Вы находитесь на странице: 1из 7

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI AMPO TERPILAR BESI OKSIDA

[KAJIAN RASIO HIDROLISIS AGEN PEMILAR (OH/Fe]

Yuliani. HR1, Imam Prasetyo2 , Agus Prasetya2


1] Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Ujung Pandang,
Jl. Urip Sumoharjo KM.10 Tamalanrea Makassar 90112 [Sul-Sel]
2] Jurusan Teknik Kimia, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Email : yulihr07@yahoo.com

Abstract
Ampo is one of nature material that by public benefit as remover bitter taste at papain leaf. Ability of ampo in
adsorption of bitter taste of papain leaf indicates that ampo has adequate surface area causing is concluded
that ampo potency as adsorbent. Usage of ampo nature directly as adsorbent has constraint that is when
staying in water would be brittle and swelling as a result ability of the adsorption not optimal. To increase
ability of the adsorption and resilience in water hence done modification ampo with pilarisation method.
Pilarisation is done with interkalation polioksokation Fe3+ into between interlayers ampo then is calcination.
At research is studied hydrolysis ratio influence OH/Fe { 1 ; 15; 2 ; 25} at Fe/ampo 2 with calcination
temperature 400 oC during 4 hour. Product of Fe2O3 pillared ampo will be characterized of physical
properties that is basal spacing using X-ray difraction, surface area with surface area analyzer NOVA 2000
using BET method, pore size distribution analysis with two method are De Boer and Modified Horvath
Kawazoe, structural morphology with SEM and adsorption capacities methyl violet with Langmuir isotherm
model. Result of research indicates that pilarisation can increase surface area for ratio OH/Fe [ 1= 19.68; 15=
38.86; 2 = 65.53 and 2.5 = 57.67] m2/g, surfacea area ampo 34.0273 m2/g. At comparison [ OH/Fe = 2]
shows higher value from all variables with basal spacing 15.79 oA, surface area 99.5618 m2/g, pore diameter
4.815 oA and total pore volume 61.02 cc/g. Structural morphology from SEM indicates that surface structure
pillared ampo to be more porous than ampo without pillar.
Keywords: Ampo, Pillared ampo, pillarization, hydrolisise.

PENDAHULUAN
letak geografis dan posisinya dalam lapisan tanah.
Ampo merupakan bahan galian yang terletak
Menurut Mohamed (2000), komposisi marl terdiri
diantara lapisan tanah dan memiliki sifat yang unik
dari kalsium karbonat dan lempung.
yaitu keras seperti batu pada keadaan kering dan
Kemampuan ampo dalam menjerap rasa pahit
kekerasannya akan hilang ketika berada dalam air.
pada daun pepaya adalah indikasi bahwa ampo
Ampo terdapat di beberapa daerah di Indonesia yaitu
memiliki surface area yang memadai sehingga
Wonogiri, Wonosobo, Yogyakarta, Tegal, Pemalang
disimpulkan ampo berpotensi sebagai adsorben.
Brebes, Tuban, Bali dan Lombok. Sebutan ampo
Penggunaan ampo secara langsung dari alam sebagai
berbeda di setiap daerah, di Jawa Tengah, Jawa Timur
adsorben mempunyai kendala yaitu ketika berada
dan Bali menyebutnya ampo, di Lombok Nusa
dalam air akan rapuh dan mengembang. Akibatnya
Tenggara Barat khususnya suku Sasak menyebutnya
kemampuan adsorbsinya tidak optimal dan ketahanan
tanah katen. Ampo oleh masyarakat dimanfaatkan
dalam air rendah. Sifat mengembang ini disebabkan
sebagai camilan, obat penurun panas dan mencegah
oleh kandungan mineral lempung dalam ampo yaitu
gatal-gatal serta digunakan sebagai penghilang rasa
montmorillonite, nontronite, vermikulit, paligorskite
pahit pada daun pepaya (Yoesfile, 2007). Pemakaian
dan sepiolit (Ouhadi dan Yang, 2003, Frydman dkk.,
ampo secara tradisional kurang menguntungkan jika
2006).
ditinjau dari segi ekonomi. Hal ini dapat dibuktikan,
Untuk meningkatkan kemampuan adsorpsi dan
ampo dengan mudah dapat diperoleh di pasar
ketahanan dalam air, maka dilakukan modifikasi ampo
tradisional dengan harga yang murah. Untuk
dengan metode pilarisasi. Pilarisasi merupakan
mengubah ampo menjadi material yang lebih berguna
interkalasi agen pemilar berupa kation polyhidroksi
dan memiliki nilai ekonomi lebih tinggi maka
logam ke dalam struktur material berlapis dilanjutkan
dilakukan suatu upaya rekayasa teknologi dengan
kalsinasi untuk menghasilkan oksida logam yang
melihat potensi yang dimilikinya.Dalam ilmu tanah
stabil (Karamanis dan Assimakopoulus, 2007).
ampo dikenal dengan nama marl atau napal
Beberapa faktor yang berpengaruh pada pilarisasi
.Komponen penyusun napal atau marl dipengaruhi
yaitu kosentrasi ion logam, derajat hidrolisis
(OH/Metal), rasio metal/clay, suhu dan waktu Perubahan jarak antarlapis silikat dalam ampo
pilarisasi serta suhu dan waktu kalsinasi (Sychev dkk., akibat masukknya agen pemilar polihidroksi kation
2000). Penelitian pilarisasi ampo belum pernah besi akan menyebabkan perubahan karakteristik
dilakukan, sehingga untuk memperbaiki karakteristik seperti basal spacing, luas permukaan spesifik,
dan kinerja ampo sebagai adsorben perlu dilakukan distribusi ukuran pori, dan gambar morfologi struktur
penelitian. Ampo memiliki kandungan mineral permukaan. Pada penelitian ini karakteristik dilakukan
montmorillonite dan nontronite yang bersifat dengan pengukuran basal spacing menggunakan alat
mengembang dan menyusut menyerupai clay, X-Ray Difraction (XRD), perhitungan luas permukaan
sehingga diyakini bahwa ampo dapat dipilar. Pada spesifik menggunakan metode BET, distribusi ukuran
penelitian ini pilarisasi ampo mengikuti metode pori dengan metode De Boer dan Modified Horvath-
pilarisasi clay. Pemilaran dilakukan dengan Kawazoe. Gambar morfologi struktur permukaan
menginterkalasikan kation polihidroksi besi ke dalam dianalisis menggunakan Scanning Electron
antarlapis silikat lempung pada ampo dilanjutkan Microscope (SEM).
proses kalsinasi untuk menghasilkan pilar oksida besi Metode yang digunakan untuk menentukan luas
(Fe2O3). Ampo yang telah dimodifikasi selanjutnya permukaan material padatan didasarkan pada
dikarakterisasi seperti basal spacing, luas permukaan fenomena lapis jamak yang berlangsung pada
spesifik, distribusi ukuran pori serta gambar morfologi temperature tetap. Brunauer, Emmett dan Teller
permukaan. Karakterisasi juga dilakukan pada ampo (BET) dalam Do (1998) mengusulkan suatu
tanpa pilar dengan perlakuan yang sama sebagai persamaan adsorpsi isotermis, dengan mengambil
pembanding. Penelitian ini bertujuan membuat ampo asumsi bahwa permukaan zat padat tidak akan tertutup
terpilar Fe2O3 dan mengetahui pengaruh rasio secara sempurna selama tekanan uap jenuh belum
hidrolisis OH/Fe terhadap karakteristik ampo terpilar tercapai. Persamaan BET dituliskan dalam Persamaan
dan membandingkannya dengan ampo tanpa pilar.
LANDASAN TEORI
P 1  C  1  P 
Ampo terpilar didefinisikan sebagai turunan     (1.
dari montmorillonite dan nontronite pada ampo yang V(Po - P) Vm.C  Vm.C  Po 
kation-kationnya telah ditukarkan dengan kation-
kation yang berukuran besar dan kation-kation Distribusi ukuran pori merupakan aspek
tersebut berfungsi sebagai pilar atau tiang di antara penting dari adsorpsi dan diperlukan dalam evaluasi
lapisannya. Pada penelitian ini ampo terpilar dibuat media berpori serta membran. Pada penelitian ini,
dengan proses interkalasi agen pemilar yang diperoleh bentuk pori pada ampo diperkirakan berbentuk slit,
melalui hidrolisis FeCl3.6H2O dengan NaOH ke ada dua metode yang digunakan yaitu :
dalam antarlapis silikat lempung pada ampo. 1. Metode De Boer
Mekanisme pemilaran ini melalui pertukaran kation De Boer mempelajari secara ekstensif pore size
antar kation polihidroksi besi dengan kation lain distribution dan menyederhanakan metode
seperti Na+, K+, Ca+ yang terdapat dalam lempung perhitungannya untuk bentuk pori yang berbeda
pada ampo, selanjutnya dikalsinasi untuk membentuk menggunakan perhitungan statistik ketebalan
pilar oksida logam (Fe2O3). Terbentuknya pilar oleh lapisan film dan jari-jari pori.
molekul Fe2O3 menjadikan antarlapis silikat akan Persamaan-persamaan yang digunakan pada
terhalangi oleh adanya molekul tersebut karena metode ini sebagai berikut (Do, 1998).
molekul yang terbentuk mempunyai ukuran relative
lebih besar dari molekul asalnya. Pemilaran antarlapis  0, 4050, 2798 1  2   0,068 d t 
silikat lempung pada ampo dengan Fe2O3 ditampilkan   t   d  
 Po 
2 
.... (2
dalam Gambar 1.  log10 
d  2t     P 
 1   2  
 0, 4050,3222 t  d    0, 2966exp0,569d exp1,137t 
 log10
 Po 

  P 
Dengan d adalah jarak antara lapisan dan t
adalah ketebalan adsorbed layer. Keduanya
mempunyai satuan nm. Hubungan ketebalan adsorbed
layer dengan P/Po dinyatakan dengan Persamaan (3).

 Po  0,1399
log10    2  0,034 t  1 nm
P t
g  Po  0,1611 m
log10    2  0,1682exp(1,13.t) t  0,55nm
Gambar 1. Proses Pemilaran (Yang, 2003) P t
g ( ) t m
Prosedur perhitungan pore size distribution sebagai METODE PENELITIAN
berikut : Penelitian dibagi dalam tiga tahap yaitu
 Pengambilan data (V dan P/Po) persiapan bahan baku yaitu ampo dan bahan
 Menghitung t menggunakan Persamaan (3) pendukung yaitu agen pemilar, pilarisai dimulai dari
untuk tiap segmen tekanan. interkalasi, pencucian, pemanasan dan interkalsi,
 Menghitung (d) menggunakan Persamaan (2) tahap terakhir yaitu karakterisasi ampo terpilar yang
 Membuat grafik antara (dV/dd) versus (d). dihasilkan dan sebagai pembanding juga dilakukan
pada ampo tanpa pilar.
2. Metode Modified Horvath-Kawazoe HASIL DAN PEMBAHASAN
Metode ini diterapkan pada perhitungan Kajian yang akan dibahas berupa pengaruh
distribusi pori berbentuk slit menggunakan data parameter penelitian yaitu perbandingan Fe/ampo,
isotherm adsorpsi pada normal boiling point adsorbat rasio OH/Fe dan suhu kalsinasi terhadap kualitas
(Rege dan Yang, 2000 ; Yang, 2003). Adsorbat yang ampo terpilar yang dihasilkan. Keberhasilan pilarisasi
digunakan dalam penentuan distribusi ukuran pori dilakukan dengan melakukan krakterisasi meliputi
yaitu nitrogen pada titik didih yaitu 77 K. Pada proses basal spacing, luas permukaan, distribusi ukuran pori
perhitungan metode ini, memperhatikan susunan dan gambar morfologi permukaan.
adsorbat dalam slit yang secara detail ditunjukkan 1. Basal spacing
pada Gambar 2. Jika 1≤ M ≤ 2, hanya ada satu layer Pemilaran ampo dengan besi oksida (Fe2O3
molekul yang dapat diakomodasi oleh pori slit seperti didasarkan pada interkalasi agen pemilar yang berupa
yang ditunjukkan dalam Gambar 2.a. Pada kasus ini, kompleks kation logam besi ke dalam antarlapis silikat
masing-masing molekul adsorbat akan berinteraksi ampo. Proses kimia yang terlibat dalam interkalasi
dengan dinding pori dari adsorben. Energi interaksi adalah pertukaran kation. Menurut Cheng dan Yang
untuk monolayer ini dinotasikan sebagai 1(z). Situasi 1995, sifat-sifat agen pemilar dapat dikontrol dengan
akan berbeda jika M ≥ 2, tiga kasus yang mungkin proses hidrolisis. Variasi rasio OH/Fe pada Fe/ampo 2
terjadi pada situasi ini dapat diilustrasikan pada dengan suhu kalsinasi 400 oC dan sebagai pembanding
Gambar 2. b, c dan d , dimana dua layer yang berbeda juga diujikan pada ampo tanpa pilar. Hasil analisis
dapat divisualisasikan. Tipe pertama merupakan dua disajikan dalam gambar 3 dan 4.
layer adsorbat dimana satu sisi adsorbat berinteraksi Hasil analisis pengukuran ampo menggunakan
dengan dinding pori adsorben dan sisi yang lain XRD menunjukkan terdapat puncak 2 = 5.814o dan
berinteraksi dengan adsorbat yang lain (gambar 2.b). 2 = 19.817o yang merupakan puncak dari nontronite

a b c d
Gambar 2. Susunan adsorbat dalam pori adsorbent berbentuk slit (Rege dan Yang, 2000:
Yang, 2003)
Type kedua, satu layer adsorbat yang kedua sisinya dan montmorillonite. Selain puncak tersebut muncul
berinteraksi dengan layer adsorbat yang lain. Jika pula puncak 2 = 14.939o untuk puncak magnesium
jarak kedua atom pada interaksi nol pada sistem chloride hidroxide (MgClOH) dan 2 = 20.835o
adsorbat-adsorben dinyatakan dengan s sedangkan merupakan puncak calcite (CaCO3). Pada 2 =
pada sistem adsorbat-adsorbat dinyatakan sebagai A. 20.835o dan 2 = 26.643o menunjukkan adanya
Jarak antara dua molekul adsorbat dinyatakan dengan mineral kuarsa [SiO2].
dA seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. c dan d. Gambar 3 menunjukkan bahwa ampo kalsinasi 400 oC
Energi interaksi pada tipe pertama dinyatakan dengan terjadi collapse pada struktur antarlapis silikat ditandai
2(z) dan energi interaksi pada tipe kedua dinyatakan dengan hilangnya puncak 2 = 5.814o untuk mineral
dengan 3(z). montmorillonite dan nontronite yang merupakan basal
spacing tertinggi pada ampo. Untuk ampo terpilar 2 : Pola difragtogram yang ditampilkan mirip sehingga
2 : 400 oC mengalami pergeseran nilai 2 menjadi 5.6o sangat sulit untuk melihat perubahan tinggi pilar yang
dengan basal spacing sebesar 15.76875 oA. Hal ini terbentuk untuk variasi OH/Fe. Untuk mengetahui
mengindikasikan bahwa dengan pilarisasi dapat perubahan jarak antarlapis pada ampo terpilar dapat
meningkatkan basal spacing yang merupakan salah dilihat dari hasil analisis difragtogram berupa basal
satu indikator keberhasilan pilarisasi selain itu spacing seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 dan 2.
pilarisasi juga dapat menjaga kestabilan terhadap Tabel 1 Basal spacing variasi OH/Fe pada Fe/ampo 2
panas. Perubahan basal spacing ini mengindikasikan suhu 400 oC
bahwa telah terjadi interkalasi agen pemilar ke dalam No OH/Fe Basal spacing (oA)
antar lapis silikat pada ampo dan setelah kalsinasi 1 0.0 10.05291
terbentuk pilar oksidasi besi (Fe2O3sebagai 2 0.5 11.34137
penyangga diantara lapisan ampo.

Ampo 400 oC I 2 : 2: 400


n o
I C
n t
e
t
n
e s
n i
s t
i a
t s
a
s

2 2
Gambar 3. Difragtogram ampo dan ampo terpilar 2 2 400 oC

2 0.5 100 ooC


I 2 0.5 400 C 2 1 400 oC
n
t
e
n
s
i
t
a
s

2 2
I 2 1.5 400 oC 2 2.5 400 oC
n
t
e
n
s
i
t
a
s

2 2
Gambar 4. Difragtogram ampo terpilar variasi OH/Fe
Tabel 2 Basal spacing variasi OH/Fe pada 70.00
Ampo Wonosobo
Fe/ampo 2 suhu 400 oC Ampo terpilar 2 1
60.00 Ampo Terpilar 2 1.5
Basal spacing Ampo Terpilar 2 2

No OH/Fe (oA) 50.00 Ampo Terpilar 2 2.5

1 0.0 10.05291

V [cc/g]
40.00
2 0.5 11.34137
3 1.0 14.60881 30.00
4 1.5 14,99271
20.00
5 2.0 15.76575
6 2.5 15.12330 10.00
Rasio OH/Fe 0.5 dengan basal spacing
11.34137 oA merupakan nilai terkecil dari 0.00
perbandingan variabel tersebut hal ini 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00

mengindikasikan bahwa proses pilarisasi tidak P/Po


sempurna disebabkan oleh larutan pemilar terlalu
encer sehingga ukuran molekul kecil sebaliknya pada Gambar 5. Adsorpsi Isoterm Gas N2 variasi OH/Fe
rasio OH/Fe > 2 mulai tidak efektif membentuk pilar dengan ampo tanpa pilar hal ini diperlihatkan dengan
karena adanya hambatan difusi oleh jumlah molekul volume N2 terjerap yang lebih tinggi.
pemilar yang telalu banyak. Penghambatan tersebut Keberhasilan proses pemilaran juga
disebabkan karena terbentuk polimer kation dipengaruhi oleh rasio hidrolisis agen pemilar yaitu
pokihidroksi besi dengan ukuran besar atau rasio OH/metal (Hutson dkk., 1999). Luas permukaan
berjejalnya molekul pemilar sebelum memasuki ruang ampo terpilar untuk rasio hidrolisis [OH/Fe] 1, 1.5, 2
antar lapis lempung (Vicente dkk., 1996; Gil dkk., dengan Fe/ampo 2 suhu kalsinasi 400 oC juga
2000). Hal serupa juga terjadi pada penyisipan larutan mengalami peningkatan sesuai yang diilustrasikan
pemilar ke dalam antarlapis clay hal ini dapat dilihat dalam Gambar 5.
pada rasio OH/Al 2.5 tampak penurunan basal 3.Distribusi Ukuran Pori
spacing jika di bandingkan pada rasio OH/Al 2.2 hal Distribusi ukuran pori hanya dilakukan pada
ini disebabkan jumlah agen pemilar berlebih (Hutson ampo terpilar 2:2: 400 oC dan ampo tanpa pilar. Pori
dkk., 1999). Ampo terpilar Fe2O3, rasio hidrolisis pada ampo diasumsikan berbentuk slit sehingga dalam
[OH/Fe] = 0.5 memiliki nilai basal spacing tidak jauh perhitungan distribusi ukuran pori berdasarkan data
berbeda dengan ampo alam yang menunjukkan bahwa adsorpsi-desorpsi isoterm gas N2 diselesaikan dengan
hampir tidak terjadi pilarisasi. Pada rasio [OH/Fe] = 1 metode de Boer dan metode Modified Horvath
– 2, mulai tampak adanya pilasrisasi ditandai dengan kawazoe. Penyelesaian metode de Boer didasarkan
adanya kenaikan basal spacing tetapi pada rasio pada ketebalan adsorbat yang menempel pada dinding
[OH/Fe] > 2 terjadi penurunan basal spacing hal ini pori sedangkan pada metode Modified Horvath
disebabkan agen pemilar yang terbentuk memiliki Kawazoe didasarkan pada lebar slit dengan susunan
ukuran yang besar. Pada saat penelitian untuk rasio adaorbat tertentu. Distribusi ukuran pori diilustrasikan
[OH/Fe] >2.5 larutan telah jenuh ditandai dengan pada Gambar 6 dan 7 untuk metode de Boer dan
larutan tidak homogen bahkan cenderung membentuk
endapan.
0.0700
2. Luas Permukaan Ampo Terpilar 2 : 2 : 400 oC
Karakterisasi berupa luas permukaan tidak 0.0600
Ampo 400 oC
dilakukan pada rasio OH/Fe 0.5 karena memiliki
dV/dd [cc/g nm]

0.0500
kapasitas adsorpsi paling kecil. Perhitungan luas
0.0400
permukaan dan distribusi ukuran pori didasarkan pada
data adsorpsi-desorpsi isoterm gas N2. Adsorpsi 0.0300
Isoterm untuk rasio OH/Fe pada suhu kalsinasi 400 oC 0.0200
diilustrasikan pada Gambar 5.
0.0100
Gambar 5 memperlihatkan bahwa proses adsorpsi
isoterm ampo tanpa pilar menggambarkan monolayer 0.0000
sedangkan pada ampo terpilar menunjukkan 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00
multilayer. Pola adsorpsi ini sesuai dengan dengan drata-rata [nm]
mekanisme isoterm BET yaitu diawali dengan
terjadinya satu lapis kemudian dengan peningkatan metode Modified Horvath Kawazoe.
tekanan relatif, lapisan kedua dan seterusnya terbentuk Gambar 6. Distribusi ukuran pori menggunakan
secara merata sampai keadaan jenuh tercapai. Pada metode De Boer
ampo terpilar dengan tekanan relatif yang sama Distribusi ukuran pori memberikan gambaran
kemampuan menjerap N2 lebih banyak dibandingkan tentang ukuran pori pada suatu material. Pada kedua
metode yang digunakan memberikan pola yang ataupun mesopori. Jarak terkecil antara lapisan-lapisan
hampir sama dalam penggambaran penyebaran tersebut dapat mempengaruhi pengaturan molekul-
ukuran pori dalam ampo. Gambar 4.12 dan 4.13 molekul pengisi ruang antar lapis (Bergaya dkk, 1995;
menunjukkan lebih dari satu puncak yang Negara, 2005 ).
menggambarkan bahwa dalam ampo terpilar memiliki
lebih dari satu ukuran pori atau disebut bimodal.
Pembentukan pori baru akibat pilarisasi terjadi pula
pada penelitian yang dilakukan oleh Hutson dkk
(1999) tentang pilarisasi clay menggunakan bahan
pemilar Al2O3. Luasan daerah di bawah kurva
distribusi ukuran pori menunjukkan volume pori hal
ini sesuai dengan Hutson dkk. (1999), menyatakan
bahwa integrasi dari luasan daerah di bawah kurva
distribusi ukuran pori menggambarkan volume pori,
sehingga dapat disimpulkan bahwa volume pori ampo
terpilar lebih besar dari pada ampo pada kedua metode
yang digunakan.

4.0E-02 Gambar 8 Foto SEM ampo tanpa perbesaran 5000 X


3.5E-02 Ampo Terpilar 2 : 2 : 400 oC
Ampo 400 oC
dV/dL [ cc/g nm]

3.0E-02
2.5E-02
2.0E-02
1.5E-02
1.0E-02
5.0E-03
0.0E+00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 3.50 4.00 4.50 5.00 5.50 6.00
Leff rata-rata [nm]
Gambar 7 Distribusi ukuran pori menggunakan
metode Modified Horvath Kawazoe

Hasil perhitungan distribusi ukuran pori


Gambar 9. Ampo terpilar Fe perbesaran 5000X
menggunakan metode de Boer menunjukkan puncak
pada lebar pori 0,8308 dan 1, 6008 nm untuk ampo
terpilar serta 0,5687 untuk ampo tanpa pilar. Dengan Kesimpulan
menggunakan metode modified Horvath Kawazoe 1. Ampo terpilar Fe2O3 dapat dibuat melalui
dihasilkan puncak pada lebar pori 0,717 dan 1,8 nm interkalasi agen pemilar ke dalam antar lapis
untuk ampo terpilar serta 0,598 nm untuk ampo tanpa montmorillonite dan nontronite dalam ampo.
pilar. 2. Pilarisasi ampo menggunakan kation
4. Gambar Morfologi Struktur polihidroksi besi dengan rasio OH/Fe 1 sampai 2
Analisis permukaan ampo tanpa pilar dan ampo dapat meningkatkan sifat fisik seperti basal
terpilar Fe2O3 menggunaakan scanning electro spacing, luas permukaan specifik namun sifat-
microscope (SEM) ditampilkan dalam Gambar 8 dan sifat tersebut mengalami penurunan pada
9. Metode ini merupakan salah satu cara karakteristik perbandingan Fe/ampo 2 dengan rasio OH/Fe
yang dapat menggambarkan perbedaan struktur 2.5.
permukaan ampo tanpa pilar dan ampo terpilar. 3. Berdasarkan perhitungan menggunakan metode
Foto SEM memperlihatkan perbedaan tekstur De-boer dan Horvath Kawazoe menunjukkan
permukaan antara ampo tanpa pilar dan ampo terpilar distribusi ukuran pori bimodal. Morfologi
Fe2O3. Ampo tanpa pilar menunjukkan morfologi permukaan ampo menunjukkan struktur berlapis
permukaan berbentuk seperti serpihan, sedangkan sedangkan ampo terpilar memperlihatkan
pada ampo terpilar tampak bongkahan putih. Pilarisasi struktur yang porous.
pada ampo memiliki sejumlah ruang antar lapis pada 4. Ampo terpilar rasio OH/Fe 2 pada suhu kalsinasi
permukaannya sehingga menyebabkan permukaan 400 oC memberikan sifat fisik tertinggi yaitu
ampo menjadi lebih porous dibandingkan ampo yang basal spacing 15.76575 oA, luas permukaan
tidak dipilar. Ruang antar pilar ini dapat bersifat mikro 99.56 m2/g.
Ozacar, M. and Sengil, I.A., 2006, A Two Stage Batch
DAFTAR PUSTAKA Adsorber Design for Methylene Blue
Arfaoui, S., Frini-Srasra, N., and Srasra, E., 2005, removal to Minimize Contact Time,
Application of Clays to Treatment of Environmental Management 80, 372-379.
Tennary sewages, Desalination,185, 419- Rightor, E.G.Tsou., Pinnavaia, M.T.J., 1991, Iron
426. Oxide Pillared Clay With Large Gallery
Arfaoui, S., Frini-Srasra, N., and Srasra, E., 2008, Height : Synthesis and Properties as a
Modelling of The Adsorption of The Fischer-Tropsch Catalyst, Journal of
Chromium Ion by Modified Clays, Catalyst, I, 130
Desalination 222, 474-481. Saib, N.B., Khouli, K.,and Mohammedi, O., 2007,
Canizares, P., Valverde, J.L., Kou, M.R.S and Molina, Preparation and Characterization of
C.B., 1999, Synthesis and Characterization Pillared Montmorilonite: Application in
of PILCS with Single and Mixed Oxide Adsorption of Cadmium, Desalination 217,
Pillars Prepared from Two Different 282-290.
Bentonites. A Comparative study, Sanabria, N., Alvarez, A., Molina, R and Moreno, S.,
Microporous and Mesoporous (29) 267- 2008, Synthesis of Pillared Bentonite
281. Starting from the Al-Fe Polymeric
Do, D.D., 1998, Adsorption Analysis: Equilibria and Precursor in Solid State, and Its Catalytic
Kinetics, Series on Chemical Engineering, Evaluation in The Phenol Oxidation
Vol 2, Imperial College, 13 – 16. Reaction, Catalysis Today,133-135.530-
Fairus, S., Suhartono, J., Nurhayati dan Ariefa, F., 533.
2009, Study Adsorpsi Zat Warna Methyl Simpen, N.I, 2001, Preparasi dan karakterisasi
Violet dengan Menggunakan Kulit Pisang, lempung montmorilonit teraktivasi asam
Prosing Seminar Teknik Kimia terpilar TiO2, Tesis S2 Ilmu Kimia, UGM,
“Kejuangan”, UPN, Yogyakarta. Yogyakarta.
Gil, A., Vicente, M.A and Korili, S.A., 2000, Main Sychev, M., Shubina, T., Rozwadowski, M., Sommen,
Factor Controlling the Texture of Zirconia A.P.B., Beer, V.H.J.D and Santen, R.A.V.,
and Alumina Pillared Clays, Microporous 2000, Characterization of microporosity of
and Mesoporous Material, 34.115-125. chromia-and titania-pillared
Goenadi, D.H, 1982, Dasar-dasar Kimia Tanah, montmorillonites differing in pillar density.
Terjemahan dari Tan, K.H, Edisi pertama, I.Adsorption of Nitrogen, Microporous
93- 193, Gadjah Mada University Press, adnd Mesoporous Material, 37, 187-200.
Yogyakarta. Utomo, T.G., 2009, Ampo, Kuliner Masa lalu Bumi
Hutson, N.D., Hoekstra, M.J and Yang, R.T., 1999, Ronggolawe, Duta Masyarakat, 4.
Control of Microporosity of Al2O3-Pillared Vidal, H.P., Garcia, E.C., Alejandro, E.L, Hidalgo,
Clays : Effect of pH, Calcination J.M and Marquez, D.M.F., 2006,
Temperature and Clay Cation Exchange Characterization of Pillared Clays
Capacity, Microporous and Mesoporous containing Fe3+ and Cu, Solar Energy
Material 28, 447-459. Material & Solar Cells 90, 841-846.
Karamis, D., and Assimakopolus, P.A., 2007, Wijaya, K., Tahir, I dan Haryati, N., 2005, Synthesis
Effisiensi of aluminium-pillared of Fe2O3-montmorillonite and its
montmorillonite on the removal of cesium Application as a Photocatalyst For
and copper from aqeuous solution, wate Degradation of Congo Red Dye, indonesia
research 14, 1897-1906. Journal of Chemistry, 5 (1), 33-42.
Lowell, S and Sheilds, J.E., 1984, Powder Surface Yang, R.T, 2003, Adsorbents Fundamentals and
Area and Porosity, 2nd ed, London, New Applications, John Wiley and Sons, USA.
York. Yoesfile, 2007, The Magic of Lempung (Ampo),
Mohamed A.M.O, 2000, The role of clay minerals in www. WordPress.Com
marly soils on its stability, Engineering ------------. Methyl Violet, www.wikipedia.com
Geology, 57.
Negara, S.I., 2005, Preparasi Krom Oksida-
Montmorillonit dan Aplikasinya untuk
sorpsi Benzena, Tesis S2 Ilmu Kimia,
UGM, Yogyakarta.
Ouhadi, V.R., and Yang, R.N., 2003, The Role of
Clay Fractions of Marly Soils on Their
Post Stabilization Failur, Engineering
Geology 70, 365-375.

Вам также может понравиться