Вы находитесь на странице: 1из 152

Hormon

Sunday, April 03, 2011 1:56 PM


BAB I
PENDAHULUAN

Hormon (dari bahasa Yunani, yang berarti "yang menggerakkan") adalah pembawa
pesan kimiawi antar sel atau antar kelompok sel. Definisi dari hormon adalah
senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar buntu). Semua
organisme multiselular, termasuk tumbuhan, memproduksi hormon. Hormon
berfungsi untuk memberikan sinyal ke sel target yang selanjutnya akan melakukan
suatu tindakan atau aktivitas tertentu (Anonim, 2011).
Hormon dikeluarkan dan masuk ke aliran darah dalam konsentrasi rendah hingga
menuju ke organ atau sel target. Beberapa hormon membutuhkan substansi
pembawa seperti protein agar tetap berada di dalam darah. Hormon lainnya
membutuhkan substansi yang disebut dengan reservoir hormon supaya kadar
hormon tetap konstan dan terhindar dari reaksi penguraian kimia. Saat hormon
sampai pada sel target, hormon harus dikenali oleh protein yang terdapat di sel
yang disebut reseptor. Molekul khusus dalam sel yang disebut duta kedua (second
messenger) membawa informasi dari hormon ke dalam sel.
Tindakan yang dilakukan karena pesan hormon sangat bervariasi, termasuk
diantaranya adalah perangsangan atau penghambatan pertumbuhan serta
apoptosis (kematian sel terprogram), pengaktifan atau penonaktifan sistem
kekebalan, pengaturan metabolisme dan persiapan aktivitas baru (misalnya
terbang, kawin, dan perawatan anak), atau fase kehidupan (misalnya pubertas dan
menopause). Pada banyak kasus, satu hormon dapat mengatur produksi dan
pelepasan hormon lainnya. Hormon juga mengatur siklus reproduksi pada hampir
semua organisme multiselular.
Pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang diproduksi oleh
kelenjar endokrin vertebrata. Walaupun demikian, hormon dihasilkan oleh hampir
semua sistem organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Molekul hormon
dilepaskan langsung ke aliran darah, walaupun ada juga jenis hormon yang disebut
ektohormon (ectohormone) yang tidak langsung dialirkan ke aliran darah,
melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke sel target.
Pada prinsipnya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian
dari otak). Hipotalamus mengontrol sekresi banyak kelenjar yang lain, terutama
melalui kelenjar pituitari, yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar lain. Hipotalamus
akan memerintahkan kelenjar pituitari untuk mensekresikan hormonnya dengan
mengirim faktor regulasi ke lobus anteriornya dan mengirim impuls saraf ke
posteriornya dan mengirim impuls saraf ke lobus posteriornya.
BAB II
PEMBAHASAN

Hormon adalah senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin (kelenjar
buntu). Hormon berfungsi mengatur pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku,
keseimbangan, dan metabolisme. Hormon masuk ke dalam peredaran darah
menuju organ target. Jumlah yang dibutuhkan sedikit namun mempunyai
kemampuan kerja yang besar dan lama pengaruhnya karena hormon
mempengaruhi kerja organ dan sel (Faisal, 2011).
Hormon disebut juga substansi kimia spesifik yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh
(glandula endrokrin) yang langsung dicurahkan masuk ke dalam aliran darah dan
dibawa ke jaringan tubuh untuk membantu dan mengatur fungsi fisiologisnya
(Sturkie, 1987).
Semua hormon bersifat khas dan selektif dalam pengaruhnya terhadap organ
sasaran yang ditentukan secara genetik. Organ sasaran segera bereaksi terhadap
suatu hormon tertentu untuk menghasilkan zat atau perubahan-perubahan
sebagaimana yang telah diprogramkan secara genetik (Nalbandov, 1964).
Ciri- ciri dari hormon adalah:
1. Diproduksi dan disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dalam
jumlah sangat kecil.
2. Mengadakan interaksi dengan reseptor khusus yang terdapat di sel target.
3. Memiliki pengaruh mengaktifkan enzim khusus.
4. Memiliki pengaruh tidak hanya terhadap satu sel target, tetapi dapat juga
mempengaruhi beberapa sel target berlainan (Faisal, 2011).
Faktor yang mempengaruhi kerja hormon pada organ sasaran :
1. Kecepatan sintesis hormon dan sekresi hormon dan kelenjarnya.
2. Sistem transportasi hormon di dalam plasma (spesifik carrier protein).
3. Reseptor hormon khusus yang terdapat pada organ sasaran yang berbeda
dengan letak reseptornya.
4. Kecepatan degradasi hormon.
5. Kecepatan perubahan hormon dari bentuk inaktif menjadi bentuk yang aktif.
6. Jarak
Perubahan dari salah satu faktor di atas merupakan perubahan dari jumlah aktivitas
pada organ sasaran.
Hormon dapat diklasifikasikan melalui berbagai cara yaitu menurut komposisi kimia,
sifat kelarutan, lokasi reseptor dan sifat sinyal yang mengantarai kerja hormon di
dalam sel.
Klasifikasi hormon berdasarkan senyawa kimia pembentuknya:
1. Golongan Steroid → turunan dari kolestrerol.
2. Golongan Eikosanoid yaitu dari asam arachidonat.
3. Golongan derivat asam amino dengan molekul yang kecil → Thyroid,
Katekolamin.
4. Golongan Polipeptida/Protein → Insulin, Glukagon, GH, TSH.
Berdasarkan sifat kelarutan molekul hormon:
1. Lipofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam lemak
2. Hidrofilik : kelompok hormon yang dapat larut dalam air
Berdasarkan lokasi reseptor hormon:
1. Hormon yang berikatan dengan hormon dengan reseptor intraseluler
2. Hormon yang berikatan dengan reseptor permukaan sel (plasma membran)
Berdasarkan sifat sinyal yang mengantar kerja hormon di dalam sel: kelompok
hormon yang menggunakan kelompok second messenger senyawa cAMP, cGMP,
Ca2+, Fosfoinositol, Lintasan Kinase sebagai mediator intraseluler (Wijaya, 2008).
Kelenjar-kelenjar tiroid yang penting adalah: hypothalamus, hypophysis pituitary,
thyroid, parathyroid, pancreas (pulau Langerhans-Pancreas), adrenal (medula dan
korteks), gonad (ovari dan testes), thymus, dan membrana mukosa usus.

1. Hypothalamus
Hypothalamus terletak pada bagian ventral, meliputi hypophisis atau glandula
pytuitaria (salah satu kelenjar endokrin yang terpenting) dan struktur-struktur
lainnya yang berkaitan (Mukhtar, 2006). Hypothalamus berbatasan pada bagian
anterior dengan optic chiasma. Hypothalamus terdiri dari beberapa bagian yaitu:
a. Bagian posterior dengan mammilary bodies
b. Bagian dorsal dengan thalamus
c. Bagian ventral dengan sphenoid bone

Hormon yang dihasilkan oleh hypothalamus :


a. Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). Berfungsi: melepaskan LH dan FSH.
b. Thyrotropin Releasing Hormone (TRH). Berfungsi: melepaskan TSH.
c. Corticotropin Releasing Hormone (CRH). Berfungsi: melepaskan ACTH.
d. Somatotropin Releasing Hormone (STH-RH). Berfungsi: melepaskan STH.
e. Somatotropin Inhibitory Hormone (STH-IH). Berfungsi: menghalangi STH yang
keluar.
f. Prolactin Releasing Hormone (PRH). Berfungsi: melepaskan prolaktin.
g. Prolactin Inhibitory Hormone (PIH). Berfungsi: menghalangi prolaktin keluar.
Pada kelenjar hipothalamus memiliki tipe hormon protein. Kelenjar hypothalamus
berfungsi untuk menstimulasi adenohypophysys untuk melepaskan hormon-
hormonnya (Ensminger, 1992 : Kartasudjana, 2006).
2. Hypophysis (Glandula Pituitaria)
Glandula pituitaria merupakan suatu kelenjar bilobi, yang menghasilkan bermacam-
macam hormon yang mempengaruhi berbagai bagian tubuh, dan oleh karena itu
sering disebut sebagai master control glands. Sebagai kelenjar endokrinon. Kelenjar
hypophisa terletak di dalam legokan pada dasar ruang otak yang dikenal sebagai
sella turcica. Kelenjar tersebut mensekresikan sejumlah besar hormon-hormon,
beberapa diantaranya berhubungan langsung dengan reproduksi.
Glandula pituitaria (hypophisis) merupakan suatu kelenjar yang rangkap yang
terdiri dari:
1. Lobus anterior dan pers intermedia, yang embryologis berasal dari suatu kantong
yang terbentuk pada atap mulut (kantong rathke). Glandula pituitaria bagian depan
menghasilkan hormon-hormon sebagai berikut:
a. Hormon FSH (Follicle Stimulating Hormone). Berfungsi :
• Merangsang pertumbuhan folikel ovarium.
• Sebagai substansi yang mengawali siklus birahi.
• Merangsang pemasakan folikel sampai folikel de graff tetapi tidak menyebabkan
ovulasi.
• Perbedaan dengan hormon LH bertanggung jawab terhadap perbedaan lama
birahi dan waktu ovulasi ternak sapi, domba, babi, dan kuda.
• Pada unggas betina berfungsi bagi pemasakan folikel (yolk), dan spermatogenesis
pada unggas jantan.
b. Hormon LH (Luteinezing Hormone). Berfungsi:
• Mengawali pertumbuhan tenunan luteal (corpus luteum).
• Merangsang pertumbuhan corpus luteum.
• Penting untuk proses ovulasi.
• Merangsang tumbuhnya sel interstial pada ovarium.
• Merangsang sel granulose dan sel theca pada folikel yang masak untuk
memproduksi estrogen.
• Semakin tinggi kadar LH maka semakin tinggi estrogen, sehingga menyebabkan
ovulasi.
• Pada unggas LH berfungsi untuk merobek membrane vitelina folikel (yolk) pada
bagian stigma agar terjadi ovulasi. Pada unggas jantan berperan bagi
perkembangan testis.
c. Hormon LTH (Luteo Tropic Hormone) /Prolactin. Berfungsi:
• Bersama-sama dengan hormon LH merangsang sel theca dalam corpus
hemorragicum untuk membentuk corpus luteum dan pembentukan progesterone
oleh corpus luteum.
• Mempertahankan fungsi corpus luteum.
• Pada unggas betina menyebabkan sifat mengeram, dan menimbulkan sekresi
susu tembolok pada merpati.

d. Hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormone). Berfungsi:


• Mengawasi grandula/kelenjar thyreidea.
• Mengawasi pengambilan iod oleh thyroid.
• Sintesa thyroxine dari diidotyrosine .
e. Hormon ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormone). Berfungsi:
• Stimulasi adrenal cortex.
• Pelepasan adreno corticoid.
f. Hormon MSH (Melanotropin). Berfungsi:
• Memegang peranan dalam perubahan warna kulit (Partodihardjo, 1980).
2. Lobus posterior yang berasal dari encephalon.
a. Hormon Vasopressin/ADH (Antidiuratic Hormone). Berfungsi:
• Merangsang keaktifan otot-otot polos vesica urinaria (kandung kemih) dan vesica
ellia (kantong empedu).
• Menaikkan tekanan darah yang menimbulkan contricsi arteri yang kecil.
• Pengurangan sekresi urin.
b. Hormon Oxytocin. Berfungsi:
• Menimbulkan kontraksi uterus.
• Mengeluarkan susu dari glandula mammae.

3. Thyroid
Kelenjar thyroid terdapat pada semua vertebrata, jumlahnya sepasang yang
merupakan lobus yang berbentuk perisai yang saling dihubungkan oleh suatu
isthmus. Tiap-tiap lobus mempunyai lobuli yang di masing-masing lobuli terdapat
folikel dan parafolikuler. Di dalam folikel ini terdapat rongga yang berisi koloid
dimana hormon-hormon disintesa.kelenjar tiroid mendapat sirkulasi darah dari
arteri tiroidea superior dan arteri tiroidea inferior. Arteri tiroidea superior
merupakan percabangan arteri karotis eksternal dan arteri tiroidea inferior
merupakan percabangan dari arteri subklavia. Lobus kanan kelenjar tiroid
mendapat suplai darah yang lebih besar dibandingkan dengan lobus kiri (Haqiqi,
2008).
Kelenjar Thyroid menghasilkan hormon tyroxine dan triiodotyroxine yang berfungsi:
a. Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya pertumbuhan
saraf dan tulang.
b. Mempertahankan sekresi GH (Growth Hormone) dan gonadotropin.
c. Efek kronotropik dan Inotropik terhadap jantung yaitu menambah kekuatan
kontraksi otot dan menambah irama jantung.
d. Merangsang pembentukan sel darah merah
e. Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi tubuh
terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme.
f. Bereaksi sebagai antagonis insulin. Tirokalsitonin mempunyai jaringan sasaran
tulang dengan fungsi utama menurunkan kadar kalsium serum dengan
menghambat reabsorpsi kalsium di tulang. Faktor utama yang mempengaruhi
sekresi kalsitonin adalah kadar kalsium serum. Kadar kalsium serum yang rendah
akan menekan pengeluaran tirokalsitonin dan sebaliknya peningkatan kalsium
serum akan merangsang pengeluaran tirokalsitonin. Faktor tambahan adalah diet
kalsium dan sekresi gastrin di lambung (Haqiqi, 2008).
g. Mempengaruhi laju metabolisme, mempengaruhi pertumbuhan bulu dan warna
(Ensminger, 1992).

4. Parathyroid
Kelenjar parathyroid menempel pada bagian anterior dan posterior kedua lobus
kelenjar tiroid oleh karenanya kelenjar parathyroid berjumlah empat buah. Kelenjar
ini terdiri dari dua jenis sel yaitu chief cells dan oxyphill cells. Chief cells merupakan
bagian terbesar dari kelenjar paratiroid, mensintesa dan mensekresi hormon
parathyroid atau parathormon disingkat PTH.
Kelenjar Parathyroid menghasilkan hormon PTH (Paratirod Hormone), yang
berfungsi PTH mempertahankan resorpsi tulang sehingga kalsium serum
meningkat. Di tubulus ginjal, PTH mengaktifkan vitamin D. Dengan vitamin D yang
aktif akan terjadi peningkatan absorpsi kalsium dan posfat dari intestin. Selain itu
hormon ini pun akan meningkatkan reabsorpsi Ca dan Mg di tubulus ginjal,
meningkatkan pengeluaran fosfat, HCO3 dan Na. karena sebagian besar kalsium
disimpan di tulang maka efek PTH lebih besar terhadap tulang. Faktor yang
mengontrol sekresi PTH adalah kadar kalsium serum.

5. Pancreas
Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans
berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin. Hormon
antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang berlawanan,
contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat turun, pankreas akan
memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar glukosa yang tinggi
menyebabkan pankreas memproduksi insulin untuk menurunkan kadar glukosa
tersebut (Anonim, 2011). Kelenjar pancreas menghasilkan hormon:
a. Hormon Glucagon. Berfungsi: untuk mengawasi pemecahan ygocen hepar, dan
efeknya pada metabolisme karbohidrat. Kerja hormon glucagon berlawanan dengan
hormon insulin.
b. Hormon Insulin. Berfungsi: untuk metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak,
sehingga apabila kekurangan insulin akan menyebabkan diabetes mellitus.
(Kartasudjana, 2006).
Pada hormon insulin akan mengakibatkan berbagai efek pada beberapa bagian
tubuh, seperti:
• Efek pada hati:
- Membantu glikogenesis
- Meningkatkan sintesis trigliserida, kolesterol, dan VLDL
- Meningkatkan sintesis protein
- Menghambat glikogenolisis
- Menghambat ketogenesis
- Menghambat glukoneogenesis
• Efek pada otot:
- Membantu sintesis protein dengan :
. Meningkatkan transport asam amino
. Merangsang sintesis protein ribosomal
- Membantu sintesis glikogen
• Efek pada lemak:
- Membantu penyimpanan trigliserida
- Meningkatkan transport glukosa ke dalam sel lemak
- Menghambat lipolisis intraseluler
(Wijaya, 2008).

6. Adrenal
Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal
terdapat satu kelenjar suprarenal dan dibagi atas dua bagian, yaitu bagian luar
(korteks) dan bagian tengah (medula). Kerusakan pada bagian korteks
mengakibatkan penyakit Addison dengan gejala sebagai berikut: timbul kelelahan,
nafsu makan berkurang, mual, muntahmuntah, terasa sakit di dalam tubuh. Dalam
keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya, produksi adrenalin meningkat
sehingga denyut jantung meningkat dan memompa darah lebih banyak. Gejala
lainnya adalah melebarnya saluran bronkiolus, melebarnya pupil mata, kelopak
mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut berdiri (Faisal, 2011).
Kelenjar adrenal menghasilkan hormon aldosterone yang merupakan tipe hormon
steroid. Hormon aldosterone berfungsi untuk metabolisme elektrolit dan air.
Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua kelenjar, yaitu kelenjar cortex dan kelenjar
medulla.
a. Cortex. Menghasilkan hormon corticosteroids dan catecholamines. Berfungsi
untuk metabolism karbohidrat, protein, dan lemak.
b. Medulla. Menghasilkan hormon:
• Adrenaline (Epinephrine). Berfungsi: menimbulkan respon syaraf simpstetik.
• Noradrenalisne (Norapinephrine). Berfungsi: transmitter syaraf.
(Kartasudjana, 2006).

7. Thymus
Thymus terdapat dalam bagian superior thorax didekat bagian bawah tracea. Pada
anak-anak kelenjar ini agak besar, tetapi pada waktu pubertas antara 12-17 tahun,
akan mengalami regressi/kemunduran.
Pada kelenjar thymus terdapat fungsi endokrin daripada thymus ini, pada tikus,
thymus membentuk suatu substansia yang akan memasuki kelenjar-kelenjar
lymphe dan menimbulkan terbentuknya lympocit. Fungsi lain dari thymus yaitu
berperan dalam menimbulkan imunitas.

8. Membrana Mukosa Usus


Membrane mukosa usus yang membatasi ventriculus dan intestinum tenue
menghasilkan beberapa hormon. Pada vantriculus dihasilkan gastrin yang
merangsang sekresi enzim atau cairan gastricus.
Pada intestinum tunue dihasilkan:
a. Secretine. Berfungsi: merangsang sekresi enzim-enzim pancreas pada waktu
makanan yang telah diperlunak dari ventriculus masuk ke duodenum.
b. Enterogastrone. Berfungsi: mengurangi sekresi dan mortilitas ventriculus pada
waktu hormon ini dibawa oleh darah kedalam ventriculus.
c. Cholecystikinin. Berfungsi: menyebabkan kontraksi vesica vellia untuk
mencurahkan bilus yang telah ditimbunnya dalam intestinum tenue. Homon ini
dilepaskan dari mocosa intestinalis oleh makanan-makanan yang berupa lipid.

9. Testis
Testis memproduksi sejumlah hormon jantan yang kesemuanya disebut androgen.
Yang paling potensi dari androgen adalah testosterone. Berikut fungsi-fungsi dari
testosterone:
• Merangsang pendewasaan spermatozoa yang terbentuk dalam tubuli seminiferi.
• Merangsang pertumbuhan kelenjar-kelenjar asesori (kelenjar prostate, vesikularis,
dan bulbourethralis.
• Merangsang pertumbuhan sifat jantan (Partodihardjo, 1980).
• Untuk keratinisasi epithel praeputium, pemisahan gland penis dari praeputium,
dan pertumbuhan penis dan praeputium pada pubertas.
• Keinginan kelamin untuk libido dan kesanggupan untuk ereksi dan ejakulasi
(Toelihere, 1985).

10. Ovarium
Ovarium mensintesa tiga macam hormon, yaitu estrogen, progesterone, dan
relaxin. Estrogen dan progesterone adalah hormon steroid, sedangkan relaxin
adalah polipeptida. Estrogen dan progesterone dibicarakan secara mendetail
dibagian hormon steroid (Partodihardjo, 1980).

a. Estrogen.
Hormon estrogen disekresikan oleh theca interna dari folikel de Graaf. Jaringan ini
kaya akan estrogen dan memperlihatkan aktivitas yang maksimum selama phase
estrogenic dari siklus birahi (Toelihere, 1985).
Fungsi hormon estrogen adalah:
• Menimbulkan tanda-tanda birahi.
• Memperlancar peredaran darah dan perkembangan saluran kelamin.
• Menunjang pertumbuhan sistem pembuluh kelenjar susu.
• Bila sekresi estrogen mencapai ketinggian tertentu maka sekresi FSH akan
menurun dan saat itulah LH meningkat terus sampai puncak.
• Setelah ovulasi terjadi estrogen menurun dan FSH kembali normal dan berangsur-
angsur meningkat.
• Antara estrogen dengan FSH terjadi mekanisme saling ketergantungan.
b. Progesteron
Progesteron adalah progesteron alamiah terpenting yang disekresikan oleh sel-sel
lutein corpus luteum. Disamping itu hormon ini dihasilkan juga oleh placenta.
Sebagaimana steroid-steroid lainnya, progesteron tidak disimpan didalam tubuh, ia
dipakai secara cepat atau diekskresikan dan hanya terdapat dalam konsentrasi
rendah didalam jaringan-jaringan tubuh (Toelihere, 1985).
Fungsi hormon progesteron adalah:
• Penting untuk mempertahankan kebuntingan.
• Menyebabkan pertumbuhan alveoli kelenjar susu.
• Pengental lendir birahi untuk sumbat cervix.
• Menekan terjadinya kontraksi uterus dan menekan uterus terhadap pengaruh
estrogen dan oxytocin.

c. Relaxin
Relaxin merupakan hormon protein. Relaxin terutama disintesa dan dilepaskan
kedalam peredaran darah. Fungsi dari relaxin yaitu menyebabkan relaxasi simfisis
pelvis. Relaxasi ini lebih nyata jika sebelumnya hewan telah dijenuhkan dengan
estrogen dan progesterone. Fungsi lain misalnya synergism dengan estrogen dan
progesterone dalam merangsang pertumbuhan kelenjar susu (Partodihardjo, 1980).
Menurut Toelihere (1985) fungsi fisiologik relaxin terutama berhubungan dengan
partus dan bekerja erat dengan estrogen. Fungsi-fungsi tersebut adalah:
• Relaxin menstimuler pemisahan symphisis pubis pada marmot dan mencit
sesudah pemberian estrogen. Fungsi ini memudahkan keluarnya foetus pada waktu
partus.
• Relaxin menimbulkan dilatasi cervix uteri pada babi, sapi, tikus, dan mencit dan
mungkin pada manusia sesudah penyuntikan pendahuluan dengan estrogen dan
progesteron. Sekali lagi fungsi ini mempermudah keluarnya foetus pada saat
partus.
• Relaxin menghambat aktivitas myometrium, yaitu menghambat kontraksi uterus.
• Relaxin menghambat kadar air dalam uterus, bersama estrogen relaxin
menyebabkan pertumbahan pertumbuhan uterus.
• Relaxin menyebabkan peningkatan pertumbuhan kelenjar mammae bila diberikan
bersama estradiol dan progesterone.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
1. Kelenjar Hypothalamus menghasilkan hormon: Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH), Thyrotropin Releasing Hormone (TRH, Corticotropin Releasing Hormone
(CRH), Somatotropin Releasing Hormone (STH-RH), Somatotropin Inhibitory
Hormone (STH-IH), Prolactin Releasing Hormone (PRH), Prolactin Inhibitory Hormone
(PIH).
2. Kelenjar Hypophysis (Glandula Pituitaria) lobus anterior menghasilkan: Hormon
FSH (Follicle Stimulating Hormone), Hormon LH (Luteinezing Hormone), Hormon LTH
(Luteo Tropic Hormone) /Prolactin, Hormon TSH (Thyroid Stimulating Hormone),
Hormon ACTH (Adreno Cortico Tropin Hormone), Hormon MSH (Melanotropin),
Hormon Oxytocin. Hormon dari kelenjar Hypophysis (Glandula Pituitaria) lobus
posterior menghasilkan: Hormon Vasopressin/ADH (Antidiuratic Hormone) dan
Hormon Oxytocin.
3. Kelenjar Thyroid menghasilkan Hormon: Tyroxine dan Hormon Triiodotyroxine.
4. Kelenjar Parathyroid menghasilkan hormon PTH (Paratirod Hormone).
5. Kelenjar Pancreas menghasilkan Hormon Glucagon dan Hormon Insulin.
6. Kelenjar Adrenal dibagi menjadi dua kelenjar. Kelenjar Cortex menghasilkan
hormon Corticosteroids dan Catecholamines. Kelenjar Medulla menghasilkan
hormon Adrenaline (Epinephrine) dan Noradrenalisne (Norapinephrine).
7. Pada kelenjar Thymus terdapat fungsi endokrin.
8. Pada Intestinum tunue dihasilkan hormon: Secretine, Enterogastrone, dan
Cholecystikinin.
9. Pada Testis memproduksi hormon jantan yang disebut androgen. Yang paling
potensi dari androgen adalah Hormon Testosterone.
10. Pada Ovarium mensintesa tiga macam hormon, yaitu Estrogen, Progesterone,
dan Relaxin.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Hormon. http://id.wikipedia.org/wiki/Hormon. Diakses pada tanggal


18 Februari 2011, pukul 18.54 WIB.

Faisal, Muhammad. 2011. Sistem Endokrin (Hormon).


http://enslikopedi.blogspot.com/2011/01/sistem-endokrin-hormon.html. Diakses
pada tanggal 18 Februari 2011, pukul 19.43 WIB.

Haqiqi, Sohibul H., 2008. Biosintesis Hormon Tiroid dan Paratiroid. Makalah Seminar,
Malang: Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Kartasudjana, R dan Suprijatna, E., 2006. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Mukhtar, A., 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. UNS Press. Surakarta.

Nalbandov, A.V., 1964. Reproductive Physiology. 2nd Ed. W.H. Freeman & Co.,
SanFransisco.

Partodihardjo. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara. Jakarta.

Sturkie, PD., 1987. Avian Physology, Fourt Ed. Springerverlag. New York. Berlin,
Heidenberg, Tokyo.

Toelihere R. Mozes, Drh., M. Sc., Dr., 1985. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak.
Penerbit Angkasa. Bandung.

Wijaya, I., 2008. Pengaruh Hormon Terhadap Ternak Kambing Perah.


http://images.ibnuaza.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SG5XlQoKCh8AAB
PwduU1/elektifIB.doc?nmid=104120862. Diakses pada tanggal 18 Februari 2011,
pukul 18.54 WIB.
Kuliah Kerja Lapangan di PT. Medion Bandung
Friday, January 07, 2011 7:53 PM
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Seiring dengan
naiknya pendapatan perkapita penduduk Indonesia, meningkat pula kebutuhan
akan protein hewani. Masyarakat semakin menyadari akan pentingnya protein
hewani bagi pertumbuhan jaringan tubuh. Konsumsi protein hewani tersebut
berasal dari berbagai macam daging Diantaranya daging sapi, daging domba,
daging ayam maupun daging babi. Daging ayam merupakan pemasok daging
paling besar sebab harganya relatif murah dibandingkan dengan daging yang
lainnya.
Usaha di bidang peternakan saat ini sangat terbuka lebar karena kondisi alam yang
memungkinkan dan adanya permintaan pasar yang semakin meningkat. Saat ini
banyak penternak yang bergerak dibidang peternakan ayam. Banyak di antara
peternakan ayam yang menjalankan usaha hanya sebatas usaha sampingan
(subsistem) dan dikerjakan secara tradisional belum memaksimalkan pemanfaatan
teknologi budidaya ternak. Padahal melihat strategisnya bisnis peternakan ini
sangat disayangkan. Selain itu, peternakan ayam yang modern dapat dilakukan
untuk maksimalkan keuntungan. Peternak harus memahami hal ini sehingga mau
tidak mau manajemen pemeliharaan secara modern harus dilaksanakan untuk
mendukung keberhasilannya.
Manajemen pemeliharaan ayam ini dimulai sejak persiapan kandang sesuai
persyaratan yang ada yang meliputi berbagai kelengakapan dari peralatan
pemeliharaan ayam, pemberian pakan, dan vaksinasi secara teratur dan terencana.
Selain itu juga harus diperhatikan penanganan dan pengendalian penyakit pada
saat pemeliharaan dapat meningkatkan keuntungan dan efisiensi modal. Oleh
karena itu PT. Medion Jaya Farm berusaha untuk membantu para peternak ayam
dalam menyediakan produk siap pakai yang dapat dimanfaatkan dalam
pelaksanaan manajemen pemeliharaan seperti peralatan pemeliharaan ayam, obat
dan vaksinasi.
B. Tujuan dalam kegiatan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan ini adalah :
1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Pelaksanakan kegiatan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan ini, mahasiswa diharapkan
akan dapat mengetahui tentang berbagai jenis usaha di bidang peternakan.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Pelaksanakan kegiatan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan ini, mahasiswa diharapkan
akan mendapatkan pengetahuan tentang perusahaan di bidang peternakan,
manajemen, kegiatan yang dilakukan perusahaan, dan sebagai gambaran tentang
dunia kerja yang bisa kita dapatkan nantinya.
C. Manfaat
Kegiatan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan adalah memberikan pengetahuan
tentang tata cara berusaha dibidang peternakan dan mengetahui cara mendirikan
usaha.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Vaksin
Vaksin adalah suatu produk yang mengandung sejumlah oranisme (bibit penyakit
tertentu yang menimbulkan kekebalan tubuh khusus terhadap penyakit tertentu.
Vaksin dapat mengandung mikroorganisme yang telah mati (killed-virus) atau
masih hidup (live –virus). Kemampuan live –virus untuk menumbuhkan daya tahan
tubuh lebih tinggi dibandingkan killed-virus karena virus tersebut akan tumbuh dan
berkembang biak dalam tubuh unggas. Kekuatan killed-virus untuk merangsang
produsi antibody unggas tergantung pada unit antigenic (sel-sel virus yang
terkandung di dalam dosissi vaksin (Suprijatna dkk, 2005).
Vaksin ada dua macam, yaitub vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah
vaksin yang mikroorganismenya masih aktif atau masih hidup. Biasanya vaksin aktif
berbentuk sediaan kering beku. Vaksin aktif disimpan pada suhu 2-8oC. Vaksin aktif
harus segera dipakai dalam jangka waktu dua jam setelah dilarutkan. Masa
kadaluwarsa yang tertera dalam kemasan hanya berlaku jika vaksin disimpan pada
suhu yang dianjurkan tersebut. Sedangkan vaksin inaktif harus disimpan pada suhu
8oC dan tidak boleh disimpan di freezer, karena vaksin akan rusak. Pemberian
vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti tetes mata, hidung, mulut
(cekok), melalui air minum dan suntikan (Retno, dkk, 2000).
Vaksin inaktif dapat bersifat tunggal (satu penyakit), tetapi dapat juga merupakan
kombinasi dari beberapa penyakit yang diberikan melalui suntikan secara
intramuscular atau subkutan. Beberapa keuntungan penggunaan vaksin inaktif
adalah penyimpanannya yang lebih mudah dibandingkan dengan vaksin aktif.
Vaksin inaktif tidak dipengaruhi oleh antibodi asal induk sehingga dapat digunakan
untuk DOC. Sedangkan kekurangan vaksin inaktif adalah biaya produksi yang mahal
dan dapat menimbulkan infeksi pada vaksinator jika terkena suntikan secara tidak
sengaja (Rangga, 2000).
Menurut Tizard (1982), pembuatan vaksin dapat dilakukan dengan cara
menginaktifkan atau melemahkan organisme (atenuasi). Cara yang sederhana dari
atenuasi termasuk pemanasan organisme sampai tepat di bawah titk kematian
panasnya atau memaparkan organisme pada bahan kimia penginaktif ke batas
konsentrasi subletal seperti penggunaan formalin atau formaldehida. Kemampuan
vaksin aktif untuk menimbulkan kekebalan tubuh lebih tinggi dibanding dengan
vaksin in aktif karena virus akan berkembang biak didalam tubuh dan merangsang
terbentuknya kekebalan secara cepat, sementara kekuatan vaksin in aktif
merangsang terbentuknya antibodi tergantung pada tergantung pada antigenik
(sel-sel virus) yang terkandung dalam dosis vaksin.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada persiapan vaksinasi yaitu kondisi ayam
yang akan divaksin sehat, jika terindikasi ayam sakit maka jadwal vaksinasi
hendaknya ditunda dan segera menangani gejala yang timbul, setelah thawing
vaksin hendaknya tidak dimasukkan ke dalam marina cooler yang suhunya 2-8oC
karena bisa menurunkan potensi vaksin. Pada saat vaksinasi beberapa hal yang
perlu diperhatikan diantaranya pada vaksinasi via air minum, ayam dipuasakan air
minum selama 1-2 jam (tergantung kondisi cuaca) sebelum vaksinasi, tempat
minum jangan terkena sinar matahari langsung dan jauhkan dari brooder; Jika perlu
vaksin diberikan 2 tahap untuk menghindari ayam yang tidak kebagian vaksin, tidak
tergesa-gesa saat melakukan vaksinasi dan pastikan semua ayam telah tervaksin
dengan dosis yang sama. Untuk vaksin inaktif selama vaksinasi hendaknya vaksin
tetap dikocok secara periodic. Tidak boleh melakukan desinfeksi selama 24-48 jam
sebelum dan sesudah vaksinasi dengan vaksin aktif (selain via injeksi) (Medion,
2009).

B. Obat-obatan
Ada dua cara mengatasi penyakit pada ayam, yaitu dengan program pengendalian
dan pembasmian. Program pengendalian meliputi: menjauhkan ternak dari
kemungkinan tertular penyakit yang berbahaya, meningkatkan daya tahan tubuh
ternak dengan vaksinasi, pengelolaan dan pengawasan yang baik, dan melakukan
diagnosis dini secara cepat dan tepat. Program pembasmian penyakit dapat
dilakukan melalui: test and slaughter, yaitu apabila ternak dicurigai positif
menderita penyakit pulorum, CRD atau lainnya harus dimusnahkan, test and
treatment, bila diketahui ada penyakit dilakukan pengobatan, dan stamping out,
yaitu bila terjadi kasus penyakit menular dan menyerang seluruh ayam di
peternakan, maka ayam, kandang, dan peralatan harus dimusnahkan (Zainuddin
dan Wibawan 2007).
Vitamin adalah zat organik yang tidak dapat dibuat oleh sel-sel tubuh ayam, kecuali
vitamin C. Vitamin dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk memelihara kesehatan,
pertumbuhan dan produksi telur. Vitamin dibagi dua jenis, yaitu vitamin yang larut
dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak (minyak). Vitamin yang larut dalam
air ialah vitamin B1, B2, B6 dan C. Vitamin yang larut dalam lemak ialah vitamin A,
D, E, dan K. Sediaan yang mengandung vitamin antara lain: Vita stress, Vita chicks
dan Vita Strong (Retno, 2000).
Pemberian antibiotik atau antibakteri pada ternak ayam hanya bertujuan untuk
mengobati infeksi sekunder oleh bakteri. Disamping itu, perlu juga dilakukan
rehabilitasi paa jaringan yang rusak dengan pemberian multivitamin. Sanitasi atau
desinfeksi perlu ditingkatkan untuk mencegah meluasnya infeksi pada kandang
atau flok lainnya (Rangga, 2000).
Antibiotik memiliki kemampuan sebagai bakteriostatik yang menghambat
pertumbuhan bakteri dan bakteriosidal yang membunuh bakteri. Dari segi
penyerapannya ada antibiotic yang diserap oleh usus dan ada juga yang tidak
dapat diserap. Cara kerja antibiotic terhadap bakteri antara lain melalui mekanisme
penghambatan dinding sel bakteri, perusakan membrane sel, penghambatan
sintetis protein, penghambatan sintetis DNA, dan penghambatan pembentukan
asam folat (Rangga, 2000).
Ayam yang menunjukkan cirri-ciri di luar ayam normal termasuk ayam sakit.
Beberapa gejala umum yang sering dijumpai diantaranya adalah bulu terkulai dan
kusam, diare, nafsu makan hilang, pertumbuhan terganggu dan produksi telur
turun, kualitas kerabang buruk, serta suara tidak normal. Apabila ternak mengalami
gejala demikian harus segera dilakukan pengobatan dengan pemberian zat
makanan dan antibiotic (Suprijatna, 2005)

C. Peralatan
Kandang harus dilengkapi dengan peralatan, seperti tepat pakan, tempat minum,
alat pemanas, alat penerangan, dan alat sanitasi atau kebersihan. Peralatan harus
memadai, baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal ini terutama pemeliharaan dalam
kandang sistem litter sebab ayam dipelihara secara berkelompok sehingga tempat
pakan dan minum harus cukup agar tidak saling berebut. Apabila persediaan
tempat pakan dan minum kurang, ayam yang peringkat sosialnya rendah kalah
bersaing dan mengalami stress. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan atau
produksinya terganggu (Suprijatna, 2005).
Peralatan yang digunakan pada pemeliharaan fase starter meliputi tempat pakan,
tempat minum, termometer, ember, gelas takar dan lain-lain. Pengaturan tempat
pakan dan minum yang tepat dapat memberikan efisiensi penggunaan pakan
maupun minum. Dalam penempatannya tempat pakan dan minum pada
pemeliharaan umur 1-3 diletakkan dibawah dan disusun melingkar secara
berselang-seling antara tempat pakan dan minum, untuk pemeliharaan umur 5
minggu keatas peletakan tempat pakan dilakukan secara tergantung dengan
ketinggian setinggi bahu ayam Termometer sangat diperlukan dalam induk buatan
(brooder) untuk menentukan suhu ruangan yang ideal. Peralatan seperti kain
lap,ember, dan gelas takar digunakan untuk alat pembersih dan pemberian minum
(Imam, 2009).
Pembagian pakan dan dekatnya jarak tempat pakan (feeder) dengan unggas
merupakan hal penting untuk mencapai target tingkat konsumsi pakan. Sistem
pemberian pakan :
a. Tempat pakan manual; berbagai macam tempat pakan manual yaitu:
 tempat pakan memanjang (long feeder), dengan standar 5 cm/ekor
 tempat pakan bundar (round feeder), dengan standar 2 cm/ekor
 tempat pakan nampan (tray feeder), umumnya digunakan minggu pertama
dengan standart pada hari I yaitu 1 nampan untuk 100 ekor .
b. Tempat pakan otomatis (Chain feeder dan pan feeder)
Tempat pakan nampan digunakan pada fase brooding yang secara perlahan-lahan
diganti dengan tempat pakan gantung. Untuk mencegah pakan tumpah bentuk
tempat pakan mempunyai “bibir” serta jeruji agar ayam tidak mengais pada tempat
pakan; tinggi tempat pakan digantung tapi piringannya masih menempel di lantai;
pengisian pakan sepertiga tinggi piringan (Setyawan, 2010).
Pemasangan tempat minum di dalam kandang sebaiknya jangan terlalu rendah,
karena ayam akan mengalami kesulitan untuk mengadahkan kepalnya dalam
meneguk air. Hal ini akan mengakibatkan ayam tidak dapat minum dengan cukup.
Kurangnya air minum mengakibatkan produksi telur tidak maksimal. Tempat minum
harus ditempatkan setinggi punggung ayam (untuk mkodel tempat minum
gantung). Untuk kandang baterai, tempat minum ditempatkan lebih tinggi dari
ransum (Retno, 2000).

BAB III. MATERI DAN METODE

A. Materi
Materi yang digunakan dalam kegiatan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan adalah di
PT. Medion, Jln. Babakan Ciparay No. 282 Bandung.
B. Waktu dan Tempat
Kegiatan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan dilaksanakan pada hari Selasa, tanggal
23 November 2010 di PT. Medion, Jln. Babakan Ciparay No. 282 Bandung, pukul
09.00-12.00 WIB
C. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan Kunjungan Kuliah Kerja Lapangan dilaksanakan
dengan mengadakan observasi di PT. Medion, Jln. Babakan Ciparay No. 282
Bandung. Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam kegiatan Kuliah
Kerja Lapang ini adalah:
1. Pengamatan (Observasi)
Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati secara langsung
disertai pencatatan tentang berbagai hal yang dibutuhkan praktikan.
2. Wawancara
Metode ini merupakan pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab
secara langsung kepada pengelola perusahaan yang dianggap mengetahui tentang
informasi yang dibutuhkan praktikan.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Perusahaan


PT. Medion Jaya Farm Bandung merupakan salah satu perusahaan penghasil produk
peternakan baik berupa vaksin, obat dan alat-alat peternakan. PT. Medion
merupakan penghasil vaksin yang terbesar dan memiliki jaringan pemasaran yang
luas termasuk Asia-Afrika. Perusahaan ini mulai didirikan pada tahun 1978 oleh
Jonas Jahja yaitu seorang ahli farmasi, yang mengawali usaha ini sejak tahun 1969.
Dengan pengetahuan yang dimilikinya, kemudian memproduksi beberapa produk
obat-obatan untuk ayam yang didistribusikan ke beberapa kota di Indonesia. Produk
yang berkualitas tinggi dan dapat dipercaya menjadikannya sebagai perusahaan
Indonesia yang mengkhususkan dalam produk-produk peternakan. Pada tahun 2000
sudah terbentuk 33 kantor perwakilan di dalam negeri meliputi Jawa, Bali,
Sumatera, Sulawesi, Kalimantan; dan tiga kantor perwakilan di luar negeri meliputi
Asia Tenggara, Nepal dan China.
Kantor PT. Medion terletak 150 km sebelah selatan Jakarta, atau lebih tepatnya di
daerah Bandung yaitu Jl. Babakan Ciparay no. 282 PO Box 1221, sedangkan untuk
pabriknya berada di dareah Jl. Watujajar daerah Cimarende. Visi dari PT. Medion
adalah menjadi pemain utama dalam industri peternakan di Indonesia dan Asia-
Afrika sejalan dengan usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan
misinya adalah untuk memenuhi kebutuhan petani-peternak dengan menyediakan
produk-produk peternakan yang berkualitas dan komplit dengan pelayanan yang
terbaik dan peningkatan pengetahuan agar dapat meningkatkan usaha mereka.
Produk-produk yang dihasilkan telah diakui oleh beberapa peternak baik kecil
maupun skala besar, para konsumen dapat melakukan claim atau keluhan
mengenai produknya yang kemudian akan ditanggapi oleh pihak PT. Medion.
Sehingga menjadikannya sebagai perusahaan penghasil produk-produk peternakan
yang berkualitas dan terjamin. Sesuai dengan visi dan misi yang ingin dicapai.
B. Struktur Organisasi
Adapun PT. Medion mempunyai skala usaha internasional sehingga pada struktur
organisasi terdapat International Sales Manager dan National Sales Manager,
namun pada saat praktikum tidak disertakan dan dijelaskan. Adapun National Sales
Manager membawahi Regional Manager yang bertugas atau berwenang di setiap
regional atau cabang dari PT. Medion di Indonesia.

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Medion


Sistem keorganisasian sangat membutuhkan sebuah koordinasi antar bidang dalam
melaksanakan tugas-tugasnya agar tidak terjadi gesekan-gesekan yang kontra
produktif dengan tujuan utama di PT. Medion. Pengawasan dilakukan untuk
menetapkan standar pelaksanaan kegiatan yang disusun berdasarkan rencana yang
telah ditetapkan dan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan yang terjadi.
Di PT. Medion sendiri memiliki pekerja yang dibagi menjadi 2 yaitu : Managerial dan
Non managerial. Untuk managerial diperlukan pendidikan D3 sampai S1 dimana
terdapat 300 orang yang ditempatkan di kantor pusat, sedangkan sekitar 170 orang
ditempatkan di lapangan secara langsung. Untuk non managerial minimal
pendidikan D1 sehingga dibutuhkan 1500 orang di tempatkan di kantor sedangkan
175 orang ditempatkan di lapangan. Kebutuhan pekerja antara pusat lebih banyak
daripada lapangan.
C. Sertifikasi
Fasilitas sarana prasarana dibangun dengan menyesuaikan persyaratan-
persyaratan lokasi dan bangunan industri dan dilengkapi dengan mesin
bertehnologi modern. Semua proses produksi yang berjalan disesuaikan dengan
GMP (Good Manufacturing Practice) dan proses QC(Quality Control) menyesuaikan
dengan standar lokal dan internasional seperti Indonesian Pharmacopeias, United
States Pharmacopeias, British Pharmacopeias dan European Pharmacopeias.
Perusahaan ini juga menggunakan perencanaan secara teratur dan riset untuk
menghasilkan suatu produk, untuk merumuskan, untuk menyiapkan bahan baku
yang berkualitas bagus, untuk menguji kualitas akhir dari produk yang dihasilkan,
untuk menguji kestabilan, potensi dan keamanan produk tersebut. Disamping
mengembangkan produk terbaru, bagian R&D (Research and Development) atau
riset dan pengembangan juga menjaga peningkatan proses produksi dari produk
pasar, sehingga perusahaan ini selalu memenuhi kebutuhan dan permintaan dari
peternak.
ISO 9001:2008 yang diraih Medion menjadi bukti setiap proses produksi yang
dijalankan telah memenuhi standar internasional sehingga produk yang dihasilkan
mempunyai kualitas yang selalu terjaga dan konsisten, bahkan selalu ditingkatkan.
Tidak hanya pada produk, kualitas pelayanan (service) juga selalu ditingkatkan.
Dengan demikian, produk dan jasa yang dihasilkan pasti dijamin mutunya dan
mengikuti perkembangan teknologi, pasar dan kebutuhan pelanggan. Hal ini
senada dengan slogan perusahaan yang telah mengekspor produknya ke 15 negara
Asia-Afrika, mengutamakan mutu memuaskan konsumen.
D. Produk PT. Medion
PT. Medion juga melakukan riset dan pengembangan, sehingga menghasilkan
produk-produk yang berguna bagi peternak. Dengan dukungan dari sumber daya
manusia dan mesin-mesin modern, beragam produk berhasil dikembangkan
termasuk produk biologis berupa vaksin, obat-obatan dan peralatan perlengkapan
peternakan.
1. Biological Products
Produk biologi yang dihasilkan di perusahaan ini antara lain adalah vaksin. Vaksin
yang diproduksi di PT. Medion Jaya Farm berupa vaksin inaktif dan vaksin aktif yang
dihasilkan dari telur yang diberi dengan bibit penyakit, yang dimasukkan melalui
bagian telur yang terbuka bagian atasnya. Telur yang digunakan berupa jenis telur
SPF (Steril Pathogen Free) yaitu telur yang telah ditanam dengan penyakit dan
dipanen setelah 2 minggu, kemudian diambil embrio yang telah ditanam satu jenis
penyakit tersebut dilanjutkan dengan proses ekstraksi bagian yang terkena
penyakit saja, sedangkan untuk bagian yang tidak terkena dimusnahkan dengan
cara dibakar dicampur dengan formalin. Dari hasil ekstraksi digunakan untuk
membuat vaksin.
Ruangan pembuatan vaksin dibagi menjadi beberapa kelas menurut jumlah partikel
yang ada dalam ruangan tersebut. Selain itu pembagiannya juga berdasarkan
tingkat vaksin yang dihasilkan, vaksin yang berasal dari penyakit yang sangat
berbahaya dan menular ke manusia seperti Avian Influenza sampai ke vaksin
dengan tingkat bahaya sedang dan rendah. Untuk bagian penghasil vaksin
merupakan bagian yang sangat membutuhkan tingkat keamanan dan bahaya
tinggi, dikarenakan berurusan dengan bibit penyakit. Pada bagian penghasil vaksin
terdapat beberapa tahapan sebelum memasuki area kerja untuk keselamatan kerja
dari pegawai tersebut.
Proses pengecekan vaksin yang dihasilkan dilakukan oleh bagian sendiri, dimana
proses pengecekan dilakukan dengan cara meletakkan dalam ruangan dan
ditunggu selama 1-2 minggu apabila timbul jamur atau yang lainnya maka produk
tersebut tidak lulus uji, yang kemudian dihancurkan.

Tabel 1. Vaksin yang diproduksi PT. Medion Jaya Farm


Vaksin Aktif Vaksin Inaktif
Medivac Gumboro A
Medivac Gumboro B
Medivac IB H-52
Medivac IB H-120
Medivac ND Clone 45
Medivac ND Hichner B1
Medivac ND la Sota
Medivac ND-IB
Medivac ILT
Medivac Pox
Medivac ND-AI emulsion
Medivac ND AI
Medivac AI
Medivac ND Emulsion
Medivac ND-EDS Emulsion
Medivac ND-IB Emulsion
Medivac ND-IB-IBD Emulsion
Medivac Gumboro Emulsion
Medivac ND-EDS-IB Emulsion
Medivac Coryza B
Medivac Coryza T Suspension
Medivac Coryza T
Sumber: Info Medion
a. Medivac Gumboro A
Medivac Gumboro A mengandung virus IBD aktif strain Cheville 1/68. Virus
dikembangbiakkan dalam telur SPP (Specific pathogen free) berembrio sehingga
bebas dari pencemaranmikroorganisme patogen. Medivac Gumboro A digunakan
untuk mencegah penyakit IBD pada ayam pedaging, ayam pejantan, ayam petelur
dan ayam pembibit. Medivac Gumboro A dapat diberikan pada anak ayam umur 7
hari, yang umumnya masih mempunyai kekebalan asal induk tinggi.
b. Medivac Gumboro B
Medivac Gumboro B mengandung virus IBD aktif strain D22. Virus
dikembangbiakkan dalam telur SPF (Specific pathogen free) berembrio sehingga
bebas dari pencemaran mikroorganisme patogen. Medivac Gumboro B digunakan
untuk mencegah penyakt IBD pada ayam pedaging, ayam jantan, ayam petelur dan
ayam pembibit yang berumur 10hari atau lebih.
c. Medivac ND-AI Emulsion
Medivac ND-AI Emulsion merupakan vaksin inaktif berbentuk emulsi untuk
mencegah penyakit Newcastle disease (ND) dan avian influenza (AI) pada unggas.
Medivac ND-AI Emulsion mengandung virus ND strain La Sota dan AI subtipe H5,
yang telah diinaktifkan dan diemulsikan ke dalam adjuvant minyak mineral untuk
meningkatkan dan memperpanjang daya kerja vaksin. Medivac ND-AI Emulsion
digunakan untuk mencegah penyakit ND dan AI pada ayam pedaging, ayam jantan,
ayam petelur dan ayam pembibit.
d. Medivac ND AI
Medivac ND-AI mengandung virus ND strain La Sota dan AI subtipe H5, yang telah
diinaktifkan dan diemulsikan ke dalam adjuvant minyak mineral untuk
meningkatkan dan memperpanjang daya kerja vaksin. Medivac ND-AI digunakan
untuk mencegah penyakit ND dan AI pada ayam pedaging, ayam jantan, ayam
petelur dan ayam pembibit
e. Medivac AI
Medivac AI mengandung virus AI subtipe H5N1, hasil isolasi lapangan, yang telah
diinaktifkan dan diemulsikan ke dalam adjuvant mineral untuk meningkatkan dan
memperpanjang daya kerja vaksin. Medivac AI digunakan untuk mencegah penyakit
AI pada ayam pedaging, ayam jantan, ayam petelur dan ayam pembibit
f. Medivac ND-Gumboro Emulsion
Medivac ND-Gumboro Emulsion mengandung virus Newcastle disease (ND) strain La
Sota dan infectious bursal disease (IBD/Gumboro) strain Winterfield 2512 yang telah
diinaktifkan. Virus diemulsifikasi ke dalam adjuvant minyak mineral untuk
meningkatkan dan memperpanjang daya kerja vaksin. Medivac ND-Gumboro
Emulsion digunakan untuk mencegah penyakit Gumboro dan ND, yang biasanya
menyerang ayam di umur 22-35 hari.
g. Medivac Coryza
Medivac Coryza mengandung bakteri Haemophilus paragallinarum yang telah
diinaktifkan. Medivac Coryza digunakan untuk mencegah penyakit infectious coryza
(korisa/snot) pada ayam pedaging, ayam jantan, ayam petelur dan ayam pembibit.
Medivac Coryza mampu menstimulasi pembentukan antibodi protektif secara cepat
dan mampu melindungi secara optimal terhadap infeksi bakteri korisa.
h. Medivac Coryza T Suspension
Medivac Coryza T Suspension mengandung bakteri Haemophilus paragallinarum
strain W, Spross dan Modesto yang telah diinaktifkan. Bakteri inaktif diadsorbsikan
ke dalam adjuvant aluminium hidroksida untuk meningkatkan dan memperpanjang
daya kerja vaksin. Medivac Coryza T Suspension digunakan untuk mencegah
serangan penyakit korisa pada ayam pedaging, jantan, petelur dan pembibit.
Medivac Coryza T Suspension dapat diberikan pada ayam pedaging, jantan, petelur
dan pembibit berbagai umur dengan cara suntikkan subkutan (bawah kulit) di leher
bagian belakang sebelah bawah dan intramuskular (tembus daging/otot) di otot
dada atau di paha.

Gambar 1. Produk Vaksin PT. Medion Jaya Farm


2. Pharmaceutical Products
a) Produk Obat
Tabel 2. Obat yang diproduksi PT. Medion Jaya Farm
Obat Fungsi
Antikoksi membasmi parasit pada ayam petelur, anak ayam, ayam pedaging
Cacing Exitor membasmi cacingan pada ayam
Doxytin mengobati Chronic Respiratory Disease (CRD) pada unggas
Doxyvet pencegahan dan pengobatan penyakit pernafasan pada unggas (CRD).
Erysuprim membasmi bakteri penyebab CRD dan Korisa (Snot)
Ferdex mencegah dan menyembuhkan anemia atau kurang darah pada anak babi
Injeksi Tysionol memberantas penyaki-penyakit penting pada babi, unggas, dan
sapi.
Koksidex mengobati koksidiosis pada ayam
Vet Strep mengobati korisa dan CRD
Wormzol Bolus membasmi cacing pita, cacing hati, cacing gilik, cacing paru pada
sapi dan kerbau.
Vermixon Sirop membasmi cacing gelang pada ayam
Koleridin mengobati kolera pada unggas
Medoxy L mengobati penyakit-penyakit pada unggas, sapi, kuda, kerbau, babi,
domba, kambing, anjing, kucing
Medoxy LA mengobati penyakit-penyakit pada unggas, sapi, kerbau, kambing, dan
domba
Neo Meditril & Doctril mengobati penyakit CRD kompleks
Neo Meditril I bakteri pada sapi, babi, unggas
Respiratrek mengobati CRD kompleks dan Colibacillosis
Sulfamix mengobati penyakit pada unggas
Sulpig mengobati penyakit-penyakit pada babi
Therapy mengobati penyakit-penyakit pada unggas
Trimezyn mengobati penyakit korisa (pilek, snot), CRD (ngorok), kolera (berak
hijau), pullorum (berak kapur)
Sumber: Info Medion
Gambar 2. Produk obat PT. Medion Jaya Farm

b) Produk Vitamin
Tabel 3. Vitamin yang diproduksi PT. Medion Jaya Farm
Vitamin Fungsi
Egg Stimlulant antibiotik dan vitamin yang digunakan untuk meningkatkan produksi
telur pada ayam petelur
Neobro mempercepat pertumbuhan ayam pedaging, mengurangi kematian, dan
meningkatkan efisiensi penggunaan ransum
Top Mix pelengkap makanan untuk ayam petelur, ayam pedaging, bibit ayam, dan
anak ayam
Turbo vitamin untuk bebek petelur
Vita Chicks kombinasi vitamin dan antibiotik yang digunakan pada ayam
Vita Strong multivitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh pada ayam
Strong n Fit memacu produktivitas ayam dan membantu pembentukan energi untuk
perbaikan produksi telur, berat badan, FCR dan daya tahan tubuh.
Aminovit menambah produksi telur dan memperpanjang masa bertelur pada ayam,
memperbesar telur, menguatkan dinding kerabang telur dan menambah kesuburan
(fertilitas), dan memperbaiki konversi ransum
Broiler Vita mempercepat pertumbuhan dan memperbaiki konversi ransum ayam
broiler.
Mineral Feed Supplement A meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas ayam
dan itik
Sumber: Info Medion

Gambar 3. Produk Vitamin PT. Medion Jaya Farm

c) Produk antiseptic atau desinfektan


Tabel 4. Antiseptic yang diproduksi PT. Medion Jaya Farm
Antiseptic/Desinfektan
Antisap Vita tetra Chlor
Neo Antisep Tysinol
Formades Tyfural
Medisep Trimezyn-S
Sporades Therapy
Desinep Sulfamix
Sumber: Info Medion

Gambar 4. Produk Antiseptic dan Desinfektan PT. Medion Jaya Farm


3. Poultry Equipment
Di PT. Medion Jaya Farm produk poultry equipment yang dihasilkan seperti tempat
minum ayam baik ukuran kecil sampai besar dan otomatis, tempat ransum ayam,
nampan tempat pakan (feeder tray), alat pemanas untuk anak ayam, tempat telur
(egg tray), kemasan obat, vaksin, botol dan juga produk-produk pendukung yang
lainnya.
Bahan baku yang digunakan berupa polyprylene, dimana polyprylene yang
berbentuk biji/butir halus dimasukkan dalam mesin kemudian dengan waktu yang
telah ditentukan maka keluar produk yang diinginkan. Untuk produk yang gagal
atau tidak memenuhi standar kualitas tidak dibuang melainkan di daur ulang
menjadi produk tertentu. Untuk mengetahui kualitas dari suatu produk yang
dihasilkan, maka dilakukan QC (quality control) agar produk yang akan dipasarkan
tidak merugikan konsumen. Untuk bagian PEP (Poultry Equipment and Printing
Device) atau penghasil produk dan peralatan peternakan ini pekerja keseluruhan
dari jenis non managerial yang jumlahnya lebih banyak daripada managerial.

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan
Produk biologi (Biological Products) yang dihasilkan di PT. Medion Jaya Farm ini
antara lain adalah vaksin. Vaksin yang diproduksi berupa vaksin aktif dan vaksin
inaktif. Produk farmasi (Pharmaceutical Products) yang dihasilkan di PT. Medion Jaya
Farm ini antara lain berupa obat, vitamin, antibiotic, dan desinfektan.
Peralatan peternakan ayam (Poultry Equipment) yang dihasilkan di PT. Medion Jaya
Farm ini antara lain berupa tempat minum ayam baik ukuran kecil sampai besar
dan otomatis, tempat ransum ayam, nampan tempat pakan (feeder tray), alat
pemanas untuk anak ayam, tempat telur (egg tray), kemasan obat, vaksin, botol
dan juga produk-produk pendukung yang lainnya.
B. Saran
Sebaiknya PT. Medion Jaya Farm sering melakukan sosialisasi terhadap peternak
tradisional, sehingga kesadaran akan usaha peternakan yang modern dapat
ditingkatkan. Koleksi buku-buku terbitan Medion sebaiknya juga disosialisasikan
kepada para peternak-peternak maupun masyarakat, sehingga peternak tahu
perkembangan dunia peternakan.

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR PUSTAKA

Imam, Fatoni. 2009. Manajemen Pemeliharaan Ayam Petelur Di Peternakan Dony


Farm Kabupaten Magelang. Tugas Akhir Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Info Medion. 2010. Informasi Produk. http://info.medion.co.id/index.php/lain-
lain/informasi-produk.Diakses pada hari Selasa, 28 Desember 2010 jam 18.30 WIB.
Irwan, Setiawan. 2010. Pemeliharaan Ayam. http://www.central-bangkok-
farm.com/2010/05/temapat-pakan-untuk-pemeliharaan-ayam.html (Diakes pada
hari rabu, 29 Desember 2010 pukul 13.25 WIB).
Medion Online. 2009. Tata Laksana Vaksinasi. http://info.medion.co.id (Diakses pada
hari Kamis 6 Januari 2010 jam 18.59 WIB).
Retno, D, Jahja, J, Suryani T. Ayam Sehat Ayam Produktif 2. Medion. Bandung.
Rangga, Charles. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Volume 1. Kanisius.
Yogyakarta.
Setyawan, Iwan. 2010. http://www.central-bangkok-farm.com/2010/05/temapat-
pakan-untuk-pemeliharaan-ayam.html. Diakes pada hari kamis, 30 Desember 2010
pukul 08.15 WIB.
Suprijatna, Edjeng., Umiyati, A., Ruhyat ,K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Tizard I. 1982. Pengantar Imunologi Veteriner. M. Partodiredjo, penerjemah. Edisi
ke-2. Surabaya: Airlangga University Press.
Zainuddin, D. dan I.W.T. Wibawan. 2007. Biosekuriti dan Manajemen Penanganan
Penyakit Ayam Lokal. Sumber Daya Genetic Ayam Lokal Indonesia. Dalam
Keanekaragaman Sumber daya Hayati Ayam Lokal Indonesi. Pusat Penelitian
Biologi, Lembaga IImu Pengetahuan Indonesia, Cibinong.
Perundang-Undangan Penyakit Rabies
Friday, November 05, 2010 9:56 PM
TUGAS PERUNDANG-UNDANGAN KEB. & PEMB. PETERNAKAN

“ PENYAKIT RABIES ”

Jurusan/Program Studi Peternakan


Oleh :
Agung Wicaksono H 0507014
Muji Sumiyati H 0507054
Yuli Wulandari H 0508018

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENDAHULUAN

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular
rabies terutama anjing, kucing dan kera. Sampai kini hanya 5 Propinsi di Indonesia
bebas historis rabies, yaitu Kalimantan Barat, Bali, Nusa Tenggara Barat, Maluku
dan Irian Jaya. Sejak tahun 1994 propinsi yang tadinya endemis rabies, telah
dibebaskan dari rabies pada manusia pada hewan yaitu di Jawa Timur, Jawa Tengah
dan D.I Yogyakarta sampai saat ini ada 18 propinsi yang belum bebas kasus rabies.
Pada tahun 1998 terjadi outbreak di Kab. Flores Timur, Prop. NTT. Jumlah rata-rata
per tahun kasus gigitan pada manusia oleh hewan penular rabies (1995-1997)
15.000 kasus, diantaranya 8.550 (57 %) divaksinasi anti rabies (VAR) dan 662
(1,5%) diberikan kombinasi VAR dan SAR (serum anti rabies). Selama tiga tahun
( 1995 - 1997). Ditemukan rata-rata pertahun 59 kasus rabies pada manusia,
sedangkan 22,44 spesimen dari hewan yang diperiksa, 1327 (59%) menunjukkan
positif rabies.
Mengingat akan adanya bahaya rabies terhadap kesehatan dan ketentraman
masyarakat karena dampak buruknya yang selalu diakhiri dengan kematian, maka
usaha pengendalian penyakit berupa pencegahan dan pemberantasan perlu
dilaksanakan seintensif mungkin, bahkan menuju pada program pembebasan.
Program pembebasan rabies merupakan kesepakatan Nasional dan merupakan
kerjasama kegiatan 3 (tiga) Departemen, yaitu Departemen Pertanian (Ditjen
Peternakan), Departemen Dalam Negeri (Ditjen PUOD) dan Departemen Kesehatan
(Ditjen PPM & PLP), sejak awal Pelita V 1989 hingga diperpanjang sampai dengan
tahun 2005.
PEMBAHASAN

Rabies (penyakit anjing gila) adalah penyakit infeksi akut pada susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan penular
rabies terutama anjing, kucing, dan kera. Penyakit rabies merupakan penyakit
zoonosis atau penyakit yang ditularkan oleh hewan ke manusia ataupun sebaliknya.
Penyakit ini disebabkan oleh Rabdhovirus dan ditularkan melalui gigitan hewan
pembawa dan dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia serta
mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf pusat yang berujung pada kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang
terinfeksi. Hewan ini menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia
melalui gigitan dan kadang melalui jilatan. Virus akan masuk melalui saraf-saraf
menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka
berkembangbiak. Selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar
liur dan masuk ke dalam air liur.
Banyak hewan yang bisa menularkan rabies kepada manusia. Yang paling sering
menjadi sumber dari rabies adalah anjing; hewan lainnya yang juga bisa menjadi
sumber penularan rabies adalah kucing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah.
Rabies pada anjing masih sering ditemukan di Amerika Latin, Afrika, dan Asia,
karena tidak semua hewan peliharaan mendapatkan vaksinasi untuk penyakit ini.
Hewan yang terinfeksi bisa mengalami rabies buas atau rabies jinak. Pada rabies
buas, hewan yang terkena tampak gelisah dan ganas, kemudian menjadi lumpuh
dan mati. Pada rabies jinak, sejak awal telah terjadi kelumpuhan lokal atau
kelumpuhan total.

1. GEJALA
Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah terinfeksi, tetapi masa
inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun. Masa inkubasi
biasanya paling pendek pada orang yang digigit pada kepala, tempat yang tertutup
celana pendek, atau bila gigitan terdapat di banyak tempat.
Meskipun sangat jarang terjadi, rabies bisa ditularkan melalui penghirupan udara
yang tercemar. Telah dilaporkan 2 kasus yang terjadi pada penjelajah yang
menghirup udara di dalam goa yang terdapat banyak kelelawar. Orang atau hewan
tergigit menjadi sakit setelah 7 hari sampai bulanan/tahunan (rata-rata 14-90 hari)
tergantung pada tempat gigitan, kedalaman luka, galur virus dan kondisi tubuh.
Pada anjing, virus sudah dikeluarkan pada air liur bahkan sebelum gejala klinis
kelihatan. Gejala awal rabies pada anjing sering tidak jelas diantaranya adalah
perubahan tingkah laku hewan dari jinak menjadi galak, mengembara hingga
puluhan Km, dari galak menjadi jinak. Gejala rabies yang sebenarnya: galak, agresif
(mengejar segala benda/orang yang bergerak), menggigit dan menelan segala
macam barang (seperti batu, kayu, bungkus rokok, dll), air ludah mengalir,
meraung-raung, leher dan rahang lumpuh, ekor “menggantung”, kejang-kejang,
mati.
Pada 20% penderita, rabies dimulai dengan kelumpuhan pada tungkai bawah yang
menjalar ke seluruh tubuh. Tetapi penyakit ini biasanya dimulai dengan periode
yang pendek dari depresi mental, keresahan, tidak enak badan dan demam.
Keresahan akan meningkat menjadi kegembiraan yang tak terkendali dan penderita
akan mengeluarkan air liur. Kejang otot tenggorokan dan pita suara bisa
menyebankan rasa sakit luar biasa. Kejang ini terjadi akibat adanya gangguan
daerah otak yang mengatur proses menelan dan pernafasan. Angin sepoi-sepoi dan
mencoba untuk minum air bisa menyebabkan kekejangan ini. Oleh karena itu
penderita rabies tidak dapat minum. Karena hal inilah, maka penyakit ini kadang-
kadang juga disebut hidrofobia (takut air).
2. GEJALA KLINIS
a. Stadium Prodromal
Gejala-gejala awal berupa demam, malaise, mual dan rasa nyeri ditenggorokan
selama beberapa hari.
b. Stadium Sensoris
Penderita merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka.
Kemudian disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap
rangsang sensorik.
c. Stadium Eksitasi
Tonus otot-otot dan aktivitas simpatik menjadi meninggi dengan gejala
hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi dan pupil dilatasi. Bersamaan dengan
stadium eksitasi ini penyakit mencapai puncaknya, yang sangat khas pada stadium
ini ialah adanya macam-macam fobi, yang sangat terkenal diantaranya ialah
hidrofobi. Kontraksi otot-otot Faring dan otot-otot pernapasan dapat pula
ditimbulkan oleh rangsang sensorik seperti meniupkan udara kemuka penderita
atau dengan menjatuhkan sinar kemata atau dengan menepuk tangan didekat
telinga penderita. Pada stadium ini dapat terjadi apnoe, sianosis, konvulsa da
tahikardi. Tindak-tanduk penderita tidak rasional kadang-kadang maniakal disertai
dengan saat-saat responsif. Gejala-gejala eksitasi ini dapat terus berlangsung
sampai penderita meninggal, tetapi pada saat dekat kematian justru lebih sering
terjadi otot-otot melemah, hingga terjadi paresis flaksid otot-otot.
d. Stadium Paralis
Sebagian besar penderita rabies meninggal dalam stadium eksitasi. Kadang-kadang
ditemukan juga kasus tanpa gejala-gejala eksitasi, melainkan paresis otot-otot yang
bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang
memperlihatkan gejala paresis otot-otot pernafasan.
3. DIAGNOSA
Jika seseorang digigit hewan, maka hewan yang menggigit harus diawasi.
Immunofluoresensi (tes antibodi fluoresensi) yang dilakukan terhadap hewan
tersebut. Tes tersebut dapat menunjukkan bahwa hewan tersebut menderita rabies.
Biopsi kulit, pemeriksaan kulit leher dengan cara diperiksa dengan mikroskop,
biasanya dapat menunjukkan adanya virus. Setelah virus rabies masuk melalui luka
gigitan, maka selama 2 minggu virus tetap tinggal pada tempat masuk dan
didekatnya, kemudian bergerak mencapai ujung-ujung serabut saraf posterior tanpa
menunjukkan perubahan-perubahan fungsinya.
Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, tetapi
pada umumnya 3-8 minggu, berhubungan dengan jarak yang harus ditempuh oleh
virus sebelum mencapai otak. Sesampainya di otak virus kemudian memperbanyak
diri dan menyebar luas dalam semua bagian neuron, terutama mempunyai
predileksi khusus terhadap sel-sel sistem limbik, hipotalamus dan batang otak.
Setelah memperbanyak diri dalam neuron-neuron sentral, virus kemudian kearah
perifer dalam serabut saraf eferen dan pada saraf volunter maupun saraf otonom.
Dengan demikian virus menyerang hampir tiap organ dan jaringan didalam tubuh,
dan berkembang biak dalam jaringan-jaringannya, seperti kelenjar ludah, ginjal, dan
sebagainya.
4. PENCEGAHAN
Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus atau
segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada orang-
orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus, yaitu :
a. Dokter hewan.
b. Petugas laboratorium yang menangani hewan-hewan yang terinfeksi.
c. Orang-orang yang menetap atau tinggal lebih dari 30 hari di daerah yang rabies
pada anjing banyak ditemukan
d. Para penjelajah gua kelelawar.
Vaksinasi memberikan perlindungan seumur hidup. Tetapi kadar antibodi akan
menurun, sehingga orang yang berisiko tinggi terhadap penyebaran selanjutnya
harus mendapatkan dosis buster vaksinasi setiap 2 tahun.
Hal yang dapat menekan penyebaran rabies di Bali adalah masyarakat tidak
melepasliarkan anjing peliharaannya, misalnya dengan cara dirantai atau
dikandangkan. Perlu diperbanyak penyampaian informasi kepada masyarakat
tentang penyakit rabies, mulai dari apa itu penyakit rabies, gejala-gejala yang
tampak, bahaya dan cara pencegahannya serta pertolongan pertama jika tergigit
anjing. Serta sosialisasi tentang pelarangan memasukkan hewan penyebar rabies
ke Bali sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali No. 80/2008 kepada masyarakat.
5. PENGOBATAN
a. Penanganan Luka Gigitan Hewan Menular Rabies
Setiap ada kasus gigitan hewan menular rabies harus ditangani dengan cepat dan
sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies yang masuk pada
luka gigitan, usaha yang paling efektif ialah mencuci luka gigitan dengan air
(sebaiknya air mengalir) dan sabun atau detergent selama 10-15 menit, kemudian
diberi antiseptik (alkohol 70 %, betadine, obat merah dan lain-lain). Meskipun
pencucian luka menurut keterangan penderita sudah dilakukan namun di
Puskesmas Pembantu/Puskesmas/Rumah Sakit harus dilakukan kembali seperti di
atas.
Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang
perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti Rabies
(SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka sebanyak
mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler. Disamping itu harus
dipertimbangkan perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus, anti biotik
untuk mencegah infeksi dan pemberian analgetik.
b. Pengobatan Pada Rabies
a) Jika segera dilakukan tindakan pencegahan yang tepat, maka seseorang yang
digigit hewan yang menderita rabies kemungkian tidak akan menderita rabies.
Orang yang digigit kelinci dan hewan pengerat (termasuk bajing dan tikus) tidak
memerlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut jarang
terinfeksi rabies. Tetapi bila digigit binatang buas (sigung, rakun, rubah, dan
kelelawar) diperlukan pengobatan lebih lanjut karena hewan-hewan tersebut
mungkin saja terinfeksi rabies.
b) Tindakan pencegahan yang paling penting adalah penanganan luka gigitan
sesegera mungkin. Daerah yang digigit dibersihkan dengan sabun, tusukan yang
dalam disemprot dengan air sabun. Jika luka telah dibersihkan, kepada penderita
yang belum pernah mendapatkan imunisasi dengan vaksin rabies diberikan
suntikan immunoglobulin rabies, dimana separuh dari dosisnya disuntikkan di
tempat gigitan.
c) Jika belum pernah mendapatkan imunisasi, maka suntikan vaksin rabies
diberikan pada saat digigit hewan rabies dan pada hari ke 3, 7, 14, dan 28. Nyeri
dan pembengkakan di tempat suntikan biasanya bersifat ringan. Jarang terjadi
reaksi alergi yang serius, kurang dari 1% yang mengalami demam setelah
menjalani vaksinasi.
d) Jika penderita pernah mendapatkan vaksinasi, maka risiko menderita rabies akan
berkurang, tetapi luka gigitan harus tetap dibersihkan dan diberikan 2 dosis vaksin
(pada hari 0 dan 2).
e) Sebelum ditemukannya pengobatan, kematian biasanya terjadi dalam 3-10 hari.
Kebanyakan penderita meninggal karena sumbatan jalan nafas (asfiksia), kejang,
kelelahan atau kelumpuhan total. Meskipun kematian karena rabies diduga tidak
dapat dihindarkan, tetapi beberapa orang penderita selamat. Mereka dipindahkan
ke ruang perawatan intensif untuk diawasi terhadap gejala-gejala pada paru-paru,
jantung, dan otak. Pemberian vaksin maupun imunoglobulin rabies tampaknya
efektif jika suatu saat penderita menunjukkan gejala-gejala rabies.
6. PERAN PEMERINTAH
Kebijakan dalam menangani penyebaran penyakit rabies di Indonesia diantaranya
tertera pada Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 1637.1/Kpts/Pd.640/12/2008
Tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Anjing Gila (Rabies) Di
Kabupaten Badung Provinsi Bali.
Isi dari keputusan ini diantaranya adalah :
a. Menyatakan berjangkitnya wabah penyakit anjing gila (rabies) di Kabupaten
Badung, Provinsi Bali .
b. Menyatakan kabupaten/kota lain dalam wilayah Provinsi Bali merupakan daerah
bebas terancam wabah penyakit anjing gila (rabies). Dari hasil pemeriksaan PCR
(Polimerase Chain Reaction), FAT (Fluorescence Antibody Test), dan IHK
(Imunohistokimia), Bali dinyatakan positif sebagai daerah tertular rabies.
Menindaklanjuti hasil penelitian tersebut, pemerintah melalui Peraturan Mentri
Pertanian No. 1637/2008 menyatakan Bali sebagai daerah wabah rabies. Hal ini
juga ditindaklanjuti oleh Gubernur Bali dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur
Bali No. 80/2008 tentang penutupan sementara pemasukan atau pengeluaran
anjing, kucing, kera atau hewan sebangsanya dari dan ke provinsi Bali per 1
Desember 2008.
c. Pada daerah tertular dilakukan tindakan pencegahan, pengendalian dan
pemberantasan penyakit anjing gila (rabies) secara terkoordinasi dengan instansi
terkait yang kompeten dibidangnya sesuai Keputusan Bersama Menteri Kesehatan,
Menteri Pertanian, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 279A/Men.Kes/SK/VIII/1978;
Nomor 522/Kpts/UM/8/78;Nomor 143 Tahun 1978 serta teknis pelaksanaanya.
Selain itu, dalam Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan juga menyebutkan mengenai Kebijakan Pemerintah yaitu
tercantum pada Bab V tentang Kesehatan Hewan, Pasal 39 – 54. Dan juga terdapat
pada Bab VI mengenai Kesehatan Masyarakat Veteriner, yaitu Pasal 56 – 65.

PENUTUP

Dari hasil pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai


penyakit rabies yang terjadi di Indonesia, diantaranya :
a) Penyakit rabies merupakan penyakit zoonosis atau penyakit yang ditularkan oleh
hewan ke manusia ataupun sebaliknya dan disebabkan oleh Rabdhovirus dan
ditularkan melalui gigitan hewan pembawa dan dapat menyerang semua hewan
berdarah panas dan manusia serta mengakibatkan kerusakan pada sistem saraf
pusat yang berujung pada kematian.
b) Gejala penyakit ini biasanya mulai timbul dalam waktu 30-50 hari setelah
terinfeksi, tetapi masa inkubasinya bervariasi dari 10 hari sampai lebih dari 1 tahun.
c) Terdapat 4 Stadium pada kejadian penyakit Rabies, yaitu : Stadium Prodromal,
Stadium Sensoris, Stadium Eksitasi, Stadium Paralis.
d) Langkah-langkah untuk mencegah rabies bisa diambil sebelum terjangkit virus
atau segera setelah terjangkit. Sebagai contoh, vaksinasi bisa diberikan kapada
orang-orang yang berisiko tinggi terhadap terjangkitnya virus.
e) Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, kecuali jahitan situasi. Bila memang
perlu sekali untuk dijahit (jahitannya jahitan situasi), maka diberi Serum Anti
Rabies (SAR) sesuai dengan dosis, yang disuntikan secara infiltrasi di sekitar luka
sebanyak mungkin dan sisanya disuntikan secara intra muskuler.
f) Terdapat beberapa Ketetapan Pemerintah dalam menangani penyebaran
penyakit rabies di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010 . http://www.kaskus. com. Diakses pada tanggal 2 September 2010
.2010. http://id.ekads.net/kembalikan-baliku-bebas-rabies. Diakses pada
tanggal 2 September 2010.
.2010.
http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa_lainnya/2010/08/27/brk,20100827-
274388,id.html. Diakses pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://www.vet-klinik.com/Pets-Animals/Penyakit-rabies.com. Diakses
pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://www.sigapbencana-bansos.info/berita/497-kadistan-ditemukan-
28-kasus-rabies-di-pekanbaru.html. Diakses pada tanggal 2 September 2010.
.2010. http://lawan.us/search/kabar terbaru rabies. com. Diakses pada tanggal
2 September 2010.
.2010. http://www.penanggulangan rabies. com. Diakses pada tanggal 2
September 2010.
Karkas dan Daging
Friday, November 05, 2010 9:48 PM
TUGAS ILMU TEKNOLOGI DAN PENGOLAHAN DAGING

KARKAS DAN DAGING SETELAH PEMOTONGAN

Jurusan/Program Studi Peternakan


Oleh:
Muji Sumiyati H0507054

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010

Otot semasa hidup ternak merupakan alat pergerakan tubuh yang tersusun atas
unsur-unsur kimia C, H, dan O sehingga disebut sebagai energi kimia yang
berfungsi sebagai energi mekanik (untuk pergerakan tubuh) ditandai dengan
kemampuan berkontraksi dan berelaksasi Setelah ternak disembelih dan tidak ada
lagi aliran darah dan respirasi maka otot sampai waktu tertentu tidak lagi
berkontraksi. Atau dikatakan instalasi rigor mortis sudah terbentuk, ditandai dengan
kekakuan otot (tidak ekstensibel).
Konversi otot menjadi daging diawali pada saat ternak setelah mati dimana
sejumlah perubahan biokimia dan bifisk terjadi pada rangkaian kegiatan proses
terbentuknya rigor mortis dan dilanjutkan pada kegiatan pascarigor. Secara ilmiah
otot baru dapat dikatakan daging setelah melalui perubahan-perubahan biokimia
dan biofisik tersebut. Perubahan biokimia berupa proses glikolisis yakni
perombakan glikogen menjadi asam laktat yang akan mengakibatkan kekakuan
otot dikenal sebagai instalasi rigor mortis dan dilanjutkan dengan proses aging
untuk memperbaiki tingkat keempukan daging. Sejumlah perubahan biofisik yang
terjadi selama proses rigor mortis dan pasca rigor seperti perubahan-perubahan
atribut yang berkaitan dengan kualitas daging: warna, citarasa, bau, dan
keempukan.
Proses biokimia yang berlangsung sebelum dan setelah ternak mati sampai
terbentuknya rigor mortis pada umumnya merupakan suatu kegiatan yang besar
perannya terhadap kualitas daging yang akan dihasilkan pascarigor. Kesalahan
penanganan pascamerta sampai terbentuknya rigor mortis dapat mengakibatkan
mutu daging menjadi rendah ditandai dengan daging yang berwarna gelap (dark
firm dry) atau pucat (pale soft exudative) ataupun pengkerutan karena dingin (cold
shortening) atau rigor yang terbentuk setelah pelelehan daging beku (thaw rigor).
Kelainan-kelainan mutu yang terjadi pascamerta ternak dapat dihindari jika
pengetahuan tentang mekanisme rigor mortis dan perubahan pascarigor daging
dapat diterapkan dengan baik pada penanganan pascapanen ternak.
Secara ilmiah otot baru dapat dikatakan daging jika proses rigor mortis telah
terbentuk dan dilanjutkan dengan proses pematangan otot (aging) sehingga otot
menjadi lebih ekstensibel dan memberikan kualitas yang lebih baik dibanding pada
saat prarigor.
Aging merupakan proses alami yang biasanya memperbaiki keempukan pada
kondisi pendinginan. Enzim alami seperti calpain dan cathepsin akan memecahkan
protein spesifik otot menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil dan akibatnya
daging menjadi empuk terutama daerah loin dan rib.
Jika aging pascamerta besar peranannya terhadap perubahan-perubahan protein
miofibriler, maka pada protein jaringan ikat (kolagen) hampir tak berarti.
Ada perubahan solubilitas dan ikatan silang kolagen (peningkatan thermolabil) dan
yang lainnya menyatakan tidak ada perubahan pada jaringan ikat intramuskuler
selama maturasi
Effektivitas maturasi, dari segi ekonomi dapat dipertimbangkan untuk menurunkan
lama maturasi dari 7-10 hari menjadi 2-6 hari.

RIGOR MORTIS
Rigor mortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih diawali fase
prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan terjadinya
kekakuan pada otot. Padas sat kekakuan otot itulah disebut sebagai terbentuknya
rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat.
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bisa bervariasi karena jenis
ternak, individu ternak dan jenis serat.
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada jumlah
ATP yang tersedia pada saat ternak mati. Jumlah ATP yang tersedia terkait dengan
jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati. Pada ternak yang
mengalami kecapaian/kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang
disembelih akan mengjhasilkan persediaan ATP yang kurang sehingga proses rigor
mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak
disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim ATPase
sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat.
Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH daging
masih tinggi (di atas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya rigor
mortis. Jika pH >5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu yang
cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan menjadi
rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak bertahan
lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin.

PERUBAHAN FISIK PADA PROSES RIGOR MORTIS


Aktomiosin
Aktomiosin adalah pertautan antara miofilamen tebal (myosin) dan miofilamen tipis
(aktin) pada organisasi miofibriler otot (Modul Struktur Otot) dan mengakibatkan
terjadinya kekakuan otot. Pada saat ternak masih hidup maka pertautan kedua
miofilamen ini (tebal dan tipis) berlangsung secara reversible (ulang alik) yakni
kontraksi dan relaksasi. Ketika kedua miofilamen bergesek maka dikatakan terjadi
kontraksi dan sarkomer (panjang serat) akan memenedek sebaliknya pada saat
kedua miofilamen saling melepas (tidak terjadi pergesekan) maka disebut terjadi
relaksasi ditnadai dengan sarkomer memanjang.
Sesaat setelah ternak mati maka kontraksi otot masih berlangsung sampai ATP
habis dan aktomiosin terkunci (irreversible). Otot menjadi kaku (kejang mayat) dan
tidak ekstensible; pada ssat ini tidak dibenarkan untuk memasak daging karena
akan sangat terasa alot.
PERUBAHAN KARAKTER FISIKOKIMIA
Kekakuan (kejang mayat) yang terjadi pada saat terbentuknya rigor mortis
mengakibatkan daging menjadi sangat alot dan disarnkan untuk tidak dikonsumsi.
Kekakuan ini secara perlahan akan kembali menjadi ekstensibel akibat kerja
sejumlah enzim pencerna protein diantaranya cathepsin (lihat proses maturasi).
Pemendekan otot dapat terjadi akibat otot yang masih prarigor (masih berkontraksi)
didinginkan pada suhu mendekati titik nol. Kejadian ini disebut sebagai cold
shortening dimana serat otot bisa memendek sampai 40% dan mengakibatkan otot
tersebut menjadi alot dan kehilangan banyak cairan pada saat dimasak (lihat modul
V). Pada saat prarigor, otot masih dibenarkan untuk dikonsumsi sekalipun tingkat
keempukannya tidak sebaik jika dikonsumsi pada fase pascarigor. Ini dimungkinkan
karena adanya enzim Ca+2 dependence protease (CaDP) atau calpain yang
berperan sebagai enzim yang aktif bekerja mencerna protein jika ada ion Ca+2 Ion
ini diperoleh pada saat reticulum sarkoplasmik dipompa pascakontraksi otot.
pH akhir otot menjadi asam akan terjadi setelah rigor mortis terbentuk secara
sempurna. Tapi kebanyakan yang terjadi adalah rigor mortis sudah terbentuk tetapi
pH otot masih diatas pH akhior yang normal (pH>5.5 – 5.8). pH akhir otot yang
tinggi pada saat rigor mortis terbentuk memberikan sifat fungsional yang baik pada
otot yang dibutuhkan dalam pengolahan daging (bakso, sosis, nugget). Demikian
pula pada saat prarigor, dimana otot masih berkontraksi sangat baik digunakan
dalam pengolahan. pH asam akan mengakibatkan daya ikat air (water holding
capacity) akan menurun, sebaliknya ketika pH akhir tinggi akan memberikan daya
ikat air yang tinggi.
Denaturasi protein miofibriler dapat terjadi pada pH otot dibawah titik isoelektrik
mengakibatkan otot menjadi pucat, berair dan strukturnya longgar (mudah terurai).
Hal ini bisa terjadi pada ternak babi atau ayam yang mengalami stress sangat berat
menjelang disembelih dan akibatnya proses rigor mortis berlangsung sangat cepat;
bisa beberapa menit pada ternak babi.
Warna daging menjadi merah cerah pada saat pH mencapai pH akhir normal (5.5 –
5.8) pada saat terbentuknya rigor mortis.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB VARIASI WAKTU TERBENTUKNYA RIGOR MORTIS


Jangka waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis bervariasi dan
tergantung pada:
1. Spesies; pada ternak babi waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor
mortis lebih singkat, beberapa jam malahan bisa beberapa menit pada kasus PSE
(pale soft exudative) dibanding dengan pada sapi yang membutuhkan waktu 24 jam
pada kondisi rigor mortis sempurna. Dikatakan sempurna jika rigor mortis terjadi
selama 24 jam pada ternak dengan kondisi cukup istirahat dan full glikogen
sebelum disembelih dan suhu ruangan sekitar 15°C.
2. Individu; terdapat perbedaan waktu terbentuk rigor mortis pada individu berbeda
dari jenis ternak yang sama. Sapi yang mengalami stress atau tidak cukup istirahat
sebelum disembelih akan memebutuhkan waktu yang lebih cepat untuk instalasi
rigor mortis dibanding dengan sapi yang cukup istirahat dan tidak stress pada saat
menjelang disembelih.
3. Macam serat; ada dua macam serat berdasarkan warena yang menyusun otot
yakni serat merah dan serat putih. Rigor mortis terbentuk lebih cepat pada ternak
yang tersusun oleh serat putih yang lebih banyak dibanding dengan serat merah.
Pada otot dengan serat merah yang lebih banyak memperlihatkan pH awal lebih
tinggi dengan aktivitas ATP ase yang lebih rendah. Aktivitas ATP ase yang lemah
akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghabiskan ATP. Dengan
demikian pada otot merah membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
terbentuknya rigor mortis.

1. Maturasi (aging) Pada Daging


Maturasi adalah proses secara alamiah yang terjadi pada daging selama
penyimpanan dingin (2 – 5°C) setelah ternak disembelih yang memberikan dampak
terhadap perbaikan palatabilitas daging tersebut khususnya pada daerah rib dan
loin.
Selama maturasi akan terjadi pemecahan atau fragmentasi protein miofibriler oleh
enzim-enzim alami menghasilkan perbaikan keempukan daging, khususnya pada
bagian rib dan loin. Pada suhu 2º C, waktu yang dibutuhkan utnuk pematangan
daging adalah 10 - 15 hari, namun dengan alasan ekonomi waktu diturunkan
menajdi 7 - 8 hari. Akibat permintaan penyediaan daging yang cepat dan
berkembangnya pasar swalayan dan toko-toko daging yang dilengkapi dengan
rantai pendingin maka waktu maturasi ditingkat RPH dipersingkat menjadi 1- 2 hari;
setelah rigor mortis terbentuk karkas (whole and retail cuts) sudah bisa
didistribusikan ke pasar swalayan atau toko daging, dengan harapan proses aging
akan berlangsung selama display produk daging tersebut.
Faustman (1994) menyatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk maturasi adalah
12 hari untuk daging sapi, 3-5 hari untuk daging babi, dan 1-2 hari untuk daging
ayam.
Selama aging akan terjadi perbaikan keempukan daging yang secara fisik
diakibatkan oleh terjadinya fragmentasi miofibriler akibat kerja enzim pencerna
protein. Ada dua kelompok enzim proteolitik yang berperan dalam proses
pengempukan ini yakni calcium dependence protease (CaDP) atau nama lainnya
calpain (µ dan m-calpain) yang intens bekerja pada saat prarigor dan kelompok
cathepsin yang aktif bekerja pada saat pascarigor. Keduanya berperan dalam
mendegradasi protein miofibriler. Calpain dalam aktivitasnya akan dihambat oleh
enzim calpastatin (inhibitor calpain), sehingga efektivitasnya terhadap perbaikan
keempukan akan sangat tergantung pada jumlah enzim inhibitor tersebut.
Beberapa hasil penelitian tentang pengaruh aging terhadap keempukan seperti
berikut:
a. Pada suhu + 1º C, peningkatan keempukan terjadi dalam 15 hari dan khususnya
pada minggu kedua (Dumont, 1952).
b. Perbaikan keempukan sebanyak 28,2 % dan 22 % masing-masing untuk hari
kelima dan hari ke 15. Setelah itu perbaikan keempukan yang dicapai hanya 6,2 %
dari hari ke 15 sampai hari ke 35 (Hiner dan Hanhins, 1941)
c. Peningkatan keempukan daging pada hari ke tujuh penyimpanan pada suhu 4º C
sebesar 10 % dan meningkat menjadi 31 % setelah penyimpanan 17 hari (Moran
dan Smith (1929)
d. Pada daging sapi Bali penggemukan dan tanpa penggemukan (pemeliharaan
tradisional) : peningkatan keempukan sebesar 21,83 % selama 12 hari aging
dimana 8,90 % diantaranya diperoleh pada hari ketiga (Abustam, 1995)
e. Keempukan pada sapi pemeliharaan tradisional lebih baik dibanding dengan sapi
penggemukan (17,15 % vs 14,49 %) (Abustam, 1995)
f. Wu dkk (1981, 1982) maturasi: solubilitas kolagen intramuskuler meningkat.
g. Stanley dan Brown (1973) waktu maturasi meningkat, solubilitas kolagen
intramuskuler juga meningkat: 13 hari maturasi, 29% kolagen tersolubilisasi.
Peningkatan ikatan silang termolabil dari kolagen epimisial dan kolagen
intramuskuler selama 21 hari maturasi (Pfeiffer dkk, 1972).
Jenis Aging
Ada dua jenis aging pada karkas/daging
a. dry aging, karkas utuh atau potongan utama karkas secara terbuka (tanpa
ditutupi atau dikemas) ditempatkan pada ruangan pendingin pada suhu 0–1,11°C
(32-34°F), kelembaban relative 80-85 %, kecepatan udara 0,5-2,5 m/det, selama 21
– 28 hari
b. wet aging, daging dimaturasikan pada kantong plastic hampa udara, suhu 0-
1,11°C (32-34°C) Kelembaban dan kecepatan udara bukan merupakan keharusan
yang diperlukan pada maturasi tertutup (wet aging).
Faktor Pembatas Aging
a. Kelembaban; kelembaban yang tinggi akan menagkibatkan pertumbuhan
mikroba yang berlebihan. Pada kelembabab rendah mengakibatkan pengkerutan
yang berlebihan. Kelembaban relative 85% memperlambat pertumbuhan mikroba
dan kehilangan cairan daging akan menurun
b. Suhu; pada suhu yang tinggi akan mempercepat perkembangan keempukan
namun pertumbuhan mikroba juga meningkat
c. Kecepatan udara; pada kecepatan udara rendah akan mengakibatkan kondensasi
air berlebihan pada produk yang mana akan menghasilkan aroma dan flavor yang
menyimpang (off-flavor), dan pembusukan. Sedang pada kecepatan udara tinggi
akan menagkibatkan pengeringan permukaan karkas yang berlebihan
Efektivitas Aging
a. Waktu dan tingkat kecepatan aging merupakan variable-variable pascamerta
yang mempengaruhi keempukan daging
b. Tingkat kecepatan aging; beberapa karkas atau potongan-potongannya
mengalami pengempukan sangat cepat sedang yang lainnya pengempukannya
terjadi secara perlahan
c. Waktu aging; pada otot dengan jaringan ikat yang sedang sampai tinggi pada
umumnya tidak begitu empuk setelah waktu aging yang cukup dimana
frgagmentasi jaringan ikat tidak cukup selama aging
d. Survey National Beef Tenderness 1991 memperlihatkan bahwa maturasi daging
sapi 3 – 90 hari, rata-rata 17 hari sebelum dijual eceran. Melebihi 28 hari, nilai
tambahnya sedikit terhadap perbaikan palatabilitas dan mungkin merusak ditandai
dengan pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan dan perubahan flavor
e. Tenderloin; merupakan otot yang paling empuk sehingga waktu yang diperlukan
untuk aging tidak terlalu lama.
f. Loin; merupakan otot relative empuk dimana fragmentasi miofibriler tinggi,
jumlah jaringan ikat (kolagen) sedikit, pola aging sama dengan eye of the round
(semitendinosus0 yang merupakan otot kurang empuk dimana fragmentasi rendah
dan kuantitas jaringan ikat (kolagen) yang lebih banyak.
g. Shank dan chuck; merupakan otot dengan keempukannya dapat diterima
konsumen melalui penggilingan menjadi daging cincang. Namun demikian
perbaikan besar dalam keempukan dicapai melalui metoda pemasakan yang tepat
daripada melalui aging.
h. Sekalipun aging berpengaruh terhadap perbaikan palatabilitas (khususnya
keempukan), namun demikian pemuliabiakan, pemberian pakan, pengolahan dan
persiapan, semuanya berperan penting dalam pemenuhan akhir dari kesukaan
konsumen.
i. Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk melihat effektivitas aging adalah
pertimbangan ekonomi. Maturasi pada daging sapi membutuhkan ruangan
penyimpanan pendinginan, yang mana membutuhkan biaya untuk pengadaan dan
pemeliharaan ruangan tsb.
j. Penyimpanan daging sapi lebih lama dari 7-10 hari membutuhkan biaya yang
lebih mahal. Dengan alasan ekonomi ini maka beberapa Negara mulai melakukan
aging yang tidak terlalu lama 2-6 hari pascamerta.
Problem berkaitan dengan aging
Daging sapi menjadi busuk atau bau dan flavor yang menyimpang dapat terjadi
karena:
1. Pendinginan karkas yang kurang tepat.
2. Karkas akan menyerap bau ruangan aging.
3. Sanitasi yang kurang baik, dan kontaminasi dengan mikroorganisme
menyebabkan bau dan flavor menyimpang dan pembusukan.
4. Aging yang berlebihan akan menghasilkan akumulasi mikroorganisme.
5. Pengkerutan akan terjadi selama maturasi. Makin lama maturasi, makin besar
kehilangan berat
6. Maturasi pada karkas yang telah jadi (finished-carcasses) akan menghasilkan
pengkerutan yang berlebihan, pengeringan pada daerah permukaan, dan
diskolorasi. Pengeringan dan diskolorasi daerah permukaan harus dibersihkan dan
dijauhkan. Penyiangan ini dapat berarti terhadap kehilangan yang dipertimbangkan
pada produk.

KARAKTERISTIK KUALITAS DAGING


Karakteristik kualitas daging dijelaskan melalui persepsi manusia dalam menilai
kualitas berdasarkan organ panca indera. Warna, keempukan, flavor, dan citarasa
merupakan sifat kualitas daging yang mendapat pertimbangan oleh konsumen.
Keempukan merupakan karakter kualitas yang paling utama bagi penilaian
konsumen (64 %), bersama dengan kebasahan meningkat menjadi > 80 %. Warna
merupakan persepsi awal dari konsumen pada saat pemilihan daging.
Faktor-Faktor Sensorik Yang Berkaitan Dengan Kualitas Daging:
a. Warna Daging
Merupakan sifat kualitas yang penting tidak hanya bagi industri daging tetapi juga
bagi konsumen rumah tangga. Bagi industri daging bahwa penampilan fisik daging
yang diterima oleh konsumen pada tingkat eceran memberikan tingkat penerimaan
yang tinggi (Cross, dkk., 1986). Bagi konsumen persepsi paling awal pada saat akan
membeli daging dan menjadi pertimbangan utama adalah warna.
Pigmen prinsipal pada jaringan otot yang berhubungan dengan warna adalah
pigmen darah hemoglobin, terutama dalam aliran darah, dan mioglobin yang
terdapat dalam sel. Sekitar 20 -30% dari total pigmen yang ada dalam ternak hidup
adalah hemoglobin (Fox, 1966). Fungsi biologis dari hemoglobin adalah
mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel otot melalui sistem peredaran darah,
sedang fungsi mioglobin adalah mengikat oksigen pada dinding sel untuk
digunakan pada metabolisme pemecahan secara berurutan dari beberapa
metabolit, seperti yang ada pada siklus asam trikarboksilat.
Mioglobin merupakan pigmen utama yang bertanggung jawab untuk warna daging.
Ada tiga macam mioglobin yang memberikan warna yang berbeda; pada jaringan
otot yang masih hidup, mioglobin dalam bentuk tereduksi dengan warna merah
keunguan, mioglobin ini seimbang dengan mioglobin yang mengalami kontak
dengan oxigen, oximioglobin yang berwarna merah cerah. Ketika bagian interior
daging mengalami kontak dengan oxygen yang berasal dari udara, oxygen akan
bergabung dengan heme dari mioglobin untuk menghasilkan oximioglobin. Jadi
warna daging berubah dari merah keunguan menjadi merah cerah. Jika oxygen
dikeluarkan dari potongan daging, warna akan berubah kembali menjadi merah
keunguan sebab pigmen didesoksigenasi kembali menjadi mioglobin (Cross, dkk.,
1986).
Reaksi oksigenasi biasanya dapat ditandai pada daging segar < 0,5 jam dan
biasanya disebut blooming pada industri daging. Oximioglobin yang merah tetap
stabil sepanjang heme tetap teroksigenasi dan besi dalam heme tetap pada status
tereduksi (Clydesdale dan Francis, 1971).
Bentuk lain dari mioglobin ditandai adanya oxidasi besi dari heme didalam
mioglobin dari bentuk Fe 2+ (ferrous) menjadi Fe 3+ (ferric), disebut sebagai
metmioglobin dan berwarna coklat. Metmiglobin adalah pigmen utama penyebab
penyimpangan warna daging yang normal sebagai akibat dari oksidasi atom besi.
Nampaknya merupakan pigmen merah kecoklatan yang tidak diinginkan (Gambar
1). Reaksi ini dapat reversible sepanjang ada senyawa pereduksi, seperti NADH
(nicotinamide adenine dinucleotide) didalam daging. Ketika kemampuan pereduksi
dari otot hilang, namun, warna dari daging tetap coklat sebab atom besi dari heme
yang telah teroksidasi tidak dapat direduksi. Namun demikian daging yang
demikian masih menyenangkan untuk dikonsumsi setelah dimasak (Cross, dkk.,
1986).
Setelah pembentukan metmioglobin, oksidasi lebih lanjut yang merubah mioglobin
disebabkan oleh enzim dan bakteri yang akan menghasilkan warna coklat, hijau,
dan senyawa –senyawa dengan penampilan memudar.
Beberapa otot pada karkas berubah warnanya lebih cepat daripada yang lain. Ini
disebabkan oleh perbedaan kemampuan mereduksi metmioglobin (metmioglobin
reducing ability, MRA) dari sejumlah otot. Beberapa otot mempunyai pereduksi
yang berlebih, dimana besi pada heme dari molekul mioglobin dalam status
tereduksi untuk suatu periode yang lama, menghasilkan apakah dalam bentuk
mioglobin tereduksi atau oximioglobin. Hal ini yang menjelaskan mengapa
beberapa potongan daging akan tahan 4 – 5 hari pada lemari pendingin, sementara
yang lain akan berubah warna hanya sesudah 1 – 2 hari. Kemampuan mereduksi
metmioglobin (MRA) didasarkan atas jumlah glukosa dan enzim pereduksi didalam
otot. MRA dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antemortem seperti status nutrisi
dan jumlah latihan yang diterima oleh ternak sebelum disembelih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pigmen daging
Tekanan oksigen yang tinggi adalah karakteristik dari oksimioglobin dan ditemukan
pada permukaan daging. Tekanan oksigen yang rendah mengakibatkan
pembentukan metmioglobin dan pada akhirnya penampilan daging menjadi coklat.
Reaksi oksidasi mioglobin ungu menjadi metmioglobin coklat disebabkan oleh
sejumlah faktor, seperti suhu tinggi, pH rendah, garam, atmosfer oksigen rendah,
bakteri aerobik, daya tembus oksigen yang rendah dari film pembungkus. Faktor-
faktor ini penting, bahwa mereka menyebabkan desoksigenasi oksimioglobin
menjadi mioglobin tereduksi yang tidak stabil dan penurunan oksigen yang
tersedia, yang mana mengakibatkan tekanan oksigen rendah.
Suhu yang tinggi, menyebabkan pembentukan globin yang berfungsi untuk
mempertahankan heme menjadi berkurang, akibatnya terjadi desoksigenasi
oksimioglobin menjadi mioglobin tereduksi yang tidak stabil. Kemudian mioglobin
tereduksi yang tidak stabil tersebut dioksidasi menjadi metmioglobin.
Pada nilai pH <5,4, oksidasi mioglobin akan terjadi. pH yang rendah akan
menyebabkan denaturasi terhadap protein globin yang mempertahankan heme dan
berikutnya mengakibatkan pelepasan oksigen dari heme demikian juga oksidasi
molekul besi. Asam adalah agen oksidasi yang dikenal baik dan oleh karena itu
mengoksidasi mioglobin tereduksi menjadi metmioglobin. Karena pH menurun
secara kontinu, maka tingkat oksidasi yang terjadi akan meningkat.
Garam, sebagai agen oksidasi mioglobin, mempunyai dua mekanisme dari
pelaksanaan oksidasi. Pertama, garam menurunkan pH pada kondisi buffer daging,
jadi oksidasi mioglobin tereduksi menjadi metmioglobin. Kedua, garam menurunkan
pengambilan oksigen, menyebabkan tekanan oksigen yang rendah.
Perubahan warna daging dapat juga dihubungkan dengan kontaminasi bakteri
aerobik atau anaerobik tergantung pada kondisi dimana terjadi. Permintaan oksigen
yang tinggi bagi bakteri aerobik pada fase logaritmik dari pertumbuhan
mengakibatkan pembentukan metmioglobin, menghasilkan pengaruh terhadap
perubahan warna. Peningkatan jumlah bakteri aerobik mengakibatkan permukaaan
daging berubah warnanya dari merah oksimioglobin menjadi coklat metmiglobin
dan kemudian ke ungu mioglobin tereduksi.
Jenis kemasan yang digunakan juga memegang peranan pada oksidasi dan
pertumbuhan bakteri.
Pengurasan glikogen sebelum ternak disembelih akan mengakibatkan perubahan
warna daging pada saat mengalami rigor mortis dari warna yang seharusnya merah
cerah menjadi merah tua (gelap) disertai dengan struktur otot yang merapat (firm)
dan kering, dikenal sebagai dark firm dry (dfd) atau biasa juga disebut sebagai dark
cutting beef (dcb) pada ternak sapi atau kerbau. Kelainan ini ditandai dengan pH
daging yang masih cukup tinggi pada saat rigor mortis yakni diatas pH > 5.8.
Dibedakan tiga tingkatan DCB yakni DCB ringan jika pH 5.8 – 6.0, DCB sedang pH
6.0 – 6.2 dan DCB berat jika pH > 6.2.
Warna daging pascarigor juga bisa berwarna pucat akibat instalasi rigor mortis yang
sangat cepat yakni bisa beberapa menit pada daging babi yang diakibtakan karena
stress yang sangat berat. Kejadian ini merupakan kebalikan dari DCB dan disebut
sebagai PSE (pale, soft, exudative): daging berwarna pucat, mudah terurai (sangat
lembek), dan berair; pH < 5.3 (dibawah titik iso elektrik daging)
Stimulasi Listrik pada karkas mengakibatkan warna otot menjadi lebih merah cerah
pada bagian yang distimulasi dibandingkan pada daerah yang tidak distimulasi
b. Keempukan Daging
Bagi konsumen, keempukan merupakan satu dari kualitas organopletik yang
prinsipal pada daging. Keempukan merupakan komponen utama, sebesar 64 %,
dalam penilaian tekstur daging masak, kemudian menyusul kebasahan sebesar 19
% (Dransfield dkk., 1984).
Keempukan daging dapat dinilai berdasarkan metoda langsung dan tidak langsung.
Metoda langsung (penilaian sensorik)
Umumnya digunakan oleh para konsumen, penilaian sensorik kualitas daging,
khususnya keempukan, didasarkan atas kemudahan penetrasi gigi pada daging dan
usaha-usaha yang dilakukan oleh otot-otot pada daerah geraham selama
pengunyahan.
Metoda tidak langsung
Metoda ini didasarkan pada penilaian dengan menggunakan instrumen (mekanik)
dan analisis kimia daging. Penilaian instrumen mengimitasi lebih atau kurang
pengunyahan dalam bentuk pengguntingan/pengirisan atau pemecahan daging.
Pendekatan kimiawi bertujuan untuk mengkarakterisasi kuantitas dan kualitas
komponen muskuler yang terlibat dalam kekerasan muskuler, dimana kolagen
merupakan salah satu faktor utama dari keragaman.

Penilaian secara instrumental


Sejumlah alat telah dikembangkan untuk mengestimasi keempukan atau sifat-sifat
mekanik daging. Peralatan ini didasarkan atas cara kerja seperti: daya putus
(pengguntingan), penetrasi, pencincangan atau kompressi (Asghar dan Pearson,
1980).
Metoda yang paling sering digunakan adalah pengguntingan/pemotongan (shear
force) dan kompressi (compression).
Evaluasi kimiawi
Penilaian kimia (kadar) kolagen sebagai komponen utama jaringan ikat mulai
dikembangkan pada saat Lehman pada tahun 1907 memperlihatkan hubungan
antara kandungan kolagen dari beberapa otot dengan keempukan otot-otot
tersebut. Sejumlah penelitian telah memperlihatkan hubungan tidak langsung
anatara kandungan kolagen dengan kekerasan pada daging. Pengukuran kadar
kolagen dilakukan dengan mengukur asam amino hidroksiprolin dengan beberapa
teknik; spectrofotometer, nuclear magnetic resonance, infra red spectrofotometer,
metoda histokimia dan immunologie (Bergmann dan Loxley, 1963 ; Jozefowics dkk.,
1977 ; O'Neil dkk., 1979 ; Bonnet dan Kopp, 1985 ; Etherington dan Sims, 1981).
Pengukuran tingkat retikulasi kolagen yang sangat ditentukan oleh ikatan-silang
dilakukan dengan mengukur solubilitas kolagen dan tegangan isometrik kolagen
selama pemanasan. Hasil-hasil penelitian memperlihatkan bahwa tingkat retikulasi
kolagen yang erat kaitannya dengan umur ternak memperlihatkan hubungan yang
erat dengan kekerasan daging.
c. Flavor (Citarasa)
Citarasa daging, merupakan fenomena yang kompleks berkaitan dengan senyawa-
senyawa yang larut dan volatil. Melibatkan organ pencicipan dan penciuman dalam
penilaiannya.
Citarasa bervariasi berdasarkan atas : potongan daging dan tingkat infiltrasi lemak
(marbling), tingkat perubahan yang terjadi selama maturasi, beberapa karakter
zooteknis dan cara penyajian masakan.

d. Kebasahan
Merupakan kemampuan daging untuk melepaskan jus (cairan daging) selama
pengunyahan, sebaliknya kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan
air disebut sebagai water holding capacity (WHC).
Kebasahan merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam penilaian kualitas
daging, bersama dengan keempukan dapat menjelaskan sampai > 80 % pilihan
konsumen dinegara maju terhadap kualitas daging. Daging yang empuk pada
umumnya pada saat gigitan pertama akan menghasilkan jus yang cukup berarti.
Terdapat korelasi yang baik antara pelepasan jus daging dengan keempukan.
Kebasahan bervariasi berdasarkan pH, maturasi dan faktor stress.

DAFTAR PUSTAKA
Abustam, E dan H. M. Ali. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar. Program
A2 Jurusan Produksi Ternak Fak. Peternakan Unhas
Effendi, Abustam. 2009. Konversi Otot menjadi Daging. http://cinnatalemien-
eabustam.blogspot.com/2009/03/konversi-otot-menjadi-daging.html Diakses pada
hari Senin, 1 November 2010.
______________. 2009. Kualitas Daging. http://cinnatalemien-
eabustam.blogspot.com/2009/03/konversi-otot-menjadi-daging.html Diakses pada
hari Senin, 1 November 2010.
Manajemen Ternak Sapi Perah di CV. Umbul Jaya Colomadu
Wednesday, September 22, 2010 7:48 PM
II. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting.
Sapi perah sebagai penghasil susu berperan sangat penting sebagai pengumpul
bahan-bahan yang tidak bermanfaat sama sekali bagi manusia seperti rumput,
limbah, dan hasil ikutan lainnya dari produk pertanian. Air susu sebagai sumber gizi
berupa protein hewani yang sangat besar manfaatnya bagi bayi, sebagai masa
pertumbuhan, orang dewasa dan lanjut usia. Susu memiliki kandungan protein yang
tinggi sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan
tubuh.
Susu sapi mengandung semua bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak
sapi yang dilahirkan. Susu juga dapat digunakan sebagai bahan minuman manusia
yang sempurna karena di dalamnya mengandung zat gizi dalam perbandingan yang
optimal, mudah dicerna, dan tidak ada sisa yang terbuang. Air susu sebagai sumber
gizi berupa protein hewani sangat besar manfaatnya bagi bayi, bagi mereka yang
sedang dalam proses tumbuh, bagi orang dewasa dan bahkan bagi yang berusia
lanjut. Susu dengan kandungan protein yang cukup tinggi dapat menunjang
pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh.
Peningkatan permintaan produk susu yang tidak diimbangi dengan penambahan
produksi sapi tentu saja akan mengakibatkan kebutuhan akan susu tidak dapat
terpenuhi. Pemenuhan produk susu dengan penambahan populasi ternak sapi
perah membutuhkan proses yang panjang. Hal ini membuktikan bahwa
pengembangan usaha ternak sapi perah memiliki peluang dan prospek usaha yang
sangat cerah. Meskipun demikian prospek usaha ternak sapi perah yang sangat
menjanjikan di Indonesia ini tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan tanpa
memperhatikan tata laksana pemeliharaan sapi perah itu sendiri.
Efisiensi pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah hanya dapat
dicapai apabila peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana pemeliharaan
dan manajemen pengelolaan yang baik. Adanya manajemen dalam pengelolaan
merupakan sesuatu hal yang wajib bagi seseorang pengusaha ternak untuk
dimengerti dan dipahami. Manajemen yang meliputi berbagai hal, semisal
manajemen perkawinan, manajemen pakan, manajemen kandang, manajemen sapi
induk dan lain sebagainya, yang kesemuanya itu merupakan kunci dalam
mengusahakan ternak sapi perah. Jika semuanya tersebut dapat dikuasai oleh
peternak maka akan menghasilkan hasil yang maksimal.

B. Tujuan dan Manfaat Praktikum


1. Tujuan Praktikum
Praktikum Manajemen Ternak Perah ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui manajemen dalam pengusahaan sapi perah.
b. Mendapatkan pengetahuan serta aplikasi didalam lapangan.
c. Mengetahui peralatan yang digunakan dalam manajemen perusahaan.
d. Mengetahui cara pengelolaan peternakan sapi perah yang baik.
e. Mengetahui proses pemberian pakan dan formulasi ransum
2. Manfaat Praktikum
a. Memotivasi mahasiswa untuk beternak khususnya beternak sapi perah
b. Mengetahui tata cara pemeliharaan ternak perah
c. Mahasiswa mendapat pengalaman dalam tata laksana pemeliharaan sapi perah
di perusahaan
d. Membuat kita lebih bangga bahwa peternakan merupakan tempat yang dapat
memberikan lapangan pekerjaan.

III. TINJAUAN PUSTAKA

A. Keterangan Umum Perusahaan


Salah satu usaha yang masih bisa dikembangkan peternak di tengah kondisi
perekonomian yang mencekik ini adalah sapi perah. Produktivitas sapi perah
sebagai penghasil susu utama, salah satunya ditentukan oleh pakan yang
berkualitas dan memenuhi kebutuhan sapi perah. Zat makanan yang dibutuhkan
oleh sapi perah digunakan untuk hidup pokok dan produksi, kebutuhan sapi perah
akan zat-zat makanan erat kaitannya dengan bobot badan dan produksi susu (Nur,
2004).
Pada saat ini di daerah tropis sekurang-kurangnya terdapat 3 tipe perusahaan sapi
perah:
1. Produksi tingkat pedesaan (subsisten)
2. Peternak sapi perah, biasanya skala menengah, namun banyak pada skala kecil.
3. Produsen skala besar.
Patut diketahui bahwa sebagian besar produsen air susu di daerah tropik sebagian
besar merupakan penduduk pedesaan yang tindakan pertamanya mencakup
kebutuhan keluarganya dan kemudian menjual sisa atau kelebihan hasilnya sebagai
air susu segar atau hasil pengolahannya (Reksohadiprodjo, 1995).
Sebagian besar produsen sapi perah berskala besar mengelola ternak mereka
didalam bangunan baik dikandang maupun di lapangan. Sebagian dari mereka
mengembangbiakkan ternak pengganti mereka sendiri, banyak dari mereka
sesungguhnya merupakan pusat mengembangbiakkan bagi negara tempat mereka
tetapi yang lain membeli induk pengganti (Williamson dan Payne, 1993).
Memang untuk peternakan sapi perah komersial yang pertama harus dipegang
adalah syarat teknis. Syarat dekat dengan daerah pemasaran dapat diabaikan
dengan adanya kemajuan teknologi peternakan didukung fasilitas transportasi yang
baik maka pertimbangan seimbang antara teknis dan ekonomis dapat dilakukan.
Untuk sapi perah bila lokasi perternakan tidak sejuk dan tidak tenang produksi susu
tidak akan maksimal (Rasyaf, 1996).
Apabila suatu peternakan sapi perah direncanakan, bangunan-bangunan
seharusnya diletakkan sedapat mungkin di tengah-tengah dari areal. Hal ini akan
memberikan bahwa sapi yang dikelola di ruangan berjalan dalam jarak minimum ke
atau dari lapangan dan hijauan yang dipotong di apangan untuk sapi yang
dipelihara di dalam kandang akan ditransportasikan hanya dalam jarak minimal.
Peternakan harus didrainase dengan baik dan jalan setapak harus dipagari pada
kedua sisinya untuk menghindari kerusakan oleh ternak (Williamson
dan Payne, 1993).
Pencatatan pada ternak adalah mutlak dilaksanakan karena merupakan data
berharga untuk menilai tujuan suatu usaha peternakan untuk menentukan
kebijaksanaan dan tata laksana yang harus diambil dan dikerjakan selanjutnya.
Selain itu juga untuk mengungkapkan serta menelusuri latar belakang
sejarah/silsilah sapi yang dipelihara. Dengan melihat dan mempelajari catatan,
seleksi dapat dilaksanakan lebih efektif dan efisien. Penjualan produk dapat
tercapai tidak jauh dari yang diharapkan dan ramalan terhadap keadaan di masa
mendatang akan tergambarkan (Santosa, 2001).

B. Manajemen Pedet
Saluran pencernaan anak sapi muda berbeda dari sapi dewasa dan anak sapi tidak
berfungsi sebagai ruminan sampai berumur beberapa minggu. Pada anak sapi
kapasitas perut yang sebenarnya atau abomasum adalah 70 persen dari keempat
perut, sedangkan pada anak sapi dewasa hanya 7 persen. Jika anak sapi menyusu,
susu melewati rumen dan retikulum dan lewat langsung ke dalam perut yang
sebenarnya atau abomasum, dan hanya jika anak sapi minum terlalu banyak setiap
susu lewat ke dalam rumen. Rangsang bagi giatnya saluran lewat kerongkongan
adalah adanya cairan di belakang mulut. Susu berjalan ke rumen anak sapi kecil
mungkin mengental dan kemudian karena ruminasi belum dimulai, membusuk,
menyebabkan gangguan pencernaan. Jadi adalah praktek yang lebih baik untuk
memberi makan anak sapi sejumlah kecil susu pada selang waktu yang sering
dibandingkan sejumlah besar pada selang waktu jarang (Williamson dan Payne,
1993).
Menurut Reksohadiprodjo (1995) penghilangan tanduk dapat dikerjakan ketika
umur pedet satu-dua minggu dengan menggosok bungkul tanduk dengan kaustik
sampai hampir berdarah, zat kaustik misalnya collodion. Penempelan dengan besi
panas dilakukan kalau umur pedet 3-4 minggu. Kalau ada listrik, penempelan
dengan setrika listrik paling efektif. Kalau zat kaustik digunakan untuk
menghilangkan tanduk, jangan sampai pedet mencemarkan zat kaustik ke induk
sapi, atau ke matanya misalnya karena hujan.
Kastrasi dapat dikerjakan dengan pisau (sterilisasi alat harus benar-benar
dikerjakan), dengan alat penekan fuiculus, gelang karet ketika pedet berumur 2-3
minggu (10 hari paling baik, karena rasa sakit dan gangguan paling kurang). Alat
kastrasi Burdizzo digunakan untuk segala umur, memutus saluran-saluran tanpa
melukai kulit (Reksohadiprodjo, 1995).
Perut pedet belum berkembang sepenuhnya. Ia belum dapat memamah biak. Bila
diberi rumput, rumput itu tidak dapat dicernakannya dengan baik. Tetapi susu
dapat dicernakannya dalam perut besar tanpa dimamah biak. Maka susu adalah
makanan yang baik untuk pedet. Tapi sering lembu tidak mengeluarkan banyak
susu oleh karenanya pedet kekurangan susu. Sesudah itu diberi rumput sedikit
semi sedikit. Perutnya telah berkembang dan ia mulai memamah biak. Waktu ia
telah berusia 3 bulan, ia dapat mencernakan rumput dengan baik. Pedet tidak
membutuhkan lagi susu induknya. Selanjutnya induknya dapat diperah. Dan pedet
itu disapih karena sudah kuat mencernakan rumput sendiri. Umumnya sesudah
berumur 6 bulan (LPPS, 1972).
Anak sapi dapat dipisahkan dari induknya segera sesudah lahir dan kemudian
dipelihara sendiri. Anak sapi harus memperoleh kolostrum untuk beberapa hari
pertama dan sesudah itu dapat diberi minum susu atau makanan pengganti lain
susu. Cara lain, pedet dapat dipelihara penuh bersama induknya dan kemudian
biasanya disapih pada umur 6-8 bulan (Mangkoewidjojo, 1988).
Penandaan pada ternak sapi merupakan suatu tindakan untuk memberikan tanda
kepada ternak sapi secara sementara maupun permanen. Tujuannya sebagai ciri
kepunyaan, perhitungan umur atau nomor. Penandaan ini berguna untuk
pembibitan, perkawinan, penjualan ataupun tanda milik seseorang / perusahaan
peternakan. Penandaan yang lazim dilakukan pada peternak sapi adalah :
1. Tanda telinga, terdiri dari :
a. Ear tag (tanda telinga plastik/logam dengan nomor)
b. Ear notch (tanda telinga dengan cara pengguntingan dalam bentuk v/u).
c. Ear punch (tanda telinga dengan cara perlubangan)
2. Cap bakar pada kulit dengan memakai besi panas
3. Tatto
4. Kalung leher
5. Tanda pada tanduk, biasanya memakai penomoran cat baker
6. Penandaan lain seperti gelang tali plastik atau pada gelambir.
(Santosa, 2001).

C. Manajemen Sapi Dara


Heifer atau sapi dara ialah sapi-sapi betina dengan umur sembilan bulan sampai
beranak yang pertama kali, menurut fase pertumbuhannya, sapi dara merupakan
kelompok sapi-sapi muda yang laju pertumbuhannya masih berlangsung terus.
Masa memelihara sapi perah dara dari saat disapih sampai saat melahirkan
pertama kali dibagi menjadi dua periode yaitu pertama dari disapih sampai mulai
dikawinan dan kedua mulai dikawinkan sampai melahirkan pertama kali (AAK,
1995).
Di daerah beriklim sedang sapi dara dari bangsa sapi perah yang lebih kecil
biasanya dikawinkan pertama kali kira-kira pada umur 15 bulan sedangkan bangsa
yang lebih besar dikawinkan pertama kali sekitar umur 18 bulan sebagian besar
dari sapi dara di daerah tropis terlalu kecil dan oleh karenanya terlalu muda untuk
dikawinkan pada umur - umur ini dan oleh karenanya umumnya perkawinan
pertama tidak terjadi sampai mereka lebih dewasa. Sehingga dianjurkan untuk
mempergunakan berat hidup umur sebagai penentuan kapan sapi dara harusnya
pertama kali dikawinkan. Berat hidup yang mencukupi adalah 200-225 kg untuk
yang lebih kecil dan 290-315 kg untuk bangsa yang lebih besar (Williamson dan
Payne, 1993).
Ketersedian air perlu diperhitungkan terlebih dahulu sebelum suatu usaha
pemeliharaan sapi dimulai karena air merupakan suatu kebutuhan mutlak.
Ketersediaan air diperlukan untuk mencukupi kebutuhan air minum, pembersihan
kandang atau halaman serta untuk memandikan sapi. Kebutuhan air minum dapat
berasal dari air minum khusus yang sengaja disediakan pada bak-bak air, baik di
padang penggembalaan maupun di kandang ataupun di halaman pengelolaan. Oleh
karena itu cara penyediaan maupun cara pembeian memerlukan peralatan yang
bagus (Santosa, 2001).
Jenis pakan penguat atau konsentrat adalah pakan yang mengandung nutrisi tinggi
dengan kadar serat yang rendah. Pakan konsentrat meliputi susunan bahan pakan
yang terdiri dari biji-bijian dan beberapa limbah hasil proses industri bahan pangan
bijian seperti jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa,
dan ubi. Untuk menjamin kebutuhan nutrisi ditambahkan pula sumber lain seperti
tepung tulang, tepung ikan, vitamin dan lain-lain. Peranan pakan konsentrat adalah
untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah agar memenuhi kebutuhan normal
hewan untuk tumbuh dan berkembang secara sehat (Akoso, 1996).
Mengenai rumput-rumputan ada yang tumbuh dengan sendirinya dan ada yang
sengaja ditanam dan dipelihara untuk makanan ternak. Khusus bagi perusahaan
peternakan yang memelihara ternak banyak, contohnya perusahaan susu (tempat
pemerahan). Penanaman rumput ini (rumput unggul) biasanya disabit (dipotong)
untuk diberikan makan di kandang sedang rumput liar selain disabit/dipotong juga
digunakan tempat penggembalaan. Rerumputan meskipun juga dapat dimakan
ternak tetapi kandungan zatnya kurang berarti. Namun juga banyak rerumputan
yang dapat dimakan ternak dan mengenai zat yang terkandung sedang diteliti
belum diketahui dengan seksama. Dari sebagian rerumputan itu dapat dipilih yang
mempunyai kandungan zat tinggi untuk dipelihara sebagai makanan ternak yang
unggul (Soeyanto, 1981).

D. Manajemen Sapi Dewasa


Periode kehamilan induk di daerah tropis berkisar antara 275 dan 278 hari.
Sedangkan untuk periode birahi antara 8-24 hari. Sapi perah biasanya akan birahi
kira-kira 30-60 hari sesudah beranak (calving). Di daerah tropis cara yang paling
cocok untuk mengawinkan sapi induk pada periode birahi pertama sesudah beranak
dan tidak lebih dari 6 hari sesudah melahirkan. Apabila dia tidak dikawinkan pada
saat ini bukti-bukti yang tersedia mengatakan bahwa dia akan menjadi lebih sulit
untuk mendapatkan anak (Williamson dan Payne, 1993).
Penentuan kebuntingan harus dijalankan secara teratur dan intervalnya harus
cukup pendek, misalnya 30-40 hari sekali. Sapi-sapi yang telah dinyatakan bunting
masih harus dicek lagi setelah 90-120 hari setelah pengecekan pertama. Hewan
yang tidak kembali birahi dapat dengan pasti dinyatakan bunting atau mengidap
suatu penyakit hormonal atau lain-lain kelainan (Partodiharjo, 1980).
Pada sapi semakin lama masa kering yang didapatkan semakin besar persistensi
pada laktasi berikutnya. Memperpendek masa kering sebelum laktasi kedua akan
memperendah produksi susunya sampai batas tertentu daripada memperpendek
masa kering tersebut sebelum laktasi yang akan datang. Hal ini dapat diterangkan
pertumbuhan yang lebih besar dari tubuh dan kelenjar susu yang terjadi sebelum
laktasi kedua daripada kemudian berikutnya. Setelah sapi dikeringkan untuk
persiapan kelahiran berikutnya maka kelenjar susunya tetap mengeluarkan cairan
yang sama seperti kolostrum dan yang terutama kaya akan globulin. Selama dua
minggu terakhir terdapat kenaikan yang hebat dalam globuler-globuler tersebut
(Anggorodi, 1979).
Sapi betina biasanya birahi lagi 30-60 hari sesudah melahirkan pedetnya. Di daerah
tropik sapi kawin lagi 30 hari sesudah beranak tidak lebih dari 60 hari. Biasanya
sapi betina steril didalam kelompoknya yang berumur 10 tahun adalah sebanyak 3-
5 %, makin tua sapi prosentase ini makin baik. Sapi yang beranak secara teratur
dengan interval 12 bulan harus dikeringkan selama 2 bulan. Periode kering
memungkinkan kelenjar air susu sapi beristirahat dan mengganti sel-selnya dan
tubuh hewan dapat membangun cadangan makanan yang berguna bagi laktasi
berikutnya (Reksohadiprodjo, 1995).
Pada proses kelahiran anak sapi kadang-kadang kita jumpai adanya kesulitan
beranak (distokia) yang sangat membahayakan induk bahkan pedetnya. Beberapa
faktor yang mempengaruhi distokia antara lain adalah :
- Umur induk, sangat besar pengaruhnya terhadap kesulitan beranak dalam hal ini
berhubungan dengan saluran peranakan (birth canal).
- Bangsa, sangat berpengaruh nyata terhadap terjadinya distokia.
- Jenis kelamin, berat lahir pedet pejantan rata-rata 1,5 – 3 kg lebih tinggi dibanding
pedet betina.
- Lama bunting, fetus dalam kandungan perut induknya selalu berkembang,
perkembangan terakhir dengan pertambahan berta badan rata-rata 1 – 1,5
pound/hari bahkan kadang lebih.
- Makanan, kelebihan makanan biasanya adalah diubah menjadi lemak sehingga
seperti tampak gemuk.
- Posisi pedet, menurut penelitian dari seluruh proses kelahiran pada sapi kira-kira 4
- 5 % terjadi kelahiran abnormal dengan letak fetus tidak semestinya.
Sistem perkawinan sapi perah dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu perkawinan
alam dan perkawinan buatan. Pada perkawinan alam seakan pejantan
memancarkan sperma langsung ke alat reproduksi betina. Sedangkan perkawinan
buatan atau AI ialah suatu cara perkawinan dimana sperma dikumpulkan (disadap)
dari pejantan untuk dirawat atau disimpan dalam kondisi terbentuk di luar tubuh
hewan, kemudian dengan pertolongan suatu alat semen itu dimasukkan ke dalam
alat kelamin betina. Jadi proses dari perkawinan ini meliputi pengumpulan sperma
(semen) perawatan sperma dan memasukkan sperma ke dalam alat reproduksi
betina (AAK, 1982).
Seorang peternak harus mengetahui kapan ternak-ternak di dalam kelompok
ternaknya mulai bunting. Setiap tahun biasanya terjadi banyak kerugian akibat
pemotongan hewan ternak yang bunting. Indikasi kebuntingan yang sederhana dan
cukup efektif, ialah ternak tersebut dinyatakan bunting jika setelah ±45 hari setelah
perkawinan tidak birahi kembali, tetapi tidak diketahui oleh pemilik dan anggapan
bahwa ternak tersebut telah bunting sama sekali keliru. Sebaliknya dapat pula
terjadi bahwa ternak birahi kembali meskipun sebenarnya ia telah bunting. Cara
yang paling umum untuk menyidik kebuntingan ialah melalui palpasi rektal, dan
seseorang yang telah berpengalaman dapat menyatakannya dengan ketepatan
yang tinggi mengenai status dan umur kebuntingan (Pane,1993).

E. Manajemen Kesehatan
Sapi yang akan diperah harus dalam keadaan bersih. Tempat dan peralatan yang
bersih akan percuma kalau sapi itu kotor. Semua kotoran pada tubuh sapi akan
mengotori air susu sehingga mudah rusak. Hanya sapi-sapi yang bersihlah yang
akan menghasilkan air susu yang sehat. Itulah sebabnya sapi-sapi yang akan
diperah harus dimandikan terlebih dahulu, paling tidak bagian tubuh tertentu
seperti pada lipatan paha, ambing dan puting (AAK, 1995).
Radang ambing merupakan radang infeksi yang berlangsung secara akut, subakut
maupun kronik. Radang ambing ini ditandai dengan kenaikan sel di dalam air susu,
perubahan fisik maupun susunan air susu dan disertai atau tanpa disertai dengan
perubahan patologis atas kelenjarnya sendiri (Subronto, 1993).
Mastitis adalah suatu peradangan pada ambing yang bersifat akut atau menahun
dan terjadi pada semua jenis mamalia. Pada sapi penyakit ini sering dijumpai pada
sapi perah dan disebabkan oleh berbagai jenis kuman/ mikoplasma. Pengendalian
penyakit ini dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya infeksi terutama yang
ditimbulkan oleh kesalahan manajemen dan higiene pemerahan yang tidak
memenuhi standart. Dalam periode tertentu secara rutin perlu dilakukan
pemeriksaan kemungkinan adanya mastitis sub-klnis dengan melaksanakan CMT
(California Mastitis Test). Pengobaan dapat dilakukan dengan menggunakan
antibiotik dengan kuman yang menginfeksi dan disarankan agar dilakukan pula
sensitivitas terhadap kuman. Berbagai jenis bakteri yang telah diketahui sebagai
agen penyabab penyakit mastitis antara lain: Streptococcus agalactiae,
Streptococcus disgalactiae, Streptococcus uberis, Streptococcus zooepidemicus,
Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Enterobacter aerogenes dan pseudomonas
aeruginosa. Dalam keadaan tertentu dijumpai pula Mycoplasma sp. dan Nocardia
asteroides (Akoso, 1996).
Milk fever yang terjadi pada sapi perah disebabkan karena adanya gangguan
metabolisme mineral. Peranan glandula tak bersaluran pituitary, pada thyreoidea
dan ovaria menentukan terjadinya penyakit ini terutama pada ternak berproduksi
air susu tinggi pada periode laktasi ketiga atau sampai kelima yang menerima
ransum dengan protein tinggi dan kondisi sapi sebenarnya dalam keadaan baik.
Banyak kejadian terjadi pada 3 hari pertama setelah melahirkan (Reksohadiprodjo,
1984).
Penularan Brucellosis dapat terjadi melalui pencernaan makanan yang bercampur
dengan Brucellosis. Media yang dapat membawa penyakit adalah jerami,
konsentrat, air minum, lantai kandang, kotoran kelamin, selaput fetus atau fetus.
Infeksi dari induk bisa melalui plasenta sebelum lahir atau melalui air susu setelah
lahir tetapi penularan ini tidak selalu menyebabkan penyakit pada anak dan
biasanya akan menghilang beberapa minggu kemudian karena adanya imunitas
yang pasif (Hardjopranjoto, 1995).
Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam melakukan tindakan pencegahan terhadap
penyakit menular antara lain :
1. Menghapus hama kandang dan peralatan lainnya. Semua kandang dan yang
hargamnya relatif murah seperti bahan-bahan dari jerami, kertas dan lain-lain harus
dibakar. Untuk benda-benda yang harganya mahal sebaiknya disucihamakan saja.
2. Membakar bangkai hewan ternak. Semua hewan ternak yang mati akibat
penyakit menular, yang menurut ketentuan undang-undang harus dibakar, maka
perlu dibakar.
3. Mengubur bangkai. Bila keadaan tidak mamungkinkan, karena tidak ada bahan
bakar, sebaiknya bangkai dikubur saja, dengan ketentuan liang kubur tidak boleh
kurang dari 2 m dalamnya.
4. Menghapus hama orang dan hewan. Bagi orang-orang serta hewan yang terkena
penyakit menular dapat dicuci dengan menggunakan sabun dan air hangat,
kemudian digosok dengan obat-obatan desinfektan seperti : kreolin, lysol, karbol,
dan lain-lain (Girisonta, 1974).

F. Kandang dan Peralatan


Hampir selama hidupnya sapi perah berada dalam kandang. Hanya kadang-kadang
saja sapi perah dibawa ke luar kandang. Oleh karena itu kandang bagi sapi perah
tidak hanya bersifat sebagai tempat tinggal saja, akan tetapi juga harus dapat
memberi perlindungan dari segala aspek yang mengganggu. Dengan perkataan
lain, kandang harus dapat mengeliminir segala faktor luar yang dapat menimbulkan
gangguan pada sapi perah yang berada di dalamnya. Di samping faktor luar tadi,
hal-hal lainnya yang menyangkut pembuatan kandang perlu diperhatikan (Siregar,
1992).
Kandang merupakan tempat ternak melakukan segala aktivitas hidupnya. Kandang
yang baik adalah sesuai dengan persyaratan kondisi kebutuhan dan kesehatan sapi
perah. Persyaratan umum perkandangan adalah sebagai berikut:
1. Sinar matahari cukup dan mendapat sinar matahari, sehingga kandang tidak
lembab. Sinar matahari pada pagi hari tidak terlalu panas dan mengandung sinar
UV yang berfunsi sebagai desinfektan, dan pembentukan vitamin D
2. Lantai kandang selalu kering. Kandang yang lantainya basah apabila berbaring
maka tubuhnya akan basah yang dapat mengaggu pernapasan
3. Tempat pakan yang lebar sehingga sapi mudah untuk mengkonsumsi pakan
(Sasono et al., 2009).
Bahan atap yang biasa digunakan adalah genting, seng, asbes, rumbai, alang-
alang (ijuk). Untuk bahan genting biasanya menggunakan bahan yang mudah
didapat dan harganya lebih efisien. Dari beberapa macam bahan yang bayak
digunakan adalah genting, karena terdapat celah- celah sehingga sirkulasi udara
cukup baik, apabila menggunakan bahan seng untuk atap dibuat tiang yang tinggi
agar panasnya tidak begitu berpengaruh terhadap ternak
( AAK, 2009).
Susu hasil pemerahan ditampung dengan wadah khusus, wadah yang dapat
digunakan dapat berupa ember plastik yang dikhususkan untuk menampung susu.
Setelah selesai susu dapat dimasukkan ke dalam can susu. Biasanya peternak
menuangkan susu ke dalam can sambil disaring dengan kain bersih. Susu harus
segera dimasukkan ke dalam lemari pendingin, jangan menyimpan susu (Rasyaf,
1996).
Kebersihan alat-alat termasuk disini ember susu, kaleng susu (milk can), botol susu.
Alat penyaring sebelum dipakai harus dicuci yang bersih adapun caranya mula-
mula alat–alat tersebut dicuci dengan air dingin atau hangat untuk menghilangkan
bekas susu yang menempel kemudian dicuci air sabun yang hangat dengan disikat
untuk menghilangkan lemak, seterusnya dibilas dengan air biasa dan dikeringkan
dengan menempatkannya pada tempat yang langsung kena sinar matahari
(Sasongko, 1986).

G. Kamar Susu, Perlengkapan dan Perlakuan Susu


Sistem bucket adalah salah satu pemerahan memakai mesin sebagai pengganti
tangan yang dapat dipindah-pindahkan dari satu tempat ke tempat lain, cocok
digunakan peternakan kecil, susu ditampung di bucket yang terdapat di setiap
mesin. Setelah susu hasil pemerahan setiap ekor spi ditakar terlebih dahulu
kemudian dituang ke tangki pendingin (Siregar, 1992).
Semua susu harus disaring segera setelah pemerahan selesai. Alat saring yang
khusus merupakan alat yang paling efisien dan bersih untuk keperluan ini, oleh
karena itu saringan ini dibuang setelah dipakai. Bagaimanapun juga jenis kain yang
cocok dapat dipakai asalkan sering-sering diganti dan dicuci dengan baik serta
disterilkan setelah dipakai. Segera setelah sapi selesai diperah bakteri dalam susu
mulai berkembang. Pendinginan dengan segera dari susu akan sangat mengurangi
perkembangan bakteri (Williamson, 1993).
Saringan atau filter merupakan salah satu proses pembersihan susu. Susu harus
disaring di ruangan dimana tidak terlalu banyak debu. Jika sudah melakukan
pemerahan dengan bersih, filter akan tetap bersih. Tujuan penyaringan tidak untuk
membersihkan susu kotor. Saat pemerahan harus dihasilkan susu bersih,
penyaringan hanya sebagai penanganan (Soetarno,2000).
Suatu produk susu yang steril mempunyai beberapa ciri yang menarik, yaitu tidak
membutuhkan penyimpanan dalam lemari es, serta dapat disimpan dalam waktu
yang relatif lama. Metode-metode biasa dipakai untuk sterilisasi bahan makanan
ternyata tidak memuaskan untuk sterilisasi susu. Namun, telah dikembangkan
teknik-teknik komersial untuk sterilisasi susu yang memanaskan susu pada suhu
ultra tinggi dalam waktu yang singkat (Pelczara dan Chan, 1988).
Susu segar yang dihasilkan harus segera ditangani dengan cepat dan benar. Hal ini
disebabkan seperti susu segar yang sangat mudah rusak dan mudah
terkontaminasi. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar susu segar dapat terjual
dengan kualitas baik sebagai berikut:
1. peralatan yang digunakan untuk menampung susu segar baik berupa ember
perah harus dalam keadaan bersih. Jika peralatan bersih, unur susu segar bisa
mencapai 3 jam, setelah itu susu akan rusak atau asam.
2. Sebelum dimasukkan ke dalam milk can, susu harus disaring dahulu agar bulu
sapi dan vaseline yang tercampur dengan susu tidak terbawa masuk ke dalam
wadah.
3. Waktu pengiriman dihitung pasa saat susu selesai diperah hingga susu tiba di
konsumen.
4. Pendinginan susu dengan suhu 40 C agar lebih tahan lama jika suhu lebih dari 40
C, bakteri mudah berkembang biak (Sudono, et all, 2003).
Sebuah kamar susu mutlak diperlukan, apakah sapi diperah dengan tangan atau
dengan mesin. Jika sapi diperah dengan tangan atau diperah mesin dengan
penampungan terendiri, maka diperlukan sebuah kamar yang menempel dengan
kamar perah. Kamar ini hendaknya terletak pada tempat yang bertentangan
dengan arah angin yang menuju tempat makanan. Bila sapi diperah dengan mesin
perah dengan system pipa maka kamar susu hendaknya terletak pada ujung pipa
oleh karena release (pembebas susu) harus berada dalam kamar susu, demikian
juga dengan alat-alat yang berhubungan dengan tempat penyimpanan susu
(Williamson dan payne, 1993).
Pasteuerisasi adalah proses pembasmian bakteri patogen yang mungkin masih
terdapat di dalam air susu. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan memanaskan air
susu pada suhu tertentu. Pada garis besarnya ada 2 macam pasteurisasi yang biasa
dilakukan, yakni:
-Temperatur rendah dalam waktu yang lama yaitu 720 C selama 30 menit.
-Temperatur tinggi dalam waktu yang singkat yaitu 800 C selama 3 detik.
(AAK, 1995).

H. Penanganan Feses
Limbah sapi dapat berupa kotoran/feses dan air seni. Saat ini, limbah sapi yang
dijadikan kompos atau pupuk organik banak diminati masyarakat. Hal ini
disebabkan harga pupuk kimia relatif mahal dan merusak zat hara tanah.
Pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika dilakukan dengan benar akan menjadi
sumber penghasilan tambahan. Pengolahan limbah sapi ini bisa dilakukan dengan
berbagai cara, tergantung dari bahan tambahan yang digunakan (Sudono, 2003).
Tinja atau feses ternak dapat dikelola dengan baik untuk tujuan yang bermanfaat
misal untuk pembuatan pupuk, makanan ikan serta dapat pula dimanfaatkan
sebagai energi bio gas. Gas bio adalah campuran gas-gas yang dihasilkan dari
suatu proses fermentasi bahan organik oleh bakteri dalam keadaan tanpa oksigen.
Campuran gas yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut adalah methan,
karbondioksida, nitrogen, karbon monoksida, oksigen, propan, hidrogen sulfida dan
sebagainya (Jauhari, 1986).
Kotoran sapi bila didekomposisi dengan stardec yang mengandung mikroorganisme
cell akan menghasilkan pupuk organik disebut sebagai fine compost. Fine compost
akan menyuplai unsur hara yang ddiperlukan tanaman sekaligus memperbaiki
struktur tanah. Hasilnya, biaya produksi lebih rendah dan produksi meningkat.
Stardec dihasilkan LHM (Lembah Hijau Multifarm), bertujuan sebagai salah satu
upaya membantu tercapainya keseimbangan, serta membuat limbah-limbah yang
tidak berguna menjadi berdaya guna dan berdaya hasil. Limbah seperti kotoran
ternak dan blotong pabrik gula yang diolah dengan stardec mampu menciptakan
sebuah solusi untuk meningkatkan martabat alam yang seimbang (Trobos, 2001).
Biogas diproduksi bakteri dari bahan organik di dalam kondisi hampa udara
(anaerobic process). Proses ini berlangsung selama pengolahan atau fermentasi.
Gas tersebut sebagian besar terdiri dari CH4 dan CO2. Campuran gas ini mudah
terbakar jika kadar methane yang terkandung mencapai lebih dari 50%. Biogas
yang berasal dari kotoran ternak kira-kira berisi 60% methane (Sasse, 1992).
Pengambilan kotoran ternak sapi perah sebaiknya dilakukan di pagi hari.
Pengambilan kotoran pada pagi hari memiliki beberapa keuntungan, yaitu segera
tercipta lingkungan yang bersih dan pemerahan susu dilakukan pada kondisi
lingkungan bersih sehingga kebersihan susu lebih terjamin. Cara pengambilan
kotorannya biasanya dilakukan dengan mengguyur kotoran yang berserakan
dengan air kearah parit. Selanjutnya dari selokan ini kotoran digiring ke satu bak
penampungan. Setelah itu, kotoran ini diambil dengan serok untuk disimpan di
tempat penampungan. Jika jumlah sapinya tidak banyak, pengambilan juga dapat
dilakukan langsung dengan menyerok kotoran yang berserakan di lantai (Setiawan,
1996).

I. Hambatan dan Kendala serta Pemecahan


Keberhasilan suatu peternakan tergantung kepada tata laksana yang dilakukan.
Tanpa tata laksana yang teratur dan baik produksi yang dihasilkan ternak tidak
akan sesuai dengan yang diharapkan, bahkan suatu kerugian dan kehancuran yang
cukup besar akan senantiasa mengancam, peranan manajer dalam suatu usaha
perusahaan peternakan sangat menonjol / kehadiran tenaga terlatih yang sangat
terampil melakukan segala tata laksana peternakan disertai penataan perlengkapan
dan peralatan. Perusahaan peternakan yang disesuaikan dengan faktor fisik dan
ekonomi akan menentukan keberhasilan tujuan tersebut (Santosa, 2001).
Rendahnya produksi air susu sapi didaerah tropik disebabkan interaksi faktor-faktor
klimat, penyakit, pemuliaan pakan dan pengelolaan. Pengaruh klimat terhadap
produksi air susu sangat bergam karena klimat sendiri merupkan faktor yang
dipengaruhi hal-hal yang kompleks dan bervariasi luas didalam daerah tropik itu.
Ketinggian tempat yang sedang dan tinggi berklimat baik untuk sapi. Sapi perah
yang tidak begitu terpengaruh stress sehingga sapi masih dapat berproduksi
dengan memadai. Klimat secara langsung dan tak langsung mempengaruhi
produksi air susu dan industri air susu, terutama dalam hal–hal pengaruh terhadap
persediaan pakan, timbulnya penyakit ternak dan terhadap transpor dan
penyimpanan air susu dan bahan (Wiliamson dan Payne, 1993).
Penanaman pakan ternak menghadapi beberapa kendala yaitu memerlukan
investasi lahan yang mahal, pemeliharaan tanaman yang tidak murah,
pengangkutan hijauan dari lokasi ke farm secara rutin setiap hari, hasil panen
berfluktuasi tergantung musim dan penyimpanan dalam bentuk silase yang mahal.
Untuk itu telah dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas limbah
pertanian baik dengan cara fisik, kimiawi maupun biologi. Tetapi cara-cara tersebut
biasanya disamping mahal, juga hasilnya kurang memuaskan. Dengan cara fisik
misalnya memerlukan investasi yang mahal, secara kimiawi meninggalkan residu
yang berefek buruk, sedangkan cara biologi memerlukan peralatan yang mahal
karena kondisinya harus anaerob dan hasilnya yang berbau amonia menyengat
kurang disukai (Anggorodi, 1979).
Susu saat diperah dimasukkan ember penampung memiliki kelemahan karena
kualitasnya akan berkurang. Ini terjadi karena susu sudah terbuka pada situasi
lingkungan kandang yang ada saat itu. Hal pertama susu akan mengandung lemak
tidak jenuh dan susu siap menangkap segala hal yang saat itu memang
keberadaannya dominan, seperti bebauan yang mencolok. Hal kedua ialah pada
saat terbuka bakteri yang memang sudah ada di lingkungan tersebut akan masuk
dan merusak susu (Rasyaf, 1996).
Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan pengembangan sapi perah di
Indonesia mengalami kelambanan walaupun populsi sapi perah meningkat pesat,
diantaranya yaitu :
1. Permintaan akan komoditi susu segar tidak menunjukkan peningkatan yang
pesat walau peningkatan akan komoditi protein hewani telah mengalami
peningkatan yang sangat pesat.
2. Kurangnya tenaga inseminatorpada daerah tertentu, dimana di daerah tersebut
banyak peternak sapi perah yang menginginkannya.
3. Sebagai akibat perkembangan ternak perah, maka daerah sekitar lokasi
peternakan akan mengalami kekurangan rumput gajah (rumput hijau) yang
merupakan sumber makanan bergizi bagi ternak sapi-sapi perah.
4. Masalah penyakit yang dapat menyerang ternak sapi perah.
5. Tidak semua peternak dapat memasarkan hasil produksinya dengan baik dan
lancar
(Siregar,1992).
Ada beberapa hal yang sering menimbulkan hambatan bagi usaha ternak sapi
perah, antara lain :
1. Iklim. Negara kita yang beriklim tropis sehingga sering mengalami temperatur
yang membumbung tinggi sehingga merupakan suatu hal yang sangat
bertentangan dengan kehidupan sapi perah.
2. Permodalan. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan atau
pegunungan terhalang oleh permodalan finansial dan skill kurang walaupun
temperatur memungkinkan usaha sapi perah.
3. Pemasaran yang belum maju, sebab produksi susu di dalam negeri mendapat
saingan berat dengan susu kaleng, daya beli rakyat yang masih rendah, dan
higiene produksi air susu dari peternak rakyat kurang sempurna.
4. Kekurangan tenaga ahli.
5. Komunikasi (sarana angkutan) yang sulit.
(AAK,1995).
IV. MATERI DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Praktikum


Praktikum mata kuliah Manajemen Ternak Perah ini dilaksanakan di Perusahaan
Sapi Perah “Umbul Jaya” yang berlokasi di Jalan Mojo no. 2, Kelurahan Karang Asem
, Kecamatan Laweyan Surakarta pada hari Sabtu dan Minggu tanggal 2-3 Mei 2009
pada pukul 04.00- 15.30 WIB.
B. Bahan dan Alat Praktikum
1. Bahan pada praktikum kali ini adalah sapi perah peranakan FH.
2. Alat praktikum yang digunakan adalah sebagai berikut;
a. Ember penampung susu
b. Wadah susu / milk can
c. Selang air
d. Sapu lidi
e. Sikat
f. Botol /jirigen susu
g. Ember pakan
h. Pemotong rumput /Chopper
i. Cangkul pengaduk pakan
j. Vaselin
k. Penggaruk
l. Keranjang hijauan

C. Metode Praktikum
Metode yang dilakukan dalam praktikum Manajemen Ternak Perah ini adalah
praktikan melakukan serangkaian kegiatan pemeliharaan sapi perah perusahaan,
meliputi ;
1. Membersihkan kandang ternak
2. Membersihkan tempat pakan dan tempat minum ternak
3. Mencampur pakan konsentrat
4. Memberikan pakan konsentrat
5. Mencacah hijauan segar
6. Memberikan hijauan segar
7. Melakukan pemerahan
8. Mengumpulkan dan menyaring susu
9. Memandikan ternak
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keterangan Umum Perusahaan


1. Hasil Pengamatan
a. Sejarah Perusahaan
1. Nama Perusahaan adalah Perusahaan Sapi Perah UD. Umbul Jaya
2. Pemilik : Bpk. Jumadi CP
3. Alamat : Jln. Mojo no. 2 Karang Asem Rt 05/ 8, Laweyan, Surakarta.
4. Berdiri tahun 1960-an
5. Modal awal 5 ekor sapi.
6. Modal sekarang; ternak 48 sapi , luas kandang 400m2, lahan 5600m2, karyawan
4 orang
7. Tujuan dan motivasi usaha adalah memenuhi kebutuhan hidup
8. Rencana pengembangan dan prospek usaha; pembelian sapi, pembesaran pedet,
pembuatan produk susu selain susu segar
9. Hambatan dan masalah; kerugian dalam perdagangan sapi dan bangunan
kandang yang tidak memungkinkan penambahan jumlah sapi serta penjualan susu
murni musim penghujan mengalami kesulitan
b. Pendidikan dan pengalaman peternak;
1. Berpengalaman beternak selama puluhan tahun dan pernah belajar satu bulan di
perusahaan sapi perah.
2. Gaji karyawan Rp 40.000, 00 per hari.
c. Lokasi dan lay out kandang
Letak perusahaan sebelah utara berbatasan dengan rumah penduduk, sebelah
selatan berbatasan dengan rumah penduduk, sebelah timur berbatasan dengan
jalan raya dan sebelah barat berbatasan dengan lahan penduduk.

d. Bangsa dan populasi sapi perah


1. Bangsa sapi perah adalah peranakan Friesian Holstein.
2. Populasi sapi perah:
a. Pedet betina pra sapih: -
b. Sapi dara: 22 ekor.
c. Sapi laktasi: 18 ekor
d. Sapi kering kandang: 4 ekor
e. Pedet jantan prasapih: -
f. Sapi jantan muda: 3
g. Sapi pejantan dewasa: 1 ekor

Gambar 1. Foto Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
Perusahaan sapi perah “Umbul Jaya” terletak di jalan Mojo no. 2 Karangasem Rt 05 /
8, Laweyan, Surakarta. Perusahaan ini didirikan pada th 60-an dengan nama
“Umbul Sari”. Pergantian nama Umbul Sari menjadi Umbul Jaya diharapkan mampu
meningkatkan produksi susu dan meningkatkan populasi sapi perah yang ada di
perusahaan sapi perah tersebut. Perusahaan sapi perah ini pada awalnya berada
pada posisi yang sangat strategis dan memenuhi syarat lokasi perkandangan,
seperti yang diungkapkan Reksohadiprojo (1995) yaitu lokasi kandang sapi perah
diusahakan dekat sungai jalan raya, dekat sumber air dan sumber pakan serta
sekat dengan daerah pemasaran yaitu kota Surakarta tepatnya di Pasar Gede.
Tujuan dan motivasi pendirian perusahaan sapi perah “Umbul Jaya“ adalah usaha
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beban kewajiban memenuhi kebutuhan
keluarga memberikan motivasi pada Bapak Jumadi CP untuk memulai usaha sapi
perah. dengan modal awal 5 ekor sapi perah PFH masa produksi (laktasi) lahan
kandang seluas 700 m2 dan pengalaman blantik sapi perah yang dimiliki bapak
Jumadi CP inilah perusahaan sapi perah Umbul Jaya sudah memiliki ternak sebanyak
48 ekor sapi perah yaitu sapi betina dara 22 ekor, sapi betina laktasi 18 ekor, sapi
betina kering kandang 4 ekor, sapi jantan muda 3 ekor dan sapi jantan dewasa
yang siap mengawini 1 ekor, serta memiliki 4 karyawan.
Usaha peningkatan sapi perah di Umbul Jaya ini melalui pembelian sapi maupun
dengan membesarkan pedet dari sapi sapi yang melahirkan, namun demikian
peningkatan populasi sapi perah Umbul Jaya mempunyai hambatan hambatan
yaitu kerugian dalam perdagangan sapi perah dan bangunan kandang yang tidak
memungkinkan untuk penambahan sapi. Sehingga usaha peningkatan jumlah sapi
di Umbul Jaya terlihat terhenti peningkatan keuntungan selain penjualan susu segar
di perusahaan sapi perah Umbul Jaya diperoleh dari penjualan dari sapi perah
laktasi ke pasar dan pembuatan produk selain susu segar. Pembuatan produk selain
susu segar seperti susu coklat, susu kopi, susu strawberi, dan susu kacang hijau.
Dihentikan pada tahun 1997. Penyebabnya adalah melambunganya harga gula dan
kebutuhan lain setelah krisis ekonomi di Indonesia. Pemasaaran susu segar yang
sulit sejak awal pendirian ”Umbul Jaya“ sampai tahun 1997 menjadi mudah setelah
harga jual produk produk susu, seperti susu kaleng, susu bubuk dan produk susu
lain di pasaran melambung tinggi pasca krisis ekonomi.
Dalam operasional perusahaan, perusahan sapi perah Umbul Jaya tidak terdapat
struktur organisasi maupun job diskripsi yang jelas. Perusahaan ini dijalankan
berdasarkan perintah dari pemilik yang juga merangkap sebagai pengelola
langsung ke karyawan. Karyawan di perusahaan sapi perah Umbul Jaya ini bekerja
berdasarkan kemauan dan kebiasaan serta sikap tidak mengeluh selama bekerja.
Gaji karyawan per hari sebesar + Rp 40.000, 00. Jaminan kesehatan dan
kesejahteraan karyawan di perusahaan ini tidak ada. Terlihat dengan tidak adanya
asuransi maupun perhatian yang lebih terhadap karyawan. Pekerjaan
membersihkan halaman, membuat ransum pakan melebihi jam kerja tidak
diperhitungkan sebagai jam lembur tetapi hanya sebagai pekerjaan biasa.
Perumahan karyawan yang kurang memadai dan hanya ditempat di tempat yang
kosong seperti bekas kamar susu. Hal ini memperlihatkan bawa perusahaan sapi
perah Umbul Jaya kurang memberikan jaminan kesejahteraan bagi karyawannya.
Dilihat dari lokasi dan layout perkandangan, perusahan sapi Umbul Jaya telah
memenui syarat lokasi maupun syarat-syarat perkandangan yang baik. Letak
kantor terletak di sebelah selatan gudang pakan, kandang terletak di sebelah utara
dekat sungai. Kandang ini terdiri dari kandang pedet, kandang sapi dara, kandang
sapi dewasa, kandang laktasi, kandang pejantan, serta kandang karantina. Kamar
susu terletak di sebelah timur dan sekarang sudah tidak dipakai lagi. Gudang pakan
terletak di antara tempat pemotongan rumput dan kantor. Perumahan karyawan
berada di sebelah timur kandang dan selatan kandang. Dari segi lokasi perusahaan
ini terletak dekat dengan sungai, dekat dengan sumber air, sumber pakan, dekat
dengan jalan raya, dan daerah pemasaran.

B. Manajemen Pedet
1. Hasil Pengamatan
a. Pakan
1. Pemberian kolostrum terhadap pedet selama 7 hari
2. Penyapihan pedet pada umur 2,5 - 3 bulan
3. Makanan cair pedet berupa; susu segar ± 4,5 liter sampai disapih selama 2,5
bulan.
4. Pakan konsentrat dan hijauan mulai diberikan pada umur 3 bulan.
5. Rincian pemberian pakan cair;
a. Umur pedet 1-7 hari berupa kolostrum
b. Umur pedet 8 hari hinggga minggu ke 12 berupa susu segar murni dari induk.
b. Kandang Pedet
1. Pedet prasapih = kandang batterey, koloni dengan ukuran 3 x 4 m2 untuk 5 – 7
pedet.
2. Pedet sapih, tidak dijatah per ekor, kandang berupa kandang lantai semen, koloni
ukuran 5 x 6 m2.
c. Perlakuan terhadap pedet
1. Dehorning tidak dilakukan, karena dengan adanya tanduk ternak tidak terganggu
2. Pemberian tanda /identifikasi tidak dilakukan, karena pemilik sudah hafal dengan
ternaknya.
3. Pemotongan puting tambahan tidak dilakukan, dengan alasan tidak mengganggu
dan tidak berpengaruh pada sapi.
4. Pencatan / recording tidak dilakukan dengan alasan pemilik sudah hafal dengan
ternaknya.

Gambar 2. Foto Sapi Pedet di Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
a. Pakan pedet
Keputusan pertama yang harus dibuat oleh peternak sapi perah ialah anak sapi
harus dipelihara. Tetapi kebanyakan pada perusahaan perusahaan kecil hanya
memelihara pedet betina sedangkan pedet jantan dijual. Pedet merupakan anak
sapi yang baru lahir sampai dengan umur 8 bulan. Pedet yang baru lahir masih
perlu mendapat perhatian secara khusus, sebab pedet yang baru lahir rentan
dengan kematian. Angka kematian pedet dapat ditekan dengan perawatan yang
sebaik-baiknya, penuh ketelitian, kecermatan, dan ketekunan dalam manejemen
pemeliharaan pedet. Pemberian pakan pedet pada perusahan sapi Umbul Jaya
dilakukan dengan pemberian susu murni sebanyak 1 liter dengan dua kali
pemberian dalam satu hari, sedangkan kolostrum diberikan pada hari pertama
selama hingga hari ke tujuh setelah dilahirkan. Kolostrum merupakan susu
pancaran pertama yang berwarna kuning agak kental dan berubah menjadi susu
biasa sesudah 4-5 hari. Kolostrum sangat penting bagi pedet karena kolostrum
mengandung vitamin dan mineral jauh lebih besar dari susu biasa dan juga lebih
bersifat pencahar dan membantu membersihkan Intenstinum pada sapi muda dari
kotoran yang bergumpal (Williamson & Payne, 1993).
Disamping itu kolostrum juga mengandung anti bodi yang baik untuk pertumbuhan
anak sapi. Pemberian kolostrum berbeda dengan pemberian makanan cair yang
berupa susu murni. Kolostrum diberikan dengan cara membiarkan membiarkan
pedet menyusu sendiri pada induknya. Sedangkan pada pemberian susu murni
harus diperah terlebih dahulu baru diberikan pada pedet dalam sebuah ember.
Pakan konsentrat diberikan dua kali pada pagi hari dan siang hari sedangkan
hijauan diberikan hanya pada sore hari. Pedet yang telah dilatih makan konsentrat
dan hijauan akan disapih setelah berumur 3 bulan. Menyapih berarti memberikan
air susu pada pedet baik susu yang berasal dari induk sendiri ataupun dari induk
lain. Penyapihan dapat dilakukan dengan sedikit demi sedikit mengurangi jumlah
susu yang diberikan, sebaliknya pemberian konsentrat dan hijauan ditingkatkan.
a. Kandang Pedet
Kandang pedet dapat diartikan sebagai kandang tempat tinggal pedet tersebut
mendapatkan suasana nyaman Kandang perusahaan sapi perah Umbul Jaya ini
untuk pedet pra sapih berupa kandang lantai semen dengan sistem koloni yang
berukuran 3 x 4 m2 untuk 5-7 ekor pedet. AAK (1995) menyatakan bahwa kandang
yang bersifat individual dan berukuran kecil sebenarnya lebih baik karena mudah
untuk membersihkan mensucihamakan peralatan dan lantainya.
b. Perlakuan Tehadap Ternak
Perlakuan tehadap ternak dapat dilakukan bermacam macam seperti: dehorning,
pemberian tanda (identifikasi), pemotongan puting tambahan (ekstra teat) dan
pencatatan atau recording. Dehorning dilakukan dengan pertimbangan mencegah
bahaya penandukan baik bagi peternak sendiri maupun sesama sapi perah yang
dipelihara. Perawatan kandang akan lebih tahan lama dan ruangan yang diperlukan
lebih sedikit. Pada peternakan Umbul Jaya tidak dilakukan dehorning dengan alasan
adanya tanduk tidak akan membahayakan peternak maupun sapi lainnya.
Pemberian tanda atau identifikasi pada pedet di perusahaan Umbul Jaya tidak
dilakukan karena pemilik sendiri sudah hafal dengan masing-masing ternaknya.
Pemotongan ekstra teat tidak mengganggu dan tidak berpengaruh pada sapi. Pada
pencatatan (recording) juga tidak pernah dilakukan karena pemilik sudah hafal
dengan masing-masing ternaknya.

C. Manajemen Sapi Dara


1. Hasil Pengamatan
a. Pakan Hijauan
1. Jenis pakan:
Pokok = rumput gajah, pemberian = 10kg/ekor/hari
Alternatif = rendeng, pemberian = 5-6 kg/ekor/hari
Lainnya: tebon jagung, pemberian = 10 kg/ekor/hari
Jerami, pemberian = 10 kg/ekor/hari
2. Total pemberian hijauan =10 kg / ekor / hari
3. Asal hijauan:
Rumput gajah = membeli dengan harga 300-400 / kg
Rendeng = membeli dengan harga 500 / kg
Tebon jagung = membeli dengan harga 400-500 / kg
b. Pakan Konsentrat
1. Formulasi Ransum
a. Buatan sendiri dengan formula:
No Jenis Bahan Persentase
1
Ampas Singkong 40,67%
2 Ampas Bir 40,67%
3 Bekatul 14,67 %
4 Garam 3,99 %

1. Pemberian konsentrat dalam bentuk basah


2. Saat pemberian konsentrat adalah sebelum pemberian hijauan dengan alasan
agar sapi tahan lapar.
3. Rata-rata pemberian konsentrat = 15 kg/ekor/hari
c. Air Minum
1. Sumber air minum adalah sumur terbuka dengan pompa.
d. Perkawinan
1. Perkawinan sapi dara pertama kali pada :
- Umur ±18-24 bulan.
- Bobot badan + 275 kg
2. Perkawinan pertama sapi dara dilakukan secara :
- Alami , alasan karean punya pejantan
- Inseminasi Buatan, karena untuk meningkatkan mutu keturunan sapi perah yang
unggul

Gambar 3. Foto Sapi Dara di Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
a. Pakan Hijauan
Sapi yang umumnya sudah mencapai 8 bulan daya cernanya sudah sempurna,
menyamai sapi dewasa, sehingga mampu mencerna bahan makanan yang sarat
kasarnya tinggi. Maka pada umur ini sapi hidup periode makanan kasar. Makanan
penguat yang dibutuhkan hanya sekedar mencukupi kekurangan zat-zat terdapat
dalam rumput. Sedangkan kualitas protein yang terdapat pada makanan penguat
yang dibutuhkan tidak perlu sebaik ransum pedet. Pada umur ini bakteri yang
terdapat dalam rumen mengubah N bukan protein (NPN : Non Protein Nitrogen).
Ransum yang diberikan ialah dua sampai 3 kilo perhari per ekor. Sedangkan rumput
20 kilogram per ekor per hari (Kanisius, 1974).
Sapi yang berumur 9 bulan sampai dengan sapi itu beranak pertama kali sudah bisa
dikatakan sapi remaja. Kedewasaan tubuh sapi ini dicapai pada umur 15 sampai 18
bulan. Sehingga pada umur tersebut sudah bisa dikawinkan pertama kali. Sapi-sapi
betina muda/remaja ini akan terus tumbuh dengan baik sampai umur 4 – 5 tahun,
hal ini apabila makanan yang diberikan cukup dan baik (Kanisius, 1974).
Pada hasil pengamatan, pemberian pakan hijauan diberikan satu kali dalam sehari.
Pemberian pakan hijauan ini diberikan + pada jam 15.00 WIB sebelum diberi pakan
hijauan sapi-sapi ini terlebih dahulu diberi makan konsentrat dengan formulasi
pakan yang dibuat sendiri. Setelah satu jam pemberian konsentrat barulah hijauan
diberikan. Hijauan yang diberikan sudah dalam bentuk dipotong-potong.
Pemotongan dilakukan menggunakan mesin pemotong manual. Ukuran
pemotongan kira-kira 10 cm. Menurut Soetarno (2003) hijauan yang diberikan
hendaknya dalam bentuk yang kecil atau potongan kecil. Pemotongan yang
dilkukan dimaksudkan agar sapi perah dapat mudah mengkonsumsi pkan serta
dapat membantu dalam proses pencernaan kembali (bolus). Hijauan yang diberikan
adalah rumput raja dengan total pemberian 10 kg/ ekor/ hari Hijauan ini diperoleh
dari membeli dengan harga Rp 300,00 – Rp 400,00 /kg. Hijauan yang diberikan
sangat berguna bagi ternak karena mengandung serta kasar dan mineral terutama
asetat yang digunakan untuk nutrisi pembentukan susu.
b. Pakan Konsentrat
Formulasi pakan yang diberikan pada sapi-sapi dara ini hampir keseluruhannya
hasil pencampuran sendiri. Formulasi pakan yang digunakan yaitu :

Tabel 1.1 Kebutuhan Konsentrat Sapi Perah Umbul Jaya


No Nama Bahan Pakan Komposisi Jumlah total per hari
(kg)
1
2
3
4 Ampas singkong
Ampas bir
Bekatul
Garam 40,67%
40,67%
14,67 %
3,99 % 100
100
140
40

Pencampuran pakan tersebut dilakukan di sebuah tempat dekat dengan tempat


penampungan bahan pakan yang tersebut di atas. Pencampuran diusahakan yang
rata hingga homogen. Pencampuran dilakukan dengan menggunakan alat bantu
berupa alat cangkul dan sekop. Sedangkan alat yang digunakan untuk
memindahkan pakan dari tempat pencampuran ke bak-bak tempat pakan sapi
menggunakan ember. Dalam pencapuran pakan diberi campuran garam dengan
tujuan untuk membuat campuran makanan menjadi lebih palatabel serta
meningkatkan nafsu makan ternak. Dalam pemberian konsentrat, konsentrat
diberikan dalam bentuk basah. Pemberian dalam bentuk basah yaitu dengan cara
mencampurkan konsentrat dengan air agar dapat dicerna secara sempurna oleh
ternak, serta dapat meningkatkan konsumsi air yang dibutuhkan. Saat konsentrat
diberikan sebelum pemberian hijauan. Dengan diberikannya konsentrat terlebih
dulu akan dapat mencegah kembung pada perut ternak sehingga meningkatkan
nafsu makan ternak tersebut. Konsentrat diberikan dua kali dalam sehari yaitu pada
pagi hari dan siang hari. Rata-rata pemberian konsentrat ini setiap kali pemberian
yaitu 15 kg/ekor/hari.
Menurut Akoso (1996) pakan konsentrat meliputi susunan bahan pakan yang terdiri
dari biji-bijian dan beberapa limbah hasil proses industri bahan pangan seperti
jagung giling, tepung kedelai, menir, dedak, bekatul, bungkil kelapa, tetes dan
umbi. Untuk menjamin kebutuhan nutrisi sapi perah dara ditambahkan pula sumber
lain seperti tepung tulang, tepung ikan, vitamin, dan lain-lain. Dari pernyataan
diatas dapat diketahui bahwa konsentrat memiliki kandungan nutrien yang sangat
tinggi bagi ternak.
Menurut Santosa (2001) pakan konsentrat yang diberikan terlebih dahulu
dimaksdukan agar nutrien dalam konsentrat dapat tercerna dengan mudah serta
lansung dimanfaatkan oleh tubuh tanpa harus dirombak atau terdegradasi oleh
mikrobia rumen yang ada pada sapi. Selain itu pemeberian dilkukan terlebih dahulu
agar sapi dapat mencerna optimal pakan konsentrat karena pakan konsentrat
sendiri memilki palatabilitas yang rendah.
c. Air minum
Untuk pemenuhan kebutuhan air minum menggunakan pompa listrik kemudian
disalurkan ke bak-bak minum dengan menggunakan selang untuk memudahkan
tata laksana pemeliharaan ternak. Selain itu dengan penggunaan pompa listrik ini
akan dapat menghemat tenaga kerja dalam tata laksana pemberian air. Pemberian
air minum dilakukan setelah pemerahan dan pembersihan kandang ataupun
sebagai campuran pakan.
Air adalah zat makanan yang terpenting untuk proses metabolisme dalam tubuh
sapi. Ternak akan lebih menderita jika kekurangan air dari pada kekurangan pakan.
Karen air berfungsi sebagai penghanter panas. Penyebaran panas, pemindahan
panas, proses pencernaan dan banyak lagi fungsi air dalam tubuh ternak.
Kebutuhan air untuk ternak secara umum dapat dipenuhi dalam air minum, air yang
terkandung di dalam makanan dan air metabolik (Gunawan, 1992).
d. Perkawinan
Di daerah beriklim sedang, sapi dara dari bangsa sapi perah yang lebih kecil
biasanya dikawinkan pertama kali kira- kra umur 15 bulan sedangkan bangsa yang
lebih besar dikawinkan pertama kali sekitar umur 18 bulan sebagian sapi dara di
daerah tropis terlalu kecil dan oleh karenanya terlalu muda untuk dikawinkan pada
umur-umur ini dan umumnya perkawinan pertama terjadi sampai mereka lebih
dewasa
(Williamsom dan payne, 1993).
Perusahaan Umbul Jaya ini sapi perah dara mulai dikawinkan pertama kali sekitar
umur + 18 bulan dngan berat kira- kira 275 kg. Untuk melakukan perkawinan sapi
perah dara pertama kali harus mencapai dewasa tubuh dan juga berat tubuh yang
memenuhi. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi distokia pada ternak. Perkawinan
sapi perah dara ini dilakukan secara alami dengan sapi pejantan sendiri. Sedangkan
inseminasi buatan dilakukan untuk menghasilkan keturunan yang unggul dari
proses perkawinan tersebut.
Hasil yang ada dilapangan sudah sesuai dengan kondisi ideal ternak untuk
dikawinkan. Secara normal menurut Williamson dan payne (1993), untuk bangsa
sapi perah yang besar biasanya sudah dapat dikawinkan dengan umur 18 bulan
serta untuk bobot berkisar antara 275-300 kg. Hasil pengamatan perkawinan sapi
perah dilakukan pada umur 18 bulan serta bobot badan 275 kg. Hasil pengamatan
ini sesuai dengan teori yang biasanya untuk sapi dapat dikawinkan pada umur 18
bulan atau diperkirakan sudah mencapai dewas tubuh.

D. Manajemen Sapi Dewasa


1. Hasil Pengamatan
a. Sapi laktasi , produksi dan pemasaran susu :
1. Masa laktasi : 7 bulan
2. Masa kering: 2 bulan dan cara pengeringan dengan pemerahan berselang, 3 hari
sebelum pengeringan hijauan dan konsentrat dihentikan.
3. Pemerahan
a. Menggunakan tangan/ manual
b. Frekuensi pemerahan 2 x sehari
c. Dilakukan di kandang
d. Proses pemerahan dengan meletakkan ibu jari dan jari telunjuk pada pangkal
puting (sedikit memijat) sehingga air susu dari ambing mulai mengalir ke puting.
Sebelum dilakukan pemerahan puting dibersihkan terlebih dahulu dengan air.
Pemerah biasanya menggunakan vaselin dalam pemerahan agar putting lebih licin
saat diperah.
4. Pemerah secara berkala memeriksa kesehatannya dan memperoleh surat
kesehatan dari dokter: tidak karena dalam pemeriksaan kesehatan membutuhkan
biaya yang tidak sedikit dan pemerah juga tidak pernah sakit.
5. Produksi susu rata-rata: total per hari 140 liter (pagi 100 liter, dan sore 40 liter),
dengan perincian tiap sapi laktasi menghasilkan 5-7 liter per hari.
6. Pengeringan
Dilakukan dengan cara pemerahan berselang selama 2 bulan, apabila tidak
dilakukan maka produksi susu pada periode berikutnya akan turun.
7. Pengafkiran sapi perah dilakukan apabila produksi susunya sudah rendah yaitu 3
liter/hari dan apabila sapi sakit dan sulit diobati. Apabila sapi sudah afkir sapi
tersebut dijual.
8. Tidak dilakukan penanganan susu pasca pemerahan secara khusus hanya
disaring terlebih dahulu baru dipasarkan.
9. Sebelum sampai ke tangan konsumen, susu tidak mengalami penyimpanan,
langsung dipasarkan. susu diusahakan habis
10. Pemasaran susu;
a. Konsumen: masyarakat umum dan pedagang susu yang langsung mendatangi
peternakan, dan dijual ke Pasar Gede.
b. Produk susu yang dipasarkan : susu segar belum dimasak.
c. Kemasan susu berupa kantong plastik dan jerigen.
d. Harga susu Rp 4500,00 / liter.
e. Transportasi susu menggunakan sepeda motor.
f. Jarak yang ditempuh sampai ke tangan konsumen yang terdekat adalah ± 1 km
dan yang terjauh ± 8 km.
g. Pemeriksaan kualitas susu dilakukan oleh dinas secara periodik setiap 8 kali/
bulan.
b. Sapi birahi, perkawinan, bunting dan kelahiran
1. Deteksi birahi oleh: pemilik, karyawan, dan petugas dinas.
2. Perkawinan sapi
a. Perkawinan sapi dara pertama pada umur 18-24 bulan.
b. Rata-rata sapi dara beranak pertama kali pada umur 32-38 bulan
c. Cara perkawinan dengan IB dan perkawinan alami. Pada sapi dara yang pertama
kali dikawinkan dilakukan dengan IB dan perkawinan selanjutnya dengan
perkawinan alami. Cara mendapatkan layanan IB adalah dengan mengirimkan
pesan ke pos IB.
d. Cara penetapan kebuntingan dengan pengamatan ulang birahi oleh karyawan.
e. Perkawinan kembali setelah melahirkan/ partus: 18 hari.
f. Kegagalan perkawinan pernah terjadi karena terjadi keguguran.
g. Kelahiran pedet ditangani sendiri oleh pemilik dan karyawan.
h. Pernah terjadi kasus distokia dan langsung ditangani oleh pemilik dan karyawan
sendiri.

Gambar 4. Foto Sapi Dewasa di Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
Pada perusahaan Umbul Jaya jenis sapi yang dipelihara adalah sapi perah jenis
peranakan Friesian Holstein (PFH). Masa laktasi dari sapi-sapi tersebut sekitar + 7
bulan tetapi secara umum masa laktasi dari sapi perah yaitu + 305 hari hal ini
disebabkan karena sapi-sapi yang dikawinkan kembali setelah partus dan sapi
mengalami kebuntingan memasuki masa kering. Dengan masa laktasi yang relatif
agak cepat, maka produksi susu pertahun tidak begitu tinggi. Dalam memelihara
sapi perah harus dilakukan pengeringan. Menurut Williamson dan Payne (1993),
pengeringan adalah menghentikan pemerahan sapi selama 6 – 8 minggu menjelang
melahirkan kembali, masa kering adalah sangat penting bagi setiap induk yang
pernah melahirkan dan berproduksi susu pada periode berikutnya akan berkurang.
Masa kering yang dilakukan di perusahaan Umbul Jaya yaitu selama 2 bulan dengan
pemerahan berselang.
Cara pemerahan yang dilakukan setiap harinya dengan tangan dan langsung
diperah dalam kandang. Pemerahan dilakukan 2 x sehari. Cara pemerahan dengan
ini dengan perah jepit (stripping) yaitu puting diletakkan diantara ibu jari dan
telunjuk yang digeserkan dari pangkal puting ke bawah sambil memijat. Pemerah
yang bekerja di perusahaan tidak pernah memeriksa kesehatannya karena dalam
pemeriksaaan kesehatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit padahal dalam
usaha produksi sapi perah juga membutuhkan biaya yang cukup banyak. Sehingga
dapat menekan biaya, tetapi pemerah harus benar-benar dalam kondisi yang bersih
dan sehat baik saat memerah maupun mengolah susu. Produksi susu rata-rata
perusahaan tiap hari sebesar + 140 liter, sehingga produksi rata-rata per ekor per
hari sebesar + 5-7 liter. Sapi yang produksinya cukup rendah dan usianya sudah
tua, maka akan diafkir yaitu dengan menjual sapi tersebut. Susu yang dihasilkan
tidak memperoleh perlakuan khusus hanya disaring saja dan tidak mengalami
penyimpanan langsung dijual pada konsumen. Sasaran konsumennya sebagian
besar masyarakat umum dan pedagang susu atau dijual ke Pasar Gede. Kemasan
yang digunakan cukup sederhana yaitu berupa kantong plastik dan jerigen, harga
jualnya sebesar Rp 4.500/liter dan dalam penjualan susu menggunakan sepeda
motor. Jarak tempuh untuk pemasaran susu biasanya antara lingkungan sekitar
sampai + 8 km. Kualitas susu itu sendiri selalu diperiksa kualitasnya secara periodik
setiap 8 kali/ bulan yang dilakukan oleh dinas.
Waktu yang tepat untuk melakukan perkawinan yaitu pada saat betina dalam siklus
birahi tepatnya saat estrus. Saat estrus dapat diketahui dari luar yang ciri-cirinya
mencoba untuk saling menaiki, perubahan pada alat kelamin, gelisah, nafsu makan
berkurang dan lain-lain. Sehingga tidak membutuhkan orang yang khusus untuk
mengtahui sapi tersebut sedang birahi atau tidak hanya dilakukan pengamatan dari
luar saja. Deteksi birahi yang dilakukan perusahaan Umbul Jaya oleh karyawan
sendiri, perkawinan sapi dara yang pertama kali dilakukan pada umut + 1,5 tahun
(18 bulan). Sehingga pada umur ± 32 bulan sapi tersebut sudah beranak.
Perkawinan di Umbul Jaya dilakukan dengan IB dan perkawinan alami. Pada sapi
dara yang pertama kali dikawinkan dilakukan dengan IB dan perkawinan
selanjutnya dengan perkawinan alami. Cara penetapan kebuntingan dilakukan oleh
buruh dengan pengamatan ulang birahi, kebuntingan akan diketahui apabila ternak
tidak birahi lagi 3 – 4 minggu setelah perkawinan.
Perkawinan kembali dilakukan pada + 18 hari setelah sapi melahirkan/partus.
Selang waktu ini kurang tepat karena jaringan alat reproduksi yang rusak akibat
melahirkan kemungkinan belum benar-benar pulih kembali. Kegagalan perkawinan
pernah terjadi yaitu karena saat kawin yang tidak tepat, keguguran karena ketidak
suburan. Selang waktu yang tepat adalah + 60-90 hari, sehingga calving interval
antara kelahiran sapi pertama dengan perkawinan sapi kedua tidak terlalu lama.
Penanganan kelahiran pedet di perusahaan Umbul Jaya dilakukan oleh karyawan
sendiri apabila proses kelahiran normal, tetapi apabila terjadi distokia atau
kesulitan kelahiran, maka akan ditangani oleh mantri hewan setempat. Menurut
Reksohadiprodjo (1995), distokia terjadi pada sapi-sapi yang berukuran besar
seperti FH/PFH, sapi yang selalu dikurung, sapi yang dikawinkan saat usia muda,
masa kebuntingan yang lama, kelahiran kembar, infeksi uterus, kematian fetus dan
sebagainya. Keseluruhan ini memungkinkan terjadi distokia lebih besar. Secara
jelasnya, distokia dipengaruhi oleh faktor genetik, tata laksana dan pakan, serta
mungkin juga disebabkan oleh faktor-faktor lain dari induknya sendiri.

E. Manajemen Kesehatan
1. Hasil Pengamatan
a. Kebersihan Ternak
1. Frekuensi memandikan sapi: satu kali sehari
b. Memandikan sapi dilakukan pada saat : setelah pemerahan pagi
c. Bagian-bagian tubuh yang dibersihkan saat memandikan sapi: seluruh bagian-
bagian tubuh
d. Penyakit, pencegahan dan pengobatan
1. Vaksinasi terhadap penyakit : Dilakukan oleh dinas peternakan
2. Penyakit yang pernah dialami :
a. Mastitis
b. Diare
c. Kembung
d. Milk fever
e. Penyakit mulut dan kuku (PMK)
3. Diagnosa dan pengobatan :
a. Dilakukan sendiri
b. Dilakukan oleh Mantri Hewan
4. Obat-obatan yang biasa digunakan :
a. Obat modern
- Obat dari mantri hewan
b. Obat tradisional
- Jamu
5. Pemeriksaan sapi oleh dinas : dilakukan enam bulan sekali

Gambar 5. Foto Pemerahan Susu di Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
a. Kebersihan Ternak
Dari hasil pengamatan diketahui bahwa di perusahaan Umbul Jaya frekuensi
memandikan sapi dilakukan sehari sekali yaitu sesudah pemerahan pagi dan
dilakukan pada semua bagian tubuh sapi dengan cara disemprot dengan air melalui
selang. Penyemprotan dilakukan mulai dari kepala sampai bagian belakang ternak
dan dilakukan penyikatan. Sedangkan pembersihan kotoran dilakukan bersama-
sama sebelum waktu pemerahan yaitu jam 03.40 WIB dan 12.00 WIB serta sore
hari. Dengan frekuensi 3 kali sehari maka kebersihan kandang selalu terjaga dan
sapi dapat merasa nyaman.
Sapi yang bersih tidak akan mudah terserang penyakit. Jika sapi terserang penyakit
maka produksi susu akan menurun, contohnya sapi yang terserang abses hati yang
menggangu sistem metabolisme tubuh yang erat hubungannya dengan
produktivitas susu. Contoh lainnya adalah mastitis yang disebabkan oleh kuman
yang terdapat pada ambing maupun puting yang kotor karena jarang dibersihkan
sehingga susu yang dihasilkan tidak layak dikonsumsi (Akoso, 1996).
b. Penyakit, pencegahan dan pengobatan.
Pada setiap usaha pasti terdapat hambatan atau kendala yang dapat menggangu
kelancaran kegiatan produksi, tak terkecuali pada perusahaan sapi perah. Salah
satu kendala adalah mengenai kesehatan sapi yang kadang terganggu. Di Umbul
Jaya penyakit yang sering menyerang sapi adalah mastitis, kembung dan diare.
Penyakit ini biasanya didiagnosa oleh pihak perusahaan sendiri, karena pemilik
peternakan itu telah hafal tanda tanda suatu ternak terserang penyakit karena
pemilik sapi tersebut telah mempunyai pengalaman memelihara sapi sudah cukup
lama. Meskipun sapi terkadang diserang penyakit, pemeriksaan kesehatan dan
vaksinasi oleh Dinas Peternakan dilakukan setiap 6 bulan sekali. Namun apabila ada
tanda-tanda suatu penyakit yang tidak dapat ditanggulangi oleh peternak sendiri
barulah pemilik peternakan tersebut memanggil mantri hewan.
Penyakit yang sering terjadi adalah mastitis, kembung dan diare. Menurut Akoso
(1996), mastitis adalah suatu peradangan pada ambing yang bersifat akut, subakut
atau menahun dan terjadi pada semua jenis mamalia. Pada sapi, penyakit ini sering
dijumpai pada sapi perah dan disebabkan oleh berbagai jenis kuman atau
mikoplasma. Radang kelenjar susu ditandai dengan adanya peradangan pada
saluran-saluran kelenjar susu, perubahan fisik dan kimiawi dari air susu.
Untuk pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan dengan cara :
a. Karena penularan penyakit ini melalui puting susu maka untuk mencegah
timbulnya penyakit ini harus diperhatikan cara pemerahan sapi, yaitu sebelum
diperah sapi dibersihkan dulu dan cara memerahnya harus benar-benar higienis.
b. Menghindari kemungkinan adanya hal-hal yang dapat menyebabkan luka pada
ambing atau puting susu baik melalui cara pemerahan maupun adanya lantai
kandang yang dapat menyebabkan luka.
c. Menjaga kebersihan kandang dan alat-alat untuk pemerahan susu.
d. Pengobatan :
1. Mastitis yang akut :
a. Suntikan Procain penicillin G + Dihydrostreptomycin 2 cc/100 kg berat badan
setiap hari.
b. Sulfamethazine 120 mg/kg berat badan per os (melalui mulut) dilanjutkan
dengan 60 mg/kg berat badan tiap 12 jam selama 4 hari.
2. Mastitis yang kronis :
Diberikan Penicillin mastitis ointment, chlortetracycline ointment, atau
oxytetracycline mastitis ointment.
Penyakit lain yang sering terjadi adalah kembung, diare dan milk fever. Milk fever
disebabkan oleh faktor pakan yang kandungan nutrisinya tidak cukup baik untuk
mendukung pembentukan air susu dalam jumlah yang banyak. Kembung biasanya
disebabkan karena pergantian jenis pakan sehingga sapi belum dapat beradaptasi
dengan jenis pakan tersebut dan terkadang hal ini juga menyebabkan diare. Untuk
diare peternak biasanya melakukan penanggulangan dengan cara memberikan sapi
dengan jamu namun apabila diare tidak segera sembuh maka dipanggilkan mantri
hewan. Biasanya dari peternak hal ini tidak menjadi masalah dan penyakit mulut
dan kuku serta kemajiran dan keguguran.
Menurut Ressang (1986), tanda tanda bagi sapi yang terkena penyakit mulut dan
kuku (PMK) adalah gejala sakit seperti umumnya dan selama beberapa hari
menderita demam diatas 40oC, nafsu makan turun, rahang bergerak seolah –
seolah mengunyah atau rahang bawah gemetar kemudian terlihat pengeluaran air
liur berlebih, hidung berkoreng dan sering berdecap serta produksinya menurun.
Virus PMK sangat mudah sekali menular melalui udara. Menurut Subronto (1989),
Virus ini memiliki sifat stabil dalamlingkungan terbuka untuk jangka waktu yang
cukup lama, yang kemudian disebarkan secara aerosol. Terutama bila kelembaban
udara melebihi 70 oC dan suhu udara dingin. Untuk melakukan pengendalian maka
dilakukan pemotongan paksa, memperkuat arus lalu lintas ternak, dilakukan
penutupan daerah dan vaksinasi masal dengan vaksin sub tipe virus yang sama
dengan penyebab wabah. Untuk penyakit Mulut dan Kuku pada perusahaan sapi
perah Umbul Jaya cara mengatasinya yaitu dengan di potong lalu di bakar.
Untuk menjaga kesehatan sapi-sapinya peternak juga sering memberikan obat
tradisional yang berasal dari temu hitam, daun papaya, dan tempe busuk. Cara
pembuatannya adalah 1 kg temu hitam ditambah 5 lembar daun papaya dan 6
bungkus tempe busuk. Semua bahan ditumbuk dan didiamkan selama semalam
kemudian pagi harinya diberikan kepada sapi. Cara pemberiannya yaitu dengan
membungkus jamu tersebut dengan daun pisang kemudian diberikan pada sapi.
Pemberian jamu tersebut bertujuan untuk meningkatkan nafsu makan, dan dapat
menanggulangi berbagai macam penyakit.

F. Kandang dan Peralatan


1. Hasil Pengamatan
a. Kandang
1. Letak kandang : dekat dengan bangunan lain.
2. Atap kandang berupa : genting.
3. Lantai kandang terbuat dari : semen.
4. Kondisi lantai : berlubang – lubang / becek
5. Ketinggian lantai dengan tanah di sekitarnya : lebih rendah.
6. Kemiringan lantai : cukup miring.
7. a. Aliran air : mengalir baik.
b. Kotoran cair dibuang/disalurkan ke : sungai
8. a. Gang di antara dua jajaran kandang : lebar 1 sampai 2 m
b. Kebersihan gang : bersih.
9. Ventilasi kandang : cukup
10. a. Keberadan lalat dalam kandang dan sekitarnya : tidak ada/ jarang.
b.Bau dalam kandang dan sekitarnya : berbau, masih dalam batas normal
11. Penerangan kandang : listrik dan cukup terang.
12. Kepadatan ternak dalam kandang : kurang dari 2 × 1,5 m/ekor
13. Kandang khusus :
a. Kandang beranak : ada.
b. Kandang pedet : ada
c. Kandang karantina : tidak ada.
d. Kandang pejantan : ada
e. Kandang kawin : tidak ada.
b. Peralatan
1. Tempat pakan dan minum :
a. bersih
b. tersedia cukup
2. a. Ember penampung susu, terbuat dari : plastik
b. Kebersihan ember : bersih.
3. a. Wadah susu / milk can terbuat dari : aluminium
b. Kebersihan milk can : bersih dan tidak berbau
c. Kondisi milk can : baik, tidak berkarat
4. a. Botol susu terbuat dari : plastic / mika berwarna
b. Mulut botol susu : sempit
c. Tutup botol susu terbuat dari : plastik
d. Kebersihan botol susu : bersih
5. Alat penyaring susu terbuat dari : lainnya, saringan plastik
6. Peralatan lain yang dimiliki :
No Nama alat Kondisi Kebersihan
1 Saringan plastik Baik Bersih
2 Corong plastik Baik Bersih
3 Jerigen Baik Bersih
4 Gelas ukur Baik Bersih

Gambar 6. Foto Peralatan Kandang di Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
a. Kandang
Usaha sapi perah merupakan salah satu sektor peternakan yang terus berkembang
mengarah pada efisiensi, produksi dan mutu hasil yang semakin tinggi. Salah satu
faktor penting yang dinilai ikut berperan adalah yang menyangkut kesejahteraan
ternak, khususnya kandang atau ruang pemeliharaan. Dalam perkembangan
konsep-konsep modern dan pelaksanaannya dalam manajemen industri persusuan
ikut mempengaruhi perkembangan pola-pola dan desain kandang sapi perah
sebagai suatu tuntutan. Peran penting kandang terus meningkat. Pengembangan
sistem kandang modern didorong oleh kawanan ternak yang semakin besar,
produksi per sapi yang meningkat, serta mekanisasi dan otomatisasi dalam cara
pemberian pakan dan pemerahan susu.
Salah satu hal yang penting dalam mendukung kesuksesan beternak adalah
tersedianya kandang. Kandang merupakan bangunan yang digunakan ternak untuk
melindungi dari gangguan luar yang merugikan, yaitu sinar matahari, kedinginan,
kehujanan maupun tiupan angin yang sangat kencang, sehingga ternak merasa
aman dan nyaman. Sapi perah harus selalu diawasi dan dilindungi dari aspek-aspek
lingkungan yang sekiranya merugikan (AAK, 1995). Oleh karena itu peternak sapi
perah harus dapt menyediakan bangunan kandang yang dapat mengamankan sapi
dari kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan.
Lokasi kandang pada peternakan sapi perah “Umbul Jaya“ ini letaknya berdekatan
dengan bangunan penunjang yaitu tempat penyaringan susu, kamar mandi,
penyimpanan pakan dan hijauan, kamar karyawan dan kantor. Hal ini sangat
membantu dalam pengelolaan sapi perah. Bangunan kandang terbuat dari semen
atau tembok sebagai pembatas keliling kandang. Lokasi pemeliharaan sapi perah
dikelilingi oleh pembatas tembok dengan tinggi 2,5 m.
Menurut Subagyo (2008) lantai terbuat dari bahan yang tidak mudak rusak,
biasanya lantai kandang dibuat berupa:
• Lantai Padat dimana lantai terbuat dari semen yang diperkeras dan terdiri dari
paving.
• Lantai Panggung, lantai ini terbuat dari kayu dan antara kayu papan satu dengan
yang lain dibuat celah.
Lantai kandang terbuat dari bahan semen, tetapi kondisi lantai kandang sapi pada
peternakan “Umbul Jaya“ berlubang dan banyak tambalan, sehingga dapat
menyebabkan genangan air. Kemiringan lantai 5 cm, hal ini dimaksudkan untuk
memudahkan air mengalir dengan lancar.dan mudah dalam pembersihan kandang.
Menurut AAK (1995), lantai yang rata dan tidak tajam akan membuat sapi dapat
berdiri tegak, berbaring secara bebas dan nyaman. Lantai yang kasar dan tajam
akan menimbulkan kulit lecet sehingga mudah dimasuki kuman ke dalam tubuh
sapi. Sebaliknya lantai yang licin akan menyebabkan sapi mudah terpeleset.
Atap kandang terbuat dari genteng karena harganya relatif lebih murah, tahan lama
dan tidak terlalu menyerap panas. Menurut Anonimous (2009) bahan atap yang
biasa digunakan adalah genting, seng, asbes, rumbai, alang- alang (ijuk). Untuk
bahan genting biasanya menggunakan bahan yang mudah didapat dan harganya
lebih efisien. Dari beberapa macam bahan yang bayak digunakan adalah genting,
karena terdapat celah- celah sehingga sirkulasi udara cukup baik.
Aliran air dalam kandang dapat mengalir dengan baik, saluran airnya berfungsi
dengan baik, tetapi kadang aliran tersumbat oleh kotoran ternak waktu mengalir
pada saat pembersihan kandang. Kotoran sapi langsung mengalir dan dibuang ke
sungai.
Menurut AAK (1995), Ventilasi adalah jalan keluar masuknya udara dari dalam
kandang dan menggantikan udara segar dari luar. Pengaturan ventilasi
diperusahaan sapi perah di “Umbul Jaya“ cukup baik, karena keberadaan lalat
dalam kandang jarang dan tidak begitu berbau (masih dalam batas bau kandang).
Penerangan kandang kandang berasal dari listrik, tetapi kurang terang karena
hanya sebuah lampu bohlam 10 watt untuk menerangi 4–6 sapi, sehingga tidak
semua bagian kandang terang. Kepadatan kandang kurang dari 2 x 1,5 m, sehingga
ternak tidak leluasa bergerak karena tempatnya terlalu terbatas.
Pada peternakan sapi perah “Umbul Jaya“ kandang khusus yang dimiliki adalah
kandang beranak, kandang pedet dan kandang pejantan. Kandang beranak
merupakan kandang yang digunakan untuk melahirkan. Soetarno (2003)
menggungkapkan bahwa ditinjau dari fungsinya kandang sapih perah dapat
dibedakan menjadi kandang induk, kandang pedet, kandang pejantan dan kandang
isolasi. Masing-masing kandang tersebut memiliki ukuran dan konstruksi yang
berbeda. Kandang pedet yang digunakan dalam perusahaan “Umbul Jaya“ dulunya
adalah kandang karantina. Kandang tersebut tidak digunakan karena ternak yang
sakit hanya sedikit dan buasanya hanya ditempatkan di luar kandang tepatnya di
sebelah barat kandang
b. Peralatan
Peralatan kandang merupakan alat-alat kandang yang secara langsung mendukung
dalam pengelolaan ternak. Peralatan yang dimiliki oleh perusahaan “Umbul
Jaya“meliputi tempat pakan dan minum, ember penampung susu, wadah susu, alat
penyaring susu, dan peralatan lainnya.
Ember penampung susu terbuat dari plastik dan dalam kondisi bersih, karena setiap
pemakaiannya sebelum dan sesudahnya selalu dibersihkan, sehingga susu juga
bersih dan tidak berbau. Wadah susu yang digunakan terbuat dari bahan
alumunium yang bersih dan tidak mudah berkarat, sehingga susu yang belum
dipasarkan tidak berbau.
Botol susu yang digunakan untuk memasarkan susu adalah jerigen dan plastic yang
bersih dengan mulut jerigen yang sempit yang dilengkapi dengan tutup berupa
plastik yang diikat dengan karet. Susu yang belum dipasarkan dilakukan
penyaringan terlebih dahulu menggunakan penyaring susu yang terbuat dari plastik
yang biasa digunakan untuk menyaring santan atau yang lain. Hal ini dilakukan
karena susu yang dihasilkan bersih dari kotoran dan rambut sapi yang ikut masuk.
Peralatan lain yang digunakan adalah corong plastik yang digunakan untuk
memudahkan penuangan susu ke dalam botol susu. Selain itu digunakan pula gelas
ukur yang berukuran satu liter yang digunakan untuk menakar susu yang akan
dipasarkan. Hal ini dimaksudkan agar kecurangan dalam takaran susu dapat
dihindari. Semua peralatan yang dimiliki dalam kondisi baik dan bersih.

G. Kamar Susu, Perlengkapan dan Perlakuan Susu


1. Hasil Pengamatan
a. Kamar susu tidak ada
b. Perlengkapan susu
1. Meja tempat susu terbuat dari kayu
2. Keadaan tempat meja bersih
3. Tempat pencucian alat-alat susu dilantai dan ember
4. Jarak tempat pencucian dengan kandang menempel
5. Alat yang digunakan untuk mencuci sikat dan selang semprot
6. Terjaga kebersihan alat-alat susu dan dilakukan pencucian sebelum dan sesudah
pemerahan
7. Pengeringan dengan diangin-anginkan dan tidak dibilas dengan air hangat
8. Jarak sumber air (sumur) dengan tempat feses lebih dari 8 meter
9. Air jernih, tidak berbau dan ketersediaannya melimpah
10. Sumber air yang digunakan untuk mencuci alat-alat susu berasal dari sumur gali
c. Antiseptik dan desinfektan yang tersedia sabun yang digunakan untuk
membersihkan peralatan dan untuk mencuci tempat penampungan susu.

Gambar 7. Foto Perlengkapan Susu


2. Pembahasan
Sapi perah dipelihara dengan tujuan untuk diambil produksi susunya. Untuk
menjaga agar tidak terjadi kerusakan susu, maka susu harus dikelola dengan baik.
Suatu produk susu yang steril mempunyai beberapa ciri yang menarik, yaitu tidak
membutuhkan penyimpanan dalam lemari es, serta dapat disimpan dalam waktu
yang relatif lama (Pelczara dan Chan, 1988). Kebersihan peralatan dan
perlengkapan susu harus selalu terjaga, para pekerja dan sapi itu sendiri harus
dijaga pula kebersihannya. Sebaiknya susu dimasukkan ke kamar susu sebelum
dilakukan pengiriman kekonsumen agar susu tidak tercemar oleh kotoran atau
bakteri yang dapat merusak rasa, bau maupun warna asli susu.
Dalam suatu perusahaan sapi perah sebuah kamar susu mutlak diperlukan, apakah
sapi diperah dengan tangan atau dengan mesin. Jika sapi diperah dengan tangan
atau diperah mesin dengan penampungan tersendiri, maka diperlukan sebuah
kamar yang menempel dengan kamar perah, demikian juga dengan alat-alat yang
berhubungan dengan tempat penyimpanan susu (Williamson dan Payne, 1993). Di
perusahan sapi perah Umbul Jaya tidak menggunakan kamar susu karena susu
setelah diperah langsung disetorkan pada penjual atau pengepul susu di pasar, dan
ada juga yang langsung diambil oleh tengkulak. Namun sebagai gantinya dibuatkan
tempat khusus untuk penampungan susu dan tempat peralatan susu. Dimana disitu
terdapat meja untuk alat-alat susu dengan kondisi kebersihan yang terjaga.
Kebersihan tempat dan peralatan yang dipakai dapat mempengaruhi kebersihan
dan kesehatan susu. Peralatan yang kotor dapat mempercepat proses susu, karena
banyaknya mikroorganisme yang ada pada peralatan yang kotor tersebut. Air yang
masih menempel pada peralatan yang digunakan untuk menampung susu juga
dapat mempengaruhi kemurnian susu karena air akan bercampur dengan susu
sehingga susu menjadi lebih encer.
Pencucian alat dilakukan sebelum dan setelah pemerahan untuk menjaga agar
tidak ada mikroorganisme yang masih tertinggal. Pencucian dilakukan dilantai
plester dengan air yang mengalir terus, dimana air tersebut diperoleh dari sumur
gali. Untuk kotoran pada alat yang sulit hilang biasanya dilakukan penyikatan dan
pembilasan dengan selang.
Penggunaan air sangat dituntut kebersihannya, sumur berjarak lebih dari 8 meter
dari tempat penampungan feses, kondisi air jernih dan tidak berbau. Dengan jarak
yang jauh dari penampungan feses, dapat terjamin kebersihan serta kondisi air
tetap terjaga. Air minum yang diberikan apabila sudah tidak terkonsumsi dapat juga
digunakan untuk menyiram atau membersihkan feses.
Untuk menanggulangi penyebaran penyakit dan virus-virus yang ada biasanya
dilakukan pembersihan lantai tempat penampungan susu dan peralatan-peralatan
yang digunakan untuk menampung susu. Ini dilakukan agar tetap terjaganya
kondisi tempat yang steril, serta penanggulangan masuknya bibit penyakit.
H. Penanganan Feses
1. Hasil Pengamatan
a. Penempatan kotoran / feses : disemprot dan masuk pada saluran air, lalu
dialirkan ke sungai
b. Pemanfaatan feses / kotoran sapi : tidak dimanfaatkan (dibuang)
c. Pemprosesan kotoran sapi : tidak diproses

Gambar 8. Foto Penampungan Feses Sementara di Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
Kotoran sapi (feses) ataupun ternak lainnya sering menimbulkan benturan dengan
kepentingan orang lain. Disatu pihak kita sedang menggalakkan peternakan untuk
dapat menghasilkan produk secara maksimal baik kualitas maupun kuantitasnya,
dilain pihak akan mendapatkan protes dari penduduk sekitarnya. Jika penanganan
feses tidak dilakukan secara baik, karena adanya pencemaran yang timbul dari
kotoran ternak tadi.
Peternakan “Umbul Jaya” ini merupakan peternakan skala kecil yang lokasinya tidak
jauh dari lokasi pemukiman penduduk. Bahkan rumah peternaknya sendiri berada
dilokasi peternakan. Dengan adanya lokasi peternakan yang dekat dengan
pemukiman penduduk, maka pencemaran lingkungan pun tidak dapat dihindari.
Pengambilan kotoran ternak sapi perah biasanya dilakukan pada pagi dan siang
hari. Menurut Setiawan (1996), pengambilan kotoran di pagi dan siang hari ini
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu segera tercipta lingkungan yang bersih
dan pemerahan susu dilakukan pada kondisi lingkungan yang bersih sehingga
kebersihan susu lebih terjamin.
Kotoran sapi perah di “Umbul Jaya” ditempatkan ke lubang penimbunan dengan
cara mengguyur atau menyiram kotoran sapi tersebut dengan air ke arah parit
yang kemudian ditempatkan ke lubang penimbunan. Cara pengambilan kotoran
sapi perah yaitu dengan cara mengguyur feses yang berserakan dengan air keparit,
selanjutnya saluran itu digiring ke suatu bak penampungan. Setelah itu, kotoran ini
diambil dengan sekop untuk dimasukkan ke tempat penampungan. Kotoran sapi
perah di “Umbul Jaya” ini tidak dimanfaatkan oleh peternaknya kotoran yang ada
pada lubang penimbunan, langsung dibuang ke sungai tanpa dilakukan pemrosesan
lebih dulu, karena memang peternakan ini bersebelahan dengan sungai yang cukup
besar. Penanganan feses yang kurang baik akan menganggu dan menimbulkan
pencemaran daerah sekitarnya. Untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan,
peternak dapat memanfaatkan kotoran ternak tersebut untuk hal yang bermanfaat,
misalnya diolah menjadi pupuk.
Menurut Sudono et al., (2003), pengolahan limbah sapi menjadi kompos jika
dilakukan dengan benar maka akan menghasilkan pendapatan tambahan. Dengan
dimanfaatkannya kompos dari ternak sapi perah, maka peternak itu sendiri akan
memperoleh keuntungan yaitu dapat mengurangi resiko pencemaran lingkungan
karena ternyata dapat ditangani dan keuntungan akan diperoleh dari pemanfaatan
kotoran ternak tersebut.

I. Hambatan / Kendala Usaha


1. Hasil Pengamatan
a. Administrasi dan SDM Perusahaan
Sumber daya manusia di peternakan Umbul Jaya, mayoritas berpendidikan sekolah
menengah, pengelolaan administrasi berdasarkan pengalaman.
b. Mutu Genetis Ternak
Mutu genetis cukup baik, walaupun ada juga genetis yang kurang baik. Apabila
mutu genetis ternak kurang baik, maka sapi tersebut masih bisa ditangani akan
dipelihara, jika tidak bisa ditangani oleh peternak maka sapi akan dijual.
c. Pakan
Pakan yang digunakan diperoleh dari membeli, harga yang cukup mahal sangat
mempengaruhi biaya produksi.
d. Produksi Susu
Produksi susu yang sangat minim membuat produk susu langsung diedarkan ke
konsumen sehingga tidak melalui penyimpanan atau pendinginan.
e. Reproduksi Ternak
Reproduksi pada ternak sapi-sapi di Umbul Jaya berjalan baik, di samping
perkawinan dilakukan secara alami dengan 4 pejantan yang ada (1 pejantan
dewasa dan 1 pejantan yang belum bisa mengawini). Dalam perkawinan alami tidak
ada hambatan, hanya pada keberhasilan perkawinan tergantung pada pengawasan
pekerja dan pemilik perusahaan. Pengamatan kebuntingan masih dilakukan dengan
cara melihat vulva dari luar, artinya tidak menggunakan deteksi lewat uterus
sehingga sering terjadi kesalahan dan tidak semua pekerja dapat mendeteksi
kebuntingan, hanya pemilik saja yang paham dalam hal mendeteksi kebuntingan.
Perkawinan dilakukan secara inseminasi buatan dan perkawinan alami. Pada
perkawinan buatan, pemilik perusahaan Umbul Jaya mengirimkan pesan kepada
pos IB untuk mendapatkan straw sapi pejantan yang unggul.
f. Pemasaran Susu
Pemasaran susu terjadi pasang surut. Tidak memiliki pelanggan tetap. Pemasaran
susu biasanya dilakukan dengan menjual ke Pasar Gede, serta dipasarkan di
peternakan itu sendiri.
g. Penanganan Susu Pasca Pemerahan
Tidak ada penanganan lebih lanjut, susu langsung didistribusikan ke konsumen.
h. Kesehatan Ternak
Hambatan tentang kesehatan ternak yaitu penjagaan kesehatan hanya berdasarkan
ketrampilan dari pengalaman (diawasi dan dipelihara oleh peternak). Jalan keluar
yang ditempuh bila terjadi gangguan yang berkelanjutan adalah meminta bantuan
pada mantri atau dokter hewan.
i. Pengembangan Usaha dan Issue Pencemaran Lingkungan
Mahalnya biaya produksi membuat perkembangan usaha menjadi lambat. Tidak
ada keluhan dari masyarakat tentang pencemaran limbah sekitar, karena pemilik
perusahaan menjalin hubungan baik dengan masyarakat.

Gambar 9. Foto Aliran Feses di Perusahaan Umbul Jaya


2. Pembahasan
a. Administrasi dan SDM Perusahaan
Dalam mengurusi dan penanganan administrasi, perusahaan sapi perah Umbul Jaya
tidak mengalami hambatan, baik pada administrasi pemasaran, transportasi,
penyediaan pakan maupun pengolahan limbah. SDM yang ada yaitu dengan 4
orang tenaga kerja sudah menyukupi dan dapat mengoptimalkan kerjanya.
Perusahaan sapi perah Umbul Jaya merasa sudah memiliki manajemen administrasi
dan SDM yang sudah cukup baik.
b. Mutu Genetis Ternak
Ternak sapi perah di Umbul Jaya merupakan ternak hasil peranakan sendiri yang
dihasilkan dari persilangan pada sapi-sapi di Umbul Jaya sendiri. Sehingga resiko
adanya inbreeding akan muncul maka akan menurunkan mutu genetis ternak
tersebut. Cara yang tepat yaitu dengan melakukan IB dan menggunakan sapi perah
yang unggul dari luar daerah sehingga akan didapatkan mutu genetis ternak yang
lebih baik. Mutu genetis ternak cukup baik. Jarang terjadi kelainan mutu genetis,
apabila terjadi kelainan mutu genetis maka jika masih dapat ditangani akan tetap
dipelihara, tetapi jika peternak tidak bisa menangani maka sapi akan dijual.
c. Pakan
Peternakan Umbul Jaya tidak memiliki hambatan dalam penyediaan pakan, baik
pakan konsentrat maupun hijauan, karena dalam penyediaan pakan sudah
direncanakan secara matang oleh pemilik perusahaan. Pakan konsentrat yang
diberikan disusun sendiri berupa campuran dari bekatul, ampas bir, ampas
singkong, dan garam. Pakan hijauan berupa rumput gajah, rendeng, dan tebon
jagung. Ampas bir yang digunakan merupakan limbah produksi pabrik bir di
Tangerang. Sedangkan, untuk hijauan berupa rumput gajah (Pennisetum
purpureum) dipesan dari Boyolali. Ketersediaan pakan di perusahaan tersedia
secara kontinue, sehingga perusahaan tidak pernah kehabisan atau kekurangan
stok pakan sehingga tidak pernah dilakukan pengadaan pakan pengganti. Pada
waktu kemarau hijauan sulit didapatkan, karena harga kian melonjak maka pakan
hijauan yang berupa rumput gajah diganti dengan tebon jagung atau bungkil
jagung. Untuk mengatasi jika harga konsentrat mahal, maka perbandingan
pemberian diubah menjadi bekatul : ampas bir : ampas singkong, 1 : 3 : 3.
d. Produksi Susu
Peternakan Umbul Jaya mampu menghasilkan susu sebanyak 140 liter per hari
dengan interval 2 kali pemerahan sehari terhadap sapi yang laktasi sebanyak 18
ekor. Produksi susu tersebut naik turun, karena tergantung dari cuaca, keadaan
tersebut dapat diketahui dari makanan yang diberikan ke sapi. Produksi susu dari
sapi-sapi tersebut dirasa kurang sebagai perusahaan penghasil susu di wilayah Solo
sehingga perlu ditingkatkan, antara lain dengan penambahan jumlah sapi perah
laktasi dengan mengawinkan sapi-sapi dara yang ada atau dengan membeli sapi
jadi yang sudash laktasi.

e. Reproduksi Ternak
Reproduksi ternak sapi-sapi di Umbul Jaya berjalan baik, di samping perkawinan
dilakukan secara alami dengan 4 pejantan yang ada (1 pejantan prasapih, 2
pejantan dewasa dan 1 pejantan dewasa). Pedet disapih ketika berumur  3–4
bulan dan disendirikan, untuk sapi-sapi dara dikandangkan dalam kandang koloni
dan segera dikawinkan apabila sudah berahi. Penyediaan bibit sapi perah serta sapi
laktasi tidak ada hambatan. Pada perkawinan alami tidak mengalami hambatan,
tergantung pengawasan peternak yang mengawinkan.
f. Pemasaran Susu
Produk utama peternakan sapi perah Umbul Jaya berupa susu segar. Pemasaran
susu dilakukan dengan menjual ke Pasar Gede, serta dipasarkan di peternakan itu
sendiri. Yang menjadi permasalahan adalah kadang-kadang susu yang dipasarkan
tidak semua dapat habis dalam waktu itu juga, sehingga ada susu yang tersisa. Sisa
susu ini dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri. Untuk mengatasi permasalahan
tersebut antara lain bisa dilakukan dengan memperluas lokasi pemasaran atau
dengan menggunakan jasa loper yang bisa menjualkannya di warung-warung atau
terminal-terminal.
g. Penanganan Susu Pasca Pemerahan
Susu hasil pemerahan langsung dimasukkan dalam milkcan. Sebelum digunakan
untuk tempat susu milkcan telah dicuci terlebih dahulu dengan tujuan agar susu
tidak terkontaminasi. Susu yang telah dimasukkan dalam milkcan langsung
dipasarkan baik keluar maupun di dalam lingkungan perusahaan tersebut. Di
perusahaan ini tidak dilakukan perlakuan pada susu lebih lanjut karena otomatis
akan menambah biaya dan peralatan serta tenaga yang digunakan serta SDM yang
kurang memadai.

h. Pemeriksaan Kesehatan Ternak


Pemeriksaan kesehatan ternak dilakukan secara rutin setiap 6 bulan sekali.
Penyakit yang menjangkit pada ternak mudah diatasi oleh peternak. Penyakit yang
pernah terjadi atau pernah diderita oleh ternak adalah penyakit-penyakit ringan
seperti kembung, masuk angin, dan mastitis. Diagnosa pada penyakit biasanya
dilakukan sendiri oleh peternak, kadang juga dilakukan oleh mantri hewan ataupun
dokter hewan.
i. Pengembangan Usaha dan Issue Pencemaran Lingkungan
Pengembangan usaha hanya dilakukan sebatas pembelian sapi-sapi baru baik
berupa pedet maupun sapi dara dengan tujuan replacement sapi-sapi yang sudah
tua. Lahan atau lokasi perusahaan masih memungkinkan untuk diperluas karena
masih terdapat lahan kosong di sekitar kandang, namun hal ini tidak dilakukan.
Tentang pencemaran yang diakibatkan oleh limbah yang dihasilkan oleh
perusahaan tidak begitu ditanggapi oleh warga sekitar dengan alasan bahwa
perusahaan sapi perah tersebut sudah berdiri bahkan jauh sebelum terdapat
pemukiman penduduk, di samping itu limbah yang dihasilkan berupa feses ataupun
urine sapi tidak begitu mengganggu warga sekitar perusahaan.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kandang pedet menggunakan Perusahaan sapi perah “ Umbul Jaya “ didirikan
pada tahun 1960 dengan modal awal 5 ekor sapi perah PFH laktasi hingga kini
berjumlah 48 ekor dan luas kandang + 400 m2.
2. Stuktur organisasi, job diskripsi dan jaminan kesejahteraan karyawan di
perusahaan sapi perah “ Umbul Jaya “ tidak ada.
3. Lokasi perusahaan dan tata letak perkandangan cukup bagus.
4. Pemberian kolostrum pada pedet dilakukan setelah pedet dilahirkan sampai
umur 7 hari selanjutnya diberi susu segar dari induk.
5. Kandang berlantai semen dengan sistem koloni dengan ukuran 5 x 6 m2.
6. Sapi dara adalah sapi yang berumur 9 bulan sampai dengan sapi itu beranak
pertama kali.
7. Sapi dewasa dicapai pada umur 15 – 18 bulan.
8. Masa laktasi sapi perah adalah + 7 bulan.
9. Rata-rata produksi susu total / hari : 140 liter, sedang perekor/hari adalah 5-7
liter.
10. Pemasaran susu langsung ke konsumen tanpa mendapatkan perlakuan.
11. Pemandian ternak dilakukan 1 kali sehari pada pagi hari sebelum dilakukan
pemerahan.
12. Penyakit yang pernah dialami adalah mastitis, diare, dan kembung.
13. Pemeriksaan kesehatan dilakukan secara perioik oleh dinas setiap 6 bulan
sekali.
14. Peralatan kandang adalah tempat pakan dan air minum, ember penampung
susu, wadah susu, alat penyaring susu dan peralatan tambahan meliputi; sapu lidi,
pemotong rumput, keranjang rumput, selang air, sikat, garuk, cangkul, dan
timbangan.
15. Kamar susu berfungsi untuk menyimpan dan mengelola susu sebelum
dipasarkan.tetapi disini belum dimanfaatkan.
16. Kotoran ternak belum dimanfaatkan.

B. Saran
1. Waktu pelaksanaan praktikum hendaknya lebih lama
2. Penanaman hijauan hendaknya dilakukan untuk efisiensi biaya.
3. Penangan feses hendaknya dilakukan, apabila tidak mampu hendaknya bekerja
sama dengan instansi atau mahasiswa agar tidak menjadi permasalahan
dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1982. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.


____. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius.Yogyakarta.
____. 2009. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. http://books.google.co.id/
Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.
Akoso, Budi Tri. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.
Girisonta, D. P. 1974. Ternak Umum. Kanisius. Semarang.
Gunawan, D Pamungkas., L. Affandi. 1992. Potensi Produktivitas dan Nilai Ekonomi
Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.
Hardjopranjoto. 1995. Ilmu Kemajiran Pada Ternak. Erlangga University Press.
Surabaya
Jauhari, S. Ahmad. 1986. Pengelolaan Tinja Ternak. Poultry Indonesia. PT Surya
Prabha. No 8. Pp 18.
LPPS. 1972. Makanan Ternak. Nusa Indah. Flores.
Mangkoewidjodjo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan Percobaan di Daerah Tropis.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Nur, K.S. 2004. Mengupayakan Usaha Sapi Perah Tetap Bertahan. Poultry Indonesia.
Gappi. No 291. Pp 64-65.
Pane, I. 1993. Pemuliabiakan Ternak Sapi. Gramedia. Jakarta.
Partodiharjo, Soebadi. 1980. Ilmu Reproduksi Hewan. Penerbit Mutiara. Jakarta.
Pelczara dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia. Jakarta.
Rasyaf, Muhammad. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. Swadaya. Jakarta.
Reksohadiprojo, S. 1984. Pengantar Ilmu Peternakan Tropik Edsi 2. BPFE.
Yogyakarta.
_____________________. 1995 Pengantar Ilmu Peternakan Tropik Edisi 2. BPFE.
Yogyakarta.
Ressang, A.A. 1986. Penyakit Viral Pada Hewan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Santosa, U. 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya.
Jakarta
Sasongko, Ribut. 1986. Sanitasi dan Kesehatan Sapi Perah. Poultry Indonesia. PT
Surya Prabha. No 75. Pp 58.
Sasono et al.,. 2009. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
http://books.google.co.id/perkandangan_sapi_perah
Sasse, Ludwig. 1992. Pengembangan Energi Alternatif Biogas dan Pertanian
Terpadu di Boyolali Jawa Tengah. LPTP Solo dan BERDA Jerman. Solo.
Setiawan, Ade Iwan. 1996. Manfaat Kotaran Ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siregar, S. 1992. Sapi Perah Jenis, Teknis Pemeliharaan Dan Analisis Usaha. Penebar
Swadaya. Jakarta
Soetarno, Timan. 2000. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
_____________. 2003. Manajemen Budidaya Sapi Perah. Laboratorium Ternak Perah
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Soeyanto, T. 1981. Intensisifikasi Peternakan. Yudhistira. Jakarta.
Subagyo, YBP. 2008. Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Jurusan Peternakan Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Subronto. 1993. Ilmu Penyakit Ternak I. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Trobos. 2001. Fine Compost Lebih Irit dan Menguntungkan. Trobos no 24/ tahun 11.
Jakarta.
Williamson. G dan W.J.A Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. UGM
Press. Yogyakarta.
___________________________. 1995. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.

.
Ekonomi Produksi Peternakan Kambing/Domba di Kabupaten Gunungkidul
Wednesday, September 22, 2010 7:41 PM
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Usaha ternak domba dan kambing umumnya merupakan usaha sampingan yaitu
bagian dari usaha pertanian. Ternak ini dipelihara secara tradisional, yakni
pemberian pakan masih terbatas (hijuan pakan ternak yang tersedia berupa
rumput-rumputan dan semak dengan sedikit atau tidak ada pakan tambahan) dan
belum ada manajemen yang terarah (Sugeng, 2000).
Pengembangan domba dan kambing sebagai salah satu ternak potong masih
banyak mengalami hambatan karena pemeliharaan domba dan kambing masih
dilakukan secara tradisional. Pemberian pakanya hanya sekedarnya tanpa
memperhitungkan kebutuhan standar gizi. Bahkan sering dijumpai domba dan
kambing dilepas begitu saja untuk mencari makan sendiri. Tata laksana program
pemeliharaanya tidak baik dan kandangnya hanya di buat sekedar tempat
berlindung dari terik matahari disiang hari dan dingin di malam hari (Cahyono,
1998).
Konsentrat merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya
karbohidrat dan protein seperti jagung kuning, bekatul, gandum dan bungkil-
bungkilan. Konsentrat untuk ternak domba umumnya disebut makanan penguat
atau makanan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah
dicerna (Sodiq dan Abidin, 2002).
Biaya adalah nilai dari semua pengorbanan ekonomis yaitu semua hal yang harus di
keluarkan untuk membuat suatu produk, yang diperlukan, yang tidak dapat
dihindarkan, dapat diperkirakan, dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu
produk (Cyrilla dan Ismail, 1988).
Untuk mendapatkan keuntungan dan untuk mengetahui seberapa besar
perkembangan perusahaan peternakan serta untuk merencanakan perkembangan
perusahaan kedepannya maka suatu perusahaan peternakan haruslah
memperhatikan dan memperhitungkan ekonomi perusahaannya dengan teliti serta
perusahaan haruslah mimiliki laporan keuangan yang disusun dengan baik dan rapi,
setiap pemasukan dan pengeluaran perusahaan haruslah dicatat dengan jelas
dalam laporan keuangan. Dengan mengetahui perekonomian dan melihat laporan
keuangan maka kita dapat menetapkan kebijakan-kebijakan yang tepat yang harus
diambil demi kemajuan perusahaan (Adisaputro, 1993).

B. Perumusan Masalah
Rumusan masalah pada praktikum Ekonomi Produksi Peternakan ini antara lain :
1. Bagaimana kondisi finansial usaha peternakan kambing/domba?
2. Bagaiman perhitungan analisis regresi dan korelasi pada usaha peternakan
kambing/domba?

C. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum Ekonomi Produksi Peternakan ini antara lain :
1. Mahasiswa mengetahui tentang sistem pengelolaan usaha peternakan
khususnya tentang analisis finansial/ekonomi.
2. Sebagai pengalaman empiris bagi mahasiswa dan mempermudah mahasiswa
dalam menguasai ilmu tentang ekonomi produksi peternakan.

D. Manfaat Praktikum
Manfaat praktikum Ekonomi Produksi Peternakan ini bagi mahasiswa yaitu dapat
menambah pengetahuan mahasiswa berkenaan dengan ekonomi produksi dibidang
peternakan khususnya masalah finansial/ekonomi.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ekonomi Produksi Peternakan


Keberhasilan pengembangan ternak harus memperhatikan tiga aspek penting.
Ketiga aspek tersebut adalah aspek teknis, ekonomi dan sosial. Dalam aspek
ekonomi selalu berhubungan dengan proses produksi. Sehingga diperlukan kaidah-
kaidah pemahaman mengenai prinsip ilmu ekonomi produksi peternakan (Priyono,
2010).
Prinsip utama dalam ilmu ekonomi produksi yaitu suatu usaha untuk
memaksimumkan keuntungan (profit maximization) dan meminimumkan biaya
(cost minimization). Kedua prinsip ini merupakan pilar utama yang menentukan
suatu performans dari usaha peternakan yang sedang dijalankan. Misalnya orang
yang melakukan budidaya ayam broiler. Jika peternak tidak mampu menerapkan
kedua prinsip tersebut maka walaupun produksi yang dihasilkan tinggi dan kualitas
produksinya bagus, peternak tidak akan mampu untuk mengembangkan usaha
budidayanya. Berdasarkan hal tersebut, kedua prinsip tersebut harus diaplikasikan
dalam usaha peternakan, sehingga usahanya menjadi berkembang dan skala
usahanya dapat ditingkatkan (Priyono, 2010).
Di dalam proses produksi usahatani untuk menghasilkan suatu produk dapat
dipengaruhi oleh satu atau beberapa faktor. Adapun faktor-faktor produksi yang
digunakan, seperti modal, tanah, tenaga kerja, bibit, dan pupuk. Faktor-faktor ini
dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan petani (Prawirokusumo,
1990).
Potensi ternak kambing untuk dikembangkan di lahan marjinal sangat
memungkinkan, hal ini disebabkan aktivitas produksi ternak kambing di Indonesia
dapat terjadi sepanjang tahun (bukan musiman) dan memiliki karakter prolifikasi
(beranak lebih dari satu), sehingga sangat membantu dalam program peningkatan
populasi kambing (Sutama, 1994), dan ternak kambing mampu beradaptasi pada
kondisi daerah yang memiliki sumber pakan hijauan yang kurang baik, serta ternak
kambing merupakan komponen peternakan rakyat yang cukup potensial sebagai
penyedia daging (Subandriyo et al., 1995).
Perkembangan ternak kambing di Jawa Tengah menunjukkan trend perkembangan
yang meningkat, meskipun demikian perkembangannya belum cukup
menggembirakan, hal ini disebabkan masih rendahnya produktivitas ternak
kambing. Kondisi tersebut dikarenakan sebagian besar usaha ternak kambing masih
merupakan usaha peternakan rakyat, yang ditandai dengan usaha berskala kecil,
menggunakan teknologi yang umumnya masih tradisional, manajemen
pengelolaannya masih sederhana dan dalam kondisi tempat yang terpencar-pencar
(Utomo, 2003).
Berdasarkan kenyataan di lapangan bahwa produktivitas ternak kambing yang
rendah dikarenakan oleh bibit ternak yang ada di masyarakat kualitasnya masih
rendah, baik untuk ternak betina produktif maupun pejantannya. Hasil penelitian
Subandriyo et al (1994), menunjukkan bahwa rendahnya kualitas ternak di
pedesaan disebabkan perkawinan antara individu yang masih dekat hubungan
kekerabatannya relatif cukup tinggi dan ada kecenderungan pula bahwa ternak-
ternak yang tinggal di kandang (untuk dikembangbiakkan) makin menurun
mutunya karena ternak yang “baik” dipasarkan dengan alasan rangsangan
penerimaan (harga jual tinggi).

B. Analisis Pendapatan Peternak


Pendapatan dalam ilmu ekonomi didefinisikan sebagai hasil berupa uang atau hal
materi lainnya yang dicapai dari penggunaan kekayaan atau jasa manusia bebas.
Sedangkan pendapatan rumah tangga adalah total pendapatan dari setiap anggota
rumah tangga dalam bentuk uang atau natura yang diperoleh baik sebagai gaji atau
upah usaha rumah tangga atau sumber lain (Samuelson dan Nordheus, 1995:255).
Kondisi seseorang dapat diukur dengan menggunakan konsep pendapatan yang
menunjukkan jumlah seluruh uang yang diterima oleh seseorang atau rumah
tangga selama jangka waktu tertentu (Anonim, 2009)
Kajian yang mendalam mengenai usaha ternak kambing/domba, terutama
mengenai profitabilitas usaha ternak kambing/domba) perlu dilakukan. Profitabilitas
usaha ternak kambing/domba tercermin dari tingkat pendapatan yang diperoleh,
nilai Gross Profit margin (GPM), Return on Imvestmen (ROI) dan rasio laba biaya.
Pendapatan adalah seluruh hasil dari penerimaan selama satu tahun dikurangi
dengan biaya produksi (Tohir, 1991).
Menurut Soekartawi et al. (1986) dalam usaha tani selisih antara penerimaan dan
pengeluaran total disebut pendapatan bersih usaha tani atau net farm income.
Sementara itu menurut Rasyaf (2002), besarnya pendapatan dari usaha ternak
kambing/domba merupakan salah satu pengukur yang penting untuk mengetahui
seberapa jauh usaha peternakan kambing/domba mencapai keberhasilan.
Pendapatan adalah hasil keuntungan bersih yang diterima peternak yang
merupakan selisih antara penerimaan dan biaya produksi.
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio
profitabilitas merujuk pada indikator prestasi kerja perusahaan (Downey dan
Erickson, 1988). Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur tingkat efektivitas
manajemen seperti ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan dari
pendapatan investasi (Brigham dan Westen, 1990).
Menurut Sutrisno (2000), semakin besar tingkat keuntungan menunjukkan semakin
baik manajemen dalam mengelola perusahaan. Rasio keuntungan dapat diukur
dengan beberapa indikator (Syamsudin, 2002).

C. Penerimaan Usaha Produksi


Besarnya penerimaan ini sangat dipengaruhi oleh jumlah produk yang terjual dan
tingkat harga barang tersebut. Jenis – jenis penerimaan perusahaan dibedakan
atas :
1. Penerimaan Total / Total Revenue ( TR )
2. Penerimaan Rata – rata / Average Revenue ( AR )
3. Penerimaan Marginal / Marginal Revenue ( MR ) (Surkiyono, 2004).
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh
dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan
dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiyah, 2006).
Untuk menganalisa imbangan penerimaan dan biaya, metode yang digunakan
adalah Return Cost Ratio (R/C), R/C bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan
dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Analisa ini
akan menguji seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan
cabang usahatani yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah penerimaan
(Tjakrawiralaksana dan Soeriaatmadja, 1993).
Jika R/C Ratio > 1, maka usahatani yang dijalankan mengalami keuntungan atau
layak untuk dikembangkan. Jika R/C Ratio < 1, maka usahatani tersebut mengalami
kerugian atau tidak layak untuk dikembangkan, sedangkan bila R/C Ratio = 1, maka
cabang usahatani ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995).

D. Biaya Usaha Produksi


Beban Usaha meliputi seluruh pos-pos pembiayaan langsung dan tak langsung
untuk mendukung kegiatan produksi. Dalam tulisan ini dibahas usaha
penggemukan sapi potong dimana pembiayan produksi berupa
pemeliharaan/penggemukan (fattening) ternak sapi potong di feedlot.
Biaya diklasifikasikan kedalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik
dari analisis yang dikerjakan, yaitu: (a) Biaya tetap; (b) Biaya tidak tetap. Biaya
tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Biaya tetap
tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya
tidak tetap merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh (Soekartawi, 1995).

1. Biaya Langsung (variable cost)


Kelompok biaya langsung yang dimaksud adalah meliputi seluruh pengeluaran
untuk membiayai kegiatan produksi atau fattening di lokasi feedlot.
2. Biaya Tak Langsung (fixed cost)
Kelompok biaya tak langsung yang dimaksud adalah meliputi seluruh pengeluaran
yang dikeluarkan yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan produksi atau
fattening di lokasi feedlot.
3. Biaya Operasional
Kelompok biaya operasional, adalah, meliputi semua pengeluaran yang tidak
terpakai sacara langsung maupun tak langsung dalam kegiatan produksi atau
fattening di lokasi feedlot (Anonim, 2010).
Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani,
nelayan, dan peternak) untuk memperoleh faktor-faktor produksi, yang akan
digunakan dalam mengelolah usahanya dalam mendapatkan hasil maksimal (Rahim
dan Hastuti, 2007).

E. Fungsi Produksi Cobb-Douglas


Untuk mencapai penilaian tingkat keuntungan efisiensi ekonomi dan ekonomi skala
usaha usaha ternak; maka diperlukan suatu alat analisis berupa sebuah fungsi
keuntungan. Dengan alat ini, hampir semua parameter yang berkaitan langsung
dengan produksi dapat diperoleh (Simatupang, 1988).
Faktor produksi modal sangat diperlukan. Tanpa modal sudah pasti usaha tidak bisa
dilakukan, paling tidak modal dibutuhkan untuk pengadaan bibit dan upah tenaga
kerja. Dengan kata lain, keberadaan modal sangat menentukan tingkat atau macam
teknologi yang diterapkan. Kekurangan modal menyebabkan kurang masukan yang
diberikan sehingga menimbulkan resiko kegagalan atau rendahnya hasil yang akan
diterima (Daniel, 2002).
Alasan lain penggunaan model fungsi keuntungan menurut Lau and Yotopoulus
(1972) dalam Andri (1992) adalah karena model ini dinilai memiliki beberapa
kelebihan bila dibandingkan dengan fungsi produksi dan program linier,
diantaranya adalah:
1. Fungsi penawaran output dan fungsi permintaan input dapat diduga bersama
sama tanpa harus membuat fungsi produksi yang eksplisit.
2. Fungsi keuntungan dapat digunakan untuk menelaah efisiensi teknis, harga, dan
ekonomi.
3. Di dalam model fungsi keuntungan, peubah-peubah yang diamati adalah
peubah harga output dan input.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam model fungsi keuntungan adalah:
1. Peternak sebagai unit analisis ekonomi berusaha memaksimumkan keuntungan.
2. Peternak melakukan pembelian input dan penjualan output dalam pasar
bersaing sempuma, atau peternak sebagai penerima harga (price taker).
3. Fungsi produksi adalah berbentuk concave dalam input-input tidak tetap.
Jenis fungsi keuntungan yang banyak digunakan adalah fungsi keuntungan Cobb-
Douglas (C-D) dan fungsi translog. Di Indonesia, fungsi keuntungan C-D telah
banyak digunakan untuk penelitian terhadap berbagai jenis usaha, di antaranya
oleh Andri (1992) dan Hadiana (1990) untuk peternakan sapi perah rakyat.

F. Kerangka Pemikiran
Studi-studi ekonomi rumahtangga yang dilakukan secara simultan pada umumnya
menggunakan kerangka pemikiran model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan
oleh Becker (1965) yang selanjutnya dikembangkan oleh Barnum dan Squire (1978)
dan Sing et al (1986) sehingga membentuk model dasar bagi analisis ekonomi
rumahtangga.
III. MATERI DAN METODE

A. Metode Dasar Praktikum


Metode pelaksanaan yang digunakan dalam praktikum Ekonomi Produksi
Peternakan adalah:
1. Menentukan peternak kambing yang akan dijadikan sebagai tempat praktikum.
2. Melakukan wawancara dan observasi dengan peternak tersebut untuk mencari
informasi tentang identitas peternak, modal peternak, pendapatan peternak, dan
pengeluaran peternak untuk pakan, vitamin dan obat-obatan, dan untuk upah
tenaga kerja.

B. Waktu dan Tempat


Praktikum Ekonomi Produksi Peternakan dilaksanakan pada tanggal 30 April - 2 Mei
2010 di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.

C. Jenis dan Sumber Data


1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan
peternak.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang berasal dari dokumentasi, laporan-laporan
dan data dari instansi maupun data pustaka.

D. Teknik Pengambilan Sampel Data


1. Wawancara yaitu dialog dan tanya jawab langsung dengan nara sumber yang
berkaitan dengan analisis finansial pada peternak kambing/domba di Kecamatan
Playen, Kabupaten Gunungkidul.
2. Observasi yaitu pengenalan langsung tentang lokasi pelaksanaan kegiatan untuk
memperoleh gambaran lebih jelas mengenai aspek finansial peternak
kambing/domba di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul.
3. Pencatatan yaitu mencatat data-data dari sumber yang dapat dipertanggung
jawabkan dan mendukung praktik lapangan.
4. Studi pustaka yaitu kegiatan yang merupakan pelengkap dan pembanding dalam
pemecahan masalah yang dibahas.

E. Metode Analisis Data


Metode analisis data dengan melakukan analisis produksi dan faktor produksi,
menggunakan koefisien korelasi dan analisis regresi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Praktikum


1. Kondisi Umum
Kabupaten Gunungkidul adalah salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, dengan Ibukotanya Wonosari. Luas wilayah Kabupaten
Gunungkidul 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63 % dari luas wilayah Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Kota Wonosari terletak di sebelah tenggara kota Yogyakarta
(Ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan jarak ± 39 km. Wilayah
Kabupaten Gunungkidul terdiri dari 18 kecamatan, 144 desa, 1416 dusun, 1583 RW,
dan 6844 RT. Kecamatan yang ada di Gunungkidul antara lain : Kecamatan
Panggang, Purwosari, Paliyan, Saptosari, Tepus, Tanjungsari, Rongkop, Girisubo,
Semanu, Ponjong, KarangMojo, Wonosari, Playen, Patuk, Gedangsari, Nglipar,
Ngawen, dan Semin. Dari 144 desa, 141 desa masuk klasifikasi Swadaya dan 3 desa
termasuk desa Swasembada.

2. Kondisi Geografis
Letak geografi: 110O 21' sampai 110O 50' bujur timur
7O 46'sampai 8O 09' lintang selatan.
Batas Wilayah Kabupaten Gunungkidul:
Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman (Propinsi DIY).
Sebelah Utara : Kabupaten Klaten dan Sukoharjo (Propinsi Jawa Tengah).
Sebelah Timur : Kabupaten Wonogiri (Propinsi Jawa Tengah).
Sebelah Selatan : Samudera Hindia

3. Kondisi Demografis
a. Tabel Jumlah Penduduk
No. Kecamatan Luas Wilayah
(Km 2 ) Jumlah Penduduk Kepadatan (jiwa / Km 2)
1. Panggang 99,80 26.500 266
2. Purwosari 71,76 18.751 261
3. Paliyan 58,07 29.937 516
4. Saptosari 87,83 25.431 403
5. Tepus 104,91 33.714 321
6. Tanjungsari 71,63 26.387 368
7. Rongkop 83,46 28.912 346
8. Girisubo 94,57 23.770 251
9. Semanu 108,39 53.611 495
10. Ponjong 104,49 51.143 489
11. Karangmojo 80,12 49.782 621
12. Wonosari 75,51 75.517 1000
13. Playen 105,26 53.395 507
14. Patuk 72,04 28.833 400
15. Gedangsari 68,14 36.956 542
16. Nglipar 73,87 29.789 403
17. Ngawen 46,59 31.447 675
18. Semin 78,92 51.335 650
Jumlah 1.485,36 686.772 461
Sumber: BPS Kabupaten Gunungkidul Proyeksi SP 2000- SUPAS 2005

b. Tabel Tingkat Pendidikan Penduduk


No. Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Tidak/belum pernah sekolah
Tidak/belum tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Tamat SMK
Tamat Diploma I/II
Tamat Diploma III/Sarmud
Tamat Sarjana
Tidak terjawab 37.497
63.643
227.480
137.702
46.323
34.412
30.825
16.705
27.123
65.062
Sumber: BPS Kabupaten Gunungkidul Proyeksi SP 2000- SUPAS 2008

c. Pekerjaan Penduduk
Secara keseluruhan jumlah penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk
laki-laki, yaitu 349.799 perempuan dan 335.411 laki-laki.
Dilihat dari status pekerjaan utama, sebagian besar penduduk Kabupaten
Gunungkidul bekerja sebagai pekerja keluarga sekitar 36,56% dari jumlah
penduduk yang bekerja. Sedangkan yang berusaha dengan dibantu buruh tetap,
masih sangat sedikit yaitu sekitar 0,80 %.

B. Potensi Daerah Praktikum


1. Populasi Ternak
Uraian 2006 2007 2008
Sapi potong 111.502 114.139 115.421
Sapi perah 0 7 7
Kerbau 216 136 136
Kambing 136.590 145.232 147.340
Domba 11.128 11.624 12.581
Babi 54 73 67
Ayam Buras 973.452 1.004.223 1.010.418
Ayam Petelur 146.386 155.628 87.795
Ayam Pedaging 322.920 348.099 433.950
Itik 15.643 15.906 15.521
Burung Puyuh 280.543 268.515 157.199
Telur 1.573.433 1.347.458 1.648.054
Susu 0 6.480 15.720
Daging 2.662.509 2.624.731 2.797.452

2. Potensi Pertanian / Peternakan


Kabupaten Gunungkidul mempunyai beragam potensi perekonomian mulai dari
pertanian, perikanan dan peternakan, hutan, flora dan fauna, industri, tambang
serta potensi pariwisata.
Pertanian yang dimiliki Kabupaten Gunungkidul sebagian besar adalah lahan kering
tadah hujan (± 90 %) yang tergantung pada daur iklim khususnya curah hujan.
Lahan sawah beririgasi relatif sempit dan sebagian besar sawah tadah hujan.
Sumberdaya alam tambang yang termasuk golongan C berupa : batu kapur, batu
apung, kalsit, zeolit, bentonit, tras, kaolin, dan pasir kuarsa.
Kabupaten Gunungkidul juga mempunyai panjang pantai yang cukup luas terletak
di sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Hindia, membentang sepanjang
sekitar 65 km dari Kecamatan Purwosari sampai Kecamatan Girisubo. Potensi hasil
laut dan wisata sangat besar dan terbuka untuk dikembangkan. Potensi lainnya
adalah industri kerajinan, makanan, pengolahan hasil pertanian yang semuanya
sangat potensial untuk dikembangkan.

C. Keadaan Responden Praktikum


No Nama Umur (tahun) Jns Klmn Tngkt Pnddkan Pnglmn Btrnk (tahun) Jmlh Anggta
Kluarga Pekerjaan Utama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20. Giyem
Tri Kadarsih
Tumiran
Darso
Yono
Giyono
Sadiyah
Juminten
Suroso
Jumingan
Mulyono
Marwoto
Langgeng
Sutarto
Sukadi
Sumarno
Sadikin
Siti Maryam
Rumiyati
Yusriman 65
35
70
50
40
41
70
55
37
60
63
65
40
40
49
50
65
60
49
63 Pria
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Pria
Wanita
Wanita
Pria SD
SMP
SMA
SMP
SD
SD
SD
SMP
SMA
SMA
SMP
SMA
SMA
SMA
SMA
D II
SMA
SMP
S1
SMA 10
2
5
15
3
3
5
5
1,5
5
3
5
2
2
3
5
5
5
3
3 1 orang
4 orang
6 orang
5 orang
3 orang
3 orang
1 orang
1 orang
4 orang
2 orang
3 orang
3 orang
3 orang
4 orang
3 orang
3 orang
2 orang
2 orang
2 orang
2 orang Petani
Petani
Petani
Petani
Petani
Petani
Petani
Petani
Buruh bangunan
Petani
Karyawan
Purnawirawan
PNS
Wiraswasta
Wiraswasta
Aparat desa
Pensiunan PNS
Petani
PNS
Pensiunan PNS
Sumber : Laporan Sementara

D. Analisa Deskripsi dan Tingkat Pendapatan Peternak


No Nama Jumlah ternak Pendapatan peternak (Y) Ternak bakalan (X1) Pakan
konsentrat (X2) Pakan hijauan
(X3)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20. Giyem
Tri Kadarsih
Tumiran
Darso
Yono
Giyono
Sadiyah
Juminten
Suroso
Jumingan
Mulyono
Marwoto
Langgeng
Sutarto
Sukadi
Sumarno
Sadikin
Siti Maryam
Rumiyati
Yusriman 8 ekor
2 ekor
3 ekor
15 ekor
12 ekor
5 ekor
5 ekor
3 ekor
3 ekor
6 ekor
7 ekor
2 ekor
3 ekor
3 ekor
6 ekor
8 ekor
10 ekor
11 ekor
4 ekor
5 ekor 6.400.000
2.000.000
2.400.000
12.000.000
9.600.000
4.000.000
4.000.000
2.400.000
2.400.000
5.400.000
5.600.000
1.800.000
2.400.000
2.400.000
4.800.000
6.400.000
8.000.000
8.800.000
3.200.000
4.000.000 1.200.000
300.000
800.000
1.200.000
1.500.000
1.500.000
1.500.000
900.000
900.000
1.800.000
1.800.000
600.000
900.000
900.000
1.800.000
2.400.000
2.100.000
2.100.000
1.200.000
1.500.000 1.460.000
730.000
730.000
3.650.000
2.920.000
1.460.000
1.460.000
730.000
730.000
1.460.000
1.460.000
730.000
730.000
730.000
1.460.000
1.460.000
2.190.000
2.190.000
730.000
1.460.000 7.300.000
1.825.000
3.650.000
9.125.000
9.125.000
5.475.000
3.650.000
1.825.000
1.825.000
7.300.000
5.475.000
1.825.000
3.650.000
3.650.000
5.475.000
7.300.000
7.665.000
7.665.000
3.650.000
5.475.000
Jumlah 91.000.000 26.900.000 28.470.000 102.930.000
Rata-rata 4.550.000 1.345.000 1.423.500 5.146.500
Sumber : Laporan Sementara
E. Analisa Produksi dan Faktor Produksi
Analisis Korelasi Antara Tingkat Pendapatan Peternak (Y) dengan X1, X2, X3
No Pendapatan peternak (Y)
(X)
X2
(JUTA)
Y2
(JUTA)
XY
(JUTA)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20. 6.400.000
2.000.000
2.400.000
12.000.000
9.600.000
4.000.000
4.000.000
2.400.000
2.400.000
5.400.000
5.600.000
1.800.000
2.400.000
2.400.000
4.800.000
6.400.000
8.000.000
8.800.000
3.200.000
4.000.000 9.960.000
2.855.000
5.180.000
13.975.000
13.545.000
8.435.000
6.610.000
3.455.000
3.455.000
10.560.000
8.735.000
3.155.000
5.280.000
5.280.000
8.735.000
9.960.000
11.955.000
11.955.000
5.580.000
8.435.000 99.201.600
8.151.025
26.832.400
195.300.625
183.467.025
71.149.225
43.692.100
11.937.025
11.937.025
111.513.600
76.300.225
9.954.025
27.878.400
27.878.400
76.300.225
99.201.600
142.922.025
142.922.025
31.136.400
71.149.225 40.960.000
4.000.000
5.760.000
144.000.000
92.160.000
16.000.000
16.000.000
5.760.000
5.760.000
29.160.000
31.360.000
3.240.000
5.760.000
5.760.000
23.040.000
40.960.000
64.000.000
77.440.000
10.240.000
16.000.000 63.744.000
5.710.000
12.432.000
167.700.000
130.030.000
33.740.000
26.440.000
8.292.000
8.292.000
57.024.000
48.916.000
5.679.000
12.672.000
12.672.000
41.928.000
63.744.000
95.640.000
105.200.000
17.856.000
33.740.000
∑ 91.000.000 157.100.000 1.468.824.200 637.360.000 951.460.000
4.550.000 7.855.000 73.441.210 31.868.000 47.573.000

r = n∑(XiYi) - (∑Xi) (∑Yi) / ( n ∑ Xi2 - (∑Xi))1/2 / ( n ∑ Yi2 - (∑ Yi))1/2


r = 20 (951.460.000) - (157,1)( 91) / (20 (1.468.824.200) (157,1)) ½ /
(20 (637.360.000) - (91)) ½
= 19.028.914.000 / 2.148.265,728/ 112.903,4906 (x 1.000.000)
= Rp 78.454,64

DAFTAR PUSTAKA
Adisaputro, G., 1993. Anggaran Perusahaan. Edisi kelima. Penerbit BPFE-Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Andri.1992. Analisis Aspek Teknis, Fungsi Keuntungan, dan Efisiensi Ekonomi Relatif
Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat Di Kecamatan Pengalengan, Kabupaten
Bandung. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Anonim, 2009. Pendapatan. http://www.litbang.deptan.go.id. Diakses pada tanggal
19 Mei 2010.
Brigham, F. E. dan F. J. Westen., 1990. Dasar Manajemen Keuangan (alih bahasa:
A. Sirait). Penerbit Erlangga. Jakarta.
Cahyono, B., 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius. Jakarta.
Cyrilla, L., dan Ismail. A., 1998. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Sosial
Ekonomi. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor.
Downey, D. W. dan S. P. Erickson., 1988. Manajemen Agribisnis. Penerbit Erlangga,
Jakarta.
Hadiana, M. H., 1990. Pendugaan Skala Usaha, Respon Suplai, dan Efisiensi
Ekonomi Relatif Peternakan Sapi Perah. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Priyono, 2010. Efisiensi Ekonomi. http://rac.uii.ac.id. Diakses pada tanggal 19 Mei
2010.
Rasyaf, M., 2002. Beternak Kambing. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Sodiq, A., dan Z. Abidin., 2002. Penggemukan Domba.. (Kiat Mengatasi
Permasalahan Praktis). Agromedia Pustaka, Jakarta.
Soekartawi, A. Soehardjo, A. J. L. Dillon dan J. B. Hardaker., 1986. Ilmu Usaha Tani
dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press,
Jakarta.
Subandriyo, B. Setiyadi, D. Priyanto, M. Rangkuti, W,K, Sejati, D, Anggraeni, Hastono
dan O.S. Butarbutar, 1995. Analisis Potensi Kambing Peranakan Ettawa dan
Sumberdaya di Daerah Sumber Bibit Pedesaan. Puslitbang Peternakan Bogor.
Suharno, B dan Nazaruddin., 1994. Ternak Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sugeng, Y. B., 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.
Surkiyono, 2004. Penerimaan Perusahaan. http://pse.litbang.deptan.go.id. Diakses
pada tanggal 19 Mei 2010.
Sutama, I.K., 1994. Kinerja Reproduktivitas Sekitar Puberitas dan Beranak Pertama
Kambing Peranakan Ettawa (PE). Ilmu dan Peternakan. Balitnak Ciawi, Bogor.
Sutrisno, 2000. Manajemen Keuangan. Teori, Konsep dan Aplikasi. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Syamsudin, L., 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan. Konsep Aplikasi dalam
Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. PT. Raja Grafindo Perkasa,
Jakarta.
Utomo, Budi., 2003. Teknologi Usaha Perbibitan Kambing. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP). Jawa Tengah.
SALURAN TATANIAGA PADA TERNAK AYAM
Wednesday, September 22, 2010 7:24 PM
SALURAN TATANIAGA TERNAK PADA AYAM
I. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan dalam pembangunan sektor pertanian adalah terpenuhi
kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat. Swasembada pangan harus
dimantapkan dalam arti luas tidak hanya terbatas pada beras akan tetapi
mencakup kebutuhan pangan rakyat secara total termasuk hasil ternak yang
merupakan sumber karbohidrat, protein dan lemak. Kondisi ini akan mendorong
terciptanya sistem pangan yang berkelanjutan.
Dalam kerangka agribisnis sebagai suatu pendekatan pengelolaan usaha yang
secara menyeluruh, maka penanganan peternakan sebagai rangkaian kegiatan
beberapa sub sistem yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Sub-
sub sistem tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk kegiatan peternakan (on-
farm activities) dan kegiatan luar peternakan (of-farm activities) yang mencakup: 1)
pengadaaan sarana produksi 2) industri pengolahan hasil 3) tataniaga 4) jasa-jasa
penunjang (Bungaran, 1993; Priyadi, 2004).
Usaha peternakan ayam broiler (ras) ditinjau dari aspek finansial merupakan
salah satu usaha di bidang agribisnis yang memberikan keuntungan
(Suharno, 2002; Priyadi, 2004). Dalam menjalankan usaha ayam broiler terdapat 2
jenis pengelolaan, yakni dikelola secara mandiri (peternak mandiri) dan dikelola
dalam bentuk plasma-inti (peternak plasma inti). Para pedagang dalam
menjalankan usahanya benar-benar dikelola sebagai usaha memperoleh
pendapatan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Lain halnya dengan para
peternak yang dalam menjalankan usahanya relatif kurang memberikan
keuntungan, sehingga sebagian kecil para peternak dalam melakukan usahanya
sebagai usaha sampingan.

II. PEMBAHASAN

Tataniaga yang efisien adalah sampainya produk ke konsumen akhir menurut


tempat, waktu, dan bentuk yang diinginkan konsumen dengan biaya yang
serendah-rendahnya serta adanya pembagian yang adil dari harga yang dibayar
konsumen akhir kepada semua pihak yang terkait dalam kegiatan produksi dan
tataniaga tersebut (Mubyarto, 1992).
Efisiensi tataniaga merupakan salah satu komponenen penting dalam menciptakan
sistem tataniaga yang dapat memberikan keuntungan kepada berbagai pihak yang
terkait dalam tataniaga ayam, seperti: peternak, pedagang dan konsumen. Melalui
pelaksanaan tataniaga yang efisien pada akhirnya akan berpengaruh pada
pembentukan tingkat harga.
Faktor-faktor yang mendukung terciptanya tataniaga yang efisien mencakup:
struktur pasar, lembaga tataniaga yang terlibat, dan transmisi harga. Pengukuran
efisiensi tataniaga pertanian secara umum dapat dibedakan secara kualitatif dan
secara kuantatif. Ukuran secara kualitatif sebagai upaya mengungkapkan
keterkaitan tataniaga terhadap kesejahteraan masyarakat yang menggunakan
pendekatan teknik S-C-P, yaitu; market strcture, market conduct dan market
performance (Sukartawi, 1993). Adapun pengukuran secara kuantatif digunakan
beberapa konsep antara lain: 1) Elastisistas Transmisi Harga dan 2) Marjin
Tataniaga.
Efisiensi tataniaga akan tercipta apabila berada dalam mekanisme pasar yang
bersaing sempurna dengan besarnya marjin tataniaga konstan. Indikator lain
yang digunakan untuk mengukur efisiensi tataniaga adalah bagian yang diterima
oleh peternak (farmer share). Berkaitan marjin tataniaga dan efisiensi, Raju dan
Oppen (1980-1982) disitasi dalam Priyadi (2004) menyatakan terdapat dua
ukuran efisiensi tataniaga, yaitu: 1) efisiensi operasional, dan 2) efisiensi harga.
Ukuran efisiensi operasional dicerminkan oleh biaya tataniaga dan marjin
tataniaga. Efisiensi harga dicerminkan oleh korelasi harga sebagai akibat
pergerakan produk dari pasar satu ke pasar yang lain. Marjin tataniaga lebih sering
digunakan untuk analisis efisiensi tataniaga, karena dapat menggambarkan
penyebaran marjin tataniaga, dan efisiensi operasional (Sukartawi, 1993).
Tataniaga Ayam Broiler
Tataniaga yang terjadi pada suatu komoditas tidak terlepas dari pengaruh struktur
pasar yang terjadi. Di samping itu, pada perdagangan ayam broiler (ras) saluran
tataniaga dipengaruhi juga adanya produk yang dihasilkan secara periodik dan
produsen relatif tersebar. Sebagai konsekuensinya harga daging ayam sangat
dipengaruhi fluktuasi pasokan.
Secara umum usaha para peternak mandiri ayam broiler, hasil produksinya dijual
kepada para pedagang pengumpul yang terdapat di desa-desa kemudian ke
pedagang besar atau ke pedagang-pedagang pengecer yang berada dalam 1
wilayah maupun di luar wilayah kabupaten.

Gambar 1. Saluran Tataniaga Ayam Broiler

Pada gambar di atas, peternak mandiri dalam melakukan penjualan sebagian besar
adalah kepada pedagang pengumpul. Untuk peternak plasma, produksi ayam
broiler semuanya dijual kepada pedagang pengumpul yang ditunjuk perusahaan
inti. Para pedagang pengumpul dalam memperoleh komoditas dagangannya adalah
menerima penjualan dari para peternak yang langsung menjual kepada mereka
tetapi yang paling banyak dengan "sistem jemput bola".
Para pedagang besar dalam upaya memperoleh komoditas dagangannya
memperoleh pasokan dari para peternak dan pedagang pengumpul yang langsung
datang.
Berdasarkan gambar terdapat 5 saluran dalam sistem pemasaran ayam ras
pedaging (broiler) yaitu:
Saluran I : Peternak – P. Pengumpul – P.Eceran – Konsumen
Saluran II : Peternak – P. Pengumpul –Konsumen
Saluran III: Peternak – P. Pengumpul – P.Besar – P. Eceran – Konsumen
Saluran IV: Peternak – P. Besar – P. Eceran– Konsumen
Saluran V : Peternak – P. Eceran – Konsumen
Peternak plasma menggunakan saluran I, II, dan III karena peternak plasma menjual
produksi ayam broiler semuanya dijual kepada pedagang pengumpul yang ditunjuk
perusahaan inti. Sedang peternak mandiri memasarkan produksi melalui kelima
saluran pemasaran.

Tataniaga Ayam Kampung petelur

Produsen/peternak

Pengumpul/pemasok

Supermarket Pengecer

Konsumen/exportir

Gambar 2. Saluran Tataniaga Ayam Kampung Petelur

Bagi peternak ayam kampung petelur yang bermodal besar dengan produk yang
kontinu, akan dapat memotong jalur pemasaran, yaitu dengan cara menjual
langsung ke toko-toko besar atau langsung diekspor. Namun, bagi peternak kecil
mungkin hal ini masih sulit dilakukan mengingat produk yang dihasilkan tidak bisa
kontinu dan jumlahnya belum mencukupi. Oleh karena itu pemasaran lebih
cenderung menggunakan jalur lain, misalnya melalui pemasok, pengecer, atau
langsung ke konsumen.
Dari gambar 2 di atas terlihat bahwa beberapa kemungkinan jalur penjualan telur
dari peternak. Sedikitnya ada lima kemungkinan yang dapat dilakukan oleh
petenak, yaitu pemasok, pengecer, supermarket, eksportir, atau langsung ke
konsumen. Dari kelima kemungkinan tersebut yang paling banyak dilakukan oleh
peternak adalah melalui pemasok, pengecer, atau langsung dijual ke konsumen.
Pemasok itu sendiri terdiri dari beberapa pedagang perantara, mulai dari yang kecil,
menengah, sampai yang besar. Biasanya di setiap daerah selalu ada pemasokyang
dapat menampung produksi telur ayam kampung . Pedagang pengecer pun
bervariasi mulai dari yang kecil hingga yang besar. Mulai dari para pedagang
sayur-sayuran keliling, pedagang pengecer di pasar, sampai toko-toko kelontong
dan barang keperluan sehari-hari (took seba ada dipisahkan karena mempunyai
karakteristik system penjualan yang agak berbeda). Sedangkan yang dapat
digolongkan sebagai konsumen langsung adalah ibu rumah tangga, penjual jamu,
atau rumah makan. Penjualan ke toko serba ada dan eksportir biasanya hanya
dialkukan oleh peternak yang cukup besar karena memerlukan kualitas dan
kontinuitas produksi yang baik. Dalam kasus-kasus tertentu, seringkali para
pemasok mendatangi langsung para peternak nuntuk mendapatkan telur ayam
kampung (Sujionohadi, 2007).

KESIMPULAN

Bentuk usaha ternak ayam ras pedaging adalah sistem plasma dan sistem mandiri.
Pada peternak plasma menggunakan tiga saluran pemasaran dan yang dominan
saluran peternak – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer –
konsumen. Sedang peternak mandiri lebih bervariasi ada lima saluran pemasaran
dan yang dominan adalah saluran peternak – pedagang pengecer – konsumen.
Ada lima kemungkinan jalur penjualan telur ayam kampung yang dapat dilakukan
oleh petenak, yaitu pemasok, pengecer, supermarket, eksportir, atau langsung ke
konsumen. Dari kelima kemungkinan tersebut yang paling banyak dilakukan oleh
peternak adalah melalui pemasok, pengecer, atau langsung dijual ke konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Mubyarto. 1992. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S.


Priyadi, Unggul et al. 2004 Analisis Distribusi Ayam Broiler di Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9 No. 2, Desember 2004
Hal: 193 – 205.
Soekartawi. 1993. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sujionohadi, Kliwon dan Ade Iwan Setiawan. 2007. Ayam Kampung Petelur. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Ilmu Ekonomi Perusahaan Peternakan
Saturday, June 12, 2010 7:49 PM
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sapi perah merupakan salah satu penghasil protein hewani yang sangat penting.
Sapi perah sebagai penghasil susu berperan sangat penting sebagai pengumpul
bahan-bahan yang tidak bermanfaat sama sekali bagi manusia seperti rumput,
limbah, dan hasil ikutan lainnya dari produk pertanian. Air susu sebagai sumber gizi
berupa protein hewani yang sangat besar manfaatnya bagi bayi, sebagai masa
pertumbuhan, orang dewasa dan lanjut usia. Susu memiliki kandungan protein yang
tinggi sehingga sangat menunjang pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan
tubuh.
Susu sapi mengandung semua bahan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan anak
sapi yang dilahirkan. Susu juga dapat digunakan sebagai bahan minuman manusia
yang sempurna karena di dalamnya mengandung zat gizi dalam perbandingan yang
optimal, mudah dicerna, dan tidak ada sisa yang terbuang. Air susu sebagai sumber
gizi berupa protein hewani sangat besar manfaatnya bagi bayi, bagi mereka yang
sedang dalam proses tumbuh, bagi orang dewasa dan bahkan bagi yang berusia
lanjut. Susu dengan kandungan protein yang cukup tinggi dapat menunjang
pertumbuhan, kecerdasan, dan daya tahan tubuh.
Peningkatan permintaan produk susu yang tidak diimbangi dengan penambahan
produksi sapi tentu saja akan mengakibatkan kebutuhan akan susu tidak dapat
terpenuhi. Pemenuhan produk susu dengan penambahan populasi ternak sapi
perah membutuhkan proses yang panjang. Hal ini membuktikan bahwa
pengembangan usaha ternak sapi perah memiliki peluang dan prospek usaha yang
sangat cerah.
Efisiensi pengembangbiakan dan pengembangan usaha ternak perah dapat dicapai
apabila peternak memiliki perhatian terhadap tata laksana pemeliharaan dan
manajemen pengelolaan yang baik. Adanya manajemen dalam pengelolaan
merupakan sesuatu hal yang wajib bagi seseorang pengusaha ternak untuk
dimengerti dan dipahami. Jika semuanya tersebut dapat dikuasai oleh peternak
maka akan menghasilkan hasil yang maksimal.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari pelaksanaan Praktikum Ilmu Ekonomi Perusahaan Peternakan ini
adalah:
a. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami suatu perusahaan peternakan
dari sisi manajemen perusahaan dan analisis finansial.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang manajemen perusahaan peternakan
khususnya tentang analisis finansial.
c. Mahasiswa lebih mudah dalam memahami dan menguasai Ilmu Ekonomi
Perusahaan Peternakan dan dapat menerangkan di lapangan.
C. Manfaat Praktikum
Manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan praktikum Ilmu Ekonomi
Perusahaan Peternakan adalah dapat diperoleh wawasan dan pengetahuan baru
tentang manajemen perusahaan peternakan yaitu Peternakan Sapi Perah Umbul
Jaya yang ditinjau dari segi finansial perusaahaan sehingga dapat diketahui sumber-
sumber input dan output dari perusahaan peternakan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Keberhasilan suatu peternakan tergantung kepada tata laksana yang dilakukan.


Tanpa tata laksana yang teratur dan baik produksi yang dihasilkan ternak tidak
akan sesuai dengan yang diharapkan, bahkan suatu kerugian dan kehancuran yang
cukup besar akan senantiasa mengancam, peranan manajer dalam suatu usaha
perusahaan peternakan sangat menonjol / kehadiran tenaga terlatih yang sangat
terampil melakukan segala tata laksana peternakan disertai penataan perlengkapan
dan peralatan. Perusahaan peternakan yang disesuaikan dengan faktor fisik dan
ekonomi akan menentukan keberhasilan tujuan tersebut (Santosa, 2001).
Salah satu usaha yang masih bisa dikembangkan peternak di tengah kondisi
perekonomian yang mencekik ini adalah sapi perah. Produktivitas sapi perah
sebagai penghasil susu utama, salah satunya ditentukan oleh pakan yang
berkualitas dan memenuhi kebutuhan sapi perah. Zat makanan yang dibutuhkan
oleh sapi perah digunakan untuk hidup pokok dan produksi, kebutuhan sapi perah
akan zat-zat makanan erat kaitannya dengan bobot badan dan produksi susu (Nur,
2004).
Pada saat ini di daerah tropis sekurang-kurangnya terdapat 3 tipe perusahaan sapi
perah:
1. Produksi tingkat pedesaan (subsisten)
2. Peternak sapi perah, biasanya skala menengah, namun banyak pada skala kecil.
3. Produsen skala besar.
Patut diketahui bahwa sebagian besar produsen air susu di daerah tropik sebagian
besar merupakan penduduk pedesaan yang tindakan pertamanya mencakup
kebutuhan keluarganya dan kemudian menjual sisa atau kelebihan hasilnya sebagai
air susu segar atau hasil pengolahannya (Reksohadiprodjo, 1995).
Ada beberapa permasalahan yang menyebabkan pengembangan sapi perah di
Indonesia mengalami kelambanan walaupun populasi sapi perah meningkat pesat,
di antaranya yaitu :
1. Permintaan akan komoditi susu segar tidak menunjukkan peningkatan yang
pesat walau peningkatan akan komoditi protein hewani telah mengalami
peningkatan yang sangat pesat.
2. Kurangnya tenaga inseminator pada daerah tertentu, dimana di daerah tersebut
banyak peternak sapi perah yang menginginkannya.
3. Sebagai akibat perkembangan ternak perah, maka daerah sekitar lokasi
peternakan akan mengalami kekurangan rumput gajah (rumput hijau) yang
merupakan sumber makanan bergizi bagi ternak sapi-sapi perah.
4. Masalah penyakit yang dapat menyerang ternak sapi perah.
5. Tidak semua peternak dapat memasarkan hasil produksinya dengan baik dan
lancar
(Siregar,1992).
Ada beberapa hal yang sering menimbulkan hambatan bagi usaha ternak sapi
perah, antara lain :
1. Iklim. Negara kita yang beriklim tropis sehingga sering mengalami temperatur
yang membumbung tinggi sehingga merupakan suatu hal yang sangat
bertentangan dengan kehidupan sapi perah.
2. Permodalan. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan atau
pegunungan terhalang oleh permodalan finansial dan skill kurang walaupun
temperatur memungkinkan usaha sapi perah.
3. Pemasaran yang belum maju, sebab produksi susu di dalam negeri mendapat
saingan berat dengan susu kaleng, daya beli rakyat yang masih rendah, dan
higiene produksi air susu dari peternak rakyat kurang sempurna.
4. Kekurangan tenaga ahli.
5. Komunikasi (sarana angkutan) yang sulit.
(AAK,1995).

III. MATERI DAN METODE

A. Materi Praktikum
Materi yang digunakan dalam praktikum Ilmu Ekonomi Perusahaan Peternakan
adalah Perusahaan Peternakan Sapi Perah “ Umbul Jaya”.
B. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Ilmu Ekonomi Perusahaan Peternakan dilaksanakan pada hari Minggu,
16 Mei 2010 di Perusahaan Peternakan Sapi Perah “Umbul Jaya” yang berlokasi di
Jalan Mojo no. 2, Kelurahan Karang Asem, Kecamatan Laweyan, Surakarta.
C. Jenis Data Praktikum
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi dan wawancara dengan
pemilik/ manajer perusahaan.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu berasal dari catatan yang ada di perusahaan.
D. Metode Pelaksanaan Praktikum
Metode pelaksanaan praktikum yang digunakan dalam praktikum ini adalah
metode observasi dan wawancara secara langsung dengan pemilik/ manajer
Perusahaan Peternakan Sapi Perah “Umbul Jaya”.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Umum Perusahaan


a. Keadaan Populasi Ternak, Modal Sekarang, Harga, dll
Perusahaan sapi perah “Umbul Jaya” terletak di jalan Mojo no. 2 Karangasem Rt 05 /
8, Laweyan, Surakarta. Perusahaan ini didirikan pada th 60-an dengan nama
“Umbul Sari”. Pergantian nama Umbul Sari menjadi Umbul Jaya diharapkan mampu
meningkatkan produksi susu dan meningkatkan populasi sapi perah yang ada di
perusahaan sapi perah tersebut.
Tujuan dan motivasi pendirian perusahaan sapi perah “Umbul Jaya“ adalah usaha
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beban kewajiban memenuhi kebutuhan
keluarga memberikan motivasi pada Bapak Jumadi CP untuk memulai usaha sapi
perah, dengan modal awal 5 ekor sapi perah PFH masa produksi (laktasi) lahan
kandang seluas 7000 m2, pengalaman blantik dan pengalaman belajar selama satu
bulan di perusahaan sapi perah yang dimiliki bapak Jumadi CP inilah perusahaan
sapi perah Umbul Jaya sekarang sudah memiliki ternak sebanyak 35 ekor sapi perah
yaitu sapi pedet 3 ekor, sapi pejantan 4 ekor, sapi betina bunting 2 ekor, sapi betina
laktasi 12 ekor, dan sapi dara 14 ekor. Harga sapi untuk bakalan seharga Rp
3.500.000,00, harga untuk pejantan Rp 9.000.000,00 dan harga untuk betina atau
indukan adalah Rp 10.000.000,00.
Usaha peningkatan sapi perah di Umbul Jaya ini melalui pembelian sapi maupun
dengan membesarkan pedet dari sapi-sapi yang melahirkan, namun demikian
peningkatan populasi sapi perah Umbul Jaya mempunyai hambatan- hambatan
yaitu kerugian dalam perdagangan sapi perah dan bangunan kandang yang tidak
memungkinkan untuk penambahan sapi. Sehingga usaha peningkatan jumlah sapi
di Umbul Jaya terlihat terhenti.
b. Kondisi produksi dan wilayah pemasaran produk
Peningkatan keuntungan selain dari penjualan susu segar di perusahaan sapi perah
Umbul Jaya juga diperoleh dari penjualan dari sapi perah laktasi ke pasar dan
pembuatan produk selain susu segar. Pembuatan produk selain susu segar seperti
susu coklat, susu kopi, susu strawberi, dan susu kacang hijau dihentikan pada tahun
1997. Penyebabnya adalah melambunganya harga gula dan kebutuhan lain setelah
krisis ekonomi di Indonesia. Pemasaran susu segar yang sulit sejak awal pendirian
”Umbul Jaya“ sampai tahun 1997 menjadi mudah setelah harga jual produk produk
susu, seperti susu kaleng, susu bubuk dan produk susu lain di pasaran melambung
tinggi pasca krisis ekonomi.
Peternakan Umbul Jaya mampu menghasilkan susu sebanyak 100 liter per hari
dengan interval 2 kali pemerahan sehari terhadap sapi yang laktasi sebanyak 12
ekor. Produksi susu tersebut naik turun, karena tergantung dari cuaca, keadaan
tersebut dapat diketahui dari makanan yang diberikan ke sapi. Produksi susu dari
sapi-sapi tersebut dirasa kurang sebagai perusahaan penghasil susu di wilayah Solo
sehingga perlu ditingkatkan, antara lain dengan penambahan jumlah sapi perah
laktasi dengan mengawinkan sapi-sapi dara yang ada atau dengan membeli sapi
jadi yang sudah laktasi.
Produk utama peternakan sapi perah Umbul Jaya berupa susu segar dengan harga
Rp 5.000,00/liter. Pemasaran susu dilakukan dengan menjual ke Pasar Gede, serta
dijual di lokasi peternakan itu sendiri dengan adanya pembeli yang langsung datang
ke peternakan “Umbul Jaya”. Namun, kadang-kadang susu yang dipasarkan tidak
semua dapat habis dalam waktu itu juga, sehingga ada susu yang tersisa. Sisa susu
ini dimanfaatkan untuk konsumsi sendiri. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
antara lain bisa dilakukan dengan memperluas lokasi pemasaran atau dengan
menggunakan jasa loper yang bisa menjualkannya di warung-warung atau terminal-
terminal.
c. Proses produksi yang dijalankan
Pada hasil pengamatan, pemberian pakan hijauan diberikan satu kali dalam sehari.
Pemberian pakan hijauan ini diberikan + pada jam 15.00 WIB sebelum diberi pakan
hijauan sapi-sapi ini terlebih dahulu diberi makan konsentrat dengan formulasi
pakan yang dibuat sendiri. Setelah satu jam pemberian konsentrat barulah hijauan
diberikan. Hijauan yang diberikan sudah dalam bentuk dipotong-potong. Hijauan
yang diberikan adalah rumput raja dengan total pemberian 10 kg/ ekor/ hari
Hijauan ini diperoleh dari membeli dengan harga Rp 400,00 – Rp 500,00 /kg.
Pakan konsentrat di perusahaan Umbul Jaya dibuat dengan formulasi pencampuran
yang dilakukan sendiri dengan formulasi bekatul, ampas tahu dan polar. Pakan
konsentrat di UD. Umbul Jaya diberikan dua kali dalam sehari yaitu pada pagi hari
dan siang hari. Rata-rata pemberian konsentrat ini setiap kali pemberian yaitu 15
kg/ekor/hari.
Proses perkawinan sapi perah di Umbul Jaya dilakukan dengan IB dan perkawinan
alami. Perusahaan Umbul Jaya ini sapi perah dara mulai dikawinkan pertama kali
sekitar umur + 18 bulan dngan berat kira- kira 275 kg. Pada sapi dara yang
pertama kali dikawinkan dilakukan dengan IB dan perkawinan selanjutnya dengan
perkawinan alami. Cara penetapan kebuntingan dilakukan oleh buruh dengan
pengamatan ulang birahi, kebuntingan akan diketahui apabila ternak tidak birahi
lagi 3 – 4 minggu setelah perkawinan.
Pada setiap usaha pasti terdapat hambatan atau kendala yang dapat menggangu
kelancaran kegiatan produksi, tak terkecuali pada perusahaan sapi perah. Salah
satu kendala adalah mengenai kesehatan sapi yang kadang terganggu. Di Umbul
Jaya penyakit yang sering menyerang sapi adalah mastitis, kembung dan diare.
Penyakit ini biasanya didiagnosa oleh pihak perusahaan sendiri, karena pemilik
peternakan itu telah hafal tanda tanda suatu ternak terserang penyakit karena
pemilik sapi tersebut telah mempunyai pengalaman memelihara sapi sudah cukup
lama. Meskipun sapi terkadang diserang penyakit, pemeriksaan kesehatan dan
vaksinasi oleh Dinas Peternakan dilakukan setiap 6 bulan sekali. Namun apabila ada
tanda-tanda suatu penyakit yang tidak dapat ditanggulangi oleh peternak sendiri
barulah pemilik peternakan tersebut memanggil mantri hewan.
Untuk menjaga kesehatan sapi-sapinya peternak juga sering memberikan obat
tradisional yang berasal dari temu hitam, daun papaya, dan tempe busuk. Cara
pembuatannya adalah 1 kg temu hitam ditambah 5 lembar daun papaya dan 6
bungkus tempe busuk. Semua bahan ditumbuk dan didiamkan selama semalam
kemudian pagi harinya diberikan kepada sapi. Cara pemberiannya yaitu dengan
membungkus jamu tersebut dengan daun pisang kemudian diberikan pada sapi.
Pemberian jamu tersebut bertujuan untuk meningkatkan nafsu makan, dan dapat
menanggulangi berbagai macam penyakit.
d. Sumberdaya yang dimiliki
Populasi ternak sapi yang ada sebanyak 35 ekor sapi perah yaitu sapi pedet 3 ekor,
sapi pejantan 4 ekor, sapi betina bunting 2 ekor, sapi betina laktasi 12 ekor, dan
sapi dara 14 ekor. Peralatan yang dimilki merupakan peralatan yang menunjang
dalam operasional, seperti halnya: sapu, pompa air, ember, selang, milk can, alat
pencacah hijauan (chopper), keranjang, sabit dan lain-lain. Investasi atau modal
perusahaan yang dimiliki yaitu tanah 7000 m2 yang terdiri dari luas kandang ternak
400 m2, luas lahan 5600 m2, dan bangunan 1000 m2. Gudang alat dan pakan
terdapat pada bagian depan. Sumber daya manusianya (SDM) merupakan tenaga
kerja yang berasal dari wilayah Boyolali yang terdiri dari 2 orang dan 2 orang dari
warga sekitar. Pekerja adalah lulusan SMP dan seorang adalah lulusan SD.
Dalam operasional perusahaan, perusahan sapi perah Umbul Jaya tidak terdapat
struktur organisasi maupun job diskripsi yang jelas. Perusahaan ini dijalankan
berdasarkan perintah dari pemilik yang juga merangkap sebagai pengelola
langsung ke karyawan. Karyawan di perusahaan sapi perah Umbul Jaya ini bekerja
berdasarkan kemauan dan kebiasaan serta sikap tidak mengeluh selama bekerja.
Gaji karyawan per bulan sebesar + Rp 400.000, 00. Jaminan kesehatan dan
kesejahteraan karyawan di perusahaan ini tidak ada. Terlihat dengan tidak adanya
asuransi maupun perhatian yang lebih terhadap karyawan. Pekerjaan
membersihkan halaman, membuat ransum pakan melebihi jam kerja tidak
diperhitungkan sebagai jam lembur tetapi hanya sebagai pekerjaan biasa.
Perumahan karyawan yang kurang memadai dan hanya ditempat di tempat yang
kosong seperti bekas kamar susu. Hal ini memperlihatkan bahwa perusahaan sapi
perah Umbul Jaya kurang memberikan jaminan kesejahteraan bagi karyawannya.
e. Denah Lokasi
Perusahaan sapi perah ini pada awalnya berada pada posisi yang sangat strategis
dan memenuhi syarat lokasi perkandangan, seperti yang diungkapkan
Reksohadiprojo (1995) yaitu lokasi kandang sapi perah diusahakan dekat sungai
jalan raya, dekat sumber air dan sumber pakan serta sekat dengan daerah
pemasaran yaitu kota Surakarta tepatnya di Pasar Gede.

Tugu adipura

Gambar 1. Denah Lokasi Perusahaan UD. Umbul Jaya


Gambar 2. Desain Layout Kandang di Perusahaan UD. Umbul Jaya
Keterangan :
1. Ruko (dikontrakkan)
2. Rumah pemilik
3. Mess/ tempat tinggal karyawan
4. Gudang pakan
5. Kandang ternak
6. Tempat pengolahan limbah

Dilihat dari lokasi dan layout perkandangan, perusahan sapi Umbul Jaya telah
memenui syarat lokasi maupun syarat-syarat perkandangan yang baik. Letak kantor
terletak di sebelah selatan gudang pakan, kandang terletak di sebelah utara dekat
sungai. Kandang ini terdiri dari kandang pedet, kandang sapi dara, kandang sapi
dewasa, kandang laktasi, kandang pejantan, serta kandang karantina. Kamar susu
terletak di sebelah timur dan sekarang sudah tidak dipakai lagi. Gudang pakan
terletak di antara tempat pemotongan rumput dan kantor. Perumahan karyawan
berada di sebelah timur kandang dan selatan kandang. Dari segi lokasi perusahaan
ini terletak dekat dengan sungai, dekat dengan sumber air, sumber pakan, dekat
dengan jalan raya, dan daerah pemasaran.
Kekurangan dari perusahaan ini adalah kurangnya fasilitas air yang memadai,
karena bila listrik mati akan terjadi kekurangan air sehingga dibuat bak penampung
air, kurangnya pemasaran dari produk susu, bahkan penduduk sekitar ada yang
tidak tahu kalau lokasi tersebut adalah peternakan sapi perah. Kadang terjadi
kekurangan pakan karena pakan yang langka dan cara penaggulangannya yaitu
mengganti dengan jenis pakan yang lain. Kurangnya sanitasi di perusahaan ini juga
terjadi karena kadang bila air sungai tidak mengalir maka limbah sulit dialirkan.
f. Penanggulangan limbah ternak/kotoran ternak
Kotoran sapi (feses) ataupun ternak lainnya sering menimbulkan benturan dengan
kepentingan orang lain. Di satu pihak kita sedang menggalakkan peternakan untuk
dapat menghasilkan produk secara maksimal baik kualitas maupun kuantitasnya, di
lain pihak akan mendapatkan protes dari penduduk sekitarnya jika penanganan
feses tidak dilakukan secara baik, karena adanya pencemaran yang timbul dari
kotoran ternak tadi.
Peternakan “Umbul Jaya” ini merupakan peternakan skala kecil yang lokasinya tidak
jauh dari lokasi pemukiman penduduk. Bahkan rumah peternaknya sendiri berada
di lokasi peternakan. Dengan adanya lokasi peternakan yang dekat dengan
pemukiman penduduk, maka pencemaran lingkungan pun tidak dapat dihindari.
Pengambilan kotoran ternak sapi perah biasanya dilakukan pada pagi dan siang
hari. Menurut Setiawan (1996), pengambilan kotoran di pagi dan siang hari ini
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu segera tercipta lingkungan yang bersih
dan pemerahan susu dilakukan pada kondisi lingkungan yang bersih sehingga
kebersihan susu lebih terjamin.
Kotoran sapi perah di “Umbul Jaya” dialirkan ke lubang penimbunan dengan cara
mengguyur atau menyiram kotoran sapi tersebut dengan air ke arah parit yang
kemudian ditempatkan di lubang penimbunan. Kotoran yang ada pada lubang
penimbunan, langsung dibuang ke sungai tanpa dilakukan pemrosesan lebih dulu,
karena memang peternakan ini bersebelahan dengan sungai yang cukup besar.
Penanganan feses yang kurang baik akan menganggu dan menimbulkan
pencemaran daerah sekitarnya. Untuk mengurangi resiko pencemaran lingkungan,
peternak dapat memanfaatkan kotoran ternak tersebut untuk hal yang bermanfaat,
misalnya diolah menjadi pupuk.
Pencemaran yang diakibatkan oleh limbah yang dihasilkan oleh perusahaan tidak
begitu ditanggapi oleh warga sekitar dengan alasan bahwa perusahaan sapi perah
tersebut sudah berdiri lama bahkan jauh sebelum terdapat pemukiman penduduk,
di samping itu limbah yang dihasilkan berupa feses ataupun urine sapi tidak begitu
mengganggu warga sekitar perusahaan.
g. Peran perusahaan dalam memberdayakan masyarakat sekitar
Didukung dengan kekuatan sumber daya manusia yang bertempat tinggal disekitar
lokasi peternakan, UD. Umbul Jaya terus menempa diri untuk dapat
mengembangkan usaha agribisnis sehingga dapat memberi keuntungan secara
bisnis dan peningkatan kualitas kehidupan bagi seluruh komponen yang manjadi
keluarga besar UD. Umbul Jaya.
Sumber daya tenaga yang melimpah dari penduduk disekitar lokasi peternakan
menjadikan suatu keuntungan tersendiri dari UD. Umbul Jaya. Tanpa mengurangi
rasa hormat dan saling menjaga UD. Umbul Jaya juga menggunakan warga sekitar
sebagai karyawan/pekerja dipeternakan. Sosialisasi terhadap warga disekitar
peternakan juga sering dilakukan untuk menghindari komplain dari warga yang
sering mengeluh karena polusi yang dihasilkan baik suara maupun bau yang
ditimbulkan.
h. SWOT analysis dalam pengembangan usaha peternakan
Dalam mempertahankan kondisi perusahaan yang tetap produksi, maka
perusahaan harus mempunyai kekuatan yaitu permintaan akan susu semakin
meningkat dengan hasil susu sebanyak 100 lt/hari dari 12 ekor sapi. Dengan
manajemen pemeliharaan yang baik maka produksi susu akan menghasilkan
produksi tinggi. Kekuatan yang mendukung perusahaan ini adalah keuletan dalam
usaha dan mempertahankan kelangsungan dari perusahaan itu sendiri. Dengan
dukungan personal perusahaan yang kuat masalah tersebut dapat diatasi dengan
lancer yaitu dengan menjual produk langsung ke konsumen dan perusahaanlah
yang menentukan harga langsung. Bahan pakan yang mahal dapat diatasi dengan
mencampur paka dengan bahan pakan (bekatul) yang lebih murah tanpa
mengurangi kandungan nutrisinya.
Setiap perusahan pasti mempunyai halangan dan hambatan dalam menjalankan
usahanya, tidak terkecuali UD. Umbul Jaya. Hambatan yang sangat terasa yaitu
harga jual susu yang masih rendah, karena yang menjadi dasar dari biaya
operasional setiap hari hanya dari penjualalan susu, sehingga bila harga susu tetap
terus rendah bisa dipastikan tidak bisa menutup biaya operasionalnya. Selain itu,
harga bahan baku pakan yang kian hari kian merangkak naik menjadikan masalah
tersendiri yang sangat membebani. Sedangkan kelemahan yang dihadapi adalah
biaya pakan yang besar sebab pakan dengan membeli yang menyebabkan
pembengkakan pengeluaran apalagi pada saat musim kemarau, tetapi pengeluaran
yang besar tersebut bias diimbangi dengan penjualan sapi afkir atau sapi yang
sudah tidak produktif.
Sebagai langkah kedepan, usaha sapi potong saat ini telah/mulai dikembangkan
melalui trading atau pembibitan sendiri. Selain dari segi akan kebutuhan susu yang
semakin meningkat dan harga susu yang cukup stabil dan cenderung naik, maka
perusahaan ini mempunyai peluang untik masa depannya. Selain di daerah tersebut
hanya perusahaan ini satu-satunya perusahaan sapi perah, maka peluang untuk
membuka usaha ini semakin besar, karena tidak ada pesaing dan lokasinya yang
mudah dijangkau yaitu di sekitar kota Solo. Dengan kekuatan sumber daya manusia
yang bertempat tinggal disekitar lokasi usaha peternakan, UD. Umbul Jaya terus
menempa diri untuk dapat mengembangkan usaha agribisnis sehingga dapat
memberi keuntungan secara bisnis dan peningkatan kualitas kehidupan bagi
seluruh koponen yang menjadi keluarga besar UD. Umbul Jaya.
Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang peternakan, perusahaan Umbul
Jaya pastilah mempunyai beberapa hal yang dapat menjadi ancaman bagi
kelangsungan perusahaan ini sendiri. Ancaman tersebut antara lain adalah masalh
limbah yang mungkin akan mengganggu masyarakat sekitar sehingga dapat
menyebabkan protes dari warga. Ancaman lain adalah adanya kondisi
perekonomian yang tidak stabil, yaitu harga pakan yang terus naik dan harga susu
yang turuyn dapat menyebabkan adanya kerugian pada perusahaan. Ancaman lain
adalah produk susus yang berasal dari Boyolali yang dijual ke Solo dapat menjadi
pesaing dalam proses penjualan susu, karena harganya lebih murah.

B. Analisis Finansial
Kebutuhan dana dari perusahaan peternakan sapi perah “Umbul Jaya” dapat
dirincikan sebagai berikut:
a. Modal Investasi
Tanah+ Bangunan 7000 m2 (Rp 1.400.000,00/m2) = Rp 9.800.000.000,00
Peralatan = Rp 1.800.000,00+
Total modal investasi = Rp 9.801.800.000,00

b. Modal Kerja Tetap (Fixed Cost)


Gaji dan upah
Tenaga kerja ( 4 orang @ Rp 400.000,00) = Rp 19.200.000,00
Perawatan dan Pengelolaan
Obat, vaksin dan vitamin = Rp 600.000,00
Sumbangan dll. =Rp 500.000,00+
Total fixed cost = Rp 20. 300.000,00
c. Modal kerja variable (Variable cost)
Pembelian pakan ternak:
Rumput gajah (Rp 300.000,00/5 hari) = Rp 21.900.000,00
Bekatul (8 kg/ekor/hari) = Rp 204.400.000,00
Ampas tahu (100 kg/hari) = Rp 9.490.000,00
Pollard (120 kg/hari) = Rp 219.000.000,00+
Total variable cost =Rp 454.790.000,00
Total modal investasi + fixed cost +
variable cost = Rp10.276.890.000,00

Laba dan Rentabilitas


Produk yang dipasarkan yaitu berupa susu sapi perah segar dengan harga per liter
Rp 5.000,00
Penjualan susu setiap bulan dari 12 ekor sapi laktasi:
100 x 12 x 5.000 x 365 = Rp2.190.000.000,00
Penjualan sapi afkir setiap tahun:
Rp 7.000.000,00 x 2 ekor = Rp 14.000.000,00 +
Total penerimaan selama satu tahun = Rp2.204.000.000,00

Biaya produksi selama satu tahun


a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Tenaga kerja ( 4 orang @ Rp 400.000,00) = Rp 19.200.000,00
Rekening listrik dan air (12 x Rp 160.000,00) = Rp 1.920.000,00
Pajak bumi bangunan = Rp 1.890.000,00
Penyusutan peralatan dan bangunan
1. Chopper = Rp 300.000,00
2. Kandang, gudang pakan, kamar susu = Rp 5.500.000,00
3. Rumah penjaga = Rp 3.990.000,00 +
Total fixed cost = Rp 32.800.000,00

b. Biaya variable (Variable Cost)


Biaya pakan ternak = Rp 454.790.000,00
Peralatan pendukung = Rp 800.000,00
Obat, vaksin dan vitamin = Rp 600.000,00
Sumbangan dll. = Rp 500.000,00
Bonus gaji karyawan = Rp 800.000,00+
Total variable cost = Rp 457.490.000,00

Total biaya produksi selama satu tahun


= Biaya tetap + biaya variable
= Rp 32.800.000,00 + Rp 457.490.000,00
=Rp 490.290.000,00

 Perhitungan Analisis Finansial


a) Output – Input Analisis
Keuntungan = Input – Output
= Rp 2.204.000.000,00 – Rp 490.290.000,00
= Rp 1.713.710.000,00

b) Rentabilitas (%)
= Laba x 100 %
Modal
= Rp 1.713.710.000,00 x 100%
Rp 10.276.890.000,00
= 0,17 %
c) Payback Period of Credit (PPC)
PPC = Investasi x 1 tahun
Keuntungan
= Rp 10.276.890.000,00 x 1 tahun
Rp 1.713.710.000,00
= 5,99 Tahun
d) Break Even Point (rupiah)
BEP = Fixed cost
(1-(variable cost/penjualan)
= Rp 32.800.000,00
(1-( Rp 457.490.000,00/ Rp 2.204.000.000,00)
= Rp 41518987,34
e) Asset Turn Over (ATO)
ATO = Hasil produksi per tahun/modal
= Rp 2.204.000.000,00
Rp 10.276.890.000,00
= 0,21 kali
f) EBIT
HPP = Variable cost + Biaya penj.(1% dari hasil prod.) + Fixed cost
= Rp 457.490.000,00 + ( 1% x Rp 2.204.000.000,00) +
Rp 32.800.000,00
= Rp 512.330.000,00
EBIT = (Hasil prod - HPP) - Biaya administrasi (1% dari hasil prod.)
= Rp 2.204.000.000,00 - Rp 512.330.000,00 –
(1% x Rp 2.204.000.000,00)
= Rp 1.669.630.000,00
g) Profit Margin
Profit margin = ( EBIT ) x 100%
Hasil Prod.
= Rp 1.669.630.000,00 x 100%
Rp 2.204.000.000,00
= 75,75 %
h) ROI
ROI = ATO x Profit Margin
= 0,21 x 75,75 %
= 15,91%
i) BCR
BCR = Total Benefit
Total Cost
= Rp 1.713.710.000,00
Rp 490.290.000,00
= 3,49
j) Efisiensi Usaha
Efisiensi Usaha = Investasi x 100%
Keuntungan
= Rp 10.276.890.000,00 x 100%
Rp 1.713.710.000,00
= 5,99 %
B. Pembahasan
Setiap perusahaan perlu analisis finansial yang berfungsi untuk mengetahui kondisi
perusahaan yang bersangkutan. Hal ini bertujuan jika perusahaan mengalami
kerugian dapat dilakukan upaya perbaikan disegala bidang untuk menghindari
kebangkrutan, sebaliknya apabila perusahaan mengalami keuntungan akan dapat
mengembangkan perusahaan menjadi lebih besar dan berkembang pesat. Hal ini
juga dilakukan oleh UD.Umbul Jaya.
Dengan memilki 35 ekor sapi yang terdiri dari sapi pedet 3 ekor, sapi pejantan 4
ekor, sapi betina bunting 2 ekor, sapi betina laktasi 12 ekor, dan sapi dara 14 ekor.
Dari ke-12 ekor sapi perah yang berproduksi hanya menghasilkan 100 liter susu tiap
harinya. Penghasilan utama dari perusahaan ini berupa produk susu murni yang
langsung dijual kekonsumen dengan harga jual susu Rp 5.000,00 per liter. Dari hasil
input yang diperoleh selama satu tahun sebesar Rp 2.204.000.000,00 dan total
biaya sebesar Rp 490.290.000,00, sehingga diperoleh keuntungan dalam satu
tahun sebesar Rp 1.713.710.000,00.
BCR (Benefit Cost Ratio) merupakan perbandingan antara total penerimaan dengan
total biaya. Dengan kata lain, BCR merupakan hasil perbandingan antara nilai total
benefit dengan total biaya sebagai indikator biar diterima atau tidaknya investasi
yang dijalankan dalam perusahaan. Nilai BCR dari UD. Umbul Jaya sebesar 3,49 %
dan itu artinya nilai investasi yang dijalankan menguntungkan perusahaan, karena
memilki nilai BCR lebih dari satu ( 1 ). Sedangkan PPC (Payback Period of Credit)
adalah waktu pengembalian investasi setelah investasi ditanamkan dalam
perusahaan. Nilai PPC (Payback Period of Credit) dari UD. Umbul Jaya adalah 5,99
tahun.
BEP (Break Event Poin) merupakan nilai dimana keuntungan yang diterima
perusahaan sama nilainya dengan total biaya yang dikeluarkan, dengan anggapan
bahwa harga jual dari produk sudah tertentu ehingga perusahaan tidak utnung atau
rugi. BEP yang dihasilkan sebesar Rp Rp 41518987,34. Rentabilitas adalah
perbandingan antara laba dengan jumlah modal yang digunakan untuk
menghasilkan laba tersebut. Rentabilitas yang dihasilkan adalah sebesar 0,17 %.
Asset Turn Over (ATO) adalah ratio antara hasil produksi per tahun dibandingkan
dengan jumlah modal. ATO dari perusahaan ini sebesar 0,21 kali dengan profit
margin 75,75 %. Sedangkan ROI merupakan nilai hasil perkalian antara Asset Turn
Over (ATO) dengan profit margin, sehingga dapat diketahui seberapa besar
persentase pengembalian nilai investasi yang ditanamkan perusahaan. sebesar
15,91 %. Dan nilai EBIT UD. Umbul Jaya adalah Rp 1.669.630.000,00.
Secara garis besar perusahaan sapi perah UD. Umbul Jaya setiap tahun mengalami
keuntungan, sehingga sampai saat ini perusahaan masih tetap berdiri kokoh dan
dalam jangka panjang perusahaan masih ingin mengembangkan usaha yang ada
agar lebih maju lagi.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil serangkaian praktikum ini dapat diambil kesimpulan antara lain:
1. Perusahaan sapi perah “Umbul Jaya” terletak di jalan Mojo no. 2 Karangasem Rt
05 / 8, Laweyan, Surakarta.
2. UD. Umbul Jaya bergerak di bidang peternakan sapi perah dengan hasil utama
berupa susu segar.
3. Investasi awal dari modal sendiri sejumlah 5 ekor sapi yang digunakan untuk
mendirikan perusahaan secara utuh.
4. Dengan memilki 35 ekor sapi yang terdiri dari sapi pedet 3 ekor, sapi pejantan 4
ekor, sapi betina bunting 2 ekor, sapi betina laktasi 12 ekor, dan sapi dara 14 ekor.
Dari ke-12 ekor sapi perah yang berproduksi menghasilkan 100 liter susu tiap
harinya.
5. Dari hasil input yang diperoleh selama satu tahun sebesar Rp 2.204.000.000,00
dan total biaya sebesar Rp 490.290.000,00, sehingga diperoleh keuntungan dalam
satu tahun sebesar Rp 1.713.710.000,00.
6. Investasi yang dijalankan sangat menguntungkan perusahaan karena
mempunyai nilai BCR sebesar 3,49 %, nilai PPC 5,99 tahun, dan nilai ATO
perusahaan sebesar 0,21 kali, profit margin 75,75 %. Sedangkan ROI sebesar 15,91
% dan nilai EBIT adalah Rp 1.669.630.000,00, sehingga perusahaan mampu untuk
berkembang lebih maju lagi.
7. Usaha peternakan ini masih layak untuk diteruskan karena masih
menguntungkan.
B. Saran
Saran kami adalah untuk menunjang kegiatan produksi dimasa yang akan datang
diusahakan UD. Umbul Jaya bisa menghasilkan suatu produk yang dapat langsung
dimanfaatkan oleh konsumen dengan menjalin kerjasama dengan perusahaan lain.
Serta menjaga hubungan yang baik dengan warga sekitar lokasi peternakan dengan
jalan merekrut pegawai memberikan sosialisasi usaha yang dijalankan terhadap
penduduk sekitar.

DAFTAR PUSTAKA

AAK, 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius.Yogyakarta.


Nur, K.S., 2004. Mengupayakan Usaha Sapi Perah Tetap Bertahan. Poultry
Indonesia. Gappi. No 291. Pp 64-65.
Reksohadiprojo, S., 1995 Pengantar Ilmu Peternakan Tropik Edisi 2. BPFE.
Yogyakarta.
Santosa, U., 2001. Prospek Agribisnis Penggemukan Pedet. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Siregar, S., 1992. Sapi Perah Jenis, Teknis Pemeliharaan Dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Pengawasan Pemasaran Daging di Pasar Gede Solo
Thursday, April 22, 2010 11:53 PM

PENGAWASAN PEMASARAN DAGING DI PASAR GEDE SOLO


Di pasar Gede terdapat berbagai jenis barang dagangan yang merupakan dagangan
unggulan/ciri khas pasar Gede, yaitu : ikan laut, daging babi, daging sapi, ayam
goreng ditempat, ayam potong, dan ayam hidup.
Kondisi pemasaran daging di Pasar Gede Solo dapat digambarkan seperti foto di
atas.
Kios daging di antaranya yang menjual daging sapi dan daging babi yang ada di
Pasar Gede sudah berada pada ruangan tersendiri dipisahkan dengan kios barang
kebutuhan rumah tangga yang lainnya seperti sayuran, makanan atau penganan
kecil, dan buah-buahan kecuali pada kios daging ayam. Tetapi kios-kios tersebut
masih berada dalam satu komplek dengan kios hasil laut. Penempatan daging ayam
masih berada dalam satu ruangan dengan bahan kebutuhan rumah tangga lainnya.
Kondisi tersebut menyebabkan kurangnya kebersihan pada daging yang dijual.
Sehingga kurang terjaminnya keamanan bagi para konsumen dari produk daging
tersebut. Meskipun sebenarnya di setiap kios disediakan ember-ember berisi air
tetapi air yang digunakan oleh para pedagang kurang terjamin kebersihannya. Air
yang digunakan untuk mencuci daging oleh para pedagang tidak dalam keadaan
mengalir dan tidak diganti meskipun kondisi air sudah terlihat keruh. Bahkan
ember-ember berisi air tersebut digunakan untuk merendam daging ayam oleh para
pedagang.
Selain itu daging yang dijual di Pasar Gede sudah tidak dalam kondisi segar karena
ternak tidak dipotong di tempat. Daging yang dijual oleh para pedagang berasal
dari RPA dan RPH yang berada di daerah Solo dan Sukoharjo. Bahkan ada pula
pedagang nakal yang meletakkan daging-daging siap jual pada keranjang bambu
dan diletakkan di bawah meja. Sehingga jelas sekali dari pihak pedagang sendiri
kurang bisa menjaga kebersihan daging siap jual.
Dari pihak konsumen sendiri juga kurang adanya kepedulian terhadap kebersihan
produk daging yang akan dikonsumsi. Bahkan meskipun di kios penjualan daging
sudah diberi plakat petunjuk mengenai daging apa yang dijual oleh pedagang
tersebut, konsumen kurang tahu daging apa yang dijual tersebut karena konsumen
kurang tahu mengenai ciri-ciri fisik daging yang layak atau ASUH (Aman. Sehat,
Utuh, dan Halal) untuk dikonsumsi.
Melihat beberapa kekurangan yang terjadi di Pasar Gede tersebut maka perlu
adanya sistem pengawasan pasar yang lebih ketat dari pihak Dinas Perindustrian
dan Perdagangan (Disperindag) bersama dengan Dinas Peternakan dan Perikanan
(Disnakan) serta Dinas Kesehatan (Dinkes). Penting pula adanya razia dadakan
yang dilakukan oleh petugas terhadap pedagang. Perlu juga diadakan sosialisasi
kepada para pedagang mengenai penanganan daging segar dan system pemasaran
daging yang baik. Selain itu dari pihak pengelola Pasar Gede sebaiknya melengkapi
fasilitas bagi para pedagang seperti adanya freezer bagi pedagang daging yang
dapat digunakan untuk mempertahankan kesegaran daging yang dijual. Untuk
memperbaiki kondisi pemasaran daging di Pasar Gede diperlukan adanya
kerjasama yang baik antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag),
Dinas Peternakan dan Perikanan (Disnakan), Dinas Kesehatan (Dinkes), pedagang
dan konsumen.
Pemanfaatan Limbah Peternakan sebagai Biogas
Tuesday, April 06, 2010 7:26 PM
PENDAHULUAN

Limbah adalah sesuatu yang tidak mungkin terpisahkan dari industri dan manusia,
limbah merupakan momok yang selalu menghantui. Limbah dapat menyebabkab
kerusakan lingkungan yang cukup hebat. Itulah sebabnya berbagai upaya dilakukan
untuk meredam efek dari limbah, berbagai peraturan ditegakkan untuk
menanggulanginya. Tetapi masih saja banyak pelanggaran.
Kalau dikaji limbah-limbah industri ataupun dari manusia sangat jarang yang diolah,
dikarenakan instalasi pengolahannya masih tergolong mahal dan tidak
menguntungkan bagi pemiliknya. Sehingga cenderung pemilik limbah ini langsung
membuang limbah tersebut ke sungai, laut ataupun diresapkan kedalam tanah.
Akibatnya sangat luar biasa, pencemaran air sungai maupun air tanah sangat tinggi
dan diikuti dengan bau yang kurang sedap. Selanjutnya penyakit akan bertebaran
dimana-mana, yang pada akhirnya masyarakat juga yang dirugikan.
Limbah peternakan khususnya ternak sapi merupakan bahan buangan dari usaha
peternakan sapi yang selama ini juga menjadi salah satu sumber masalah dalam
kehidupan manusia sebagai penyebab menurunnya mutu lingkungan melalui
pencemaran lingkungan, menggangu kesehatan manusia dan juga sebagai salah
satu penyumbang emisi gas efek rumah kaca. Pada umumnya limbah peternakan
hanya digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Untuk itu sudah selayaknya
perlu adanya usaha pengolahan limbah peternakan menjadi suatu produk yang bisa
dimanfaatkan manusia dan bersifat ramah lingkungan.
Pengolahan limbah peternakan melalui proses anaerob atau fermentasi perlu
digalakkan karena dapat menghasilkan biogas yang menjadi salah satu jenis
bioenergi. Pengolahan limbah peternakan menjadi biogas ini diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak yang mahal dan terbatas,
mengurangi pencemaran lingkungan dan menjadikan peluang usaha bagi peternak
karena produknya terutama pupuk kandang banyak dibutuhkan masyarakat.

MATERI DAN METODE

Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif
untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan
gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi
yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti
kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur
difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Gas metan ini sudah lama
digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan
sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk
menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776).
Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada
tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah
orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas
metan.Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah
biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi
melalui proses anaerobik digestion (Pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat
dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase
yang cukup tinggi.
Cara Pembuatan
1. Materi
Biogas atau sering pula disebut gas bio merupakan gas yang timbul jika bahan-
bahan seperti kotoran hewan, kotoran manusia, ataupun sampah, direndam di
dalam air dan disimpan di tempat tertutup atau anaerob (tanpa oksigen dari udara).
Proses kimia terbentuknya gas cukup rumit, tetapi cara menghasilkannya tidak
sesulit proses pembentukannya. Hanya dengan teknologi sederhana gas ini dapat
dihasilkan dengan baik.
Sumber bahan untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi,
kerbau, babi, kuda dan unggas; dapat juga berasal dari sampah organik.
Komponen biogas: CH4 (metana) ± 60 % , CO2 (karbon dioksida) ± 38 %, (N2, O2,
H2, & H2S) ± 2 % .
2. Metode
Cara Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas :
a. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan biogas)
b. Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet)
hingga bahan yang dimaksukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang
pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di
dalam digester.
c. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup
banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik,
penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya
biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar,
kompor biogas dapat dioperasikan.
d. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak
kira-kira 10 % dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge
secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan
pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat
digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah
maupun kering.

PEMBAHASAN

A. Sejarah Biogas
Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar
di benua Eropa. Penemuan ilmuwan Volta terhadap gas yang dikeluarkan di rawa-
rawa terjadi pada tahun 1770, beberapa dekade kemudian, Avogadro
mengidentifikasikan tentang gas metana. Setelah tahun 1875 dipastikan bahwa
biogas merupakan produk dari proses anaerobik digestion. Tahun 1884 Pasteour
melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan. Era penelitian
Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini.
B. Biogas dari Limbah Peternakan Sapi
Limbah peternakan seperti feses, urin beserta sisa pakan ternak sapi merupakan
salah satu sumber bahan yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan biogas.
Namun di sisi lain perkembangan atau pertumbuhan industri peternakan
menimbulkan masalah bagi lingkungan seperti menumpuknya limbah peternakan
termasuknya di dalamnya limbah peternakan sapi. Limbah ini menjadi polutan
karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan COD (Biological/Chemical
Oxygen Demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan polusi air
(terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udara dengan debu dan
bau yang ditimbulkannya.
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif
untuk menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan
gas alam (Houdkova et.al., 2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi
yang didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti
kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun hasil sortiran sayur
difermentasi atau mengalami proses metanisasi. Gas metan ini sudah lama
digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan
sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk
menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776).
Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada
tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah
orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas
metan. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti sampah
biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi energi
melalui proses anaerobik digestion (Pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat
dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase
yang cukup tinggi.
C. Komponen Penyusun Biogas
Komposisi biogas:
Komponen %
Metana (CH4) 55-75
Karbon dioksida (CO2) 25-45
Nitrogen (N2) 0-0.3
Hidrogen (H2) 1-5
Hidrogen sulfida (H2S) 0-3
Oksigen (O2) 0.1-0.5
Air 2-7 (20-40o C)
Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkan:
Aplikasi 1m3 biogas setara dengan
1 m3 biogas Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg
Dapat menghasilkan 1,25 kwh listrik
60—100 watt lampu bohlam selama enam jam

Potensi produksi gas dari berbagai jenis kotoran


Jenis Kotoran Produksi gas per kg (m3)
Sapi/kerbau 0,023 – 0,040
Babi 0,040 – 0,059
Unggas 0,065 – 0,116
Manusia 0,020 – 0,028

D. Keuntungan Penggunaan Biogas


Biogas sebagai salah satu sumber energi yang dapat diperbaharui dapat menjawab
kebutuhan akan energi sekaligus menyediakan kebutuhan hara tanah dari pupuk
cair dan padat yang merupakan hasil sampingannya serta mengurangi efek rumah
kaca. Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi alternatif dapat mengurangi
penggunaan kayu bakar. Dengan demikian dapat mengurangi usaha penebangan
hutan, sehingga ekosistem hutan terjaga. Biogas menghasilkan api biru yang bersih
dan tidak menghasilkan asap.
Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan kerena produksi biogas
peternakan ditunjang oleh kondisi yang kondusif dari perkembangkan dunia
peternakan sapi di Indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif listrik, kenaikan
harga LPG (Liquefied Petroleum Gas), premium, minyak tanah, minyak solar,
minyak diesel dan minyak bakar telah mendorong pengembangan sumber energi
elternatif yang murah, berkelanjutan dan ramah lingkungan (Nurhasanah dkk.,
2006).
Peningkatan kebutuhan susu dan pencanangan swasembada daging tahun 2010 di
Indonesia telah merubah pola pengembangan agribisnis peternakan dari skala kecil
menjadi skala menengah/besar. Di beberapa daerah telah berkembang koperasi
susu, peternakan sapi pedaging melalui kemitraan dengan perkebunaan kelapa
sawit dan sebagainya. Kondisi ini mendukung ketersediaan bahan baku biogas
secara kontinyu dalam jumlah yang cukup untuk memproduksi biogas.
Pemanfaatan limbah peternakan khususnya kotoran ternak sapi menjadi biogas
mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan
ramah lingkungan dapat dicapai.
Beberapa keuntungan penggunaan kotoran ternak sebagai penghasil biogas
sebagai berikut :
1. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran udara
(bau).
2. Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat
digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.
3. Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan
rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak.
4. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk
menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum memiliki akses
listrik.
5. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini
sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih (Clean Development
Mechanism).
E. Pengolahan Biogas
Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada prinsipnya menggunakan
metode dan peralatan yang sama dengan pengolahan biogas dari biomassa yang
lain. Adapun alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun
1900. Pada akhir abad ke-19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas
dilakukan oleh Jerman dan Perancis pada masa antara dua Perang Dunia. Selama
Perang Dunia II, banyak petani di Inggris dan Benua Eropa yang membuat alat
penghasil biogas kecil yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat
kemudahan dalam memperoleh BBM dan harganya yang murah pada tahun 1950-
an, proses pemakaian biogas ini mulai ditinggalkan. Tetapi, di negara-negara
berkembang kebutuhan akan sumber energi yang murah dan selalu tersedia selalu
ada. Oleh karena itu, di India kegiatan produksi biogas terus dilakukan semenjak
abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China, Filipina, Korea,
Taiwan, dan Papua Nugini telah melakukan berbagai riset dan pengembangan alat
penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga telah
dikembangkan di negara maju seperti Jerman.
Pada prinsipnya teknologi biogas adalah teknologi yang memanfaatkan proses
fermentasi (pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh
bakteri metan sehingga dihasilkan gas metan (Nandiyanto, 2007). Menurut Haryati
(2006), proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu
proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri
asidogenik pada kondisi tanpa udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam
limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan
sampah organik rumah tangga. Gas metan adalah gas yang mengandung satu atom
C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar. Gas metan yang dihasilkan
kemudian dapat dibakar sehingga dihasilkan energi panas. Bahan organik yang bisa
digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah sampah organik, limbah yang
sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil sisa-sisa tanaman,
seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak.
Jika dilihat dari segi pengolahan limbah, proses anaerobik juga memberikan
beberapa keuntungan lain yaitu menurunkan nilai COD dan BOD, total solid,
volatile solid, nitrogen nitrat dan nitrogen organic, bakteri coliform dan patogen
lainnya, telur insek, parasit, dan bau.
Proses pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu
proses pemecahan bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri
asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam
limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan
sampah organik rumah tangga.
Pembentukan biogas meliputi tiga tahap proses yaitu:
1. Hidrolisis, pada tahap ini terjadi penguraian bahan-bahan organik mudah larut
dan pemecahan bahan organik yang komplek menjadi sederhana dengan bantuan
air (perubahan struktur bentuk polimer menjadi bentuk monomer).
2. Pengasaman, pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana)
yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri
pembentuk asam. Produk akhir dari perombakan gula-gula sederhana tadi yaitu
asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas
karbondioksida, hidrogen dan ammonia.
3. Metanogenik, pada tahap metanogenik terjadi proses pembentukan gas metan.
Bakteri pereduksi sulfat juga terdapat dalam proses ini yang akan mereduksi sulfat
dan komponen sulfur lainnya menjadi hydrogen sulfida.
Cara Pengoperasian Unit Pengolahan (Digester) Biogas seperti terjabar dalam Seri
Bioenergi Pedesaan Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian Direktorat Jenderal
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian tahun 2009
sebagai berikut :
1. Buat campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 (bahan
biogas).
2. Masukkan bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet)
hingga bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yang keluar melalui lubang
pengeluaran (outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas di
dalam digester.
3. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup
banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik,
penampung biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya
biogas yang dihasilkan. Biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar,
kompor biogas dapat dioperasikan.
4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, yaitu sebanyak
kira-kira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge
secara otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan
pengisian bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat
digunakan sebagai pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah
maupun kering.
Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan
langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas
biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dan lain sebagainya.
Untuk memanfaatkan kotoran ternak sapi menjadi biogas, diperlukan beberapa
syarat yang terkait dengan aspek teknis, infrastruktur, manajemen dan sumber
daya manusia. Bila faktor tersebut dapat dipenuhi, maka pemanfaatan kotoran
ternak menjadi biogas sebagai penyediaan energi di pedesaan dapat berjalan
dengan optimal.
Terdapat sepuluh faktor yang dapat mempengaruhi optimasi pemanfaatan kotoran
ternak sapi menjadi biogas yaitu:
1. Ketersediaan ternak
Jenis jumlah dan sebaran ternak di suatu daerah dapat menjadi potensi bagi
pengembangan biogas. Hal ini karena biogas dijalankan dengan memanfaatkan
kotoran ternak. Kotoran ternak yang dapat diproses menjadi biogas berasal dari
ternak ruminansia dan non ruminansia seperti sapi potong, sapi perah dan babi;
serta unggas.
Jenis ternak mempengaruhi jumlah kotoran yang dihasilkannya. Untuk menjalankan
biogas skala individual atau rumah tangga diperlukan kotoran ternak dari 3 ekor
sapi, atau 7 ekor babi, atau 400 ekor ayam.
2. Kepemilikan Ternak
Jumlah ternak yang dimiliki oleh peternak menjadi dasar pemilihan jenis dan
kapasitas biogas yang dapat digunakan. Saat ini biogas kapasitas rumah tangga
terkecil dapat dijalankan dengan kotoran ternak yang berasal dari 3 ekor sapi atau
7 ekor babi atau 400 ekor ayam. Bila ternak yang dimiliki lebih dari jumlah tersebut,
maka dapat dipilihkan biogas dengan kapasitas yang lebih besar (berbahan fiber
atau semen) atau beberapa biogas skala rumah tangga.

3. Pola Pemeliharaan Ternak


Ketersediaan kotoran ternak perlu dijaga agar biogas dapat berfungsi optimal.
Kotoran ternak lebih mudah didapatkan bila ternak dipelihara dengan cara
dikandangkan dibandingkan dengan cara digembalakan.
4. Ketersediaan Lahan
Untuk membangun biogas diperlukan lahan disekitar kandang yang luasannya
bergantung pada jenis dan kapasitas biogas. Lahan yang dibutuhkan untuk
membangun biogas skala terkecil (skala rumah tangga) adalah 14 m2 (7m x 2m).
Sedangkan skala komunal terkecil membutuhkan lahan sebesar 40m2 (8m x 5m).
5. Tenaga Kerja
Untuk mengoperasikan biogas diperlukan tenaga kerja yang berasal dari
peternak/pengelola itu sendiri. Hal ini penting mengingat biogas dapat berfungsi
optimal bila pengisian kotoran ke dalam reaktor dilakukan dengan baik serta
dilakukan perawatan peralatannya.
Banyak kasus mengenai tidak beroperasinya atau tidak optimalnya biogas
disebabkan karena: pertama, tidak adanya tenaga kerja yang menangani unit
tersebut; kedua, peternak/pengelola tidak memiliki waktu untuk melakukan
pengisian kotoran karena memiliki pekerjaan lain selain memelihara ternak.
6. Manajemen Limbah/Kotoran
Manajemen limbah/kotoran terkait dengan penentuan komposisi padat cair kotoran
ternak yang sesuai untuk menghasilkan biogas, frekuensi pemasukan kotoran, dan
pengangkutan atau pengaliran kotoran ternak ke dalam raktor.
Bahan baku (raw material) reaktor biogas adalah kotoran ternak yang komposisi
padat cairnya sesuai yaitu 1 berbanding 2. Pada peternakan sapi perah komposisi
padat cair kotoran ternak biasanya telah sesuai, namun pada peternakan sapi
potong perlu penambahan air agar komposisinya menjadi sesuai.
Frekuensi pemasukan kotoran dilakukan secara berkala setiap hari atau setiap 2
hari sekali tergantung dari jumlah kotoran yang tersedia dan sarana penunjang
yang dimiliki. Pemasukan kotoran ini dapat dilakukan secara manual dengan cara
diangkut atau melalui saluran.
7. Kebutuhan Energi
Pengelolaan kotoran ternak melalui proses reaktor an-aerobik akan menghasilkan
gas yang dapat digunakan sebagai energi. Dengan demikian, kebutuhan peternak
akan energi dari sumber biogas harus menjadi salah satu faktor yang utama. Hal ini
mengingat, bila energi lain berupa listrik, minyak tanah atau kayu bakar mudah,
murah dan tersedia dengan cukup di lingkungan peternak, maka energi yang
bersumber dari biogas tidak menarik untuk dimanfaatkan.Bila energi dari sumber
lain tersedia, peternak dapat diarahkan untuk mengolah kotoran ternaknya menjadi
kompos atau kompos cacing (kascing).
8. Jarak (kandang-reaktor biogas-rumah)
Energi yang dihasilkan dari reaktor biogas dapat dimanfaatkan untuk memasak,
menyalakan petromak, menjalankan generator listrik, mesin penghangat
telur/ungas dll. Selain itu air panas yang dihasilkan dapat digunakan untuk proses
sanitasi sapi perah.Pemanfaatan energi ini dapat optimal bila jarak antara kandang
ternak, reaktor biogas dan rumah peternak tidak telampau jauh dan masih
memungkinkan dijangkau instalasi penyaluran biogas. Karena secara umum
pemanfaatan energi biogas dilakukan di rumah peternak baik untuk memasak dan
keperluan lainnya.
9. Pengelolaan Hasil Samping Biogas
Pengelolaan hasil samping biogas ditujukan untuk memanfaatkannya menjadi
pupuk cair atau pupuk padat (kompos). Pengeolahannya relatif sederhana yaitu
untuk pupuk cair dilakukan fermentasi dengan penambahan bioaktivator agar unsur
haranya dapat lebih baik, sedangkan untuk membuat pupuk kompos hasil samping
biogas perlu dikurangi kandungan airnya dengan cara diendapkan, disaring atau
dijemur.
Pupuk yang dihasilkan tersebut dapat digunakan sendiri atau dijual kepada
kelompok tani setempat dan menjadi sumber tambahan pandapatan bagi peternak.
10. Sarana Pendukung
Sarana pendukung dalam pemanfaatan biogas terdiri dari saluran air/drainase, air
dan peralatan kerja. Sarana ini dapat mempermudah operasional dan perawatan
instalasi biogas. Saluran air dapat digunakan untuk mengalirkan kotoran ternak dari
kandang ke reaktor biogas sehingga kotoran tidak perlu diangkut secara manual.
Air digunakan untuk membersihkan kandang ternak dan juga digunakan untuk
membuat komposisi padat cair kotoran ternak yang sesuai. Sedangkan peralatan
kerja digunakan untuk mempermudah/meringankan pekerjaan/perawatan instalasi
biogas.
11. Pupuk dari limbah biogas
Limbah biogas, yaitu kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) merupakan
pupuk organik yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman.
Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain tidak
bisa digantikan oleh pupuk kimia. Pupuk organik dari biogas telah dicobakan pada
tanaman jagung, bawang merah dan padi. Slurry kotoran sapi mengadung 1,8 -
2,4% nitrogen, 1,0 - 1,2% fosfor (P205), 0,6 - 0,8% potassium (K20), dan 50 - 75%
bahan organik .
Digester Biogas
Salah satu hal terpenting dalam membuat biogas adalah memilih digester. Ada 3
tipe digester gas bio yang dikembangkan selama ini, yaitu:
1) Fixed dome plant, yang dikembangkan di China,
Pada fixed dome plant, digesternya tetap. Penampung gas ada pada bagian atas
digester. Ketika gas mulai timbul, gas tersebut menekan slurry ke bak slurry. Jika
pasokan kotoran ternak terus menerus, gas yang timbul akan terus menekan slurry
hingga meluap keluar dari bak slurry. Gas yang timbul digunakan/dikeluarkan lewat
pipa gas yang diberi katup/kran.
Keuntungan: tidak ada bagian yang bergerak, awet (berumur panjang), dibuat di
dalam tanah sehingga terlindung dari berbagai cuaca atau gangguan lain dan tidak
membutuhkan ruangan (diatas tanah).
Kerugian: Kadang-kadang timbul kebocoran, karena porositas dan retak-retak,
tekanan gasnya berubah-ubah karena tidak ada katup tekanan.
2) Floating drum plant yang lebih banyak dipakai di India dengan varian plastic
cover biogas plant.
Floating drum plant terdiri dari satu digester dan penampung gas yang bisa
bergerak. Penampung gas ini akan bergerak keatas ketika gas bertambah dan turun
lagi ketika gas berkurang, seiring dengan penggunaan dan produksi gasnya.
Keuntungan: Tekanan gasnya konstan karena penampung gas yang bergerak
mengikuti jumlah gas. Jumlah gas bisa dengan mudah diketahui dengan melihat
naik turunya drum.
Kerugian: Konstruksi pada drum agak rumit. Biasanya drum terbuat dari logam
(besi), sehingga mudah berkarat, akibatnya pada bagian ini tidak begitu awet
(sering diganti). Bahkan jika digesternya juga terbuat dari drum logam (besi),
digeseter tipe ini tidak begitu awet.
3) Plug-flow plant atau balloon plant yang banyak di buat di Taiwan, Etiopia,
Kolombia Vietnam dan Kamboja.
Konstruksi balloon plant lebih sederhana, terbuat dari plastic yang pada ujung-
ujungnya dipasang pipa masuk untuk kotoran ternak dan pipa keluar peluapan
slurry. Sedangkan pada bagian atas dipasang pipa keluar gas.
Keuntungan: biayanya murah, mudah diangkut, konstruksinya sederhana, mudah
pemeliharaan dan pengoperasiannya.
Kerugian: tidak awet, mudah rusak, cara pembuatan harus sangat teliti dan hati-
hati (karena bahan mudah rusak), bahan yang memenuhi syarat sulit diperoleh.
Bagian-bagian pokok digester gas bio adalah:
1) bak penampung kotoran ternak,
2) digester,
3) bak slurry,
4) penampung gas,
5) pipa gas keluar,
6) pipa keluar slurry,
7) pipa masuk kotoran ternak.
F. Potensi Pengembangan Biogas dari Limbah Peternakan Sapi di Indonesia
Pada umumnya peternak sapi di Indonesia mempunyai rata- rata 2 – 5 ekor sapi
dengan lokasi yang tersebar tidak berkelompok. Sehingga penanganan limbahnya
baik itu limbah padat, cair maupun gas seperti feses dan urin maupun sisa pakan
dibuang ke lingkungan sehingga menyebabkan pencemaran. Pengolahan limbah
secara sederhana hanya dengan pemanfaatannya sebagai pupuk organik (Deptan,
2006).
Diketahui sapi dengan bobot 450 kg menghasilkan limbah berupa feses dan urin
lebih kurang 25 kg per hari (Deptan, 2006). Dan apabila tidak dilakukan
penanganan secara baik maka akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan
udara, tanah dan air serta penyebaran penyakit menular. Sehingga sangat
diperlukan usaha untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan peternakan sapi
salah satunya dengan melakukan penanganan yang baik terhadap limbah yang
dihasilkan melalui biogas.
Hasil biogas dari rata 3 – 5 ekor sapi tersebut setara dengan 1-2 liter minyak
tanah/hari (Deptan, 2006). Dengan demikian keluarga peternak yang sebelumnya
menggunakan minyak tanah untuk memasak bisa menghemat penggunaan minyak
tanah 1-2 liter/hari. Pemanfaatan biogas di Indonesia sebagai energi alternatif
sangat memungkinkan untuk diterapkan di masyarakat, apalagi sekarang ini harga
bahan bakar minyak yang makin mahal dan kadang-kadang langka keberadaannya.
Besarnya potensi Limbah biomassa padat di seluruh Indonesia seperti kayu dari
kegiatan industri pengolahan hutan, pertanian dan perkebunan; limbah kotoran
hewan, misalnya kotoran sapi, kerbau, kuda, dan babi juga dijumpai di seluruh
provinsi Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda.
Teknologi biogas adalah suatu teknologi yang dapat digunakan dimana saja selama
tersedia limbah yang akan diolah dan cukup air. Di negara maju perkembangan
teknologi biogas sejalan dengan perkembangan teknologi lainnya. Untuk kondisi di
Indonesia, teknologi biogas dapat dibangun dengan kepemilikan kolektif dan
dipelihara secara bersama. Seperti yang dicanangkan oleh Direktorat Budidaya
Ternak Ruminansia Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian Republik
Indonesia melalui program Pengembangan Biogas Ternak bersama Masyarakat
(BATAMAS) yang dimulai pada tahun 2006.
Beberapa alasan mengapa biogas belum popular penggunaannya di kalangan
peternak atau kalaupun sudah ada banyak yang tidak lagi beroperasi, yaitu kurang
sosialisasi, teknologi yang diterapkan kurang praktis dan perlu pemeliharaan yang
seksama dan kurangnya pengetahuan para petani tentang pemeliharaan digester.
Teknologi biogas dapat dikembangkan dengan input teknologi yang sederhana
dengan bahan-bahan yang tersedia di pasaran lokal. Energi biogas juga dapat
diperoleh dari air buangan rumah tangga; kotoran cair dari peternakan ayam, babi;
sampah organik dari pasar, industri makanan dan sebagainya.
Disamping itu, usaha lain yang dapat bersinergi dengan kegiatan ini adalah
peternakan cacing untuk pakan ikan/unggas, industri tahu/tempe dapat
menghasilkan ampas tahu yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan sapi dan limbah
cairnya sebagai bahan input produksi biogas. Industri kecil pendukung juga dapat
berkembang, seperti industri bata merah, industri kompor gas, industri lampu
penerangan, pemanas air dan sebagainya. Sehingga pengembangan teknologi
biogas secara langsung maupun tidak langsung diharapkan dapat menciptakan
lapangan kerja baru di pedesaan.
Pemanfaatan biogas sebagai sumber energi pada industri kecil berbasis pengolahan
hasil pertanian dapat memberikan multiple effect dan dapat menjadi penggerak
dinamika pembangunan pedesaan. Selain itu, dapat juga dipergunakan untuk
meningkatkan nilai tambah dengan cara pemberian green labelling pada produk-
produk olahan yang di proses dengan menggunaan green energy.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Pengolahan Limbah Ternak menjadi Biogas.


http://gayul.wordpress.com/. Diakses pada hari Senin, 22 Maret 2010 jam 14.00
WIB.
Anonim, 2010. Biogas.
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Istimewa:Masuk_log&returnto=Biogas.
Diakses pada hari Rabu, 24 Maret 2010 jam 17.00 WIB.
Anonim. 2010. Cara Membuat Biogas dari Kotoran Sapi. http://pb-
jlarem.blogspot.com/2010/02/cara-membuat-biogas-dari-kotoran-sapi.html. Diakses
pada hari Rabu, 24 Maret 2010 jam 17.10 WIB.
Departemen Pertanian. 2009. Pemanfaatan Limbah dan Kotoran Ternak menjadi
Energi Biogas. Seri Bioenergi Perdesaan: Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian.
Departemen Pertanian
Haryati, Tuti. 2006. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumbar Energi
Alternatif. Wartazoa Vol 16 no 3 tahun 2006.
Personalia Perusahaan
Tuesday, April 06, 2010 7:24 PM
Tugas Ilmu Ekonomi Perusahaan Peternakan

PERSONALIA PERUSAHAAN

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh:
1. Febri Isra H H0507000
2. Kurniasih N H0507000
3. Hary Setiawan H0507044
4. Muji Sumiyati H0507054
5. Novi Dwi I H0507056

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENDAHULUAN

Manajemen sumber daya manusia merupakan manajemen yang khusus


mempelajari bidang personalia atau kepegawaian. Oleh sebab itu, manajemen
personalia dapat diberikan pengertian sebagai berikut; suatu ilmu dan seni untuk
melaksanakan antara lain planning, organizing, controlling, sehingga efektifitas dan
efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal mungkin.
Memang sukses tidaknya suatu perusahaan atau instansi tidak hanya tergantung
pada kegiatan bidang personalia, tetapi peranannya cukup besar. Namun
sebenarnya, manajemen personalia telah diterapkan oleh nenek moyang kita, hal
ini ditandai dengan bangunan Borobudur, Piramida di Mesir, dan sebagainya.
Karena situasi dan kondisi berubah serta kebutuhan mendesak sejak abad ke 20,
manajemen personalia mulai dikembangkan dan diusahakan untuk diterapkan.

ISI

Kata Manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno ménagement, yang memiliki arti
seni melaksanakan dan mengatur. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan
dan diterima secara universal. Mary Parker Follet, misalnya, mendefinisikan
manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini
berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain
untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu, Ricky W. Griffin mendefinisikan
manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals)
secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan
perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara
benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal; dalam berbagai bidang seperti
industri, pendidikan, kesehatan, bisnis, finansial dan sebagainya. Dengan kata lain
efektif menyangkut tujuan dan efisien menyangkut cara dan lamanya suatu proses
mencapai tujuan tersebut.
Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di
dalamnya. Pada umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal
masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian
(organizing), fungsi pengarahan (directing) dan fungsi pengendalian (controlling).
Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf).
Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai
semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang
maksimal.
Ilmu manajemen merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang disistemisasi,
dikumpulkan dan diterima kebenarannya. Hal ini dibuktikan dengan adanya metode
ilmiah yang dapat digunakan dalam setiap penyelesaian masalah dalam
manajemen. Namun selain itu, beberapa ahli seperti Follet menganggap
manajemen adalah sebuah seni. Hal ini disebabkan karena kepemimpinan
memerlukan kharisma, stabilitas emosi, kewibawaan, kejujuran, kemampuan
menjalin hubungan antara manusia yang semuanya itu banyak ditentukan oleh
bakat seseorang dan sulit dipelajari.
Dalam makalah ini, akan diberikan gambaran mengenai pembahasan-pembahasan
tentang Manajemen Personalia, yang ada antara lain :
1. Analisa jabatan
2. Seleksi
3. Latihan
4. Mutasi
5. Promosi
6. Kompensasi
7. Semangat dan kegairahan kerja
8. Pemutusan hubungan kerja

PEMBAHASAN

Sebenarnya manajemen personalia adalah manajemen yang mengkhususkan diri


dalam bidang personalia atau dalam kepegawaiaan. Oleh karena itulah manajemen
personalia dapat didefenisikan sebagai berikut: Manajemen personalia adalah suatu
ilmu dan seni untuk melaksanakan antara lain planning, organizing dan kontroling
sehingga efektifitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan semaksimal
mungkin. Memang harus kita ketahui bahwa sukses tidaknya suatu
perusahaan/instansi tidak hanya tergantung dari kegiatan dalam bidang personalia,
meskipun demikian peranan manajemen personalia cukup besar andilnya terhadap
sukses tidaknya perusahaan tersebut.
Manajemen personalia telah dilaksanakan sejak dulu oleh nenek moyang kita, hal
ini terbukti dengan adanya bangunan seperti Borobudur, Piramid di Mesir dan
sebagainya. Meskipun demikian karena situasi dan kondisi berubah serta kebutuhan
yang mendesak, maka sejak abad ke-20 manajemen personalia mulai
dikembangkan dan diusahakan untuk diterapkan.
Untuk dapat mengembangkan manajemen personalia maka kita harus sadar bahwa
manusia bukanlah benda mati sebab manusia mempunyai perasaan, mereka dapat
gembira dan sakit hati , mereka dapat senan dan susah , mereka bukan hanya
memerlukan kebutuhan materi tetapi juga mereka juga sering mengharapkan
penghargaan dan pengakuaan .
Tugas-tugas manajemen personalia adalah mencakup:
1. Menetapkan analisa jabatan
2. Menarik karyawan
3. Seleksi
4. Melatih
5. Menempatkannya
6. Memberikan kompensasi yang adil dan merata
7. Memotivasi karyawan

A. ANALISA JABATAN
Analisa jabatan/job analysis adalah suatu kegiatan untuk memberikan analisa pada
setiap jabatan sehingga dengan demikian akan memberikan pula gambaran
tentang syarat-syarat yang diperlukan bagi setiap karyawan untuk jabatan tertentu.
Hal ini berarti akan merupakan landasan atau pedoman untuk penerimaan dan
penempatan karyawan, di samping sebagai landasan atau pedoman kegiatan
lainnya dalam bidang manajemen personalia.
Sebenarnya analisa jabatan adalah juga merupakan informasi tentang jabatan itu
sendiri dan syarat-syarat yang diperlukan untuk dapat memangku jabatan tersebut
dengan baik. Tentang jabatan itu sendiri ditunjukan dalam gambaran jabatan atau
deskripsi jabatan sedangkan tentang syarat-syarat yang diperlukanh informasi
jabatan ditujunjukan dalam syarat-syarat jabatan. Dengan demikian berarti
pengertian analisa jabatan yang pokok terdiri dari 2 hal yaitu:
1. Deskripsi jabatan /job description
2. Syarat-syarat jabatan/job specification
Deskripsi jabatan adalah penjelasan tentang suatu jabatan, tugas-tugasnya,
tanggung jawabnya, wewenangnya dan sebagainya.
Syarat-syarat jabatan dibuat berdasarkan skripsi jabatan jadi syarat jabatan adalah
merupakan suatu informasi tentang syarat-syarat yang diperlukan. Untuk membuat
deskripsi jabatan agar tidak menimbulkan kesimpangsiuran serta dobel pekerjaan,
maka dalam membuat deskripsi jabatan tidak boleh dilepaskan dengan deskripsi
jabatan keseluruhan jabatan.
Analisa jabatan sebenarnya dapat dipakai juga sebagai landasan atau pedoman
untuk penerimaan dan penempatan karyawan serta penentuan jumlah kebutuhan
karyawan. Selain sebagai landasan hal-hal tersebut di atas, maka analisa jabatan
dapat juga dipakai sebagai landasan kegiatan-kegiatan lain dalam bidang
personalia, yang diantaranya:
1. Sebagai landasan untuk melaksanakan mutasi
2. Sebagai landasan untuk melaksanakan promosi
3. Sebagai landasan untuk melaksanakan latihan/training
4. Sebagai landasan untuk melaksanakan kompensasi
5. Sebagai landasan untuk melaksanakan syarat-syarat lingkungan kerja
6. Sebagai landasan untuk melaksanakan pemenuhan kebutuhan peralatan

B. SELEKSI
Seleksi adalah kegiatan suatu perusahaan untuk dapat memilih karyawan yang
palinmg tepat dan dalam jumlah yang tepat pula dari calon-calon yang dapat
ditariknya. Untuk dapat memilih karyawan yang paling tepat dan dalam jumlah
yang tepat pula, maka diperlukan suatu metode seleksi yang tepat pula.
Seleksi berhubungan erat dengan analisa jabatan. Hal ini terjadi karena karyawan
atau pegawai yang diseleksi tersebut harus disesuaikan dengan analisa jabatan
yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun hal-hal yang diseleksi meliputi:
a. Pendidikan
b. Pengalaman
c. Pengetahuan
d. Kecerdasan
e. Kesehatan
f. Umur
g. Bakat
h. Kepribadian
i. Jenis kelamin, dan lain sebagainya
Setiap perusahaan harus dapat melakukan seleksi secara efeksif dan efisien,
dengan demikian metode seleksi yang dilaksanakan tersebut harus dapat memilih
atau menetapkan karyawan yagn paling tepat. Meskipun demikian amsalah efisiensi
dalam pelaksanaan metode seleksipun perlu diperhatikan. Efisiensi di sini adalah
dalam arti pengorbanan uang, energi, waktu dan sebagainya.
Dalam melakukan seleksi perlu memperhatikan beberapa hal yaitu :
a. Seleksi harus efektif dan efisien
b. Seleksi harus memperhatikan peraturan dan ketentuan pemerintah yang berlaku
c. Petugas seleksi harus jujur dan efektif
d. Keahlian petugas seleksi tidak boleh diabaikan
e. Pengertian "orang yang tepat pada tempat yang tepat" harus diartikan secara
dinamis
Bagaimanapun usaha kita dalam melakukan seleksi masih ada kemungkinan
terjadi kekeliruan, maka perlu adanya masa percobaan untuk mengurangi resiko
yang mungkin timbul.

C. LATIHAN
Latihan/training adalah suatu kegiatan dari perusahaan yang bermaksud untuk
dapat emperbaiki dan memperkembangkan sikap tingkah laku, keterampilan dan
pengetahuan dari para karyawan sesuai dengan keinginan dari perusahaan yang
bersangkutan. Proses latihan dilaksanakan setelah terjadi penerimaan karyawan
sebab latihan hanya diberikan pada karyawan dari perusahaan yang bersangkutan.
Sebenarnya peranan latihan saat ini makin menonjol setelah ada kecendrungan
bagi perusahaan untuk menerima juga karyawan yang belum berpengalaman. Ini
mungkin berdasarkan pertimbangan bahwa cara ini mungkin lebih baik. Ataupun
mungkin pertimbangan bahwa usaha mendapatkan karyawan yang sudah
berpengalaman agak sulit karena pada umumnya mereka sudah bekerja pada
perusahaan yang lain.
Ada beberapa sasaran yang ingin dicapai dengan mengadakan latihan yang antara
lain sebagai berikut:
a. Pekerjaan diharapkan lebih cepat dan lebih baik
b. Penggunaan bahan dapat lebih hemat
c. Penggunaan mesin dan peralatan diharapkan dapat lebih lama
d. Angka kecelakaan diharapkan lebih kecil
e. Tanggung jawab diharapkan lebih besar
f. Biaya produksi diharapkan lebih rendah
g. Kelangsungan perusahaan diharapkan lebih terjamin
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan latihan adalah sebagai berikut:
a. Mengurangi pengawasan
b. Meningkatkan rasa harga diri
c. Meningkatkan kerja sama antar pegawai
d. Memudahkan pelaksanaan mutasi dan promosi
e. Memudahkan pelaksanaan pendelegasian wewenang
Dalam melaksanakan latihan, pasti memiliki efek samping yang timbul yang tidak
diingini yaitu:
a. Hilangnya sebagian waktu yang produktif
b. Biaya yang terlalu tinggi
c. Harapan dari karyawan yang terlalu besar
d. Berpindahnya karyawan yang telah mendapat latihan.
Dalam pelaksanaan latihan tidak ada ketentuan secara mutlak mana yang lebih
baik antara melaksanakan latihan/training sendiri atau menyerahkan latihan
tersebut kepada pihak ketiga seperti yang banyak dilakukan oleh perusahaan pada
saat ini. Karena semua itu tergantung pada situasi dan kondisi serta tujuan masing-
masing.
Suatu metode yang tepat misalnya akan sia-sia apabila instrukturnya tidak dapat
menyampaikan pelajaran-pelajaran dengan baik kepada mereka yang diajar. Oleh
karena itu dalam penyelenggaraan latihan kita harus hati-hati dalam memilih
instruktur.

D. MUTASI
Mutasi adalah merupakan suatu kegiatan rutin dari suatu perusahaan untuk dapat
melaksanakan prinsip "the right man on the right place". Dengan demikian mutasi
yang dijalankan oleh perusahaan agar pekerjaan dapat dilakukan secara lebih
efektif dan efisien.
Untuk melaksanakan mutasi antara lain dapat didasarkan kepada alasan yaitu:
kemampuan kerja, rasa tanggung jawab, kesenangan dan sebagainya. Agar mutasi
dan pemindahan yang kita laksanakan dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
maka perlu adanya evaluasi pada setiap pekerja terus menerus secara obyektif.
Untuk pelaksanaan harus didasarkan pada pertimbangan yang matang, sebab bila
tidak demikian maka mutasi yang dilakukan itu bukannya merupakan tindakan
yang menguntungkan tetapi justru merugikan perusahaan tersebut. Dalam
melaksanakan mutasi maka perusahaan tersebut harus mengusahakan sedemikian
rupa, sehingga mutasi tersebut tidaklah dirasakan sebagai suatu hukuman oleh
karyawan yang bersangkutan.
Dalam rangka usaha untuk memacu persaingan sehat agar para karyawan lebih
berprestasi dalam kerjanya, maka kita dapat melaksanakan mutasi agar persaingan
sehat dpat tercapai. Dalam rangka tujuan jangka panjang, maka mutasi hendaknya
ditujukan untuk persiapan daloam pelaksanaan promosi, sehingga untuk itu
pemilihan orang yang akan dipromosikan adalah kader-kader yang akan
dipromosikan.
Karena pelaksanaan mutasi menyangkut bidang-bidang lain secara berantai, maka
dalam melaksanakan mutasi hendaknya secara terkoordinir.

E. PROMOSI
Promosi dan mutasi adalah kedua-duanya merupakan pemindahan karyawan dari
suatu jabatan ke jabatan yang lain. Promosi adalah proses kegiatan pemindahan
karyawan dari suatu jabatan ke jabatan yang lain yang lebih tinggi.
Pada umumnya promosi selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang
yang lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya, dan pada umumnya
promosi juga diikuti oleh peningkatan income serta fasilitas-fasilitas yang lain.
Dalam pelaksanaan promosi harus memperhatikan syarat-syarat tertentu antara
lain pengalaman, tingkat pendidikan, loyalitas, kejujuran dan sebagainya.
Agar promosi yang dilakukan tidak terjadi kesalahan maka evaluasi harus
dilakukan secara rutin, lengkap dan obyektif, dan agar dalam pelaksanaan promosi
moral yang tinggi selalu dapat terjaga,maka hendaknya dapat selalu ditetapkan
syarat-syarat promosi yang tegas dan jelas.
Pelaksanaan promosi juga memiliki efek samping, yang kadang kala tidak bisa
dihindarkan. Adapun efek samping tersebut yaitu:
a. Timbulnya kesalahan dalam promosi
b. Adanya ras iri hati antar pegawai yang dipromosikan dengan yang tidak
dipromosikan
c. Berkesan pelaksanaan promosi yang dipaksakan
Adapun syarat-syarat yang perlu ditetapkan dalam melaksanakan promosi yaitu:
a. Pengalaman
b. Tingkat pendidikan
c. Loyalitas
d. Kejujuran
e. Tanggung jawab
f. Kepandaian bergaul
g. Prestasi kerja
h. Inisiatif dan kreatif
Syarat-syarat promosi ini harus dinyatakan secara tegas. Untuk dapat
dipromosikan maka perlu setiap karyawan memenuhi syarat-syarat yang telah
ditetapkan. Syarat-syarat tesebut hendaknya menjamin kestabilan perusahaan dan
mampu meningkatkan moral kerja dari para karyawannya. Selain itu dengan
penetapan syarat-syarat yang tegas dan jelas, akan dapat mencegah dan
meminimalkan kemungkinan timbulnya pilih kasih di dalam melaksanakan promosi.

F. KOMPENSASI
Kompensasi adalah balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para
karyawannya yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecendrungan
diberikan secara tetap. Kompensasi ini adalah merupakan masalah yang penting
karena justru adanya kompensasi seseorang mau menjadi karyawan dari suatu
perusahaan tetentu.
Masalah kompensasi bukan hanya penting karena merupakan dorongan utama
seseorang menjadi karyawan, tetapi besar pula pengaruhnya terhadap semangat
dan kegairahan kerja mereka. Agar kompensasi yang diberikan mempunyai dampak
yang positif maka minimal jumlah yang diberikan haruslah dapat memenuhi
kebutuhan secara minimal, serta sesuai dengan peraturan yang sedang berlaku.
Selain harus dapat memenuhi kebutuhan minimal, maka kompensasi yang diberi
hendaknya dapat mengikat mereka, sebeb dengan demikian peraturan keluar
masuknya karyawan dapat ditekan sekecil mungkin. Kompensasi yang diberikan
harus mampu pula meningkatkan semangat dan kegairahan kerja, sehingga
efektivitas dan efisiensi karyawan dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk
dapat meningkatkan semangat dan kegairahan kerja maka dalam menetapkan
jumlah kompensasi haus selalu bersifat dinamis, artinya sesuai dengan
perkembangan situasi dan kondisi.
Suatu kompensasi yang dirasakan tidak adil dapat menimbulkan keresahan dengan
akibatnya, meskipun dibandingkan dengan perusahaan yang lain jumlah
kompensasi yang diberikan telah lebih tinggi.
Biasanya kompensasi yang diberikan didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
yaitu:
a. Berat ringannya pekerjaan
b. Sulit mudahnya pekerjaan
c. Besar kecilnya resiko pekerjaan
d. Perlu tidaknya keterampilan dalam pekerjaan

G. SEMANGAT DAN KEGAIRAHAN KERJA


Semangat dan kegairahan kerja pada hakekatnya adalah merupakan perwujudan
dari moral yang tinggi. Bahkan ada yang mengidentikan atau menterjemahkan
secara bebas, moral kerja yang tinggi adalah semangat dan kegairahan kerja.
Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat. Sedang kegairahan
kerja adalah kesenangan kerja yang mendalam terhadap pekerjaan. Bahkan
turunnya/rendahnya semangat dan kergairahan kerja sebenarnya dapat diketahui
dengan jalan melihat indikasi-indikasi yang mungkin yang mungkin timbul yaitu
antara lain turun/rendahnya produktivits kerja, tingkat absensi yang naik/tinggi dan
sebagainya. Sebab turunnya semangat dan kegairahan kerja harus kita ketahui
sebab dengan demikian dapat meningkatkan kegairah kerja.
Pada umumnya turunnya semangat dan kegairahan kerja karena ketidakpuasan
pegawai/karyawan yang bersangkutan baik secara materi maupun non materi.
Untuk dapat meningkatkan semangat dan kegairahan kerja maka dapat dilakukan
antara lain dengan dengan jalan: memberikan gaji cukup, memperhatikan
kebutuhan rohani, memberikan kesempatan pada mereka untuk maju, sekali perlu
menciptakan suasana santai, harga diri perlu mendapatkan perhatian, tmpatkan
para karyawan pada posisi yang tepat, berikan kesempatan kepada mereka untuk
maju, perasaan aman untuk menghadapi masa depan, usahan para karyawan
memiliki loyalitas, pemberian insentif yang terarah, fasilitas yang menyenangkan
dan sebagainya.

H. PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA


Pemutusan hubungan kerja atau pemberhentian dapat terjadi setelah karyawan
dapat diterima dalam perusahaan tersebut kemudian keluar atau dikeluarkan.
Pemutusan hubungan kerja pada prinsipnya dapat terjadi karena salah satu atau
kedua belah pihak merasa rugi bilamana hubungan kerja tersebut dilanjutkan.
Pemutusan hubungan kerja membawa akibat beban kewajiban pada perusahaan
yang bersangkutan. Meskipun demikian tidak semua pemutusan hubungan kerja
memberikan beban kewajiban kepada perusahaan.
Sebenarnya kalau kita meneliti secara lebih lanjut, maka pemutusan hubungan
kerja bagaimanapun akibatnya akan tetap merugikan perusahaan atau instansi
tersebut. Untuk memperkecil resiko akibat pemutusan hubungan kerja, maka
perusahaan tersebut dapat melakukan masa percobaan pada karyawan yang telah
diterimanya.
Sebenarnya alasan pemutusan hubungan kerja bukan hanya karena ketidakjujuran
dari para karyawannya, tetapi juga alas an-alasan lain yang dianggap merugikan
misalnya: ketidakmampuan bekerja, malas, pemabuk, tidak patuh, sering absen
dan sebagainya. Pemutusan hubungan kerja ini menurut pandangan dari
perusahaan akan menimbulkan kerugian yang lebih kecil daripada meneruskan
hubungan kerja.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2009. Manajemen Personalia.http://id.wikipedia.org/wiki/manajemen.


Diakses pada hari Rabu, 24 Maret 2009 jam 20.00 WIB.
tanda-tanda keamanan pada makanan
Tuesday, April 06, 2010 7:22 PM
Tanda “ ML” ini merupakan tanda nomor pendaftaran pangan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah (Departemen Kesehatan/Badan POM), yang berarti makanan ini sudah
sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku dan telah memiliki ijin edar.

Tanda “tanpa pengawet” berarti makanan ini dalam proses produksinya tidak
menggunakan bahan pengawet sehingga aman untuk dikonsumsi.
Tanda “halal” berarti bahwa makanan ini sesuai dengan syariat Islam dan dalam
produksinya tanpa menggunakan bahan yang mengandung lemak babi dan dalam
penyembelihannya sesuai dengan syariat Islam.

Tanda “expired date” berarti tanggal yang menunjukkan makanan tersebut masih
memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk dikonsumsi.
Tanggal kadaluwarsa ini merupakan batas akhir makanan ini dijamin mutunya
sepanjang penyimpanannya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh produsen.
Tanda keamanan “keep refrigerator” ini merupakan tanda petunjuk cara
penyimpanan makanan ini yang akan mempengaruhi sifat dan mutu produk pangan
tersebut yaitu harus disimpan dalam kondisi beku.

Tanda “BPOM” merupakan tanda nomor pendaftaran pangan yang dikeluarkan oleh
Pemerintah (Departemen Kesehatan/Badan POM), yang berarti makanan ini sudah
sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku dan telah memiliki ijin edar.
Tanda “halal” dan “MUI” berarti bahwa makanan ini sesuai dengan syariat Islam
dan dalam produksinya tanpa menggunakan bahan yang mengandung lemak babi
dan dalam penyembelihannya sesuai dengan syariat Islam.
Kesehatan Ternak
Tuesday, April 06, 2010 10:17 AM

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan hewan adalah suatu status kondisi tubuh hewan dengan seluruh sel yang
menyusun dan cairan tubuh yang kandungannya secara fisiologis fungsi normal.
Kerusakan sel mungkin terjadi secara normal sebagai akibat proses pertumbuhan
yang dinamis demi kelangsungan hidup, sehingga terjadi pergantian sel tubuh yang
rusak atau mati bagi hewan yang sehat. Di lain pihak, keusakan mungkin saja tidak
mengalami pergantian bagi hewan yang mengalami gangguan karena serangan
penyakit atau gangguan lain yang rusak fungsi sel dan jaringan.

Ayam merupakan komoditi peternakan yang memiliki kontribusi besar terhadap


pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat pada umumnya. Seiring degan
pesatnya pertumbuhan industri perunggasan khususnya ayam petelur, secara
otomatis memerlukan perbaikan dan pengembangan manajemen untuk
keberhasilan suatu usaha peternakan ayam petelur.

Tata laksana pengendalian penyakit adalah faktor penting yang terkait langsung
dengan pelaku usaha peternakan, pada kenyataan dilapangan faktor tersebut
cenderung mendapatkan perhatian yang kurang. Namun demikian dapat dilihat
kenyataan di lapangan bahwa tata laksana pengendalian penyakit yang benar
dalam peternakan ayam memiliki peran yang sangat besar dalam keberhasilan
usaha peternakan ayam. Ayam yang terkena penyakit sangat menurun
produktifitasnya bahkan penyakit yang menular dapat mengakibatkan kematian
ayam yang tinggi, dan akhirnya akan merugikan suatu usaha peternakan ayam.

Pencegahan penyakit adalah suatu tindakan untuk melindungi individu terhadap


serangan penyakit atau menurunkan keganasannya. Vaksin merupakan salah satu
diantara berbagai cara yang efektif untuk melindungi individu terhadap serangan
macam berbagai jenis penyakit tertentu. Tindakan vaksinasi adalah salah satu
usaha agar hewan yang divaksinasi memiliki daya kebal sehingga terlindung dari
serangan penyakit.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak ini adalah :

a. Agar mahasiswa dapat membedakan ayam yang sakit dan sehat.

b. Agar mahasiswa dapat mengetahui jenis vaksin dan cara penggunaannya,


serta mahasiswa dapat melakukan proses vaksinasi.

C. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Ilmu Kesehatan Ternak ini dilaksanakan tanggal 24 Oktober 2009


bertempat di Kandang Percobaan Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta, Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten
Karanganyar.
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesehatan Ternak

Dalam pemeliharaan ternak, salah satu penghambat yang sering dihadapi adalah
penyakit. Bahkan tidak jarang peternak mengalami kerugian dan tidak lagi beternak
akibat adanya kematian pada ternaknya. Upaya pengendalian penyakit pada
hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan melalui cara pemeliharaan
yang baik, sehingga peternak memperoleh pendapatan secara maksimal. Upaya
pengendalian penyakit dapat dilakukan melalui usaha pencegahan penyakit dan
atau pengobatan pada ternak yang sakit. Namun demikian usaha pencegahan
dinilai lebih penting dibandingkan pengobatan (Jahja dan Retno, 1993).

Penyakit coccidiosis dikenal juga dengan istilah penyakit berak darah. Coccidiosis
disebabkan oleh protozoa genus Eimeria. Akibat penyakit coccidiosis ayam
mengalami diare dan radang usus (enteritis). Coccidiosis menyerang ayam muda
dan terjadi di bawah kondisi litter yang hangat dan kelembaban tinggi (litter
basah).Coccidiosis menyebar dalam bentuk sel tunggal (oocysts) yang dikeluarkan
melalui kotoran. Oocysts ini tidak bersifat infeksi dan dapat hidup di luar tubuh
ayam selama 2-4 hari . Jika termakan ayam, oocysts akan menuju ke saluran usus.
Di dalam usus oocysts akan berkembang dan membelah diri. Proses perkembangan
tersebut membutuhkan waktu 4-7 hari. Coccidia menjadi parasit yang hidup di
jaringan epitel dan saluran usus sehingga menyebabkan kerusakan dinding usus.
Perusakan dinding usus disebabkan oleh jumlah oocysts yang terdaapt di saluran
usus cukup banyak sehingga adanya proses perkembanagan oocysts akan
menghancurkan sel-sel jaringan lebih banyak (Fadilah, 2008).

3
Penyakit cestodosis disebabkan oleh cacing pita Choanothaenia infundibulum
yang terdapat di usus halus ayam dan kalkun. Panjang cacing pita dewasa bisa
mencapai 20 cm. Gejala ayam yang terinfeksi cacing ini adalah ayam menjadi lesu,
kurus dan terjadi gangguan syaraf. Cacing pita banyak terdapat di dalam usus halus
sehingga dapat menyebabkan penyumbatan pada usus halus tersebut (Anonimus,
2009).

Cacing pita adalah cacing pipih dorsoventral yang berbentuk pita memanjang dan
memiliki segmen-segmen, merupakan parasit dalam saluran pencernaan. Cacing
pita bersifat hermafrodit yaitu organ reproduksi jantan dan betina terdapat pada
setiap segmen dewasa. Bagian-bagian tubuh cacing pita terdiri dari skoleks, leher,
dan strobilla. Skoleks dilengkapi dengan empat batil isap dan rostellum yang
digunakan sebagai alat untuk menempel pada mukosa usus inangnya. Pada batil
isap dan rostellum dilengkapi juga dengan kait-kait tetapi tergantung pada
spesiesnya. Bagian leher adalah bagian yang paling aktif dalam pembentukan
segmen baru. Strobilla adalah bagian tubuh cacing pita yang paling besar yang
terdiri dari segmen-segmen. Strobilla terdiri dari segmen muda, segmen dewasa
dan segmen gravid. Pertumbuhan normal cacing pita dewasa memiliki tiga stadium
perkembangan segmen yaitu muda (immature), dewasa (mature) dan gravid.
Segmen muda memiliki ciri morfologi yaitu adanya perkembangan awal dari organ
reproduksi, sedangkan segmen dewasa perkembangannya sudah sempurna dan
lengkap. Morfologi segmen dewasa sering digunakan sebagai salah satu kriteria
untuk mengidentifikasi cacing pita. Segmen gravid membentuk kantung-kantung
yang penuh berisi telur. Segmen gravid akan mengalami proses destrobilisasi dan
keluar bersama-sama tinja inang definitif. Tinja inang inilah yang menjadi pembawa
sumber infeksi yang sangat potensial (Retnani, 2007).

Pengendalian penyakit ayam, pengertian dan ruang lingkupnya. Dalam usaha


peternakan ayam dikenal ada tiga perangkat utama yang menentukan kesuksesan
usaha yaitu penggunaan bibit unggul, pemberian ransum yang bermutu,
pelakasanaan tata laksana secara efisien, dan pengendalian penyakit secara benar
dan tepat (Sudarmono, 2003).

Ayam yang sehat antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut, posisi berdiri terlihat
normal tidak lumpuh (bengkak atau bengkok pada kaki dan sayap), kepala dan
wajah tampak normal (tidak bengkak), tidak keluar lendir dari hidung, warna pial
dan jengger terlihat bersih atau kering tidak ada perubahan warna, dan bulu di
sekitar kloaka terlihat bersih atau kering tidak lengket oleh kotoran ayam
(Anonimus, 2009).

Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh ternak, umumnya berupa
berbagai jenis cacing dalam saluran pencernaan. Semua jenis umur ayam
memungkinkan terserang endoparasit. Gejalanya adalah ayam lesu, pucat, kondisi
tubuh menurun, dan dapat mengakibatkan kematian karena komplikasi. Apabila
ayam mati dibedah, pada saluran pencernakannya terdapat banyak cacing dan
terjadi kerusakan pada organ-organ lainnya. Pertumbuhan ayam muda pun
terhambat serta produksi ayam yang tengah bertelur cepat menurun (Sundaryani,
2007).

B. Vaksinasi

Vaksinasi adalah suatu tindakan dimana hewan dengan sengaja dimasuki agen
penyakit (disebut antigen) yang telah dilemahkan dengan tujuan untuk
merangasang pembentukan daya tahan atau daya kebal tubuh terhadap suatu
penyakit tertentu dan aman untuk tidak menimbulkan penyakit. Agen tersebut
biasanya substansi biologis yang terdiri dari sejumlah jasad renik dari jenis penyakit
yang diupayakan untuk dicegah agar tidak menyerang. Apabila kegagalan vaksinasi
terjadi, paramedis harus segera menghubungi dokter hewan untuk melakukan
analisis kegagalan vaksinasi. Dokter hewan akan menetukan apakah vaksinasi
ulang perlu dilakukan (Akoso, 1993).

Cara pemberian vaksin yaitu melalui tetes, suntik/injeksi, melalui air minum, wing-
web, dan semprot. Melalui tetes yaitu dengan tetes mata, hidung, atau mulut.
Melalui injeksi yaitu subcutan/dibawah kulit dan intra muscular/dalam daging atau
otot. Melalui air minum adalah dengan mencampur vaksin dengan air minum, agar
efektif ternak dipuasakan dahulu selama 2 jam sehingga air mengandung vaksin
dapat segera dikonsumsi. Injeksi subcutan dilakukan dengan memberikan vaksin di
daerah leher dengan jarum tidak masuk ke daging melainkan berada diantara
daging dan kulit. Dan cara terakhir adalah semprot, cara ini harus dilakukan ketika
tidak ada angin sedang berhembus ke kandang, sehingga virus dalam vaksin akan
terbang keluar, tidak dihirup oleh ayam. Menurut penelitian terakhir cara inilah
yang terbaik (Rasyaf, 1994).

Anak ayam umur 2-16 minggu (mendekati dewasa kelamin) rawan terhadap
penyakit Marek's. Walaupun dapat juga menyerang unggas lain seperti puyuh,
kalkun dll, namun vaksinasi pasda unggas tersebut tidak lumrah. Ayam dan kalkun
dapat diimunisasi terhadap NCD (New Castle Disease). Vaksin aktif dengan virus
lemah dianjurkan melalui berbagai cara., seperti melalui air minum, tetes mata,
tetes hidung, atau semprot. Sedangkan vaksin inaktif dianjurkan untuk pullet
melalui vaksinasi injeksi intramuscular atau subcutan (Jacob et al., 2006).

Vaksin untuk melawan ND biasanya dibuat dari virus jenis ringan (lentogenic) dan
sedang (mesogenic). Vaksin ini akan memberikan proteksi terhadap semua bentuk
ND. Cara melakukan vaksinasi dengan tetes mata (intra ocular) yaitu melaksanakan
vaksinasi dengan cara meneteskan vaksin ke mata ayam. Vaksinasi ND melalui
suntik daging dilaksanakan dengan cara menyuntikkan vaksin ke dalam daging,
biasanya bagian dada atau paha. Vaksin yang disuntikkan bisa berupa vaksin live
atau vaksin killed (Fadilah et al., 2007).

Jenis-jenis vaksin ND antara lain vaksin ND inaktif / vaksin kill (vaksin yang
mengandung virus yang sudah diinaktifkan) dan vaksin ND aktif yaitu vaksin yang
mengandung virus yang masih hidup atau masih aktif, tetapi sifatnya sudah tidak
ganas lagi bagi ayam yang divaksin. Virus ini tidak lagi dapat membuat ayam yang
divaksin sakit, tetapi merangsang ayam untuk membentuk antibody (zat penolak)
sehingga timbul kekebalan. Berdasarkan jenis virus yang digunakan sebagai bahan,
vaksin aktif ND dibedakan menjadi vaksin lentogenik dan vaksin mesogenik
(Sundaryani, 2007).

Pemberian vaksin ND ini bertujuan mencegah timbulnya penyakit New Castle


Disease pada unggas. Vaksin ini juga dilakukan dengan 3 cara yaitu dengan
pemberian tetes mata, metode injeksi subcutan dan injeksi intramuskuler pada
dada (Anonimus, 2009).

III. MATERI DAN METODE

A. Kesehatan Ternak

1. Materi

a. Ayam hidup

b. Pinset

c. Pisau
d. Gunting

e. Tissue

f. Jarum pentul

g. Kapas

h. Ether

2. Metode

a. Memberi ether pada kapas, kemudian menempelkannya pada hidung ayam


sampai ayam pingsan

b. Setelah ayam pingsan, kemudian membelah ayam pada bagian perut, sayap
difiksasi terlebih dahulu

c. Mengamati organ-organ ayam yang telah dibelah

d. Mengamati tiap organ ayam bentuk dan warnanya

e. Mencatat hasil pengamatan

B. Vaksinasi

1. Materi

a. Automatic injection

b. Alat penggores
c. Spuit

d. Kapas

e. Alkhohol

f. Vaksin cacar

g.

Vaksin ND

h. Vaksin ND La Sota

i. Vitamin, obat, dan anti parasit

2. Metode

a. Mempersiapkan automatic injection

b. Memasukkan vaksin ke automatic injection

c. Mempersiapkan ayam yang akan divaksin

d. Menyuntikkan vaksin ke daerah intramuscular dari ayam


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kesehatan Ternak

1. Hasil

Tabel 1. Pengamatan eksterior

Nama Organ

Keterangan
Penyakit

Mata

Bening

Bulu

Halus, mengkilap

Hidung

Normal

Sikap

Lincah

Gerakan

Lincah
-

Sumber : Laporan Sementara

Tabel 2. Pengamatan organ dalam

Nama Organ

Warna

Bentuk

Penyakit

Lidah

Tenggorokan

Kerongkongan

Tembolok

Proventrikulus

Duodenum
Usus Halus

Usus Besar

Ceca

Pankreas

Hati

Empedu

Ginjal

Limpa

Merah

Merah muda

Putih

Kuning

Merah muda

Merah

Merah
Merah

Merah pucat

Kuning kemerahan

Merah muda

Hijau tua

Merah tua

Merah

Runcing

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal
Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Terdapat cacing pita

Terdapat cacing pipih

-
-

Sumber : Laporan Sementara

2. Pembahasan

Pada praktikum kesehatan ternak ini dapat dilihat pada beberapa organ dalam
keadaan normal seperti pada: lidah, tenggorokan, kerongkongan, tembolok,
proventrikulus, usus besar, ceca, pancreas, hati, empedu, ginjal, dan limpa. Tetapi
pada bagian duodenum terdapat cacing pita dan usus halus terdapat cacing pipih.
Cacing pita tersebut menyebabkan penyakit Cestodosis, sedangkan cacing pipih
menyebabkan penyakit Coccidiosis.

Pada unggas yang terserang cacing pita akan mengalami kekurusan, kelesuan, dan
anemia yang pada akhirnya akan diikuti dengan merosotnya produksi. Siklus hidup
cacing pita yang juga dikenal dengan cestoda pada unggas umumnya melewati
inang perantara/vektor seperti kepiting, kutu air, crustacea dan katak (unggas air).
Sedang pada unggas darat (ayam) lebih sering menggunakan inang perantara
insekta terbang (lalat, kumbang) dan cacing tanah. Karena vektor yang berupa
insekta terbang inilah yang menjadikan cacing pita mudah tersebar secara luas.
Selain itu, telur-telur cacing pita pada umumnya mempunyai kemampuan yang
hebat untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. Melihat akibat yang
ditimbulkannya cukup merugikan, peternak perlu mewaspadai serangan cacing pita
tersebut (Anonimus, 2009).
Menurut F.X Suwarta (1990) yang disitasi oleh Anonimus (2009) pada beberapa
spesies cacing pita yang biasa menyerang unggas dan sering ditemukan di daerah
tropis, yaitu: Davainea proglotina. Ukuran cacing ini sangat kecil, dengan panjang
0,5-3 mm dan mempunyai 3-9 proglotid. Telur-telur yang dihasilkan berada dalam
parenkim dari segmen-segmennya yang telah masak. Ukuran telurnya berdiameter
30-40 mikron. Segmen yang mengandung telur yang masak akan dilepaskan
bersama-sama dengan feses, dan telurnya akan bersifat aktif pada rumput. Telur-
telur tersebut dapat termakan oleh siput/bekicot, dan kemudian berkembang dalam
tubuh bekicot. Untuk unggas yang terserang cacing pita cukup efektif jika diobati
dengan senyawa tin. Di N-butyl tin dilaurate dengan dosis 250 mg dalam pakan
yang diberikan selama 48 jam sangat efektif untuk memberantas raillietina. Untuk
amoebotaenia dan davainea dengan menggunakan dosis 500 mg per kg pakan.

B. Vaksinasi

1. Hasil

Tabel 3. Macam-macam vaksin dan obat-obatan

Vaksin

Dosis

Cara pemberian

ND

1 tetes

Tetes mata

Cacar
ND La Sota

1 goresan

3 ml

Digores pada sayap

Disuntikkan pada paha

B Kompleks

Biosolamin

3 ml

3 ml

Injeksi intramuskular

Injeksi intramuskular

Sumber : Laporan Sementara

2. Pembahasan

Pencegahan suatu penyakit adalah suatu tindakan untuk melindungi individu


terhadap serangan penyakit atau menurunkan keganasannya. Vaksinasi merupakan
salah satu di antara berbagai cara yang efektif untuk melindungi individu terhadap
serangan berbagai macam penyakit tertentu. Tindakan vaksinasi adalah salah satu
usaha agar hewan yang divaksinasi memiliki daya kebal sehingga terlindung dari
serangan penyakit.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan: ternak harus sehat, jenis dan tipe vaksin,
umur ternak dan cara atau metode dalam melakukan vaksinasi, perlakuan terhadap
vaksin dan penanganan ternak sebelum dan setelah vaksinasi. Pada praktikum
yang dilakukan vaksin yang digunakan antara lain : ND (tetes dan injeksi) dan
cacar. Untuk hewan besar diberi vitamin berupa B- kompleks dan Biosolamin.

Vaksin ND ini digunakan untuk mencegah penyakit New Castle Disease dan
Infectious Bronchitis. Cara pemberian vaksin ini ada dua cara yaitu dengan tetes
mata dan suntik injeksi intramuskular pada bagian paha. Perbedaan metode vaksin
ini dikarenakan perbedaan umur ayam yang akan divaksin. Untuk pemberian
vaksin ND secara tetes biasanya dilakukan pada anak ayam di tempat penetasan
atau pada masa brooding (masa penghangatan) di kandang. Vaksin dilarutkan
sesuai dengan konsentrasi dan dosis yang disyaratkan vaksin harus benar-benar
mengenai mukosa mata. Pelarut dituangkan ke dalam botol vaksin sehingga terisi
2/3 dari botol tersebut, botol lalu ditutup dan dikocok sampai rata (dengan cara
goyangkan dengan arah seperti angka delapan). Selanjutnya diteteskan pada
mucosa mata 1 tetes/ ekor sesuai dengan konsentrasi. Vaksin ND dapat juga
diberikan dengan penyuntikan pada intramuscular dada dan sub kutan. Vaksin
tersebut adalah vaksin ND La Sota. Dosis untuk vaksin ND La Sota adalah 3 ml per
ekor dan tidak tergantung dari berat dan umur ayam. Vaksin ini diberikan dalam
jangka 1 tahun sekali.

Jenis-jenis vaksin ND antara lain vaksin ND inaktif / vaksin kill (vaksin yang
mengandung virus yang sudah diinaktifkan) dan vaksin ND aktif yaitu vaksin yang
mengandung virus yang masih hidup atau masih aktif, tetapi sifatnya sudah tidak
ganas lagi bagi ayam yang divaksin. Virus ini tidak lagi dapat membuat ayam yang
divaksin sakit, tetapi merangsang ayam untuk membentuk antibody (zat penolak)
sehingga timbul kekebalan. Berdasarkan jenis virus yang digunakan sebagai bahan,
vaksin aktif ND dibedakan menjadi vaksin lentogenik dan vaksin mesogenik
(Sundaryani, 2007).

Fowl Pox penyebab virus dari famili Pox. Gejalanya terdapat bungkul cacar pada
hidung, pial, dan telinga serta terjadi peradangan pada mulut. Vaksinasi cacar ini
sangat berbeda dengan vaksin-vaksin lainnya. Pemberian vaksin ini dilakukan
dengan metode tusuk sayap. Vaksin ini dikemas dalam satu vial berbentuk cairan
emulsi. Vaksinasi Wing Web (tusuk sayap) dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Pelarut (khusus untuk jenis vaksin tersebut) dituangkan ke dalam botol vaksin
sehingga terisi 2/3 dari botol tersebut. Botol lalu ditutup, dikocok sampai rata.

b. Larutan vaksin dituangkan ke dalam pelarut, lalu botol ditutup dan dikocok
rapat.
c. Jarum penusuk yang sudah disediakan dicelupkan ke dalam larutan vaksin.

d. Lipat sayap ditusuk dari arah sebelah dalam ke arah luar sampai tembus.
Hati-hati jangan samapai menusuk pembuluh darah, tulang, dan otot (daging)
ayam.

(Sundaryani, 2007).

Dalam praktikum, pada vaksinasi fowl pox dilakukan pada ayam umur 10 minggu.
Vaksinasi dilakukan dengan cara:

1. Mensterilkan jarum penusuk terlebih dahulu.

2. Melarutkan vaksin ke dalam botol pelarut dengan mengocoknya.

3. Mencelupkan jarum penusuk pada larutan vaksin.

4. Menggoreskan jarum penusuk pada lipatan sayap ayam.

Pemberian vaksin ini berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit Fowl Pox.

Pada hewan besar seperti sapi, kambing, dan domba diberikan injeksi intramuscular
multivitamin B-complex dan biosolamin. Metode injeksi tersebut pada daerah sub
cutan atau intra muscular. Fungsi dari B-complex adalah untuk metabolisme
karbohidrat, asam lemak dan protein, imunitas, menambah nafsu makan, dan
membantu tumbuh kembang. Dosis yang diberikan sekitar 3 ml per ekor.
Biosolamin juga dilakukan dengan cara injeksi. Fungsi dari pemberian biosalamin
sebagai penguat otot, biasanya ini diberikan pada sapi yang pincang dan habis
melahirkan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat kami ambil dari praktikum Ilmu Kesehatan Ternak adalah
sebagai berikut:

a. Pada organ lidah, tenggorokan, kerongkongan, tembolok, proventrikulus,


usus besar, ceca, pancreas, hati, empedu, ginjal, dan limpa dalam keadaan normal.

b. Pada bagian duodenum terdapat cacing pita dan usus halus terdapat cacing
pipih.
c. Cacing pita menyebabkan penyakit Cestodosis, sedangkan cacing pipih
menyebabkan penyakit Coccidiosis.

d. Pemberian vaksinasi pada unggas dilakukan dengan tiga cara, antara lain :
tetes mata, injection dan goresan. Pemberian vaksin cacar Fowl Pox dilakukan
dengan cara digores pada bagian lipatan sayap. Pemberian vaksin ND dilakukan 2
cara yaitu tetes mata dan injection.

e. Pemberian vaksin Fowl Pox berfungsi untuk mencegah terjadinya penyakit


Fowl Pox. Vaksin ND untuk mencegah penyakit Newcastle Disease dan Infectious
Bronchitis.

f. Pada hewan besar seperti sapi, kambing, dan domba diberikan injeksi
intramuscular multivitamin B-complex dan biosolamin.

g. Fungsi dari pemberian B-complex adalah untuk metabolisme karbohidrat,


asam lemak & protein, imunitas, menambah nafsu makan dan membantu tumbuh
kembang. Fungsi dari pemberian biosalamin sebagai penguat otot.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan sebagai pertimbangan untuk praktikum selanjutnya


adalah :

a. Sebaiknya teknik penyuntikan dilakukan tiap mahasiswa agar mahasiswa


lebih mengerti tekniknya.

b.

14

Sebaiknya peralatan dan bahan yang disediakan lebih lengkap lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Kanisius. Yogyakarta.

Anonim. 2009. Waspada Cacing Pita pada Unggas.


http://www.poultryindonesia.com/. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

. 2009. Kasus Cacingan pada Ayam.


http://infovet.blogspot.com/2009_10_26_archive.html. Diakses pada tanggal 26
Oktober 2009.

. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Cestodosis Pada Ayam


Buras. http//.poultryindonesia. com. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2009.

Fadilah et al., 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta
Selatan.
Fadilah, Roni dan Agustin Polana. 2008. Aneka Penyakit pada Ayam dan Cara
Mengatasinya. Agromedia. Jakarta Selatan.

Jahja dan Retno. 1993. Petunjuk Mendiagnosa Penyakit Ayam. Medion. Bandung.

J.P. Jacob, G.D. Butchaer, and F.B. Mather. 2006. Vaccination of Small Poultry Flock .
University of Florida, Institute of Food and Agricultural Sciences (UF/IFAS) . Florida.

Murtidjo, Bambang Agus. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Kanisius .
Yogyakarta.

Rasyaf, M . 1994. Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadana. Jakarta.

Retnani E & Hadi UK. 2007. Beberapa aspek Cestodosis dan Peran Serangga yang
Berpotensi Sebagai Inang Antaranya pada Ayam Petelur [Laporan Akhir Penelitian].
Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Sudarmono, A.S. 2003. Pedoman Pemeliharaan Ayam Ras Petelur. Penebar Swadaya
. Jakarta.

Sundaryani, T. 2007. Teknik Vaksinasi dan Pengendalian Penyakit Ayam. Penebar


Swadaya. Jakarta.
Gambar 1. Vaksinasi ND

Gambar 2. Vaksinasi ND La Sota

Gambar 3. Cacing pita pada usus halus penyebab penyakit Cestodosis


Gambar 4. Cacing pipih pada usus halus penyebab penyakit Coccidiosis

Ga

Gambar 5. Vaksin yang digunakan pada praktikum


Gambar 6. Peralatan untuk vaksinasi

Gambar 7. Pemberian vitamin pada kambing dan sapi

Вам также может понравиться