Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Integrasi regional dan regionalisme telah menjadi salah satu fenomena yang paling dinamis dalam hubungan internasional baru-baru ini. Semenjak awal tahun 1990an, inisiatif untuk mengembangkan dan memperkuat institusi regional telah ditingkatkan dalam skala global. Perubahan ini mengawali pembentukan Uni Eropa (European Union) di Eropa, North America Free Trade Aggreement (NAFTA) di Amerika Utara, dan Mercosur di Amerika Latin.1 Regionalisme telah menjadi kepentingan yang sangat besar dalam teori hubungan internasional. Integrasi regional adalah suatu usaha untuk mendapatkan keuntungan bersama dari kerjasama melalui sebuah kelompok motivasi diri dalam sistem hubungan anarki internasional.2 Agar dapat mencapai kohesi regional, negara harus mampu menanggulangi masalah-masalah tindakan kolektif yang selalu terjadi di dalam kerjasama internasional. Teori Hubungan Internasional telah menyediakan suatu penjelasan bagaimana dan seperti apa kondisi negara-negara yang telah mempromosikan kerjasama yang kolektif demi kepentingan regional sepenuhnya. Kesuksesan pengalaman dari integrasi regional di Eropa telah dipandang sebagai contoh usaha yang serupa di belahan dunia lainnya. Negara-negara Eropa telah menetapkan mekanisme yang kokoh dan terlembaga untuk kerja sama antar negara dibawah kepemimpinan mayoritas negara serta pembentukan dan kemajuan dari agen-agen yang melintasi batas negara. Jika integrasi Eropa dievaluasi dalam koordinasi kepentingan negara-negara, hal ini dapat diduga bahwa faktor utama
1 P. Anthonius Sitepu, Konsep Integrasi Regionalisme Dalam Studi Hubungan Internasional, dalam http://library.usu.ac.id/download/fisip/fisip-anthonius3.pdf, diakses 14 September 2008 2 Asian Development Bank, Kebangkitan Regionalisme Asia, Kemitraan Bagi Kemakmuran Bersama: Ringkasan Eksekutif, dalam http://aric.adb.org/emergingasianregionalism/pdfs/Executive%20Summary/Ringkasan %20Eksekutif%20Indonesia.pdf, diakses diakses 14 September 2008

keberhasilan Eropa adalah terletak pada kesuksesan resolusi negara-negara dalam menentukan pilihan-pilihan dari interaksi strategis mereka. Hal tersebut penting untuk menguji bagaimana negara dapat mengatasi pilihan tindakan kolektif yang berhubungan dengan integrasi regional. Perkembangan hubungan internasional kontemporer mencatat bahwa kekuatan regional semakin memainkan peranan penting dalam interaksi internasional. Di Asia sendiri upaya-upaya regionalisme yang semakin terpadu menunjukkan gejala yang semakin menggembirakan.3 Seperti halnya proses integrasi yang terjadi di antara negara-negara di Asia Tenggara, dengan merujuk pada apa yang dihasilkan Bali Concord II pada Oktober 2003 dapat diindikasikan ASEAN di masa depan akan menuju ke arah integrasi dalam satu sistem.4 Lebih lanjut lagi bahkan ASEAN CHARTER (Association of South East Asian Nations) atau Piagam ASEAN telah disepakati pemberlakuannya secara resmi tanggal 15 Desember 2008 di Sekretariat ASEAN Jakarta.5 Kerjasama regional dan integrasi ekonomi untuk membangun ASEAN Community merupakan misi yang telah dinyatakan dalam ASEAN CHARTER. Dimana telah disepakatinya rencana untuk pembentukan komunitas bersama dalam bidang ekonomi (ASEAN Economic Community), keamanan (ASEAN Security Community), dan sosial-budaya (ASEAN Sociocultural Community). Dari ketiga bidang tersebut yang paling menarik perhatian dan sedang ramai diperbincangkan adalah rencana pembentukan AEC (ASEAN Economic Community). AEC yang direncanakan akan mulai berjalan pada tahun 2020 ini merupakan langkah besar yang diambil oleh para pemimpin negara-negara ASEAN untuk meningkatkan hubungan ekonomi antar negara dari sekedar economic cooperation menuju economic integration. Walaupun tidak seratus persen sama pola
3 Anak Agung Banyu Perwita, Integrasi Asia, antara Harapan dan Realitas, Sinar Harapan, 06 Desember 2004 4 Pemimpin ASEAN Tandatangani Bali Concord II, dalam http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2003/10/07/brk,20031007-07,id.html), diakses pada tanggal 14 September 2008 5 http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/16/06005277/dana.siaga.jadi.120.miliar.dollar, diakses pada tanggal 07 Maret 2009

dari AEC kelihatannya akan mencoba mengikuti keberhasilan Uni Eropa yang saat ini telah mengangkat menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Namun perlu diperhatikan bahwa Uni Eropa terbentuk menjadi komunitas yang besar tidak hanya membutuhkan waktu yang lama dan persiapan yang panjang, akan tetapi disertai sosialisasi yang gencar dan dana yang sangat besar.6 Selain itu pembentukan Uni Eropa yang awalnya murni didorong oleh faktor persaingan regionalisme blok perdagangan internasional di jalur atlantik dan pasifik dengan AS tersebut juga mendapat dukungan yang sangat besar tidak hanya dari pemerintah masing-masing negara Eropa yang mayoritas merupakan negara maju, tetapi juga dari pelaku bisnis dan masyarakat Eropa itu sendiri. Sedangkan kondisi ASEAN saat ini sebagaimana kita ketahui merupakan kumpulan negara berkembang dengan kondisi objektif berupa kesenjangan tingkat pembangunan antara negara-negara ASEAN-6 (anggota lama) dan negara-negara ASEAN-4 (Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam). Kondisi ini diperburuk dengan adanya krisis moneter yang menimpa beberapa negara ASEAN beberapa tahun belakangan ini.7 Selain itu dinamika dan permasalahan politik di masing-masing negara ASEAN dan antar negara ASEAN juga memerlukan perhatian tersendiri. Mulai dari Myanmar yang mendapat kecaman internasional menyangkut masalah demokrasi dan HAM, pemberontakan di Filipina Selatan, masalah Aceh dan Papua di Indonesia sampai perselisihan Kepulauan Spratly di Laut Cina Selatan, yang melibatkan Cina dan sejumlah negara anggota ASEAN, khususnya Filipina, Malaysia, dan Vietnam.8 Tulisan ini membahas pendekatan integrasi ekonomi regional yang sedang berlangsung di Asia Tenggara. Dengan menggunakan asumsi-asumsi integrasi dan regionalisme ekonomi, penulis menganalisa proses integrasi ekonomi regional di Asia
6 Sejarah Pembentukan Uni Eropa (UE), dalam http://www.indonesianmissioneu.org/website/page943418664200310095958555.asp, diakses 20 April 2009 7 Analisa: Asia Tenggara Beresiko Krisis, China Radio International, dalam http://indonesian.cri.cn/1/2008/07/04/1s83933.htm, diakses 14 Maret 2009 8 Soedjati Djiwandono, Confidence-Building Measures & Preventive Diplomacy :Perspektif Asia Tenggara, dalam http://www.unisosdem.org/article_printfriendly.php?aid=382&coid=1&caid=34, diakses 14 September 2008

Tenggara, baik pada level sistem internasional maupun regional. Dengan melihat fenomena yang cukup kompleks tersebut, maka penulis mencoba menuangkannya dalam sebuah penelitian berjudul : TANTANGAN BAGI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (Sebuah Tinjauan Empiris Terhadap Dinamika Integrasi Regional NegaraNegara Di Asia Tenggara Menurut Perspektif Ekonomi) 1.2 Ruang Lingkup Pembahasan Dalam suatu penulisan karya ilmiah, ruang lingkup pembahasan mempunyai kedudukan yang cukup penting. Hal ini disebabkan karena dengan ditetapkannya ruang lingkup pembahasan, tulisan bisa akan lebih fokus pada kajian yang akan dianalisis. Pembahasan masalah akan berkembang ke arah sasaran yang tepat dan tidak keluar dari kerangka permasalahan yang ditentukan. Sehingga ruang lingkup pembahasan inilah yang akan membawa perkembangan pembahasan pada jalur yang tepat. Ruang lingkup pembahasan ini terdiri dari dua batasan. Yaitu batasan materi dan batasan waktu. 1.2.1 Batasan Materi

Batasan materi berguna untuk menunjukkan ruang pembahasan sebuah peristiwa atau objek yang dianalisis, yaitu cakupan kawasan atau objek studinya. Batasan materi dalam penelitian ini berkisar pada: kerjasama regional negara-negara di asia tenggara, pembentukan dan perkembangan ASEAN, serta proses integrasi ekonomi regional di Asia Tenggara melalui pembentukan Asean Economic Community. 1.2.2 Batasan Waktu

Batasan waktu menunjukkan rentang waktu terjadinya suatu peristiwa atau fenomena yang akan dianalisis. Hal ini berfungsi untuk memberikan ruang yang pasti

bagi penulis untuk menentukan kapan penelitian itu mulai dan berakhir, yakni ketepatan waktu terjadinya suatu fenomena. Dalam tulisan ini penulis mengambil batasan waktu mulai dari munculnya pemikiran pemerintah negara-negara anggota ASEAN untuk semakin meningkatkan kerjasama regional dan integrasi ekonomi dalam rangka membangun ASEAN Community, yaitu sejak lahirnya kesepakatan Bali Concord II pada Oktober 2003. Permasalahan ini sampai sekarang masih terus bergulir, sehingga tulisan ini dibatasi sampai penandatanganan ASEAN CHARTER (Association of South East Asian Nations) atau Piagam ASEAN yang menandai pula pemberlakuannya secara resmi tanggal 15 Desember 2008 di Sekretariat ASEAN Jakarta. Namun dalam penulisan ini, penulis juga mengambil beberapa peristiwa atau momen yang telah terjadi jauh sebelum rencana itu muncul, seperti sejarah konflik, kerjasama regional negara-negara di Asia Tenggara dan pembentukan ASEAN dan perkembangannya dewasa kini dalam mempengaruhi kerjasama regional dan proses integrasi negara-negara di Asia Tenggara. 1.3 Permasalahan Permasalahan sangat penting dalam suatu penulisan karya tulis ilmiah karena akan memberikan suatu pusat pemikiran agar pembahasan dan analisa dapat berlangsung dengan baik. Permasalahan bisa dianalogikan sebagai jiwa penelitian yang menuntut jawaban. Sehingga permasalahan tersebut perlu dipecahkan, baik mengenai wawasan atau pengertiannya. Dengan hal ini, diharapkan akan ditemukan suatu jawaban dari permasalahan yang kita kaji. Sehingga tidak semua kajian bisa disebut sebagai masalah. Dalam hal ini, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut : Apa tantangan yang mempengaruhi proses ASEAN ECONOMIC COMMUNITY? 1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Dasar Pemikiran Integrasi ekonomi regional merupakan gejala kontemporer dalam hubungan 5

internasional yang makin mendapat perhatian setelah keberhasilan integrasi Eropa. Gagasan dasarnya adalah negara-negara pada wilayah geografis yang sama lebih berpotensi untuk bekerjasama. Dengan intensitas interaksi dalam kerangka kerja sama yang tinggi, negara-negara ini dapat mengeliminasi konflik aktual, bahkan dapat membangun kesadaran bersama terhadap potensi ancaman. Karl Deutsch mendefinisikan konsep ini sebagai security community, yaitu penciptaaan lembagalembaga dan praktek-praktek yang cukup kuat dan cukup meluas sehingga bisa menjamin harapan akan adanya perubahan secara damai.9 Melalui lembaga seperti ini, konflik dan pertikaian bisa dilembagakan untuk memperoleh solusi damai. Integrasi antarnegara terlembaga melalui organisasi internasional, dengan berbagai bentuk dan fungsi. Organisasi internasional yang bersifat global umumnya lebih bersifat fungsional, yaitu hanya difokuskan pada tema khusus saja. Sedangkan organisasi internasional pada level regional cenderung memberi peluang bagi kerja sama pada bidang-bidang yang lebih luas, mencakup sosial, ekonomi, bahkan juga pada tingkat tertentu politik dan pertahanan keamanan. Regionalisme sendiri sesungguhnya memiliki pemaknaan yang beragam, terutama jika dikaitkan dengan realitas hubungan kerjasama dan pola-pola integrasi internasional. Hurrell mengatakan bahwa regionalisme dapat dianalisa melalui tingkat kohesivitas sosial (etnisitas, ras, bahasa, agama, budaya, sejarah, kesadaran terhadap warisan masa lalu); kohesivitas ekonomi (perdagangan, komplementaritas ekonomi); kohesivitas politik (type rejim, ideologi); dan kohesivitas organisasional (kehadiran institusi regional yang formal).10 Integrasi regional juga dapat dilihat dalam konteks sistem internasional, regional, atau domestik. Pada level internasional, regionalisme dipandang sebagai trend global yang berkembang terutama pada masa perang dingin, sebagai alternatif menciptakan perdamaian. Pada level regional, dorongan kerjasama antaranegara di
9 Lihat Security community, dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Security_community, pada tanggal 20 April 2009 10 Andrew Hurrell dalam Budi Winarno, Asean di Tingkat Arus Besar Globalisasi, (Kedaulatan Rakyat, 16 Februari 2008), dikutip http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=152697&actmenu=39, diakses pada tanggal 20 April 2009.

kawasan didasari motif persamaan sejarah dan sosial. Sedangkan pada level domestik, regionalisme dilihat sebagai interpretasi kepentingan nasional suatu negara dengan mempertimbangkan manfaat langsung dari kerjasama tersebut. Sejak dekade 1960-an, teori integrasi ekonomi regional dipengaruhi oleh pendekatan yang dikembangkan Bela Balassa,11 yang berpendapat bahwa integrasi regional seharusnya berlangsung melalui lima tahapan, yaitu: free trade area, customs union, common market, economic and monetary union, dan political union. Tahapan-tahapan ini berlangsung terpisah, dimana sebelum melangkah ke tahapan lebih tinggi, perlu terlebih dahulu dirampungkan tahapan yang lebih rendah.12 Walaupun integrasi politik merupakan tujuan akhir yang dapat dicapai pada setiap fenomena integrasi regional, pemikiran Balassa hampir sama dengan pendapat Deutsch bahwa pendekatan-pendekatan politik perlu dilakukan dalam setiap tahapan integrasi. Apalagi pada kawasan-kawasan yang memiliki intensitas hubungan ekonomi antarnegara yang rendah, maka intervensi politik perlu dicapai oleh negaranegara di kawasan tersebut untuk mempercepat proses integrasi. Menurut Nye, fokus analisa kajian integrasi regional adalah efek politik dari interdependensi ekonomi terhadap hubungan antara negara-negara yang berdaulat.13 Karena itu, dalam menganalisa integrasi regional, setidaknya terdapat tiga variabel yang perlu diperhatikan, yaitu integrasi ekonomi (saling ketergantungan perdagangan dan jasa-jasa bersama), integrasi sosial (baik pada level massa maupun elit), dan integrasi politik (institusi, kebijakan, dan sikap politik). Regionalisme Uni Eropa merupakan contoh ideal model kerjasama kawasan yang mengakar dan terintegrasi. Tak pelak, beragam institusi regional mencoba mengarahkan sasarannya menyerupai ikatan negara-negara Eropa tersebut, termasuk dengan mencoba mengadaptasi skema-skema yang membentuk Uni Eropa hingga jadi
11 Lihat Economic integration, dikutip dari http://en.wikipedia.org/wiki/Economic_integration, diakses pada tanggal 20 September 2008. 12 Bela Balassa, dalam Karim Naama, The Free Zones: A Form of Collaboration, (Journal of Humanities and Social Sciences, Isu 28, Edisi Mei 2006), dikutip dari http://www.ulum.nl/b103.htm, diakses pada tanggal 18 Maret 2009. 13 Joseph Nye, Theory Talks: Joseph Nye on Teaching America to be more British, dikutip dari http://www.theory-talks.org/2008/05/theory-talk-7.html, diakses pada tanggal 22 Juni 2009

kekuatan perekonomian global. Association of South Asian Nations (ASEAN) yang lahir pada tahun 1967 tak luput mecoba mengikuti jejak sukses Uni Eropa. Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara ini mencoba mengarahkan dirinya menjadi Uni Eropa di Asia. Melalui Piagam ASEAN (ASEAN Charter), kawasan Asia Tenggara hendak disatukan dalam satu entitas dengan mekanisme ekonomi sebagai awalan. Dengan mengawali liberalisasi ekonomi kawasan, ASEAN mengadaptasikan kesuksesan Uni Eropa dalam dirinya. Beragam upaya dilakukan dengan awalan meliberalkan kawasan Asia Tenggara secara ekonomi terlebih dulu. Pada 2015, sesuai hasil KTT Cebu Filipina tahun 2007, kawasan ASEAN direncanakan jadi single market. Upaya liberalisasi ini secara eksplisit diterangkan dalam artikel 1.5 Piagam ASEAN, yakni To create a single market and production basewhich there is free flow of goods, services, and investmentand freer flow of capital.14 Pasar bebas benar-benar akan dibawa ke dalam bentuk implementasi yang nyata di kawasan ini. Penciptaan pasar tunggal ASEAN ini tak ubahnya dengan langkah awal Uni Eropa hingga menuju kondisi sekarang. Melalui Traktat Roma yang ditandatangani 25 Maret 1957, negara-negara di Eropa Barat ini berusaha menyatukan aktivitas ekonomi mereka sebelum melaju pada integrasi yang tercipta sekarang. Melaju melalui tahapan cukup panjang dengan puncak adanya mata uang tunggal Euro. Disamping itu, dengan semakin meningkatnya kepentingan berbagai negara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan baik berbagai jalur komunikasi maupun lalulintas memungkinkan wilayah tersebut menjadi basis ekonomi yang penting dimasa datang. Di antara negara-negara ASEAN tumbuh pesat kerjasama ekonomi regional seperti segitiga pertumbuhan antara Singapura, Johor dan Riau (Sijori), kawasan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Malaysia dan Thailand (IMTGT) yang meliputi 14 Solidarity for Asian Peoples Advocacies (SAPA) Working Group on ASEAN, Analysis of the
ASEAN Charter, dikutip dari http://www.focusweb.org/philippines/index2.php? option=com_docman&task=doc_view&gid=1&Itemid=49, diakses pada tanggal 20 Juni 2009.

wilayah Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat (Indonesia) dengan bagian Penang (Malaysia) dan Potani (Thailand). Di kawasan timur Indonesia kerja sama ekonomi regional terjadi antara Brunei, Indonesia, Malaysia dan Philipina. Tujuan utama pertumbuhan regional tersebut adalah untuk memperkuat jaringan ekonomi bisnis, politik dan kepentingan regional.15 ASEAN dalam berbagai hal telah berhasil memanfaatkan peluang pasar internasional, sehingga memungkinkan semakin mantapnya jalinan perekonomian ASEAN dengan perekonomian dunia. Produk-produk manufaktur ASEAN makin mendominasi pasar dunia. Sementara itu upaya-upaya untuk meningkatkan hubungan dagang dan ekonomi intra ASEAN melalui Preferential Trading Arrangement, ASEAN Industrial Joint Venture dalam rangka market sharing . Dengan posisinya yang sangat strategis, keberadaan pengembangan kerjasama ekonomi regional tersebut selain akan memperkuat ASEAN juga akan tampil sebagai wilayah pertumbuhan yang terkemuka dimasa datang.16 1.5 Argumen Utama Dengan mengacu pada kerangka teori dan konsep di atas, maka penulis mencoba merumuskan argumen utama sebagai berikut : Negara-negara Asia Tenggara telah menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi sangat mendukung pertumbuhan ekonomi seperti halnya pengembangan institusionalisasi organisasi kawasan ini, yaitu ASEAN. Dan melalui ASEAN Community, prospek dan tantangan pengembangan organisasi ASEAN dapat ditangani melalui institusionalisasi kerja sama dan integrasi ekonomi regional. Oleh karena itu, pengintegrasian bidang ekonomi, sosial-budaya, dan politik secara lebih lanjut di antara negara-negara itu akan menemukan jalan dan prospek terbaik utuk ditempuh.

15

Marjono, Regionalisasi, Puslitbang Strahan Balitbang Dephan, dalam http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp?vnomor=17&mnorutisi=3), diakses 10 Maret 2009 16 ibid

1.6 Metode Penelitian Dalam suatu penelitian, metode mempunyai peranan yang sangat vital. Bisa dikatakan bahwa metode merupakan suatu syarat untuk melakukan penelitian. Penggunaan metode dalam suatu penelitian bertujuan untuk mendapatkan kerangka berpikir dan data-data yang dibutuhkan. Tujuan utama dari hal ini agar karya tulis menjadi ilmiah, sistematis dan kronologis. Metode penelitian yang dilakukan penulis mencakup pengumpulan data dan analisis data sebagai hasil akhirnya. 1.6.1 Metode Pengumpulan Data Dalam melakukan penelitian ini, penulis lebih condong menggunakan teknik penelitian kepustakaan (Library Research). Pengumpulan data lebih terfokus pada informasi-informasi atau kajian yang diperoleh dari buku, surat kabar, majalah, jurnal dan informasi dari instansi-instansi yang terkait dengan peristiwa tertentu. Selain itu, data-data yang diperoleh juga berasal dari media internet yang bisa memberikan informasi yang lebih menunjang bagi suatu analisis. Dalam hal ini berarti sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder. Artinya penulis tidak terjun langsung ke lapangan untuk mengadakan penelitian. Oleh sebab itu untuk mendapatkan data yang valid dan mencukupi, penulis menggunakan beberapa pusat informasi antara lain : 1. Perpustakaan Pusat Universitas Jember 2. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik 3. Buku-buku koleksi pribadi 4. Media Internet 1.6.2 Metode Analisis Data Tahap analisis data ditujukan untuk mendapatkan kesimpulan yang objektif dan ilmiah. Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan oleh penulis adalah metode deskriptif-kualitatif. Penggunaan metode kualitatif didasari alasan

10

karena data utama yang diperoleh di sini berupa data sekunder, sehingga tidak bisa diukur secara langsung. Metode kualitatif ini, akan digunakan untuk melakukan analisis secara lebih mendalam terhadap fenomena-fenomena yang dikaji.17 Analisis data secara umum bisa berarti prosedur memilah dan mengelompokkan data yang sejenis berdasarkan permasalahan yang diteliti. Dalam konteks ini Dr. Lexy J.Moleong menjelaskan sebagai berikut18: Metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Selain itu, data tersebut juga bisa berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi lainnya. Dalam penulisan skripsi ini, data sekunder yang dipakai mayoritas berupa pendapat orang dan data pendukung kualitatif lain yang mencerminkan sikap, perilaku, pandangan dan ideologi seseorang yang tercermin dalam berbagai bentuk publikasi, baik cetak maupun elektronik. Selain data kualitatif, data kuantitatif juga dipakai sebagai data pendukung untuk menjelaskan berbagai fenomena yang dikaji. Berdasarkan analisis data itulah kemudian kesimpulan dalam proses menjawab permasalahan dilakukan. 1.7 Sistematika Penulisan Untuk mengetahui gambaran umum dari karya tulis ini, penulis mengajukan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab II, berisi tentang sejarah konflik, kerjasama regional negara-negara di asia tenggara dan pembentukan asean. Di dalamnya akan dijelaskan mengenai Kondisi Geografis Asia Tenggara, Krisis dan Konflik di Asia Tenggara Sebelum Berdirinya ASEAN, Berdirinya Assosiation of Southeast Asian Nations (ASEAN). Hal ini bertujuan untuk mengetahui tentang kondisi global Asia Tenggara secara historis hingga dewasa ini. Bab III berisi tentang Asean Free Trade Area (AFTA) dan proses integrasi
17 Lexy J.Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,1995), hal.2 18 Ibid.,hal.3-6

11

ekonomi regional di Asia Tenggara. Hal ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang fenomena terbentuknya AFTA serta dampaknya bagi masyarakat Asia Tenggara. Terlebih bab ini juga menjelaskan tentang dampak afta terhadap performa ekonomi negara-negara asean, dan dampak AFTA terhadap stabilitas keamanan regional di Asia Tenggara. Sedangkan dalam bab IV akan dijelaskan mengenai fenomena integrasi ekonomi regional di Asia Tenggara dan pembentukan Asean Economic Community (AEC). Bab ini merupakan bagian yang cukup penting. Karena dalam bab ini akan dijelaskan mengenai inti dari permasalahan yang akan dikaji. Di dalamnya akan dijelaskan mengenai Asean Charter menuju terwujudnya Asean Community, tantangan dan masalah bagi perwujudan AEC. Dalam Bab V akan dijelaskan mengenai kesimpulan dari tulisan ini. Di sini akan dijelaskan bahwa bagaimana sebenarnya keterkaitan antara proses integrasi, pembangunan ekonomi dan kerja sama regional di antara negara-negara Asia Tenggara. Para anggota ASEAN mengembangkan proses integrasi wilayah dengan mengatasi berbagai tahapan kerjasama dan koordinasi. Dan melalui ASEAN Community, prospek dan tantangan pengembangan organisasi ASEAN dapat ditangani melalui institusionalisasi kerja sama dan integrasi ekonomi regional.

12

Вам также может понравиться