Вы находитесь на странице: 1из 22

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Tinjauan Pustaka


Marshmallow diproduksi pertama kali di Perancis di bawah nama Fate de Gulmauve.
Dulu marshmallow merupakan sari buah pekat yang berasal dari akar Althaea
officinalis yang dicampur dengan telur dan gula menjadi seperti foam ringan. Namun
seiring dengan perkembangan jaman, sekarang ini marshmallow bertekstur lebih lembut
dan mempunyai masa simpan yang lebih lama. Whipping dan gelling agent yang
dipakai dalam pembuatan marshmallow juga mengalami perubahan. Sekarang, gelatin
biasanya dipakai dengan putih telur. Sebagai alternatif, ditambahkan pula gum arabic
atau pati untuk meningkatkan tekstur marshmallow (Lees & Jackson, 1973).

Marshmallow diberi nama sesuai dengan tanaman marshmallow, tetapi marshmallow


modern adalah buih yang telah distabilkan dengan gelling agent. Bahan tradisional dari
marshmallow adalah putih telur yang berfungsi sebagai foaming dan gelling agent.
Putih telur ini akan memberi warna dan gel yang lunak. Pada masa sekarang, gelatin
lebih banyak digunakan dan tetap berfungsi sebagai whipping dan gelling agent.
Marshmallow dari gelatin memiliki tekstur lembut dan elastis atau kenyal, tetapi
massanya lebih berat dari yang menggunakan putih telur. Gelling agent yang lain ialah
pektin, agar, dan pati. Semuanya memberi tekstur yang halus dan kenyal seperti gel
(Edward, 2000).

Komposisi utama dalam marshmallow adalah udara dan kandungan air (kelembapan).
Marshmallow mempunyai kandungan air akhir sebesar 12-18%. Fungsi kelembaban dan
udara ini adalah unuk mengontrol kekentalan produk. Udara yang tercampur digunakan
untuk meningkatkan volume dan memperbaiki tekstur. Kandungan air yang tinggi
memungkinkan banyak volume udara yang tercampur dan juga mengendalikan
kekentalan produk. Karena kandungan airnya yang tinggi, marshmallow rentan terhadap
pertumbuhan jamur (Lees & Jackson, 1973).

Marshmallow mempunyai beragam variasi, tapi ini semua berdasarkan formula biasa
yang ada pada nougat tapi dengan kandungan air lebih tinggi dan tanpa penambahan
2

fat. Gula atau glukosa sirup diaerasi dengan gelatin, putih telur, Hyofama atau whipping
agent lainnya dan dikocok menjadi foam dan akan dibuat menjadi seperti permen jeli
lenting berudara. Tekstur marshmallow yang baik adalah agak keras dan elastis serta
mempunyai tekstur yang lembut. Tekstur dari marshmallow ini dipengaruhi oleh
kandungan air akhir, jumlah gelatin yang digunakan, dan kehadiran dari whipping agent
yang lain seperti putih telur. Teksturnya tergantung pada kandungan airnya dan jumlah
dari penambahan gelatin atau whipping agent lainnya (Minifie & Chem, 1982).

Marshmallow dibuat dengan proses dingin. Sirup dasarnya disiapkan dengan pemasakan
dengan konsentrasi yang telah ditentukan. Larutan whipping agent harus ditambahkan
setelah sirup didinginkan pada suhu normal. Karena proses pemasakan yang tidak cukup
untuk mensterilkan bahan, maka diperlukan perhatian khusus pada kebersihan peralatan
(Lees & Jackson, 1973).

Pada saat pemasakan, suhu harus benar-benar dijaga. Hal ini dikarenakan suhu yang
terlalu rendah menyebabkan kembang gula menjadi lengket, tetapi suhu yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan karamelisasi yang akan berpengaruh pada warna dasar
kembang gula. Tahap perebusan yang terlalu tinggi membuat tekstur kembang gula
keras dan mudah hancur (Lees & Jackson, 1980). Suhu yang tinggi dapat merusak
karakteristik dari glukosa sehingga mudah menggumpal (Meiners et al., 1984).

Metode yang biasa digunakan dalam pembuatan marshmallow :


 Metode batch
Gula, sirup glukosa, dan gula invert lainnya dididihkan sampai suhu ± 100°C.
Kemudian campuran didinginkan dan larutan gelling agent ditambahkan. Campuran
dari keduanya dikocok seperlunya sampai agak mengental dan kemudian dicetak
dalam bubuk pati.
 Metode continious manufacture
Campuran gula, sirup glukosa, dan gula invert harus dididihkan sebelum
didinginkan (66°C), gelling dan whipping agent ditambahkan dan campuran tersebut
kemudian dimasukkan ke mesin continious whipping dimana produk akan diaerasi,
diwarnai, dan ditambah flavor (Edward, 2000).
3

Marshmallow mempunyai tekstur yang mungkin keras dan kenyal, lunak dan tidak
lentur, atau lentur dan menjadi panjang ketika ditarik. Marshmallow dapat dibuat
dengan ditaburi pati, dengan dimampatkan atau dialirkan melalui penyalur. Kealamian
dari produk harus diperhatikan pada resep dan proses, di sisi lain ini akan menjadi
subjek akan cacat pada penyimpanan. Graining, fermentasi, kekeringan, dan kerusakan
rasa pada aksi mikrobiologi muncul dari telur dan gelatin (Minifie & Chem, 1982).

Air merupakan komponen penting dalam pembuatan kembang gula, karena air
mempengaruhi penampakan tekstur dan citarasa. Air berfungsi sebagai pelarut bahan-
bahan lainnya. Air yang berlebihan menyebabkan waktu pemasakan menjadi lama,
sehingga akan menurunkan kualitas dan menyebabkan peningkatan biaya energi. Air
yang terlalu sedikit menyebabkan rekristalisasi dalam waktu singkat. Kadar air yang
rendah memberikan chewing characteristics yang rendah (Meiners et al., 1984). Dalam
pembuatan marshmallow, perlu diperhatikan untuk menambahkan jumlah air yang tepat
ke dalam formula. Jika terlalu banyak akan menyebabkan produk menjadi lengket dan
jika terlalu sedikit air yang tersedia maka akan menghasilkan produk yang chewy,
brittle atau kering. Air yang digunakan adalah satu pertiga bagian dari gula yang
digunakan (Hardman, 1989).

Glucose syrup digunakan untuk mengontrol rekristalisasi larutan gula super jenuh dan
memberikan viskositas pada massa kembang gula. Jika jumlah glukosa yang
ditambahkan makin banyak, maka hasil akhir dari produk akan makin lengket dan liat.
Hal ini menyebabkan boiling temperature harus dikurangi untuk mengontrol tekstur
yang liat. Variasi jenis sirup glukosa yang digunakan dalam membuat marshmallow
akan mempengaruhi viskositas, pembentukan warna, dan kehalusan (firmness) produk.
Peningkatan kadar padatan dalam sirup glukosa akan menyebabkan peningkatan
kekenyalan (stretch properties) pada produk, tetapi juga akan menurunkan daya simpan
(Lees & Jackson, 1973). Glukosa yang sering digunakan dalam pembuatan
marshmallow adalah sirup glukosa DE 42. Kemampuan glukosa sirup DE 42 yaitu
dapat memberikan ‘skin’ pada permukaan luar kembang gula, dimana mampu
menghindarkan penetrasi air ke dalam kembang gula. Komposisi gula dan glukosa ini
membentuk tekstur, kemanisan, body, dan bentuk kembang gula (Meiners et al., 1984).
4

Gula pasir berperan sebagai filler atau pengisi dimana gula pasir ini dapat memberikan
tingkat kemanisan yang diperlukan dan mengurangi viskositas atau kekentalan pada
tekstur akhir. Jumlah gula reduksi yang tinggi menyebabkan kualitas menjadi rendah.
Peningkatan jumlah sukrosa akan meningkatkan kekerasan (toughness) dan
menyebabkan graining selama penyimpanan. Selain itu, gula juga berfungsi untuk
menentukan “body” kembang gula tersebut (Meiners et al., 1984). Gula dan glukosa
dilarutkan dalam massa kembang gula dengan menggunakan air. Dengan meningkatnya
suhu maka kelarutan gula juga akan meningkat yang pada akhirnya juga akan
meningkatkan titik jenuh dan konsentrasinya. Gula dan glukosa sangat mudah mengeras
saat perebusan. Jika gula tidak larut sempurna, maka dapat terjadi graining setelah
proses pemasakan selesai. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan perebusan secepat
mungkin (Lees & Jackson, 1980).

Jenis whipping agent dan konsentrasinya merupakan faktor utama yang mempengaruhi
pembuatan marshmallow. Whipping agent berfungsi untuk menahan udara yang masuk
menjadi sebuah produk, menghasilkan keseragaman dispersi dari sel udara pada
kembang gula menuju pada berat spesifik yang lebih rendah, dan menambah modifikasi
pada tekstur. Dan hasil dari whipping agent ini menjadi sifat penting dari kembang gula
seperti marshmallow, angel, coklat batang, dan beragam jenis bahan foam termasuk
frappes, yang terkadang disebut mazettas. Foam yang stabil tidak bisa didapatkan
dengan pengocokan larutan gula dengan konsentrasi tinggi tanpa adanya surface active
agent. Dalam industri permen, ada berbagai macam whipping agent yang digunakan,
antara lain putih telur, gelatin, susu skim, kasein, whey, protein kedelai (Lees &
Jackson, 1973).

Whipping agent yang paling sering dipakai adalah putih telur, karena mempunyai sifat
aerasi yang baik bersama dengan suhu yang stabil berhubungan dengan kemampuannya
untuk membeku. Pembekuan ini dapat diperlambat maupun dicegah ketika dipakai pada
larutan gula dengan konsentrasi tinggi. Putih telur yang terlarut pada sirup gula dengan
konsentrasi 40% tidak membeku sampai mencapai suhu 65oC yang dapat dicapai ketika
putih telur dilarutkan pada sirup 60% akan mencapai suhu 75oC (Lees & Jackson,
1973). Putih telur mengandung seyawa obalalbumen, yaitu protein yang bersifat mampu
membentuk busa (foaming). Pembusaan ini dapat terjadi apabila ada udara atau gas
5

yang terperangkap di dalamnya. Semakin banyak udara atau gas yang terperangkap,
pembusaan juga akan semakin hebat dan hal ini akan ditunjukkan oleh pengembangan
volume dan kekakuan tekstur putih telur. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengocokan putih telur adalah pemisahan kuning telur, jenis wadah serta alat pengocok
(mixer), kecepatan pengocokkan, dan suhu selama proses pengocokan (Kasmidjo,
2004). Pengocokan putih telur harus diperhatikan. Pengocokan yang tidak sempurna
membuat gula tidak larut sempurna. Jika gula tidak larut sempurna terjadi graining
setelah proses pemasakan selesai. Graining ialah proses terbentuknya gelembung-
gelembung udara pada akhir proses (Lees & Jackson, 1973).

Pada marshmallow, gelatin yang digunakan harus mempunyai kualitas yang paling baik
sehingga menghasilkan larutan yang viskositasnya rendah. Kekuatan gel dari gelatin
dapat ditentukan dengan berbagai cara, tapi yang sering digunakan dalam industri
confectionery adalah Bloom Geometer. Semakin tinggi nomor bloomnya, semakin kuat
gel yang terbentuk dari gelatin. Derajat bloom gelatin yang rendah biasanya akan
menghasilkan produk dengan tekstur yang sangat elastik. Tipe yang direkomendasikan
untuk gelatin adalah dengan derajat bloom 200-250, yang mempunyai viskositas rendah
dan gelling agent tinggi. Dalam pembuatan produk yang diaerasi, kekuatan bloom yang
tinggi memungkinkan persentase gelatin yang digunakan rendah sehingga akan
mengurangi viskositas (Lees & Jackson, 1973).

Dalam pembentukan marshmallow, jumlah normal gelatin yang digunakan kira-kira


2%. Gelatin harus ditim sebelum digunakan, sekurangnya 4 bagian air dingin untuk tiap
1 bagian gelatin. Air yang lebih banyak mungkin digunakan bila sesuai dengan formula.
Selama penggelatinan, gelatin bisa ditambahkan langsung ke batch jika temperatur
larutan gula 60°C (140°F) (Lees & Jackson, 1973).

Penambahan gelatin pada massa kembang gula berfungsi untuk meningkatkan tekstur
dan chewing ability. Kekuatan gelling strength pada gelatin ditunjukkan dengan derajat
bloom. Semakin tinggi derajat bloom maka gelling strength makin kuat, viskositas
makin tinggi. Secara komersial biasanya digunakan gelatin 180-260oBloom. Tingginya
konsentrasi gula yang terlarut dalam massa kembang gula akan mengurangi kemampuan
6

gelatin untuk mengembang. Oleh karena itu gelatin tidak ditambahkan dalam bentuk
bubuk secara langsung ke dalam larutan gula (Meiners et al., 1984).

Gelatin tidak boleh dididihkan bersama larutan gula. Hal ini dilakukan agar
kemampuannya membentuk gel tidak hilang karena gelatin memiliki kemampuan untuk
meningkatkan chewing ability. Penambahan gelatin dilakukan dalam bentuk campuran
atau larutan setelah proses pendidihan selesai. Oleh karena itu, ada sedikit resiko di
mana masih ada kontaminasi mikrobia. Keunggulan gelatin dibanding dengan gelling
agent yang lain adalah gelatin merupakan gel yang heat reversible. Selain
mempengaruhi chewing quality, gelatin juga berperan penting sebagai stabilizer untuk
mencegah kristalisasi dan pemisahan emulsi. Gelatin akan menghasilkan kembang gula
yang bertekstur lembut cenderung kenyal seperti karet. Penggunaan gelatin dapat
diganti dengan senyawa pengental (gelling substances) yang berasal dari tumbuhan,
seperti pektin dan agar, yang sering kali memberikan ketahanan yang lebih baik bagi
produk (Minifie & Chem, 1982).

Gelling agent bisa dikombinasikan untuk memperoleh tekstur yang bervariasi. Yaitu
bila gelatin dikombinasikan dengan pektin akan memberi tekstur yang sort dan brittle.
Bila gelatin dikombinasikan dengan pati, akan diperoleh tekstur yang tidak elastik. Dan
bila gelatin dikombinasikan dengan gum arab, maka akan diperoleh tekstur keras dan
kompak (Lees & Jackson, 1973).

Tekstur dan densitas dari marshmallow dapat divariasi dengan penyesuaian dari jumlah
putih telur dan gelatin termasuk gelatinizing agent yang lain atau gum. Gelatinizing
agent yang mungkin digunakan untuk memberi tekstur yang berbeda dari marshmallow
adalah:
 Agar, dilarutkan dalam air mendidih. Kemudian larutan tersebut didinginkan dan
ditambahkan pada larutan putih telur. Agar ini memberi tekstur yang keras pada
marshmallow.
 Gum Arabic, dilarutkan dalam air dingin dengan merendam dan menggerak-
gerakannya kemudian disaring. Gum arabic akan menghasilkan marshmallow yang
memiliki tekstur yang liat dan berserabut (Minifie & Chem, 1982).
7

Flavor adalah bahan yang memberi rasa dan aroma yang menyenangkan. Flavor yang
ditambahkan biasanya dicampurkan dalam massa kembang gula yang masih panas
sambil terus diaduk dengan cepat. Karena sifatnya yang volatile, maka dengan adanya
penambahan bubuk dektrose murni kurang lebih 100-150 per batch, dapat mencegah
terjadinya penguapan flavor. Flavor ini dapat ditambahkan setelah proses pemasakan
berakhir. Flavor bisa terdapat dalam bentuk terlarut dalam solven seperti pada flavor
cair; atau menempel pada bahan padat dengan dikeringkan dengan spray dryer dalam
bentuk flavor padat; atau seperti lemak yang terdapat di dalam susu di mana flavor
terdispersi dalam bentuk butiran dalam cairan yang tidak dapat tercampur sebagai flavor
emulsi. Bisa dikatakan juga bahwa ekstrak flavor dapat ditambahkan ketika larutan telah
cukup dingin untuk diaduk. Flavor yang ditambahkan terasa kuat dikarenakan waktu
pemberian flavor yang tepat, yaitu di mana massa kembang gula sudah tidak terlalu
panas sehingga flavor tidak menguap akibat panas, sebab flavor mempunyai sifat volatil
(Meiners et al., 1984).

Flavor diklasifikasikan menjadi 3 bentuk yaitu :


 Natural flavor adalah flavor yang terdapat di alam. Flavor ini diperoleh dengan cara
ekstraksi, penyulingan, dan pressing. Flavor jenis ini terdapat dalam 3 bentuk, yaitu
cair, serbuk, dan emulsi.
 Natural identical adalah flavor yang benar-benar terdapat di alam tetapi disintesis
secara kimia.
 Artificial sintetic adalah flavor yang tidak ada di alam, dibuat dengan cara sintesis
kimia (Moerdokusumo, 1993).

Bahan pemberi rasa lain yang juga ditambahkan adalah asam sitrat. Penambahan asam
sitrat ini bertujuan untuk memperkaya flavor marshmallow. Penambahan asam dapat
melemahkan kekuatan pembentukkan gel pada gelatin. Hal ini dikarenakan keberadaan
asam yang meningkatkan suhu larutan. Untuk mencegah hal ini, penambahan asam
dilakukan pada saat terakhir setelah pemasakan yang idealnya dilakukan sebelum
pencetakkan untuk mencegah inversi tambahan yang mengakibatkan kelengketan pada
kembang gula. Penggunaan satu atau beberapa jenis asam tergantung dari rasa asam
8

yang dibutuhkan, tapi pada umumnya tidak boleh digunakan lebih dari 8-10 gram per kg
massa gula walau untuk rasa jeruk (Meiners et al., 1984).

Asam sitrat memiliki rasa asam yang lembut (mild) dan kembang gula yang
menggunakan asam ini memiliki flavor yang lebih lembut (smoother), selain itu asam
jenis ini dianggap aman karena seluruhnya diserap oleh tubuh (Lees & Jackson, 1973).
Pati digunakan sebagai gelling agent dari beberapa jenis jellies/gums atau sebagai zat
pengental atau dapat pula memberikan body pada sebuah produk (Minifie & Chem,
1982).

Selain bentuk dan tekstur, warna adalah hal yang amat penting dalam mendukung
penampilan kembang gula. Warna harus menunjukkan atau mengindikasikan rasa dari
produk. Sebagian besar bahan pewarna bersifat larut dalam air. Bahan pewarna biasanya
dijual dalam bentuk bubuk kering, namun juga terdapat dalam bentuk cairan dan pasta.
Pada saat pembuatan kembang gula, bahan pewarna ditambahkan dengan komposisi
yang dibutuhkan ke dalam tempat pendidihan gula. Kualitas pewarna cair pada
umumnya tidak dipengaruhi oleh temperatur selama proses (Meiners et al., 1984).

1.2. Tujuan Praktikum


Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan
marshmallow dalam skala laboratorium, mengetahui bahan yang digunakan dan
pengaruh penambahannya dalam pembuatan marshmallow, dan untuk mengetahui
berbagai permasalahan yang dapat timbul dalam pembuatan marshmallow beserta cara
pemecahannya.
9

2. MATERI METODE

2.1. Materi
2.1.1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah panci, mixer, timbangan analitik,
termometer, kompor, mangkuk, baskom, sendok, gelas ukur, pengaduk, loyang besar,
cetakan, saringan, piping bag, serbet, tissue, dan plastik pengemas.

2.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah 43,75 ml air, 62,5 g gula pasir, 50 g
glukosa, 27,5 ml air panas, 13,75 g gelatin, 10 ml putih telur, 0,125 g asam sitrat, 1 kg
tepung pati, dan flavour.

2.2. Metode
Mula-mula tepung pati disangrai dan disaring dengan saringan. Kemudian loyang besar
dibubuhi dengan tepung pati tersebut. Setelah itu, pada lapisan tepung pati tadi dibentuk
cetakan dengan menggunakan cetakan setengah lingkaran. Setelah cetakan pati selesai
dibuat, putih telur lalu dikocok dengan mixer sampai kaku. Bersamaan dengan itu,
gelatin yang telah dilarutkan dengan air ditim hingga gelatin tersebut menyatu dengan
air. Kemudian gula, glukosa, dan air juga dipanaskan sampai suhunya mencapai 110oC.
Setelah itu, putih telur, gelatin, dan larutan gula-glukosa tadi dicampur dan diaduk
hingga rata. Flavour dan asam sitrat kemudian ditambahkan secukupnya ke dalam
adonan dan diaduk rata. Terakhir, adonan dimasukkan ke dalam piping bag dan dicetak
pada cetakan tepung pati yang telah dibuat tadi. Marshmallow ini lalu didiamkan selama
semalam pada suhu ruang. Setelah marshmallow terbentuk, marshmallow lalu dihias
dan dikemas sesuai selera. Tekstur, rasa, dan kelengketan marshmallow diuji secara
organoleptik. Hasil yang didapat kemudian dicatat dalam tabel pengamatan
10

3. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan pembuatan marshmallow dapat dilihat
pada Tabel.

Tabel. Pengamatan Marshmallow


Kelompok Rasa Tekstur Kelengketan
1 ++ +++ +
2 ++++ ++ ++++
3 +++++ + +++++
4 +++ +++++ ++
5 +++ +++++ +++
6 - - -
7 ++ +++ ++
Keterangan: Tekstur : Rasa :
+ : lunak + : tidak manis
++ : cukup lunak ++ : kurang manis
+++ : cukup keras +++ : cukup manis
+ + + + : keras + + + + : manis
+ + + + + : sangat keras + + + + + : sangat manis

Kelengketan :
+ : tidak lengket
++ : kurang lengket
+++ : cukup lengket
+ + + + : lengket
+ + + + + : sangat lengket

Pada Tabel, dapat dilihat bahwa rasa, tekstur, dan kelengketan marshmallow yang
dibuat oleh tiap kelompok berbeda-beda. Pada kelompok 1 didapatkan tekstur
marshmallow yang cukup keras, rasanya kurang manis, dan tidak lengket. Pada
kelompok 2 didapatkan tekstur marshmallow yang cukup lunak, rasanya manis, dan
lengket. Pada kelompok 3 didapatkan tekstur marshmallow yang lunak, rasanya sangat
manis, dan sangat lengket. Pada kelompok 4 didapatkan tekstur marshmallow yang
sangat keras, rasanya cukup manis, dan kurang lengket. Pada kelompok 5 didapatkan
tekstur marshmallow yang sangat keras, rasanya cukup manis, dan cukup lengket. Pada
kelompok 7 didapatkan tekstur marshmallow yang cukup keras, rasanya kurang manis,
dan kurang lengket.
11

4. PEMBAHASAN

Dulu marshmallow merupakan sari buah pekat yang berasal dari akar Althaea
officinalis yang dicampur dengan telur dan gula menjadi seperti foam ringan. Namun,
marshmallow modern merupakan buih yang telah distabilkan dengan gelling agent.
Sekarang ini marshmallow bertekstur lebih lembut dan mempunyai masa simpan yang
lebih lama (Lees & Jackson, 1973). Dulu marshmallow dibuat dengan menggunakan
putih telur sebagai foaming dan gelling agent. Akan tetapi pada masa sekarang, bahan
yang sering digunakan untuk gelling agent adalah gelatin. Marshmallow yang
menggunakan gelatin memiliki tekstur yang lembut, elastis atau kenyal, akan tetapi
lebih berat bila dibandingkan dengan marshmallow yang menggunakan putih telur
sebagai gelling agentnya (Edward, 2000).

Marshmallow terbuat dari gula, glukosa, gelatin, putih telur, dan air. Gula atau glukosa
sirup diaerasi dengan gelatin, putih telur, Hyofama atau whipping agent lainnya dan
dikocok menjadi foam dan akan dibuat menjadi seperti permen jeli lenting berudara
(Minifie & Chem, 1982). Kandungan air dan udara memiliki peran yang sangat penting
dalam pembuatan marshmallow. Kandungan air sebesar 12-18% dalam marshmallow
ini memungkinkan banyak volume udara yang tercampur dalam marshmallow dan juga
dapat mengendalikan kekentalan produk. Sedangkan udara yang tercampur digunakan
untuk meningkatkan volume dan memperbaiki tekstur (Lees & Jackson, 1973).

Dalam pembuatan marshmallow dikenal dua metode, yaitu metode batch dan metode
continious manufacture. Pada praktikum ini, praktikan membuat marshmallow dengan
metode batch. Metode batch dilakukan dengan mendidihkan gula, sirup glukosa, dan
gula invert lainnya sampai suhu ± 100°C. Setelah itu, campuran didinginkan dan larutan
gelling agent ditambahkan. Campuran dari keduanya dikocok seperlunya sampai agak
mengental dan kemudian dicetak dalam bubuk pati (Edward, 2000).

Marshmallow dibuat dengan proses dingin. Proses dingin di sini berarti bahwa sirup
glukosa yang telah dimasak harus didinginkan pada suhu normal terlebih dahulu
sebelum whipping agent ditambahkan (Lees & Jackson, 1973). Dengan meningkatnya
12

suhu maka kelarutan gula juga akan meningkat yang pada akhirnya juga akan
meningkatkan titik jenuh dan konsentrasinya. Gula dan glukosa sangat mudah mengeras
saat perebusan. Jika gula tidak larut sempurna, maka dapat terjadi graining setelah
proses pemasakan selesai. Hal ini dapat dicegah dengan melakukan perebusan secepat
mungkin (Lees & Jackson, 1980).

Pada awal pembuatan marshmallow, praktikan membuat cetakan tepung pati terlebih
dahulu. Mula-mula tepung pati disangrai kemudian disaring dengan saringan. Setelah
itu, loyang besar yang telah disiapkan dibubuhi dengan tepung pati tersebut. Kemudian
lapisan tepung pati dibentuk dengan menggunakan cetakan setengah lingkaran. Tepung
pati di sini berfungsi sebagai gelling agent atau zat pengental dan sebagai pemberi body
pada marshmallow (Minifie & Chem, 1982).

Setelah membuat cetakan untuk marshmallow, langkah selanjutnya adalah mengocok


putih telur dengan mixer sampai kaku. Putih telur dalam pembuatan marshmallow
berperan sebagai whipping agent yang dapat menahan udara yang masuk menjadi
sebuah produk, menghasilkan keseragaman dispersi dari sel udara pada kembang gula
menuju pada berat spesifik yang lebih rendah, dan menambah modifikasi pada tekstur.
Putih telur digunakan sebagai whipping agent dalam pembuatan marshmallow karena
mempunyai sifat aerasi yang baik bersama dengan suhu yang stabil berhubungan
dengan kemampuannya untuk membeku (Lees & Jackson, 1973).

Pada proses pengocokan putih telur akan terbentuk busa (foam) yang sifatnya kaku.
Busa ini terbentuk karena adanya senyawa obalalbumen yang terkandung dalam putih
telur. Pembusaan ini dapat terjadi apabila ada udara atau gas yang terperangkap di
dalamnya. Semakin banyak udara atau gas yang terperangkap, pembusaan juga akan
semakin hebat dan tekstur putih telur akan semakin kaku serta volumenya semakin
besar. Semuanya ini tergantung pada proses pengocokan telur, dimana pengocokan ini
pun tergantung dengan beberapa faktor, yaitu pemisahan kuning telur, jenis pengocok
yang digunakan, kecepatan pengocokkan, dan suhu selama proses pengocokan
(Kasmidjo, 2004). Pengocokan putih telur harus diperhatikan. Pengocokan yang tidak
13

sempurna dapat menyebabkan terjadinya graining setelah proses pemasakan selesai


(Lees & Jackson, 1973).

Pada pembuatan marshmallow digunakan pula gelatin. Penambahan gelatin berfungsi


untuk meningkatkan tekstur dan chewing ability. Selain mempengaruhi chewing quality,
gelatin juga berperan sebagai stabilizer untuk mencegah kristalisasi dan pemisahan
emulsi. Keunggulan gelatin dibanding dengan gelling agent yang lain adalah gelatin
merupakan gel yang heat reversible. Gelatin akan menghasilkan kembang gula yang
bertekstur lembut cenderung kenyal seperti karet (Minifie & Chem, 1982).

Gelatin yang biasa digunakan dalam pembuatan marshmallow adalah gelatin yang
mempunyai viskositas rendah dan gelling agent tinggi (200-250oBloom) (Meiners et al.,
1984). Semakin tinggi derajat bloomnya, maka gelling strength gelatin akan semakin
kuat dan viskositasnya pun semakin tinggi. Derajat bloom gelatin yang rendah biasanya
akan menghasilkan produk dengan tekstur yang sangat elastik. Dalam pembuatan
produk yang diaerasi, kekuatan bloom yang tinggi memungkinkan persentase gelatin
yang digunakan rendah sehingga akan mengurangi viskositas (Lees & Jackson, 1973).

Dalam pembentukan marshmallow, gelatin yang digunakan kira-kira sebanyak 2%.


Sebelum digunakan gelatin harus ditim terlebih dahulu, sekurangnya 4 bagian air dingin
untuk tiap 1 bagian gelatin (Lees & Jackson, 1973). Hal ini dilakukan agar gelatin tidak
kehilangan kemampuannya untuk membentuk gel. Penambahan gelatin dilakukan dalam
bentuk campuran atau larutan setelah proses pendidihan selesai. Gelatin bisa
ditambahkan langsung ke batch jika temperatur larutan gula 60°C (140°F) (Minifie &
Chem, 1982). Tingginya konsentrasi gula yang terlarut dalam massa kembang gula akan
mengurangi kemampuan gelatin untuk mengembang. Oleh karena itu gelatin tidak
ditambahkan dalam bentuk bubuk secara langsung ke dalam larutan gula (Meiners et al.,
1984).

Gula yang digunakan pada pembuatan marshmallow dipanaskan bersama dengan sirup
glukosa dan air hingga suhunya mencapai 110oC. Hal ini dimaksudkan agar kelarutan
gula bisa meningkat. Pada proses pemasakan sirup, suhu larutan harus dijaga. Suhu
14

yang terlalu rendah menyebabkan kembang gula menjadi lengket, tetapi suhu yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan karamelisasi yang akan berpengaruh pada warna dasar
kembang gula serta membuat tekstur kembang gula menjadi keras dan mudah hancur
(Lees & Jackson, 1980).

Gula pasir dalam marshmallow berperan sebagai filler atau pengisi dimana gula ini
dapat memberikan tingkat kemanisan yang diperlukan dan mengurangi viskositas atau
kekentalan pada tekstur akhir. Selain itu, gula juga berfungsi untuk menentukan “body”
kembang gula tersebut. Semakin banyak jumlah gula yang digunakan, maka akan
meningkatkan kekerasan (toughness) dan menyebabkan graining selama penyimpanan
(Meiners et al., 1984).

Sirup glukosa berfungsi untuk mengontrol rekristalisasi larutan gula dan memberikan
viskositas pada massa kembang gula. Jika jumlah glukosa yang ditambahkan makin
banyak, maka hasil akhir dari produk akan makin lengket dan liat sehingga suhu
pemasakan harus diturunkan untuk mengkontrol tekstur yang liat. Jenis sirup glukosa
yang digunakan dalam membuat marshmallow akan mempengaruhi viskositas,
pembentukan warna, dan kehalusan produk. Peningkatan kadar padatan dalam glukosa
akan meningkatkan kekenyalan pada produk, tetapi juga dapat menurunkan daya
simpan (Lees & Jackson, 1973).

Glukosa yang sering digunakan dalam pembuatan marshmallow adalah sirup glukosa
DE 42. Kemampuan glukosa sirup DE 42 yaitu dapat memberikan ‘skin’ pada
permukaan luar kembang gula, dimana mampu menghindarkan penetrasi air ke dalam
kembang gula. Komposisi gula dan glukosa ini membentuk tekstur, kemanisan, body,
dan bentuk kembang gula (Meiners et al., 1984).

Gula dan glukosa dilarutkan dalam massa kembang gula dengan menggunakan air. Air
dapat mempengaruhi penampakan tekstur dan citarasa kembang gula. Air berfungsi
sebagai pelarut bahan-bahan lainnya. Dalam pembuatan marshmallow, jumlah air yang
ditambahkan harus tepat. Jika terlalu banyak akan menyebabkan produk menjadi
lengket dan jika terlalu sedikit air yang tersedia maka akan menghasilkan produk yang
15

chewy, brittle atau kering. Air yang digunakan adalah satu pertiga bagian dari gula yang
digunakan (Hardman, 1989).

Setelah pemasakan gula-glukosa, larutan seharusnya didinginkan dulu pada suhu


normal, baru kemudian putih telur dan gelatin ditambahkan. Namun, hal ini tidak
dilakukan pada saat praktikum, melainkan langsung dicampurkan. Hal ini dimaksudkan
agar proses cukup steril mengingat telur merupakan bahan mentah tinggi protein yang
rentan terhadap mikroorganisme. Sebab, jika sirup didinginkan, akan dicapai suhu yang
tidak cukup untuk mensterilkan bahan (Lees & Jackson, 1973).

Setelah pencampuran putih telur, gelatin, dan larutan gula-glukosa, flavor dan asam
sitrat ditambahkan secukupnya dan diaduk rata. Flavor adalah bahan yang memberi rasa
dan aroma yang menyenangkan. Penambahan flavor berfungsi untuk menghasilkan
profil flavor tertentu (rasa dan aroma) serta memperkuat profil flavor yang ada. Flavor
yang ditambahkan terasa kuat dikarenakan waktu pemberian flavor yang tepat, yaitu di
mana massa kembang gula sudah tidak terlalu panas sehingga flavor tidak menguap
akibat panas, sebab flavor mempunyai sifat volatil (Meiners et al., 1984).

Asam sitrat yang dipakai dalam marshmallow bertujuan untuk memperkaya flavor
marshmallow (Meiners et al., 1984). Asam sitrat memiliki rasa asam yang lembut (mild)
dan kembang gula yang menggunakan asam ini memiliki flavor yang lebih lembut
(smoother). Selain itu, asam jenis ini dianggap aman karena seluruhnya diserap oleh
tubuh (Lees & Jackson, 1973). Flavor dan asam sitrat ditambahkan setelah proses
pemasakan berakhir. Penambahan flavor dilakukan terakhir karena flavor mempunyai
sifat volatil, yaitu mudah menguap akibat panas. Sedangkan asam dapat melemahkan
kekuatan pembentukkan gel karena keberadaan asam yang meningkatkan suhu larutan.
Untuk mencegah hal ini, penambahan asam dilakukan pada saat terakhir setelah
pemasakan untuk mencegah inversi tambahan yang mengakibatkan kelengketan pada
kembang gula. (Meiners et al., 1984). Langkah terakhir adalah memasukkan adonan ke
dalam piping bag dan dicetak pada cetakan yang telah dibuat tadi.
16

Dari percobaan tersebut, didapatkan hasil yang bervariasi antara kelompok yang satu
dengan kelompok yang lain. Intensitas rasa, tekstur, dan kelengketan marshmallow yang
dibuat oleh tiap kelompok berbeda-beda. Untuk rasa, kelompok 1 dan 7 mendapatkan
rasa marshmallow yang kurang manis. Kelompok 2 mendapatkan rasa marshmallow
yang manis. Kelompok 3 mendapatkan rasa marshmallow yang sangat manis.
Sedangkan untuk kelompok 4 dan 5 mendapatkan rasa marshmallow yang cukup manis.
Perbedaan rasa dari setiap kelompok dapat disebabkan oleh perbedaan jumlah flavour
dan asam sitrat yang ditambahkan ke dalam adonan, waktu pemberian flavour yang
berbeda-beda pada tiap kelompok, dan kecepatan pengadukan saat flavour ditambahkan.
Pada saat flavour ditambahkan, adonan marshmallow harus terus diaduk dengan cepat
agar campuran flavournya merata. Flavor yang ditambahkan terasa kuat dikarenakan
waktu pemberian flavor yang tepat, yaitu di mana massa kembang gula sudah tidak
terlalu panas sehingga flavor tidak menguap akibat panas, sebab flavor mempunyai sifat
volatil (Meiners et al., 1984).

Untuk tekstur, kelompok 1 dan 7 mendapatkan tekstur marshmallow yang cukup keras.
Kelompok 2 mendapatkan tekstur marshmallow yang cukup lunak. Kelompok 3
mendapatkan tekstur marshmallow yang lunak. Sedangkan kelompok 4 dan 5
mendapatkan tekstur marshmallow yang sangat keras. Perbedaan tekstur yang terjadi
dapat disebabkan karena perbedaan penambahan jumlah gelatin yang mungkin
dikarenakan adanya perbedaan penimbangan yang dilakukan setiap kelompok. Faktor
lain yang dapat mempengaruhi adalah kesempurnaan pelarutan gelatin yang berbeda
antarkelompok, atau gelatin sudah kehilangan kekuatan gel-nya akibat dipanaskan
(Minifie & Chem, 1982). Selain itu juga disebabkan karena kesalahan penambahan
asam yang tidak dilakukan di akhir proses pembuatan. Penambahan asam dapat
melemahkan kekuatan pembentukkan gel pada gelatin. Kerusakan ini terjadi karena
keberadaan asam yang meningkatkan suhu larutan (Meiners et al., 1984).

Sedangkan untuk kelengketan, kelompok 1 mendapatkan marshmallow yang tidak


lengket. Kelompok 2 mendapatkan marshmallow yang lengket. Kelompok 3
mendapatkan marshmallow yang sangat lengket. Kelompok 4 dan 7 mendapatkan
marshmallow yang kurang lengket. Sedangkan kelompok 5 mendapatkan marshmallow
17

yang cukup lengket. Perbedaan kelengketan tiap kelompok dapat disebabkan karena
penambahan air yang berlebih dan gelatin. Gelatin dengan 150 Bloom diharapkan dapat
memperkuat gel yang dihasilkan. Dengan kekutan gel yang makin tinggi membuat
marshmallow yang dihasilkan menjadi kenyal. Tingkat kekenyalan yang berbeda ini
dikarenakan gel yang dihasilkan berbeda (Minifie & Chem, 1982).

Dari percobaan tersebut, ada beberapa kesalahan yang praktikan lakukan. Kesalahan
tersebut terlihat pada marshmallow yang dihasilkan, di mana baik tekstur, rasa, maupun
kelengketan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari percobaan, seharusnya
dihasilkan marshmallow yang teksturnya agak keras dan elastis serta lembut, rasanya
manis, dan kenyal. Tekstur dari marshmallow ini dipengaruhi oleh kandungan air akhir,
jumlah gelatin yang digunakan, dan kehadiran dari whipping agent yang lain seperti
putih telur. Tekstur marshmallow yang baik ini didapat jika dalam pembuatan
marshmallow digunakan komposisi yang tepat (Minifie & Chem, 1982).

Selain bentuk dan tekstur, warna adalah hal yang amat penting dalam mendukung
penampilan marshmallow. Warna harus menunjukkan atau mengindikasikan rasa dari
produk. Sebagian besar bahan pewarna bersifat larut dalam air. Bahan pewarna biasanya
dijual dalam bentuk bubuk kering, tetapi juga terdapat dalam bentuk cairan dan pasta.
Pada saat pembuatan marshmallow, bahan pewarna ditambahkan dengan komposisi
yang dibutuhkan ke dalam tempat pendidihan gula. Kualitas pewarna cair pada
umumnya tidak dipengaruhi oleh temperatur selama proses (Meiners et al., 1984).
18

5. KESIMPULAN

 Marshmallow merupakan jenis kembang gula yang memiliki tekstur yang lembut,
elastis, dan kenyal.
 Marshmallow dapat dibuat dengan dua metode, yaitu metode batch dan metode
continious manufacture.
 Marshmallow terbuat dari gula, glukosa, gelatin, putih telur, dan air.
 Marshmallow dibuat dengan menggunakan whipping agent dan gelling agent.
 Komposisi utama dalam marshmallow adalah udara dan kandungan air.
 Fungsi kandungan air dan udara ini adalah untuk mengkontrol kekentalan produk,
meningkatkan volume, dan memperbaiki tekstur.
 Putih telur berperan sebagai whipping agent yang dapat menahan udara yang
masuk menjadi sebuah produk, menghasilkan keseragaman dispersi dari sel udara
pada kembang gula menuju pada berat spesifik yang lebih rendah, dan menambah
modifikasi pada tekstur.
 Putih telur paling sering dipakai karena mempunyai sifat aerasi yang baik bersama
dengan suhu yang stabil berhubungan dengan kemampuannya untuk membeku.
 Penambahan gelatin berfungsi untuk meningkatkan tekstur, chewing ability, dan
sebagai stabilizer untuk mencegah kristalisasi dan pemisahan emulsi.
 Gula pasir berperan sebagai filler atau pengisi dimana gula ini dapat memberikan
tingkat kemanisan yang diperlukan, mengurangi viskositas atau kekentalan pada
tekstur akhir, dan untuk menentukan “body” kembang gula tersebut.
 Sirup glukosa berfungsi untuk mengontrol rekristalisasi larutan gula dan
memberikan viskositas pada massa kembang gula.
 Air berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan lainnya dan mempengaruhi
penampakan tekstur dan citarasa.
 Penambahan flavor berfungsi untuk menghasilkan profil flavor tertentu (rasa dan
aroma) serta memperkuat profil flavor yang ada.
 Asam sitrat yang dipakai dalam marshmallow bertujuan untuk memperkaya flavor
marshmallow.
 Air yang digunakan adalah satu pertiga bagian dari gula yang digunakan.
19

 Keunggulan gelatin yaitu pada sifatnya yang heat reversible.


 Asam ditambahkan pada akhir proses agar menghindari inversi yang dapat
menyebabkan hasil akhir lengket.
 Flavor ditambahkan pada akhir proses agar tidak menguap karena sifatnya yang
volatil.
 Pati sebagai pelapis untuk mencegah kelengketan permukaan marshmallow dan
penunjang warna putih marshmallow.

Semarang, 10 Februari 2009


Praktikan : Asisten dosen :
1. Susan Anggraini 08.70.0007 1. Meliana
2. Imelda Sudibyo 08.70.0008 2. Cornelia Ratna
3. Nani M. Wijoyo 08.70.0064
20

6. DAFTAR PUSTAKA

Edward, W. P. (2000). The Science Of Sugar Confectionery. Royal Society Of


Chemistry. Cambridge.

Hardman, T. M. (1989). Water and Food Quality. Elsevier Applied Science. New York.

Kasmidjo. 2004. Putih Telur. http://warintek.progessio.or.id/ttg/pangan/tips

Lees, R. & E. B. Jackson. (1973). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture.


Leonard Hill. Glasgow.

Lee, R. & E. B. Jackson. (1980). Sugar Confectionery and Chocolate Manufacture.


Leonard Hill. Glasgow.

Meiners, A.; K. Kreiten & H. Joike. (1984). Silesia Confiserie Manual No. 3. Silesia-
Essenzenfabrik Gerhard Hanke, Abt. West Germany.

Minifie, B. W. & C. Chem. (1982). Chocolate, Cocoa and Confectionery : Science and
Technology 2nd ed. AVI Publishing Company, Inc. USA.

Moerdokusumo. (1993). Pengawasan Kualitas dan Teknologi Kembang Gula di


Indonesia. Trubus Agrisana. Surabaya.
21

7. LAMPIRAN

7.1. Tugas
1. Jelaskan mengapa gelatin tidak boleh langsung ditambahkan dalam bentuk
bubuk!
Tingkat kekuatan gelatin membentuk gel ditunjukkan dengan derajat bloom.
Semakin tinggi derajat bloom maka gelling strength semakin kuat dan viskositasnya
semakin tinggi. Tingginya konsentrasi gula yang terlarut dalam massa kembang gula
akan mengurangi kemampuan gelatin untuk mengembang. Oleh karena itu gelatin
tidak dapat ditambahkan dalam bentuk bubuk secara langsung ke dalam larutan
gula.
2. Sebutkan kesalahan yang bisa terjadi dalam pembuatan marshmallow!
 Terjadi graining
karena pelarutan gula dan glukosa yang tidak sempurna, perbandigan gula dan
glukosa yang digunakan salah, dan dapat juga dikarenakan wadah yang
digunakan untuk memasak atau mendidihkan larutan gula kotor.
 Lengket atau liat
disebabkan karena penambahan air yang terlalu banyak, menggunakan flavor
natural dengan asam tinggi, penambahan asam pada suhu yang tinggi, dan waktu
pemanasan yang terlalu lama.
 Produk terlalu chewy, brittle atau kering
karena penambahan air yang terlalu sedikit.
 Inversi
karena penambahan asam yang dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi.

7.2. Laporan Sementara


22

Вам также может понравиться