Вы находитесь на странице: 1из 1

HUSNUDZAN DENGAN PEMBERIAN ALLAH 1

HUSNUDZAN DENGAN PEMBERIAN ALLAH

Dikisahkan ada seorang janda tua hidup di sebuah desa di pinggiran kota Isfahan. Ia memiliki
dua orang anak yang tinggal bersamanya, yang sulung bekerja sebagai penjual payung dan anak
bungsunya membuka jasa usaha pencucian pakaian (laundry). Keduanya telah berkeluarga.
Tiap membuka jendela di pagi harinya, ia selalu nampak murung, raut wajahnya menyiratkan
kesedihan dan kegalauan. Hal ini tidak luput dari perhatian para tetangganya. Rasa penasaran dan
keingintahuan memberanikan salah seorang tetangganya yang baik untuk menyapa dan
menanyakan keadaannya di suatu sore, "Tiap hari saya lihat Anda selalu sedih dan nampak
murung, ada apa gerangan kiranya?" tanya si tetangga setelah berbasa-basi secukupnya. "Tiap
kali aku membuka jendela dan kulihat cuaca cerah, aku sedih karena teringat putra sulungku yang
menjual payung" jawab si janda. "Bagaimana mungkin ia dapat menghidupi diri dan keluarganya
kalau hujan tidak turun?! Payung dagangannya tentu tidak laku terjual" si janda lalu menambah,
"Sedangkan bila kulihat cuaca mendung dan turun hujan, aku teringat putra bungsuku yang
membuka usaha jasa pencucian pakaian. Bagaimana mungkin ia dapat menafkahi diri dan
keluarganya kalau cuciannya tidak mengering?!"
Dengan tersenyum, tetangganya berkata, "Kalau cuaca cerah dan matahari bersinar, seharusnya
Anda mengingat si bungsu yang membuka jasa binatu, cuciannya tentu akan lekas kering dan ia
pasti dapat menafkahi diri dan keluarganya. Sedangkan jika Anda mendapati cuaca mendung dan
turun hujan, hendaknya Anda mengingat si sulung yang menjual payung, jualannya pasti laris dan
ia pun dapat menghidupi keluarganya."
Keesokan hari dan seterusnya, setiap kali si janda membuka jendela dan menatap matahari pagi,
ia terlihat menyunggingkan senyum dan nampak bahagia. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali
kita mendengar orang yang mengeluhkan sisi-sisi buruk kehidupannya, atau kegagalannya dalam
menyelesaikan suatu tugas, atau musibah yang menimpanya, atau hal lainnya, yang kemudian
membawanya meratapi dan menyalahkan takdir.
Tidak jarang ia lalai dan lengah untuk menyadari hikmah yang ada di balik setiap takdir-Nya, dan
hanya melihat segala sesuatu dari sisi zhahirnya saja, hal ini seringkali menimbulkan rasa
su'udzan (berburuk sangka) kepada Allah Ta'ala. Padahal seharusnya ia meyakini bahwa Allah
Maha Mengetahui segala yang baik untuk setiap hambanya, dan Ia Yang Maha Indah, hanya akan
memberikan yang terbaik untuk hamba-Nya yang bertaqwa, "(Allah) Yang membuat baik segala
yang diciptakan-Nya…(QS. Al Sajdah 32:7).
Seorang mukmin seharusnya menyadari hikmah dari semua kejadian yang dialaminya, ia harus
meyakini bahwa segala sesuatu yang berasal dari Allah Ta'ala adalah baik. Dan ia harus
senantiasa berhusnudzan kepada-Nya. Rasulullah bersabda,"Aku kagum dengan orang mukmin,
bahwa semua urusannya adalah baik baginya; Kalau ia mendapatkan kebaikan, maka ia bersyukur,
dan hal itu adalah baik baginya; sebaliknya jika ia tertimpa kemalangan, maka ia bersabar, maka
hal itu pun adalah baik baginya. Dan keadaan ini hanya ada pada orang mukmin.
(HR. Bukhari, Ahmad, dan Darimy).

Вам также может понравиться