Вы находитесь на странице: 1из 6

Demokrasi adalah sebuah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

[1]
Begitulah pemahaman yang paling sederhana tentang demokrasi, yang diketahui oleh
hampir semua orang.[1]

Demokrasi juga adalah adalah bentuk pemerintahan politik dimana kekuasaan


pemerintahan berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau
melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).[2] Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",[3] yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos)
"rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul
pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya
Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.[4]

Berbicara mengenai demokrasi adalah memburaskan (memperbincangkan) tentang


kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab.[5] Ia adalah sistem
manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang
menghargai martabat manusia.[5] Pelaku utama demokrasi adalah kita semua, setiap orang
yang selama ini selalu diatasnamakan namun tak pernah ikut menentukan.[6] Menjaga
proses demokratisasi adalah memahami secara benar hak-hak yang kita miliki, menjaga
hak-hak itu agar siapapun menghormatinya, melawan siapapun yang berusaha melanggar
hak-hak itu.[6] Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang (people rule), dan di dalam
sistem politik yang demokratis warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama
di dalam mengatur pemerintahan di dunia publik.[7] Sedang demokrasi adalah keputusan
berdasarkan suara terbanyak.[8] Di Indonesia, pergerakan nasional juga mencita-citakan
pembentukan negara demokrasi yang berwatak anti-feodalisme dan anti-imperialisme,
dengan tujuan membentuk masyarakat sosialis.[9] Bagi Gus Dur, landasan demokrasi
adalah keadilan, dalam arti terbukanya peluang kepada semua orang, dan berarti juga
otonomi atau kemandirian dari orang yang bersangkutan untuk mengatur hidupnya,
sesuai dengan apa yang dia ingini.[10] Jadi masalah keadilan menjadi penting, dalam arti
dia mempunyai hak untuk menentukan sendiri jalan hidupnya, tetapi harus dihormati
haknya dan harus diberi peluang dan kemudahan serta pertolongan untuk mencapai itu

Prinsip-Prinsip Demokrasi

Setiap prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya negara demokrasi telah
terakomodasi dalam suatu konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.[11] Prinsip-
prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal
dengan "soko guru demokrasi."[12] Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:[12]

1. Kedaulatan rakyat;
2. Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
3. Kekuasaan mayoritas;
4. Hak-hak minoritas;
5. Jaminan hak asasi manusia;
6. Pemilihan yang bebas dan jujur;
7. Persamaan di depan hukum;
8. Proses hukum yang wajar;
9. Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
10. Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
11. Nilai-nilai tolerensi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.

[sunting] Asas Pokok Demokrasi

Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan
hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam
hubungan sosial.[13] Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat 2 (dua) asas pokok
demokrasi, yaitu:[13]

1. Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-


wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan
rahasia serta jurdil; dan
2. Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah
untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.

Ciri-Ciri Pemerintahan Yang Demokrasi

Istilah demokrasi diperkenalkan kali pertama oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk
pemerintahan, yaitu suatu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di
tangan banyak orang (rakyat).[14] Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu
tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia.[14] Ciri-ciri suatu
pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut.[14]

1. Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik,


baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
2. Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
3. Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
4. Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga
perwakilan rakyat.

~ Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang baik

Referensi

1. ^ a b "Membela kebebasan: percakapan tentang demokrasi liberal", Pustaka


Alvabet, 2006, 9793064323, 9789793064321.
2. ^ Democracy Conference. Innertemple.org.uk. Diakses pada 22 Agustus 2010.
3. ^ Demokratia, Henry George Liddell, Robert Scott, "A Greek-English Lexicon",
at Perseus
4. ^ Democracy is people who rule the government directly.BBC History of
democracy
5. ^ a b "Demokrasi Dan Etika Bernegara", Kanisius, 9792119450, 9789792119459.
6. ^ a b R. Eep Saefulloh Fatah, "Mencintai Indonesia dengan amal: refleksi atas fase
awal demokratisasi", Penerbit Republika, 2004, 979321029X, 9789793210292.
7. ^ St Sularto, "Masyarakat warga dan pergulatan demokrasi: menyambut 70 tahun
Jakob Oetama", Penerbit Buku Kompas, 2001, 9797090035, 9789797090036.
8. ^ Zaim Saidi, "Ilusi demokrasi: kritik dan otokritik Islam : menyongsong
kembalinya tata kehidupan Islam menurut amal Madinah", Penerbit Republika,
2007, 9791102074, 9789791102070.
9. ^ Slamet Muljana, "Kesadaran nasional: dari kolonialisme sampai kemerdekaan,
Jilid 2", PT LKiS Pelangi Aksara, 2008, 9791283575, 9789791283571.
10. ^ a b Al-Zastrouw Ng, "Gus Dur, siapa sih sampeyan?: tafsir teoritik atas tindakan
dan pernyataan Gus Dur", Erlangga, 1999, 9794117323, 9789794117323.
11. ^ Aa Nurdiaman, "Pendidikan Kewarganegaraan: Kecakapan Berbangsa dan
Bernegara", PT Grafindo Media Pratama, 979914857X, 9789799148575.
12. ^ a b Aim Abdulkarim, "Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga
Negara yang Demokratis", PT Grafindo Media Pratama, 9797584127,
9789797584122.
13. ^ a b "Pendidikan Kewarganegaraan", Yudhistira Ghalia Indonesia, 9797468135,
9789797468132.
14. ^ a b c "Pendidikan Kewarganegaraan", Yudhistira Ghalia Indonesia, 9797467775,
9789797467777.

Kedaulatan adalah suatu hak eksklusif untuk menguasai suatu wilayah pemerintahan,
masyarakat, atau atas diri sendiri terdapat penganut dalam dua teori yaitu berdasarkan
pemberian dari Tuhan atau Masyarakat [1]. Dalam hukum konstitusi dan internasional,
konsep kedaulatan terkait dengan suatu pemerintahan yang memiliki kendali penuh
urusan dalam negerinya sendiri dalam suatu wilayah atau batas teritorial atau
geografisnya, dan dalam konteks tertentu terkait dengan berbagai organisasi atau lembaga
yang memiliki yurisdiksi hukum sendiri. Penentuan apakah suatu entitas merupakan
suatu entitas yang berdaulat bukanlah sesuatu yang pasti, melainkan seringkali
merupakan masalah sengketa diplomatik.

Beberapa pemikiran mengenai kedaulatan dan pemegang kedaulatan suatu negara setelah
revolusi Perancis dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dalam karyanya Du Contrat
Social Ou Principes Du Droit Politique (Mengenai Kontrak Sosial atau Prinsip-prinsip
Hak Politik) membagi tingkat kedaulatan menjadi dua yaitu de facto dan de jure.

Mayoritas dalam minoritas

maksud pernyataan tadi adalah dimana kaum minoritas mempunyai kekuasaan yang lebih
besar dibandingkan dengan kaum mayoritas.Digambarkan dalam tindakan penjajahan
(expansion).Dimana kaum minoritas yang lebih tangguh , lebih depresif , lebih expansif
bisa untuk menundukan kaum mayoritas yang masih terbelakang dalam hal ilmu ,
pemikiran , dan tindakan,

[sunting] Mayoritas dalam mayoritas


maksud pernyataan tadi adalah dimana kaum mayoritas mempunyai kekuasaan absolut
dimana kaum minoritas tidak diperbolehkan untuk memprotes,menjatuhkan,menduduki
jabatan dalam pemerintahan ataupun strata sosial.Kaum mayoritas menjadi lebih depresif
dan agresif dimana ada sedikit saja kaum minoritas yang melakukan protes maka akan
ditindak dengan hukum maksimum.Seperti negara :

1. Amerika serikat
2. Russia
3. Inggris
4. Perancis
5. China

Minoritas ialah kelompok sosial yang tak menyusun mayoritas populasi total dari voting
dominan secara politis dari suatu kelompok masyarakat tertentu.

Minoritas dapat pula merujuk ke kelompok bawahan maupun marginal. Minoritas


sosiologis tak perlu bersifat numerik sebab dapat mencakup kelompok yang di bawah
normal dengan memandang pada kelompok dominan dalam hal status sosial, pendidikan,
pekerjaan, kekayaan, dan kekuasaan politik.

Istilah "kelompok minoritas" sering diterapkan bersama dengan wacana hak asasi
manusia dan hak kolektif yang mengemuka di abad ke-20.

Konstitusional dari akar kata konstitusi atau Undang-Undang Dasar, dengan demikian
merujuk pada semua langkah politik yang sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di
suatu negara. Karena Undang-Undang Dasar adalah hukum tertinggi dalam suatu negara
maka suatu tindakan konstitusional adalah semua langkah yang sesuai hukum. Tetapi
selanjutnya karena konstitusi diuraikan dalam berbagai undang-undang dan lain peraturan
perundang-undangan, maka sering pemerintah yang mempunyai kewenangan untuk
membuat undang-undang bersama parlemen (di Indonesia Dewan Perwakilan Rakyat)
maka dalam beberapa situasi pelanggaran hukum bisa merupakan pelanggaran terhadap
peraturan di bawah konstitusi sehingga untuk menetapkan apakah suatu undang-undang
tidak bertentangan dengan konstitusi dibentuklah Mahkamah Konstitusi.

Di Indonesia, pada masa pemerintahan Presiden Soeharto yang dikenal sebagai era Orde
Baru, misalnya konstitusi mendapat posisi yang begitu sakral sehingga tidak bisa diubah
barang sekata pun. Tetapi sejak bergulirnya Reformasi telah 4 kali perubahan dilakukan
terhadap konstitusi RI. Bersama dengan perubahan atau amandemen konstitusi tersebut
maka berubah pula batasan tentang tindakan konstitusional. Misalnya dengan
dicantumkannya Hak Asasi Manusia (HAM) dalam konstitusi maka perspektif HAM
menjadi sah sebagai argumen hukum dan politik.

Demokrasi Adalah Menjalani Proses Secara Demokratis


Posted on February 19, 2010 by wartafeminis

Demokrasi Adalah Menjalani Proses Secara Demokratis


Seorang perempuan dengan tulisan singkatnya di wartafeminis.wordpress.com,
menyatakan bahwa Demokrasi adalah kalah dan menang. Ia menuliskan ini terkait
dengan sikap politik saya mendukung demokrasi bagi Koalisi Perempuan Indonesia
untuk Keadilan dan Demokrasi yang dicantumkan dalam blog saya ini.

Sebagai salah seorang yang turut andil dalam proses Kongres 1998 di Yogyakarta saya
berkepentingan dan merasa bertanggung jawab untuk memperjuangkan Koalisi
Perempuan (saya tidak hendak menyebutnya KPI, karena pada awal pendirian, para
penggagas sepakat untuk menyebut Koalisi Perempuan) untuk tetap berada dijalurnya,
Demoraksi dan Feminisme.

Demokrasi dan Feminisme berarti menjalankan segala proses berkegiatan dan


berorganisasi dengan memegang prinsip demokrasi, yaitu kesetaraan, keterbukaan dan
inklusif dan non kekerasan, sedangkan feminisme yang menjadi pijakan Koalisi
Perempuan adalah nilai-nilai non patriarki, musyawarah, dan pencarian pencapaian untuk
suatu yang disepakati bersama: tanpa tekanan, tanpa intimidasi dan tanpa kekerasan.

Apa yang saya saksikan pada Kongres Nasional III Koalisi Perempuan di Depok adalah
bertolak belakang dari prinsip demokrasi dan feminisme yang menjadi pijakan dan
landasan berorganisasi. Jadi sekali lagi, MENEGAKKAN LANDASAN IDEOLOGI
MENEGAKKAN DEMOKRASI bukanlah untuk mencari kekuasaan, tetapi
pembelajaran mendasar Ideologis. Buat mereka yang hidup tanpa pijakan, tanpa
ideology, keuntungan dan pencapaian jangka pendek adalah target utama. Target menjadi
Sekjen dengan deal dan iming-iming materi, dengan black campaign, dengan
menggunakan isu homophobia, bahkan dengan menggunakan infrastruktur yang jelas-
jelas bukan merupakan bagian dari gerakan perempuan.

Demokrasi Harus Berada Di atas

Belajar berdemokrasi berarti belajar untuk tidak merasa diri paling benar, merasa diri
merasa paling berkuasa. Kekuasaan bukanlah tujuan, itu adalah PRINSIP Demokrasi,
kekuasaan adalah jalan menuju kesejahteraan, dalam konteks feminisme demokrasi
adalah jalan menuju kesetaraan dan kebahagiaan semua manusia laki-laki dan
perempuan.

Salah seorang yang menciptakan lambang dan logo Koalisi Perempuan, mengetahui
bahwa isu homophobia dipakai untuk mengambil massa pemilih, membuyarkan pilihan,
menyatakan bahwa, “mereka yang merasa menang dan telah menggunakan isu
homophobia, haruslah berani menyatakan diri bahwa mereka sekarang organisasi ANTI
HAM, organisasi yang bertolak belakang dengan pluralisme”. Hal ini tentu saja benar
mengingat jalan kekuasaan yang ditempuhnya adalah dengan Penafikan hak-hak asasi
manusia, lalu organisasi tersebut tetap akan menggunakan hak-hak asasi manusia dalam
perjuangannya, sangat bertentangan sangat tidak tepat.
Demokrasi prinsipnya adalah keterbukaan dan inklusifitas. Saya menyaksikan sendiri
bagaimana sidang-sidang dalam Kongres Nasional III, forumnya dikuasai oleh mereka
yang “haus kekuasaan”. Banyak anggota Koalisi Perempuan yang hendak menyuarakan
diri dan kepentingannya dibungkam, tidak dikasih mikrofon. Itulah yang menjadi
penyebab adanya perebutan mikrofon. Perembutan mikrofon adalah LAMBANG
PERLAWANAN otoriter pimpinan siding yang tidak membuka peluang hak suara dari
anggota-anggota Koalisi Perempuan yang hendak menyatakan pendapat.

Disamping pembukaman dengan tidak memberikan mikrofon, ruang sidang juga disetting
sedemikian lupa melalui upaya-upaya menyanyikan LAGU-LAGU NASIONAL,
SHOLAWAT NABI untuk menenggelamkan suara-suara kritis mereka yang hendak
mengemukanan pendapat. Yang lebih parah lagi, dan yang sangat mengganggu saya
adalah MENGGUNAKAN LAGU INDONESIA RAYA untuk meredam dan mengatasi
suasana yang sedang hiruk pikuk.

Saya menyaksikan dengan mata kepala sendiri, Masrucha, Sekjen Koalisi Perempuan
priode 2004-2009 tidak ada di ruangan manakala terjadi berbagai ketidak beresan dalam
proses sidang, dan ternyata beliau dihalang-halangi untuk naik ke panggung dan
menggunakan hak suaranya. “alasannya, ia sudah bukan sekjen lagi”.

Suatu hasil yang dicapai tanpa melalui proses demokratis adalah bukan demokrasi, ia
hanya jelmaan otoriterian, rekayasa. Pembuktian-pembuktian perlu dilakukan, akan
tetapi, dalam demokrasi perempuan, musyawarah dan pembuktian oral, lisan adalah
bagian yang integral. Adalah feminis yang berhasil menghadirkan bahwa korban adalah
saksi, bahwa masalalu seorang korban perkosaan tidak dapat dijadikan landasan
pembenaran perlakuan kekerasan dst…

Вам также может понравиться