sifatnya riil, sederhana
tapi logis. Misalnya dg melihat wilayah perencanaan dari wil
geografis. Contoh laut jawa, dilihat ada kepentingan apa yang
bermain disitu, contoh pelayaran, perikanan tangkap, dll.

Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 82


Petunjuk Teknis Perencanaan Tata Ruang Laut 83

Вам также может понравиться