Вы находитесь на странице: 1из 7

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Assalaamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu, Yang Terhormat, Rektor dan para Wakil Rektor Universitas Hasanuddin, Ketua,

Sekretaris, dan Anggota Senat Universitas Hasanuddin, Ketua, Sekretaris, dan Anggota Dewan Guru Besar Universitas Hasanuddin, Dekan dan para Wakil Dekan di lingkungan Universitas Hasanuddin, Segenap Civitas Akademika Universitas Hasanuddin, Para undangan dan handai taulan serta Keluargaku yang saya kasihi,

Maha Suci Allah SWT, Pencipta Alam Semesta yang atas keridhaan-Nya telah berkenan mengumpulkan kita semua di ruangan khusus ini. Shalawat kepada Rasulullaah Muhammad SAW seorang manusia pilihan yang menjadi pemandu ummat manusia di bumi dan pemberi shafaat bagi para pengikutnya di Hari Kebangkitan kelak. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya akan menyampaikan pidato pengukuhan (inauguration speech) saya sebagai Guru Besar Bidang Hidro-Meteorologi (ilmu yang mengaitkan antara fenomena atmosfir dan air hujan) pada Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin. Pidato ini berjudul: Kontribusi permodelan komputer dalam penyelesaian masalah kelautan: prediksi, disain dan keputusan. Judul tersebut terinspirasi oleh salah satu episode kisah nabi Yusuf a.s. yang dituliskan pada al Quran maupun Bible mengenai kemampuan Beliau a.s. meramalkan fenomena hidro-meteorologis [baik kemarau panjang maupun berlimpahnya air melalui mimpi seorang raja Mesir] dan mengantisipasi ramalan tersebut dengan disain manajemen kemakmuran/bencana dan pengambilan keputusan yang tepat dan efektif [melalui pengelolaan panen]. Kalau dahulu, media komunikasi antara manusia dengan sang Khalik adalah via mimpi, maka saat ini media yang digunakan adalah komputer untuk membantu manusia dalam memprediksi dan mengelola lingkungannya seperti paparan berikut ini. 1.Prediksi lingkungan: kinematika cincin laut (oceanic rings) akibat manifestasi interaksi searah atmosfir-samudera

Hadirin yang berbahagia, Persoalan memprediksi lintasan (trajectory) suatu sosok kelautan (oceanic feature) adalah kasus pertama yang saya geluti saat mengikuti program master di Kanada. Pengalaman ini ternyata menjadi tonggak (milestone) dalam karir saya dalam memprediksi berbagai fenomena yang terangkum dalam buku pertama saya [Halide, 2009]. Kemunculan suatu sosok cincin laut (oceanic rings) berinti panas/dingin warm-core/ cold-core rings pada beberapa wilayah perairan seperti Teluk Mexico dan Gulf Stream dapat terdeteksi via satelit dan hidrografi. Ia bahkan masih teramati hingga kedalaman laut 1 Km [Elliot, 1982; Vukovich dan Crissman, 1986; Cooper dkk., 1990]. Sosok tersebut dapat mencapai usia (lifetime) setahun dengan beberapa karakteristik fisis lainnya seperti: diameter antara 200-300 km dengan kecepatan arus pusaran (swirl) antara 6-7 km/jam dan kecepatan translasinya antara 2-5 km/hari. Para ilmuwan menjadikannya sebagai obyek kajian karena kehadiran dan pergerakan sosok masif ini amat penting bagi keamanan pengeboran minyak dan gas di lepas-pantai [Koch dkk., 1991] serta pengaruhnya pada kelimpahan tangkapan ikan laut [Flierl dan Wroblewski, 1985; Myers dan Drinkwater, 1989]. Ada dua pendekatan yang dilakukan oleh para fisikawan laut (physical oceanographers) dalam mengkaji sosok tersebut yakni melalui tinjauan dinamika dan kinematika. Dinamika pembentukan sosok unik tersebut dikaji melalui penerapan prinsip dinamika keseimbangan antara angin (wind stress curl) dan pusaran (vorticity) laut [Sturges dan Blaha, 1976]. Hasilnya tertuang dalam suatu bentuk permodelan numerik General Circulation Model [Hulburt dan Thompson, 1980]. Hasil permodelan evolusi dinamika sosok tersebut ternyata sesuai dengan prediksi posisi dan energi cincin laut yang dihasilkan melalui kajian kinematika [Kirwan dkk., 1988]. Dalam kerangka medan-alir linear, cincin laut dikenal sebagai vorteks yang terbentuk ketika seperangkat parameter kinematika differensial fluida memenuhi kondisi tertentu [Okubo, 1970]. Dengan menggunakan teknik aljabar komputer MACSYMA, Halide dan Sanderson [1993] menemukan kesalahan dan sekaligus mengoreksi kesalahan pada solusi non-linear Kirwan dkk. [1988] tersebut. Algoritma kinematika vorteks ini lalu kami namakan sebagai model OK (Okubo-Kirwan). Algoritma ini dapat juga digunakan untuk memprediksi gerakan suatu vorteks yang muncul di atmosfir (badai tropis) tanpa mensyaratkan adanya pengaruh dari samudera. Ketepatan memprediksi arah dan magnitudo badai ini amat berguna untuk mendisain sistem peringatan dini dan mitigasi

bencana bagi penduduk di suatu kawasan yang berada pada lintasan yang akan dilalui oleh suatu badai [Goerrs, 2007; Marchok dkk., 2007]. 2.Prediksi lingkungan: ENSO pasangan tango atmosfir dan samudera Para hadirin yang mulia, Kasus prediksi lingkungan kedua yang saya hadapi adalah saat menekuni persoalan proses-proses fisika di hutan bakau dan ekosistem sekitarnya ketika mengikuti program doktor di Australia. Kasus prediksi ini amat berkesan karena ia mirip dengan suatu kisah terkenal dalam Kitab Suci yakni pertarungan antara si kecil Nabi Daud a.s. dan sang raksasa Jalut (David vs Goliath). Si kecil dalam hal ini diwakili oleh komputer biasa (personal computer) sedangkan lawannya adalah super komputer dalam pertarungan meramalkan datangnya fenomena ENSO (El Nio Southern Oscillation). Fenomena ENSO yang terbentuk pada Samudera Pasifik adalah suatu wujud interaksi atmosfir-samudera (bak pasangan yang sedang menampilkan tarian tango mengambil istilah Dr Philander dari Princeton Univ) di kawasan tropis. Fenomena ini ternyata juga berdampak pada wilayah non-tropis melalui efek teleconnection-nya. Kedatangannya akan mempengaruhi suatu ekosistem karena adanya perubahan signifikan pada suhu dan curah hujan di daerah tersebut [Field, 1995]. Di Indonesia, wujud ENSO tersebut bisa muncul dalam bentuk kemarau panjang (El Nio) ataupun hujan terus-menerus (La Nia). Kenyataan empiris menunjukkan bahwa ENSO yang mampu diprediksi secara akurat ternyata mendatangkan manfaat pada sektor-sektor: perikanan salmon [Costello dkk., 1998], peternakan sapi [McKeon dkk., 2000], pembelian gas-alam [Changnon dkk., 2000], penentuan harga listrik tenaga air [Hamlet dkk., 2002], industri asuransi [Chichilnisky dan Heal, 1998] dan kalkulasi risiko penyakit menular [Bouma dkk., 1997]. Mengetahui akan manfaat yang dapat dipetik dari suatu prediksi ENSO, beberapa institusi ternama di dunia berupaya membuat beraneka ragam komputer (dinamik, statistik dan hibrida) untuk memprediksi kedatangan (on-set) dan evolusi ENSO. Jika model dinamik terfokus pada applikasi hukum-hukum fluida dan termodinamika untuk memprediksi ENSO, maka model statistik tertuju pada pencarian prediktor optimal yang paling cocok hasil prediksinya (predictant) tanpa mensyaratkan perlunya hubungan kausal di antara predictorpredictant ini. Gabungan antara kedua model tersebut akan menghasilkan model hibrida. Akurasi ketiga macam model dengan kompleksitas dan kecanggihan komputasi yang amat beragam ini telah dipublikasikan secara berkala [Barnston dkk., 1999; Landsea dan Knaff,

2000; Kerr, 2002]. Hasil perbandingan prediksi (benchmarking) antar-model menunjukkan bahwa kemampuan prediksi model statistik sederhana misalnya IndOzy [Halide dan Ridd, 2008a] yang dijalankan menggunakan komputer biasa ternyata tak berbeda signifikan dengan prediksi model dinamik rumit LDEO versi 5 dari Lamont Doherty Earth Observatory Columbia Univ [Chen dkk., 2004] yang dieksekusi pada super komputer. Hasil penting lain yang diperoleh dari proses benchmarking ini adalah bahwa model-model (dinamik, statistik dan hibrida) memiliki keterbatasan cakrawala prediksi (forecasting horizon). Mereka hanya mampu memprediksi ENSO hingga 7 bulan ke depan. Keterbatasan kemampuan model dalam memprediksi ENSO dalam skala bulanan inilah yang membuat sebagian ilmuwan [Green dan Armstrong, 2007; Green dkk., 2009] bersikap skeptis pada model yang konon diklaim mampu memproyeksi suhu bumi hingga puluhan tahun kedepan [IPCC, 2007]. Berdasarkan pengalaman dalam memprediksi fenomena ENSO tersebut, kami selanjutnya hanya menggunakan model statistik untuk berbagai macam prediksi lingkungan. Metode statistik yang kami gunakan amatlah beragam mulai dari yang sederhana (regresi dan diskriminan) hingga yang kompleks (neural-network, fuzzy logic dan supporting vector machines). Kadangkala, fenomena ENSO itu sendiri pun turut dijadikan sebagai input untuk memprediksi fenomena lingkungan lainnya. Hasil yang diperoleh antara lain: (i) model prediktif curah hujan [Halide dan Ridd, 2000] yang dimanfaatkan untuk pengaturan polatanam kapas [Halide, 2003a] agar petani mendapatkan panen optimal; (ii) model prediktif epidemi Demam Berdarah Dengue (DBD) [Halide dan Ridd, 2008b] yang tidak saja menjadi dasar bagi pengembangan sistem peringatan dini epidemi DBD [Halide dkk., 2010a,b] namun ia juga bisa dimanfaatkan oleh suatu rumah tangga sebagai proteksi epidemi DBD di kota Makassar [Halide, 2010]; dan (iii) model prediktif pemutihan terumbu karang coral bleaching [Halide dan Ridd, 2002; Halide, 2004] di wilayah laut Great Barrier Reef, Australia. Informasi tentang akan adanya bleaching ini amat bermanfaat bagi para pengelola sumber-daya, pengambil kebijakan dan masyarakat untuk merumuskan strategi pengelolaan daerah pesisir. Salah satu upaya tersebut dapat diakses melalui situs lembaga kelautan dan atmosfir USA [NOAA Economics of Coral Bleaching Data and Products, http://www.economics.noaa.gov/?goal=ecosystems&file=events/coral]. 3.Disain pelemah ombak dari bambu: replantasi bakau Hadirin yang saya hormati,

Selain dua prediksi lingkungan di atas, program doktor tersebut juga memberikan saya pengalaman mendisain dua sistem: (i) disain suatu pelemah gelombang yang ramahlingkungan (environmental friendly) berbahan bambu untuk replantasi bakau, dan (ii) disain suatu kolam bakau untuk memperbaiki kualitas air yang masuk-keluar tambak udang. Mari kita lihat bersama. Bakau merupakan tumbuhan pesisir yang berfungsi ganda yakni sebagai pelindung pantai dari hantaman ombak [Mazda dkk., 1997] dan sebagai suaka fauna misalnya ikan dan udang dari ancaman para predatornya [Ewel dkk., 1998]. Namun, pertumbuhan penduduk yang membutuhkan ruang dan makanan menyebabkan bakau dikonversi menjadi pemukiman dan tambak khususnya di Asia Tenggara [Halide, 2001]. Hilangnya pelindung pantai ini harus dibayar mahal ketika badai tropis menyerang [Pearce, 1999]. Untuk memperbaiki keadaan ini, dilakukanlah replantasi bakau. Sayangnya, upaya ini terkendala oleh ketakmampuan bibit bakau (propagules) menghadapi berbagai faktor alam khususnya aksi ombak [Elster, 2000]. Berbagai teknik rekayasa sebenarnya telah tersedia untuk membantu mengurangi energi ombak ini melalui pemanfaatan interaksi antara ombak dan struktur misalnya Y-frame breakwater [Murali dan Mani, 1991] dan ban-bekas terapung [McCartney, 1995]. Dengan bantuan model numerik Brinkman dkk. [1997], kami merancang suatu pelemah ombak yang terbuat dari bambu. Rancangan ini ternyata jauh lebih murah, lebih ramah lingkungan namun tetap efektif dibanding disain terdahulu [Halide dkk., 2004].

4.Disain biofilter sedimen: tambak budidaya udang berkelanjutan Hadirin yang berbahagia, Menurunnya laju produktivitas budidaya payau untuk memenuhi kebutuhan protein manusia ternyata disebabkan oleh menurunnya kualitas air dan munculnya penyakit pada tambak udang (Corea dkk., 1998). Untuk mengatasi hal ini dilakukanlah upaya memperbaiki kualitas air yang masuk/keluar tambak menggunakan biofilter dari tanaman bakau penghuni pesisir pantai. Biofilter bakau ini memiliki 2 fungsi yakni sebagai nutrient-stripper [RiveraMonroy dkk., 1999] dan sediment-trapper [Wolanski dkk., 2000]. Sedimen memiliki peran penting karena ia bisa jadi media pencemar tambak, pengikat logam-berat [Wen dkk., 1998] dan unsur hara [Rysgaard dkk., 1999] serta sebagai substrat bakteri dan virus [Wiklund,

1995]. Efektivitas bakau sebagai biofilter telah kami kaji dan suatu formulasi disain biofilter dan kolam sedimentasi pada tambak udang telah kami berikan [Halide dkk, 2003b]. Upaya kami ini telah menjadi rujukan pada kajian uji efektifitas tanaman air tawar sebagai penyaring limbah domestik [Yang dkk., 2007].

5. Piranti pengambilan keputusan pada usaha budidaya laut: CADS_TOOL Hadirin yang mulia, Ulasan mendatang ini adalah buah penugasan kami ketika mengikuti program postdoktor di Australia yang disponsori oleh ACIAR (Australian Centre for International Agriculture Research). Pada tugas ini, kemampuan dan pengalaman permodelan dan disain di atas digunakan untuk membantu proses pengambilan keputusan pada bidang budidaya ikan laut berkelanjutan di daerah tropis. Isu keberlanjutan seperti telah diuraikan di atas ternyata tidak saja dihadapi oleh budidaya tambak udang di pesisir pantai. Problema semacam ini pun telah menjadi isu penting pada budidaya keramba ikan laut karnivora (kerapu dan kakap) serta herbivora (baronang). Hal ini tentu tak luput dari perhatian para ilmuwan kelautan karena pesatnya perkembangan indistri budidaya karamba laut. Persoalan yang dihadapi industri ini adalah tingginya produktivitas budidaya ternyata dibarengi pula dengan melimpahnya limbah (waste) yang dihasilkan dari kotoran dan sisa makanan ikan budidaya. Dampak limbah ini bagi lingkungan terwujud dalam bentuk: rendahnya oksigen (hypoxia) pada air dan sedimen di dasar laut akibat dekomposisi bahan organik limbah oleh bakteri yang membutuhkan oksigen [Holmer dkk., 2003], hilangnya fauna dan lamun (seagrass) akibat akumulasi sulfida [P-Martini dkk., 2006], berkembangnya alga dan euthropication akibat limbah hara (nutrients) yang kaya akan fosfor dan nitrogen [Sar dkk., 2007] serta terancamnya kelangsungan hidup terumbu karang tropis [Villanueva dkk., 2006]. Untuk menangani masalah tersebut di atas, saya direkrut oleh proyek ACIAR FIS/2003/027. Proyek ini ditujukan untuk mengkaji dampak lingkungan dari budidaya karamba laut tropis dan membuat suatu piranti perencanaan untuk membantu proses pengambilan keputusan bagi pengelola budidaya ikan laut secara berkelanjutan. Proyek ini telah menghasilkan suatu karya software ber-copyright yang merupakan milik bersama ACIAR, AIMS (Australian Institute of Marine Science) dan DKP (Departemen Kelautan dan

Perikanan) Indonesia. Piranti tersebut kami namakan CADS_TOOL (Cage Aquaculture Decision Support Tool) yang dapat diakses secara gratis melalui internet. Piranti itu memiliki sejumlah fungsi yakni: menentukan dan memilih lokasi yang cocok untuk budidaya, menentukan banyaknya ikan budidaya agar tak mencemari lingkungan laut, dan menaksir kelayakan ekonomi suatu usaha budidaya laut [Halide dkk., 2008c; Halide dkk., 2009].

Hadirin yang saya hormati, Masih banyak persoalan menantang di depan kita. Ambillah misalnya masalah kebutuhan energi yang mengharuskan manusia mencari energi alternatif sebagai pengganti bahan-bakar fosil tak-terbarukan (non-renewable). Energi alternatif tersebut hendaknya dapat diperbaharui dan ia juga tak menggerogoti lahan manusia apalagi sampai sampai menyudutkan kita pada dilemma pilihan antara food atau fuel. Cikal-bakal energi yang dimaksud tampaknya ada pada organisma alga laut kita. Tantangannya adalah bagaimana membudidayakan, mengumpulkan minyak alga dan mengkonversinya sedemikian rupa hingga ia siap menggantikan bensin/diesel yang kita pakai hari ini. Di sinilah pentingnya sinergi antar para ilmuwan dan perekayasa untuk melakukan revolusi dan inovasi di bidang energi kelautan. Pengalaman yang disajikan pada beberapa paragraf di atas membuktikan bahwa kami memiliki kapasitas untuk menjawab tantangan besar tersebut.

Sesungguhnya, setelah kesulitan (hardship) akan datang kemudahan (relief) Karena itu, setelah rampung dengan suatu pekerjaan, kerjakanlah pekerjaan lainnya Dan hanya kepada Allah jualah engkau hadapkan niat dan harapan [QS An-Nasyrah 94: 6-8] SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Wassalaamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuhu...

Вам также может понравиться