Вы находитесь на странице: 1из 5

ENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT

Diposkan oleh ella elly di 09:40

Dasar Teori

Absorpsi didefinisikan sebagai masuknya obat dari tempat pemberiannya ke dalam


plasma. Kecuali pemberian I.V. dan inhalasi, hampir semua obat harus masuk ke dalam
plasma sebelum mencapai tempat kerjanya dan oleh karena itu obat harus mengalami
absorpsi lebih dahulu. Terdapat beberapa cara pemberian obat yaitu : 1. Sublingual, 2. Per
oral, 3. Per rectal, 4. Pemakaian pada permukaan epitel ( kulit, kornea, vagina, mukosa
hidung ), 5. Inhalasi, 6. Suntikan ( subkutan, intramuskuler, dan intratekal ).
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi adalah
membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna ,
yang seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer.Dengan
demikian , agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan
lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air).
(Farmakologi dan Terapi edisi 5, 2007)
Absorpsi obat melalui saluran cerna :
Sublingual. Absorpsi obat langsung melalui rongga mulut kadang-kadang diperlukan
bilamana respons yang cepat sangat diperlukan, terutama bila obat tersebut tidak stabil pada
keadaan Ph lambung atau dimetabolisme oleh hepar dengan cepat.
Per oral. Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan. Beberapa obat
( misalnya: alcohol dan aspirin ) dapat diserap dengan cepat dari lambung, tetapi kebanyakan
obat diabsorpsi sebagian besar melalui usus halus. Absorpsi obat melalui usus halus,
pengukuran yang dilakukan terhadap absorpsi obat baik secara in vivo maupun secara in
vitro, menunjukan bahwa mekanisme dasar absorpsi obat melalui usus halus ini adalah secara
transfer pasif. Di mana kecepatan obat ditentukan oleh derajat ionisasi obat dan lipid
solubilitas dari molekul obat tersebut.
Pemberian obat secara rectal dapat dipakai baik untuk mendapatkan efek local
maupun untuk efek sistemik. Obat –obat yang diabsorpsi melalui rectum masuk ke sirkulasi
sistemik tanpa melalui hepar. Hal ini dapat mengguntungkan bagi obat-obat yang dengan
cepat menjadi inaktif bila melewati hepar (missal : progesterone, tetosteron . alas an lain
memberikan obat secara rectal adalah untuk menghindari efek iritasi obat pada lambung
( misalnya : obat antiradang ). Cara ini dapat juga digunakan untuk pasien yang muntah-
muntah atau pasien yang tidak bias menelan pil atau tablet. Absorpsi obat melalui rectum ini
sering bersifat irregular dan tidak sempurna, serta banyak juga obat yang mengiritasi mukosa
rectum.
Pemberian obat perkutan. Kebanyakan obat sangat sedikit yang dapat diabsorpsi
melalui kulit yang utuh, karena kelarutan dalam lemak obat-obat tersebut terlalu rendah.
Dalam praktek klinik pemberian obat pada kulit dilakukan terutama bila diperlukan efek local
pada kulit. Namun absorpsi yang cukup bias juga terjadi dan menyebabkan efek sistemik.
Pemberian obat secara suntikan intravena. Pemberian obat secara intravena adalah
cara yang paling cepat dan paling pasti. Suatu suntikan tunggal intravena akan memberikan
kadar obat yang sangat tinggi yang pertama-tama akan mencapai paru-paru dan kemudian ke
sirkulasi sistemik. Kadar puncak yang mencapai jaringan tergantung pada kecepatan suntikan
yang harus diberikan secara perlahan-lahan sekali. Obat-obat yang berupa larutan dalam
minyak dapat menggumpalkan darah atau dapat menyebabkan hemolisa darah, karena itu
tidak boleh diberikan secara intravena.
Pemberian obat suntikan subkutan. Suntikan subkutan hanya bias dilakukan untuk
obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi terhadap jaringan karena akan menyebabkan rasa
sakit hebat, bnekrosis dan pengelupasan kulit. Absorpsi melalui subkutan ini dapat pula
bervariasi sesuai dengan yang diinginkan.
Pemberian suntikan intramuskuler ( IM ). Obat- obat yang larut dalam air akan
diabsorbsi dengan cepat setelah penyuntikan IM. Umumnya kecepatan absorpsi setelah
penyuntikan pada muskulus deloid atau vastus lateralis adalah lebih cepat dari pada bila
disuntikkan pada gluteus maximus. Pemberian suntikan intra-anterial. Kadang-kadang obat
disuntikan ke dalam sebuah arteri untuk mendapatkan efek yang terlokalisir pada jaringan
atau alat tubuh tertentu. Tetapi nilai terapi cara ini masih belum pasti. Kadang-kadang obat
tertentu jug a disuntikan intraarteri untuk keperluan diagnosis. Sutikan intraarteri harus
dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli. Pemberian suntikan intratekal. Dengan cara ini
oabt langsung disuntikkan ke dalam ruang subaraknoid spinal. Suntikan intratekal dilakukan
karena banyak obat yang tidak dapat mencapi otak, karena adanya sawar darah otak.
( dr.sjamsuir munaf,1994 )
Pemberian suntikan intra-peritonial. Rongga peritoneum mempunyai permukaan absorpsi
yang sangat luas sehingga obat dapat masuk ke sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini
banyak digunakan di laboratorium tetapi jarang digunakan di klinik karena adanya bahaya
infeksi dan perlengketan peritoneu.
( dr.sjamsuir munaf,1994 )
Pembahasan
Absorbsi merupakan pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-
tempat tertentu pada organ ke dalam aliran darah. Dimana dipengaruhi beberapa factor yakni
cara pemberian obat dan bentuk sediaan. Pada percobaan kali ini dilakukan empat cara yaitu
peroral, subkutan, intraperitonial, intramuscular. Kecepatan absorbsinyapun berbeda pada
masing-masing cara pemberian yang dapat menunjukan keefektifan obat tersebut.
Pada percobaan ini digunakan mencit sebagai hewan uji karena disamping harganya
yang ekonomis, dapat dilihat pula dari keekonomisan jumlah luminal yang diberikan pada
volume pemberiaanya. Sebelumnya mencit harus mengalami praperlakuan yakni dipuasakan
yang bertujuan agar setiap mencit memiliki aktivitas enzim yang sama selain itu agar tidak
menghalangi bahan obat diserap dalam tubuh.
Pada percobaan ini menggunakan luminal atau Phenobarbital yang sifatnya larut
dalam lemak. Dalam peraktek kali ini menggunakan dosis 80 mg. obat ini akan mencapai
MEC (Minimal Effective Consentration) tertinggi sehingga mencit akan tertidur dan akan
bangun lagi karena secara farmakokinetik golongan obat barbiturate yaitu fenobarbital itu
larut dalam lemak, saat keadaan plasma meningkat obat di lepaskan jadi mencitnya tidur,
tetapi saat keadaan plasma menurun, obat tetap tertimbun dalam lemak jadi mencit bangun
begitu seterusnya. Fenobarbital memiliki sifat redistribusi yaitu efek kalau pada mencit,
setelah efek anestesi hilang, obat akan di keluarkan dari depot lemak secara perlahan, itu
yang membuat mencit bangun tidur kembali.
Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang berpengaruh
juga terhadap onset dan durasi. Pada literature dijelaskan bahwa onset paling cepat adalah
intraperitonial, intramuscular, subkutan, peroral. Hal ini terjadi karena :
• Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam
pembuluh darah.
• Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat akan terhalang
oleh lemak sebelum terabasorbsi.
• Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.
• Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena
melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti protein plasma.
Dan durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial, intramuscular, subkutan.
Hal ini terjadi karena :
• Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak factor
penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih
cepat.
• Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan
lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak
sehingga durasinya agak cepat.
• Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan konstan dan
lebih tahan lama.
• Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama disbanding
intramuscular.
Di lihat dari rata-rata waktu onset dan durasi, sangat terlihat jelas bahwa terdapat
perbedaan pada masing-masing cara pemberian. maka memastikannya dilakukan dengan uji
stastistik analisa varian satu jalan karena di sini hanya terdapat satu variable yakni cara
pemberian. melalui uji anava didapatkan ada perbedaan onset antar kelompok pada pengaruh
cara pemberian obat terhadap absorbs sehingga dilakukan uji anava. Maka Pada onset di
dapatkan hasil rata-rata untuk intraperitonial 19,8 , intramuscular 26, subkutan 96,6 , dan
untuk peroral 337,2( urutan sesuai dengan teoritis yang ada). Sedangkan pada durasi
didapatkan hasil untuk peroral 70,6 , intraperitonial 205,8 ,intramuscular 224, subkutan
609,6. (urutan sesuai dengan teoritis yang ada).

Dan dari uji pasca anava tersebut didapatkan hasil bahwa: Pemberian peroral
dengan intraperitonial, dan pemberian peroral dengan intramuscular memiliki perbedaan yang
signifikan karena peroral akan melalui saluran cerna yang memiliki rute panjang dan banyak
factor penghambat sedangkan intraperitonial langsung masuk dalam pembuluh darah dan
intramuscular mengandung cukup lemak untuk mengabsorbsi obat.

Dengan adanya variasi onset dan durasi dari tiap-tiap cara pemberian dapat
disebabkan oleh beberapa hal, meliputi:

• Kondisi hewan uji dimana masing-masing hewan uji sangat bervariasi yang meliputi
produksi enzim, berat badan dan luas dinding usus, serta proses absorbsi pada saluran cerna.

• Factor teknis yang meliputi ketetapan pada tempat penyuntikan dan banyaknya volume
pemberian luminal pada hewan uji.
Cara pemberian obat dapat mempengaruhi onset dan durasi dimana hubungannya
dengan kecepatan dan kelengkapan absorbsi obat. Kecepatan absorbs obat di sini
berpengaruh terhadap onsetnya sedangkan kelengkapan absorbs obat berpengaruh terhadap
durasinya misalnya lengkap atau tidaknya obat yang berikatan dengan reseptor dan apakah
ada factor penghambatnya.

Dari percobaan yang telah diamati, masing-masing cara pemberian memiliki


keuntungan dan kerugian. Pada peroral keuntungannya mudah pemberiannya dan lebih aman,
kerugiannya adalah efeknya lama karena melalui saluran cerna dan bias terjadi inaktivasi obat
dihati. Pada intraperitonial keuntungannya efek yang dihasilkan sangat cepat, kerugiannya
memiliki resiko yang sangat besar karena obat tidak dapat dikeluarkan bila terjadi kesalahan.
Pada intramuscular dan subkutan keuntungannya absorbsi yang terjadi relative cepat,
sedangkan kerugian pada subkutan adalah hanya digunakkan untuk obat yang tidak
mengiritasi jaringan.

Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

• Cara pemberian obat yang berbeda-beda dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat
sehingga berpengaruh pada onset dan durasi.
• Onset paling cepat adalah intraperitonial,intramuscular,subcutan, peroral.
• Durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial, intramuscular, subcutan.
• Obat ideal adalah obat dengan onset cepat dan durasi panjang.
• Cara pemberianyang memberikan onset dan durasi yang paling baik adalah intraperitonial

Вам также может понравиться