Вы находитесь на странице: 1из 40

PRESENTASI KASUS

HEMATEMESIS et Causa VARISES ESOPHAGUS SIROSIS HEPATIS DM TIPE II, NORMOWEIGHT DENGAN KOMPLIKASI KETOSIS ANEMIA NORMOSITIK NORMOKROM AKUT KIDNEY INJURY

Pembimbing : dr. Suhartono H T, SpPD FS, MKes Disusun Oleh : Firman Fazar Hidayah 0920221209

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO PERIODE 30 MEI 2011 7 AGUSTUS 2011 JAKARTA 2011

case report

Page 1

STATUS PASIEN
I. IDENTITAS

Nama Tanggal lahir Jenis kelamin Umur Status Pekerjaan Agama Suku Bangsa Alamat Masuk rumah sakit

: NY. S : 21-06-1953 : Perempuan : 58 tahun : Menikah : Ibu rumah tangga : Islam : Jawa : Jl KR Sentiong VIII Jakarta Pusat : 08 Juni 2011

II.

DATA DASAR A. ANAMNESIS

(Pada tanggal 09 Juni 2011 Jam 15.00 WIB) Autoanamnesis Alloanamnesis : Anak pasien, Ny R (37 th) dan Tn I (35 th).

Keluhan Utama :

Muntah berisi makanan, cairan dan bercak - bercak yang berwarna merah gelap sejak 1 hari SMRS.

Keluhan tambahan :

Lemas seluruh tubuh, mual dan sakit kepala


Riwayat penyakit Sekarang :

Pasien datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan muntah berisi makanan, cairan dan bercak yang berwarna gelap sejak 1 hari SMRS. Muntah didahului rasa mual, jika pasien memakan atau meminum sesuatu pasien menjadi muntah. Muntah berisi makanan dan cairan dan bercak berwarna merah gela p,
case report Page 2

muntah sebanyak kurang lebih 8 kali dengan sekitar kurang lebih satu gelas belimbing sekali muntahnya. Pasien mengaku ada sakit dibagian perut atas tengah setelah mual dan muntahnya tersebut. Pasien juga merasakan lemas pada seluruh tubuh, sakit kepala yang berdenyut, nafsu makan pasien berkurang. Pasien merasakan haus tapi pasien menyangkal buang air kecil berkurang dan adanya perubahan warna urin . Buang air besar normal tidak ada perubahan warna tinja atau tinja berwarna hitam. Pasien juga tidak demam, gusi berdarah (-), mimisan (-). Pasien menyangkal adanya batuk dan riwayat pengobatan yang lama. Pasien juga menyangkal mengkonsumsi obat penghilang rasa nyeri, jamu pegal linu, ataupun minum alkohol. 5 hari sebelum masuk rumah sakit pasien datang ke UGD RSPAD dengan keluhan mual dan muntah namun saat itu pasien dipulangkan oleh dokter yang menangani pasien tersebut, alasan pasien dipulangkan dari UGD menurut keluarga pasien tidak tahu. 3 tahun yang lalu pasien pernah dirawat selama kurang lebih 2 minggu dengan riwayat muntah darah berwarna gelap dala m jumlah yang lebih banyak dari yang saat ini , kurang lebih satu rantang makanan per sekali muntah. Keluhan tersebut dikuti BAB yang hitam, kuning di mata dan seluruh tubuh, pasien juga merasakan perut kembung dan menurut anaknya hasil laboratorium darah nilai Hb pasien 3 mg/dl dan pasien ditransfusi darah kurang lebih sebnyak 10 kantong. Menurut keluarga pasien saat itu juga pasien dilakukan endoskopi dan hasilnya ada varises di kerongkongan kemudian pasien di lakukan ligasi yang pertama. Selain itu pasien juga didiagnosis DM dan hepatitis C. Pengobatan yang diberikan letunal, curcuma, impepsa dan metiton. Pasien juga sering buang air kecil pada malam hari sebanyak 3 kali, sering haus (+), cepat lapar (-), berat badan menurun (-), kesemutan (-), pandangan kabur (-), gatal pada alat kelamin ( -), luka yang lama sembuh (+). 2 bulan yang lalu pasien juga dirawat di RSPAD karena keluhan muntah darah kurang lebih sebanyak 3 cangkir per sekali
case report Page 3

muntah. Menurut anak pasien darah berwarna hitam dan hasil laboratorium Hb nilainya 5 mg/dl kemudian pasien ditransfusi darah sebanyak 6-7 katong. Kemudian pasien dilakukan endoskopi ternyata hasilnya ligasi yang pertama kali lepas. Kemudian dilakukan ligasi yang kedua. Pengobatan untuk diabetes mellitus dari insu lin kemudian diganti dengan metformin dengan pemberian 3 kali 0.5 tablet perhari, pasien juga diberika obat propanolol, spironolakton, omeprazol tablet dan unsiral. Kemudian 1 bulan yang lalu pasien juga dirawat dengan keluhan penurunan kesadaran dengan sebelumnya pasien merasa lemas, berkeringat dingin dan sakit kepala. Menurut keluarga pasien saat itu diminumkan obat hiperglikemi oral 4 jam sesudah pasien makan. Menurut keluarganya memang pasien saat itu lupa meminum obat hiperglikemi oralnya dan meminumnya setelah makan.

Riwayat Penyakit Dahulu :

( - ) Cacar ( - ) Cacar air ( - ) Difteri ( - ) Batuk Rejan Campak ( - ) Influenza ( - ) Tonsilitis ( - ) Khorea ( - ) Demam Rematik Akut ( - ) Pneumonia ( - ) Pleuritis ( - ) Tuberkulosis ( - ) Malaria ( - ) Disentri ( + ) Hepatitis ( - ) Tifus Abdominalis ( - ) Skirofula ( - ) Sifilis
case report

( - ) Gonore ( - ) Hipertensi ( - ) Ulkus Ventrikuli ( - ) Ulkus Duodeni ( + ) Gastritis ( - ) Batu Empedu ( - ) Batu ( - ) Burut (Hernia) ( - ) Penyakit prostat ( - ) wasir ( + ) Diabetes ( - ) Alergi ( - ) Tumor ( - ) Penyakit pembuluh ( - ) Perdarahan otak ( - ) Psikosis ( - ) Neurosis
Page 4

Lain-lain : (+) Operasi akibat penempelan spiral di usus. (- )Kecelakaan

Riwayat Keluarga

Hubungan

Umur

Jenis

Keadaan Kesehatan

Penyebab meninggal

(Tahun) Kelamin Kakek Nenek Ayah Ibu Saudara L P L P Meninggal Meninggal Tidak tahu Meninggal 6 bersaudara Kelima kakanya memiliki riwayat kencing manis Anak anak Ya Sehat Tidak V V V V V V V V V

Tidak diketahui Tidak diketahui Tidak tahu Jantung 2 dari kakanya meninggal karena kencing manis

Sehat Hubungan

Penyakit Alergi Asma Tuberkulosis Artritis Rematisme Hipertensi Jantung Ginjal Lambung

Adakah kerabat yang menderita :

case report

Page 5

Riwayat Kebiasaan dan Sosial y y y y

Pasien tidak merokok Pasien tidak meminum alcohol Pasien tidak ada riwayat pemakaian jarum suntik bergantian Pasien memiliki 1 suami dan 3 anak

ANAMNESIS SISTEM

Catatan keluhan tambahan yang positif


Kulit

( - ) Bisul ( - ) Kuku ( - ) Rambut ( - ) Kuning / Ikterus


Kepala

( - ) Keringat malam ( - ) Sianosis ( - ) Lain lain

( - ) Trauma ( - ) Sinkop

( +) Sakit Kepala ( - ) Nyeri pada sinus

Mata

( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( - ) Kuning / ikterus

( - ) Radang ( - ) Gangguan Penglihatan ( - ) Ketajaman Penglihatan

Telinga

( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( - ) Tinitus

( - ) Gangguan Pendengaran ( - ) Kehilangan Pendengaran

Hidung

( - ) Trauma ( - ) Nyeri ( - ) Sekret ( - ) Epistaksis


case report

( - ) Gejala Penyumbatan ( - ) Gangguan Penciuman ( - ) Pilek

Page 6

Mulut

( - ) Bibir ( - ) Gusi ( - ) Selaput

( - ) Lidah ( - ) Gangguan Pengecap ( - ) Stomatitis

Tenggorokan

( - ) Nyeri Tenggorokan

( - ) Perubahan Suara

Leher

( - ) Benjolan

( - ) Nyeri Leher

Dada (Jantung / Paru)

( - ) Nyeri Dada ( - ) Berdebar ( - ) Ortopnoe

( - ) Sesak Nafas ( - ) Batuk Darah ( - ) Batuk

Abdomen (Lambung / Usus)

( - ) Rasa Kembung ( + ) Mual ( + ) Muntah ( + ) Muntah Darah ( - ) Sukar menelan ( + ) Nyeri perut ( - ) Perut Membesar
Saluran Kemih / Alat Kelamin

( - ) Wasir ( - ) Mencret ( - ) Tinja Darah ( - ) Tinja Berwarna Dempul ( - ) Tinja Berwarna Ter ( - ) Benjolan

( - ) Disuria ( - ) Stranguri ( - ) Poliuri ( - ) Polakisuri ( - ) Hematuria ( - ) Kencing Batu ( - ) Ngompol (tidak disadari) ( - ) Kencing Nanah
case report

( - ) Kolik ( - ) Oliguria ( - ) Anuria ( - ) Retensi Urin ( - ) Kencing Menetes ( - ) Penyakit Prostat ( - ) Nyeri pinggang sebelah kanan

Page 7

Katamenia

( - ) Leukore ( - ) Perdarahan

( - ) Lain-Lain

Haid

: Menoupose 5 tahun yang lalu , sebelum menoupose haid pasien teratur. ( - ) Haid Terakhir ( - ) Teratur / tidak ( - ) Gangguan Haid ( - ) Jumlah dan lamanya ( - ) Nyeri ( - ) Pasca Menopause ( - ) Menarche ( - ) Gejala Klimakterium

Saraf dan Otot

( - ) Anestesi ( - ) Parestesi ( - ) Otot Lemah ( - ) Kejang ( - ) Afasia ( - ) Amnesia ( - ) Sukar Mengingat

( - ) Ataksia ( - ) Hipo / Hiperestesi ( - ) Pingsan ( - ) Kedutan (Tick) ( - ) Pusing (Vertigo) ( - ) Gangguan Bicara (disartri)

Ekstremitas

( - ) Bengkak ( - ) Nyeri Sendi

( - ) Deformitas ( - ) Sianosis

BERAT BADAN

Berat badan rata

rata (Kg)

: : :

45

46 kg

Berat badan tertinggi (Kg) Berat badan sekarang (Kg)

49 kg 37 kg

(Bila Pasien tidak tahu dengan pasti) Tetap Turun Naik ( )

(V) ( )

case report

Page 8

RIWAYAT HIDUP

Riwayat Kelahiran

( Pasien tidak tahu ) Tempat Lahir : ( ) Di rumah ( ) Rumah Bersalin ( )

RS Bersalin Ditolong oleh : ( ) Dokter ( ) Bidan ( ) Dukun ( ) Lain - lain

Riwayat Imunisasi

( Pasien tidak tahu ) ( ) Hepatitis ( ) BCG ( ) Campak ( ) DPT ( ) Polio ( ) Tetanus

Riwayat Makanan

Frekuensi / Hari Jumlah / Hari Variasi / Hari Nafsu Makan

: 3x sehari : Cukup : Bervariasi : Berkurang

Pendidikan

( ) SD ( V ) SLTP ( ) SLTA

( ) Sekolah Kejuruan ( ) Akademi

( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak Sekolah

Kesulitan

Keuangan : Tidak ada Pekerjaan : Tidak ada Keluarga Lain : Tidak ada

lain : Tidak ada

case report

Page 9

B. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Umum

Tinggi Badan Berat Badan Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan Keadaan gizi Kesadaran Sianosis Edema Umum Habitus Cara berjalan Mobilitas (Aktif / Pasif)

: 140 cm : 37 Kg : 120 / 80 mmHg : 80 x/menit : 37,00 C : 16 x/menit : Cukup : Compos mentis : Tidak ada : Tidak ada : Astenikus :Tidak dinilai (pasien dapat berjalan ) : Pasif : sekitar 50-an : BB(kg) / TB(m2) = 37 / (1,40)2 = 18,9 Kg/m2 (BB Normoweight)

Umur menurut taksiran pemeriksa Indeks Massa Tubuh (IMT)

Aspek Kejiwaan

Tingkah laku Alam perasaan Proses pikir


Kulit

: Tenang : Biasa : Wajar

Warna:

sawo matang

Keringat : normal Umum : normal Setempat: normal

Jaringan parut : + di regio umbilikus Pertumbuhan merata, cabut Suhu raba : afebris tidak rambut mudah : di

Lapisan lemak: Effloresensi: (-)

cukup

Pigmentasi: Tidak ada Pembuluh darah: terlihat melebar Tidak

case report

Page 10

Lembab / kering: Turgor : Ikterus: Tidak ada

kering normal

Edema: Lain lain :

(-)

Kelenjar Getah Bening

Submandibula Supraklavikula Lipat paha Leher Ketiak

: Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar

Kepala

Ekspresi wajah Rambut Simetri muka

: Tampak sakit sedang : Distribusi merata, tidak mudah dicabut : Simetris

Pembuluh darah tempora l : Pulsasi teraba

Mata

Exophtalmus Kelopak edema (-)

(-)

Enophtalmus Lensa jernih

(-)

Konjungtiva anemis (+) Sklera ikterik (-) Lapangan Penglihatan baik Deviatio Konjungae (-)
Telinga

Visus : Normal Gerakan mata : Normal Tekanan bola mata : palpasi Nystagmus : (-) Normal

Tuli Lubang Serumen Cairan

(-) (-) (-) (-)

Selaput pendengaran Penyumbatan Perdarahan

(-) (-) (-)

case report

Page 11

Mulut

Bibir: Langit Gigi geligi: Faring : Lidah :

Sianosis (-) langit : Normal Caries (-), Hiperemis (-) Normal

Tonsil : Hiperemis (-), T1 Bau pernafasan: Trismus: Selaput lendir: (-) (-)

T1

Normal

Leher

Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5-2 cm Kelenjar Tiroid Kelenjar limfe : Tidak teraba membesar : Tidak teraba membesar

Dada

Bentuk

: Simetris

Pembuluh Darah : venektasi (-), spider nevi (-) Buah dada : Normal

Paru Depan Belakang

Inspeksi:

Kiri Kanan

simetris, datar simetris, datar

simetris, datar simetris, datar

Palpasi:

Kiri Kanan

fremitus vokal & taktil kiri = kanan fremitus vokal & taktil kiri = kanan sonor di seluruh lapang paru sonor di seluruh lapang paru SP vesikuler, Rh -/-, Wh -/SP vesikuler, Rh -/-, Wh -/-

Perkusi:

Kiri Kanan

Auskultasi: Kiri Kanan

Jantung

Inspeksi: Palpasi: Perkusi:

ictus cordis tidak tampak ictus cordis teraba di ICS 5 MCL sinistra batas jantung kanan di linea parasternal dextra ICS 4 batas jantung kiri di mid klavikula ICS 5

case report

Page 12

pinggang jantung di linea parasternal sinistra ICS 3 Auskultasi: bunyi jantung I & II Normal reguler, murmur ( -), gallop (-)

Pembuluh Darah

Arteri Temporalis Arteri Karotis Arteri Brakhialis Arteri Radialis Arteri Femoralis Arteri Poplitea Arteri Tibialis Posterior Arteri Dorsalis Pedis
Perut

: : : : : : : :

teraba pulsasi teraba pulsasi teraba pulsasi teraba pulsasi teraba pulsasi teraba pulsasi teraba pulsasi teraba pulsasi

Inspeksi

Simetris, Jaringan parut (+) Striae alba (+)

Palpasi Dinding perut Hati Limpa Ginjal : : : : lemas, Nyeri Tekan (-) tidak teraba membesar tidak teraba membesar Ballotement ginjal kanan dan kiri(-) Nyeri ketok pada pingang kanan(-) Nyeri ketok pada pinggang kiri ( -) Perkusi : Timpani di keempat kuadran Pekak sisi (), Shifting dullnes () Peranjakan paru hepar di linea midclavicula kanan ICS 6. Auskultasi Refleks dinding perut : : BU (+) normal (+)

Alat Kelamin

Tidak Dilakukan pemeriksaan

case report

Page 13

Anggota Gerak a. Lengan Kanan Kiri

Otot Tonus : Massa : Sendi Gerakan Kekuatan Lain lain : : : : Normal Eutrofi Baik, Nyeri (-) Bebas 5555 Normal Eutrofi Baik, Nyeri (-) Bebas 5555

Palmar eitem (+)

b. Tungkai & Kaki Luka Varises Sendi : : Normal Baik Nyeri (-) Gerakan Kekuatan Edema Lain lain : : : : Bebas 5555 (-) + Normal Baik Nyeri (-) Bebas 5555 (-) -

Otot (tonus & massa):

Refleks

Kanan

Kiri

Refleks tendon Bisep Trisep Patela Achiles Kremaster Refleks kulit Refleks Patologis

+ + + + + tidak dilakukan + -

+ + + + + tidak dilakukan + -

Colok Dubur

Tidak dilakukan pemeriksaan/pasien menolak

case report

Page 14

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG Laboratorium Rutin Jenis pemeriksaan Darah rutin Tanggal 03-04-2011 Tanggal 06-06-2011 Tanggal 10-06-2011 Nilai rujukan

Hb Hematokrit Eritrosit Leukosit Trombosit MCV MCH MCHC KIMIA Ureum Kreatinin Natrium Kalium Klorida Glukosa sewaktu Aceton darah SGPT SGOT AGD pH pCO2 pO2 HCO3 Base Exses O2 saturation Tinja Darah samar

11.2 35 4.1 4100 75000 66 28 32

11.3 34 4.2 5100 61000 81 27 33

10.7 33 3.9 4700 77000 84 27 33

12-16 g/dL 37-47 % 4,3-6,0 juta/uL 4800-10800/uL 150000-400000/uL 80-96 fl 27-32 pg 32-36 g/dL

40 1.3 142 4.9 106 379 -/negatif -

76 1.5 139 4.6 111 287 +/positif 18 31 284

20-50 mg/dL 0,5-1,5 mg/dL 135-145mEq/dL 3,5-5,3 mEq/dL 97-107 mEq/dL < 140 mg/dL Negative < 40 U/L < 35 U/L

7,411 25,9 105,8 16,8 -6,0 97,9

7,37-7,45 32-46 mmHg 71-104 mmHg 21-29 mEq/L -2 - +2 mEq/L 94-98 %

+/Positif

-/Negatif

case report

Page 15

Hasil LFG dengan rumus Kockroft Gault.

LFG

= (140-58) x 37 kg 72 x 1,5 mg/dl = 24 ml/mnt/1,73 m2

Pemeriksaan Penunjang EKG

case report

Page 16

Intepretasi EKG Sinus rhytm QRS rate 84 x/mnt Axis QRS normal P pulmonal 0,08 ms PR interval 0,12 ms QRS durasi 0,08 ms Segmen ST normal

Foto Thoraks AP

Intepretasi Foto Thoraks AP CRT < 50 % Ketajaman cukup Soft tissue swellimg (-) Segmen aorta terlihat menonjol Segmen pulmonal terlihat menonjol Pinggang jantung sulit dinilai

case report

Page 17

RINGKASAN

Pasien perempuan, 58 tahun, datang ke RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan muntah berisi makanan, cairan dan bercak berwarna merah gelap sejak 1 hari yang lalu. Pasien mengaku ada sakit dibagian perut atas tengah setelah mual dan muntahnya tersebut. Pasien juga merasakan lemas pada seluruh tubuh, sakit kepala yang berdenyut, nafsu makan pasien berkurang. 3 tahun yang lalu didiagnosis sakit hepatitis C dan Diabetes melitus dengan gejala sering buang air kecil (+), sering minum (+). Riwayat hematemesis melena 3 tahun dan 2 bulan yang lalu , Riwayat ligasi varises esophagus sudah dua kali. Riwayat hipoglikemia 1 bulan yang lalu. Pemeriksaan Fisik ditemukan nyeri tekan di regio epigastrium, palmar eritem (+), ascites (), colok dubur tidak dilakukan. Pemeriksaan laboratorium tanggal 6/6/2011 dan 10/6/2011 ditemukan anemia normositik normokromik, trombositopeni, uremia, hipoklorida, hiperglikemia, aceton darah (+), LFG sebanyak 24 ml/mnt/1,73 m2, Darah samar (+) EKG: Normal Foto Thorax : Normal

D. ASSESMENT & PENGELOLAAN

1. Diagnosis kerja 1. Hematemesis berulang. Dasar Diagnosis:


y

diperkirakan

pecahnya

varises

esophagus

Anamnesa : Pasien muntah berisi makanan, cairan dan bercak berwarna merah gelap. nyeri eppigastrium (+), riwayat muntah berdarah sebelumnya (+), perdarahan ditubuh lainnya (-), penggunaan obat NSAID dan jamu (-) jamu (-), kebiasaan minum alcohol (-), riwayat hepatitis C (+), riwayat DM (+), riwayat ligasi varises esophagus yg kedua 14 April 2011.

case report

Page 18

Pemeriksaan fisik : Konjungtiva anemis (+), colok dubur tidak dilakukan.

Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium Hb 11.3 gr/dl, trombosit 61.000. Darah samar (+)

Pemeriksaan yang dianjurkan :


y y

Endoskopi Cek darah rutin per 24 jam

Penatalaksanaan Non Medikamentosa : a. Tirah baring b. Diet hepar 3 c. Pemasangan NGT d. Monitor perdarahan Medikamentosa : a. IVFD NaCl 0,9 % b. PPI Omeprozol 1 x 40 injeksi sukralfat 4 x 15 g

c. Sitoprotektor

d. Injeksi vitamin K 3 x 1 amp e. Asam Traneksamat 3 x 1 amp f. Beta bloker propanolol 2 x 10 mg

g. ISMO 2 x 1 tab h. Metoklopramide 3 x 1 amp i. Laktulosa 4 x 30 cc

2. Sirosis Hepatis Dasar Diagnosis:


y

Anamnesa : Pasien mempunyai riwayat hepatitis C (+) dengan ikterus pada mata dan seluruh tubuh 3 tahun lalu. Hematemesis melena 3 tahun dan 2 bulan yang lalu dan riwayat ligasi varises esophagus sudah 2 kali.

y case report

Pemeriksaan fisik : Palmar eitema (+), Ascites ()


Page 19

Pemeriksaan Leukopeni.

penunjang

Anemia,

Trombositopeni,

Pemeriksaan yang dianjurkan :


y y y y y y y y

OT/PT Protein total Albumin Globulin Bilirubin total, direct, indirect Protombin time Seromarke hati Biopsi hati

Penatalaksanaan
y y

Penatalaksanaan Hematemesis Ascites


o Tirah baring o Diet TKTP Rendah garam <2gr/hari

3. Diabetes Mellitus tipe II. Normoweight dengan komplikasi ketosis Dasar Diagnosis:
y

Anamnesa : Pasien sering buang air kecil pada malam hari dan sering haus. Didiagnosis DM sejak 3 tahuan yang lalu

y y

Pemeriksaan Fisik : Pemeriksaan Penunjang : hiperglikemia, aceton darah (+)

Pemeriksaan Anjuran:
y y y y

HbA1C Profil lipid Urin lengkap Screening komplikasi

case report

Page 20

Penatalaksanaan: Non medikamentosa : 1. Diet DM: BB idaman = (140-100) x 1kg = 40 Kalori basal = 40 X 25 = 1000 kalori Umur 58 thn = - 5 % Keadaan istirahat = + 10 % kurus = + 20% Stress metabolik = + 20% Total kebutuhan = 1450 kkal Jadi diet DM : 1450 kkal (3 porsi besar 3 porsi kecil) Medikamentosa: Cairan infuse NaCl/8jam 20 tts/mnt Insulin sliding scale per 6 jam : < 60 mg/dl = < 200 mg/dl = 5 8 unit 200 250 mg/dl = 10 - 12 unit 250 - 300 mg/dl = 15 - 16 unit 300 350 mg/dl = 20 unit > 350 mg/dl = 20 24 unit

4. Anemia normokromik normositik Dasar Diagnosis :


y y y

Anamnesa : Pasien lemah dan sakit kepala. Pemeriksaan fisik : Konjungtiva anemik Pemeriksaan didapatkan eritrosit. penunjang penurunan : Pemeriksaan laboratorium jumlah

hemoglobin,

hematokrit,

Pemeriksaan anjuran :
y y case report

Morfologi darah tepi Retikulosit


Page 21

5. Akut Kidney Injury Dasar Diagnosis : Diperkirakan AKI pre renal (Hipovolemi, blood lose)
y y y

Mual dan muntah Perdarahan LFG : 24 ml/mnt/1,73 m 2

Pemeriksaan anjuran :
y y y

Ulang kreatinin dan ureum 3 hari lagi CCT USG ginjal

Penatalaksanaan:
y F. Prognosis

Rehidrasi

Quo ad Vitam Quo ad Fungtionam Quo ad Sanationam

: : :

Dubia Dubia ad malam Dubia ad malam

case report

Page 22

TINJAUAN PUSTAKA SIROSIS HEPATIS


I. II. Definisi KLASIFIKASI DAN ETIOLOGI 1,3

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm) atau mikronodular (besar modul kurang dari 3 mm) atau campuran mikro dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional namun hal ini juga kurang memuaskan. Sebagian besar jenis siroris dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis menjadi : 1) 2) 3) 4) 5) alkoholik Kriptogenik dan Post Hepatis (pasca nekrosis) Biliaris Kardiak Metabolik, Keturunan dan terkait obat

II.

Etiologi

1. Penyakit infeksi : Bruselosis, ekinokokus, skistosomiasis, toksoplasmosis, hepatitis virus (hepatitis B, C, D, sitomegalovirus). 2. Penyakit keturunan dan Metabolik : Defisiensi alfa antitripsin, sindrom fankoni, galaktosemia, penyakit

gautcher, penyakit simpanan glikogen, hemokromatosis , intoleransi fruktosa herediter, tirosinea herediter, penyakit wilson. 3. Obat dan Toksin Alkohol, amiodaron, arsenik, obstruksi bilier, penyakit perlemakan

hati dan alkoholik, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis primer

4. Penyebab lain / tidak terbu kti.


case report Page 23

Penyakit usus inflamasi kronik, fibrosis kistik, Pintas Jejunoileal, Sarkoidosis. Di negara barat yang tersering akibat alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan vir us hepatitis B menyebabkan sirosis sebesar 40-50%, dan virus hepatitis C 30 40%, sedangkan

10-20% penyebabnya tidak diketahui dan termasuk kelompok virus bukan B dan C (non B-non C). Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya kecil sekali karena belum ada datanya.
PATOLOGI DAN PATOGENESIS 1,2

III.

Sirosis Alkoholik atau secara historis disebut Sirosis Laennec ditandai oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel -sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regeneratif. S ehingga kadang-kadang disebut Sirosis Mikronoduler. Sirosis Mikronoduler dapat pula diakibatkan oleh cedera hati lainnya. 3 lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah : Perlemakan hati alkoholik Hepatitis alkoholik Sirosis Alkoholik

Sirosis Hati Pasca Nekrosis. Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur. Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir memperlihatkan adanya peranan sel stelata (stellate cell). Dalam keadaan normal stellata mempunyai peran dalam keseimbangan pembentukan matrik ekstra seluler dan proses degradasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal : hepatitis
case report Page 24

virus, bahan-bahan hepatotoksik), maka sel stellata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan terus maka fibrosis akan berjalan terus didalam sel stellata, dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

IV.

MANIFESTASI KLINIS

1. Gejala 1,2,3 Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis

(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala lebih menonjol terutam a bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah,

pendarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti air teh pekat, melena, muntah darah dan atau

serta perubahan mental meliputi mudah lupa, sukar

konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma. 2. Temua Klinis1,2,3 Temuan klinis sirosis meliputi spider angioma spider angiomata (atau spider teleangiektasi), suatu lesi vaskuler yang dikelilingi beberapa vena -vena kecil. Tanda ini sering ditemukan dibahu, muka, dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio eks tradiol atau testosteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil. Eritemapalmaris, warna merah saga pada thenar atau

hipothenar telapak tangan. Hal ini dikaitkan dengan perubah an metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada
case report Page 25

sirosis.

Ditemukan

pula

pada

kehamilan,

artritis

reumatoid,

hiperteroidisme, dan keganasan hematologi. Perubahan kuku-kuku muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku. Diperkirakan akibat

hipoalbuminemia. Ditemukan juga pada kondisi sindromnefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier.

Osteoartropati hipertropi periostisis prolifatikkronik menimbulkan nyeri. Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasiapalmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik tidak berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada DM, Distrofirefleksimpatetik, dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol. Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mamae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenidion. Selain itu ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan kearah feminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonodisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada alhoholik sirosis dan

hemakromatosis. Hepatomegali ukuran hati yang sirotik bisa membesar,

normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non alkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetorhepatikum, bau napas yang khas pada sirosis

disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintas an portosistemik yang berat.

case report

Page 26

Ikterus pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2 -3 mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Asteriksis bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerak an

mengepak-ngepakan dari tangan, dorsofleksi tangan. Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya : demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar, hemolisis, batu pada vesika felea akibat

pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis

alkoholik, hal ini akibat sekunder infilterasi lemak, fibrosis dan edema. Diabetes Melitus dialami 15-30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh sel pankreas.
GAMBARAN LABORATORIS1

V.

1) Aspartat amino transferase (AST), atau serum glitamil oksaloasetat (SGOT) dan alanin aminotransferase (ALT) atau serum

glutamilpiruvat transaminase (SGPT) meningkat tetapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan adan ya sirosis. 2) Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 -3 kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. 3) Gama Glutamil Transpeptidase (GGT), konsentrasinya seperti halnya alkalifosfatase pada penyakit hati. Meninggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena alkohol selain mengindiksi GGT mikrosomal hepatik,juga bisa menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit. 4) Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata, namun bisa meningkat pada sirosis lanjut. 5) Albumin, sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan perburukan sirosis. 6) Globulin, konsenterasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan, antigen baketri dari sistem porta ke jairngan limfoid, selanjutnya mengindukasi produksi imunoglobulin.

case report

Page 27

7) Waktu Protrombin mencerminkan derajat / tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis meanjang. 8) Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan

asites,dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi aiar bebas. 9) Kelainan hemayologi anemia, penyebabnya bisa bermacan -macam, anemia normokrom, normositer,hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, lekopenia, dan

nitropenia akibat splenomegali kongestif deng an hipertensi sehingga terjadi hipersplenisme. 10) Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. Ultra sonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaanya non invasif dan mudah digunakan, namun sensitifitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi sudaut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya masa. Pada sirosis lanjutan, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, dan ada peningkatan echogenitas parenkimal hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites, splenomegali, tombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien sirosis. 11) Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.
Diagnosis1,3

VI.

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit menegakan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium biokimia/ serologi, dan pemeriksaaan penunjang lainya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini. Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
case report Page 28

VII.

Komplikasi1

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanp a ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berkibat pada penurunan filtrasi glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofsgus. 20 40 % pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbul kan perdarahan. Angka kematiannnya sangat tinggi sebanyak 2/3 nya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menaggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan

hipersomniaa), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal.
VIII. Pengobatan
1,3

Etiologi sirosis mempengaruhi penaganan sirosis. Terapi ditujukan mengurangi progresif penyakit, menghindarkan bahan -bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik, diberikan diet yang mengan dung protein 1 g/kg dan kalori sebanyak protein 2000 -3000 kkal/hari. Tata laksana pasien sirosis yang masih kompensata ditunjukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditunjukan untuk mengurangi/menghilangkan etiologi diantaranya : alko hol dan bahan case report Page 29

bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian asitaminofen, kolkisin dan obat herbal bisa menghambat kolagenik. Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan di ulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non alkoholik menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis. Pada hepatitis B, interferon, alpha dan lamifudin (analog nukleusida) merupakan terapi utama. Lamifudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral setiap hari selama 1 tahun. Namun pemberian lamifudin setelah pemberian 9 sehingga terjadi resistensi obat. ternyata juga banyak yang kambuh. Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dan ribavarin 12 bulan menimbulkan mutasi YMMD Interferon alpha diber ikan secara 6 bulan, namun

suntikan subkutan 3 MIU, 3 kali seminggu selama 4

merupakan kombinasi standar.

Interferon diberikan secara suntikan,

subkutan dengan dosis 5 MIU, 3 kali seminggu dan dikombinasi ribavarin 800-1000mg perhari selama 6 bulan.

Pengobatan Sirosis Dekompensata : Asites, tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam diko mbinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironelakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian

spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 200-400 mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons, maksimal dosisnya 160 mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asistes sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4 -6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Ensefalopati Hepatik; laktulosa membantu pasien untuk

mengeluarkan amonia.
case report

Neomisin bisa dibunakan untuk mengurangi


Page 30

bakteri usus penghasil amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5g/kg berat badan perhari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. Varises Esofagus; Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Waktu pendarahan akut, bisa diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. Perintonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena, amoksilin atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal; mengatasi perubahan sirkulasi darah dihati, mengatur keseimbangan garanm dan air. Transplantasi hati, terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dahulu.

case report

Page 31

HEMATEMESIS

I.

DEFINISI

Hematemesis adalah muntah darah berwarna hitam seperti ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Sedangkan, melena adalah buang air besar darah berwarna hitam seperti ter yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Sedangkan saluran cerna bagian atas sendiri adalah saluran cerna proksimal ligamentum treitz, mulai dari yeyenum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus. Penyakit tukak peptik yaitu suatu istilah yang menunjuk kepada suatu kelompok penyakit ulserativa saluran makanan bagian atas yang melibatkan terutama bagian proksimal lambung dan duodenum, secara anatomis adalah suatu defek mukosa/submukosa, yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa sehingga dapat terjadi perforasi. Secara klinis, suatu tuk ak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan yang lebih dalam dengan diameter >5mm yang dapat diamati secara endoskopis atau radiologis.

II.

ETIOLOGI

Etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas, dimana khususnya dalam hal ini hematemesis melena untuk keperluan klinik dibagi menjadi dua; 1. Kelainan varises;
y y y

Pecahnya varises esofagus (71%) Pecahnya varises kardia Pecahnya varises fundus

2. Kelainan nonvarises;
y y y y

Gastropati hipertensi portal Gastritis erosif Tukak peptik Tukak stres


Page 32

case report

y y y

Robekan mallory Weiss Keganasan SCBA Penyakit sistemik

Etiologi varises esofagus sendiri adalah hipertensi portal, dimana terjadi peningkatan resistensi aliran darah vena porta hepatika. Sirosis dan obstruksi vena porta merupakan dua penyebab tersering terjadinya hipertensi porta. Etiologi tukak peptik yang telah diketahui sebagai faktor agresif yang merusak pertahanan mukosa antara lain Helicobacter pylori,

NSAID/OAINS, asam lambung/pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan satu atau beberapa faktor pertahanan yang berpeng aruh.

III. EPIDEMIOLOGI

Secara umum penyebab tersering terjadinya perdarahan saluran cerna bagian atas yang paling sering dilaporkan adalah varises esophagus, gastritis erosive, tukak peptic, gastropati kongestif, sindroma Mallory-Weiss, dan keganasan. Dari 1673 kasus perdarahan SCBA di SMF penyakit dalam RSU dr.Sutomo Surabaya, penyabab terbanyak adala varises esophagus (76,9%), gastritis erosive (19,2%), tukak petik (1,0%), kanker lambung (0,6%), dan karena sebab -sebab lain sebanyak 2,6%. 3 penyebab utama seperti yang disebutkan diatas ternyata sama dengan laporan dari RS Pemerintah di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta. Namun laporan dari RS Pemerintah di Ujung Pandang melaporkan bahwa tukak peptic sebagai penyebab utama SCBA yang ditemui. Hal ini juga dilaporkan oleh RS Darmo Surabaya yang menemukan perdarahan SCBA akibat tukak peptic sebanyak 51,2%, gastritif erosive sebanyak 11,7%, varises esophagus 10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom Mallory-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, lain-lain 2,7%. Dinegara barat sendiri, tukak peptik yang menempati urutan pertama dengan prosentase sekitar 50%. Tukak lambung ditemukan diseluruh dunia dengan prevalensi berbeda tergantung pada sosial ekonomi, demografi dan lebih banyak ditemukan pada pria usia diatas 60 t ahun, dan kelompok sosial ekonomi

case report

Page 33

rendah. Secara klinis tukak duodeni lebih sering dijumpai daripada tukak lambung. Pada autopsi yang dilakukan, tukak lambung ditemukan hampir sama banyaknya dengan tukak duodeni, hal ini disebabkan antara lain karena autop si banyak dilakukan pada usia lanjut, sedangkan pemakaian obat NSAID yang meningkat pada orang usia lanjut, sehingga kejadian tukak lambung juga meningkat. Tukak gaster juga berukuran lebih besar, sehingga pada pengamatan autopsi lebih mudah terlihat dibanding tukak duodeni.

IV. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi tukak peptik terdiri dari beberapa teori, antara lain; 1. Faktor asam lambung / pengaturan sekresi asam lambung pada sel parietal. Sel parietal mengeluarkan asam lambung HCl, sel peptik mengeluarkan pepsinogen yang oleh HCl diubah menjadi pepsin. Kedua hal ini merupakan faktor agresif bagi lambung. Adanya bahan iritan akan menyebabkan defek barier mukosa dan terjadi difusi balik ion H+. Histamin terangsang untuk lebih banyak mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler, kerusakan mukosa lambung, gastritis akut/kronik dan tukak gaster. 2. Balance theory Tukak terjadi bila ada gangguan keseimbangan antara faktor agresif/asam dan pepsin, dengan faktor defensif (mukus,

bikarbonat, aliran darah, prostaglandin). 3. Helycobacter pylori Bakteri Helycobacter pylori menginfeksi lewat penetrasi pada mukosa lambung dan mulai berkolonisasi pada mukosa tersebut, sehingga bakteri ini dapat berproliferasi dan dapat mengabaikan sistem mekanisme tubuh yang ada.

V. GAMBARAN KLINIS

Gambaran umum pasien dengan tukak peptik (baik tukak lambung maupun tukak lambung) adalah adanya keluhan sindrom dispepsia.
case report Page 34

Keluhan utama biasanya dapat bervariasi, namun umumnya berupa nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman yang sering diikuti muntah. Walaupun demikina rasa sakit saja tidak dapat menegakkan diagnosis. Adapun tukak akibat obat NSAID dan tukak pada usia lanjut biasan ya tidak menimbulkan keluhan, hanya diketahui melalui komplikasinya berupa perforasi dan perdarahan. Perdarahan merupakan komplikasi tukak peptik dengan angka insiden 15-20% dan meningkat pada usia lanjut (>60th) akibat adanya penyakit degeneratif dan meni ngkatnya

pemakaian NSAID (20% tanpa gejala dan tanda penyakit sebelumnya). Sebagian perdarahan dapat berhenti spontan, sebagian memerlukan tindakan endoskopi terapi, atau bahkan operasi. Sedangkan

pemeriksaan fisik tidak menunjukan kelainan-kelainan yang cukup berarti. Nyeri epigastrium dapat saja muncul terutama bila dilakukan palpasi ataupun perkusi.

VI. DIAGNOSIS

Berdasarkan anamnesis, bila seorang yang pasien datang dengan keluhan hematemesis dan melena, hampir dapat dipastikan sebagai perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Cara praktis untuk membedakan perdarahan SCBA dengan perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah (SCBB) dapat menggunakan parameter seperti; Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB Manifestasi Klinik pada Hematemesis dan / Hematokesia umumnya Aspirasi NGT Rasio BUN/Kreatinin Auskultasi melena Berdarah Meningkat >35 Hiperaktif Jernih <35 Normal

Penegakkan diagnosis hematemesis dan melena antara lain dengan memenuhi kriteria;
y

Muntah dan BAB darah warna hitam ter

case report

Page 35

Sindrom dispepsia, bila ada riwayat makan obat NSAID, jamu pegal linu, alkohol, yang menimbulkan erosi/ulkus peptikum

Keadaan umum pasien sakit ringan hingga berat, dapat disertai gangguan kesadaran

y y y y y

Dapat terjadi syok hipovolemik Takikardia Perabaan dingin Kulit pucat Kesadaran kompos mentis hingga apatis Sarana diagnostik yang dapat digunakan antara lain endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid dan angiografi. Pada semua pasien dengan tanda -tanda perdarahan SCBA atau dengan sumber pendara han yang belum diketahui, pemeriksaan endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan.

VII. DIAGNOSIS BANDING y y VIII.

Hemoptoe Hematokezia

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada perdarahan SCBA sama seperti pengelolaan pasien dengan perdarahan pada umumnya yakni meliputi :
y y y y y y

pemeriksaan awal (penekanan pada evaluasi status hemodinamik) resusitasi (terutama pada stabilisasi hemodinamik) melanjutkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang memastikan asal perdarahan (SCBA/SCBB) menegakkan diagnosa pasti penyebab perdarahan terapi (menghentikan perdarahan, menyembuhkan penyebab

perdarahan, mencegah perdarahan berulang) Resusitasi dilakukan dapat dilakukan denga n pemberian cairan pengganti plasma atau NaCl 0,9% atau RL terutama bila ada tanda syok hipovolemik. Pertimbangan untuk dilakukannya transfusi darah (PRC) berdasarkan kondisi;
case report Page 36

1. perdarahan dalam kondisi hemodinamik tidak stabil 2. perdarahan baru atau masih berlangsung dengan jumlah sekitar >1 liter 3. perdarahan baru atau masih berlangsung dengan Hb<10g% atau Ht<30% 4. terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan menurun Salah satu usaha penghentian perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah lambung lewat NasoGastricTube (NGT) dengan air suhu kamar, dengan tujuan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses hemostatik, walaupun manfaatnya untuk menghentikan perdarahan tidak terbukti. Pada perdarahan akibat varises esofagus dapat diberikan

vasopressin 50 unit yang diencerkan dalam 100ml dextrose 5% diberikan 0,5-1mg/menit/iv selama 20-60menit. Dapat diulang tiap 3 6jam atau perinfus 0,1-0,5U/menit. Somatostatin dan analognya diketahui dapat menurunkan aliran darah splanknik, khasiatnya lebih selektif dibanding vasopresin. Somatostatin juga dapat menghentikan perdarahan baik pada perdarahan yang disebabkan oleh varises maupun non-varises. Dosis pemberian somatostatin lewat bolus 250mcg/iv, dilanjutkan per infus 250mcg/jam 12 -24 jam atau sampai perdarahan berhanti; oktreotide dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan 25 mcg/jam 8-24 jam atau sampai perdarahan berhenti. Pada perdarahan (juga pada perdarahan berulang) SCBA karena tukak peptik digunakan Proton Pump Inhibitor diawali bolus omeprazol 80mg/iv kemudian dilanjutkan infus 8mg/kgBB/jam selama 72 jam. Pemberian antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih b oleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan. Antagonis reseptor H2 dalam mencegah perdarahan ulang kurang bermanfaat. Penggunaan balon tamponade atau SB -tube biasa digunakan untuk perdarahan akibat varises. pemasangan SB -tube sebaiknya dilakukan oleh tenaga medis yang berpengalaman dan diawasi dengan ketat, salah satu-nya akibat komplikasi pemasangan yang bisa berakibat fatal.

case report

Page 37

Endoskopi selain digunakan sebagai media diagnosis penyabab perdarahan, juga efektif sebagai terapi, terutama pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi digunakan contact thermal, noncontact thermal (laser), nonthermal (mis; suntikan adrenalin, palidokanol, alcohol, cyanoacrylate, atau pemakaian klip). Dikarenakan terbatasnya sumber daya dalam hal endoskopi darurat, maka dikembangkan Diantaranya berbagai adalah bentuk konsep

penyederhanaan algoritma Trisula; Tatalaksana Khusus

penatalaksanaan.

Hematemesis Melena Masif

RESUSITAS Pipa NG (aspirasi + lavage lambung)

Perdarahan terus positif

Perdarahan Min/Masif EKG : N Usia <60 thn Varises/nonvarises

Perdarahan Min/Masif EKG : abN/N Usia ~? Varises/nonvarises

Perdarahan Masif EKG : abN/N Usia ~? Varises

Vasopresin

Somatostatin

SB-Tube

Hemostasis Endoskopik

terapi menggunakan angiografi digunakan bila terapi menggunakan cara non endoskopis maupun endoskopis gagal, dan perdarahan tetap
case report Page 38

berlangsung atau sumber perdarahan belum diketahui. Sedangkan, terapi bedah baru dilaksanakan bila keseluruhan metode medis, e ndoskopis, maupun radiologi dinilai gagal.

IX. PROGNOSIS

Angka mortalitas pada pasien dengan perdarahan SCBA dapat ditekan bila keseluruhan algoritma terutama penanganan perdarahan diikuti dengan tepat dan cepat. Penyebab kematian terbesar perdarahan adalah syok hipovolemik yang tidak teratasi.

X. KESIMPULAN

1. Penyebab perdarahan SCBA dapat digolongkan menjadi varises, dan non varises. 2. Prioritas utama dalam menghadapi kasus perdarahan SCBA ialah penentuan status hemodinamik, dan upaya resusitasi. 3. Pada pasien ini tidak ditemukan adanya kelainan berarti dalam hal gejala-gejala yang menunjukan kecurigaan terhadap adanya

kelainan hati yang merupakan prekursor untuk varises esofagus. 4. Pasien memiliki 3 dari 7 alarm symptoms dispepsia kronis, ditambah riwayat kebiasaan mengkonsumsi jamu-jamuan, dan mengkonsumsi obat-obatan sebelum mengalami hematemesis/melena. 5. Pada pasien ini tidak ditemukan riwayat pernah diberikan

somatostatin maupun PPI semenjak masuk ke UGD. Padahal somatostatin merupakan bagian dari algoritma pemberhentian perdarahan pada pasien perdarahan SCBA yang dicurigai bukan dari varises esofagus. Sedangkan PPI sangat berguna untuk mencegah perdarahan berulang dibanding menggunakan Antagonis reseptor H2.

case report

Page 39

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi 4. Pusat penerbitan Departemen IPD FKUI, Jakarta. 2006 2. Price SA.. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Vol.1. EGC, Jakarta.1995 3. Diunduh dari http://cpmcnet.columbia.edu/dept/gi/cirrhosis.html pada tanggal 28-10-2007. 4. Davey P. At Glance Medicine .Erlangga. Jakarta 2006 5. Eastwood GL: Gastrointestinal Bleeding. In: Greene HL, P.Johnson W, Mancici MJ, eds. Decision Making in Medicine. St.Louis: Mosby, 1993. 6. Simadibrata R: Hematemesis-Melena. In: Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta: Sagung Seto, 1990. 7. Stupple M, Patel MM: Gastrointestinal Emergency. In: Caterino JM, Kahan S, eds. In A Page Emergency Medicine. Massachusets: Blackwell, 2003. 8. Tarigan P: Tukak Gaster. In: Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, K MS, Setiati S, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3. 4 ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK-UI, 2007.

case report

Page 40

Вам также может понравиться