Вы находитесь на странице: 1из 33

AB I PENDAHULUAN 1.

1 LATAR BELAKANG MASALAH

Hakikat Pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Pembangunan nasional ini bukan hanya pembangunan secara fisik melainkan juga harus diikuti oleh pembangunan yang bersifat non fisik. Sehingga pembangunan ini meliputi pembangunan dalam aspek ideologi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Aspek-aspek tersebut harus dibangun secara seimbang dan sinergi untuk menciptakan keharmonisan kehidupan. Pembangunan bidang ideologi dan politik saja tidak akan berhasil apabila bidang sosial, budaya dan hankam tidak dibangun, demikian juga sebaliknya. Pada intinya dari berbagai bidang kehidupan tadi hendak diarahkan kepada terjadinya keselarasan dan kesinergisan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional.

Pada Undang-Undang Khusus yang mengatur tentang anak yaitu dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 53 ayat (1): Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cumacuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak telantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. =

Implikasi undang-undang itu adalah anak dari keluarga tidak mampu akan mendapatkan biaya pendidikan secara cuma-cuma dari pemerintah. Permasalahannya, bagaimana pemerintah menyosialisasikan dan membuat masyarakat mudah mengaksesnya.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sedang digalakkan di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Pendidikan anak memang harus dimulai sejak dini, agar anak bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Anak-anak yang mengikuti PAUD menjadi lebih mandiri, disiplin, dan mudah diarahkan untuk menyerap ilmu pengetahuan secara optimal.

Dalam pembangunan pendidikan, berbagai upaya pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas sumber daya manusia telah menunjukan kemajuan-kemajuan yang cukup berarti, tercermin dari membaiknya berbagai indikator kinerja seperti pengendalian tenaga kerja produktif, meskipun masih banyak lagi kondisi yang harus diperbaiki dan ditingkatkan. Disamping perlu terus diupayakan peningkatan mutu kualitas atau derajat pendidikan secara berkelanjutan untuk itu perlu menjadi perhatian dari seluruh komponen bangsa agar melaksanakannya secara sungguh-sungguh. Guna kepentingan peningkatan kualitas dan kapasitas anak-anak dan generasi muda. Tugas mulia ini merupakan kewajiban semua warga negara untuk menjalakannya, termasuk Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK). =

Berdasarkan hal terurai di atas dan dalam rangka Kuliah Kerja Nyata sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP-PGRI) Sukabumi, penulis tertarik untuk menulis laporan dengan tema: UPAYA PENINGKATAN

PEMAHAMAN MENULIS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) DENGAN METODA BELAJAR VISUALISASI DAN KARTU SISWA DI DESA BOJONGKERTA KECAMATAN WARUNGKIARA KABUPATEN SUKABUMI. 1.2 IDENTIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, berikut ini penulis dapat mengidentifikasi masalah yang ada di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sebagai berikut: A.Bagaimana upaya peningkatan pemahaman membaca pendidikan anak usia dini (PAUD) di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi ? B.Bagaimana kondisi pemahaman membaca pendidikan anak usia dini (PAUD) di masyarakat Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi ? 3 = C.Bagaimana kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan pemahaman membaca pendidikan anak usia dini (PAUD) di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi ? D.Bagaimana peranan PKBM terhadap pemahaman membaca pendidikan anak usia dini (PAUD) di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi ? BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Menyongsong Kualitas Anak Masa Depan dan Pentingnya Mendidik Anak Sejak Usia Dini

Pada Undang-Undang Khusus yang mengatur tentang anak yaitu dalam Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 53 ayat (1): Pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-

cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak telantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil. Implikasi undang-undang itu adalah anak dari keluarga tidak mampu akan mendapatkan biaya pendidikan secara cuma-cuma dari pemerintah. 4 = Permasalahannya, bagaimana pemerintah menyosialisasikan dan membuat masyarakat mudah mengaksesnya.

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sedang digalakkan di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Pendidikan anak memang harus dimulai sejak dini, agar anak bisa mengembangkan potensinya secara optimal. Anak-anak yang mengikuti PAUD menjadi lebih mandiri, disiplin, dan mudah diarahkan untuk menyerap ilmu pengetahuan secara optimal.

Itulah yang saya alami sebagai tutor Madrasah Ibtidaiyah atau sekolah yang setara dengan sekolah dasar di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi karena kebetulan saya mengampu kelas satu. Siswa yang sebelumnya memperoleh PAUD akan sangat berbeda dengan siswa yang sama sekali tidak tersentuh PAUD baik informal maupun nonformal. Ibarat jalan masuk menuju pendidikan dasar, PAUD memuluskan jalan itu sehingga anak menjadi lebih mandiri, lebih disiplin, dan lebih mudah mengembangkan kecerdasan majemuk anak.

Fenomena yang terjadi di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi mulai tahun ajaran baru 2007-2008 pemerintah memperbolehkan anak masuk SD tanpa melalui TK. Anjuran tersebut harus dipertimbangkan lagi jika pemerintah ingin menyukseskan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Dari 5 =

hasil observasi di beberapa MI dan SD, tingkat drop out siswa SD yang tidak melalui TK lebih tinggi daripada siswa yang melalui TK. Pemerintah harus memikirkan akibat yang ditimbulkan. Kesenjangan pasti terjadi.

Pemerintah harus lebih tanggap pada fenomena tersebut, karena dengan memperbolehkan anak masuk SD tanpa melalui TK berarti telah mengabaikan suatu pendidikan di usia dini yang paling dasar bagi anak. Konsep bermain sambil belajar serta belajar sambil bermain pada PAUD merupakan pondasi yang mengarahkan anak pada pengembangan kemampuan yang lebih beragam. Kebijakan pemerintah kabupaten akan ikut menentukan nasib anak serta kualitas anak di masa depan.

Masa depan yang berkualitas tidak datang dengan tiba-tiba, oleh karena itu lewat PAUD kita pasang pondasi yang kuat agar di kemudian hari anak bisa berdiri kokoh dan menjadi sosok

manusia yang berkualitas.

Di samping pemerintah, masyarakat adalah komunitas yang sangat berperan untuk mengembangkan PAUD. Jika kendalanya masalah biaya, masyarakat dalam hal ini lembaga penyelenggara PAUD bisa menyiasatinya dengan mereduksi biaya melalui kreativitas membuat alat peraga sendiri, menghilangkan kewajiban seragam, serta memenuhi gizi anak-anak PAUD melalui program pemerintah. 6 =

Alternatif lain PAUD bisa diselenggarakan oleh kelompok perempuan di masyarakat, dengan membekali diri melalui pelatihan PAUD (banyak organisasi/LSM yang bersedia mmeberikan pelatihan cuma-cuma). Mereka bisa bergantian menjadi pendamping anak-anak pada PAUD. Tentu saja untuk menerapkan ide ini diperlukan inisiasi pemerintah untuk menyosialisasikan serta memberdayakan masyarakat terutama di daerah terpencil.

PAUD nonformal khusus seperti Taman Pendidikan Alquran juga bisa diintegrasikan dengan PAUD umum yang bertujuan mengoptimalkan pengembangan kecerdasan majemuk anak.

Kita bisa memulainya dari mana saja terutama dari diri kita masing-masing. Berikanlah yang terbaik buat anak untuk menyongsong masa depannya, masa depan anak Indonesia yang cemerlang.

Setiap kali memasuki tahun ajaran baru, biasanya orangtua akan sibuk untuk mengurusi anakanaknya mau sekolah dimana. Berbagai masukan berdatangan, mulai dari informasi lewat iklan, informasi lewat teman dan segala bentuk informasi lainnya. Orangtua pun kadang-kadang bingung untuk menentukan pilihan. 7 =

Bagi orangtua yang memiliki anak usia 1 sampai 6 tahun akan sibuk dengan urusan memikirkan sekolah ke Play Group dan Taman Kanak-kanak (TK). Untuk keluarga yang berkecukupan, masalah pemilihan sekolah akan dilakukan dengan selektif. Karena mereka sangat menyadari pentingnya pendidikan anak usia dini (PAUD) dalam menempa karakter dan bekal anak kelak ketika akan memasuki sekolah dasar (SD).

Masalahnya sekarang adalah, bagaimana dengan keluarga yang tidak mampu ? Pastilah mereka akan pusing untuk memikirkan sekolah anak-anak mereka. Jangankan untuk sekolah, untuk makan sehari-hari saja mereka kesulitan.

Padahal, menurut UU No.20 Tahun 2003 Pasal 28 disebutkan, (1) Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar; (2) Pendidikan anak usia dini dapat

diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal; (3) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat; (4) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat; dan (5) Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 Butir 14 UU No.20 Tahun 2003, PAUD itu sendiri merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak 8 =

sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

PAUD merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik dan kecerdasan: daya pikir, daya cipta, emosi, spiritual, berbahasa/komunikasi, sosial.

Oleh masyarakat, PAUD diindentikkan pendidikan TK. Tentu pendapat ini kurang tepat mengingat pendidikan TK hanya dialami anak satu atau dua tahun. Itu pun jika anak sempat mengalami pendidikan TK. Mengingat batasan PAUD adalah usia anak sejak lahir hingga enam tahun, PAUD lebih banyak dilaksanakan keluarga. Dengan demikian, keluargalah yang paling bertanggung jawab pada PAUD.

Walau demikian, tentu peran masyarakat tempat anak itu tumbuh tidak sedikit. Jika budaya di suatu masyarakat (masa lalu) pernah kita dengar ada si tukang cerita atau pendongeng, hal ini merupakan PAUD yang sangat efektif dalam memberi berbagai kecerdasan kepada anak usia dini - pada masa itu. Sayang, sejak hadirnya TV budaya kegiatan masa tua seperti mendongeng sebelum anak tidur makin langka. 9 =

Lantas, apakah pendidikan anak usia dini di Indonesia sudah berjalan dengan baik dan menjangkau semua sasaran? Jawabnya belum! Baik secara kuantitatif maupun kualitatif pendidikan anak usia dini di negara kita memang jauh dari memadai, apalagi membanggakan. Lebih daripada itu bahkan ada kesan bahwa PAUD kita selama ini memang terabaikan.

Menurut catatan United Nations Educational Scientific, and Cultural Organizations atau UNESCO, angka partisipasi pendidikan anak usia dini atau PAUD di Indonesia masih tergolong rendah dibanding negara-negara berpenghasilan rendah di Asia lainnya. Partisipasi PAUD di Indonesia hanya 22 persen. Angka tersebut lebih rendah dibanding partisipasi PAUD di Filipina yang sebesar 27 persen, Vietnam 43 persen, Thailand 86 persen, dan Malaysia 89 persen. PAUD TERABAIKAN

Secara kuantitas jumlah anak usia dini di Indonesia memang relatif sangat tinggi, namun demikian sebagian besar dari mereka itu belum terlayani pendidikannya. Dari sebanyak sekitar 13,5 juta anak usia 0 sampai dengan 3 tahun ternyata baru sekitar 2,5 juta atau 18,74 persen yang

terlayani. Di sisi lain dari sekitar 12,6 juta anak usia 4 sampai 6 tahun ternyata baru sekitar 4,6 juta atau 36,54 persen yang 10 = terlayani pendidikannya. Jadi secara kuantitatif anak usia dini kita yang terlayani pendidikannya masih relatif sangat sedikit jumlahnya.

Bagaimana dengan kualitasnya? Kita semua tahu, dari TK, RA, KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat yang ada di Indonesia pada umumnya masih belum memperhatikan kualitas, atau setidak-tidaknya kualitas belum menjadi tujuan utama.

Kita hendaknya jujur dan objektif, kata Anggota DPD Asal Sumut Parlindungan Purba, SH, MM bahwa sampai saat ini masih banyak TK yang kembang-kempis karena rendahnya keinginan orang tua mendidikkan putra-putrinya di TK, tidak adanya guru yang representatif, terbatasnya tempat kegiatan, dan alasan lainnya.

Bagaimana dengan TPA? Tanpa menafikan yang sudah berjalan baik, penyelenggaraan TPA yang seadanya dengan kurang memperhatikan mutu masih sangat banyak terjadi di masyarakat. Sama halnya dengan KB? KB yang baik dan menjadi idola masih sangat terbatas jumlah dan jenisnya, bisa dihitung dengan jari. Untuk ukuran kota besar, dimana kesibukan kedua orangtua telah menjadikan TPA dan KB sebagai tempat untuk belajar anak.

"Terkait kualitas pendidikan kita yang rendah dibandingkan dengan kualitas pendidikan di negara-negara lain pada umumnya, akar permasalahan sesungguhnya ada pada terabaikannya PAUD selama ini," tandas Parlindungan. 11 =

Dukungan pemerintah dalam menyediakan akses dan layanan PAUD di Indonesia pun masih rendah. Anggaran pendidikan yang diarahkan untuk anak usia dini masih terbatas. Kondisi ini berbeda dengan negara-negara di Asia lainnya yang relatif lebih tinggi. Malaysia, Filipina, dan Thailand anggaran pendidikan usia dininya rata-rata telah di atas 10 persen.

Pengembangan pendidikan untuk anak usia dini di Indonesia, lanjut Parlindungan harus dilakukan dengan pendidikan yang lebih sistemik. Untuk menuju ke arah sana, diperlukan dukungan kebijakan dan investasi dari pemerintah.

Dalam sebuah kesempatan, Direktur PAUD Direktorat Jenderal Pendidilan Luar Sekolah (Ditjen PLS) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) Gutama mengakui bahwa angka partisipasi PAUD di Indonesia rendah.

Padahal, PAUD tidak dapat dipandang sebelah mata, karena usia tersebut merupakan "masa emas" di mana perkembangan otak anak sangat cepat. Sehingga, harus ada upaya pendidikan memadai pada masa itu. PERAN KELUARGA

Masih banyak kendala yang dihadapi dalam meningkatkan paritipasi PAUD di Indonesia, lanjut Gutama. Pasalnya, banyak orang tua yang belum memahami pentingnya PAUD. Selain itu, PAUD belum menjadi "pendidikan wajib" sebab belum adanya anggaran khusus untuk sektor pendidikan tersebut. 12 =

Kendala lainnya adalah tenaga pendidik yang memenuhi kualifikasi belum tersedia serta belum semua daerah punya petugas yang menangani PAUD. Untuk hal ini, Ditjen PLS bakal melakukan upaya untuk meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya PAUD dan mendorong terselenggaranya sebuah lembaga PAUD non-formal.

Ditjen PLS telah memiliki target untuk meningkatkan peran serta orang tua agar mengikutsertakan anak dalam PAUD. Tahun 2006, kata Gutama, ditargetkan mampu mencapai 12,5 dari 11,9 juta anak. Kemudian tahun 2007 sebanyak 18 dari 12 juta anak, 2008 dari 12,2 juta anak ditarget 26 serta tahun 2009 mendatang targetnya 35 dari 12,4 juta anak.

Mengingat pentingnya PAUD, pemerintah pusat maupun daerah sudah sepantasnya memberi perhatian lebih serius terhadap permasalahan ini. Sudah waktunya pula sebagian dana pendidikan itu diarahkan pada pengadaan sarana dan prasarana untuk kelangsungan PAUD di daerah masing-masing.

Seperti dikemukakan di atas, PAUD merupakan upaya pembinaan anak sejak lahir sampai usia 6 tahun melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan

perkembangan jasmani dan rohani. Tujuannya agar anak memiliki kesiapan memasuki pendidikan lebih lanjut. Untuk itu, seperti disampaikan Direktur Jenderal PLS, Ace Suryadi, keluarga merupakan sarana pendidikan pertama dan utama untuk mendidik anak. Prinsip 13 =

PAUD melalui keluarga adalah bentuk pendidikan nonformal yang dapat mendorong kesiapan anak dalam proses belajar di usia sekolah. Konsep dasar dirintisnya PAUD berbasis keluarga karena banyak orangtua yang belum memperoleh kesempatan untuk mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti Taman Penitipan Anak, Taman Kanak-kanak dan sejenisnya. Saat ini, PAUD berbasis keluarga masih dalah proses pengembangan konsep. Keluarga diharapkan mempunyai kemampuan mengembangkan prinsip-prinsip mendidik anak yang baik dan benar. Lebih lanjut, Ace menilai PAUD dipercaya dapat memacu peningkatan mutu pendidikan jangka panjang. Semakin banyak anak yang dilayani PAUD, semakin banyak anak yang memiliki kesiapan belajar. Jadi, pada usia sekolah, anak siap untuk mencapai kompetensi yang lebih besar, baik akademik maupun nonakademik. 14 = BAB III PEMBAHASAN 3.1 ANALISIS PERMASALAHAN 3.1.1. Wajar Dikdas 9 Tahun Konsep pendidikan dasar menurut beberapa para ahli pendidikan mengatakn bahwa: A. John Dewey Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan fundamntal secara intelektual dan emosional ke arah dan sesama manusia. B. Rouseau

15 = Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada masa anak-nak akan tetpi proses pembentukanny pada masa dewasa. C. SA Brahata Dkk

Pendidikan adalah usah yang sengaja diadakan baik langsung maupun tidak langsung untuk memperbaiki anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya. D. GBHN Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup

Dari keempat pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah pengaruh bantuan atau tuntutan yang diberikan oleh orang yang bertanggung jawab kepada anak didik.

Dalam hal ini pendidikan tanggung jawab orang tua, masyarakat, dan pemerintah, maka dari itu mempunyai program wajib belajar pendidikan dasar sesuai dengan pendapat John Dewey pendidikan proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional. Pendidikan khususnya di Negara Indonesia terbagi menjadi 3 bagian, yaiut: A. Pendidikan Sekolah (Pendidikan Formal) 16 = Pendidikan formal yaitu Pendidikan yang berjenjang

dan berkesinambungan sejak Pendidikan Anak Usia Dini, Taman Kanak- kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Sekolah Menengah Umum, dan Perguruan Tinggi. B. Pendidikan Luar Sekolah (Pendidikan Non Formal)

Pendidikan non formal yaitu Pendidikan yang dilakukan diluar sekolah resmi tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan seperti tempat kursus dan bimbingan belajar. C. Pendidikan Keluarga (Pendidikan In Formal)

Pendidikan in formal yaitu Pendidikan yang dilakukan diluar sekolah resmi tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan dan dilakukan di dalam keluarg rumah tangga masing-masing peserta didik di rumahnya. 3.1.2 Penyelenggaraan PAUD dan Berbagai Permasalahannya

Buat apa anak dimasukkan ke TK (Taman Kanak-kanak), yang hanya belajar bernyanyi dan menggambar, buang-buang waku dan uang saja. Nanti saja, langsung masuk sekolah SD (Sekolah Dasar)

UNGKAPAN atau pemahaman seperti itu, masih sering muncul di tengah-tengah orang tua atau masyarakat awam yang tingkat pendidikannya sangat rendah, terutama yang tinggal di kampung-kampung atau pedesaan. 17

Pemahaman seperti itu, tentu saja sangat keliru. Padahal pendidikan anak sejak usia dini sangat bermanfaat terhadap daya rangsang otak anak. Bahkan agama menganjurkan pendidikan anak harus dimulai sejak dalam kandungan ibunya.

Kualitas anak yang duduk di bangku SD, yang tidak pernah sekolah di TK, tentu akan sangat jauh berbeda dengan anak yang pernah mengikuti pendidikan usia dini di TK. Sayang kenyataan ini, belum banyak dipahami para orang tua, baik karena yang tingkat pendidikannya rendah maupun karena belum adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan akan usia dini, dan beberapa faktor lain.

Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, sejak tahun 2003, mulai menggalakkan program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam upaya mencetak dan menyiapkan generasi bangsa yang cerdas, sehat, dan tangguh dalam menghadapi berbagai tantangan di masa depan.

Untuk tahun 2007 ini, Departemen Pendidikan Nasional, menargetkan sekitar 13, 6 juta anak terlayani program PAUD. Target itu, merupakan peningkatan dari pencapaian tahun 2006, yang hanya 13, 2 juta anak. Sedangkan target tahun 2008 adalah 14, 2 juta anak dan tahun 2009 adalah 15, 3 juta anak (Pelita, 26 Maret 2007). 18

Beberapa tahun terakhir ini, sejak digulirkannya program PAUD mulai tumbuh lembaga PAUD, sehingga menambah daftar lembaga-lembaga PAUD baik formal maupun non-formal seperti RA, TPA, TK, Play Group atau Taman Bermain, yang selama ini terkesan hanya monopoli kalangan tertentu.

Kesan seperti itu, mulai terhapus selain munculnya orang-orang atau tokoh masyarakat yang memiliki kepedulian untuk mendirikan lembaga pendidikan anak usia dini secara swadaya bersama-sama masyarakat sekitar baik yang formal maupun non-formal.

Kondisi seperti itu, misalnya saja seperti yang berlangsung di daerah Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi. Meskipun baru di lingkungan masyarakat perkotaan dan di beberapa tempat kompleks perkebunan milik PTPN (Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara).

Mulai tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap pendidikan anak usia dini, sudah barang tentu sangat menggembirakan, meski pun berdasarkan data yang diperoleh penulis dari Ketua PKBM, baru menyentuh sekitar 30 persen dari 200 anak usia 0-6 tahun. Dalam peyelenggaraan PAUD di daerah yang berpenduduk sekitar 10.000 jiwa 19

ini, ditempuh pula melalui Pos Yandu Plus sebagai hasil revitalisasi Pos Yandu, yang di dalamnya di antaranya diselenggarakan PAUD. Sebuah upaya yang sinergi antara Subdin PLSP Dinas P dan K dengan Kantor BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana) setempat.

Di Pos Yandu Plus, dalam seminggu berlangsung satu kali, bahkan ada yang sampai empat kali pertemuan melakukan kegiatan program PAUD. Anak-anak, selain ditimbang badannya, diberikan makanan gizi tambahan, juga melakukan kegiatan-kegiatan belajar mengenal huruf, menggambar, bermain ketangkasan dan kegiatan lainnya yang dapat merangsang otak anak.

Mencermati pogram PAUD yang dilaksanakan di daerah kabupaten, banyak kendala sehingga upaya yang dilakukan belum bisa secara optimal, karena banyaknya kendala. Pertama, menyangkut sarana dan prasarana. Mengingat program ini, baru digulirkan sekitar empat tahun yang lalu, maka sekolah-sekolah atau lembaga PAUD jumlahnya masih sangat terbatas.

Kedua, masih sangat rendahnya kesadaran para orang tua mengenai arti dan manfaat pentingnya pendidikan anak usia dini, sehingga enggan atau tidak tertarik untuk memasukkan putra-putrinya terhadap PAUD atau setingkat TK, RA, TPA, Taman Bemain 20 =

Untuk memecahkan kendala-kendala seperti itu, sudah saatnya pemerintah lebih spektakuler lagi dengan mencanangkan Program Wajib Belajar Usia Dini, yang diikuti dengan pembangunan fisik dan non-fisik seperti pendanaan untuk tenaga tutor atau pengajar, dan menumbuhkembangkan peran masyarakat yang mau berkorban secara materi untuk mendirikan lembaga PAUD non-formal.

Tidak kalah pentingnya, antara pemerintah kabupaten dengan pemerintah pusat harus sinergi dalam melaksanakan program ini. Jangan sampai pemerintah daerah kurang memberikan perhatian yang maksimal dalam kebutuhan anggaran program ini. Sudah saatnya pemerintah kabupaten mengalokasikan dana melalui APBD guna terselenggaranya program PAUD.

Dengan begitu, tujuan untuk mencetak generasi bangsa yang cerdas, sehat, dan mampu menghadapi berbagai tantangan akan dapat terwujud. Wakil Ketua Yayasan Damandiri, Prof Dr Haryono Suyono pernah mengungkapkan, jika anak- anak Indonesia sehat, cerdas, karena sejak

kecil sudah pandai berdo\'a. Maka, pemimpin Indonesia di masa mendatang, akan lebih baik dari pemimpin yang sekarang.

Sebuah praktik nyata ditunjukkannya di sebuah kelas. Guru yang bertindak sebagai fasilitator menguraikan tema cerita tentang perjalanan wisata menggunakan kereta api. Sejumlah anak diajak membentuk barisan panjang kursi 21 = menyerupai badan kereta api. Tiap bangku diduduki masing-masing anak. Seorang anak berdiri di sisi badan kereta api.

Ia seolah memegang sebuah rambu-rambu yang menandakan kereta api akan bergerak meninggalkan stasiun. Saat ini anak-anak dikenalkan angka-angka melalui jumlah gerbong, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wisata menumpang kereta api tadi. Ini pun cara membiasakan mereka bersosialisasi dengan sesama.

Selain itu, ada praktik model belajar sosiodrama yang nyata. Anak-anak diajak ke kebun sekolah. Di sini, mereka dikenalkan berbagai jenis tanaman, bebatuan, dan lain-lain, sambil menghitung jumlahnya.

Ini salah satu cara mengajarkan anak bersikap ramah dengan lingkungan sekaligus memraktikkan pelajaran melalui alam terbuka.

Ada pula permainan bingo dengan menggunakan kartu. Anak diminta menyocokkan angka yang tertulis di kartu dengan angka yang menunjukkan sebuah benda di kartu lainnya, jelasnya.

Ternyata model belajar ini membuahkan hasil yang mengejutkan. Sekitar 90% hasil belajar melalui model sosiodrama gampang diserap anak. Hanya 65% materi pelajaran yang diserap anak jika mereka belajar lewat model unjuk kerja, 22 =

jelas istri dari staf pengajar Fakultas Farmasi Unud, I Nyoman Kajeng Wijaya, M.Sc.Apt., ini

Berdasarkan data yang ada, berikut penulis sajikan tabel data penduduk berdasarkan jenis kelamin di desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara kabupaten Sukabumi. Tabel 3.1 Data Kualitas Angkatan Kerja Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Angkatan Kerja Laki-laki Perempuan 18 56 th buta aksara 7 8 18 56 th tdk tmt

SD 100 162 18 56 th tamat SD 1365 1261 18 56 th tamat SLTP 1029 991 18 56 th tamat SLTA 1149 1090 18 56 th tamat PT 27 15 Sumber : Profil Desa Bojongkerta kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Dari data pada tabel 3.1 dapat disimpulkan persentasi laki-laki dan perempuan untuk usia 18 s.d 56 tahun buta aksara yaitu 46,7% dan 53,3% , 18 s.d 56 tahun 23 =

tidak tamat SD yaitu 38% dan 62% , 18 s.d 56 tahun tamat SD yaitu 51,9% dan 48,1% , 18 s.d 56 tahun tamat SLTP yaitu, 50,9% dan 49,1% 18 s.d 56 tahun tamat SLTA yaitu 51,3% dan 48,7% , 18 s.d 56 tahun tamat PT yaitu , 64,3% dan 35,7% . Tabel 3.2

Data Pendidikan Formal Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Nama Jumlah Status Kepemilika n Tenaga pengajar Jml siswa Play Grp 3 TK SD 5 Pemerintah 35 964 SLTP 1 15 70 Sumber: Profil Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Dari data pada tabel 3.2 dapat disimpulkan jumlah sarana pendidikan formal siswa yang masuk sekolah dengan kebutuhan jauh dari harapan. Tabel 3.3 Data Pendidikan Formal Keagamaan Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Nama Jumlah Status terakredita si Kepemilika

n Jumlah tenaga pengajar Jumlah siswa Raudhatu 9 Ya Ya 27 630 24 =

Tingkat pendidikan di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi terbilang cukup memprihatinkan. Untuk usia antara 3 6 tahun yang belum masuk TK sebesar 43% (Laki-laki) dan 57% (Perempuan). Untuk usia antara 3 6 tahun yang masuk TK sebesar 45,9 % (Laki-laki) dan 54,1 % (Perempuan). Untuk usia antara 7 18 tahun yang tidak pernah sekolah sebesar 12,5 % (Laki-laki) dan 87,5 % (Perempuan). Untuk usia antara 18 56 tahun yang tidak pernah sekolah sebesar 46,6 % (Laki-laki) dan 53,4 % (Perempuan). Untuk usia antara 18 56 tahun yang pernah masuk SD tetapi tidak tamat sebesar 38,2 % (Laki-laki) dan 61,8 % (Perempuan). Untuk tamatan SD sebesar 51,9 % (Laki-laki) dan 48,1 % (Perempuan). Untuk tamatan SMP sebesar 50,9 % (Laki-laki) dan 49,1 % (Perempuan). Untuk tamatan SMA sebesar 51,3 % (Laki-laki) dan 48,7 % (Perempuan). Untuk tamatan D-1 sebesar 61,1 % (Lakilaki) dan 48,8 % (Perempuan). Untuk tamatan D-2 sebesar 64,2 % (Laki-laki) dan 35,8 % (Perempuan). Untuk tamatan D-3 sebesar 70 % (Laki- laki) dan 30 % (Perempuan).

Berdasarkan data pada tabel analisis yang telah disajikan sebelumnya, maka untuk memperjelas hasil analisis, penulis sajikan informasi berupa grafik sebagai berikut: Grafik 3.1 Data Kualitas Angkatan Kerja Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Usia 18 s.d 56 Tahun 26 = 3.2 ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarkan hasil analisis maka untuk menjawab masalah yang teridentifikasi, maka ditetapkan alternatif sasaran pembangunan peningkatan gizi balita sebagai berikut: 28 =
A.Upaya peningkatan pemahaman membaca di pendidikan anak usia dini

dengan metoda belajar sosiodrama di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik; B.Kondisi pemahaman membaca di pendidikan anak usia dini dengan metoda belajar sosiodrama di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik; C.Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan peningkatan

pemahaman membaca di pendidikan anak usia dini dengan metoda belajar sosiodrama di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungiara Kabupaten Sukabumi ;
D.Dukungan pembangunan bidang peningkatan pemahaman membaca di

pendidikan anak usia dini dengan metoda belajar sosiodrama terhadap wajar dikdas 9 tahun di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik.

Alternatif pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan untuk mencapai sasaran tersebut adalah sebagai berikut: A.Peningkatan jumlah, jaringan dan kualitas peningkatan pemahaman membaca di pendidikan anak usia dini dengan metoda belajar sosiodrama; B.Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga tutor; C. Pengembangan sistem jaminan kesehatan teruma bagi rakyat miskin; 29

=
D.Peningkatan sosialisasi PAUD dan wajr dikdas 9 tahunt; E.Peningkatan pendidikan pemahaman membaca di pendidikan anak usia

dini dengan metoda belajar sosiodrama pada masyarakat sejak usia dini; dan F.Pemeratan dan peningkatan kualitas pemahaman membaca di pendidikan anak usia dini dengan metoda belajar sosiodrama. 3.3 PEMILIHAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Sebagai langkah alternatif dalam pemecahan masalah pembangunan di bidang peningkatan pemahaman membaca di pendidikan anak usia dini dengan metoda belajar sosiodrama di Desa Bojingkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi, penulis sajikan beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai berikut: A. PROGRAM LINGKUNGAN SEHAT. Program ini ditujukan untuk membentuk lingkungan sehat disekitar PAUD.

Kegiatan pokok yang dilakukan yaitu :

1) Penyediaan air bersih;

2) Pemeliharaan dan pengawasan kualitas lingkungan;

3) Pengendalian dampak resiko pencemaran lingkungan;


30

=
4) Pengembangan wilayah sehat. 5)Pemilihan teknologi pembuangan air limbah B. PROGRAM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT.

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah, pemerataan, dan kualitas pelayanan PAUD melalui sangar kegiatan belajar dan jaringannya. Kegiatan pokok yang dilakukan yaitu : 1) Pelayanan penduduk miskin 2)Pengadaan, peningkatan, dan perbaikan sarana dan prasarana PAUD. 3) Pengadaan peralatan dan perbekalan kesehatan termasuk obatobatan generik 4)Peningkatan pelayanan kesehatan dasar yang mencakup sekurang-

kurangnya promosi PAUD, sanitasi air bersih, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, kesehatan lingkunagn, pemberantasan penyakit menular, dan pengobatan dasar. C. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT Program ini di tujukan untuk menekan kematian akibat kurangnya cakupan gizi. Kegiatan pokok yang dilakukan yaitu: 31

=
1) Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko 2) Peningkatan imunisasi 3) Penemuan dan tatalaksana prnderita 4) Peningkatan komunikasi, informasi, dan edukasi. D. PROGRAM PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT Program ini ditujukan untuk meningkatkan kesadaran ibu rumah tangga

tentang PAUD. Kegitan pokok yang dilakukan yaitu:

1) Peningkatan pendidikan gizi

2) Penanggulangan kurang energi energi protein

3) Penanggulangan gizi lebih

4) Peningkatan surveilens gizi

5) Pemberdayaan masyarakat untuk sadar gizi.

E. PROGRAM SUMBER DAYA KESEHATAN

Program ini ditujukan untuk meningkatkan jumlah dan mutu penyebaran tenaga medis untuk peningkatan pengetahuan PAUD. Kegiatan pokok yang dilakukan yaitu:
1)Perencanaan tenaga medis untuk peningkatan gizi balita; 32

2)Peningkatan keterampilan;

3)Pemenuhan kebutuhan tenaga medis;

4)Pembinaan tenaga medis;

5)Penyusunan standar kompetensi tenaga medis;

F. PROGRAM PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN Program ini ditujukan untuk menjamin terpenuhinya obat dan makanan untuk penanggulangan gizi balita. Kegiatan pokok yang dilakukan yaitu:

1);Peningkatan pengawasan obat dan makanan

2)Peningkatan pengawasan minuman dan makanan siap saji;

3)Peningkatan dan pengawasan mutu obat dan makanan;

4) Penguatan kapasitas laboratorium pengawasan obat dan makanan. 33

= BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 KESIMPULAN

Berdasarkan bahasan analisis dan bahasan masalah yang telah penulis lakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil analisis maka untuk menjawab masalah yang teridentifikasi, maka ditetapkan alternatif pemecahan masalah yang dapat dilaksanakan untuk mencapai sasaran tersebut sebagai berikut:
A.Upaya peningkatan menulis pendidikan anak usia dini dengan metoda

visualisasi dan kartu siswa masyarakat Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik; B.Kondisi menulis pendidikan anak usia dini dengan metoda visualisasi dan kartu siswa masyarakat Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik; C.Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan menulis pendidikan anak usia dini dengan metoda visualisasi dan kartu siswa Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik; 34

=
D.Dukungan pembangunan bidang menulis pendidikan anak usia dini dengan

metoda visualisasi dan kartu siswa terhadap Program Wajar Dikdas 9 tahun di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi sudah baik.

4.2. Saran

Dari hasil evaluasi pelaksanaan program Kuliah Kerja Mahasiswa di Desa Bojongkerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi , kami dari kelompok II mengajukan beberapa saran, yaitu sebagai berikut : Saran Kepada Pemerintah Setempat
o

Melakukan pendekatan partisipatif dan pembinaan sebagai tindak lanjut dari hasil program KKN STKIP - PGRI 2008
o

Melakukan perencanaan strategis pembangunan wilayah di tiap-tiap kelurahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan potensi yang dimiliki.
o

Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja aparatur desa dalam melayani masyarakat.
o

Meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan yang lebih memadai, untuk menghasilkan sumber daya manusia yang bewrkualitas.
o

Meningkatkan sarana dan prasarana kelurahan untuk mendukung kinerja para aparatur desa. Saran Kepada Pihak LPPM STKIP PGRI 35

=
o

LPPM Untirta dalam hal ini sebagai panitia dari kegiatan KKN, hendaknya menyiapkan konsep KKN secara matang, dimana bukan hanya konsep saat akan pelaksanaan KKN saja namun harus ada onsepan untuk follow up atau tindak lanjut dari hasil kegiatan KKN, hal ini bisa dilakukan dengan menjalin koordinasi dengan pemda setempat.
o

Dalam hal pembekalan KKN sebaiknya dilakukan dengan serius, dimana pembekalan yang akan diberikan lebih berisi program KKN secara konseptual dan teknis serta informasi terkini tentang gambaran lokasi KKN, sehingga ketika peserta KKN diterjunkan ke lapangan sudah mempersiapkan segala sesuatunya.
o

Pembagian kelompok, sebaiknya sudah diumumkan jauh-jauh hari, sehingga sebelum terjun ke lokasi peserta KKN sudah saling mengenal dan bisa saling beradaptasi antara yang satu dengan yang lainnya. Selain itu, kesiapan kelompok lebih matang.
o

Pengontrolan ke lokasi KKN harus lebih diintensifkan lagi, pungsi dari POKJA Kecamatan harus dimaksimalkan, sehingga tidak ada kesan terlantarkan. Serta koordinasi antara POKJA Kecamatan dengan setiap kelompok KKN juga harus diintensifkan, sehingga akan mempermudah mandapat informasi tentang perkembangan KKN.
36

= DAFTAR PUSTAKA
1. Sekretaris Desa Bojong Kerta Kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi, 2008, Profil Desa 2008, Bojong kerta

2. Sekretaris Negara Republik Indonesia, 2003.Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.. Jakarta : Sinar Grafika

3. ................., 2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Bab 27 Tentang Peningkatan Akses Masyarakat Terhadap Pendidikan yang berkualitas. Jakarta 4. W.J.S Poerwadarminta. 1982.Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Laporan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001: Studi Morbiditas dan Disabilitas. Dalam SURKESNAS. Jakarta. 2002: 6. Soekidjo Notoatmodjo. Pendidikan Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Penerbit Rineka Cipta.2003:24-28. 37

7. Perawatan Kesehatan Masyarakat, Drs. Nasrul Effendy. 8. Kebidanan Komunitas, Dr. J. H. Syahlan, SKM 9. Materi Ajar tentang Mutu Pelayanan Kebidanan, Hj. Ulvi Mariatai, SKP. M.Kes 38

Вам также может понравиться