Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Abstract
Ampo is one of nature material that by public benefit as remover bitter taste at papain leaf. Ability of ampo in
adsorption of bitter taste of papain leaf indicates that ampo has adequate surface area causing is concluded
that ampo potency as adsorbent. Usage of ampo nature directly as adsorbent has constraint that is when
staying in water would be brittle and swelling as a result ability of the adsorption not optimal. To increase
ability of the adsorption and resilience in water hence done modification ampo with pilarisation method.
Pilarisation is done with interkalation polioksokation Fe3+ into between interlayers ampo then is calcination.
At research is studied hydrolysis ratio influence OH/Fe { 1 ; 15; 2 ; 25} at Fe/ampo 2 with calcination
temperature 400 oC during 4 hour. Product of Fe2O3 pillared ampo will be characterized of physical
properties that is basal spacing using X-ray difraction, surface area with surface area analyzer NOVA 2000
using BET method, pore size distribution analysis with two method are De Boer and Modified Horvath
Kawazoe, structural morphology with SEM and adsorption capacities methyl violet with Langmuir isotherm
model. Result of research indicates that pilarisation can increase surface area for ratio OH/Fe [ 1= 19.68; 15=
38.86; 2 = 65.53 and 2.5 = 57.67] m2/g, surfacea area ampo 34.0273 m2/g. At comparison [ OH/Fe = 2]
shows higher value from all variables with basal spacing 15.79 oA, surface area 99.5618 m2/g, pore diameter
4.815 oA and total pore volume 61.02 cc/g. Structural morphology from SEM indicates that surface structure
pillared ampo to be more porous than ampo without pillar.
Keywords: Ampo, Pillared ampo, pillarization, hydrolisise.
PENDAHULUAN
letak geografis dan posisinya dalam lapisan tanah.
Ampo merupakan bahan galian yang terletak
Menurut Mohamed (2000), komposisi marl terdiri
diantara lapisan tanah dan memiliki sifat yang unik
dari kalsium karbonat dan lempung.
yaitu keras seperti batu pada keadaan kering dan
Kemampuan ampo dalam menjerap rasa pahit
kekerasannya akan hilang ketika berada dalam air.
pada daun pepaya adalah indikasi bahwa ampo
Ampo terdapat di beberapa daerah di Indonesia yaitu
memiliki surface area yang memadai sehingga
Wonogiri, Wonosobo, Yogyakarta, Tegal, Pemalang
disimpulkan ampo berpotensi sebagai adsorben.
Brebes, Tuban, Bali dan Lombok. Sebutan ampo
Penggunaan ampo secara langsung dari alam sebagai
berbeda di setiap daerah, di Jawa Tengah, Jawa Timur
adsorben mempunyai kendala yaitu ketika berada
dan Bali menyebutnya ampo, di Lombok Nusa
dalam air akan rapuh dan mengembang. Akibatnya
Tenggara Barat khususnya suku Sasak menyebutnya
kemampuan adsorbsinya tidak optimal dan ketahanan
tanah katen. Ampo oleh masyarakat dimanfaatkan
dalam air rendah. Sifat mengembang ini disebabkan
sebagai camilan, obat penurun panas dan mencegah
oleh kandungan mineral lempung dalam ampo yaitu
gatal-gatal serta digunakan sebagai penghilang rasa
montmorillonite, nontronite, vermikulit, paligorskite
pahit pada daun pepaya (Yoesfile, 2007). Pemakaian
dan sepiolit (Ouhadi dan Yang, 2003, Frydman dkk.,
ampo secara tradisional kurang menguntungkan jika
2006).
ditinjau dari segi ekonomi. Hal ini dapat dibuktikan,
Untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi dan
ampo dengan mudah dapat diperoleh di pasar
ketahanan dalam air, maka dilakukan modifikasi ampo
tradisional dengan harga yang murah. Untuk
dengan metode pilarisasi. Pilarisasi merupakan
mengubah ampo menjadi material yang lebih berguna
interkalasi agen pemilar berupa kation polyhidroksi
dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi maka
logam ke dalam struktur material berlapis dilanjutkan
dilakukan suatu upaya rekayasa teknologi dengan
kalsinasi untuk menghasilkan oksida logam yang
melihat potensi yang dimilikinya.Dalam ilmu tanah
stabil (Karamanis dan Assimakopoulus, 2007).
ampo dikenal dengan nama marl atau napal
Beberapa faktor yang berpengaruh pada pilarisasi
.Komponen penyusun napal atau marl dipengaruhi
yaitu kosentrasi ion logam, derajat hidrolisis
(OH/Metal), rasio metal/clay, suhu dan waktu Perubahan jarak antarlapis silikat dalam ampo
pilarisasi serta suhu dan waktu kalsinasi (Sychev dkk., akibat masukknya agen pemilar polihidroksi kation
2000). Penelitian pilarisasi ampo belum pernah besi akan menyebabkan perubahan karakteristik
dilakukan, sehingga untuk memperbaiki karakteristik seperti basal spacing, luas permukaan spesifik,
dan kinerja ampo sebagai adsorben perlu dilakukan distribusi ukuran pori, dan gambar morfologi struktur
penelitian. Ampo memiliki kandungan mineral permukaan. Pada penelitian ini karakteristik dilakukan
montmorillonite dan nontronite yang bersifat dengan pengukuran basal spacing menggunakan alat
mengembang dan menyusut menyerupai clay, X-Ray Difraction (XRD), perhitungan luas permukaan
sehingga diyakini bahwa ampo dapat dipilar. Pada spesifik menggunakan metode BET, distribusi ukuran
penelitian ini pilarisasi ampo mengikuti metode pori dengan metode De Boer dan Modified Horvath-
pilarisasi clay. Pemilaran dilakukan dengan Kawazoe. Gambar morfologi struktur permukaan
menginterkalasikan kation polihidroksi besi ke dalam dianalisis menggunakan Scanning Electron
antarlapis silikat lempung pada ampo dilanjutkan Microscope (SEM).
proses kalsinasi untuk menghasilkan pilar oksida besi Metode yang digunakan untuk menentukan luas
(Fe2O3). Ampo yang telah dimodifikasi selanjutnya permukaan material padatan didasarkan pada
dikarakterisasi seperti basal spacing, luas permukaan fenomena lapis jamak yang berlangsung pada
spesifik, distribusi ukuran pori serta gambar morfologi temperature tetap. Brunauer, Emmett dan Teller
permukaan. Karakterisasi juga dilakukan pada ampo (BET) dalam Do (1998) mengusulkan suatu
tanpa pilar dengan perlakuan yang sama sebagai persamaan adsorpsi isotermis, dengan mengambil
pembanding. Penelitian ini bertujuan membuat ampo asumsi bahwa permukaan zat padat tidak akan tertutup
terpilar Fe2O3 dan mengetahui pengaruh rasio secara sempurna selama tekanan uap jenuh belum
hidrolisis OH/Fe terhadap karakteristik ampo terpilar tercapai. Persamaan BET dituliskan dalam Persamaan
dan membandingkannya dengan ampo tanpa pilar.
LANDASAN TEORI
P 1 C 1 P
Ampo terpilar didefinisikan sebagai turunan (1.
dari montmorillonite dan nontronite pada ampo yang V(Po - P) Vm.C Vm.C Po
kation-kationnya telah ditukarkan dengan kation-
kation yang berukuran besar dan kation-kation Distribusi ukuran pori merupakan aspek
tersebut berfungsi sebagai pilar atau tiang di antara penting dari adsorpsi dan diperlukan dalam evaluasi
lapisannya. Pada penelitian ini ampo terpilar dibuat media berpori serta membran. Pada penelitian ini,
dengan proses interkalasi agen pemilar yang diperoleh bentuk pori pada ampo diperkirakan berbentuk slit,
melalui hidrolisis FeCl3.6H2O dengan NaOH ke ada dua metode yang digunakan yaitu :
dalam antarlapis silikat lempung pada ampo. 1. Metode De Boer
Mekanisme pemilaran ini melalui pertukaran kation De Boer mempelajari secara ekstensif pore size
antar kation polihidroksi besi dengan kation lain distribution dan menyederhanakan metode
seperti Na+, K+, Ca+ yang terdapat dalam lempung perhitungannya untuk bentuk pori yang berbeda
pada ampo, selanjutnya dikalsinasi untuk membentuk menggunakan perhitungan statistik ketebalan
pilar oksida logam (Fe2O3). Terbentuknya pilar oleh lapisan film dan jari-jari pori.
molekul Fe2O3 menjadikan antarlapis silikat akan Persamaan-persamaan yang digunakan pada
terhalangi oleh adanya molekul tersebut karena metode ini sebagai berikut (Do, 1998).
molekul yang terbentuk mempunyai ukuran relative
lebih besar dari molekul asalnya. Pemilaran antarlapis 0, 4050, 2798 1 2 0,068 d t
silikat lempung pada ampo dengan Fe2O3 ditampilkan t d
Po
2
.... (2
dalam Gambar 1. log10
d 2t P
1 2
0, 4050,3222 t d 0, 2966exp0,569d exp1,137t
log10
Po
P
Dengan d adalah jarak antara lapisan dan t
adalah ketebalan adsorbed layer. Keduanya
mempunyai satuan nm. Hubungan ketebalan adsorbed
layer dengan P/Po dinyatakan dengan Persamaan (3).
Po 0,1399
log10 2 0,034 t 1 nm
P t
g Po 0,1611 m
log10 2 0,1682exp(1,13.t) t 0,55nm
Gambar 1. Proses Pemilaran (Yang, 2003) P t
g ( ) t m
Prosedur perhitungan pore size distribution sebagai METODE PENELITIAN
berikut : Penelitian dibagi dalam tiga tahap yaitu
Pengambilan data (V dan P/Po) persiapan bahan baku yaitu ampo dan bahan
Menghitung t menggunakan Persamaan (3) pendukung yaitu agen pemilar, pilarisai dimulai dari
untuk tiap segmen tekanan. interkalasi, pencucian, pemanasan dan interkalsi,
Menghitung (d) menggunakan Persamaan (2) tahap terakhir yaitu karakterisasi ampo terpilar yang
Membuat grafik antara (dV/dd) versus (d). dihasilkan dan sebagai pembanding juga dilakukan
pada ampo tanpa pilar.
2. Metode Modified Horvath-Kawazoe HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode ini diterapkan pada perhitungan Kajian yang akan dibahas berupa pengaruh
distribusi pori berbentuk slit menggunakan data parameter penelitian yaitu perbandingan Fe/ampo,
isotherm adsorpsi pada normal boiling point adsorbat rasio OH/Fe dan suhu kalsinasi terhadap kualitas
(Rege dan Yang, 2000 ; Yang, 2003). Adsorbat yang ampo terpilar yang dihasilkan. Keberhasilan pilarisasi
digunakan dalam penentuan distribusi ukuran pori dilakukan dengan melakukan krakterisasi meliputi
yaitu nitrogen pada titik didih yaitu 77 K. Pada proses basal spacing, luas permukaan, distribusi ukuran pori
perhitungan metode ini, memperhatikan susunan dan gambar morfologi permukaan.
adsorbat dalam slit yang secara detail ditunjukkan 1. Basal spacing
pada Gambar 2. Jika 1≤ M ≤ 2, hanya ada satu layer Pemilaran ampo dengan besi oksida (Fe2O3
molekul yang dapat diakomodasi oleh pori slit seperti didasarkan pada interkalasi agen pemilar yang berupa
yang ditunjukkan dalam Gambar 2.a. Pada kasus ini, kompleks kation logam besi ke dalam antarlapis silikat
masing-masing molekul adsorbat akan berinteraksi ampo. Proses kimia yang terlibat dalam interkalasi
dengan dinding pori dari adsorben. Energi interaksi adalah pertukaran kation. Menurut Cheng dan Yang
untuk monolayer ini dinotasikan sebagai 1(z). Situasi 1995, sifat-sifat agen pemilar dapat dikontrol dengan
akan berbeda jika M ≥ 2, tiga kasus yang mungkin proses hidrolisis. Variasi rasio OH/Fe pada Fe/ampo 2
terjadi pada situasi ini dapat diilustrasikan pada dengan suhu kalsinasi 400 oC dan sebagai pembanding
Gambar 2. b, c dan d , dimana dua layer yang berbeda juga diujikan pada ampo tanpa pilar. Hasil analisis
dapat divisualisasikan. Tipe pertama merupakan dua disajikan dalam gambar 3 dan 4.
layer adsorbat dimana satu sisi adsorbat berinteraksi Hasil analisis pengukuran ampo menggunakan
dengan dinding pori adsorben dan sisi yang lain XRD menunjukkan terdapat puncak 2 = 5.814o dan
berinteraksi dengan adsorbat yang lain (gambar 2.b). 2 = 19.817o yang merupakan puncak dari nontronite
a b c d
Gambar 2. Susunan adsorbat dalam pori adsorbent berbentuk slit (Rege dan Yang, 2000:
Yang, 2003)
Type kedua, satu layer adsorbat yang kedua sisinya dan montmorillonite. Selain puncak tersebut muncul
berinteraksi dengan layer adsorbat yang lain. Jika pula puncak 2 = 14.939o untuk puncak magnesium
jarak kedua atom pada interaksi nol pada sistem chloride hidroxide (MgClOH) dan 2 = 20.835o
adsorbat-adsorben dinyatakan dengan s sedangkan merupakan puncak calcite (CaCO3). Pada 2 =
pada sistem adsorbat-adsorbat dinyatakan sebagai A. 20.835o dan 2 = 26.643o menunjukkan adanya
Jarak antara dua molekul adsorbat dinyatakan dengan mineral kuarsa [SiO2].
dA seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. c dan d. Gambar 3 menunjukkan bahwa ampo kalsinasi 400 oC
Energi interaksi pada tipe pertama dinyatakan dengan terjadi collapse pada struktur antarlapis silikat ditandai
2(z) dan energi interaksi pada tipe kedua dinyatakan dengan hilangnya puncak 2 = 5.814o untuk mineral
dengan 3(z). montmorillonite dan nontronite yang merupakan basal
spacing tertinggi pada ampo. Untuk ampo terpilar 2 : Pola difragtogram yang ditampilkan mirip sehingga
2 : 400 oC mengalami pergeseran nilai 2 menjadi 5.6o sangat sulit untuk melihat perubahan tinggi pilar yang
dengan basal spacing sebesar 15.76875 oA. Hal ini terbentuk untuk variasi OH/Fe. Untuk mengetahui
mengindikasikan bahwa dengan pilarisasi dapat perubahan jarak antarlapis pada ampo terpilar dapat
meningkatkan basal spacing yang merupakan salah dilihat dari hasil analisis difragtogram berupa basal
satu indikator keberhasilan pilarisasi selain itu spacing seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 dan 2.
pilarisasi juga dapat menjaga kestabilan terhadap Tabel 1 Basal spacing variasi OH/Fe pada Fe/ampo 2
panas. Perubahan basal spacing ini mengindikasikan suhu 400 oC
bahwa telah terjadi interkalasi agen pemilar ke dalam No OH/Fe Basal spacing (oA)
antar lapis silikat pada ampo dan setelah kalsinasi 1 0.0 10.05291
terbentuk pilar oksidasi besi (Fe2O3sebagai 2 0.5 11.34137
penyangga diantara lapisan ampo.
2 2
Gambar 3. Difragtogram ampo dan ampo terpilar 2 2 400 oC
2 2
I 2 1.5 400 oC 2 2.5 400 oC
n
t
e
n
s
i
t
a
s
2 2
Gambar 4. Difragtogram ampo terpilar variasi OH/Fe
Tabel 2 Basal spacing variasi OH/Fe pada 70.00
Ampo Wonosobo
Fe/ampo 2 suhu 400 oC Ampo terpilar 2 1
60.00 Ampo Terpilar 2 1.5
Basal spacing Ampo Terpilar 2 2
1 0.0 10.05291
V [cc/g]
40.00
2 0.5 11.34137
3 1.0 14.60881 30.00
4 1.5 14,99271
20.00
5 2.0 15.76575
6 2.5 15.12330 10.00
Rasio OH/Fe 0.5 dengan basal spacing
11.34137 oA merupakan nilai terkecil dari 0.00
perbandingan variabel tersebut hal ini 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00
0.0500
kapasitas adsorpsi paling kecil. Perhitungan luas
0.0400
permukaan dan distribusi ukuran pori didasarkan pada
data adsorpsi-desorpsi isoterm gas N2. Adsorpsi 0.0300
Isoterm untuk rasio OH/Fe pada suhu kalsinasi 400 oC 0.0200
diilustrasikan pada Gambar 5.
0.0100
Gambar 5 memperlihatkan bahwa proses adsorpsi
isoterm ampo tanpa pilar menggambarkan monolayer 0.0000
sedangkan pada ampo terpilar menunjukkan 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00
multilayer. Pola adsorpsi ini sesuai dengan dengan drata-rata [nm]
mekanisme isoterm BET yaitu diawali dengan
terjadinya satu lapis kemudian dengan peningkatan metode Modified Horvath Kawazoe.
tekanan relatif, lapisan kedua dan seterusnya terbentuk Gambar 6. Distribusi ukuran pori menggunakan
secara merata sampai keadaan jenuh tercapai. Pada metode De Boer
ampo terpilar dengan tekanan relatif yang sama Distribusi ukuran pori memberikan gambaran
kemampuan menjerap N2 lebih banyak dibandingkan tentang ukuran pori pada suatu material. Pada kedua
metode yang digunakan memberikan pola yang ataupun mesopori. Jarak terkecil antara lapisan-lapisan
hampir sama dalam penggambaran penyebaran tersebut dapat mempengaruhi pengaturan molekul-
ukuran pori dalam ampo. Gambar 4.12 dan 4.13 molekul pengisi ruang antar lapis (Bergaya dkk, 1995;
menunjukkan lebih dari satu puncak yang Negara, 2005 ).
menggambarkan bahwa dalam ampo terpilar memiliki
lebih dari satu ukuran pori atau disebut bimodal.
Pembentukan pori baru akibat pilarisasi terjadi pula
pada penelitian yang dilakukan oleh Hutson dkk
(1999) tentang pilarisasi clay menggunakan bahan
pemilar Al2O3. Luasan daerah di bawah kurva
distribusi ukuran pori menunjukkan volume pori hal
ini sesuai dengan Hutson dkk. (1999), menyatakan
bahwa integrasi dari luasan daerah di bawah kurva
distribusi ukuran pori menggambarkan volume pori,
sehingga dapat disimpulkan bahwa volume pori ampo
terpilar lebih besar dari pada ampo pada kedua metode
yang digunakan.
3.0E-02
2.5E-02
2.0E-02
1.5E-02
1.0E-02
5.0E-03
0.0E+00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00
Leff rata-rata [nm]
Gambar 7 Distribusi ukuran pori menggunakan
metode Modified Horvath Kawazoe