Вы находитесь на странице: 1из 15

CSR Indonesia media@csrindonesia.

com
N e w s l e t t e r Vol. 1 Minggu 34 2007  www.csrindonesia.com

Dari Redaksi 
 
“Merdeka!” adalah pekik yang kita kerap dengar sepanjang minggu lalu. Kiranya pekikan itu terdengar tak seramai
masa-masa lalu. Mungkin semakin banyak orang yang kehilangan kesadaran bahwa negara bangsa bernama Indonesia
tak kan hadir kalau tak diperjuangkan dengan sungguh-sungguh oleh mereka yang memekikkan ”Merdeka!” dan maju
ke medan pertempuran atau meja perundingan. Atau, diam-diam semakin banyak orang yang sadar bahwa ternyata kita
memang masih ”agak” jauh dari kemerdekaan.

Memang, Belanda dan Jepang sudah tidak bercokol dalam bentuk kolonialisme tradisional: petantang-petenteng
dengan bedil di tangan. Namun kemerdekaan dalam berbagai aspek tampaknya belum hadir. Bangsa yang merdeka
seharusnya bisa membangun dirinya menuju kesejahteraan bersama dalam segala aspek. Nyatanya kita belum bisa
memastikan kesejahteraan multiaspek setelah 62 tahun ”merdeka”. Itu pesan Editorial kali ini.

Selain berita-berita penting CSR sepanjang minggu lalu, Edisi 3 Newsletter CSR Indonesia menghadirkan tulisan
Muhammad Nuruzzaman mengenai tanggung jawab sosial dalam projek pembangunan infrastruktur, khususnya untuk
kasus pembangunan jalan tol. Dua tulisan dari Mukti Fajar dan Mulyadi Sumarto (Kompas, 15/08)—masih tentang
debat atas regulasi CSR—juga dimuat, agar pembaca yang tak sempat melihatnya di surat kabar dapat mengaksesnya.
Terakhir, kami juga menghadirkan timbangan buku atas karya Yusuf Wibisono ”Membedah Konsep dan Aplikasi
Corporate Social Responsibility”. Semoga bermanfaat bagi kita semua dalam mengisi kemerdekaan dengan
memperjuangkan CSR yang substansial.

Tentang A+ CSR Indonesia  Daftar Isi   
A+ CSR Indonesia hadir sebagai social enterprise yang
menghimpun berbagai keahlian profesional dalam isu-isu Editorial
seputar CSR. Dengan keahlian itu, berbagai Kita Belum Mampu Memastikan (Kemerdekaan) Itu......... 2
permasalahan yang ada dalam pelaksanaan CSR dapat Berita CSR.................................................................................. 3-5
diidentifikasikan dengan tepat dan peluang bagaimana Agenda………………………………………………….. 5
melakukan perbaikan atasnya dapat direkomendasikan. Publikasi A+
Tangung Jawab Sosial Perusahaan 6
Di sisi lain A+ juga menghimpun keahlian yang sama dalam Projek Pembangunan Infrastruktur..............................
untuk memajukan konsep CSR yang substansial, agar Artikel Pilihan
khalayak dapat membedakannya dengan upaya Tindakan Amoral Korporasi…................................................ 8
menggunakan konsep tersebut untuk kepentingan di luar CSR Layaknya Buah Simalakama …………………............ 9
pembangunan berkelanjutan. A+ memang bertekad Informasi Buku
menjaga keseimbangan antara kritisisme terhadap kinerja Membaca Upaya Yusuf Wibisono “Membedah”CSR.......... 11
sosial dan lingkungan perusahaan dengan optimisme
rasional untuk perbaikannya.
A+ CSR Indonesia 
 
Redaksi 
Green Ads Space Pamadi Wibowo (pamadi.wibowo@gmail.com) 
Jalal  (jalal.csri@gmail.com) 
Taufik Rahman (rahman.taufik@gmail.com) 
Untuk mengiklankan produk yang ramah Irpan Kadir (irpan.kadir@gmail.com) 
Reza Ramayana (reza.ramayana@gmail.com) 
sosial dan lingkungan, sponsorship, link ke Endro Sampurna (endara.sampurna@gmail.com) 
laporan CSR perusahaan, agenda kegiatan  
CSR (pelatihan, seminar, lokakarya, ekspo) Website & Publikasi (media@csrindonesia.com) 

atau lainnya yang relevan silakan kontak ke


 
media@csrindonesia.com.  
Rukan Permata Senayan No A/6,  
Jl. Tentara Pelajar, Patal Senayan, Jakarta 12210  
T: +62 21 57940610     F: +62 21 57940611 

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 1


Editorial 
 
Kita Belum Mampu Memastikan (Kemerdekaan) Itu…

Naskah proklamasi menyatakan bahwa yang ingin kemerdekaan. Masyarakat beramai-ramai memanjat
merdeka adalah bangsa ini, bangsa Indonesia. Selama 62 pinang, balap karung, membuat gapura yang megah, dan
tahun merdeka, kemerdekaan itu diisi dengan menyelenggarakan berbagai turnamen olah raga. Namun
membangun negara. Memang, hingga kini Indonesia tidak sedikit masyarakat yang berdiam diri. Mereka
masih belum menunjukkan sebagai sekelompok manusia mengambil keputusan taktis: daripada buat seremoni
berbangsa. Kita baru bernegara, belum berbangsa! lebih baik duit dipakai buat makan.

Kebangsaan adalah salah satu identitas kemanusiaan. Bagi kebanyakan perusahaan, momentum HUT
Bahasa, budi pekerti, dan kebebasan adalah contoh Kemerdekaan RI adalah kesempatan untuk meraih dan
lainnya. Dan bangsa yang merdeka adalah bangsa yang mengokohkan reputasi diri. Besarnya sumbangan
mampu membebaskan diri dari berbagai bentuk mungkin akan dilaporkan sebagai tanda dari kepatuhan
penjajahan. Menjadi bangsa yang merdeka adalah cita- sebagai warga negara (corporate citizen). Dipastikan pula ia
cita semua insan. Status kemerdekaan dan identitas akan hadir dalam publikasi kegiatan corporate social
kebangsaan merupakan sesuatu yang dinamis dan responsibility (CSR). Kita butuh lebih dari ini. Kemeriahan
kadang-kadang liar. Ia adalah sesuatu yang harus terus- perayaan HUT RI pada akhirnya hanyalah panggung
menerus dicari maknanya dan diperjuangkan. Bangsa hiburan. Dan hiburan itu lebih dekat dengan
yang merdeka adalah bangsa yang tiada henti menghabiskan waktu luang, atau bahkan dalam batas-
memperjuangakan kemerdekaan itu sendiri. batas tertentu bisa menjadi kemubaziran.

Negara, dalam banyak literatur ilmu politik, adalah Dari berbagai diskusi mengenai regulasi CSR, majoritas
sebuah organisasi. Kendati ia berniat mewadahi berbagai kalangan non-perusahaan menunjukkan antusiasme luar
ruh dan nilai kebangsaan, dalam pasang-surut sejarah biasa. Mereka memandang bahwa dengan diregulasinya
kenegaraan kepentingan ekonomi selalu menjadi CSR oleh pemerintah sebagai kesempatan untuk
panglima. Gerakan politik menjadi mandek jika tanpa memeroleh dana CSR. Sebaliknya perusahaan banyak
dukungan ekonomi. Negara sebagai organisasi dengan berkeberatan karena itu artinya harus ada tambahan
legitimasi kekuasaan tertinggi, pada akhirnya menjadi pengeluaran di luar kepentingan bisnis. Di titik
pemain ekonomi yang termasuk paling dominan. tengahnya hadir manajemen ”reputasi” perusahaan, yang
kerap disusutkan menjadi sekadar kehumasan. Dengan
Kini, ekonomi digerakkan oleh perdagangan bebas, nada dan pilihan kegiatan yang sengaja dibuat sepertinya
sementara negara dikelola dengan pertimbangan ramah sosial dan ramah lingkungan, perusahaan
demokrasi. Dan kehormatan dijunjung tinggi di atas mempublikasikan citra positif eksistensi dirinya.
setiap kepala individu. Globalisasi ekonomi tidak Sementara, bangsa ini masih merasa kelewat bangga
memberikan banyak pilihan kecuali beradaptasi dan dengan kesementaraan kekayaan alam. Ketika alam
bersaing secara terbuka. Kendati masih bisa berekspresi sering diperkosa dan masyarakatnya dicampakkan, masih
dengan dasar menunjukkan keunikan, tapi toh yang terlampau sedikit dan lemah pihak yang meluruskannya.
namanya persaingan, tetap tidak bisa terlepas dari
hukum besi pasar. Siapa kuat modalnya, dia yang dapat! Kemerdakaan adalah sebuah pilihan sadar. Penjajahan
adalah nasib buruk yang mungkin sengaja dipilih secara
Indonesia, hingga kini masih mengedepankan kekayaan tak sadar. Negara Indonesia memang sudah lahir sejak
dan keelokan sumberdaya alam. Indonesia adalah 62 tahun lalu. Namun kita tak pernah mampu
”papan catur” nan elok, lengkap dengan jumlah memastikan apakah bangsa ini tumbuh sehat,
penonton yang maha banyak. Dibandingkan berkembang cerdas, atau malah terus-menerus
menyediakan produk canggih, bangsa ini masih menderita kesakitan. Kita belum bisa memastikan itu!
mengunggulkan besarnya konsumen dan tenaga kerja Kiranya diperlukan ruh keagungan sebuah bangsa yang
murah. Dibutuhkan ”kenekatan” luar biasa untuk merdeka agar hal-hal yang berkenan dengan pemindahan
mampu bersaing. Dibutuhkan kecerdasan luar biasa kekuasaan (ilmu pengetahuan dan teknologi) dapat
untuk mampu bekerja sama yang saling menguntungkan. diselenggarakan secara saksama dan dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya.
Berbagai pelaku ekonomi memaknai kemerdekaan
bangsa ini dengan memberikan sejumlah diskon. Ada
juga yang mempertahankan harga jual, namun
meningkatkan biaya iklan. Mereka menjajakan iklan
produk di balik puisi dan konser dangdut atau pop

 
CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 2
Berita CSR 
 
Ericsson Focuses on IT Education in CSR Programs
16.Aug.2007 - Sumber: http://thejakartapost.com/Archives/ArchivesDet2.asp?FileID=20070816.M03

Jakarta - PT Ericsson Indonesia, the local unit of 900 staff members, of whom 95 percent were the
telecommunications equipment provider Ericsson, says holders of degrees.
IT education will be the focus of its corporate social
responsibility programs. ”We need more people with higher levels of education,”
said Thornberg, adding that the three awardees of the
Vice president for marketing and communications Dewi bursaries would not be obliged to work in Ericsson after
Widiyanti said Tuesday that Ericsson had decided to finishing their studies. “We’ll welcome them back here,
focus on IT education as it wanted to help develop the offering them jobs, but we won't ask for a
IT industry in Indonesia. commitment,” he said.

She said that Ericsson first conducted such activities at Ericsson first arrived in Indonesia in 1907 and has been
the start of the decade, when it gave financial support to supplying the country's telecommunications sector ever
a number of electrical engineering students to enable since. It provided Indonesia's first cellular network in
them to finish their undergraduate studies. Then, in 1987 and GSM (global system for mobile
2002, it launched the "Ericsson Fast-Forward" program, communications) network in 1995. In 2006, it
which enables some 20 fresh graduates from reputable introduced 3G technology to Indonesia.
universities to serve internships in the company every
year. Ericsson recently extended its contract with the
country's top cellular operator, PT Indosat Tbk, to
This month, it will send three holders of bachelor's expand the latter's WCDMA (wideband code division
degrees to the Royal Institute of Technology (KTH) in multiple access) and HSPA (high-speed packet access)
Stockholm, Sweden, for two-year postgraduate courses network coverage in greater Jakarta.
in wireless systems in electrical engineering.
Ericsson will hence be responsible for supplying core,
"We want to make a contribution to the development of radio access network and transmission equipment,
the IT industry in Indonesia. When the three come covering the design, deployment, integration,
back, we hope will apply their skills and knowledge to performance and improvement of Indosat's
boost the development of IT here," said president WCDMA/HSPA network. (11)
director Bengt Thornberg.

He said that Ericsson Indonesia currently had around

Industri Pulp Terguncang, Sedikitnya 1 Juta Pekerja di Riau Terancam


Kehilangan Pekerjaan
16.Aug.2007 - Sumber: http://kompas.com/kompas-cetak/0708/16/ekonomi/3765810.htm

Oktober 2007," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha


Jakarta - Krisis bahan baku yang terjadi sejak Februari Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi di Jakarta, Rabu
2007 telah mengguncang PT Riau Andalan Pulp and (15/8).
Paper serta PT Indah Kiat Pulp and Paper. Tanpa
penanganan serius dari pemerintah, kedua produsen Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) merupakan anak
pulp terbesar di Indonesia ini akan kolaps dan bisa perusahaan Sinar Mas, sementara Riau Andalan Pulp
memunculkan gelombang pengangguran baru. and Paper (RAPP) adalah anak perusahaan Raja Garuda
Mas. Keduanya merupakan produsen bubur kertas atau
"Perbedaan penafsiran dasar hukum antara polisi dan pulp terbesar di Indonesia yang memproduksi 4 juta ton
Departemen Kehutanan dalam operasi pemberantasan pulp per tahun.
pembalakan liar sudah sampai pada tahap menyulitkan
operasi kedua perusahaan ini. Pemerintah seharusnya Presiden Direktur RAPP Rudi Fajar menambahkan,
duduk bersama untuk menyelesaikannya agar kedua industri pulp idealnya memiliki stok bahan baku untuk
perusahaan ini tidak berhenti berproduksi mulai enam bulan ke depan. Namun, stok yang tersisa saat ini

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 3


hanya cukup untuk produksi sampai bulan September mengancam kesinambungan restrukturisasi kewajiban
2007. yang sukses dilaksanakan beberapa tahun lalu,” tambah
Joice.
Untuk memproduksi 160.000 ton pulp sedikitnya
dibutuhkan 700.000 meter kubik kayu. Krisis berawal Lapangan Kerja
dari langkah penyidikan Kepolisian Daerah Riau atas Sejak beroperasi, IKPP telah menyerap 300.000 pekerja
hasil operasi pemberantasan pembalakan liar sejak awal langsung dan 500.000 pekerja tidak langsung, di
tahun 2007. antaranya dari perusahaan pemasok dan katering.
Sementara itu, RAPP mengklaim mempekerjakan
Polisi menuding manajemen RAPP dan IKPP memakai sedikitnya 200.000 orang, baik langsung maupun tidak
kayu ilegal untuk berproduksi (Kompas, 23/2). "Kami langsung.
tetap mendukung langkah hukum. Namun, jika yang
terjadi seperti sekarang, maka mulai Oktober 2007 kami Setiap tahun, IKPP mengekspor pulp 3 miliar dollar AS
tak bisa lagi berproduksi," ujar Rudi. dan RAPP senilai 2 miliar dollar AS. Sofjan meminta
pemerintah segera merevisi aturan yang tumpang tindih
Senada dengan Rudi, General Manager Corporate agar proses hukum tak mengganggu kinerja perusahaan
Communication Sinar Mas Joice Budisusanto yang sah. “Yang terjadi sekarang, polisi memasang garis
mengatakan, IKPP juga kesulitan memperoleh bahan polisi di seluruh areal HTI yang sah karena di lokasi itu
baku karena para pemasok tidak bisa menebang di areal ditemukan kayu yang diduga ilegal. Kalau sudah begini,
hutan tanaman industri (HTI) mereka. perusahaan itu jadi sulit bekerja,” ujarnya. (ham)

”Tanpa solusi dari pemerintah, kami terpaksa


menghentikan produksi dan keadaan ini akan

Perusahaan Pengembang Menunggak Fasos-Fasum


16.Aug.2007 - Sumber: http://kompas.com/kompas-cetak/0708/16/metro/3765947.htm

Jakarta, - Sebanyak 180 perusahaan pengembang di kemarin. Namun, setelah menunggu sekitar satu jam
Jakarta Pusat tidak merealisasikan kewajiban sejak pukul 10.00, sesuai dengan jadwal pertemuan, tak
membangun serta menyediakan fasilitas sosial dan satu pun perwakilan perusahaan datang.
fasilitas umum. Tunggakan kewajiban ini terjadi sejak
tahun 1990-an. Akibatnya, kebutuhan masyarakat akan Sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur Nomor
ruang terbuka hijau, jalur pejalan kaki, tempat ibadah, 41 Tahun 2001 tentang tata cara penerimaan kewajiban
fasilitas olahraga, serta kerapian jalan umum tidak dari pemegang surat izin penunjukan penggunaan tanah,
terpenuhi. setiap pengembang berkewajiban menyerahkan fasos
dan fasum berupa jalan, taman, sarana pendidikan,
”Para perusahaan pengembang menyepelekan sarana kesehatan, sarana olahraga, dan rumah murah
pemerintah dan sengaja melanggar peraturan. Mereka sederhana.
bahkan tidak mau datang ketika diundang untuk
membicarakan masalah kewajibannya,” kata Asisten Namun, banyak pengusaha mengabaikan SK tersebut.
Ekonomi dan Pembangunan Wali Kota Jakarta Pusat Saat ini, tercatat hanya 20 dari 202 pengembang yang
Natsir Sabhara, Rabu (15/8). melaksanakan kewajibannya. (nel)

Natsir bekerja sama dengan Badan Pengelola Kompleks


Kemayoran sengaja mengundang para perusahaan
pengembang ke Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Rabu

Coke Energy Use Up 10%, Improves Water Efficiency 3%


14.Aug.2007 - Sumber: www.environmentalleader.com

system’s sales volume in 2006.


The Coca-Cola Company has released its 2006
Environmental Performance report (PDF). The report In 2006, the Coca-Cola’s total energy use increased 10
includes data gathered from 775 facilities around the percent. Coke’s vending machines and coolers are the
world, representing 94 percent of the Coca-Cola largest contributor to greenhouse gas emissions within

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 4


the system and produce three times the estimated
emissions of the company’s manufacturing facilities. In 2006, sustainable design efforts led to a reduction in
Coke says that an increase in on-site production of PET weight and improvement of the impact resistance of the
bottles in 2006 contributed to the systemwide energy Company’s glass contour bottle which saved 89,000
use increase. “We are working to identify and implement metric tons of glass last year.
additional measures that will continue to improve
efficiencies in our operations,” the report states. Coca-Cola Enterprises, which markets, distributes, and
produces Coca-Cola products, recently published a
While there was an increase in total energy use in 2006, corporate responsibility and sustainability report. The
the company says that its energy use ratio has improved Coca-Cola Company recently gave the World Wildlife
16 percent since the year 2002. The company achieved a Fund $20 million to conserve and protect freshwater
three percent improvement in water use efficiency, as resources.
sales volume increased four percent. Coca-Cola plants
used an average of 2.52 liters of water to make one liter
of beverage, as compared to 2.59 liters in 2005 and 2.72
in 2004. Since 2002, the Coca-Cola system has improved
water use efficiency by more than 19 percent.

 
Agenda 
 

Diskusi Panel “CSR di Persimpangan Jalan”


Corporate Forum for Community Development (CFCD) menyelenggarakan diskusi

CFCD panel dengan topik utama pasca UU Perseroan Terbatas yang terkait dengan pasal
74 yang mewajibkan perusahan dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya.

Diselenggarakan pada tanggal 22 Agustus 2007, pukul 09.30 – 13.00 wib


bertempat di Merak Room, Jakarta Convention Center (JCC). Bertindak selalu pembicara adalah Prof. Dr.
Jimmly Asshiddiqie (Ketua Mahmakah Konstitusi), Prof.Dr.Ir Hardinsyah (Dekan Fakultas Ekologi Manusia,
IPB), dan Jalal (Direktur Eksekutif A+ CSR Indonesia)

Keterangan lengkap dan pendaftaran silakan hubungi sdr. Agung dan Lina, sekretariat CFCD (021) 794 0634

 
Coffee Morning Discussion
with A+ CSR Indonesia

Program  ini  ditujukan  untuk  organisasi  yang  ingin  mendapatkan  pemahaman  awal 
tentang  CSR  ataupun  isu‐isu  terhangat  berkaitan  dengannya.  Program  gratis  sepanjang 
dua jam akan membahas apa itu CSR serta apa relevansinya untuk organisasi Anda. Untuk 
keterangan lebih lanjut, silakan hubungi 
                                   
 
 
 
office@csrindonesia.com 
T: +62‐21 57940611                                                                                                
                                                                          
                                                                   
                            

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 5


Publikasi A+ 

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dalam Projek Pembangunan Infrastruktur


Kasus Pembangunan Jalan Tol Palimanan-Cikampek

Muhammad Nuruzzaman
Pengasuh Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon/
Aktivis Lingkar Studi CSR
www.csrindonesia.com

“Kepeloporan Kiai Jatira (KH. Hassanuddin) ini salah satunya sekitarnya dinyatakan dengan penolakan pembangunan
adalah kisah tentang regulasi Belanda mengenai pembuatan jalan jalan tol. Menurut mereka pembangunan jalan tol
raya menghubungkan Bandung-Cirebon yang menjadi resisten bagi
merusak pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
penduduk Babakan. Dalam planning-nya, semula Belanda
memasukkan wilayah Babakan (yang sekarang menjadi Pondok telah berkontribusi besar terhadap pembangunan bangsa
Pesantren Raudlatul Thalibin) menjadi wilayah lintasan jalan dan negara. Jika pun tetap dilanjutkan, pasti
raya. Bahkan Belanda telah menanam dua patok besar, pertanda mengganggu aktivitas keseharian Pondok Pesantren.
daerah tersebut kelak menjadi jalan. Namun berkat perjuangan Sikap ini, menurut pengamatan penulis terjadi karena
KH. Hasanuddin, dua patok jati besar yang melintasi pesantren pihak pesantren tidak pernah diajak ‘bicara’ soal rencana
berhasil dibelokannya ke arah yang menjauhi lokasi pesantren.
pembangunan jalan tol.
Karena perjuangan inilah KH. Hasanuddin mendapat julukan
“jatira” artinya jati dua.” (Mahmudah, Babakan: Sebuah Potret
Pesantren Tradisonal) Inilah sebagian temuan penulis tentang kondisi
masyarakat pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon ‘vis a
“Kiai Jatira sebagai pendiri pesantren bisa memindah jalan vis’ perusahaan yang melakukan projek pembangunan
Daendels (Belanda), sekarang kita juga harus bisa memindah jalan jalan tol. Perlu disadari bahwa Pondok Pesantren di
tol. Belanda dan pengusaha kayaknya sama, kalau tidak bisa
Kabupaten Cirebon bukan hanya aset pendidikan Islam
dipindah pengusaha ternyata lebih jahat dari Belanda.” (warga
Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon) tapi merupakan basis kultural masyarakat Islam di
Cirebon. Dikhawatirkan, jika perusahaan tidak serius
Pembangunan jalan tol Palimanan-Cikampek dalam memperhatikan kondisi ini maka akan terjadi
proses pembebasan tanah. Akhir Agustus 2007 pertarungan yang sangat keras antara masyarakat dengan
pembebasan tanah diharapkan akan selesai. Reaksi perusahaan. Sangat boleh jadi, protes dengan legitimasi
masyarakat terutama yang terlewati oleh jalan tol sangat agama dan dukungan pemimpin Pondok Pesantren akan
resah, karena mereka hanya mendengar kabar dan tidak semakin mengkristalkan sikap penolakan pembangunan
jelas lokasi mana yang akan dibebaskan tanahnya. jalan tol.
Informasi masyarakat tentang jalan tol masih jauh dari
memadai. Hanya para aparat pemerintah dan desa saja Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
yang tahu, kapan, di mana lokasinya dan berapa biaya Pada dasarnya, selain perusahaan mengurus ijin legal dari
penggantiannya. Masyarakat lebih banyak mendengar isu pemerintah, semua aktivitas perusahaan mulai dari
dan rumor yang tidak jelas kebenarannya.. rencana prapembangunan, proses pembangunan, dan
pascapembangunan harus mempertimbangkan unsur-
Sepanjang pengamatan penulis, hingga kini belum unsur sosial, ekonomi dan lingkungan masyarakat
pernah ada konsultasi publik yang dilakukan oleh sekitar. Proses pengurusan ijin legal (legal license to operate)
perusahaan. Tidak ada satupun masyarakat pesantren harus diimbangi dengan konsultasi publik untuk
Babakan—sebagai pihak yang terkena dampak mendapat ijin sosial masyarakat (social license to operate).
pembangunan jalan tol, dan karenanya adalah pemangku
kepentingan yang sah—yang diajak bicara. Memang ada Dalam proses konsultasi publik, perusahaan harus secara
upaya sosialisasi yang dilakukan PT. Lintas Marga terbuka menjelaskan rencana detail pembangunan,
Sedaya, berupa sosialisasi AMDAL Pembangunan Jalan perkiraan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang
Tol Cikampek-Palimanan. Kendati demikian, masyarakat positif dan negatif. Mulai dari kemungkinan terwujudnya
Pesantren Babakan Ciwaringin hanya mendapatkan harapan tenaga kerja secara proporsional bagi
fotokopi bahan presentasinya saja dari aparat masyarakat sekitar, kompensasi yang berimbang atas
Pemerintah Desa Babakan. Mereka tidak pernah eksploitasi sumberdaya yang telah digunakan, pilihan
diundang serta dilibatkan dalam sosialisasi, alih-alih bahan baku produksi yang ramah lingkungan,
didengarkan aspirasinya. penanganan atas proses produksi yang menjamin
kualitas produk yang dihasilkan, perhatian dan
Kegelisahan masyarakat Pesantren Babakan dan peningkatan kualitas hidup para pekerja, penanganan

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 6


khusus atas limbah produksi sampai pada upaya Tol Cikampek-Palimanan. Namun sayang, kegiatan yang
pemberdayaan masyarakat sekitar operasi perusahaan seharusnya membuka kesempatan luas untuk membantu
merupakan beberapa upaya mewujudkan pertimbangan perusahaan menemukan pemangku kepentingan sosial
humanisme dan ekologisme dimaksud. Selain—tentu yang tepat, serta memeroleh masukan mengenai
saja—pertanggungjawaban terhadap para pemegang bagaimana seharusnya projek yang efektif bisa
saham (stockholders) dan pemenuhan kewajiban taat pajak diselenggarakan, terkesan hanya sebatas untuk
bagi negara. memenuhi persyaratan formal. Padahal, standar yang
diminta oleh IFC maupun EP adalah konsultasi publik
Bentuk-bentuk pertimbangan dan perhatian sosial- yang bersifat seimbang dan dua arah, bukan sekadar
lingkungan tersebut merupakan upaya dalam sosialisasi yang timpang dan satu arah.
memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan
dampak negatif dari kehadiran perusahaan saat ini. Studi AMDAL jelas bertujuan menjaring masukan
Perlakuan terhadap dampak-dampak keberadaan publik. Studi ini kalau dilaksanakan dengan benar akan
perusahaan tidak hanya diterjemahkan dalam memberikan rekomendasi mengenai bagaimana
keuntungan ekonomi semata, tetapi perlakuan terhadap meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan
seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) perusahaan dampak positif dari rencana operasi perusahaan.
—pihak-pihak yang mempengaruhi dan dipengaruhi Prosesnya jelas harus terbuka dan melibatkan
secara langsung dan tidak langsung atas segala macam representasi komunitas sesuai dengan kemungkinan
keputusan bisnis dan kegiatan perusahaan. Harus ada luasan dampak. Untuk kasus Cirebon, sepertinya untuk
upaya untuk mengharmoniskan tiga sektor utama memotret rona awal dinamika sosial dibutuhkan
kehidupan manusia (triple bottom line), ekonomi-sosial- pemahaman yang benar mengenai kedudukan pondok
lingkungan. Upaya-upaya tersebutlah yang kini dipahami pesantren sebagai basis kultural masyarakat, dan
sebagai tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate berbagai realitas sosio-antropologis masyarakat Cirebon.
social responsibility (CSR).
Kecenderungan yang tampak hingga sekarang—mudah-
Dalam kasus mega-projek seperti pembangunan jalan tol mudahan ini hanya kekhilafan penulis—adalah
Cikampek-Palimanan, perusahaan pemegang kontrak pengabaian posisi Pondok Pesantren. Padahal,
akan terikat dengan standar seperti dari International pesantren bukan saja merupakan basis kultural
Finance Corporation (IFC) dan atau dari Equator masyarakat Cirebon, melainkan juga secara teknis
Principles (EP) sebagai prasyarat perolehan pembiayaan penyelenggaraan projek pasti banyak terkena dampak
dari bank. Secara umum standar baik standar IFC pembebasan lahan. Hal ini merupakan sesuatu yang
maupun EP mempersyaratkan bahwa hanya perusahaan sangat fatal. Kenyataan ini dalam telaah yang lebih jauh,
yang menunjukkan komitmen dan kinerja tinggi dalam mengindikasikan bahwa perusahaan pemegang kontrak
ranah sosial, lingkungan, dan tentunya ekonomi yang mega-projek pembangunan jalan tol Cikampek-
berhak memeroleh jaminan pembiayaan. Baik IFC Palimanan, benar-benar membutuhkan pemahaman yang
maupun EP mempersyaratkan keharusan melakukan utuh dan benar mengenai peta sosial dan budaya
effective community engagement, karena hanya dengan masyarakat Cirebon.
hubungan yang efektiflah jaminan keberhasilan projek
pembangunan dapat diperoleh. Kondisi kebalikannya Pemahaman yang baik tentang hal ini bukan saja
hanya akan menimbulkan berbagai masalah dan juga bermanfaat bagi kelancaran proses projek
kerugian ekonomi. pembangunan, namun juga, jika memerhatikan standar
IFC dan EP, di atas mempermudah perusahaan untuk
Pondok Pesantren: Basis Kultural Masyarakat melakukan effective stakeholder engagement yang berimplikasi
Cirebon pada ketersediaan dan kesinambungan jaminan
Dari temuan awal berdasarkan pengamatan dan dialog pembiayaan projek. Artinya, hanya dengan memastikan
yang intensif dengan pimpinan Pondok Pesantren di bahwa seluruh pemangku kepentingan merasa
Cirebon, seperti telah disinggung di awal, terdapat diperhatikan aspirasinyalah maka pembangunan jalan tol
kecenderugan perusahaan pemegang kontrak pemba- tersebut bisa dilakukan dengan lancar tanpa gejolak
ngunan mega-projek jalan tol Cikampek-Palimanan sosial dan nantinya benar-benar bermanfaat untuk
terlalu merasa nyaman dengan ijin legal. Seperti kepentingan seluruh pihak. Kalau sekarang praktiknya
diketahui publik bahwa mega-projek ini mendapat belumlah seperti itu, belum terlambat bagi perusahaan
jaminan kuat dari negara pasti dan harus terlaksana. untuk memperbaikinya. Standar untuk itu telah tersedia,
Padahal, dalam konteks CSR ijin legal hanyalah bisa perusahaan harus memastikan bahwa substansinya
berlaku efektif apabila didampingi oleh ijin sosial berupa dipenuhi.
dukungan pemangku kepentingan.

Sejauh ini, PT. Lintas Marga Sedaya sudah berupaya


melakukan ”sosialisasi” AMDAL Pembangunan Jalan
 

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 7


Artikel Pilihan 
 
Tindakan Amoral Korporasi?

Mukti Fajar ND
15 Agustus 2007
http://kompas.com/kompas-cetak/0708/15/opini/ 3763353.htm

CSR yang selama ini dilakukan oleh korporasi, Korporasi yang dibentuk dalam sebuah wilayah hukum
mendasarkan pada prinsip sukarela (voluntary) dan seharusnya mengabdi pada kepentingan masyarakat di
kedermawanan (philantrophy), dianggap tidak efektif. mana hukum itu ada. Oleh karena itu, perlu dibongkar
Demikian kegelisahan yang disampaikan Sekretaris kembali (Gary von Stage, 1994). Pembentukan hukum
Jenderal PBB dalam pertemuan Global Compact di korporasi yang baru harus memberikan ruang bagi
Geneva, Swiss. Korporasi dianggap tidak mempunyai terciptanya keadilan sosial. Aset yang dimiliki korporasi
kepedulian terhadap persoalan sosial seperti lingkungan tidak hanya menjadi milik pribadi, tetapi harus
hidup, hak asasi manusia, dan community development. digunakan untuk memberikan kemanfaatan umum,
khususnya bagi kaum yang paling tidak beruntung (John
Hal itu terbukti dengan meningkatnya krisis pemanasan Rawls, 1995).
global, ketimpangan ekonomi (extreme poverty), mahalnya
biaya pendidikan dan kesehatan, serta persoalan sosial Masyarakat mempunyai hak atas keuntungan yang
lainnya. Demikian pula di Indonesia, pengaturan didapat oleh korporasi karena masyarakat sesungguhnya
kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan (corporate ”pemegang saham” bagi sebuah wilayah hukum yang
social responsibilty/CSR) dalam Undang-Undang (UU) dijadikan operasi korporasi. Perluasan tafsir atas Pasal
Perseroan Terbatas dan UU Penanaman Modal justru 304 KUHP tentang ”membiarkan seseorang dalam
banyak ditentang banyak korporat. keadaan sengsara...” dapat pula diterapkan sanksi pidana
bagi korporasi yang mempunyai kekayaan berlebih tetapi
Perdebatan klasik itu dikarenakan, pertama, mengenai menelantarkan masyarakat di sekitarnya dalam kesulitan.
hakikat korporasi dan, kedua, mengenai penegakan
hukumnya. Secara nature, korporasi didirikan untuk Dengan paradigma tersebut, CSR akan mendapatkan
memaksimalisasi keuntungan, bukannya untuk tempat yang terhormat dalam hukum perusahaan. Ruang
melakukan perbuatan amal. Pendapat ini disampaikan lingkup isu-isu dalam CSR memang tidak bisa dibatasi
Milton Friedman, seorang peraih nobel bidang ekonomi. hanya pada teritorial negara karena dampak negatif yang
”Satu-satunya tanggung jawab korporasi adalah kepada diakibatkan operasi korporat bersifat global, seperti
shareholder,… menyalurkan kekayaan korporasi kepada lingkungan hidup dan hak asasi manusia. Persoalan
masyarakat justru merupakan tindakan amoral penegakan hukum internasional mempunyai kelemahan
korporasi” (Joel Bakan, 2006). Artinya, CSR merupakan karena tidak adanya struktur hukum sebagai otoritas
pengkhianatan terhadap hak pemegang saham. yang dibangun untuk melaksanakannya.

Dengan konstruksi hukum perusahaan yang ada Perjanjian internasional hanya berjalan efektif ketika
sekarang, memang sulit untuk mengubah perilaku semua negara sepakat di dalamnya. Organisasi
mereka. Walaupun kita bisa saksikan, korporasi Perdagangan Dunia (WTO) sebagai organisasi raksasa
dilahirkan untuk menjadi spesies yang rakus, tamak, dan yang diikuti hampir seluruh negara di dunia sampai hari
hanya memikirkan dirinya sendiri. ini berdalih hanya akan mengatur negara, bukan
korporasi.
Status badan hukum yang disandang membuat dirinya
tidak bisa mati (kecuali bangkrut) dan terus Alotnya pihak Amerika Serikat untuk menandatangani
mengeksploitasi berbagai sumber daya yang ada hingga pengurangan emisi karbon, demi menekan pemanasan
semuanya menjadi sampah dan sepah. Tanggung jawab global dengan Uni Eropa, adalah bentuk pembelotan
terbatas pemegang saham (limited liability) memungkinkan dan mungkin akan diikuti negara lain, yang akan
korporasi untuk menangguk keuntungan tanpa batas. dirugikan industrinya jika menandatangani kesepakatan
Namun ketika berhadapan dengan persoalan, mereka tersebut.
hanya bertanggung jawab sebatas modal. Masih ingat
kisah tanggung jawab Lapindo Brantas Inc. terhadap Namun, bentuk soft law, seperti OECD Guidelines for
masyarakat Sidoarjo, Jawa Timur, kan? Bukti adanya Multinational Enterprises, yang digagas dalam World
kegagalan sistemik yang diciptakan hukum perusahaan Summit on Sustainable Development on CSR dapat
dalam menciptakan ketidakadilan secara legal. dijadikan rujukan (Calder & Culverwell, 2005).

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 8


Penerapan sertifikasi bagi korporasi yang memberikan kemanusiaan daripada perhitungan keuntungan sesaat.
produk yang ramah lingkungan, memerhatikan Walau kadang sulit sebab korporasi lihai menyuap
kehidupan yang layak bagi buruh, dan peduli terhadap penjabat negara setempat untuk mendapat izin
community development adalah acuan bagi sebuah negara beroperasi.
yang akan menerima kehadiran korporasi untuk
beroperasi di wilayahnya. Mukti Fajar ND, Dosen Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Menolak kehadiran korporasi yang mempunyai daftar
hitam adalah tindakan yang bijak dan baik untuk

CSR Layaknya Buah Simalakama


Mulyadi Sunarto
15 Agustus 2007
http://kompas.com/kompas-cetak/0708/15/opini/ 3763355.htm

peraturan yang mewajibkannya menjadi tidak relevan.


Isu tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social Di sisi lain, harus diakui bahwa proses produksi
responsibility/CSR) yang memanas dalam beberapa hari perusahaan menciptakan externality.
terakhir ini seperti layaknya buah simalakama. Betapa
tidak, sejak iklim investasi dibangun Orde Baru, Kehadiran externality melegitimasi negara untuk
perusahaan, masyarakat, dan negara hidup ber- mewajibkan perusahaan menginternalisasinya guna
dampingan tetapi relasi di antara mereka sarat dengan meminimalisasi dampak externality pada masyarakat.
konflik. Kasus Buyat, Abepura, dan Lapindo Dalam hal ini, CSR merupakan salah satu media
menunjukkan konflik tersebut. Kondisi problematik internalisasi externality. Dengan demikian, CSR bisa
ini ingin diperbaiki melalui pengesahan Undang- ditafsirkan sebagai kewajiban.
Undang Perseroan Terbatas (UU PT) yang mencakup
pasal yang mengatur CSR, tetapi justru membuatnya Pilihan pemaknaan CSR sebagai kewajiban atau
semakin kompleks. kepedulian menimbulkan implikasi yang berbeda. CSR
sebagai bentuk kepedulian tidak mungkin diatur secara
Kadin dan sejumlah asosiasi pengusaha menolak UU legal, sementara CSR sebagai kewajiban bisa diatur
itu, tetapi pemerintah tetap mengesahkannya. oleh negara.
Kekhawatiran mereka adalah UU itu menjadi sumber
legitimasi praktik pungutan liar karena peraturan itu Belajar dari Negara Lain
mencakup kewajiban bagi perusahaan untuk Implementasi CSR di beberapa negara bisa dijadikan
mengalokasikan dana CSR. Begitu seriusnya polemik referensi untuk mengurai perdebatan itu. Australia,
ini sehingga wakil presiden berusaha meredamnya Kanada, Perancis, Jerman, Belanda, Inggris, dan
dengan menyatakan agar perusahaan tidak khawatir Amerika Serikat telah mengadopsi code of conduct
pada pengelolaan CSR. CSR yang meliputi aspek lingkungan hidup, hubungan
industrial, gender, korupsi, dan hak asasi manusia
Kalau tidak hati-hati menata CSR, maka kasus (HAM). Berbasis pada aspek itu, mereka
hengkangnya PT Sony Elektronik Indonesia beberapa mengembangkan regulasi guna mengatur CSR.
tahun lalu akan terjadi lagi dalam intensitas yang lebih
besar dan ekshalasi konflik antara masyarakat dan Australia, misalnya, mewajibkan perusahaan membuat
perusahaan akan menjadi lebih panas. Kalau demikian, laporan tahunan CSR dan mengatur standardisasi
bagaimana seharusnya menata CSR? Apakah CSR lingkungan hidup, hubungan industrial, dan HAM.
layak diatur secara legal? Sementara itu, Kanada mengatur CSR dalam aspek
kesehatan, hubungan industrial, proteksi lingkungan,
Kepedulian atau Kewajiban? dan penyelesaian masalah sosial.
Kompleksitas polemik UU PT berawal dari perbedaan
perspektif menafsirkan konsep CSR. Belum ada titik Pendekatan Pengelolaan CSR
temu antara sektor privat dan negara dalam memaknai Belajar dari beberapa pengalaman di negara itu dan
CSR. Banyak perusahaan menganggap bahwa realisasi mengacu pada upaya internalisasi externality, maka CSR
CSR yang selama ini diwujudkan dalam program perlu diatur secara formal.
community development (CD) dilakukan karena kepedulian
mereka sebagai makhluk sosial (corporate citizenship). Pada konteks ini, minimal ada dua hal yang perlu
Karena CSR merupakan kepedulian, maka keberadaan diperhatikan. Pertama, secara substansial, mengacu

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 9


pada konsep externality, dasar berpijak yang rasional mungkin terulang pada UU PT yang melibatkan
untuk mengaturnya adalah memikirkan siapa yang pemangku kepentingan yang lebih kompleks.
terkena dampak externality, wilayah cakupannya,
cakupan programnya, dan pendekatan realisasi Mengacu pada kedua hal tersebut, maka aturan hukum
programnya. Dengan demikian, fokusnya bukan pada CSR sebaiknya difokuskan pada pembuatan rambu-
nominal "pundi-pundi" yang harus dialokasikan rambu realisasi CSR, tetapi pelaksanaannya
perusahaan, sebagaimana yang diatur oleh UU PT. didesentralisasi di level perusahaan. Hal ini bisa
dilakukan melalui standardisasi CSR secara partisipatif,
Kedua, secara institusional, terdapat tumpang tindih transparan, dan akuntabel yang melibatkan semua
aturan hukum yang diberlakukan dan infrastruktur pemangku kepentingan, termasuk lembaga swadaya
kelembagaan yang mendukung realisasi UU PT belum masyarakat (LSM) dan perguruan tinggi. Dengan cara
siap. UU itu overlap dengan UU Migas tahun 2001 ini, maka CSR bukan lagi merupakan buah simalakama
yang telah mengatur realisasi program CD dan yang mematikan, tetapi buah manis yang bermanfaat
reklamasi lingkungan sebagai bagian dari CSR. bagi masyarakat, negara, dan perusahaan.
Namun, peraturan itu belum bisa ditegakkan karena Mulyadi Sumarto, Dosen Fisipol dan Magister
keterbatasan dukungan kelembagaan. Ini sangat Studi Kebijakan Konsentrasi CSR UGM
 
.

Green Ads Space

Untuk mengiklankan produk yang ramah sosial dan lingkungan,


sponsorship, link ke laporan CSR perusahaan, agenda kegiatan
CSR (pelatihan, seminar, lokakarya, ekspo) atau lainnya yang
relevan silakan kontak ke media@csrindonesia.com.

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 10


Info Buku 

Membaca Upaya Yusuf Wibisono “Membedah” CSR


 
Judul Membedah Konsep dan Aplikasi Corporate Social Responsibility
Penulis Yusuf Wibisono
Penerbit Fascho Publishing, Gresik, April 2007
Halaman 163+xxvi

Jalal
Aktivis Lingkar Studi CSR
www.csrindonesia.com

Kini sudah tersedia cukup banyak tulisan dalam Bahasa lingkaran dengan tulisan merentang dari Protokol Kyoto
Indonesia mengenai CSR. Sejak CSR ramai dibicarakan hingga ISO 26000.
di ruang-ruang seminar, diskusi, lokakarya serta mulai
dipraktikkan di lebih banyak perusahaan, makin banyak Daftar isi buku itu (h. xx-xxii) memperkuat kesan
saja pihak yang menulis mengenai masalah ini. tersebut. Wibisono membagi bukunya menjadi lima
Belakangan, salah satu “berkah” kontroversi regulasi bagian, yaitu Konsep Dasar CSR; Mengaca pada Sejarah;
CSR adalah semakin meningkatnya jumlah tulisan Konsep Penerapan CSR; Membangun Kemitraan; dan
mengenai CSR di media massa. Namun, tulisan dalam Strategi dan Taktik Penerapan CSR. Dengan membaca
bentuk buku yang lengkap belumlah mudah ditemukan. judul bagian-bagian itu, mungkin kebanyakan pembaca
Memang ada beberapa terbitan Business Watch akan berharap bahwa dengan menyelesaikan buku ini
Indonesia1 atau Indonesia Center for Sustainable maka bukan saja pengetahuan dasar mengenai CSR,
Development2 yang membahas mengenai CSR, namun namun juga pengetahuan yang lebih maju akan
entah mengapa ketersediaannya sangat terbatas. Sulit diperolehnya. Harapan itu wajar, mengingat banyak pula
mencari literatur tersebut di toko-toko buku besar, pihak yang telah menuliskan pujian atas buku ini, seperti
apalagi kecil. yang tertera di sampul belakang. Tak kurang dari
seorang bupati, mantan rektor, dan akademisi penasihat
Menanggapi kelangkaan itu, Yusuf Wibisono, seorang ikatan cendekiawan menyatakan kekaguman atas buku
praktisi CSR dari PT Petrokimia Gresik menuangkan ini, dan menganjurkan untuk membacanya.
pengetahuan yang dimilikinya ke dalam buku. Dari
keterangan yang ia tuliskan, dapat dibaca bahwa “Ribuan Ketika berbicara mengenai evolusi CSR, dengan tepat
artikel telah dipelajarinya, diskusi dan sharing pengalaman Wibisono menyatakan bahwa “tidak ada jejak baku yang
dengan penggiat CSR menjadi menu hariannya” (h. 163). disepakati secara bulat tentang tahap perkembangan itu.”
Tentu, dengan pernyataan yang demikian ia hendak Memang, kalau sejumlah literatur yang membahas
menyatakan bahwa apa yang disampaikannya adalah sejarah CSR diperhatikan, tidaklah bisa ditemukan
pengetahuan yang komprehensif, yang bersumber dari kesepakatan mengenai kapan dimulainya CSR itu.
sumbang pikir banyak pihak secara langsung maupun Namun ada cukup banyak literatur yang bersetuju bahwa
tidak. Pesan bahwa buku ini berusaha menjadi all karya Howard Bowen bertajuk Social Responsibilities of the
encompassing, all embracing atau memuat “semua” hal sudah Businessman yang terbit di tahun 1953 merupakan
mulai tampak dari kulit muka yang menggambarkan tonggak sejarah modern CSR. Adalah Archie Carroll
dengan tulisannya yang terkenal Corporate Social
1 Misalnya Heyneardhi, H. 2005. Kritis Memahami CSR. Business Responsibility, Evolution of a Definitional Construct (1999)3
Watch Indonesia dan FIDES Intitute. Surakarta.; serta yang bertanggung jawab dalam menyatukan ide bahwa
Wermasubun, D. 2003. Corporate Social Responsibility. Business Bowen-lah yang pantas dianggap sebagai Bapak CSR.
Watch Indonesia. Surakarta. Wibisono tampaknya tidak mengetahuinya atau tidak
2 Budimanta, A., Prasetijo, A., dan Rudito, B. 2004. Corporate
mengakui karya Bowen sebagai awal sejarah modern
Social Responsibility, Jawaban bagi Model Pembangunan Indonesia Masa
Kini. Indonesia Center for Sustainable Development. Jakarta. CSR itu. Alih-alih, ia langsung meloncat pada karya
Ada beberapa terbitan lain dari ICSD, namun utamanya
membahas mengenai pengembangan masyarakat, bukan CSR 3Carroll, A. 1999. Corporate Social Responsibility, Evolution of a
secara utuh, misalnya Rudito, B., dkk. Akses Peran Serta Masyarakat Definitional Construct. Business and Society, Vol. 38/3.
yang terbit 2003.

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 11


Rachel Carson Silent Spring yang memang membuat Bowen di tahun 1953 sebagai titik pijak sejarah CSR
tekanan publik terhadap perusahaan meningkat dengan kuranglah tepat.
pesat (lih. Elkington dan Thorpe, 2005).4 Seandainya
Wibisono membaca karya Carroll yang sangat Dalam membicarakan definisi CSR, Wibisono jauh dari
komprehensif itu, mungkin ia akan berubah pikiran tuntas. Ia mengutip definisi CSR dari WBCSD, World
mengenai awal sejarah CSR, atau bahkan ia akan menulis Bank, CSR Forum dan EU. Sayangnya, ia berhenti di
ulang bagian Evolusi CSR-nya. situ. Tidak ada pertimbangan sama sekali yang ia
berikan, menyangkut definisi mana yang menurut para
pakar—atau setidaknya menurut ia sendiri—adalah yang
terbaik. Ia tak membahas mengenai konvergensi antara
konsep CSR dengan pembangunan berkelanjutan,
padahal ia menghabiskan cukup banyak ruang untuk
membahas pembangunan berkelanjutan. Dengan
demikian, ketika pembahasan tentang triple bottom line
(TBL, h. 32-37)—yang merupakan hasil konvergensi
itu—ia lakukan, kesinambungan ide di antara keduanya
tidak bisa dibaca dengan jelas. Malahan, yang terjadi
adalah penyempitan makna people dalam TBL dengan
menekankan pembahasan pada “masyarakat sekitar
perusahaan”. Kalau karya Elkington yang
memromosikan TBL dicermati benar, maka people di situ
lebih berarti pemangku kepentingan, yang mencakup
semua pihak yang terkena dampak dan atau memiliki
dampak terhadap pencapaian tujuan perusahaan.

Kalau saja masalah konvergensi ini dielaborasi,


Wibisono tak perlu ragu untuk memilih atau bahkan
mengeluarkan definisi CSR yang tepat, termasuk ketika
pembahasan mengenai versi Indonesianya. Ia hanya
kembali menyatakan “...dari sisi definisi, saat ini juga
Sumber: Elkington and Thorpe (2005) belum kita temui kesepakatan bakunya,...” (h. 8).
Kenyataannya, di dunia Barat yang CSR-nya sudah
Sebetulnya ada cukup banyak pihak yang tidak bersetuju berkembang beberapa dekade mendahului Indonesiapun
dengan usul Carroll itu. Sekadar contoh, Balza dan definisi yang disepakati tak pernah juga muncul. Tak
Radojicic (2004)5 menulis bahwa “… the history of social ada gunanya mencari kesepakatan itu, karena memang
concern about business is as old as business itself. It can be traced tidak akan pernah dicapai. Karya Carroll (1999) telah
back almost 5,000 years. In Ancient Mesopotamia and Greece mengajarkan bahwa CSR adalah konsep yang
were introduced codes and laws to punish severely businessmen, berkembang dengan cepat, sehingga definisinya
builders, innkeepers or farmers if their negligence caused the deaths berubah-ubah sesuai perkembangan itu. Konvergensi
of others, or major problems to general public.” Sementara dengan pembangunan berkelanjutanlah yang agaknya
Blowfield dan Frynas (2005)6 menyatakan “While membuat definisi yang relatif ajeg.
‘corporate social responsibility’ is a recent term, a preoccupation
with business ethics and the social dimensions of business activity Sudah agak lama juga Lingkar Studi CSR menggunakan
has been around for a very long time. Business practices based on definisi ”Upaya sungguh-sungguh dari entitas bisnis
moral principles and ‘controlled greed’ were advocated by pre- meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan
Christian western thinkers such as Cicero in the first century BC dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku
and their non-western counterparts such as India’s Kautilya in the kepentingan dalam ranah ekonomi, sosial dan
fourth century BC; Islam and the medieval Christian Church lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan
publicly condemned certain business practices, notably usury.” berkelanjutan” untuk CSR. Lingkar Studi CSR juga
Kutipan dari dua pustaka di atas menggambarkan bahwa berketetapan menggunakan Tanggung Jawab Sosial
sebetulnya rujukan memori pendek pada karya Howard Perusahaan—perusahaan, bukan korporasi atau dunia
usaha—sebagai padanan CSR dalam Bahasa Indonesia,
4 Elkington, J. and Thorpe, J. 2005. What Future for the Global mengingat (1) istilah ”korporasi” sesungguhnya berarti
Compact? McGill International Review. Spring. perusahaan besar, dan (2) istilah ”dunia usaha” mengacu
5 Balza, M. and Radojicic, D. 2004. Corporate Social Responsibility
pada keseluruhan situasi terkait dengan bisnis. Padahal,
and Nongovernmental Organizations. International Master’s
seluruh perusahaan—besar atau kecil—sesungguhnya
Programme in Strategy and Culture. Linkoping Universitet.
6 Blowfield, M. and Frynas, J. 2005. Setting New Agendas: Critical memiliki tanggung jawab sosial, dan tanggung jawab itu
Perspectives on Corporate Social Responsibility in the Developing World. melekat pada setiap entitas, bukan secara tanggung
International Affairs, Vol. 81/3. renteng.

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 12


Pembahasan tentang stakeholders—oleh Wibisono bagi pemenuhannya oleh perusahaan. Driscoll dan
dipadankan dengan ”para pihak”, walau tampaknya kini Starik (2004)9 kemudian menambahkan proximity sebagai
istilah yang lebih popular adalah ”para pemangku atribut penting bagi pemangku kepentingan, dengan
kepentingan”—dilakukan di Bagian Empat. Ada banyak definisi sebagai fakta kedekatan dalam ruang, waktu atau
pengetahuan bermanfaat bisa diperoleh pada bagian ini, urutan. Semakin banyak atribut di atas dimiliki oleh
terutama tentang siapa saja pihak yang biasanya orang atau kelompok, semakin signifikan posisinya
dianggap sebagai pemangku kepentingan. Sayangnya, sebagai pemangku kepentingan.
Wibisono juga tampak ”agak malas” mendiskusikan
definisinya dengan ketat. Ia mengutip Wheelen dan Kalau lingkungan alam ditimbang dengan keempat
Hunger, yang tidak diberi keterangan yang jelas kriteria itu, ia memiliki keabsahan yang sangat tinggi
sumbernya, juga karya Rhenald Kasali berjudul sebagai pemangku kepentingan perusahaan. Kalau
Manajemen Public Relations. Karya yang disebut terakhir lingkungan rusak, perusahaan tidak lagi dapat berusaha
inilah yang menjadi rujukan utama. Padahal, ada banyak darinya. Ini menandakan bahwa lingkungan memiliki
karya yang tersedia—termasuk tersedia bebas di power. Sementara legitimacy-nya diperoleh dari hukum
internet—yang bisa dirujuk untuk mendapatkan definisi positif, hukum adat dan norma lain yang menyatakan
pemangku kepentingan. Wibisono tidak merujuk pada pentingnya perlindungan atas lingkungan. Urgency
buku seminal R. Edward Freeman Strategic Management: A penyelesaian berbagai masalah lingkungan juga sangat
Stakeholder Approach (1984) sebagai karya yang tinggi, mengingat kita tidak dapat hidup kalau kerusakan
bertanggung jawab memopularkan konsep itu. Karya- alam terus terjadi. Dengan kondisinya yang mengelilingi
karya utama lainnya dalam bidang ini juga tidak dirujuk. kita semua, maka atribut proximity jelas dimiliki
Defisiensi pustaka ini menyebabkan kurang kokohnya lingkungan. Perimbangan atas keempatnya membuat
pemahaman atas konsep penting ini. Driscoll dan Starik menyatakan status lingkungan
sebagai pemangku kepentingan adalah primordial, yang
Secara singkat dapat dinyatakan bahwa perusahaan berarti “berada pada urutan pertama dalam urutan
bertanggung jawab kepada siapa pun yang terpengaruh waktu, atau primer dan fundamental.” Sementara,
oleh operasinya. Juga, demi kepentingan bisnis Wibisono tidak memasukkan lingkungan sebagai
perusahaan, sudah selayaknya perusahaan memerhitung- pemangku kepentingan perusahaan. Pembahasannya
kan pula mereka yang dapat memengaruhi operasinya. mengenai pemangku kepentingan eksternal (h. 98-103)
Dengan demikian, istilah pemangku kepentingan hanya mencakup konsumen, penyalur dan pemasok,
mengacu pada “persons and groups that affect, or are affected pemerintah, pers, pesaing, komunitas dan masyarakat.
by, an organization’s decisions, policies, and operations.”7 Dari
sini jelas bahwa istilah tersebut tidak saja merujuk Pembahasan yang mengambang atas hal-hal
kepada kelompok—seperti yang dipahami Wibisono— fundamental di atas membuat banyak hal yang dibahas
melainkan juga pada individu. dalam buku ini terkadang menjadi membingungkan.
Misalnya, pembahasan mengenai hubungan pemilik
Untuk dapat menjadi pemangku kepentingan—terutama modal dengan pemangku kepentingan yang tampak
untuk memengaruhi perusahaan—seseorang atau tidak konsisten. Ia menyatakan “...agar perusahaan bisa
sebuah kelompok harus memiliki atribut tertentu. mendatangkan manfaat sebesar-besarnya tidak saja
Menurut Mitchell, Agle dan Wood (1997),8 tiga atribut kepada para shareholder namun juga kepada stakeholders.”
yang penting adalah power, legitimacy dan urgency. Power (h. 152), yang menegaskan pendiriannya bahwa pemilik
berarti kemampuan untuk memengaruhi perusahaan dan modal bukanlah pemangku kepentingan. Padahal, pada
apabila perlu menggunakan paksaan ketika perusahaan halaman 94 ia memasukkan pemilik modal sebagai
melakukan perlawanan atas kepentingannya. Legitimacy bagian darinya. Yang benar tentu saja pemilik modal
berarti dukungan atas tindakan yang dilakukan adalah bagian dari pemangku kepentingan (ekonomi).
pemangku kepentingan terhadap perusahaan, yang bisa Contoh lain adalah pembahasan mengenai istilah
berasal dari berbagai macam nilai atau norma yang ada compliance atau kepatuhan (h. 74). Walaupun kepatuhan
di masyarakat. Sementara, urgency berarti derajat bisa saja bisa terhadap standar apapun, namun
kepentingan suatu isu atau klaim dari pemangku tampaknya jauh lebih jamak istilah itu mengacu pada
kepentingan, termasuk di dalamnya sensitivitas waktu regulasi pemerintah. Sementara, Wibisono menyatakan
bahwa pemenuhan terhadap standar-standar yang dibuat
7 Definisi ini berasal dari karya Freeman, E. 1984. Strategic oleh pasar juga termasuk ke dalam kategori kepatuhan.
Management: A Stakeholder Approach, Pitman. Menurut Lawrence, Kalau pendirian bahwa kepatuhan adalah terhadap
Weber and Post. 2005, Business and Society, istilah ini telah regulasi pemerintah diterima, maka sesungguhnya
diciptakan pada 1963, namun tidak digunakan secara luas hingga
pemenuhan standar-standar yang dibuat oleh pasar
Freeman menuliskan buku tersebut. 1963 mengacu pada tahun di
mana Stanford Research Institute menggunakan istilah itu untuk adalah termasuk ke dalam kategori beyond compliance,
pertama kali.
8 Mitchell, K., Agle, B. and Wood, D. 1997. Toward a Theory of 9 Driscoll, C. and Starik, M. 2004. The Primordial Stakeholder:

Stakeholder Identification and Salience: Defining Principles of Who and Advancing the Conceptual Consideration of Stakeholder Status for the
What Really Counts. Academy of Management Review Vol 22/4. Natural Environment. Journal of Business Ethics Vol. 49.

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 13


karena standar-standar itu biasanya melampaui apa yang dengan kutipan pendapat dari Kavei (h. 119), Tennyson
dipersyaratkan pemerintah. Hal-hal tersebut seharusnya (h. 103), serta Zadek (h. 61-63). Sementara, ada juga
dibahas dengan lebih tuntas. pendapat yang dikutip dengan panjang tanpa
menyebutkan asal sumber sama sekali, baik pada bagian
Hal lain yang sangat penting untuk diperbaiki pada edisi teks maupun daftar pustaka. Setidaknya ini bisa
mendatang—kalau memang akan terwujud—adalah ditemukan satu kali, yaitu pada paragraf terakhir h. 115
mengenai EYD, dan terutama kutipan sumber. hingga paragraf pertama h. 116. Kutipan dua paragraf
Kesalahan cetak dan ejaan dalam buku ini cukup banyak, tersebut sebetulnya diambil dari tulisan Pamadi
bahkan hampir dapat ditemukan di setiap halaman. Wibowo—kini Direktur Eksekutif Lingkar Studi CSR—
Selain itu, ada terlalu banyak istilah asing yang masih berjudul Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan Masyarakat
dipakai walau padanan Bahasa Indonesianya sudah ada. yang dimuat Koran Tempo 24 September tahun 2004.
Sebagian pembaca pasti berharap untuk memperoleh
Dalam hal kutipan, ada banyak pengarang yang dikutip kejelasan mengenai setiap sumber sehingga mereka
di bagian dalam buku ini namun tak muncul di daftar dapat belajar lebih lanjut. Memang, daftar pustaka buku
pustaka—yang disebut Wibisono sebagai Sumber ini memuat terlampau sedikit buku dan artikel,
Inspirasi (h. 155-162). Pendapat Elkington (h. 32, 64- mengingat sebetulnya Wibisono mengklaim telah
67) yang dikutip cukup panjang tidak bisa ditemukan membaca ribuan artikel terkait CSR.
sumber pustakanya di belakang. Demikian halnya juga
.

Green Ads Space

Untuk mengiklankan produk yang ramah sosial dan lingkungan,


sponsorship, link ke laporan CSR perusahaan, agenda kegiatan
CSR (pelatihan, seminar, lokakarya, ekspo) atau lainnya yang
relevan silakan kontak ke media@csrindonesia.com.

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 14


Layanan A+ CSR Indonesia 
A+ CSR Indonesia memberikan layanan jasa yang ranah jasa tersebut tidak hanya ditujukan bagi
mencakup keseluruhan cakupan CSR. Seluruh layanan perusahaan, melainkan juga bagi sektor lain Deskripsi
jasa yang diberikan ditujukan sebagai suatu upaya layanan lengkap dapat dilihat pada situs
memberikan solusi yang bersifat terpadu, www.csrindonesia.com, atau Anda bisa mengirim
komprehensif, dan sinergis. Sebagaimana keyakinan email ke alamat email office@csrindonesia.com untuk
A+ terhadap pentingnya kerjasama multipihak, maka mendapatkan profil perusahaan.
 
 
Assessment (Kajian dan Penilaian)
1. Penilaian Sosial dan Lingkungan untuk Pengambilan Keputusan Investasi (Social and Environmental
Aspects of Investment Screening).
2. Penilaian Dampak Sosial dan Lingkungan Projek (Social and Environmental Impacts Assessment).
3. Survei Data Dasar (Baseline Survey).
4. Penilaian Kebutuhan Masyarakat (Community Needs Assessments).
5. Pemetaan Isu Strategis dan Pemangku Kepentingan (Strategic Issues and Stakeholder Mapping).
6. Kajian Kebijakan dan Manajemen Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Review on CSR Policy and
Management).

Assistance (Bantuan dan Pendampingan)


1. Pengembangan Kebijakan CSR (CSR Policy Development).
2. Perencanaan Strategik CSR (CSR Strategic Planning).
3. Rekruitmen Spesialis CSR (CSR Specialist Recruitment).
4. Pengembangan Tim CSR (CSR Team Development).
5. Pelatihan Manajemen CSR (CSR Management Training).
6. Pelatihan Keterampilan Sosial untuk CSR (Social Skills Training for CSR).
7. Pendampingan Teknis Pelaksanaan Program CSR (CSR Program Technical Assistance).

Assurance (Jaminan)
1. Audit Kinerja CSR (CSR Performance Audit).
2. Pelaporan dan Publikasi Program CSR (CSR Reporting and Publication)
3. Penilaian Independen atas Rencana atau Kinerja CSR (CSR Due Diligence).

Advocacy (Advokasi)
1. Fasilitasi Hubungan dengan Pemangku Kepentingan (Stakeholder Engagement Facilitation).
2. Fasilitasi Resolusi Konflik (Alternative Dispute Resolution/ADR).
3. Pengembangan Kerjasama Tim (Team Building).
4. Perencanaan Penutupan Operasi (Exit Strategy Planning).
5. Pengembangan Strategi Komunikasi CSR (CSR Communication Strategy Development).
6. Pelaksanaan Strategi Komunikasi CSR (CSR Communication Strategy Execution).
7. Kontribusi dalam Penyebaran Wacana dan Keterampilan CSR (Contribution to CSR Discourse and
Skills).
 
 
 
Green Ads Space
Untuk mengiklankan produk yang ramah sosial dan lingkungan, sponsorship, link ke laporan CSR
perusahaan, agenda kegiatan CSR (pelatihan, seminar, lokakarya, ekspo) atau lainnya yang relevan
silakan kontak ke media@csrindonesia.com.

CSR Indonesia Newsletter Vol.1 Minggu 34 2007 15

Вам также может понравиться