Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang yang sering
mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka kejadiannya tidak
tinggi. Karena itu selalu pertimbangkan kondisi lain yang membuat seseorang lebih
rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell, diabetes, kelainan jantung
bawaan, malnutrisi, splenektomi, enteropati, terapi imunosupresif dan keganansan.
Penyebab
Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil
mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya
terkait pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal
Klasifikasi Penyakit
Pada awalnya penamaan imunodefisiensi melekat pada nama penemu, tempat kasus
ditemukan, pola imunoglobulin, atau dugaan patomekanisme. Karenanya dapat terjadi
ada dua penamaan pada penyakit defisiensi yang sama, dan sering menimbulkan
kerancuan. Karenanya International Union of Immunological Societies (IUIS, dahulu
WHO Expert Committee) membuat nomenklatur penyakit defisiensi imun primer dan
sekunder seperti pada tabel berikut.
Defisiensi sel T berhubungan dengan absen MHC kelas I dan atau kelas II
(sindrom limfosit telanjang)
Penyakit graft-versus-host
Defisiensi tuftsin
Risiko infeksi pasien dengan mieloma multipel 5-10 kali lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol. Frekuensi infeksi oportunistik pada pasien dengan
keganasan diseminata menandakan adanya defek imun, meskipun sulit membedakan
efek imunosupresif dari penyakit ataupun efek pengobatan. Obat imunosupresif
mempengaruhi beberapa aspek fungsi sel, terutama limfosit dan polimorf, namun
hipogamaglobulinemia berat jarang terjadi. Pasien dengan obat untuk mencegah
penolakan organ transplan juga dapat timbul infeksi oportunsistik meskipun tidak
biasa. Bentuk iatrogenik lain dari defisiensi imun sekunder adalah yang berhubungan
dengan splenektomi.
Terdapat dua jalur masuk utama bagi organisme oportunistik, yaitu orofaring
dan saluran cerna bagian bawah. Paru menjadi tempat tersering dalam infeksi pada
pejamu imunokompromais. Manifestasi klinis berupa demam non-spesifik, dispnea
dan batuk kering dengan gambaran foto dada infiltrat pulmonal. Namun sarana
penunjang seperti sputum dan kultur darah tidak banyak membantu, lebih dipilih bilas
bronkoalveolar, biopsi transbronkial dan biopsi paru terbuka. Pentingnya diagnosis
dini dan tatalaksana sangat ditekankan mengingat infeksi paru pada pasien
imunokompromasi memiliki angka mortalitas lebih dari 50%.
Walaupun penyakit defisiensi imun tidak mudah untuk didiagnosis, secara klinis
terdapat berbagai tanda dan gejala yang dapat membimbing kita untuk mengenal
penyakit ini (Tabel 28-8). Sesuai dengan gejala dan tanda klinis tersebut maka dapat
diarahkan terhadap kemungkinan penyakit defisiensi imun.
Defisiensi antibodi primer yang didapat lebih sering terjadi dibandingkan dengan
yang diturunkan, dan 90% muncul setelah usia 10 tahun. Pada bentuk defisiensi
antibodi kongenital, infeksi rekuren biasanya terjadi mulai usia 4 bulan sampai 2
tahun, karena IgG ibu yang ditransfer mempunyai proteksi pasif selama 3-4 bulan
pertama. Beberapa defisiensi antibodi primer bersifat diturunkan melalui autosom
resesif atauX-linked. Defisiensi imunoglobulin sekunder lebih sering terjadi
dibandingkan dengan defek primer.
Pemeriksaan fisik defisiensi antibodi jarang menunjukkan tanda fisik
diagnostik, meskipun dapat menunjukkan infeksi berat sebelumnya, seperti ruptur
membran timpani dan bronkiektasis. Tampilan klinis yang umum adalah gagal
tumbuh.