Вы находитесь на странице: 1из 9

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1.

Penghasilan

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk:
1) penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini; 2) hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; 3) laba usaha; 4) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; 5) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; 6) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan

7) pengembalian utang; 8) dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan; 9) royalti; 10) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 11) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 12) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 13) keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; 14) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 15) premi asuransi; 16) iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 17) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi: 1) penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas, seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; 2) penghasilan dari usaha dan kegiatan;

3) penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan sebagainya; 4) penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah, dan sebagainya. Penghasilan di atas wajib dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan menjadi dasar bagi pengenaan pajak penghasilan.

2.2.

Wajib Pajak Orang Pribadi

Menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan definisi tersebut, Wajib Pajak Orang Pribadi terdiri dari orang pribadi baik yang melakukan kegiatan usaha maupun yang tidak.

2.3.

Kejujuran Pengungkapan Penghasilan

Penerapam self assessment untuk pemungutan pajak pada tahun 1983 memiliki konsekuensi adanya perubahan sikap masyarakat untuk patuh terhadap peraturan perpajakan secara sukarela. Sistem SAS melibatkan peran aktif wajib pajak dalam penentuan besarnya pajak yang terutang dan melaporkan secara teratur jumlah pajak yang terutang sebagaimana ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan. dalam

Menurut Reinganum dan Wilde (1985), hubungan antara pemerintah yang diwakili oleh lembaga pemungut pajak dan wajib pajak dapat digambarkan sebagai hubungan principal and agent seperti di dalam perusahaan. Pemerintah dan pembayar pajak memiliki agency conflict. Pemerintah ingin agar pembayaran pajak meningkat, tetapi tidak mengetahui besarnya pendapatan wajib pajak yang menjadi dasar pengenaan pajak secara pasti. Pemerintah (principal) kemudian menyuruh wajib pajak (agent) untuk melaporkan sendiri pendapatannya untuk kemudian dikenai pajak. Wajib pajak kemudian memanfaatkan sistem pelaporan ini untuk kepentingan dirinya sendiri. Wajib pajak memiliki kecenderungan untuk tidak melaporkan seluruh penghasilannya karena tidak ada seorang pun yang suka membayar pajak dan adanya kesempatan untuk menjadi free rider serta kemungkinan seorang wajib pajak untuk diaudit rendah (Feld dan Frey, 2002).

2.3.1.

Kejujuran Pengungkapan Penghasilan, Motivasi, dan

Insentif Seseorang mau melakukan suatu hal termasuk mengungkapkan penghasilannya secara suka rela karena termotivasi oleh sesuatu. Berikut ini adalah beberapa pengertian motivasi: 1) Victor H. Vroom (1964) Motivation is a process governing choices among alternative forms of voluntary activities, a process controlled by the individual.

2) S.E. Condrey (2005) Motivation is a product of the individuals expectancy that a certain effort will lead to the intended performance, the instrumentality of this performance to achieving a certain result, and the desirability of this result for the individual, known as valence.
3) Greenberg dan Baron (2008)

Motivation is the set of processes that arouse, direct, and maintain human behavior toward attaining some goal. Perilaku yang berbeda-beda yang disebabkan oleh motivasi yang berbeda karena adanya kebutuhan (need) dan tujuan (goal) yang berbeda pula (Sanjaya, 2007). Kebutuhan merupakan kekurangan sesuatu hal yang dialami seseorang paada waktu tertentu. Begitu seseorang merasa membutuhkan sesuatu, ia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya itu. Disisi lain proses motivasi bersifat goal-directed yang artinya motivasi akan mendorong orang untuk bergerak mencapai tujuan. Steers dan Porter (1991) dalam Scald dan Knight (1995)

mendeskripsikan motivasi sebagai sesuatu yang menggerakkan, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku. Dari definisi tersebut, motivasi mempunyai tiga poin utama, yaitu motivasi sebagai penggerak, pengarah dan penahan perilaku. Fungsi motivasi sebagai penggerak berarti orang yang mempunyai motivasi akan terdorong untuk melakukan sesuatu. Fungsi motivasi sebagai pengarah berarti perilaku yang didasari motivasi mempunyai tujuan tertentu.

Fungsi motivasi sebagai penahan perilaku menjelaskan mengapa seseorang melakukan segala usaha untuk mencapai tujuan. Untuk membuat seorang wajib pajak mengungkapkan semua penghasilannya dengan jujur, wajib pajak tersebut harus memiliki motivasi untuk berbuat seperti yang diharapkan. Motivasi tersebut dapat berupa insentif. Insentif terdiri dari dua jenis, yaitu insentif positif dan insentif negatif (Anthony dan Govindarajan, 2007, p.513). Insentif positif biasanya berupa reward (hadiah) sedangkan insentif negatif berupa punishment (hukuman). Pemberian reward merupakan sebuah outcome yang akan meningkatkan kepuasan sedangkan pemberian punishment merupakan sebuah outcome yang akan menurunkan kepuasan.

2.4.

Penelitian Sebelumnya

Andreoni et al. (2003) telah mengadakan penelitian mengenai pengaruh dari reward, punishment, dan kombinasi keduanya terhadap kemauan seseorang untuk bekerja sama. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketiga variabel membuat seseorang mau bekerja sama, tetapi kekuatan ketiga variabel tersebut untuk membuat seseorang mau bekerja sama berbeda kekuatannya. Penelitian-penelitian lain yang menguji variabel reward secara terpisah menunjukkan hasil yang hampir sama. Penelitian yang dilakukan oleh Fled et al. (2006) menunjukkan bahwa pemberian hadiah (reward) akan meningkatkan kepatuhan pajak (tax compliance). Cummings et al. (2004) menyatakan, walaupun

tidak secara eksplisit, bahwa pemberian hadiah lebih baik daripada hukuman. Bazart dan Pickhardt (2009) melakukan eksperimen yang menunjukkan bahwa kecenderungan wajib pajak untuk menggelapkan pajak berkurang saat wajib pajak tersebut diberi reward berupa kesempatan untuk ikut lotere. Hasil dari eksperimen Molm (1994) dalam Fled et al. (2006) menunjukkan kekuatan dari pemberian hukuman lebih rendah daripada pemberian hadiah karena dasar dari pertukaran adalah saling memberi keuntungan (benefit). Penelitian lain yang menguji variabel punishment juga dilakukan. Eksperimen yang dilakukan Blackwell (2007) menemukan bahwa peningkatan denda dan kemungkinan untuk diaudit akan meningkatkan kepatuhan pajak. Andreoni et al. (1998) melakukan ekperimen yang hasilnya adalah pemberian hukuman dan peningkatan kemungkinan untuk diaudit memiliki efek positif kepatuhan melaporkan pajak. Allingham dan Sandmo (1972) dalam Andreoni et al. (1998) menyatakan bahwa tingkat denda dan kemungkinan untuk diaudit yang semakin meninggi akan membuat seseorang takut untuk melakukan kecurangan dalam pajak.

2.5.

Pembentukkan Hipotesis

2.5.1. Pemberian Hadiah (Reward) terhadap Kejujuran Pengungkapan

Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Menurut Teori Ekspektasi (Expectancy Theory) oleh Vroom, seseorang termotivasi untuk melakukan sesuatu karena ia percaya bahwa ia dapat melakukan hal tersebut dengan baik (expectancy), dan pekerjaannya

yang

dilakukannya

dengan

baik

itu

akan

menghasilkan

reward

(instrumentality) yang dianggapnya berharga (valence). Dalam konteks perpajakan, pemberian reward dijadikan sebagai instrumen untuk memotivasi seorang wajib pajak untuk mengungkapkan seluruh penghasilannya. Oleh karena itu, hipotesis yang pertama adalah sebagai berikut: H1: Pemberian reward akan meningkatkan kejujuran pengungkapan penghasilan wajib pajak orang pribadi.

2.5.2. Pemberian Hukuman (Punishment) terhadap Kejujuran Pengungkapan

Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Menurut Reinforcement Theory oleh Skinner, proses reinforcement berguna untuk membentuk perilaku seseorang. Negative reinforcement atau yang biasa diberikan dalam bentuk hukuman (punishment) bertujuan untuk memusnahkan sebuah perilaku yang tidak diinginkan dari orang yang diberi negative reinforcement. Dalam konteks perpajakan, dapat dikatakan bahwa Negative reinforcement atau hukuman (punishment) bertujuan dapat memusnahkan ketidakjujuran pengungkapan penghasilan wajib pajak orang pribadi. Oleh karena itu, hipotesis yang kedua adalah sebagai berikut: H2: Pemberian punishment akan meningkatkan kejujuran pengungkapan penghasilan wajib pajak orang pribadi.

2.5.3. Pemberian Kombinasi antara Hadiah (Reward) dan Hukuman

(Punishment) terhadap Kejujuran Pengungkapan Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan expectancy theory dan reinforcement theory seperti yang telah diungkapkan di atas, maka hipotesis ketiga adalah sebagai berikut: H3: Pemberian kombinasi antara reward dan punishment akan meningkatkan kejujuran pengungkapan penghasilan wajib pajak orang pribadi.

2.6.

Pengembangan Model Penelitian

Gambaran yang lebih jelas mengenai hubungan antar variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada model berikut

Variabel Independen
X1: Pemberian hadiah (reward)

Variabel Dependen

H1 Y: Kejujuran Pengungkapan Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi

X2: Pemberian hukuman (punishment) X3: Pemberian hadiah (reward) dan hukuman

H2

H3

Вам также может понравиться