Вы находитесь на странице: 1из 34

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KLINIS

ANTIOKSIDAN DAN OKSIDASI BIOLOGI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 FARMASI 5A
ADE FITHROTINNADHIROH 108102000036
BAYYINAH 108102000026
IRFAN TAUFIK 108102000011
NUR QUROTUL A’YUNI 108102000018
RATU FENI CHAERUNNISA 108102000046
RR ALVIRA WIDJAYA 108102000024
WIDYA DWI ARINI 108102000056

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA
2010
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT,
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Maha Pemberi Ilmu kepada
setiap ummatnya, dan yang telah memberikan rahmat serta Karunia-Nya serta
Nikmat yang tak pernah berujung sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
ini.

Terimakasih dan sembah sujud kepada baginda Nabi Muhammad SAW,


atas segala perjuangan yang telah membawa ummatnya dari zaman jahiliyah
hingga zaman penuh dengan ilmu pengetahuan, serta amanahnya yang tak
pernah padam hingga akhir zaman.

Dan terima kasih kami ucapkan kepada para dosen pembimbing


praktikum drh. Rr. Bhintarti Suryohastari, M. Biomed; Lina Elfita, M.Si., Apt; Zil
Hadia, M.Si., Apt; dan para staf di Lab. Biokimia UIN yang telah membimbing
kami untuk menjadi ahli ilmu. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan praktikum ini. Kami juga
menyampaikan permohonan maaf, karena dalam laporan ini terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran kami
harapkan, untuk penyempurnaan laporan ini.

Semoga laporan ini dapat bermanfaat serta dapat menambah ilmu


pengetahuan bagi yang membacanya.

Jakarta, 21 Oktober 2010

Kelompok 1 Farmasi 5A

1
Waktu : Kamis, 21 Oktober 2010
Tempat : Laboratorium Biokimia Klinis FKIK

I. TUJUAN
a. UJI OKSIDASE DALAM KENTANG DAN PENGARUH PEMBERIAN
VITAMIN C :
o Memperlihatkan proses oksidasi senyawa fenol oleh polifenol
oksidase (PPO) kentang.
o Memperlihatkan efek antioksidan vitamin C terhadap oksidasi
fenol oleh PPO kentang.

b. UJI KETENGIKAN LEMAK:


o Memperlihatkan bahwa minyak bila mengalami oksidasi dapat
menjadi tengik.

c. UJI PEROKSIDA LIPID DALAM CAIRAN BIOLOGIS


o Menetapkan kadar peroksida lipid dalam cairan biologis

II. DASAR TEORI


A. UJI OKSIDASE DALAM KENTANG DAN PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C

Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih
electron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam
(Suhartono, 2002). Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan,
yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik) (Dalimartha dan
Soedibyo, 1999). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam
jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan
efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternative yang sangat dibutuhkan (Rohdiana, 2001;
Sunarni, 2005). Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan
yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya
penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidae lipid pada makanan.

2
Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa
tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam
struktur molekulnya (Sunarni, 2005).

Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang mampu menghilangkan,


membersihkan, menahan pembentukan ataupun memadukan efek spesies
oksigen reaktif (Lautan,1997). Penggunaan senyawa antioksidan juga anti radikal
saat ini semakin meluas seiring dengan semakin besarnya pemahaman
masyarakat tentang peranannya dalam menghambat penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung, arteriosclerosis, kanker, serta gejala penuaan. Masalah-
masalah ini berkaitan dengan kemampuan antioksidan untuk bekerja sebagai
inhibitor (penghambat) reaksi oksidasi oleh radikal bebas reaktif yang menjadi
salah satu pencetus penyakit-penyakit di atas (Tahir dkk, 2003).

Fungsi utama antioksidan digunakan sebagai upaya untuk memperkecil


terjadinya proses oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses
kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri
makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta
mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Lipid peroksidasi merupakan
salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam
penyimpanan dan pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo, 2005).
Antioksidan tidak hanya digunakan dalam industri farmasi, tetapi juga digunakan
secara luas dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet dan
sebagainya (Tahir dkk, 2003).

Antioksidan dalam bahan makanan dapat berasal dari kelompok yang terdiri atas
satu atau lebih komponen pangan, substansi yang dibentuk dari reaksi selama
pengolahan atau dari bahan tambahan pangan yang khusus diisolasi dari
sumber-sumber alami dan ditambahkan ke dalam bahan makanan. Adanya
antioksidan alami maupun sintetis dapat menghambat oksidasi lipid, mencegah
kerusakan, perubahan dan degradasi komponen organik dalam bahan makanan
sehingga dapat memperpanjang umur simpan (Rohdiana, 2001).

3
Tubuh manusia menghasilkan senyawa antioksidan, tetapi jumlahnya sering kali
tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh (Sofia,
2006; Hernani dan Rahardjo, 2005). Sebagai contoh, tubuh manusia dapat
menghasilkan Glutathione, salah satu antioksi dan yang sangat kuat, hanya tubuh
memerlukan asupan vitamin C sebesar 1.000 mg untuk memicu tubuh
menghasilkan glutathione ini. Kekurangan antioksidan dalam tubuh
membutuhkan asupan dari luar. Bila mulai menerapkan pola hidup sebagai
vegetarian akan sangat membantu dalam mengurangi resiko keracunan akibat
radikal bebas. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci
utama pencegahan stress oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkan
(Sofia, 2006).

Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan enzim


meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase
(GSH.Prx). Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan
enzim. Antioksidan vitamin mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten
dan asam askorbat (vitamin C) yang banyak didapatkan dari tanaman dan hewan
(Sofia, 2006).

Sebagai antioksidan, betakaroten adalah sumber utama vitamin A yang sebagian


besar terdapat pada tumbuhan. Selain melindungi buah-buahan dan sayuran
berwarna kuning atau hijau gelap dari bahaya radiasi matahari, betakaroten juga
berperan serupa dalam tubuh manusia. Betakaroten terkandung dalam wortel,
brokoli, kentang dan tomat. Senyawa lain yang memiliki sebagai antioksidan
adalah flavonoid. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang terdapat pada
teh, buah-buahan, sayuran, anggur, bir dan kecap (Sofia, 2006). Kekurangan
salah satu komponen tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan status
antioksidan secara menyeluruh dan berakibat perlindungan tubuh terhadap
serangan radikal bebas melemah, sehingga terjadilah berbagai macam penyakit.
Pemeriksaan status antioksidan tubuh sekarang menjadi suatu piranti diagnostik
yang penting. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui pengukuran yaitu Status

4
Antioksidan total, Superoksida Dismutase dan Glutation Peroksidase sekaligus
untuk memeriksa status selenium (Wijaya, 1997).

KARAKTERISTIK FENOL

Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang
memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C 6H5OH dan strukturnya memiliki
gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil. Kata fenol juga merujuk
pada beberapa zat yang memiliki cincin aromatik yang berikatan dengan gugus
hidroksil. Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml.
Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H + dari
gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O
yang dapat dilarutkan dalam air.

Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini
dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat
melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat
bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-
satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban
negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya.

  Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam


benzoat dengan proses Raschig. Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari
oksidasi batu bara. Fenol merupakan komponen utama pada antiseptik dagang,
triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan
bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik.
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin,
pembasmi rumput liar, dan lainnya). Fenol yang terkonsentrasi dapat
mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka.

Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau


dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi

5
beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik. Fenol berfungsi dalam
pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin) pembasmi rumput liar,
dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran
kimiawi pada kulit yang terbuka.

Senyawa fenol dapat pula ditemukan di perairan. Keberadaanya dapat menjadi


sumber pencemar yang membahayakan kehidupan manusia maupun hewan air
lainnya. Batas maksimum yang diperbolehkan untuk air minum maupun air
bersih adalah 0,0002 ppm7. Berdasarkan beberapa percobaan, senyawa fenol
dengan iodium monobromida, reksinya dapat berlangsung dalam suasana asam
maupun netral. Dalam suasana netral, reaksinya berlansung lambat, yakni 85
menit pada suhu 45 oC dan 8-10 jam pada suhu kamar. Namun dalam suasana
asam kuat, reaksinya akan berlangsung cepat (hanya 10 menit).

Ketertarikan akan fenol murni dalam tubuh hewan dimulai karena adanya
penemuan fenol dalam urin kuda, sapi dan manusia. Retensi fenol dalam
jaringan hewan, paling tidak telah dumulai penelitiannya sebelum tahun 1944
oleh deMeio dan Arnolt. Dengan menggunakan media krebs’ solution dengan pH
= 7.2, phosphate buffer, 0,2 gram glukosa per 100 ml., 0,5 mg fenol dalam 100
ml. Gas phase, oxygen; waktu inkubasi, 2 jam. Volume larutan tiap, 15 ml.

Senyawa Fenol

Senyawa Fenol (C6H3OH) atau hidroksi benzena atau karbonat termasuk asam
lemak (pH 9,9), senyawa organik dengan gugus OH-, sistem cincin benzena atau
aromatik kompleks, sangat peka terhadap oksidasi enzim fenolase. Titik leleh dan
titik didih berturut-turut 41,8 – 42 0C dan 182 – 183 0C. Bersifat mudah larut
dalam air. Terdapat 592 jenis turunan fenol. Semua senyawa fenol berupa
senyawa aromatik sehingga semuanya menunjukkan serapan kuat daerah
spektrum ultra violet. Fenol terdapat pada dinding sel, apabila sel rusak, fenol
akan bereaksi dengan oksigen, lalu membentuk melanoidin berwarna coklat.
Senyawa fenol diduga berasal dari metabolisme asam amino aromatik sehingga

6
termasuk produk sekunder. Kadar fenol dalam tanaman hortikultura sangat
bervariasi tergantung varietas, musim dan lokasi penanaman, umur masak, tahap
pertumbuhan dan cara bercocok tanam, termasuk penyakit. Setelah pelukaan,
terbentuk polifenol oksidase (PPO), kemudian reaksi pencoklatan terbentuk,
karena PPO akan bebas dari fenol dan membentuk o-quinon. Kadar fenol yang
terbentuk ini akan semakin tinggi pada jaringan yang dekat di daerah luka dan
berangsur-angsur berkurang ke bagian dalam. Senyawa polifenol dan fenolat
terbentuk dimulai dari proses fotosintesa melalui terbentuknya karbohidrat yang
melalui jalur asam shikimat terjadi fenilalanin dan tirosin. Dari bentuk fenilalanin
dan tirosin satu bagian jalur akan terbentuk golongan fenilpropanoid. Asam
sinamat merupakan senyawa kunci terbentuknya berbagai fenolat lain.

Marshall et al. (2000) menyebutkan senyawa-senyawa fenolik pada tumbuhan


memiliki struktur lingkaran aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksi serta
berbagai substituen lainnya. Senyawa-senyawa ini bermacammacam jenisnya
tergantung spesies, varietas, derajat kematangan dan kondisi lingkungan.
Senyawa fenolik memiliki peran dalam menentukan warna, kekuatan jaringan,
kepahitan dan cita rasa tumbuhan. Senyawa fenolik pada bahan makanan
umumnya berjenis flavonoid. Yang paling sering ditemui adalah antosianidin,
flavonol, dan turunan asam sinamat (Castaner et al., 1996).

Polifenol Oksidase (PPO)

Enzim polifenol oksidase atau fenolase terdiri dari 2 tipe enzim, yaitu odifenol
dan p-difenol. PPO termasuk dalam golongan enzim oksidoreduktase dengan
kode EC (1.14.18.1). Angka pertama, 1, menunjukkan golongan oksidoreduktase,
angka kedua , 14, berperan pada pasangan donor dengan cara inkorporasi
oksigen ke dalam salah satu donor (hidroksilase), angka ketiga, 18, dengan
oksigen sebagai donor dan angka keempat, 1, dengan NAD dan NADP sebagai
akseptor. PPO adalah enzim oksidatif golongan protein yang mengandung logam
tembaga yang secara merata tersebar luas di dalam tanaman. Lepasnya logam

7
tersebut menyebabkan denaturasi enzim secara reversible bila kondisi kembali
normal. Enzim ini dapat mengkatalis reaksi pencoklatan dan menimbulkan
pengaruh terhadap karakteristik sensory dan nilai gizi pada sebagian besar
produk hasil pertanian, serta memiliki kaitan erat dengan pencoklatan enzimatis
pada beberapa jaringan tanaman. Di dalam Marshall et al. (2000) dinyatakan
bahwa enzim PPO mula-mula ditemukan dalam jamur dan tersebar luas di alam.
Enzim ini memainkan peran fisiologis yang penting dalam mencegah serangga
serta mikroorganisme menyerang tumbuhan serta menjadi bagian dari respon
tumbuhan terhadap serangga, mikroorganisme, dan luka. Senyawa fenol dan
PPO umumnya secara langsung berperan dalam reaksi pencoklatan enzimatis
pada sel buah, atau sayuran yang rusak, selama penanganan dan pengolahan.
Menurut Kegg (1998) PPO membutuhkan kondisi optimum didalam aktivitasnya,
seperti suhu dan pH. Menurut Kusnawijaya (1991) setiap enzim memiliki pH
optimum yaitu pH dimana aktivitas enzim tertinggi dapat tercapai. Pengujian
pengaruh Ph terhadap aktivitas enzim fenolase dilakukan dengan variasi pH 6,0;
6,5; 7,0; 7,5 dan 8,0. Kisaran pH ini didasarkan pada kisaran pH optimum enzim
fenolase yang berasal dari jamur N. crassa yaitu pada kisaran pH netral.
Perubahan pH pada enzim menunjukkan perubahan konsentrasi H+ dan OH-
disekitar enzim. Perubahan pH akan menyebabkan terjadinya perubahan ionisasi
pada gugus ionik enzim pada sisi aktifnya atau pada sisi lain yang secara tidak
langsung mempengaruhi sisi aktif enzim. pH optimum merupakan pH dimana
enzim dan substrat berada pada tingkat ionisasi yang diinginkan dimana
konformasi sisi aktif enzim sesuai dengan substrat sehingga dapat terjadi
interaksi antara enzim dengan substrat secara cepat, sehingga diperoleh aktivitas
enzimatik tertinggi. pH lingkungan dapat menyebabkan perubahan keadaan
muatan gugus-gugus fungsinal dari enzim atau substrat. Pada saat pH<7 terjadi
kelebihan ion H+ disekitar enzim dan substrat fenol akan kesulitan untuk
melepas proton (H+) sehingga elektron pada atom O akan sulit untuk berikatan
dengan atom Cu2+ pada sisi aktif enzim. Hal ini mengakibatkan interaksi enzim
dengan substrat akan terhalangi. Pada pH>7, terjadi kelebihan ion OH-

8
dilingkungan sekitar enzim, sehingga gugus Cu2+ pada sisi aktif enzim akan lebih
mudah berikatan dengan ion OH- disekitarnya sehingga akan menghalangi enzim
untuk berinteraksi dengan substrat. Kedua hal tersebut akan mengakibatkan
penurunan aktivitas enzim. Menurut Rodwel (1998) enzim disamping memiliki
pH optimum juga memilki suhu optimum dalam melakukan fungsinya, dimana
pada suhu tersebut didapat aktivitas enzim paling besar. Adanya peningkatan
suhu akan menyebabkan bertambahnya energi kinetik dari enzim maupun
substrat, sehingga akan terjadi peningkatan gerakan enzim dan substrat, hal ini
menyebabkan peningkatan peluang terjadinya tumbukan antar keduanya. Makin
besar frekuensi tumbukan molekul enzim dengan substrat, maka makin besar
peluang terjadinya interaksi antara enzim dengan substrat dan makin besar pula
peluang terbentuknya produk. Pada suhu optimum dicapai aktivitas enzim yang
optimum dan dihasilkan produk optimum. Menurut Rodwel (1998) pada suhu
yang lebih tinggi dari suhu optimum, aktifitas fenolase menurun. Pada suhu yang
terlalu tinggi, enzim dan substrat dapat mengalami perubahan konformasi
sehingga gugus aktif keduanya menjadi tidak bersesuaian, dan mengakibatkan
tidak terjadi interaksi, bahkan bila suhu terus ditingkatkan maka enzim bisa
terdenaturasi, sehingga peluang terbentuknya produk akan menurun.

Fenol yang terdapat dalam kentang akan dioksidasi oleh PPO menjadi katekol,
yang kemudian menjadi kinon. Setelah melalui kondensasi membentuk senyawa
berwarna coklat. PPO juga mengubah pirogalol menjadi purpurogalin yang
berwarna coklat. Penambahan vitamin C dapat menghamabat oksidasi fenol oleh
PPO.

B. UJI KETENGIKAN LEMAK

Lipid atau trigliserida merupakan bahan bakar utama hampir semua organisme
disamping karbohidrat. Trigliserida adalah triester yang terbentuk dari gliserol
dan asam-asam lemak.

9
Gambar 1. Struktur Asam Lemak

Asam-asam lemak jenuh ataupun tidak jenuh yang dijumpai pada trigliserida,
umumnya merupakan rantai tidak bercabang dan jumlah atom karbonnya selalu
genap. Ada dua macam trigliserida, yaitu trigliserida sederhana dan trigliserida
campuran. Trigliserida sederhana mengandung asam-asam lemak yang sama
sebagai penyusunnya, sedangkan trigliserida campuran mengandung dua atau
tiga jenis asam lemak yang berbeda. Pada umumnya, trigliserida yang
mengandung asam lemak tidak jenuh bersifat cairan pada suhu kamar, disebut
minyak, sedangkan trigliserida yang mengandung asam lemak jenuh bersifat
padat yang sering disebut lemak.

Trigliserida bersifat tidak larut dalam air, namun mudah larut dalam pelarut
nonpolar seperti kloroform, benzena, atau eter. Trigliserida akan terhidrolisis jika
dididihkan dengan asam atau basa. Hidrolisis trigliserida oleh basa kuat (KOH
atau NaOH) akan menghasilkan suatu campuran sabun K+ atau Na+ dan gliserol.
Hidrolisis trigliserida dengan asam akan menghasilkan gliserol dan asam-asam
lemak penyusunnya.

Trigliserida dengan bagian utama asam lemak tidak jenuh dapat diubah secara
kimia menjadi lemak padat oleh proses hidrogenasi sebagian ikatan gandanya.
Jika terkena udara bebas, trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh
cenderung mengalami autooksidasi. Molekul oksigen dalam udara dapat bereaksi
dengan asam lemak, sehingga memutuskan ikatan gandanya menjadi ikatan
tunggal. Hal ini menyebabkan minyak mengalami ketengikan.

10
Kelas lipida yang lain adalah steroid dan terpen. Steroid merupakan molekul
kompleks yang larut di dalam lemak dengan empat cincin yang saling bergabung.
Steroid yang paling banyak adalah sterol yang merupakan steroid alkohol.
Kolesterol adalah sterol utama pada jaringan hewan. Kolesterol dan senyawa
turunan esternya, dengan asam lemaknya yang berantai panjang adalah
komponen penting dari plasma lipoprotein.

Minyak kelapa diperoleh dari buah tanaman kelapa atau Cocos nucifera L., yaitu
pada bagian inti buah kelapa (kernel). Inti buah tanaman kelapa ini memiliki
kandungan minyak kelapa sebanyak 34% dengan kelembaban 6-8%. Kandungan
asam lemak minyak kelapa yang paling banyak adalah asam laurat C12:0 (asam
lemak jenuh).

Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang
merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada
pengolahan minyak menggunakan uap panas maka warna kuning yang
disebabkan oleh karoten akan mengalami degradasi. Warna coklat pada minyak
yang mengandung protein dan karbohidrat bukan disebabkan oleh zat warna
alamiah, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini merupakan hasil reaksi dari
senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida) dengan asam amino dari
protein, dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada minyak kelapa
disebabkan oleh zat warna dan kotoran-kotoran lainnya (Tambun, 2006).

Minyak yang tidak jenuh bila mengalami oksidasi, ikatan rangkapnya dapat
berubah menjadi peroksida lemak yang ditandai dengan terjadinya ketengiakan.
Ikatan rangkap akan mengisi iodium (I2) sehingga ikatan rangkapnya hilang.
Bersamaan dengan itu warna iodium juga akan hilang.

Pemanasan minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang
cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam
minyak. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan
menghasilkan bahan dengan rupa yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak

11
enak, serta kerusakan sebagian vitamin dan asam lemak esensial yang terdapat
dalam minyak. Kerusakan minyak karena pemanasan suhu tinggi, disebabkan
oleh proses oksidasi dan polimerisasi. Kerusakan ini dapat diuji dengan pengujian
bilangan FFA, bilangan peroksida dan uji kejernihan minyak.

C. UJI PEROKSIDA LIPID DALAM CAIRAN BIOLOGIS

Peroksida lipid merupakan reaksi berantai yang terus menghasilkan pasokan


radikal bebas sehingga terjadi reaksi-reaksi peroksidasi berikutnya.

Keseluruhan proses tersebut dapat diganbarkan sebagai berikut:

1. Inisiasi

Xo+ RH → Ro + XH

Pada tahap ini dengan adanya oksigen bebas akan terjadi pengambilan atom H
dari PolyUnsaturated Fatty Acid (PUFA) yang terdapat pada membran sel
sehingga menyebabkan kerusakan pada sel.

2. Propagasi

Ro+ O2 → ROOo

ROOo + RH → ROOH + Ro , dan seterusnya

Hasil dari reaksi ini akan menjadi inisiator baru untuk bereaksi dengan PUFA yang
lain sehingga menghasilkan produk radikal baru.

3. Terminasi

ROOo + ROOo → ROOR + O2

ROOo + Ro → ROOR

Ro + Ro → RR

Tahap ini mengkombinasikan dua radikal menjadi suatu produk non radikal
(Murray dkk., 2000).

12
Metode Evaluasi Nilai Biologis Lemak

Parameter yang digunakan untuk mengevaluasi nilai biologis lemak, antara lain:
1. Bilangan peroksida
2. Bilangan TBA
3. Bilangan iod
4. Kadar asam lemak trans dan asam lemak esensial
5. Profillipid darah(total kolesterol, trigliserida, HDL, LDL)
6. Kadar TBARS menunjukkan tingkat oksidasi lemak
7. Pengujian daya hipokolesterolemik in vitro
8. Pengujian kapasitas pengikatan asam empedu atau kolesterol in vitro
9. Kadar asam empedu sekum
 Bilangan iod

Bilangan iod menggambarkan derjat ketidakjenuhan lemak/minyak. Asam-asam


lemak tidak jenuh pada minyak/lemak mempunyai kemampuan mengabsorpsi
sejumlah iod, terutama bila dibantu dengan suatu ’carrier’ seperti iodin klorida
atau iodin bromida, membentuk suatu senyawa yang jenuh. Jumlah iod yang
diabsorpsi menunjukkan ketidak-jenuhan lemak/minyak.

Ke dalam sejumlah sampel minyak/lemak ditambahkan iod berlebih. Kelebihan


iod dititrasi dengan natrium tiosulfat sehingga iod yang diabsorpsi oleh
minyak/lemak dapat diketahui jumlahnya. Bilangan iod didefinisikan sebagai
jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak/lemak.

 Bilangan Peroksida

Penentuan bilangan peroksida biasanya didasarkan pada pengukuran sejumlah


iod yang dibebaskan dari kalium iodida melalui reaksi oksidasi oleh peroksida
pada suhu ruang di dalam medium asam asetat/kloroform.

 Bilangan TBA

13
Asam 2-tiobarbiturat (TBA) bereaksi dengan malonaldehid membentuk warna
merah. Malonaldehid adalah produk degradasi lipid teroksidasi

 Kadar asam lemak trans dan asam lemak esensial

Pengukuran kadar keduanya dapat dilakukan dengan metode HPLC

 Profil lipid darah

Lipid darah meliputi kadar trigliserida(TG), kadar total kolesterol(TK), kadar HDL
dan kadar LDL. Kadar TG, TK dan HDL pada plasma/serum dapat diukur dengan
menggunakan kit reagen komersial. Kit komersial berisi sejumlah enzim-enzim
spesifik yang mengubah substrat menjadi kromofor, sehingga kadarnya dapat
diukur dengan spektrofotometri.

KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) SEBAGAI INDIKATOR PEROKSIDASI LIPID

MDA terbentuk dari peroksidasi lipid (lipid peroxidation) pada membran sel yaitu
reaksi radikal bebas (radikal hidroksi) dengan Poly Unsaturated Fatty Acid
(PUFA). Reaksi tersebut terjadi secara berantai, akibat akhir dari reaksi rantai
tersebut akan terbentuk hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida tersebut dapat
menyebabkan dekomposisi beberapa produk aldehid yang bersifat toksik
terhadap sel dan berbeda panjang rantainya, antara lain MDA, yang merupakan
salah satu aldehid utama yang terbentuk (Edyson, 2003) (Gambar 2). Pengukuran
kinetika peroksidasi lipid secara in vitro dapat dilakukan dengan mengukur
berapa banyak oksigen yang dibutuhkan. Ada beberapa metode yang dapat
digunakan, salah satunya TBA (Thiobarbituric Acid) reactivity test, yang dapat
dilakukan baik secara in vivo maupun in vitro. Tes ini didasarkan pada reaksi
kondensasi antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBA pada kondisi
asam. Hasilnya adalah pigmen berwarna merah yang dapat diukur pada panjang
gelombang 532 nm (Gambar 3). Jumlah MDA yang terdeteksi menggambarkan
banyaknya peroksidasi lipid yang terjadi (Josephy, 1997).

14
MDA merupakan suatu produk akhir peroksidasi lipid, yang biasanya digunakan
sebagai biomarker biologis peroksidasi lipid dan menggambarkan derajat stres
oksidatif.

Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki sebuah elektron yang
tidak berpasangan di orbit luarnya (unpaired electron). Zat ini sangat reaktif, dan
struktur yang demikian membuat radikal bebas cenderung “mencuri” atau
mengekstraksi satu elektron dari molekul lain di dekatnya untuk melengkapi dan
selanjutnya mencetuskan reaksi berantai yang dapat mengakibatkan cedera sel.

Oksidan adalah senyawa penerima elektron (electron acceptor), yaitu senyawa


yang dapat menarik elektron. Sering dibaurkan pengertian antara radikal bebas
dan oksidan, karena keduanya memiliki sifat-sifat yang sama yaitu
kecenderungan untuk menarik elektron (penerima elektron). Aktivitas keduanya
menghasilkan akibat yang sama walaupun prosesnya berbeda, oleh karena itu
radikal bebas digolongkan dalam oksidan, namun tidak setiap oksidan adalah
radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan oksidan yang
bukan radikal bebas, dikarenakan sifat radikal bebas memiliki reaktivitas tinggi
dan kecenderungan membentuk radikal yang baru sehingga terjadi reaksi rantai
(chain reaction) dan akan berhenti apabila dapat diredam (quenched) oleh
antioksidan.

Strategi yang digunakan anti-oksidan dalam meredam oksidan adalah strategi 2


tahap, yaitu:
1. Mencegah terhimpunnya senyawa-senyawa oksidan secara berlebihan
2. Mencegah reaksi rantai berlanjut

Asam lemak jenuh jamak (PUFA) dapat mengalami proses peroksidasi menjadi
peroksida lipid yang kemudian mengalami dekomposisi menjadi malondialdehid
(MDA). MDA akan membentuk senyawa berwarna merah muda bila direaksikan
dengan asam tiobarbiturat (TBA). Jumlah MDA yang terbentuk dapat diketahui

15
berdasarkan kemampuan penyerapan cahaya pada A532 nm. Jumlah MDA yang
terbentuk dapat menggambarkan proses peroksidasi lipid.

Pengukuran kadar MDA serum dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu
sebagai berikut :

1. Tes thiobarbituric acid-reactive subtance (TBARS)

Dasar pemeriksaan adalah reaksi spektrofotometrik sederhana, dimana satu


molekul MDA akan terpecah menjadi 2 molekul 2-asam thiobarbiturat. Reaksi ini
berjalan pada pH 2-3. TBA akan memberikan warna pink-chromogen yang dapat
diperiksa secara spektrofotometrik. Tes TBA selain mengukur kadar MDA yang
terbentuk karena proses peroksidasi lipid juga mengukur produk aldehid lainnya
termasuk produk non-volatil yang terjadi akibat panas yang ditimbulkan pada
saat pengukuran kadar MDA serum yang sebenarnya. Kadar MDA dapat
diperiksa baik di plasma, jaringan maupun urin.

Beberapa metode pengukuran TBA adalah sebagai berikut :

a. Pengukuran reaksi TBA


1) Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri
Pengukuran reaksi TBA dengan metode kolorimetri dengan
spektrofotometer merupakan kadar MDA yang paling sering dilakukan.
Metode yang digunakan adalah metode Yagi. Metode ini mudah
dilakukan akan tetapi bersifat tidak spesifik oleh karena mengukur
produk aldehid lainnya.
2) Pengukuran reaksi TBA dengan metode fluorosens
Metode ini memiliki keunggulan dibanding metode kolorimetri oleh
karena tidak terganggu oleh beberapa substansi produk reaksi TBA yang
larut air. Pemeriksaan dilakukan dengan metode spektrofluorometri.

16
b. Pengukuran MDA-TBA dengan HPLC (High Performance Liqiud
Chromatography)

Metode ini secara spesifik dapat mengukur kompleks MDA-TBA, sehingga


pengukuran kadar MDA lebih akurat. Namun demikian metode ini
membutuhkan kondisi asam dengan suhu tinggi sehingga tetap ada
kemungkinan terbentuknya MDA yang bukan karena peroksidasi lipid.

2. Pengukuran kadar MDA serum bebas dengan metode HPLC (High


Performance Liqiud Chromatography)

Merupakan metode pengukuran kadar MDA serum yang paling sensitif dan
spesifik. MDA bukan produk yang spesifik dari proses peroksidasi lipid sehingga
dapat menimbulkan positif palsu yang berakibat nilai duga positif yang rendah,
dan telah dilaporkan dapat meningkatkan spesifisitas pada pemeriksaan kadar
MDA serum

17
III. ALAT DAN BAHAN

- Ekstrak kentang
- Larutan fenol 1%
- Larutan pirogalol 1%
- Larutan vitamin c
- Minyak kelapa
- Minyak kelapa yang telah dipanaskan berulang
- Kalium iodide
- Hemolisat darah
- Larutan asam trikloroasetat (tca) 10%
- Larutan tba 0,67%

IV. CARA KERJA

Uji oksidasi dalam kentang dan pengaruh pemberian vitamin C

1. Pembuatan ekstrak kentang :


a. Kentang dikupas dan di cuci bersih
b. kemudian di blender dengan ditambahkan air
c. Setelah itu, disaring dan diambil ekstraknya
2. Disiapkan 4 tabung reaksi
3. Tabung 1 : dimasukkan 5ml ekstrak kentang + 10 tetes larutan fenol 1%
4. Tabung 2 : dimasukkan 5ml ekstrak kentang + 10 tetes larutan vitamin C +
10 tetes larutan fenol 1%
5. Tabung 3 : dimasukkan 5ml ekstrak kentang + 10 tetes larutan pirogalol
6. Tabung 4 : dimasukkan 5ml ekstrak kentang + 10 tetes larutan vitamin C
+ larutan pirogalol 1%.
7. Semua tabung dikocok
8. Di perhatikan perubahan warna yang terjadi

18
Uji Ketengikan Lemak

1. Disiapkan 2 tabung reaksi


2. Tabung 1 di isi dengan 0,5ml minyak kelapa baru
3. Tabung 2 di isi dengan 0,5ml minyak kelapa yang telah dipanaskan
berulang
4. Kemudian ke dua tabung di teteskan KI (Kalium Iodida) sampai terbentuk
warna cokelat yang menetap.
5. Dihitung volume KI yang digunakan

Uji Peroksida Lipid dalam Cairan biologis

1. Pengambilan darah (darah Irfan)


2. Darah di lisiskan (darah+aquadest secukupnya)
3. Pembuatan uji 1, uji 2 dan blanko :
a. Uji 1 : 1 ml hemolisat darah + 2 ml larutan TCA 10%
b. Uji 2 : 1 ml hemolisat darah + 2 ml larutan TCA 10%
c. Blanko : 1 ml aquadest + 2 ml larutan TCA 10%
4. Ketiga tabung di aduk (di vortex) dan di sentrifugasi (4000 rpm) selama 1
menit
5. Kemudian di ambil lapisan supernatan
6. Ke tiga tabung ditambahkan 3 ml larutan TBA 0,67%
7. Semuanya di didihkan selama 10 menit, lalu dinginkan
8. Kemudian baca serapan masing-masing tabung, yaitu uji 1, uji 2 dan
blanko pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 532 nm.

19
V. HASIL PENGAMATAN
A. UJI OKSIDASE DALAM KENTANG DAN PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C
Dengan tablet Vitamin C

TABUNG
BAHAN
1 2 3 4
Ekstrak kentang 5 mL 5 mL 5 mL 5 mL
- Gue gak - Gue gak
Tablet. Vitamin C
tau vir :D tau vir :D
Lar. Fenol 10% 10 tetes 10 tetes - -
Lar. Pirogalol 1% - - 10 tetes 10 tetes
Merah orange Coklat tua Coklat
HASIL
kecoklatan muda

Dengan larutan Vitamin C

TABUNG
BAHAN
1 2 3 4
Ekstrak kentang 5 5 5 5
Lar. Vitamin C - 10 tetes - 10 tetes
Lar. Fenol 10% 10 tetes 10 tetes - -
Lar. Pirogalol 1% - - 10 tetes 10 tetes
Orange Orange Coklat tua Coklat tua
kecoklatan kecoklatan pekat tidak pekat
HASIL
(pekat) (tidak
pekat)

20
Uji oksidase dalam kentang dengan penambahan tablet vitamin C

Penggerusan tablet Pelarutan tablet

Vitamin C dalam bentuk tablet

kiri ke kanan ekstrak kentang


 fenol 1%
 vit C + fenol 1%
Pembuatan ekstrak kentang (ekstrak kentang  pirogalol 1%
tanpa penambahan  vit C + lar.pirogalol 1%
apa-apa)  Sesuai prosedur

kiri ke kanan ekstrak kentang


 fenol 1%
 fenol 1% + vit C
(ekstrak kentang percobaan tabung 4
 pirogalol 1%
tanpa penambahan (sesuai & tidak sesuai prosedur)
 lar.pirogalol 1% + vit C
apa-apa)
 tidak sesuai prosedur

Gb. Gb. percobaan tabung 2


(sesuai & tidak sesuai prosedur)

Dari kiri-kanan : percobaan kelompok 2 dan


percobaan kelompok 3  sesuai prosedur

21
Uji oksidase dalam kentang dengan penambahan vitamin C cair

Proses pencampuran Setelah di blender Penyaringan

Ekstrak kentang Ekstrak kentang + Vit C Ekstrak kentang + fenol

Sebelum dikocok Setelah dikocok


Ekstrak kentang +
pirogalol

22
B. UJI KETENGIKAN LEMAK

Jumlah iodium 0,01 M


No. Bahan
Percobaan 1 Percobaan 2
1 Minyak kelapa baru 40 tetes 41 tetes
2 Minyak kelapa sudah dipanaskan 35 tetes 36 tetes

Tabung Bahan Hasil

Minyak baru yang


sudah ditetesi larutan
1
iodid

minyak yang sudah


digunakan /dipanaskan
2 berulang ditambahi
larutan iodida

23
C. UJI PEROKSIDA LIPID DALAM CAIRAN BIOLOGIS

Diketahui: Perhitungan kadar MDA :

ε = 153.000 Mˉ¹ cmˉ¹ A


MDA=
ε
A Uji 1 = 0,044 A
0,044
A Uji 2 = 0,025 A MD A1= =2,9 ×10−7
153.000
A Blanko = 0,032 A 0,025
MD A2= =1,6 ×10−7
153.000
0,032
MD A B= =2,1× 10−7
153.000

Hemolisat darah Hemolisat Hemolisat darah Hemolisat darah +


dimasukkan ke ditambah TCA TCA divortex
dalam tabung

Hasil vortex Hemolisat darah + Hasil sentrifugasi Pemisahan


tabung 1, tabung TCA setelah di supernatan dan
2 dan blanko sentrifugasi endapan
hemolisat darah

Supernatan yang telah diambil + TBA Supernatan + TBA dipanaskan


VI. PEMBAHASAN

A. UJI OKSIDASE DALAM KENTANG DAN PENGARUH PEMBERIAN VITAMIN C


Kentang (Solanum tuberosum) mudah sekali mengalami pencoklatan (browning),
bila penenganannya kurang baik, salah satu factor yang mempengaruhi adalah

24
asam askorbat, tirosin, enzim polifenol oksidase dan oksigen yang tersedia.
Reaksi pencoklatan dapat terjadi melalui dua proses yaitu proses pencoklatan
enzimatik, disebabkan adanya enzim PPO dan tirosin yang berperan sebagai
substrat sedangkan proses non enzimatis disebabkan karena reaksi Meillard,
karamelisasi atau oksidasi asam askorbat. Proses pencoklatan yang terjadi akan
mengurangi kualitas produk dan menurunkan minat konsumen. Proses
pencoklatan sebenarnya dimulai dari kentang yang dikupas, dipotong-potong,
oksidasi asam askorbat, senyawa phenol seperti senyawa tirosin sebagai
substrat, akan dikatalisis enzim PPO menjadi quinon dan berpolimerisasi
membentuk o quinon, sehingga menghasilkan warna kecoklatan. Penentuan
asam askorbat dalam varietas kentang digunakan untuk proses penghambatan
pencoklatan kentang atau proses browning (inhibitor) dan metoda Murshell Soil
Colour Chart digunakan untuk menentukan asam askorbat, aktivitas enzim PPO
dan perubahan warna kentang.

Pada pratikum uji oksidase dalam kentang ini bertujuan untuk mengetahui
proses oksidasi senyawa fenol oleh polifenol olsidase (PPO) dan juga untuk
memperlihatkan efek antioksidan vitamin C terhadap oksidasi fenol oleh PPO
kentang. Bahan yang digunakan untuk praktik ini adalah tablet vitamin C dan
sediaan vitamin C dalam bentuk cair.

Pada uji oksidase yang pertama menggunakan tablet vitamin C. Pada tabung 1
(ekstrak kentang+fenol) terjadi perubahan warna pada ekstrak kentang menjadi
merah kecoklatan. Hal ini menunjukkan adanya reaksi oksidasi senyawa fenol
oleh enzim yang dimiliki kentang yaitu Polifenol Oksidase (PPO). Fenol diubah
menjadi katekol oleh PPO, kemudian menjadi kinon. Terbentuknya warna coklat
pada reaksi tersebut dikarenakan proses kondensasi pada reaksi tersebut. Pada
tabung 2 (ekstrak kentang+vit.C+fenol), terjadi perubahan warna pada ekstrak
kentang menjadi warna orange. Warna coklat yang seharusnya terbentuk pada
penambahan fenol dihambat oleh adanya vitamin C. Pada tabung 3 (ekstrak
kentang + larutan pirogalol 1%) terjadi perubahan warna pada ekstrak kentang

25
menjadi warna coklat tua. Hal ini membuktikan bahwa enzim PPO pada kentang
mengubah pirogalol menjadi purpurogalin. Dan Pada tabung 4 (ekstrak kentang +
vit.C + pirogalol) terjadi perubahan warna menjadi warna coklat muda.
Purpurogalin tidak terbentuk karena dihambat oleh vitamin C.

Pada uji oksidasi yang kedua menggunakan sediaan vitamin C dalam bentuk cair.
Pada tabung 1 (ekstrak kentang+fenol) terjadi perubahan warna pada ekstrak
kentang menjadi orange-coklat pekat. Hal ini menunjukkan adanya reaksi
oksidasi senyawa fenol oleh enzim yang dimiliki kentang yaitu Polifenol Oksidase
(PPO). Fenol diubah menjadi katekol oleh PPO, kemudian menjadi kinon.
Terbentuknya warna coklat pada reaksi tersebut dikarenakan proses kondensasi
pada reaksi tersebut. Pada tabung 2 (ekstrak kentang + vit.C + fenol), terjadi
perubahan warna pada ekstrak kentang menjadi warna orange-kecoklatan tidak
pekat. Warna coklat yang seharusnya terbentuk pada penambahan fenol
dihambat oleh adanya vitamin C. Pada tabung 3 (ekstrak kentang + larutan
pirogalol 1%) terjadi perubahan warna pada ekstrak kentang menjadi warna
coklat tua pekat. Hal ini membuktikan bahwa enzim PPO pada kentang
mengubah pirogalol menjadi purpurogalin. Dan Pada tabung 4 (ekstrak kentang +
vit.C + pirogalol) terjadi perubahan warna menjadi warna coklat tua tidak pekat.
Purpurogalin tidak terbentuk karena dihambat oleh vitamin C.

Penambahan fenol bertujuan untuk membuktikan aktivitas enzim PPO terhadap


fenol, yaitu merubah fenol menjadi katekol, yang kemudian berubah menjadi
senyawa kinon. Uji yang menggunakan tablet vitamin C setelah ditambahkan
fenol warna yang terbentuk yaitu warna orange, sementara pada uji yang
menggunakan vitamin C sediaan cair warna yang terbentuk yaitu orange
kecoklatan tidak pekat.

Sedangkan penambahan pirogalol bertujuan untuk membuktikan aktivitas enzim


PPO terhadap pirogalol, yaitu merubah pirogalol menjadi purpurogalin. Uji yang
menggunakan tablet vitamin C setelah penambahan pirogalol warna yang

26
terbrntuk yaitu warna coklat muda, sementara pada uji yang menggunakan
vitamin C sediaan cair warna yang terbentuk yaitu coklat tua tidak pekat.

Penambahan vitamin C bertujuan untuk menghambat reaksi oksidasi yang


diakibatkan oleh enzim PPO yang terdapat pada ekstrak kentang, yang dibuktikan
dengan perubahan warnanya, yaitu menjadi tidak pekat. Dari hasil percobaan
tersebut terlihat perbedaaan perubahan warna pada ekstrak kentang antara
pemberian tablet vitamin C dengan vitamin C sediaan cair. Warna tersebut
menunjukkan bahwa aktivitas anti oksidan yang dihasilkan oleh tablet vitamin C
lebih baik dari pada vitamin C sediaan cair. Hal ini diduga disebabkan oleh
beberapa faktor, diantaranya kadar vitamin C yang terkandung pada tiap 5mL
tablet yang dilarutkan lebih tinggi dari pada vitamin C sediaan cair. Konsentrasi
vitamin C dari tiap sediaan yang digunakan berbeda. Pada uji yang menggunakan
tablet vitamin C digunakan 2 tablet (@500 mg) yang dilarutkan dalam ± 50 ml
aquadest. Hal ini berarti tiap 5 ml mengandung 100 mg vitamin C. Sedankan
konsentrasi vitamin C dari sediaan dalam bentuk cair mengadung vitamin C 1000
mg dalam 140 ml air. Berarti tiap 5 ml mengadung 35.71 mg vitamin C. Jadi
jelaslah terlihat bahwa kadar vitamin C yang terdapat pada tablet yang dilarutkan
lebih tinggi dari pada sediaan vitamin C cair. Sehingga semakin besar konsentrasi
yang digunakan maka semakin tinggi pula aktivitas anti oksidan nya.

B. UJI KETENGIKAN LEMAK


Penentuan bilangan peroksida merupakan salah satu jenis uji ketengikan yang
dilakukan dalam percobaan kali ini. Bilangan peroksida sendiri mempunyai arti
yaitu, bilangan yang ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan dari
KI melalui reaksi oksidasi oleh peroksida dalam lemak/minyak. Bilangan
peroksida menunjukkan terjadinya suatu reaksi oksidasi yang terjadi pada
minyak atau lemak yang dipanaskan dan adanya kontak minyak dengan udara.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan
pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada
ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Tujuan dari penentuan
bilangan peroksida adalah untuk mengetahui tingkat kerusak minyak, dimana

27
kerusakn ini diakibatkan oleh reaksi oksidasi yang menghasilkan peroksida, asam
lemak, aldehid dan keton.

Kerusakan lemak atau minyak yang utama adalah timbulnya bau tengik yang
disebut proses ketengikan. Ketengikan pada kebanyakan lemak atau minyak
menunjukkan bahwa kebanyakan golongan trigliserida tersebut telah teroksidasi
oleh oksigen dalam udara bebas. Asam-asam lemak bebas dapat dihasilkan dari
proses oksidasi lemak atau minyak. Pemanasan akan mengakibatkan adanya
proses oksidasi antara lemak atau minyak dengan oksigen, selanjutnya proses
oksidasi akan membentuk peroksida-peroksida dan terurainya asam-asam lemak
yang disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta
asam-asam lemak bebas.

Proses oksidasi dapat terjadi bila ada kontak antara minyak atau lemak dengan
oksigen. Oksidasi ini terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada
suhu kamar sampai suhu 100°C, setiap 1 ikatan tidak jenuh dapat mengabsorbsi
2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil.
Oksidasi dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida dengan
peningkatan oksigen pada ikatan rangkap pada asam lemak tidak jenuh.
Kenaikan bilangan peroksida merupakan salah satu indikator dan peringatan
bahwa produk sebentar lagi akan berbau tengik dan mengalami kerusakan. Pada
saat produk yang mengandung minyak atau lemak berbau tengik, bilangan
peroksida turun karena akan terurai . Pembentukkan peroksida juga mempunyai
korelasi dengan tipe dan jumlah radikal bebas dalam lemak serta kecepatan
proses oksidasinya tergandung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan.
Kandungan gula yang tinggi dapat berperan untuk menghambat porses
timbulnya reaksi oksidasi dan ketengikan. Proses ketengikan sangat dipengaruhi
oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat
terjadinya oksidasi sedangkan antioksidan akan menghambatnya.

Pada percobaan ini kami menggunakan 2 sampel sebagai perbandingan yang


dilakukan duplo untuk masing-masing minyak, yaitu minyak kelapa dan minyak

28
yang telah dipanaskan berulang - ulang ( telah digunakan ). Masing - masing 0.5
ml minyak kelapa dan 0.5 ml minyak kelapa yang telah digunakan, ditetesi kalium
Iodida. Masing - masing tetesan dihitung, hingga terbentuk warna coklat yang
menetap. Ketika ditetesi pertama, ternyata minyak kelapa menghabiskan 40
tetes KI hingga terbentuk warna coklat menetap yang kedua minyak kelapa
menghabiskan 41 tetes KI hingga terbentuk warna coklat menetap. Sedangkan
untuk minyak yang digunakan berulang pertama menghabiskan 35 tetes KI
hingga terbentuk warna coklat menetap dan pada percobaan yang kedua minyak
yang digunakan berulang menghabiskan 35 tetes KI hingga terbentuk warna
coklat menetap. Hal ini dipengaruhi oleh Ikatan rangkap yang mengalami oksida.

Dapat dikatakan bahwa minyak kelapa memiliki ikatan rangkap yang lebih
banyak. Ikatan rangkap yang teroksidasi akan mengadisi Iodium (I2) sehingga
ikatan rangkapnya hilang (kondisi jenuh). Iodium merupakan salah satu senyawa
yang memiliki keelektronegatifitas tinggi. Kondisi ini menjadi dasar bahwa iodine
mudah bereaksi dengan asam lemak, yaitu asam lemak tidak jenuh. Iodin dapat
menyebabkan adanya reaksi adisi pada ikatan rangkap lemak. Sementara,
minyak yang telah digunakan berkali kali telah mengalami penjenuhan.
Kerusakan minyak karena pemanasan berulang-ulang disebabkan oleh proses
oksidasi dan polimerisasi. Akibatnya, ikatan rangkapnya banyak berkurang
(putus/hilang) sehingga ketika dioksidasi lagi, jumlah tetesan KI yang digunakan
lebih sedikit untuk membentuk warna coklat yang menetap. Tengiknya suatu
larutan karena golongan trigliserida banyak teroksidasi oleh oksigen dalam udara
bebas

C. UJI PEROKSIDA LIPID DALAM CAIRAN BIOLOGIS


Pada percobaan ini mengkombinasikan uji kuantitatif dalam penentuan kadar
lipid yang dilakukan dengan cara, yaitu dengan penentuan bilangan TBA dan
penentuan angka peroksida. Pada penentuan bilangan TBA berdasarkan pada
reaksi oksidasi lipid yaitu akan menghasilkan hidroperoksida. Hidroperoksida
memiliki sifat dapat terurai menjadi senyawa yang lebih kecil, seperti aldehid.

29
Aldehid dapat menimbulkan bau yang tidak enak pada lemak atau lipid seperti
bau tengik. Salah satu cara untuk mengetahui adanya aldehid adalah dengan
mereaksikan lemak atau lipid dengan TBA. Sedangkan pada penentuan angka
peroksida berdasarkan lipid yang teroksidasi akan membentuk senyawa
hidroperoksida, yang kadarnya bisa dilihat dari bilangan peroksida.

Pada percobaan ini, cairan biologis yang digunakan adalah hemolisat Darah, yaitu
3ml darah yang baru diambil kemudian dilisiskan dengan penambahan air
sebanyak 1ml. Pada hemolisat darah ini terdapat Asam Lemak tak jenuh jamak
(PUFA). Apabila PUFA mengalami peroksidasi maka akan terbentuk peroksida
Lipid. kemudian mengalami proses Dekomposisi menjadi Malonaldehid (MDA ).

Kami melakukan percobaan dengan membuat uji 1, uji 2 dan blanko. Untuk uji 1
dan uji 2 masing-masing diambil 1 ml hemolisat darah kemudian ditambahkan 2
ml TCA 10% (pastikan kondisi TCA dalam keadaan dingin) dan kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Penggunaan TCA disini yaitu untuk proses
pengendapan protein pada darah agar terpisah sempurna dari supernatannya.
Campuran tersebut kemudian divortex 2000rpm selama 1 menit untuk
menghomogenkan darah dan larutan TCA, setelah itu di sentrifugasi 4000rpm.
Kemudian supernatannya diambil lalu ditambahkan TBA 0.67% sebanyak 3 ml
(untuk penentuan bilangan TBA). Fungsi larutan TBA yaitu untuk mendeteksi
MDA bebas dan mengukurnya dalam system lipid peroksida. MDA bila
direaksikan dengan larutan TBA juga mengakibatkan terbentuknya warna merah
muda karena persyaratan Analisis menggunakan UV-Vis Spektrofotometer yaitu
harus mempunyai gugus kromofor. Akan tetapi, bila Bahan tidak mempunyai
gugus kromofor dan tidak berwarna, maka perlu ditambahkan pereaksi
perwarna. Pada prakteknya warna yang terbentuk seharusnya merah muda,
tetapi ternyata supernatant berwarna kuning. Setelah ditambahkan larutan TBA
0,67% kemudian campuran tersebut dididihkan selama 10 menit. Hal ini
dilakukan untuk mempercepat proses degradasi peroksida lipid menjadi MDA.
Sehingga MDA bebas yang berada dalam system lipid peroksidasi mudah
terdeteksi. Kemudian didinginkan, dan dilakukan pembacaan serapan pada λ532

30
nm dengan Spektrofotometri UV-Vis tipe Single Beam(penentuan angka
peroksida yang diketahui dari jumlah MDA yang mempunyai kemampuan
penyerapan cahaya pada λ532 nm).

Nilai absorban yang dihasilkan pada sampel uji 1 adalah 0,044 dan kadar MDA-
nya yaitu 2,9 x 10-7 M-1 cm-1, untuk sampel uji 1 diperoleh absorban 0,025 dan
kadar MDA-nya yaitu 1,6 x 10-7 M-1 cm-1, dan pada blanko diperoleh absorban
0,032 dan kadar MDA-nya yaitu 2,1 x 10-7 M-1 cm-1. Pada sampel uji 2 kadar
MDA yang diperoleh lebih kecil dari nilai kadar MDA pada blanko. Hal ini
disebabkan pada prakteknya kuvet yang digunakan hanya 2, sedangkan
perhitungan kadar yang dilakukan 3x. Sehingga ada kemungkinan pada
perhitungan kadar sampel uji 2 kuvet yang digunakan kurang bersih karena
sebelumnya kuvet tersebut digunakan untuk perhitungan kadar uji 1 yang
mempengaruhi pada pembacaan serapan cahaya.

31
VII. KESIMPULAN
 Suatu proses Oksidasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna menjadi
coklat pada kentang dan lipid. Pada Lipid reaksi oksidasi juga ditandai
adanya bau tengik karena Hidroperoksida memiliki sifat dapat terurai
menjadi senyawa yang lebih kecil, seperti aldehid. Aldehid dapat
menimbulkan bau yang tidak enak pada lemak atau lipid seperti bau tengik.
 Proses oksidasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian Anti
Oksidan, seperti penambahan vitamin C.
 Vitamin C tablet lebih efektif daripada vitamin C dalam bentuk cair dalam
menghambat proses oksidasi pada ekstrak kentang.
 Iodine mudah bereaksi dengan tidak jenuh karena iodium memiliki
keelektronegatifitas tinggi. Iodin dapat menyebabkan adanya reaksi adisi
pada ikatan rangkap lemak.
 Minyak kelapa membutuhkan KI yang lebih banyak untuk menimbulkan
warna yang coklat karena minyak kelapa memiliki ikatan rangkap yang lebih
banyak. Ikatan rangkap yang teroksidasi akan mengaddisi Iodium (I2)
sehingga ikatan rangkapnya hilang ( kondisi jenuh ).
 Minyak yang telah digunakan berkali-kali, telah mengalami penjenuhan.
Akibatnya, ikatan rangkapnya banyak berkurang ( putus/hilang). Sehingga,
ketika dioksidasi lagi, jumlah tetesan KI yang digunakan lebih sedikit untuk
membentuk warna coklat yang menetap.
 Pada percobaan ini mengkombinasikan uji kuantitatif dalam penentuan
kadar lipid yang dilakukan dengan cara, yaitu dengan penentuan bilangan
TBA dan penentuan angka peroksida.
 Kadar serapan yang terbentuk pada sampel uji 1 diperoleh kadar MDA yaitu
2,9 x 10-7 M-1 cm -1, pada sampel uji 1 diperoleh kadar MDA yaitu 1,6 x 10-
7 M-1 cm -1, dan pada blanko diperoleh kadar MDA yaitu 2,1 x 10-7 M-1 cm
-1.
 Jumlah kadar MDA yang terbentuk menggambarkan proses peroksidasi lipid

32
VIII. DAFTAR PUSTAKA

Girindra, A. 1986. Biokimia I. Gramedia, Jakarta.

Lehninger, A. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan Maggy Thenawidjaya.


Erlangga, Jakarta

Muray , Robert K. 2009. Biokimia Harper edisi 27 , EGC : Jakarta.

Tim Penyusun Bagian Biokimia FKUI. 2005. Biokimia: Eksperimen Laboratorium.


Jakarta: W

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH015d.dir/doc.pdf

http://www.chem-is-
try.org/artikel_kimia/berita/antioksidan_dan_radikal_bebas/

http://www.scribd.com/doc/24002965/LAPORAN-STABILITAS-MINYAK

www.rismaka.net/2009/06/uji-lipid.html

http://xa.yimg.com/kq/groups/20875559/932235840/name/modul12.pdf

http://etd.eprints.ums.ac.id/6090/1/K100050059.pdf

http://eprints.undip.ac.id/18343/1/Nahwa_Arkhaesi.pdf

33

Вам также может понравиться