Вы находитесь на странице: 1из 28

BAB I PENDAHULUAN I.1.

Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional, karena masalah kesehatan menyentuh hampir semua aspek kehidupan manusia. Oleh sebab itu pembangunan kesehatan sangat terkait dengan keadaan demografi, kondisi ekonomi masyarakat dan pendidikan mereka. Meskipun tujuan akhir dari upaya pembangunan kesehatan adalah seluruh lapisan masyarakat, secara operasional dipilih golongan sasaran secara bertahap. Hal ini dilakukan mengingat kepentingan yang mendesak dan keterbatasan dana, sarana dan prasarana maka diadakan urutan prioritas. Prioritas utama yang dipilih adalah kesehatan anak, karena kesehatan anak merupakan salah satu modal ba keberhasilan pembangunan gi bangsa, yang pada akhirnya akan menghasilkan bangsa dan negara yang sehat sentosa. (Supraptini, dkk, 2001). Paradigma sehat merupakan paradigma pembangunan kesehatan yang berarti pembangunan kesehatan harus mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif. Oleh karena itu program promosi kesehatan (promkes) sebagai salah satu bentuk upaya promotif preventif mendapat tempat yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan. Promkes sebagai salah satu dari enam program wajib puskesmas merupakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) sehingga merupakan tanggung jawab pemerintah sebab menyangkut masyarakat luas. Salah satu contoh program promkes yang sedang marak -maraknya digalakkan adalah kampanye ASI (Air Susu Ibu) eksklusif, dimana para ibu diajak untuk memberikan ASI pada bayinya dari usia 0 6 bulan tanpa pemberian tambahan makanan (DepKes, 2004) World Health Organisation (WHO), United Nations Childrens Found (UNICEF) dan lembaga kesehatan dunia lainnya, seperti juga WABA (World Alliance for Breastfeeding Action) berpendapat bahwa untuk sebagian besar bayi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama sangat penting, kemudian menyusui dilanjutkan dengan bersama dengan makanan pendamping ASI yang bergizi, sampai umur bayi 2
1

tahun atau lebih, proses ini merupakan kunci bagi tumbuh kembang sehat optimal bagi anak. (Sentra Laktasi Indonesia, 2007). Pemberian ASI eksklusif adalah langkah awal bagi bayi untuk tumbuh sehat dan terciptanya sumber daya manusia yang tangguh, karena bayi tidak saja akan lebih sehat & cerdas, tetapi juga akan memiliki emotional quotion (EQ) dan social quotion (SQ) yang lebih baik. (Sentra Laktasi Indonesia, 2007). ASI eksklusif dapat didefinisikan sebagai perilaku dimana kepada bayi sampai dengan umur 6 bulan hanya diberikan Air Susu Ibu (ASI) saja, tanpa makanan dan atau minuman lain kecuali sirup obat. ASI adalah nutrisi terbaik untuk bayi karena dalam ASI terdapat zat-zat gizi berkualitas tinggi yang berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan bayi atau anak (Anonim, 2009). Disebutkan dalam Pasal 128 ayat (1) bahwa setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif sejak dilahirkan selama 6 bulan kecuali atas indikasi medis. Dalam penjelasan pasal ini disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemberian air susu ibu eksklusif adalah pemberian hanya air susu ibu selama 6 bulan,dan dapat terus dilanjutkan sampai dengan 2 (dua) tahun dengan memberikan makanan pendamping air susu ibu (MP-ASI) sebagai tambahan makanan sesuai dengan kebutuhan bayi (Rasyid, 2010). Sedangkan kriteria indikasi medis yang dimaksud adalah kondisi kesehatan ibu yang tidak memungkinkan memberikan air susu ibu berdasarkan indikasi medi yang s telah ditetapkan oleh tenaga medis (Rasyid, 2010). Manfaat ASI dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu : 1. Aspek Gizi dan Imunologik a. Kolostrum : mengandung protein, vitamin A, karbohidrat sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi bayi pada hari-hari pertama kelahiran serta zat kekebalan terutama IgA untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. b. Taurin : sejenis asam amino yang berfungsi sebagai neuro-transmitter dan berperan penting untuk proses maturasi sel otak.

c. Decosahexanoic Acid (DHA) dan Arachidonic Acid (AA) : asam lemak tak jenuh rantai panjang yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel otak yang optimal. d. Laktoferin : sejenis protein yang merupakan komponen zat kekebalan yang mengikat zat besi di saluran pencernaan. e. Lysosim : enzym yang melindungi bayi terhadap bakteri (E. coli dan salmonella) dan virus. Jumlah lysosim dalam ASI 300 kali lebih banyak daripada susu sapi. f. Faktor bifidus : sejenis karbohidrat yang mengandung nitrogen, menunjang pertumbuhan bakteri lactobacillus bifidus. Bakteri ini menjaga keasaman flora usus bayi dan berguna untuk menghambat pertumbuhan bakteri yang merugikan. g. Sel darah putih pada ASI pada 2 minggu pertama lebih dari 4000 sel per mil.

2. Aspek Psikologik a. Rasa percaya diri ibu untuk menyusui yaitu bahwa ibu mampu menyusui dengan produksi ASI yang mencukupi untuk bayi. Menyusui dipengaruhi oleh emosi ibu dan kasih sayang terhadap bayi akan meningkatkan produksi hormon terutama oksitosin yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi ASI. b. Interaksi Ibu dan Bayi: pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi tergantung pada kesatuan ibu-bayi tersebut. c. Pengaruh kontak langsung ibu-bayi : ikatan kasih sayang ibu-bayi terjadi karena berbagai rangsangan seperti sentuhan kulit (skin to skin contact). Bayi akan merasa aman dan puas karena bayi merasakan kehangatan tubuh ibu dan mendengar denyut jantung ibu yang sudah dikenal sejak bayi masih dalam rahim. 3. Aspek Kecerdasan Interaksi ibu-bayi dan kandungan nilai gizi ASI sangat dibutuhkan untuk perkembangan system syaraf otak yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi. Penelitian menunjukkan bahwa IQ pada bayi yang diberi ASI memiliki IQ point 4.3 point lebih tinggi pada usia 18 bulan, 4-6 point lebih tinggi pada usia 3 tahun, dan 8.3 point lebih tinggi pada usia 8.5 tahun, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI.
3

4. Aspek Neurologis Dengan menghisap payudara, koordinasi syaraf menelan, menghisap dan bernafas yang terjadi pada bayi baru lahir dapat lebih sempurna.

5. Aspek Ekonomis Dengan menyusui secara eksklusif, ibu tidak perlu mengeluarkan biaya untuk makanan bayi sampai bayi berumur 4 bulan. Dengan demikian akan menghemat pengeluaran rumah tangga untuk membeli susu formula dan peralatannya.

6. Aspek Penundaan Kehamilan Dengan menyusui secara eksklusif dapat menunda haid dan kehamilan, sehingga dapat digunakan sebagai alat kontrasepsi alamiah yang secara umum dikenal sebagai Metode Amenorea Laktasi (MAL).

Menurut hasil Standar Pelayanan Medis (SPM) Puskesmas Borobudur hasil cakupan pada bulan Januari 2011 adalah 4%, sedangkan target Dinkes Kabupaten Magelang adalah 80% sehingga didapatkan data bahwa persentase ibu yang memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif selama 6 bulan masih sangat sedikit. Rendahnya cakupan pemberian ASI eksklusif dapat dikarenakan salah satunya yaitu kurangnya pengetahuan para ibu dan orang tua tentang manfaat ASI dan cara menyusui yang benar. Dukungan dari tenaga dan pelayanan kesehatan juga kurang, serta adanya mitos-mitos yang tidak mendukung pemberian ASI sejak dini, seperti kolostrum tidak baik atau bahkan berbahaya untuk bayi. Bayi membutuhkan cairan lain sebelum menyusui, bayi tidak mendapat cukup makanan atau cairan bila hanya diberi ASI.

1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan data pencapaian bayi yang mendapat ASI eksklusif di puskesmas Borobudur, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa sajakah yang menyebabkan pencapaian cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif periode Januari 2011 yang ditangani di wilayah kerja Puskesmas Borobudur belum mencapai target ? 2. Bagaimana alternatif pemecahan masalah yang dapat mengatasi faktor -faktor yang menyebabkan cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif di wilayah kerja Puskesmas Borobudur belum mencapai target? 3. Apa saja kegiatan yang dapat dilakukan untuk memecahkan masalah berdasarkan penyebab dan alternatif pemecahan di Puskesmas Borobudur ?

1.3. Tujuan 1. Mengetahui faktor-faktor penyebab masalah dan menganalisis berdasarkan metode pendekatan sistem (input, proses, output, dan lingkungan) yang menyebabkan hasil kegiatan cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif dalam periode Januari 2011 di Puskesmas Borobudur belum mencapai target. 2. 3. Mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang ada. Mampu menyusun rencana kegiatan pemecahan masalah yang ada.

1.4. Metodologi Laporan ini disusun berdasarkan data primer maupun data sekunder Puskesmas Borobudur. Data primer berupa pelaksanaan proses manajemen diperoleh dari dokter puskesmas beserta staff. Data sekunder diperoleh dari data tertulis yang ada di Puskesmas Borobudur. Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif dengan metode pendekatan sistem, untuk selanjutnya dilakukan analisis masalah dengan mencari kemungkinan penyebab melalui pendekatan sistem dan menggunakan metode fishbone. Selanjutnya dapat ditentukan alternatif pemecahan masalah secara sistematis yang paling mungkin dilaksanakan dengan Kriteria Matriks.

BAB II ANALISIS MASALAH

Hasil kegiatan Puskesmas Borobudur pada bulan Januari 2011 tertuang dalam SPM (Standar Pelayanan Minimal), berdasarkan hasil pencapaian kegiatan Puskesmas yang masih menjadi masalah perlu diuapayakan pemecahannya dengan menggunakan kerangka pemikiran pendekatan sistem, sebagai berikut: Lingkungan: Fisik, Kependudukan, Sosial,

Budaya, Ekonomi, dan Kebijakan

Input
y y y y y

Proses Output
y y y

Man Money Method Material Machine

P1 P2 P3

Outcome
y

Cakupan Program

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pendekatan Sistem (Hartoyo, 2009)

2.1. Pencapaian Program Upaya Kesehatan Berdasarkan SPM yang masih bermasalah Berdasarkan data pencapaian kegiatan program upaya kesehatan Puskesmas Borobudur bulan Januari 2011 di dapatkan beberapa program kegiatan Standar Pelayanan Minimal yang dianggap masih bermasalah, kegiatan yang masih bermasalah tersebut merupakan kegiatan yang pencapaiannya kurang dari 80%.

Tabel 1. Daftar Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Puskesmas Borobudur Bulan Januari 2001 Yang Bermasalah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. Program Cakupan kunjungan bumil K4 Ibu hamil resti yang di tangani PONED Cakupan pelayanan pra usila dan usila Balita BGM Jumlah TTU yang diperiksa TTU yang memenuhi syarat TP2M yang diperiksa TP2M yang memenuhi syarat sanitasi Rumah sehat Rumah yang mempunyai SPAL Rumah bebas jentik aedes Cakupan suspek TB paru Jumlah bumil yang mendapat TT1 Jumlah bumil yang mendapat TT2 Imunisasi DPT3 Imunisasi campak Imunisasi hepatitis B3 Bayi yang mendapat ASI eksklusif Jumlah kader terlatih Frekuensi kunjungan rawat jalan Pelayananan gangguan jiwa di sarkes umum Pencapaian (< 100%) 88.00 26.00 4.86 83.00 9.30 21.00 30.22 16.67 27.14 41.42 85.00 25.00 73.00 63.00 92.00 71.00 92.00 5.00 95.00 92.00 5.00 Besarnya masalah (100% - % pencapaian) 12% 74% 95.14% 17% 90.70% 79% 69.78% 83.11% 72.86% 58.58% 15% 75% 27% 37% 8% 29% 8% 95% 5% 8% 95%

Berdasarkan tabel diatas didapatkan urutan masalah di puskesmas Borobudur periode januari 2011 adalah sebagai berikut : 1. Imunisasi hepatitis B3 2. Cakupan suspek TB paru 3. Ibu hamil resti yang di tangani PONED 4. Bayi yang mendapat ASI eksklusif 5. TP2M yang memenuhi syarat sanitasi 6. Rumah sehat 7. Cakupan pelayanan pra usila dan usila 8. Jumlah TTU yang diperiksa 9. Rumah yang mempunyai SPAL 10. Jumlah bumil yang mendapat TT1 11. Rumah yang mempunyai SPAL
7

12. TTU yang memenuhi syarat 13. Jumlah bumil yang mendapat TT2 14. Cakupan kunjungan bumil K4 15. Imunisasi campak 16. Imunisasi DPT3 17. TP2M yang diperiksa 18. Jumlah kader terlatih 19. Frekuensi kunjungan rawat jalan 20. Balita BGM 21. Pelayananan gangguan jiwa di sarkes umum

BAB III ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

3.1. Kegiatan yang bermasalah Data SPM Puskesmas Borobudur yang telah di kumpulkan dan diolah dapat diketahui bahwa pencapaian cakupan rumah sehat sebesar sedangkan target Dinas

Kesehatan Kabupaten Magelang adalah sebesar 80%. Sehingga dengan membandingkan hasil cakupan dengan target maka didapatkan pencapaian dari bayi yang mendapatkan ASI eksklusif sebesar 5%. Ini menunjukkan bahwa cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif selama periode Januari 2011 tidak mencapai target Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang. Masalah ini selanjutnya akan dianalisis untuk menentukan kemungkinan penyebab masalah dengan metode pendekatan sistem (input, proses, lingkungan dan output). 3.2. Kerangka Pikir Pemecahan Masalah Masalah adalah kesenjangan antara harapan atau tujuan yang ingin dicapai dengan kenyataan sesungguhnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Urutan dalam siklus pemecahan masalah adalah sebagai berikut :
Identifikasi Masalah

Monitoring dan Evaluasi

Penentuan Prioritas Masalah

Penyusunan rencana penerapan

Penentuan Penyebab Masalah

Penetapan pemecahan masalah terpilih

Memilih Penyebab yg plg mungkin

Menentukan alternatif pemecahan masalah

Gambar 2. Analisis Pemecahan Masalah (Hartoyo, 2009)


9

3.3. Analisis Penyebab Masalah 3.3.1. Analisis Input Pendekatan input meliputi 5M (Man, Money, Methode, Material, Machine) yang akan dibahas sebagai berikut :
Tabel 2. Analisis Input Penyebab Masalah Kelebihan Tersedia tenaga kesehatan (dokter, bidan desa), koordinator program Gizi, koordinator program KIA, koordinator Promkes dan para kader yang mengetahui manajemen laktasi Kekurangan - Kurang optimalnya peran Bidan desa untuk menggalakkan para Ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada anak mereka

Man

Money

Methode

Material

Machine

Puskesmas memiliki dana yang dapat - Tidak adanya anggaran digunakan untuk keperluan program puskesmas untuk pengadaan pokok Puskesmas media promosi yaitu pembuatan poster, leaflet dan Adanya dana transportasi tiap bulannya untuk Posyandu. media promosi lainnya Terdapat sistem pencatatan mengenai - Kurangnya penyuluhan kepada cakupan bayi yang mendapat ASI ibu hamil dan ibu yang eksklusif setiap bulannya. memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi. Bidan sudah melakukan penyuluhan secara personal kepada ibu-ibu yang - Belum semua puskesmas datang ke PKD dan Posyandu menggunakan kohort yang dilengkapi tabel ASI eksklusif. Sudah adanya sistem pencatatan kohort - Kurangnya koordinasi antara bidan desa dengan Bidan koordinator mengenai sistem pencatatan dan pelaporan untuk mendata bayi yang mendapat ASI eksklusif. Terdapatnya Puskesmas, Pustu, - Terdapat Poliklinik Kesehatan Posyandu, PKD Desa (PKD) yang menjual susu formula untuk tahap 1 yaitu bayi usia 0-6 bulan Terdapatnya buku KIA - Minimalnya jumlah Poster untuk media promosi. Terdapatnya buku Kohort Terdapatnya LCD dan laptop untuk - LCD dan laptop tidak dapat digunakan setiap waktu. penyuluhan ASI eksklusif Sudah terdapat Poster sebagai media promosi mengenai ASI eksklusif

10

3.3.2. Analisis Proses Penyebab Masalah Tabel 3. Analisis Proses Penyebab Masalah
Proses P1 (Perencanaan) Kelebihan Sudah ada jadwal rutin Posyandu balita, Posyandu lansia, dan tumbuh kembang Kekurangan - Tidak adanya koordinasi dalam rencana kegiatan mengenai penyuluhan ASI eksklusif antara koordinator Promosi Kesehatan dengan koordinator Gizi dan KIA. - Kurang menarik dan tersampaikannya manfaat ASI eksklusif saat penjelasan oleh bidan maupun kader. - Belum adanya koordinasi Promkes, KIA (bidan desa) dan gizi tentang promosi kesehatan ASI eksklusif. - Kurangnya pengawasan langsung dari koodinator KIA dan Gizi paparan cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif

P2 (Pelaksanaan dan penggerakan)

Kegiatan promosi mengenai manfaat ASI eksklusif sudah sering dilakukan oleh bidan, kader melalui konseling saat Posyandu maupun ANC

P3 (Pengawasan, penilaian, dan pengendalian)

Terdapat laporan bulanan mengenai cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif

3.3.3. Analisis Lingkungan Berdasarkan pengamatan analisis lingkungan yang bisa menjadi penyebab masalah cakupan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif belum sesuai target adalah 1. Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman ibu-ibu mengenai ASI eksklusif. 2. Kesibukan ibu yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga anak langsung diberi susu formula. 3. Ibu mengalami kesulitan dalam pengeluaran ASI. 4. Adanya pola pikir yang salah tentang adanya pemahaman bahwa bayi yang masih menangis setelah disusui adalah bayi yang masih lapar sehingga kecenderungan masyarakat untuk memberi makanan tambahan kepada bayinya. 5. Beberapa bidan desa ada yang menjual susu Formula tahap 1 yaitu bayi usia 0 6 bulan

11

3.4. Output
Tabel 4. Ouput Cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif bulan Januari 2011 Sasaran bulan berjalan Hasil kegiatan bulanan Januari Bayi yang mendapat ASI eksklusif Cakupan Hasil kegiatan 20 %

Program

Target

Sasaran

Skor Pencapaian

80%

498

498

20

4%

5%

Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa cakupan jumlah bayi yang mendapat ASI eksklusif pada bulan Januari 2011 adalah sebesar 4%, sedangkan target dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang sebesar 80%.

3.5. Rumusan Kemungkinan Penyebab Masalah Dari Semua Analisis diatas bisa dijabarkan penyebab-penyebab masalah sebagai berikut: 1. Kurang optimalnya peran Bidan desa untuk menggalakkan para Ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada anak mereka 2. Tidak adanya anggaran puskesmas untuk pengadaan media promosi yaitu pembuatan poster, leaflet dan media promosi lainnya 3. Kurangnya penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi. 4. Belum semua puskesmas menggunakan kohort yang dilengkapi tabel ASI eksklusif. 5. Kurangnya koordinasi antara bidan desa dengan Bidan koordinator mengenai sistem pencatatan dan pelaporan untuk mendata bayi yang mendapat ASI eksklusif. 6. Minimalnya jumlah Poster untuk media promosi. 7. LCD dan laptop tidak dapat digunakan setiap waktu.

12

8. Tidak adanya koordinasi dalam rencana kegiatan mengenai penyuluhan ASI eksklusif antara koordinator Promosi Kesehatan dengan koordinator Gizi dan KIA. 9. Kurang menarik dan tersampaikannya manfaat ASI eksklusif saat penjelasan oleh bidan maupun kader. 10. Belum adanya koordinasi Promkes, KIA (bidan desa) dan gizi tentang promosi kesehatan ASI eksklusif. 11. Kurangnya pengawasan langsung dari koodinator KIA dan Gizi paparan cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif 12. Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman ibu-ibu mengenai ASI eksklusif. 13. Kesibukan ibu yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga anak langsung diberi susu formula. 14. Ibu mengalami kesulitan dalam pengeluaran ASI. 15. Adanya pola pikir yang salah tentang adanya pemahaman bahwa bayi yang masih menangis setelah disusui adalah bayi yang masih lapar sehingga kecenderungan masyarakat untuk memberi makanan tambahan kepada bayinya. 16. Beberapa bidan desa ada yang menjual susu Formula tahap 1 yaitu bayi usia 0 6 bulan

13

14

Dari tabel di atas dapat dibuat suatu kesimpulan dengan menggunakan diagram fish bone yaitu sebagai berikut: Tidak adanya anggaran puskesmas untuk pengadaan media promosi yaitu pembuatan poster, leaflet dan media promosi lainnya

INPUT MAN MONEY

 Kurang optimalnya peran Bidan desa untuk menggalakkan para Ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada anak mereka  Kurangnya penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi.  Belum semua puskesmas menggunakan kohort yang dilengkapi tabel ASI eksklusif. METHODE  Kurangnya koordinasi antara bidan desa dengan Bidan koordinator mengenai sistem pencatatan dan pelaporan untuk mendata bayi yang mendapat ASI eksklusif.  Minimalnya jumlah Poster untuk media promosi LCD dan laptop tidak dapat digunakan setiap waktu.

Terdapat Poliklinik Kesehatan Desa (PKD) yang menjual susu formula untuk tahap 1 yaitu bayi usia 0-6 bulan

MATERIAL

 Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman ibu-ibu mengenai ASI eksklusif.  Kesibukan ibu yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga anak langsung diberi susu formula.  Ibu mengalami kesulitan dalam pengeluaran ASI.  Adanya pola pikir yang salah tentang adanya pemahaman bahwa bayi yang masih menangis setelah disusui adalah bayi yang masih lapar sehingga kecenderungan masyarakat untuk memberi makanan tambahan kepad a LINGKUNGAN bayinya.  Beberapa bidan desa ada yang menjual susu Formula tahap 1 yaitu bayi usia 0 6 bulan

MACHINE

Kurang menarik dan tersampaikannya manfaat ASI eksklusif saat penjelasan oleh bidan maupun kader. Belum adanya koordinasi Promkes, KIA (bidan desa) dan gizi tentang promosi kesehatan ASI eksklusif.
PROSES

P2 P1

 Tidak adanya koordinasi dalam rencana kegiatan mengenai penyuluhan ASI eksklusif antara koordinator Promosi Kesehatan dengan koordinator Gizi dan KIA

MASALAH Skor Pencapaian Program Asi Eksklusif 5%

P3

Kurangnya pengawasan langsung dari koodinator KIA dan Gizi paparan cakupan bayi yang mendapat ASI eksklusif.

Gambar 3. Diagram Fishbon


15

3.6. Penyebab Masalah Paling Mungkin Setelah dilakukan konfirmasi terhadap petugas terkait, maka didapatkan beberapa penyebab masalah yang paling mungkin, yang tertera pada tabel di bawah ini : 1. Kurang optimalnya peran Bidan desa untuk menggalakkan para Ibu dalam memberikan
ASI eksklusif kepada anak mereka

2. Kurangnya penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang ASI eksklusif. 3. Belum adanya koordinasi dari koordinator Promkes, KIA dan gizi mengenai promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif. 4. Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman ibu-ibu mengenai ASI eksklusif. 5. Kesibukan ibu yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga anak langsung diberi susu formula. 6. Adanya pola pikir yang salah tentang adanya pemahaman bahwa bayi yang masih menangis setelah disusui adalah bayi yang masih lapar sehingga kecenderungan masyarakat untuk memberi makanan tambahan kepada bayinya

16

BAB IV ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH 4.1. Membuat alternatif Pemecahan Masalah Setelah diperoleh daftar penyebab masalah, langkah selanjutnya adalah membuat alternatif pemecahan masalah sebagai berikut : Tabel 5. Alternatif Pemecahan Masalah
No. 1. Penyebab Masalah Paling Mungkin Kurang optimalnya peran Bidan desa untuk menggalakkan para Ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada anak mereka Kurangnya penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang ASI eksklusif. Belum adanya koordinasi dari koordinator Promkes, gizi dan KIA mengenai promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif. Alternatif Pemecahan Masalah Melakukan refreshing ASI eksklusif oleh koordinator Gizi dan KIA kepada bidan desa Melakukan supervisi fasilitatif ke setiap PKD minimal 3 bulan sekali. Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi. Meningkatkan kerjasama antara koordinator Promkes dengan Koordinator Gizi dan koordinator KIA (mencakup bidan desa) mengenai strategi promosi ASI eksklusif Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi

2.

3.

4.

5.

6.

Masih rendahnya pengetahuan dan pemahaman ibu-ibu mengenai ASI eksklusif. Kesibukan ibu yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga anak langsung diberi susu formula. Adanya pola pikir yang salah tentang adanya pemahaman bahwa bayi yang masih menangis setelah disusui adalah bayi yang masih lapar sehingga kecenderungan masyarakat untuk memberi makanan tambahan kepada bayinya.

17

4.2. Kerangka Alternatif Pemecahan Masalah

Penyabab Masalah Paling Mungkin

Alternatif Pemecahan Masalah

Kurang optimalnya peran Bidan desa untuk menggalakkan para Ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada anak mereka

Kurangnya penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang ASI eksklusif.

Melakukan refreshing ASI eksklusif oleh koordinator Gizi dan KIA kepada bidan desa

Belum adanya koordinasi dari koordinator Promkes, gizi dan KIA mengenai promosi kesehatan mengenai ASI eksklusif.

Melakukan supervisi fasilitatif ke setiap PKD minimal 3 bulan sekali.

Masih rendahnya pengetahuan pemahaman ibu-ibu mengenai eksklusif.

dan ASI

Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi.

Kesibukan ibu yang bekerja baik di dalam maupun di luar rumah, sehingga anak langsung diberi susu formula.

Meningkatkan kerjasama antara koordinator Promkes dengan Koordinator Gizi dan koordinator KIA (mencakup bidan desa) mengenai strategi promosi ASI eksklusif

Adanya pola pikir yang salah tentang adanya pemahaman bahwa bayi yang masih menangis setelah disusui adalah bayi yang masih lapar sehingga kecenderungan masyarakat untuk memberi makanan tambahan kepada bayinya.

Gambar 4. Kerangka Alternatif Pemecahan Masalah


18

4.3. Daftar Alternatif Pemecahan Masalah Berikut daftar alternatif pemecahan masalah : 1. Melakukan refreshing ASI eksklusif oleh koordinator Gizi dan KIA kepada bidan desa.
2. Melakukan supervisi fasilitatif ke setiap PKD minimal 3 bulan sekali. 3. Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan

tentang manajemen laktasi.


4. Meningkatkan kerjasama antara koordinator Promkes dengan Koordinator Gizi

dan koordinator KIA (mencakup bidan desa) mengenai strategi promosi ASI eksklusif 4.4. Penentuan Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah Setelah diperoleh alternatif pemecahan masalah, maka sleanjutnya dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah tersebut dengan menggunakan metode kriteria matriks sebagai berikut : a) Berdasarkan besarnya / magnitude (m) Semakin besar atau semakin banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan, maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5 , semakin banyak penyebab masalah yang dapat diselesaikan , maka semakin besar nilainya (semakin mendekati 5). b) Berdasarkan pentingnya / importancy (i) Semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi penyebab masalah maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin penting cara penyelesaian dalam mengatasi masalah maka nilainya semakin mendekati 5. c) Berdasarkan sensitifitasnya / vunerability (v) Semakin sensitif cara penyelesaian masalah maka semakin efektif. Kriteria ini bernilai 1-5, semakin sensitif cara penyelesaian dalam mengatasi masalah maka nilainya semakin mendekati 5.

19

d) Berdasarkan biayanya / cost (c) Kriteria ini bernilai 1-5, nilai mendekati 1 bila biaya (sumber daya) yang digunakan makin kecil. Sebaliknya mendekati nilai 5 bila biaya (sumber daya) semakin besar. Berdasarkan keterangan di atas, maka ditentukan prioritas alternatif pemecahan masalah menggunakan metode kriteria matriks sebagai berikut:

Tabel 6. Urutan Prioritas Masalah


Hasil Akhir No Alternatif Pemecahan Masalah Melakukan refreshing ASI eksklusif oleh koordinator Gizi dan KIA kepada bidan desa Melakukan supervisi fasilitatif ke setiap PKD minimal 3 bulan sekali. Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi. Meningkatkan kerjasama antara koordinator Promkes dengan Koordinator Gizi dan koordinator KIA (mencakup bidan desa) mengenai strategi promosi ASI eksklusif M I v C (m x i x v) / c 13,5 Prioritas

1.

III

2.

IV

3.

62,5

4.

27

II

Setelah dilakukan penentuan prioritas alternatif pemecahan masalah maka didapatkan urutannya adalah : 1. Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang manajemen laktasi.

20

2. Meningkatkan kerjasama antara koordinator Promkes dengan Koordinator Gizi dan koordinator KIA (mencakup bidan desa) mengenai strategi promosi ASI eksklusif. 3. Melakukan refreshing ASI eksklusif oleh koordinator Gizi dan KIA kepada bidan desa. 4. Melakukan supervisi fasilitatif ke setiap PKD minimal 3 bulan sekali. 4.5. Strategi Pemecahan Masalah Berdasarkan alternatif pemecahan masalah, kemudian ditentukan strategi pemecahan masalah sebagai berikut : Tabel 7. Strategi Pemecahan Masalah
No. 1. Strategi Pemecahan Masalah Kegiatan Memberikan penyuluhan kepada ibu hamil Penyuluhan tentang kandungan ASI dan ibu yang memiliki bayi <6 bulan tentang tentang manajemen laktasi manajemen laktasi. Meningkatkan kerjasama antara koordinator Pembuatan proposal pengadaan poster, Promkes dengan Koordinator Gizi dan leaflet, booklet mengenai ASI eksklusif koordinator KIA (mencakup bidan desa) mengenai strategi promosi ASI eksklusif . Melakukan refreshing ASI eksklusif oleh Diskusi antara bidan koordinator koordinator Gizi dan KIA kepada bidan desa dengan bidan-bidan desa untuk refreshing kembali mengenai ASI eksklusif Melakukan supervisi fasilitatif ke setiap PKD Supervisi rutin ke PKD di wilayah minimal 3 bulan sekali Kerja Puskesmas Borobudur minimal 3 bulan sekali

2.

3.

4.

4.6. Rencana Tindak Lanjut Kegiatan Rencana kegiatan yang telah dibuat sebagai upaya dari strategi pemecahan masalah selanjutnya dibuat dalam sebuah tabel Plan of Action yang meliputi kegiatan, tujuan, sasaran, waktu, dana, lokasi, pelaksana, metode dan tolak ukur keberhasilan strategi pemacahan masalah tersebut yang disesuaikan dengan masalah yang telah ditentukan.

21

Tabel 8. Plan of Action penyuluhan ASI eksklusif No . 1. Kegiatan Rapat Koordinasi Tujuan
- Mempersiapka n materi penyuluhan - menentukan lokasi penyuluhan - menentukan waktu pelaksanaan penyuluhan

Sasaran Koordinator KIA

Waktu Setelah

Dana Dana operasional Puskesmas

Lokasi

Pelaksana

Metode

Tolak Ukur
- Adanya koordinasi antara bidan desa, koordinator KIA, dan koordinator gizi. - Telah tersiapkannya materi penyuluhan - Ditentukannya lokasi penyuluhan - Ditentukannya waktu pelaksanaan penyuluhan.

Puskesmas Dokter, bidan Diskusi Borobudur desa, koordinator KIA, koordinator gizi.

dan menentukan strategi pemecahan masalah

bidan desa

22

2.

Penyuluhan ASI

tentang Meningkatkan

Ibu

hamil Saat ibu posyandu

Dana operasional puskesmas

Lokasi posyandu yang

Dokter, bidan Penyuluh Meningkatnya desa, kader, an, diskusi, pengetahuan dan kesadaran hamil yang dan ibu ibu

tentang pengetahuan dan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya memberikan ASI eksklusif bayi. pada yang memiliki bayi

manajemen laktasi

ada koordinator

di tiap-tiap petugas gizi, tanya dusun dan promkes jawab

memiliki

bayi/balita tentang pentingnya ASI

3.

Pembuatan

proposal Meningkatkan ASI kesadaran

Ibu

hamil Bulan april ibu

Dana operasional puskesmas

Puskesmas Dokter, bidan Penulisa Borobudur desa, kader, n proposal

Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran dan ibu ibu

pengadaan poster, leaflet, pengetahuan dan dan booklet eksklusif mengenai

yang memiliki bayi

koordinator

masyarakat tentang pentingnya memberikan ASI eksklusif bayi. pada

petugas gizi, pengadaa hamil dan promkes n media yang promosi

memiliki

bayi/balita tentang pentingnya ASI

4.

Diskusi

antara

bidan Meningkatkan

Bidan desa

Bulan April
23

Dana

Puskesmas Dokter, bidan Diskusi

Mengingatkan

koordinator

dengan pengetahuan

operasional puskesmas

Borobudur

desa,

kader,

kembali tentang eksklusif

bidan ASI

bidan-bidan desa untuk bidan refreshing

tentang

koordinator petugas gizi, dan promkes

kembali ASI eksklusif mengenai ASI eksklusif

5.

Supervisi rutin ke PKD di

Mengevaluasi desa

Bidan Desa

Setiap bulan

3 operasional puskesmas

Setiap PKD diwilayah kerja

Dokter, koordinator Gizi, dan

Survey

Program penggalakan ASI eksklusif berjalan.

wilayah Kerja Puskesmas bidan Borobudur bulan sekali minimal 3 terhadap

penggalakan kepada ibu hamil dan ibu yang bayi

koordinator

Puskesmas KIA. Borobudur

memiliki tentang pemberian eksklusif.

ASI

24

Tabel 9. Gann Chart

No. 1. 2. 3. Rapat koordinasi

Kegiatan

April 1 2 3 4 1

Juni 2 3 4 1

Agustus 2 3 4 1

Oktober 2 3 4 1

Desember 2 3 4 1

Februari 2 3 4

Penyuluhan tentang manajemen laktasi Pembuatan proposal pengadaan poster, leaflet, booklet mengenai ASI eksklusif Diskusi antara bidan koordinator dengan bidan-bidan desa untuk refreshing kembali mengenai ASI eksklusif Supervisi rutin ke PKD di wilayah Kerja Puskesmas Borobudur minimal 3 bulan sekali

4.

5.

25

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan Depkes RI mengeluarkan sejumlah peraturan untuk menjamin pemberian ASI pada bayi. Peraturan itu diantaranya Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 450 tahun 2004 tentang Pemberian Air Susu Ibu secara eksklusif pada bayi di Indonesia. Untuk pengawasan dan evaluasi peraturan ini, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada Dinas Kesehatan Provinsi serta Kabupaten atau Kota. Dalam upaya pengawasan dan evaluasi pemberian ASI eksklusif, pemerintah Kabupaten Magelang memasukkan program ASI eksklusif ke dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM). Namun permasalahan yang ada dalam Standar Pelayanan minimal Puskesmas Borobudur periode Januari 2011 adalah tidak tercapainya cakupan ASI eksklusif pada periode tersebut yaitu hanya 4%. Dari hasil wawancara dengan bidan dan kader desa maka dapat diketahui bahwa masih ada bayi yang umur kurang dari 4 (empat) bulan yang telah diberi MP-ASI, Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran ibu mengenai akibat pemberian makanan tambahan pada bayi yang berusia kurang dari 6 bulan Maka perlu ditingkatkan penyuluhan kepada ibu ibu tentang pentingnya pemberian ASI esklusif dan makanan pendamping ASI pada usia anak yang tepat dalam masa pertumbuhan anak mereka.

26

5.2. Saran Dengan hasil laporan ini, penulis megusulkan beberapa saran demi tercapainya target dari pencapaian cakupan bayi dengan ASI eksklusif antara lain: A. Bagi Ibu yang Memiliki Bayi Bagi ibu- ibu yang belum memberikan ASI Eksklusif pada bayinya, diharapkan dapat memberikan ASI eksklusif pada bayinya. B. Bagi Puskesmas  Perlunya peningkatan penyuluhan kesehatan secara umum khususnya tentang ASI dan menyusui kepada masyarakat, khususnya kepada ibu hamil tentang gizi dan perawatan payudara selama masa kehamilan, sehingga produksi ASI cukup.  Perlu ditingkatkan peranan tenaga kesehatan baik di Puskesmas, Poliklinik Desa, ataupun Posyandu di dalam memberikan penyuluhan atau petunjuk kepada ibu hamil, ibu baru melahirkan dan ibu menyusui tentang ASI dan menyusui.

27

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Sepuluh Keistimewaan Pemberian ASI http://www.eurekaindonesia.org Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Indonesia Sehat 2010. Jakarta : 2004. Hartoyo, 2009. Handout Proses Pemecahan Masalah Penentuan Prioritas Masalah dan Pengambilan Keputusan. Magelang. Rasyid, 2010. Pemberian ASI eksklusif. http://keluarga.rasyid.net/2009/12 Sentra Laktasi Indonesia. Pelatihan Konseling Menyusui Modul 40 Jam WHO dan UNICEF. Jakarta : 2007. Supraptini, Lubis A, Irianto J. Cakupan Imunisasi Balita Dan ASI Eksklusif Di Indonesia, Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001. Jakarta : 2001, 249-54.

28

Вам также может понравиться