Вы находитесь на странице: 1из 2

Jumat, 4 Juli 2008 | 13:34 WIB

Seberapa sering Anda mendongeng untuk anak? Jika sudah mulai jarang, tak ada ruginya
menggiatkan kembali aktivitas satu ini. Menurut pakar dongeng Riris K Toha Sarumpaet,
dongeng bermanfaat bagi orang tua dan anak. "Bagi orang tua, dengan mendongeng
mereka bisa berbagi pengalaman, berkomunikasi dengan anak," ujar Riris.

Sementara untuk anak, mendongeng dapat dijadikan ajang tepat untuk menanamkan nilai
moral, mengenalkan cara berdemokrasi, dan sebagainya. Tentu saja, mendongeng harus
disampaikan dalam bahasa sederhana yang dimengerti anak-anak sesuai umur mereka.
"Orang tua juga bisa mengenalkan anak pada pola bahasa, mengembangkan
perbendarahaan kata, mendorong seni mendengar, dan melatih kemampuan visualisasi
(menjadikan anak lebih kreatif)," papar Riris.

Yang juga penting, dongeng melatih anak berpikir rasional dan praktis, menyelesaikan
masalah, serta mengambil keputusan. "Saat mendongeng, sebaiknya tidak langsung
meminta mereka jangan melakukan ini-itu, meski sikap itu memang sebetulnya kurang
baik. Lebih baik tanya dulu pendapat mereka tentang sikap yang dilakukan tokoh dalam
dongeng itu, baru kemudian menyampaikan pesan moral."

Bagi anak-anak yang baru saja mengalami trauma atau sedang sakit, dongeng juga bisa
jadi ajang pelepasan ekspresi, penyembuhan luka hati dan hiburan.

Pada dasarnya, anak memerlukan keteladanan, kejujuran, nasihat, dan punya rasa ingin
tahu yang perlu dipuaskan. Apa saja yang bisa diceritakan saat mendongeng? "Bisa
tentang gunung, kucing, celana, musim, kematian, harapan, sampai istana dengan raja
dan ratunya," papar Riris sambil menambahkan, ide cerita bisa didapat dari sekolah,
rumah, koran, alam, buku dan tentu saja imajinasi.

"Dongeng tidak harus selalu bahagia, agar anak-anak tidak selalu hidup dalam dunia
fiktif. Jangan sampai dia tidak tahu mana yang dunia fantasi, mana yang realistis."

Riris membagi pendengar dongeng dalam empat kelompok umur, masing-masing bayi
sampai 5 tahun, 5-8 tahun, 8-12 tahun, dan segala umur. Karena itu, cara bercerita,
materi, bahasa yang disampaikan, dan persiapan pendongeng juga disesuaikan.

Pendengar bayi sampai anak 5 tahun, misalnya, pikiran dan kegiatannya berkisar pada
urusan makan, buang air kecil dan besar. Karena itu, dongeng untuk mereka sebaiknya
berlangsung tak lebih dari lima menit. Riris menyarankan untuk menggunakan alat
peraga agar cerita lebih mudah dipahami anak-anak. Misalnya, boneka, atau ajak mereka
langsung ke kebun binatang saat menjelaskan binatang.

Anak-anak usia 5-8 tahun, sudah mulai mengenal seks. Kisah-kisah yang berkisar pada
jender sudah boleh diberikan dalam konteks sederhana dan bertujuan memberikan
pendidikan. "Ini adalah tahun-tahun emas atau golden years mereka. Jadi, manfaatkan
sebaik mungkin cerita yang membuat mereka akan terus ingat, bahkan menerapkannya
sebagai sikap hidup kelak," tutur Riris.

Karakter anak usia 8-12 tahun sudah sangat kompleks dan mulai suka intrik. Cerita
berbau petualangan dan sedikit romance bisa diberikan. Jangan lupa, karena
pendengarnya anak-anak, usahakan cerita yang disajikan menghibur dan membuat
mereka terkesan. Asal tidak berlebihan, boleh saja mendramatisir cerita. Misalnya,
menirukan bunyi-bunyian, suara, dan bahasa saat bercerita bisa membuat anak-anak
antusias. Saat bercerita tentang kuda, selipkan suara ringkikannya semirip mungkin.
Menirukan suara tokoh anak kecil dan seorang bapak, juga bisa dibuat berbeda agar
dongeng tidak terkesan monoton.

Yang juga penting adalah adanya tokoh dalam cerita. Tokoh yang punya karakter sangat
menonjol bisa menggugah ketertarikan mereka. Carilah tokoh yang mudah diingat dan
bisa ditiru sikap dan sifatnya oleh anak-anak. Selain orang, banyak hal yang bisa jadi
tokoh cerita, misalnya peri, naga, serangga, bunga dan sebagainya.

Вам также может понравиться